Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

KEBUDAYAAN DAN PERADABAN ISLAM

Oleh :Muhammad Fajar Ramadhan


Prodi :Sistem Informasi

FAKULTAS KOMPUTER

INSITUT BISNIS NUSANTARA


2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami penjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas


rahmat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah ini .Penulisan makalah ini merupakan salah satu
tugas yang diberikan dalam mata kuliah Pendidikan Agama
Islam di INSITUT BISNIS NUSANTARA

Dalam Penulisan makalah ini kami merasa masih banyak


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi,
mengingat akan kemampuan yang kami miliki. Untuk itu, kritik
dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan


terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang
membantu dalam menyelesaikan makalah ini, khususnya
kepada Dosen kami yang telah memberikan tugas dan
petunjuk kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
tugas ini.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.....................................................................................2
DAFTAR ISI .................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN
1. PENDAHULUAN …………………..………………………………………….4
2. RUMUSAN MASALAH …………….……….………………………………..5
3. TUJUAN ……………………………………………………………………...5
BAB II PEMBAHASAN
1.KONSEP KEBUDAYAAN ...…………………………………………………..6
2. UNSUR UNSUR KEBUDAYAAN…………………………………………….8
3. KONSEP KEBUDAYAAN DALAM ISLAM .....…………………………….10
4. IPTEK DALAM PERSPEKTIF ISLAM …..…………………………………
16
5. SUMBER ILMU PENGETAHUAN ..……………………………………..…
19
6. KEBUDAYAAN DAN PERDABAN ISLAM DI MASA LALU.. ..………….22
7. SIKAP UMAT ISLAM TERHADAP KEMAJUAN IPTEK ………………...25
8. JEJAK PERADABAN ISLAM DALAM KEBUDAYAAN INDONESIA .….28
9. MASJID SEBAGAI PUSAT KEBUDAYAAN ISLAM ……………………..30

BAB III PENUTUP


Kesimpulan ……………………...................................................................33

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………34

BAB I.PENDAHULUAN
1.Pendahuluan
Islam sudah mulai berkembang lagi sejak abad ke-7 dan berkembang
secara pesat ke seluruh dunia dari waktu ke waktu. Dalam penyebarannya
secara otomatis Islam telah meletakkan nilai-nilai kebudayaannya. Yang
harus dibiasakan dengan
Kebudayaan merupakan segala sesuatu yang diciptakan oleh umat
manusia dan sebagai keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus
dibiasakan dengan belajar beserta keseluruhan dari hasil budi dan
karyanya itu. Kebudayaan itu melekat dengan diri manusia, artinya
manusia yang menciptakan kebudayaan sejak zaman dahulu hingga
sekarang.
Kebudayaan Islam adalah hasil olah akal, budi, cipta, rasa, karsa,
dan karya manusia yang berlandaskan pada nilai-nilai tauhid. Islam sangat
menghargai akal manusia untuk berkiprah dan berkembang. Hasil olah
akal,budi,rasa,dan karsa yang telah terseleksi oleh nilai-nilai kemanusiaan
yang bersifat universal berkembang menjadi sebuah peradaban.
Dalam perkembangannya perlu dibimbing oleh wahyu dan
aturanaturan yang mengikat agar tidak terperangkap pada ambisi yang
bersumber pada nafsu hewani, sehingga akan merugikan dirinya sendiri. Di
sini agama berfungsi untuk membimbing manusia dalam mengembangkan
akal budinya sehingga menghasilkan kebudayaan yang beradab atau
perdaban Islam.

2.Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut :
1. Apakah yang dimaksud dengan Kebudayaan Islam ?
2. Bagaimana konsep kebudayaan dalam Islam ?
3. Bagaimana sejarah intelektual Islam ?
4. Mengapa masjid sebagai pusat peradaban Islam ?
3.Tujuan
Setelah mendiskusikan tema ini, kita dapat memperoleh beberapa tujuan
sebagai berikut :
1. Mengetahui Pengertian Kebudayaan Islam.
1. Mengetahui konsep kebudayaan dalam Islam.
2. Mengetahui sejarah intelektual Islam.
3. Mengetahui masjid sebagai pusat peradaban Islam.
4. Mengetahui nilai –nilai dalam budaya Islam.

BAB II KONSEP KEBUDAYAAN


I.KONSEP KEBUDAYAAN
Istilah kebudayaan memang tak asing bagi kita khususnya yang
berkecimpung di dunia ini, apakah itu sebagai agamawan,
budayawan, seniman, penikmat budaya, pelaku budaya dan seni, dan
lainnya. Namun kita juga sering bertanya apakah setiap agama,
masyarakat, ras, dan etnik, memiliki persepsi sendiri tentang kebudayaan.
Apakah terdapat persepsi yang sifatnya umum atau khusus dalam
memandang budaya? Begitu juga halnya dengan agama Islam.
Bagaimaan konsep kebudayaan dalam pandangan Islam? Secara
saintifik, kebudayaan dibahas secara luas dan mendalam dalam sains
antropologi ataupun sosiologi. Seperti yang diuraikan di dalam
antropologi, banyak para pakar kebudayaan mendefinisikan kata
kebudayaan
Muhammad Takari 2 atau dalam adanan Inggrisnya culture. Sampai tahun
1950 paling tidak ada 179 definisi kebudayaan yang dikemukakan oleh
para ahli. Namun kemudian, dari berbagai definisi itu didapati berbagai
kesamaan, paling tidak kebudayaan memiliki dua dimensi yaitu isi dan
wujud. Seperti yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat (1980) yang
mengutip pendapat Claude Kluckhohn, bahwa kebudayaan adalah
sebagai seluruh ide, gagasan, dan tindakan manusia dalam angka
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, yang diperoleh melalui proses
belajar mengajar (learned action).
Kemudian ditinjau secara umum, budaya terdiri dari dua dimensi, yaitu
wujud dan isi. Dalam dimensi wujud, budaya terdiri dari tiga unsur, yaitu:
(1) wujud dalam bentuk ide atau gagasan, (2) wujud dalam bentuk aktivitas
atau kegiatan, dan (3) wujud dalam bentuk benda-benda atau artifak.
Ditinjau dari dimensi isi, atau sering disebut tujuh unsur kebudayaan
universal, maka kebudayaan terdiri dari tujuh unsur yaitu: (1) sistem religi,
(2) bahasa, (3) teknologi dan peralatan hidup, (4) sistem mata pencaharian,
(5) sistem organisasi sosial, (6) pendidikan, dan (7) kesenian.
Dalam kajian budaya, sering pula dikenal istilah peradaban (sivilisasi),
yaitu unsur-unsur kebudayaan yang maju, halus, dan tinggi (lihat Webster’s
1960 dan L.H. Morgan 1877). Kata ini, biasa merujuk kepada peradaban
peradaban seperti: Sumeria, Assiria, Indus, Babilonia, Inca, Oriental,
Oksidental, dan lain-lain. Istilah peradaban itu sendiri merupakan unsur
serapan bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Arab yaitu dari akar
kata adab. Umumnya pengertian budaya menurut para ilmuwan Barat
seperti yang dikemukakan dalam antropologi dan sosiologi, adalah bahwa
agama atau sistem religi sebagai bagian dari unsur kebudayaan yang
sejajar dengan unsur budaya lain. Dalam Islam, agama memiliki
dimensi Ilahiyah atau wahyu, dalam dimensi sedemikian rupa tidak
termasuk dalam budaya, bahkan budaya wajib berasas kepada wahyu.
Sebaliknya, kreativitas manusia dalam rangka mengisi budaya dapat
dikategorikan sebagai budaya.
II. UNSUR UNSUR KEBUDAYAAN.
Ditinjau dari dimensi isi, atau sering disebut tujuh unsur kebudayaan
universal, maka kebudayaan terdiri dari tujuh unsur yaitu: (1 Kesenian, (2)
Sistem teknologi dan peralatan, (3 Sistem organisasi masyarakat, (4)
Bahasa, (5) Sistem mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi, (6)
Sistem pengetahuan, dan (7) Sistem religi.
1. Kesenian .Setelah memenuhi kebutuhan fisik manusia juga
memerlukan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan psikis mereka
sehingga lahirlah kesenian yang dapat memuaskan.
2. Sistem teknologi dan peralatan.Sistem yang timbul karena manusia
mampu menciptakan barang – barang dan sesuatu yang baru agar
dapat memenuhi kebutuhan hidup dan membedakan manusia
dengam makhluk hidup yang lain.
3. Sistem organisasi masyarakat.Sistem yang muncul karena
kesadaran manusia bahwa meskipun diciptakan sebagai makhluk
yang paling sempurna namun tetap memiliki kelemahan dan
kelebihan masing – masing antar individu sehingga timbul rasa utuk
berorganisasi dan bersatu.
4. Bahasa.Sesuatu yang berawal dari hanya sebuah kode, tulisan
hingga berubah sebagai lisan untuk mempermudah komunikasi antar
sesama manusia. Bahkan sudah ada bahasa yang dijadikan bahasa
universal seperti bahasa Inggris.
5. Sistem mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi.Sistem yang
timbul karena manusia mampu menciptakan barang – barang dan
sesuatu yang baru agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan
membedakan manusia dengam makhluk hidup yang lain.
6. Sistem pengetahuan.Sistem yang terlahir karena setiap manusia
memiliki akal dan pikiran yang berbeda sehingga memunculkan dan
mendapatkan sesuatu yang berbeda pula, sehingga perlu
disampaikan agar yang lain juga mengerti.
7. Sistem religi.Kepercayaan manusia terhadap adanya Sang Maha
Pencipta yang muncul karena kesadaran bahwa ada zat yang lebih
dan Maha Kuasa.
Adapun C. Kluckhohn dalam karyanya Universals Categories of Culture
memaparkan ada tujuh unsur kebudayaan yang dianggap cultural
universals, yaitu sebagai berikut:
1. Sistem kepercayaan (sistem religi). Setiap masyarakat memiliki
keyakinan terhadap hal-hal bersifat religi, bahkan pada masyarakat
atheis (tidak percaya adanya Tuhan) sekali pun.
2. Sistem pengetahuan. Setiap masyarakat mempunyai sistem
pengetahuan yang mungkin berbeda-beda pada setiap
masyarakatnya.
3. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia. Setiap masyarakat juga
memiliki pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, alat-alat
produksi, senjata, dan sebagainya.
4. Mata pencaharian dan sistem-sistem ekonomi. Dalam masyarakat
selalu ada mata pencaharian atau sistem ekonomi, seperti pertanian,
peternakan, sistem produksi, sistem distribusi, dan sebagainya.
5. Sistem kemasyarakatan. Setiap masyarakat biasanya memiliki
kemasyarakatan, di antaranya, sistem kekerabatan, organisasi politik,
sistem hukum, dan sistem pekawinan.
6. Bahasa, baik lisan maupun tulisan. Masyarakat mana yang tidak
memiliki bahasa? Tentunya tidak ada masyarakat yang tidak memiliki
bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan.
7. Kesenian, baik seni rupa, seni suara, maupun seni lainnya. Setiap
masyarakat mempunyai berbagai macam seni yang tentunya
berbeda dengan masyarakat lainnya.
Lain halnya dengan Bronislaw Malinowski. Ia mengatakan ada 4 unsur
pokok yang meliputi:
1. Sistem norma sosial yang memungkinkan kerja sama antara para
anggota masyarakat untuk menyesuaikan diri dengan alam
sekelilingnya
2. Organisasi ekonomi
3. Alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas-petugas untuk
pendidikan (keluarga adalah lembaga pendidikan utama)
4. Organisasi kekuatan (politik).
III. KONSEP KEBUDAYAAN DALAM ISLAM
Dalam Islam, jika dibicarakan istilah kebudayaan, biasanya selalu
merujuk kepada kandungan makna pada kata-kata atau istilah ang
sejenis, seperti: millah, ummah, tahaqafah, tamaddun, hadharah, dan
adab. Istilah ini dipakai dalam seluruh kurun waktu sepanjang sejarah
Islam.

