Oleh :
Lintang Juang Effendy ( 210321100075)
Crisda Novita Sari ( 210321100103)
Handizah Kingkin Rahmania ( 210321100116)
KELAS A
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Konsep Masyarakat Madani ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penulis dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak
Mukhammad Bakhruddin.,M.Pd.I pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak
Mukhammad Bakhruddin,M.Pd.I selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
ditekuni kami. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi
kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Pengertian Masyarakat Madani......................................................................3
2.2 Karakteristik Masyarakat Madani..................................................................5
2.3 Sejarah Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani......................7
BAB III..................................................................................................................12
PENUTUP..............................................................................................................12
3.1 Kesimpulan...................................................................................................12
3.2 Saran.............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat madani dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang
beradab dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya. Masyarakat
madani akan terwujud apabila masyarakat telah menerapkan prinsip-prinsip
demokrasi dengan baik. Di dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan tentang umat yang
terbaik untuk membentuk peradaban manusia yang lebih humaris dan toleran
yaitu “kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia kepada
ma’ruf dan mecegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli
Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang
beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Ali Imran
[3]:110) (Astuti, 2018)
Adapun cara pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi
adalah dengan hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik. Dalam rangka
membangun “masyarakat madani modern”. Meneladani Nabi bukan hanya
penampilan fisik belaka, tetapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan
dengan sesama umat islam ataupun dengan umat lain, seperti menjaga persatuan
umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil
kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur
lainnya. Kita sebagai umat manusia juga harus meneladani sikap kaum Muslim
yang tidak mendikotomikan antara dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan
dunia untuk akhirat, mereka juga tidak meninggalkan akhirat demi dunianya.
Mereka bersikap seimbang dalam mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika
sikap yang ada pada masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini,
maka kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja.
1
2. Bagaimana karakteristik dan ciri-ciri masyarakat madani?
3. Bagaimana sejarah umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani
(masyarakat beradab)?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep masyarakat madani.
2. Untuk mengetahui karakteristik dan ciri-ciri masyarakat madani.
3. Untuk mengetahui sejarah umat islam dalam mewujudkan masyarakat
madani.
2
BAB II
PEMBAHASAN
4
yang melimpah. Di Negara Madinah tersebut masyarakat Islam di bawah
kepemimpinan Nabi Muhammad saw yang telah berhasil membentuk masyarakat
berperadaban tinggi. Menurut Nurkholish Madjid, kata Madinah berasal dari
bahasa Arab “madaniyaah” berarti peradaban tinggi, karena itu masyarakat
madani adalah masyarakat yang beradab. Makna lain dari kata madani berarti
kota, dengan demikian masyarakat madani adalah masyarakat kota.
Free public sphere mempunyai arti adanya ruang publik yang bebas dalam
mengemukakan pendapat. Artinya masyarakat diberi ruang (kesempatan)
untuk mengemukakan pendapat baik secara lisan maupun tulisan, baik berbentuk
orasi, dialog, kritikan, protes dan bahkan demontrasi yang santun untuk
menuntut sesuatu yang hak mereka dan sekaligus menunjukkan kelemahan
dan ketidak sesuaian kebijakan pemerintah. Sikap seperti ini seharusnya diberi
keleluasaan dan kebebasan, karena ketika mereka berdemonstrasi pada
hakikatnya adalah adanya hak mereka yang dizalimi. Secara etika, orang
yang dizalimi harus di lindungi dan dibantu dan bukan sebaliknya. Bukankah
banyak terlihat ketika pedagang yang tergusur dari tempat mereka mencari
nafkah, akhirnya protes dan ternyata bukan protes mereka dipertimbangkan,
tetapi justru yang muncul adalah tindakan kekerasan kepada mereka.
Seolah-olah mereka sedang berhadapan dengan penguasa, padahal
pemerintah hanyalah pembantu rakyat dan bukan penguasa. Kebijakan
pemerintah jangan sampai menyakiti hati rakyat, dan pemerintah harus
berperan sebagai pengayom yang melindungi rakyat dan bukan menindas
5
dan mengusir rakyat dari tempat tinggal atau tempat mereka mencari nafkah.