1 Millah
Terminologi millah , yang bentuk jamaknya milal , terdapat dalam
Al-Quran, yang digunakan untuk merujuk keadaan kebudayaan yang
berhubungan dengan syariat Nabi Ibrahim Alaihissalam.
Millah artinya adalah agama, syariat, hukum, dan cara beribadah. Millah
seperti yang disebutkan di dalam Al-Quran, maknanya ditujukan umat
Islam, atau golongan manusia yang suci, yang berpegang teguh
kepada agama Allah, serta mengamalkan sistem syariat, serta meraka
yang menjalankan tugas-tugas rohaniah dalam hidup dan peradabannya.
Dalam konteks sejarah, Nabi Ibrahim Alaihissalam adalah peletak
dasar agama monoteisme yang hanya menyembah kepada Tuhan yang
Ahad. Ia menyatakan dengan tegas bahwa adalah perbuatan salah
bila manusia menyembah sesuatu selain Allah, misalnya patung. Maka ia
pun dihukum dengan cara dibakar api oleh penguasa negeri saat itu.
Namun dengan kuasa Allah akhirnya ia tidak terbakar. Nabi Ibrahim
melakukan penyucian akidah umat melalui ajaran-ajaran Allah. Ia
termasuk salah seorang Rasul yang Ulul Azmi (lima dari dua puluh lima
Rasul yang memiliki
“keistimewaan”).

2 Ummah
Selain itu, ada sebuah istilah lagi yang lazim digunakan dalam
Islam, dalam kaitannya dengan kebudayaan, yaitu ummah. Istilah ini
mengandung makna sebagai orang-orang muslim dalam bentuk
masyarakat kolektif. Istilah ini yang pluralnya adalah umam dipergunakan
dalam AlQuran untuk menyebut umat Islam, sebagai umat terbaik
(Q.S. Ali Imran:110).Pengertian di dalamnya ialah bahwa umat Islam
itu ialah golongan manusia yang suci, mukaddas, bukan sekuler atau
profan, tanpa tujuan-tujuan memiliki sifat-sifat pelaksana ajaran dan
syariat Tuhan. Umat umumnya memiliki sifat ma’mum, yaitu terpimpin.
Pimpinan disebut imam. Alam sejarah Islam, pemimpin tertinggi ialah
Rasulullah S.A.W. Dalam menjalani kehidupannya, umat itu wajib
melaksanakan syariat, yaitu asas agama untuk mengarahkan kehidupan
yang ditentukan dalam tanzil, wahyu yang diturunkan, bukan berdasaran
semata-mata kepada pemikiran sendiri. Hidup mereka meniru Rasulullah
S.A.W. Umat Islam wajib menjadi contoh kepada segenap umat manusia
di dunia.
Dengan demikian, umat Islam berarti kumpulan manusia yang
mendasarkan hidupnya kepada syariat Ilahi, dengan pimpinan suci, dan
membentuk kumpulan manusia yang berkedudukan suci, bukan
mengutamakan aspek keduniawian, serta berada dalam dimensi
transenden. Perkataan ummah diambil dari bahasa Arab umum yang
artinya ibu.
Di dalam Al-Quran terdapat 64 kali perkataan ummah, 13 di
antaranya menggunakan kata jamak umam. Jika dilihat dari penggunaan
kata ummah di dalam Al-Quran, maka kata ini memiliki beberapa
pengertian. Misalnya dalam Al-Quran (13:30) dinyatakan “diutuskan
nabi-nabi kepada umat mereka pada setiap zaman.”
Dalam Al-Quran juga dijelaskan bahwa ummah memiliki pengertian
kepercayaan sebuah kumpulan manusia, seperti termaktub dalam surah
AzZukhruf (22-23), “sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami
menganut suatu agama (ummatin) dan kami adalah pengikut jejak-
jejak mereka.”Perkataan ummah juga diartikan sebagai sebuah
masyarakat yang bertanggung jawab terhadap keutuhan kelompok nya,
yaitu menjalankan hak dan memperjuangkan keadilan (Quran 7:159)
Dalam konteks sejarah Islam, meskipun konsep ummah yang
dikenalkan oleh Rasulullah pengertiannya merujuk kepada umat Islam,
namun beliau mengijinkan bangsa Yahudi dan lainnya tinggal di Madinah.
Mereka dijamin keselamatannya dan diperbolehkan mengamalkan
ajaran agamanya selagi mereka tunduk kepada undang-undang
Perlembagaan Negara Islam. Kaum Yahudi Medinah ini disebut dengan
sebutan terhormat ummah ma’al al-muslimin (umat bersama orang Islam).
Konsep ummah yang ingin dituju oleh Islam adalah sebuah kelompok
masyarakat yang beriman kepada Allah, Rasul-rasul dan kitab-Nya bersatu
di bawah panji Islam menjadi komunitas terbaik tanpa menonjolkan
jenis bangsa, bahasa, ras, warna kulit, dan negeri.
2 Athtahaqafah
Kata lain yang maknanya merujuk kepada kebudayaan dalam
Islam adalah atahaqafah ,yang biasanya digabung dengan al-Islamiyah,
artinya adalah keseluruhan cara hidup, berpikir, nilai-nilai, sikap, institusi,
serta artifak yang membantu manusia dalam hidup, yang berkembang
dengan berasaskan kepada syariat Islam dan sunnah Nabi
Muhammad SAW.
Dalam bahasa Arab, atahaqafah artinya adalah pikiran atau akal
seseorang itu menjadi tajam, cerdas, atau mempunyai keahlian yang tinggi
dalam bidang-bidang tertentu. Selanjutnya istilah taqafah ,berarti
membetulkan sesuatu, menjadi lebih baik dari pada keadaan yang
dulunya tidak begitu baik, ataupun menjadi berdisiplin. Kata taqafah
artinya adalah ketajaman, kecerdasan, kecerdan akal, dan keahlian yang
tinggi, yang diperoleh melalui proses pendidikan. Jadi istilah ini,
menekankan kepada manusia untuk selalu menggunakan fikirannya,
sebelum bertindak dan menghasilkan kebudayaan.

3 Al-Hadarah
Terminologi al-hadarah, digunakan untuk menyebut kehidupan
manusia secara kolektif dan peradaban yang tinggi (sivilisasi). Istilah
alhadarah berasal dari kata dasar, hadhara, yahduru, dan hadaratan,
yang artinya adalah bermukim dalam kawasan negeri atau empat yang
ramai yang membedakannya dari negeri atau tempat yang sunyi, badiyah.
Istilah hadar dan hadarah dalam bahasa Arab klasik bermaksud kawasan
yang didiami oleh manusia berupa perkotaan atau kehidupan yang relatif
maju. Istilah ini memiliki makna bahwa indikator kebudayaan yang
dianggap maju dan tinggi adalah dengan munculnya kota-kota dengan
sistem sosial yang kompleks. Namun bagaimanapun pedesaan tetap
diperlukan dalam sebuah peradaban, sebagai mitra dari kota-kota.
Eksprsi al-hadarah dalam kesenian Islam, diwujudkan dalam genre
hadrah. Hadrah ini sejak abad kelima belas menjadi bagian dari
kesenian sufi, khususnya tariqat Rifaiyah.

4 At-tamaddun
Tamaddun atau bentuk jamaknya tamaddunan , berasal dari
bahasa Arab, yang maknanya sering disejajarkan dengan istilah civilization
dalam bahasa Inggris. Sivilisasi sendiri awalnya berasal dari bahasa
Perancis. Hingga tahun 1732, kata ini merujuk kepada proses
hukum. Pada akhir abad ke-18, istilah ini memiliki pengertian yang meluas
tidak hanya sebatas sebagai hukum, tetapi juga tahapan paling maju
dari sebuah masyarakat. Hawkes (1980:4) mengartikan sivilisasi sebagai
kualitas tinggi yang dimiliki masyarakat. Menurut orang Yunani,
masyarakat yang tidak memiliki kota adalah masyarakat yang tidak
beradab, tidak memiliki sivilisasi. Collingwood mendefinisikan sivilisasi
sebagai sebuah proses untuk mencapai suatu tahap kehidupan
masyarakat sipil atau menjadi lebih sopan. Hasilnya melahirkan
masyarakat perkotaan, masyarakat yang memiliki kehalusan budi.
Johnson menyatakan bahwa sivilisasi adalah sebagai suatu keadaan
yang bertentangn dengan kehidupan barbar, yang mencapai tahap
kesopanan yang tingi (Collingwood 1947:281).
Konsep kebudayaan dalam Islam juga melibatkan istilah at-
tamaddun, dan kebudayaan Islam disebut at-tamaddun al-Islami. Istilah
ini merujuk kepada karangan terkenal Tarikh at-Tamaddun al-Islami yang
ditulis oleh Jurzi Zaidan. Istilah ini berasal dari kata dasar maddana,
yamduru, dan mudunan, yang arinya adalah datang ke sebuah bandar,
dengan harf bi yang bermakna menduduki suatu tempat, maddana pula
artinya membangun bandar-bandar atau kota-kota, atau menjadi kaum
atau seseorang yang mempunyai peradaban.
Dari istilah maddana ini muncul istilah lanjutan madinah yang artinya
adalah kota dan madani yang berasal dari kata al-madaniyah yang berarti
peradaban dan kemakmuran hidup. Istilah ini awalnya dipergunakan oleh
Ibnu Khaldun, seorang sosiolog Islam terkenal (Hussein 1997:91). Dalam
perkembangan sosial di Asia Tenggara, istilah madani begitu giat
dipopulerkan oleh Anwar Ibrahim, mantan wakil Perdana Menteri Malaysia.
Pengetian istilah ini merangkum tingkah laku yang beradab seperti orang
perkotaan, bersifat halus dalam budi bahasa, serta makmur dalam
pencapaian material.

5 Adab
Di antara istilh-istilah yang berkaitan dengan konsep kebudayaan
dalam Islam, yang selalu digunakan oleh para cendekiawan, termasuk di
Indonesia, adalah istilah adab , atau kata bentukannya peradaban. Ismail
Faruqi menyatakan bahwa adab itu berarti culture atau kebudayaan.
Dalam konteks ini kita kaji Hadits Nabi Muhammad SAW yang bermaksud:
“Tuhan telah memberikan kepadaku pendidikan adab, addabani, dan
Tuhan telah memperbaiki atau menyempurnakan pendidikan adab
terhadapku.” Adab yang dimaksud adalah adab dalam pengertian
yang paling luas, yang merangkumi kemampuan meletakkan sesuatu
itu pada tempat
yang sewajarnya, yaitu sifat yang timbul dari kedalaman ilmu dan
disiplin seseorang. Sifat ini jika disebarkan ke dalam masyarakat dan
kehidupan budaya, maka akan menimbulkan kesan yang alamiah dan
menyeluruh di dalam kehidupan kolektif. Kesadaran tentang makna adab
yang menyeluruh itu tercermin dalam kitab-kitab Islam, seeprti Adab ad-
Dunya wad-Din karya Abul Hasan Al-Mawardi dan analisis tentang
kehidupaan yang beradab dalam kitab karangan Imam Al-Ghazali Ihya
‘Ulumuddin.
Dalam bahasa Indonesia pula kata adab atau peradaban sering
digunakan dalam berbagai literatur. Istilah peradaban biasanya merujuk
kepada pengertian yang sama dengan sivilisasi dari bahasa Inggris. Kata
ini memiliki pengertian sebagai unsur budaya yang dianggap mengandung
nilai-nilai yang tinggi dan maju. Peradaban biasanya diakaitkan dengan
halhal yang mencapai tahap kesempurnaan di masa dan ruang tertentu.
Meskipun demikian, kalau digunakan istilah ini dengan berdasar
kepada penilaian maju, maka itu adalah relatif. Dalam sejarah umat
manusia, istilah ini digunakan untuk berbagai peradaban yang maju,
seperti Indus, Sumeria, Assiria, Mesir, Inca, Oksidental, Oriental, dan
lainnya. Dalam Al-Quran juga dijelaskan tentang berbagai peradaban
tersebut namun sebagian besar telah pupus ditelan sang zaman.
Hanya sebahagian saja yang hidup, bekembang, dan kontinu hingga hari
ini