Beberapa ilustrasi tersebut diketahui bahwa karakter bangsa yang beradab
adalah bangsa yang mau mendengarkanrintihan orang lain, mendengarkan
penderitaan sekaligus mengangkat penderitaan mereka dan bukan sebaliknya.
6
atau kelompok yang dapat hidup mandiri dengan tidak membutuhkan orang
lain. Si kaya dalam kesehariannya membutuhkan jasa orang miskin untuk
membantunya menyetir dan mengerjakan keperluan sehari-hari. Begitu juga
para pejabat membutuhkan petani supaya mampu memenuhi kebutuhannya akan
beras dan sayur-sayuran. Sebuahilustrasi pluralisme dari sisi etnis, di Pekanbaru
setiap etnis memiliki okupasi masing-masing. Etnis Minang biasanya bergerak di
bidang perekonomian dan jasa kerajinan sangat dibutuhkan etnis lainnya dalam
mengembangkan dunia bisnis. Sebaliknya etnis Jawa yang banyak bekerja di
sektor perkebunan sangat dibutuhkan semua kelompok masyarakat supaya
mampu menikmati sayur-sayuran. Begitu juga halnya dalam memasarkan
sayur-sayuran di pasar didominasi etnis Batak. Maka seharusnya setiap etnis
mengucapkan terima kasih kepada setiap etnis yang ada.
7
ibadah, syari’ah, perundang-undangan, moral, dan segala tingkah laku. Tidak
dinamakan masyarkat islam meskipun mereka sholat, berpuasa dan haji sementara
syari’at islam tidak dijadikan perundang-undangan ditengah-tengah
masyarakatnya dan tidak menetapkan segala ketetapan Allah dan RasulNya.
Sedangkan masyarakat jahili adalah segala bentuk masyarakat selain masyarakat
islam, bak yang mengingkari wujudnya Allah atau yang tidak ingkar, akan tetapi
syari’at islam tidak dijadikan way of life (jalan hidupnya). (Quthb, tt: 129-130).
Pada saat yang sama pula muncul juga gerakan resistensi masyarakat sipil
yakni masyarakat adat, untuk menuntut hak - hak mereka terhadap sumber alami
dan hak berbudaya, yang jika dikaji lebih dalam justru datang dari paham
pluralisme budaya yang berakar pada pemikiran postmodernisme. Dalam rangka
menanamkan komitmen dengan tingkat kesejatian yang tinggi itu, kita perlu
menengok dan “mengangsu” kepada khasanah budaya kita, dalam hal ini budaya
keagamaan Islam. Bukanlah suatu kebetulan bahwa wujud nyata masyarakat
madani itu untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia merupakan hasil
usaha utusan Tuhan untuk akhir zaman, Nabi Muhammad, Rasulullah SAW.
Sesampai di kota hijrah2 yaitu Yatsrib (Yunani: Yethroba), beliau ganti nama
kota itu Madinah. Dengan tindakan itu, Nabi Muhammad SAW telah merintis dan
memberi teladan kepada umat manusia dalam membangun Masyarakat madani,
8
yaitu masyarakat yang berperadaban (ber- “madaniyah”) karena tunduk dan patuh
(dana- yadinu) kepada ajaran kepatuhan (din) yang dinyatakan dan patuh (dana-
yadinu) kepada ajaran kepatuhan (din) yang dinyatakan dalam supremasi hukum
dan peraturan. Masyarakat madani pada hakekatnya adalah reformasi total
terhadap masyarakat yang tak kenal hukum (lawless) Arab Jahiliyah, dan terhadap
supremasi kekuasaan pribadi penguasa seperti yang selama ini menjadi pengertian
umum tentang negara Bagaimanapun juga Rasulullah telah meletakkan dasar-
dasar masyarakat madani.
Dengan cakupan wilayah yang terbatas serta jumlah masyarakat yang masih
sangat sedikit memang apa yang telah dirintis Rasulullah mungkin lebih layak
disebut miniatur masyarakat madani. Namun demikian, tatanan masyarakat
madani yang dibangun oleh Muhammad Rasulullah, disebut oleh Robert N.