6 Ad-Din
Selain itu, dalam peradaban Islam sering juga digunakan istilah
addin yang berarti agama dalam pengertian yang paling luas, dengan
sifatsifat universalnya, baik itu segi akidah maupun amal. Oleh karena itu,
istilah ini bersamaan maknanya dengan syariat sebagaimana yang
dicacatat di dalam kitab Tajul ‘Arus dan kepercayaan tentang
mentauhidkan Allah, serta sifat-sifat ketakwaan dan kewarakan orang-
orang saleh. Din juga berarti pengertian hukum atau aturan-aturan
terentu. Istilah din juga berarti amalan ataupun upacara yang dilakukan,
yang diwarisi dari beberapa generasi yang lalu. Dalam pengertian ini maka
din sama maknanya dengan tradisi. Ad-dinul Islam sebagai agama
adalah satu-satunya kerangka umum kehidupan yang benar, dan oleh
karenanya harus dilaksanakan secara total tanpa ada aspeknya yang
tertinggal satu pun.
Islam sebagai keimanan, hukum agama (syariat), dan
pengembangan pola-pola aspek kehidupan, dalam totalitasnya
berfungsi sebagai jalan hidup ang akan membawakan kesejahteraan
bagi umat manusia. Dalam totalitas jalan hidup itu dirumuskan arah,
orientasi, wawasan dan lingkup kehidupan perorangan dan
bermasyarakat manusia, dengan pola hubungan antara kaum muslimin
dan yang bukan muslimin diatur di dalamnya. Dalam totalitas seperti
itu tidak ada pembedaan antara aspek duniawi dan ukhrawi, karena
semuanya saling menunjang. Dalam keadaan demikian tiada lagi hal yang
tidak berwawasan keagamaan.
Bagi beberapa penulis, istilah agama Islam sebenarnya lebih
tepat menggunakan Ad-dinul Islam, karena pengertiannya langsung
merujuk kepada Islam sebagai satu-satunya agama yang
disempurnakan Tuhan dengan berbagai karakteritik khusus yang paling
tepat dianut manusia zaman Rasulullah hingga kini. Ia diturunkan oleh
Sang Khalik untuk makhluknya dengan ketepatan yang pasti.

IV.IPTEK DALAM PERSPEKTIF ISLAM


Peran Islam dalam perkembangan iptek pada dasarnya ada dua.
Pertama, menjadikan Aqidah Islam sebagai paradigma ilmu pengetahuan.
Paradigma inilah yang seharusnya dimiliki umat Islam, bukan paradigma
sekuler seperti yang ada sekarang (Zuhdi, 2015). Paradigma Islam ini
menyatakan bahwa Aqidah Islam wajib dijadikan landasan pemikiran
(qa’idah fikriyah) bagi seluruh ilmu pengetahuan (Ilmi, 2012). Ini bukan
berarti menjadi Aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu
pengetahuan, melainkan menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan.
Maka ilmu pengetahuan yang sesuai dengan Aqidah Islam dapat diterima
dan diamalkan, sedang yang bertentangan dengannya, wajib ditolak dan
tidak boleh diamalkan.
Kedua, menjadikan Syariah Islam (yang lahir dari Aqidah Islam)
sebagai standar bagi pemanfaatan iptek dalam kehidupan sehari-hari
(Ainiyah, 2013). Umat Islam boleh memanfaatkan iptek jika telah dihalalkan
oleh Syariah Islam. Sebaliknya jika suatu aspek iptek dan telah diharamkan
oleh Syariah, maka tidak boleh umat Islam memanfaatkannya, walau
menghasilkan manfaat sesaat memenuhi kebutuhan manusia (Arsyam, M.
2020).
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dunia, yang kini dipimpin
oleh perdaban barat satu abad terakhir ini, mencengangkan banyak orang
di berbagai penjuru dunia (Nahadi, M., Sarimaya, F., & Rosdianti, S. R.
2011). Kesejahteraan dan kemakmuran material (fisikal) yang dihasilkan
oleh perkembangan iptek modern membuat orang lalu mengagumi dan
meniru- niru gaya hidup peradaban barat tanpa dibarengi sikap kritis
trhadap segala dampak negatif yang diakibatkanya (Zahro, 2015). Pada
dasarnya kita hidup di dunia ini tidak lain untuk beribadah kepada Allah
SWT. Ada banyak cara untuk beribadah kepada Allah SWT seperti sholat,
puasa, dan menuntut ilmu. Menuntut ilmu ini hukumnya wajib. Seperti
sabda Rasulullah
SAW: “ menuntut ilmu adalah sebuah kewajiban atas setiap muslim laki-laki
dan perempuan”. Ilmu adalah kehidupanya islam dan kehidupanya
keimanan.

1.Pengertian iptek dan kaitannya dengan Islam


Untuk memperjelas, akan disebutkan dulu beberapa pengertian
dasar. Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam
yang diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientific
method) (Aji, 2017). Sedang teknologi adalah pengetahuan dan
keterampilan yang merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam
kehidupan manusia seharihari. Perkembangan iptek, adalah hasil dari
segala langkah dan pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan
mengembangkan iptek .
Peran Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam
harus dijadikan standar pemanfaatan iptek (Hasibuan, 2014). Ketentuan
halal-haram (hukum-hukum syariah Islam) wajib dijadikan tolok ukur dalam
pemanfaatan iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh
dimanfaatkan, adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan
iptek yang tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah
Islam.
2. Kewajiban mencari ilmu
Pada dasarnya kita hidup didunia ini tidak lain adalah untuk
beribadah kepada Allah. Tentunya beribadah dan beramal harus
berdasarkan ilmu yang ada di Al-Qur’an dan Al-Hadist (Wiartha, 2017).
Tidak akan tersesat bagi siapa saja yang berpegang teguh dan sungguh-
sungguh perpedoman pada Al-Qur’an dan Al-Hadist. Disebutkan dalam
hadist, bahwasanya ilmu yang wajib dicari seorang muslim ada, sedangkan
yang lainnya akan menjadi fadhlun (keutamaan). Ketiga ilmu tersebut
adalah ayatun muhkamatun (ayat-ayat Al-Qur’an yang menghukumi),
sunnatun qoimatun (sunnah dari Al-hadist yang menegakkan) dan
faridhotun adilah (ilmu bagi waris atau ilmu faroidh yang adil). 3.
Keutamaan orang yang berilmu
Orang yang berilmu mempunyai kedudukan yang tinggi dan mulia di
sisi Allah dan masyarakat. Al-Quran menggelari golongan ini dengan
berbagai gelaran mulia dan terhormat yang menggambarkan kemuliaan
dan ketinggian kedudukan mereka di sisi Allah SWT (Andriani, 2016).
Dalam surat ali Imran ayat ke-18, Allah SWT berfirman: "Allah
menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak
disembah), Yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang- orang
yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan
melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana". Dalam ayat ini ditegaskan pada golongan orang berilmu bahwa
mereka amat istimewa di sisi Allah SWT . Mereka diangkat sejajar dengan
para malaikat yang menjadi saksi Keesaan Allah SWT. Peringatan Allah
dan Rasul-Nya sangat keras terhadap kalangan yang menyembunyikan
kebenaran/ilmu, sebagaimana firman-Nya: "Sesungguhnya orang-orang
yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan berupa
keteranganketerangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami
menerangkannya kepada manusia dalam Al-Kitab, mereka itu dilaknati
Allah dan dilaknati pula oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati." (Al-
Baqarah: 159).
V. SUMBER ILMU PENGETAHUAN
1.Pengertian
Kata ilmu berasal dari bahasa Arab ‘ilm (‘alima-ya’lamu-‘ilm), yang
berarti pengetahuan (al-ma’rifah) kemudian berkembang menjadi
pengetahuan tentang hakikat sesuatu yang dipahami secara mendalam.
Dari asal kata ‘ilm ini selanjutnya di-Indonesia-kan menjadi ‘ilmu’ atau ‘ilmu
pengetahuan.’ Dalam perspektif Islam, ilmu merupakan pengetahuan
mendalam hasil usaha yang sungguh-sungguh (ijtihād) dari para ilmuwan
muslim (‘ulamā’/mujtahīd) atas persoalan persoalan duniawī dan ukhrāwī
dengan bersumber kepada wahyu Allah.
2.Sumber Ilmu Pegetahuan Dalam Islam
Al-Qur’ān dan al-Hadīts merupakan wahyu Allah yang berfungsi
sebagai petunjuk (hudan) bagi umat manusia, termasuk dalam hal ini
adalah petunjuk tentang ilmu dan aktivitas ilmiah. Al-Qur’ān memberikan
perhatian yang sangat istimewa terhadap aktivitas ilmiah. Terbukti, ayat
yang pertama kali turun berbunyi ; “Bacalah, dengan [menyebut] nama
Tuhanmu yang telah menciptakan”. Membaca, dalam artinya yang luas,
merupakan aktivitas utama dalam kegiatan ilmiah. Di samping itu, kata ilmu
yang telah menjadi bahasa Indonesia bukan sekedar berasal dari bahasa
Arab, tetapi juga tercantum dalam al-Qur’ān.
Di samping al-Qur’ān, dalam Hadīts Nabi banyak disebut tentang
aktivitas ilmiah, keutamaan penuntut ilmu/ilmuwan, dan etika dalam
menuntut ilmu. Misalnya, hadits-hadits yang berbunyi; “Menuntut ilmu
merupakan kewajiban setiap muslim dan muslimah” (HR. BukhariMuslim).9
“Barang siapa keluar rumah dalam rangka menuntut ilmu, malaikat akan
melindungi dengan kedua sayapnya” (HR. Turmudzi).10 “Barang siapa
keluar rumah dalam rangka menuntut ilmu, maka ia selalu dalam jalan
Allah sampai ia kembali” (HR. Muslim).
Penjelasan-penjelasan al-Qur’ān dan al-Hadīts di
atas menunjukkan bahwa paradigma ilmu dalam Islam adalah teosentris.
Karena itu, hubungan antara ilmu dan agama memperlihatkan relasi yang
harmonis, ilmu tumbuh dan berkembang berjalan seiring dengan agama.
Karena itu, dalam sejarah peradaban Islam, ulama hidup rukun
berdampingan dengan para ilmuwan. Bahkan banyak ditemukan para
ilmuwan dalam Islam sekaligus sebagai ulama. Misalnya, Ibn Rusyd di
samping sebagai ahli hukum Islam pengarang kitab Bidāyah alMujtahīd,
juga seorang ahli kedokteran penyusun kitab al-Kullīyāt fī alThibb.