Bellah sebagai suatu model masyarakat yang teramat modern pada jamannya.
Merefleksikan dan memformulasikan model masyarakat model masyarakat
madani di era sekarang Memang antara masyarakat madani dan civil society
dalam perspektif historis tidak bisa digebyah uyah dalam satu kesepakatan teoritis,
karena ada nilai - nilai historis yang membedakan.
Semangat Rabbaniyah itu jika cukup tulus dan sejati, akan memancar dalam
semangat perikemanusiaan, yaitu semangat insaniyah, atau basyariyah, dimensi
horisontal hidup manusia, hablun min al-nas. Kemudian pada urutannya,
semangat perikemanusiian itu sendiri memancar dalam berbagai bentuk hubungan
pergaulan manusia yang penuh budi luhur. Maka tak heran jika Nabi dalam
9
sebuah hadisnya menegaskan bahwa inti dari tugas suci beliau adalah untuk
"menyempurnakan berbagai keluhuran budi". Masyarakat berbudi luhur atau
berakhlak mulia itulah, masyarakat berperadaban, masyarakat madani, "civil
society".
Masyarakat Madani yang dibangun nabi itu, oleh Robert N. Bellah, seorang
sosiologi agama terkemuka disebut sebagai masyarakat yang untuk zaman dan
tempatnya sangat modern, bahkan terlalu modern, sehingga setelah nabi sendiri
wafat tidak bertahan lama. Timur tengah dan umat manusia saat itu belum siap
dengan prasarana sosial yang diperlukan untuk menopang suatu tatanan sosial
yang modern seperti dirintis Nabi (RN Bellah Ed. Beyond Belief (New York :
Harper & Row, edisi paperback, 1976 hh. 150-151)3 (Soim, 2015).
Setelah Nabi wafat, masyarakat madani warisan Nabi itu, yang antara lain
bercirikan egaliterisme, penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi (bukan
prestise seperti keturunan, kesukuan, ras, dan lain-lain), keterbukaan partisipasi
seluruh anggota masyarakat, dan penentuan kepemimpinan melalui pemilihan,
bukan berdasarkan keturunan, hanya berlangsung selama tiga puluh tahunan masa
khulafur rasyidin. Sesudah itu, sistem sosial madani dengan sistem yang lebih
banyak diilhami oleh semangat kesukuan atau tribalisme Arab pra-Islam, yang
kemudian dikukuhkan dengan sistem dinasti keturunan atau geneologis itu
sebagai "Hirqaliyah" atau "Hirakliusisme", mengacu kepada kaisar Heraklius,
penguasa Yunani saat itu, seorang tokoh sistem dinasti geneologis.
3 Soim, M. (2015). Miniatur Masyarakat Madani (Perspektif Pengembangan Masyarakat Islam). Jurnal RISALAH, 26(1),
23–32.
10
masyarakat madani menurut teladan nabi, justru mungkin lebih besar pada masa
sekarang ini.
11
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masyarakat madani dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang
beradab dalam membangun, menjalani,dan memaknaikehidupannya. Masyarakat
madani merupakan konstruksi bahasa yang Islami yang mengacu pada kata al-
din, yang umumnya diterjemahkan sebagai agama, berkaitan dengan makna al-
tamaddun atau peradaban. Keduanya menyatu ke dalam pengertian al-madinah
yang artinya kota. Dengan demikian, maka terjemahan masyarakat madani
mengandung tiga hal, yakni agama, peradaban dan perkotaan. Di sini agama
merupakan sumber, peradaban adalah prosesnya, dan masyarakat kota adalah
hasilnya.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk
kedepannya penulis akan menjelaskan makalah secara lebih fokus dan detail
dengan sumber yang lebih banyak dan dapat dipertanggungjawabkan. Kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan penulis.
12
13
DAFTAR PUSTAKA
Ilma, M., & Alfian, R. N. (2020). Konsepsi Masyarakat Madani Dalam Bingkai
Pendidikan Islam. MA'ALIM: Jurnal Pendidikan Islam, 1(01).