3. Sumber Ilmu Pegetahuan Menurut Filsafat


Dalam kajian filsafat dijelaskan dengan jelas pengetahuan yang
dimiliki oleh manusia memiliki sumber. Dengan kata lain pengetahuan itu
tidak timbul dengan sendirinya. Ada empat sumber pengetahuan yang
dimaksud yaitu Rasio, Empiris, Intuisi, dan Wahyu. Keempat sumber ini
memiliki pengertian yang berbeda-beda dalam menafsirkan sumber dari
pengetahuan manusia tersebut.
Rasio, merupakan pengetahuan yang bersumber dari penalaran
manusia. Pada sumber pengetahuan ini diketahui bahwa pengetahuan
adalah hasil pemikiran manusia.
Empiris, merupakan pengetahuan yang bersumber dari pengalaman
yang dialami manusia. Sumber pengetahuan ini dirumuskan berdasarkan
kegiatan manusia yang suka memperhatikan gejala-gejala yang terjadi
disekitarnya. Misalnya peristiwa terjadinya hujan di bumi. Peristiwa ini terus
terulang-ulang dan dengan proses kejadian yang sama. Hal ini menjadi
daya tarik bagi manusia, muncul pertanyaan mengapa selalu turun hujan.
Dari pengalaman itulah manusia tergerak untuk bernalar hingga melakukan
penelitian penyebab terjadinya hujan.
Intuisi, merupakan sumber pengetahuan yang tidak menentu dan
didapatkan secara tiba-tiba. Terkadang kita sebagai manusia ketika
dihadapkan dengan suatu permasalahan, otak akan berpikir sangat keras
untuk menemukan solusi dari permasalahan tersebut. Tingkat berpikir otak
berbanding lurus dengan masalah yang akan diselesaikan. Semakin sulit
tingkat permaslahan yang akan dipecahkan semakin keras juga kinerja
otak dalam berpikir menyelesaikan masalah tersebut. Dalam kondisi
tertentu, terkadang semakin kita berusaha untuk memecahkan masalah,
semakin sulit menemukan solusinya.
Wahyu, atau bisa dikatakan dengan sumber pengetahuan yang
nonanaliktik karena tidak ada proses berpikir dari manusia tersebut. Wahyu
merupakan sumber pengetahuan yang berasal dari yang Maha kuasa.
Biasanya yang dapat menerima sumber pengetahuan yang seperti ini
adalah manusia-manusia pilihan. Contoh yang paling dekat adalah para
nabiallah, yang menerima pengetahuan dari Allah. Kisah-kisah merekapun
banyak mengispirasi banyak orang.
Dari keepat sumber pengetahuan diatas dapat disimpulkan bahwa
cara berpikir itu ada dua yaitu analatik; Rasio, dan Empiris. Dikatakan
sebagai cara berpikir yang analitik karena ada proses berpikir yang rincih
yang dilakukan manusia. Adapula cara berpikir yang non-analitik; intuisi,
dan wahyu yang tidak memiliki proses berpikir secara rincih yang dilakukan
oleh manusia.
Dalam hakikat penalaran ilmiah terbagi atas dua, yakni Deduktif atau
bisa dikatakan berhubungan dengan rasional atau Induktif, berdasarkan
empiris atau pengalaman dan data lapangan. Keduanya dikombinasikan
agar dapat ditarik kesimpulan dari penalaran ilmiah tersebut. Dalam
penarikan kesmipulanpun harus menggunakan logika induktif dan logika
deduktif. Setelah penarikan kesimpulan, menguji kebenaran dari suatu
penalaranpun perlu dilakukan. Suatu penalaran dianggap benar jika
koherensi, korespondensi, dan pragmatis atau ada manfaatnya.
VI. KEBUDAYAAN DAN PERDABAN ISLAM DI MASA LALU
Di kalangan sejarawan terdapat perbedaan tentang saat dimulainya
sejarah Islam. Secara umum, perbedaan pendapat tersebut dapat
dibedakan menjadi dua. Pertama, sebagian sejarawan berpendapat bahwa
sejarah Islam dimulai sejak Nabi Muhammad saw diangkat menjadi rasul.
Oleh karena itu, menurut pendapat ini, selama 13 tahun Nabi Muhammad
saw tinggal di Mekah telah lahir masyarakat muslim meskipun belum
berdaulat.
Kedua, sebagian sejarawan berpendapat bahwa sejarah umat Islam
dimulai sejak Nabi Muhammad saw hijrah ke Madinah karena masyarakat
muslim baru berdaulat ketika Nabi Muhammad saw tinggal di Madinah.
Muhammad saw tinggal di Madinah tidak hanya sebagai rasul, tetapi juga
merangkap sebagai pemimpin atau kepala negara berdasarkan konstitusi
yang disebut Piagam Madinah. Di samping perbedaan mengenai awal
sejarah umat Islam, sejarawan juga berbeda dalam menentukan fase-fase
atau periodesasi sejarah Islam. Menurut Usairy (2006: 4-8), periodesasi
sejarah Islam secara lengkap dibagi dalam periode-periode sebagai
berikut:

1.Periode Sejarah Klasik (Masa Nabi Adam –sebelum diutusnya Nabi


Muhammad saw).
Periode ini merupakan fase sejarah sejak Nabi Adam dan dilanjutkan
dengan masa-masa para nabi hingga sebelum diutusnya Rasulullah saw.
2.Periode Sejarah Rasulullah saw (570-632 M)
Yang dimulai dari tahun 52 sebelum hijriyah hingga tahun 11 H (570 M- 632
M). Di dalamnya diungkapkan tentang berdirinya negara Islam yang
dipimpin langsung oleh Rasulullah saw, yang menjadikan Madinah
alMunawwarah sebagai pusat awal dari semua aktivitas negara yang
kemudian meliputi semua jazirah Arabia. Sejarah pada periode ini
merupakan sejarah yang demikian indah yang seharusnya dijadikan contoh
dan suri teladan oleh kaum muslimin baik penguasa maupun rakyat biasa.

3.Periode Sejarah Khulafa' Rasyidin (632-661 M)


Periode ini dimulai sejak tahun 11 H hingga 41 H (632-661 M). Pada masa
itu terjadi penaklukan-penaklukan Islam di Persia, Syam (Syiria), Mesir,
dan lain-lain. Pada periode sejarah Khulafa' Rasyidin manusia betul-betul
berada dalam manhaj Islam yang benar.
4.Periode Pemerintahan Bani Umaiyah (661-749 M)
Periode ini dimulai sejak tahun 41 H hingga 132 H (661-749 M). pada masa
ini pemerintahan Islam mengalami perluasan yang demikian signifikan.
Hanya ada satu khalifah dalam pemerintahan Islam yang demikian luasnya
itu. Sayangnya, komitmen kepada syariat Islam mengalami sedikit
kemerosotan daripada periode sebelumnya.
5.Periode Pemerintahan Bani Abbasiyah (749-1258 M)
Masa ini dimulai sejak tahun 132 H-656 H (749-1258 M). Periode ini
merupakan masa kejayaan bagi pendidikan Islam meskipun pada fase
yang kedua terdapat beberapa pemerintahan dan kerajaan yang
independen, namun sebagiannya telah memberikan kontribusi yang besar
terhadap Islam. Misalnya pemerintahan Saljuk, pemerintahan keturunan
Zanki, pemerintahan bani Ayyub, Ghazni, dan Murabithun. Pada masa ini
pula muncul gerakan perang salib yang dilakukan oleh negara-negara
Eropa yang menaruh kebencian dan dendam pada negara-negara Islam di
kawasan Timur. Pemerintahan Abbasiyah hancur bersamaan dengan
penyerbuan orang-orang Mongolia yang melumatkan pemerintahan bani
Abbasiyah ini.
6.Periode Pemerintahan Mamluk (1250-1517 M)
Pemerintahan Mamluk dimulai sejak tahun 648 H-923 H (1250- 1517 M).
Goresan sejarah Islam paling penting di masa ini adalah berhasil
dibendungnya gelombang penyerbuan pasukan Mongolia ke beberapa
belahan negeri Islam. Juga berhasil dihabiskannya eksistensi kaum Salibis
dari negara Islam.

7.Periode Pemerintahan Usmani (1517-1923 M)


Pemerintahan Usmani dimulai sejak tahun 923 H-1342 H (1517- 1923 M).
Pada awal pemerintahan ini telah berhasil melakukan ekspansi wilayah
Islam terutama di kawasan Eropa Timur. Pada saat itu Hongaria berhasil
ditaklukkan, demikian pula dengan Beograd, Albania, Yunani, Romania,
Serbia dan Bulgaria. Pemerintahan ini juga telah mampu melebarkan
kekuasaannya ke kawasan timur wilayah Islam.
Salah satu goresan sejarah paling agung yang berhasil dilakukan oleh
pemerintahan Usmani adalah ditaklukkannya Konstantinopel (yang
merupakan ibukota Imperium Romawi). Namun pada masa akhir
pemerintahan Turki, kaum kolonial berhasil menaburkan benih pemikiran
nasionalisme. Kemudian pemikiran ini menjadi pemicu hancurnya
pemerintahan Islam serta terkoyak-koyaknya kaum muslimin menjadi
negeri-negeri kecil yang lemah dan terbelakang serta jauh dari agama
mereka
8. Periode Dunia Islam Kontemporer (1922-2000 M)
Periode ini dimulai sejak tahun 1342-1420 H (1922-2000 M). Periode ini
merupakan masa sejarah umat Islam sejak berakhirnya masa Dinasti Turki
Usmani hingga perjalanan sejarah umat Islam pada masa sekarang.

Sedangkan menurut Harun Nasution (1985: 56-68) dan


Nourouzaman Shidiqi (1983: 66-68) membagi sejarah Islam menjadi tiga
periode, yaitu: Periode Klasik (650-1250 M), Perode Pertengahan (1250-
1800 M), dan
Periode Modern (1800-sekarang).

VII. SIKAP UMAT ISLAM TERHADAP KEMAJUAN IPTEK


1. Pengertian Iptek Dan Kaitannya Dengan Islam
Untuk memperjelas, akan disebutkan dulu beberapa pengertian dasar.
Ilmu pengetahuan (sains) adalah pengetahuan tentang gejala alam yang
diperoleh melalui proses yang disebut metode ilmiah (scientific
method) .Sedang teknologi adalah pengetahuan dan ketrampilan yang
merupakan penerapan ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia
sehari-hari. Perkembangan iptek, adalah hasil dari segala langkah dan
pemikiran untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek
Peran Islam dalam perkembangan iptek, adalah bahwa Syariah Islam
harus dijadikan standar pemanfaatan iptek. Ketentuan halal-haram
(hukumhukum syariah Islam) wajib dijadikan tolak ukur dalam pemanfaatan
iptek, bagaimana pun juga bentuknya. Iptek yang boleh dimanfaatkan,
adalah yang telah dihalalkan oleh syariah Islam. Sedangkan iptek yang
tidak boleh dimanfaatkan, adalah yang telah diharamkan syariah Islam.
2. Pandangan Islam Terhadap Iptek
Iptek merupakan dasar dan pondasi yang menjadi penyangga bangunan
peradaban moderen barat sekarang ini. Masa depan suatu bangsa akan
banyak ditentukan oleh tingkat penguasaan bangsa itu terhadap Iptek.
Suatu masyarakat atau bangsa tidak akan memiliki keunggulan dan
kemampuan daya saing yang tinggi, bila ia tidak mengambil dan
mengembangkan Iptek. Bisa dimengerti bila setiap bangsa di muka bumi
sekarang ini, berlombalomba serta bersaing secara ketat dalam
penguasaan dan pengembangan iptek, dan Diakui bahwa iptek disatu sisi,
telah memberikan “berkah” dan anugrah yang luar biasa bagi kehidupan
umat manusia. Namun di sisi lain, Iptek telah mendatangkan “petaka” yang
pada gilirannya mengancam nilainilai kemanusiaan. Kemajuan dalam
bidang iptek telah menimbulkan perubahan sangat cepat dalam kehidupan
ummat manusia.

Di negara ini, gagasan tentang perlunya integrasi pendidikan imtak


dan iptek ini sudah lama digulirkan. Profesor B.J. Habibie, adalah orang
pertama yang menggagas integrasi imtak dan iptek ini. Hal ini, selain
karena adanya problem dikotomi antara apa yang dinamakan ilmu-ilmu
umum (sains) dan ilmuilmu agama (Islam), juga disebabkan oleh adanya
kenyataan bahwa pengembangan iptek dalam sistem pendidikan kita
tampaknya berjalan sendiri, tanpa dukungan asas iman dan takwa yang
kuat, sehingga pengembangan dan kemajuan iptek tidak memiliki nilai
tambah dan tidak memberikan manfaat yang cukup berarti bagi kemajuan
dan kemaslahatan umat dan bangsa dalam arti yang seluas luasnya.
Kekawatiran ini, cukup beralasan, karena sejauh ini sistem pendidikan kita
tidak cukup mampu menghasilkan manusia Indonesia yang beriman dan
bertakwa kepada Allah swt sebagaimana diharapkan. Berbagai tindak
kejahatan sering terjadi dan banyak dilakukan, justru oleh orang-orang
yang secara akademik sangat terpelajar, bahkan mumpuni. Ini berarti,
aspek pendidikan turut menyumbang dan memberikan saham bagi
kebangkrutan bangsa yang kita rasakan sekarang. Kenyataan ini menjadi
salah satu catatan mengenai raport merah pendidikan nasional kita. Secara
lebih spesifik, integrasi pendidikan imtak dan iptek ini diperlukan karena
empat alasan.
Pertama, sebagaimana telah dikemukakan, iptek akan memberikan
berkah dan manfaat yang sangat besar bagi kesejahteraan hidup umat
manusia bila iptek disertai oleh asas iman dan takwa kepada Allah swt.
Sebaliknya, tanpa asas imtak, iptek bisa disalahgunakan pada tujuan-
tujuan yang bersifat destruktif. Iptek dapat mengancam nilai-nilai
kemanusiaan. Jika demikian, iptek hanya absah secara metodologis, tetapi
batil dan miskin secara maknawi.
Kedua, pada kenyataannya, iptek yang menjadi dasar modernisme,
telah menimbulkan pola dan gaya hidup baru yang bersifat sekularistik,
materialistik, dan hedonistik, yang sangat berlawanan dengan nilai-nilai
budaya dan agama yang dianut oleh bangsa kita.
Ketiga, dalam hidupnya, manusia tidak hanya memerlukan sepotong
roti (kebutuhan jasmani), tetapi juga membutuhkan imtak dan nilai-nilai
sorgawi (kebutuhan spiritual). Oleh karena itu, penekanan pada salah
satunya, hanya akan menyebabkan kehidupan menjadi pincang dan berat
sebelah, dan menyalahi hikmat kebijaksanaan Tuhan yang telah
menciptakan manusia dalam kesatuan jiwa raga, lahir dan bathin, dunia
dan akhirat.
Keempat, imtak menjadi landasan dan dasar paling kuat yang akan
mengantar manusia menggapai kebahagiaan hidup. Tanpa dasar imtak,
segala atribut duniawi, seperti harta, pangkat, iptek, dan keturunan, tidak
akan mampu alias gagal mengantar manusia meraih kebahagiaan.
Kemajuan dalam semua itu, tanpa iman dan upaya mencari ridha Tuhan,
hanya akan mengahsilkan fatamorgana yang tidak menjanjikan apa-apa
selain bayangan palsu (Q.S. An-Nur:39). Maka integrasi imtak dan iptek
harus diupayakan dalam format yang tepat sehingga keduanya berjalan
seimbang (hand in hand) dan dapat mengantar kita meraih kebaikan dunia
(hasanah fi al-Dunya) dan kebaikan akhirat (hasanah fi al-akhirah) seperti
do’a yang setiap saat kita panjatkan kepada Tuhan (Q.S. Al-Baqarah :201)

Perkembangan iptek adalah hasil dari segala langkah dan pemikiran


untuk memperluas, memperdalam, dan mengembangkan iptek.Dari uraian
di atas dapat dipahami, bahwa peran Islam yang utama dalam
perkembangan iptek setidaknya ada 2 (dua). Pertama, menjadikan Aqidah
Islam sebagai paradigma pemikiran dan ilmu pengetahuan. Kedua,
menjadikan syariah Islam sebagai standar penggunaan iptek .

VIII.JEJAK PERADABAN ISLAM DALAM


KEBUDAYAAN INDONESIA
Perkembangan Islam yang ada di Indonesia tidak terlepas dari
pengaruh perkembangan Islam di belahan bumi lain. Membaca Islam yang
di Indonesia rasanya cukup penting. Sebab, dari hasil pembacaan itu kita
sebagai umat islam dapat mengetahui akan bagaimana perkembangan
islam di indonesia setelah islam mengalami beberapa fase perubahan dari
waktu ke waktu. Penulis mencatat beberapa bentuk peradaban Islam di
Indonesia. Diantaranya adalah Peradaban Pendidikan, Gerakan
Masyarakat, Budaya dan Adat.

1. Pesantren; Peradaban Pendidikan Islam Indonesia


Pesantren adalah salah satu sistem pendidikan Islam yang ada di
Indonesia dengan ciri yang khas dan unik, juga dianggap sebagai sistem
pendididikan paling tua di Indonesia.11 Selain itu, dalam pendidikan Islam
di Indonesia juga dikenal adanya Madrasah Ibtidaiyah (dasar), Madrasah
Tsanawiyah (lanjutan), dan Madrasah Aliyah (menengah). Untuk tingkat
universitas Islam di Indonesia juga kian maju seiring dengan
perkembangan zaman, hal ini dapat dilihat dari terus beragamnya
universitas Islam. Hampir disetiap provinsi di Indonesia dapat dijumpai
Institut Agama Islam Negeri serta beberapa universitas Islam lainnya.
Pesantren sebagai sistem pendidikan tertua di Indonesia merupakan
bukti Islam membuat peradaban dalam bidang pendidikan yang berbeda
sama sekali dengan sistem pendidikan dimanapun. Hingga kini pesantren
semakin banyak dijumpai sebagai lembaga pendidikan yang bercorak
Islam. 2. Gerakan Masyarakat Islam dan Politik
Gerakan yang lahir di Timur Tengah itu telah memberikan pengaruh
besar kepada gerakan kebangkitan Islam di Indonesia. Bermula dari
pembaruan pemikiran pendidikan Islam di Minangkabau, yang disusul oleh
pembaruan pendidikan yang dilakukan oleh masyarakat Arab di Indonesia.
Kebangkitan Islam semakin berkembang membentuk
organisasiorganisasi social semakin berkembang membentuk organisasi-
organisasi social keagamaan, seperti Sarekat Dagang Islam (SDI) di Bogor
(1909) dan Solo (1911), Persyarikatan Ulma di Majalengka. Jawa Barat
(1911), Muhammdiyah di Yogyakarta (1912), Persatuan Islam (Persis) di
Bandung (1920-an), Nahdlatul Ulama (NU) di Surabaya (1926), dan
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) di Candung Bukittinggi (1930) dan
partai-partai politik, seperti Sarekat Islam (SI) yang merupakan kelanjutan
SDI, Persatuan Muslimin Indonesia (Permi) di Padang Panjang (1932)
yang merupakan kelanjutan, dan perluasan dari organisasi pendidikan
Thawalib, dan Partai Islam Indonesia (PII) pada tahun 1938.12 Hingga saat
ini juga berkembang Partai berbasis Islam. Seperti PAN, PKS, PBB, dan
PKB.
3. Budaya dan Adat Istiadat
Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan sangat banyak dipengaruhi
oleh bahasa Arab. Bahasa Arab sudah banyak menyatu dalam kosa kata
bahasa Indonesia, contohnya kata wajib, fardu, lahir, bathin, musyawarah,
surat, kabar, koran, jual, kursi dan masker. Dalam hal nama juga banyak
dipakai nama-nama yang berciri Islam (Arab). Kebiasaan yang banyak
berkembang dari budaya Islam dapat berupa ucapan salam, acara tahlilan,
syukuran, yasinan dan lain-lain. Dalam hal kesenian, banyak dijumpai seni
musik seperti kasidah, rebana, marawis, barzanji dan shalawat. Kita juga
melihat pengaruh di bidang seni arsitektur rumah peribadatan atau masjid
di Indonesia yang banayak dipengaruhi oleh arsitektur masjid yang ada di
wilayah Timur Tengah.
4. Ekonomi
Peradaban dalam bidang Ekonomi juga tidak ketinggalan.
Daerahdaerah pesisir sering dikunjungi para pedagang Islam dari Arab,
Persi,dan Gujarat yang menerapkan konsep jual beli secara Islam. Juga
adanya kewajiban membayar zakat atau amal jariyah yang lainnya, seperti
sedekah, infak, waqaf, menyantuni yatim, piatu, fakir dan miskin. Hal itu
membuat perekonomian umat Islam semakin berkembang.

IX.MASJID SEBAGAI PUSAT KEBUDAYAAN ISLAM


Masjid adalah salah satu lambang Islam. Ia adalah barometer atau ukuran
dari suasana dan keadaan masyarakat muslim yang ada di sekitarnya.
Maka pembangunan masjid bermakna pembangunan Islam dalam suatu
masyarakat. Keruntuhan masjid bermakna keruntuhan Islam dalam
masyarakat.
Memahami masjid secara universal berarti juga memahaminya sebagai
sebuah instrumen sosial masyarakat Islam yang tidak dapat dipisahkan
dari masyarakat Islam itu sendiri. Keberadaan masjid pada umumnya
merupakan salah satu perwujudan aspirasi umat Islam sebagai tempat
ibadah yang menduduki fungsi sentral. Mengingat fungsinya yang strategis,
maka perlu dibina sebaikbaiknya, baik segi fisik bangunan maupun segi
kegiatan pemakmurannya
Pada masa Nabi saw. ataupun di masa sesudahnya, masjid menjadi pusat
atau sentral kegiatan kaum muslimin. Kegiatan di bidang pemerintahan pun
mencakup, ideologi, politik, ekonomi, sosial, peradilan dan kemiliteran
dibahas dan dipecahkan di lembaga masjid. Masjid berfungsi pula sebagai
pusat pengembangan kebudayaan Islam, terutama saat gedung-gedung
khusus untuk itu belum didirikan. Masjid juga merupakan ajang halaqah
atau diskusi, tempat mengaji, dan memperdalam ilmu-ilmu pengetahuan
agama ataupun umum.
Masjid di samping sebagai tempat ibadah umat Islam dalam arti khusus
(mahdhah) juga merupakan tempat beribadah secara luas, selama
dilakukan dalam batas-batas syari‟ah. Masjid yang besar, indah dan bersih
adalah dambaan umat Islam, namun itu semua belum cukup apabila tidak
diisi dengan kegiatan-kegiatan memakmurkan masjid yang semarak.
Adalah shalat berjamaah yang merupakan parameter adanya kemakmuran
masjid dan juga merupakan indikator kereligiusan umat Islam di sekitarnya.
Selain itu kegiatan-kegiatan sosial, dakwah, pendidikan dan lain
sebagainya juga akan menambah kesemarakan dalam memakmurkan
masjid.

Masjid memiliki fungsi edukasi diantaranya adalah berfungsi untuk


pengembangan nilai-nilai humanis dan kesejahteraan umum. Fungsi
tersebut bisa disebut sebagai fungsi edukasi. Fungsi edukasi ini seringkali
terlewatkan dari perhatian umat meski tetap disadari bahwa fungsi tersebut
penting untuk dikembangkan. Mengembangkan fungsi edukasi masjid
dimulai dari pemahaman tentang konsep pendidikan Islam secara benar
dan tidak dimaknai secara sempit. Pendidikan Islam merupakan pendidikan
yang secara komprehensif-integratif mengembangkan potensi manusia
baik fisikmaterial, emosi, dan juga spiritualnya.
Di zaman Rasulullah Muhammad SAW, masjid sudah menjadi pusat
berbagai aktifitas umat Islam pada waktu itu. Selain untuk pelaksanaan
ibadah, masjid juga dijadikan tempat untuk melakukan berbagai bentuk
aktifitas muamalah.
Sebagai tempat ibadah, selama hidupnya Rasulullah selalu
melaksanakan shalat wajib lima waktu secara berjamaah dan menjadi
imamnya di masjid di dekat rumahnya di Kota Madinah. Berbagai bentuk
aktifitas muamalah yang bersifat sosial seperti pembagian zakat,
penyembelihan qurban, pernikahan, dan sebagainya juga dilaksanakan di
masjid.
Rasulullah juga menjadikan masjid sebagai pusat pendidikan. Beliau
mengajar murid-muridnya yang sekaligus juga pengikutnya di masjid.
Tradisi seperti ini terus berlanjut sampai sekarang. Di masjid Madinah,
sesudah shalat Magrib dan sesudah shalat Subuh, selalu kita temui
khalakahkhalakah kecil yang mengkaji Al Qur'an yang dipimpin seorang
syeikh atau guru.
Perguruan tinggi di dunia Islam juga pada awalnya menyatu dengan
masjid. Universitas Al Qurawiyyin di Maroko dibangun tahun 859 M, yang
bertahan dan terus berkembang sampai sekarang.
Universitas Al Azhar awal bahkan berada di dekat Pasar Khankhalili yang
merupakan pasar terbesar di pusat kota tua Kairo. Setelah berkembang,
perguruan tinggi yang sangat terkenal di dunia Islam sampai sekarang ini,
kemudian membangun kampusnya di sejumlah tempat di kota Kairo dan
banyak kota di Mesir.

Ketika Rasulullah menjadi kepala negara Madinah, masjid Madinah


juga menjadi pusat pemerintahan untuk mengatur negara. Tradisi ini
diteruskan oleh Khalifahu Rasyidin (Abu Bakar, Umar, Usman, dan Ali).
Rasulullah juga menggunakan masjid sebagai ruang pertemuan dan
tempat untuk memberikan pengarahan, tempat menyelesaikan sengketa
atau pengadilan, serta mengatur pertahanan dan keamanan negara.
Karena itu pelatihan militer dan pelepasan tentara menuju medan perang
juga dilakukan di masjid.
Setelah Bani Umayyah yang dipimpin oleh Muawiyah bin Abu Sufyan
menjadi Khalifah, barulah pusat pemerintahan dipindah dari masjid ke
Istana. Muawiyah yang mengendalikan negara dari kota Damaskus,
Suriah, tampaknya terinspirasi oleh Bizantium yang menjadi tetangganya.
Penguasa Muslim berikutnya sampai sekarang terus mengikuti kebijakan
Bani Umayyah yang mengendalikan negara dari Istana.
Di banyak negara muslim, masjid sebagai pusat aktifitas ekonomi terus
berkembang sampai sekarang. Hal ini terlihat dari lokasi pasar yang selalu
berada di dekat masjid. Bahkan di banyak bagian masjid dijadikan toko dan
lokasi untuk berdagang.
Di Indonesia, belakangan ini di sejumlah masjid dijadikan Taman Kanak-
kanak. Lapangan di depan masjid yang berada di banyak kota, disamping
sering dijadikan tempat ibadah seperti shalat Idhul Fitri dan Idhul Adha,
serta tabligh akbar, juga bersinergi dengan tradisi setempat, seperti pasar
malam yang merupakan kombinasi dari aktifitas ekonomi musiman dengan
berbagai bentuk hiburan rakyat. Lapangan di depan masjid juga sering
dijadikan tempat berolahraga dan kegiatan semi militer seperti baris
berbaris dan berbagai bentuk seni bela diri.
Belakangan fungsi masjid seperti di atas hanya tersisa di sejumlah tempat
saja, sementara di banyak masjid hanya digunakan untuk shalat saja.
Kalaupun ada yang juga memanfaatkannya untuk kegiatan yang
memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitarnya, seperti kegiatan
pendidikan, soalsial, atau ekonomi, jumlahnya sangatlah terbatas.

Untuk itu masjid juga harus dijadikan pusat pengembangan pendidikan


dan pusat pemberdayaan ekonomi, serta berbagai macam bentuk
muamalah yang terkait kegiatan sosial.
BAB III PENUTUP Kesimpulan
1. Islam adalah agama yang diturunkan oleh Allah SWT dengan perantara wahyu
yang di berikan kepada nabi Muhammad SAW untuk disebarkan untuk umat manusia
dan kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa, dan cipta dan masyarakat.
2. Agama merupakan sumber kebudayaan dengan kata lain kebudayaan bentuk
nyata dari agama islam itu sendiri.
3. Budaya hasil daya cipta manusia dengan menggunakan dan mengerahkan
segenap potensi yang dimilikinya. Dan pada pra islam banyak yang mengandung atau
berbau keislaman.
Daftar Pustaka
https://kemenag.go.id/read/al-quran-dan-ilmu-pengetahuan-v39zy-v39zy-v39zy-v39zy
http://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/tadris/article/download/232/223/#:~:text=Dalam%20Isl
am%2C%20ilmu%20pengetahuan%20memiliki,akal%2C%20dan%20hati%2Fintuitif
https://sites.google.com/site/auroranight0912/filsafat-ilmu/sumber-pengetahuan
http://repository.um-surabaya.ac.id/4980/1/SEJARAH_PERADABAN_ISLAM.pdf
https://fis.uinsu.ac.id/download/proses/162/DOKUMEN%20DOSEN%20FAKULTAS%20ILMU%
20SOSIAL%20UIN%20SU.html
https://www.republika.co.id/berita/q943k4440/jejakjejak-sejarah-peradaban-islam
https://jejakrekam.com/2019/03/06/masjid-sebagai-pusat-kebudayaan/
http://mbahduan.blogspot.com/2012/03/makalah-kebudayaan-islam.html
http://imaza17.blogspot.com/2012/02/makalah-sejarah-kebudayaan-islam.html http://menjaga-
bumi.blogspot.com/2012/02/cara-membuat-makalah-yang-baik-dan.html
http://pandidikan.blogspot.com/2010/10/islam-dan-kebudayaan.html

Anda mungkin juga menyukai