Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

KONSEP MASYARAKAT MADANI


Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu : Mukhammad Bakhruddin.,M.Pd.I

Oleh :
Lintang Juang Effendy ( 210321100075)
Crisda Novita Sari ( 210321100103)
Handizah Kingkin Rahmania ( 210321100116)

KELAS A
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Konsep Masyarakat Madani ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan
dari penulis dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak
Mukhammad Bakhruddin.,M.Pd.I pada mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan bagi pembaca.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak
Mukhammad Bakhruddin,M.Pd.I selaku dosen mata kuliah. Tugas yang telah
diberikan ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang
ditekuni kami. Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Bangkalan, 13 September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan.............................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Pengertian Masyarakat Madani......................................................................3
2.2 Karakteristik Masyarakat Madani..................................................................5
2.3 Sejarah Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani......................7
BAB III..................................................................................................................12
PENUTUP..............................................................................................................12
3.1 Kesimpulan...................................................................................................12
3.2 Saran.............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat madani dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang
beradab dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya. Masyarakat
madani akan terwujud apabila masyarakat telah menerapkan prinsip-prinsip
demokrasi dengan baik. Di dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan tentang umat yang
terbaik untuk membentuk peradaban manusia yang lebih humaris dan toleran
yaitu “kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia kepada
ma’ruf dan mecegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli
Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang
beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (QS. Ali Imran
[3]:110) (Astuti, 2018)

Adapun cara pelaksanaan amar ma’ruf nahi mungkar yang direstui Ilahi
adalah dengan hikmah, nasehat, dan tutur kata yang baik. Dalam rangka
membangun “masyarakat madani modern”. Meneladani Nabi bukan hanya
penampilan fisik belaka, tetapi sikap yang beliau peragakan saat berhubungan
dengan sesama umat islam ataupun dengan umat lain, seperti menjaga persatuan
umat Islam, menghormati dan tidak meremehkan kelompok lain, berlaku adil
kepada siapa saja, tidak melakukan pemaksaan agama, dan sifat-sifat luhur
lainnya. Kita sebagai umat manusia juga harus meneladani sikap kaum Muslim
yang tidak mendikotomikan antara dunia dan akhirat. Mereka tidak meninggalkan
dunia untuk akhirat, mereka juga tidak meninggalkan akhirat demi dunianya.
Mereka bersikap seimbang dalam mengejar kebahagiaan dunia dan akhirat. Jika
sikap yang ada pada masyarakat Madinah mampu diteladani umat Islam saat ini,
maka kebangkitan Islam hanya menunggu waktu saja.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep masyarakat madani?

1
2. Bagaimana karakteristik dan ciri-ciri masyarakat madani?
3. Bagaimana sejarah umat islam dalam mewujudkan masyarakat madani
(masyarakat beradab)?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep masyarakat madani.
2. Untuk mengetahui karakteristik dan ciri-ciri masyarakat madani.
3. Untuk mengetahui sejarah umat islam dalam mewujudkan masyarakat
madani.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Masyarakat Madani


Masyarakat madani dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang
beradab dalam membangun, menjalani, dan memaknai kehidupannya. Masyarakat
madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan dipandang sebagai teori
kuno. Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup dan dapat berkembang dalam
setiap ruang dan waktu. Masyarakat madani merupakan konstruksi bahasa yang
“Islami” yang mengacu pada kata al-din, yang umumnya diterjemahkan sebagai
agama, berkaitan dengan makna al-tamaddun atau peradaban. Keduanya menyatu
ke dalam pengertian al-madinah yang artinya kota. Dengan demikian, maka
terjemahan masyarakat madani mengandung tiga hal, yakni agama, peradaban dan
perkotaan. Di sini agama merupakan sumber, peradaban adalah prosesnya, dan
masyarakat kota adalah hasilnya.

Orang yang pertama kali memunculkan istilah masyarakat madani di


Indonesia adalah Anwar Ibrahim, mantan wakil perdana menteri Malaysia
sebagaimana dikutip Dawam Rahardjo di dalam buku Kamaruddin Hidayat.
Masyarakat Madani merupakan sistem sosial yang subur berdasarkan prinsip
moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan individu dengan kestabilan
masyarakat. Inisiatif dari individu dan masyarakat akan berupa pemikiran, seni,
pelaksanaan pemerintah yang berdasarkan undang-undang dan bukan nafsu atau
keinginan individu (Kamaruddin Hidayat dan Azzumardi Azzra: 2006).

Kamaruddin Hidayat sebagaimana dikutip Dawam Rahardjo


mendefinisikan masyarakat madani sebagai proses penciptaan peradaban yang
mengacu kepada nilai-nilai kebijakan bersama. Selanjutnya Dawam menjelaskan,
dasar utama dari masyarakat madani adalah persatuan dan integrasi sosial yang
didasarkan pada suatu pedoman hidup, menghindarkan diri dari konflik dan
permusuhan yang menyebabkan perpecahan dan hidup dalam suatu persaudaraan.

Ada juga menurut Azyumardi Azra, masyarakat madani mempunyai arti


lebih dari sekedar gerakan pro-demokrasi, karena ia juga mengacu pada
pembentukan masyarakat berkualitas dan bertamadun (civility).

Perbedaan antara Civil Society dan masyarakat madani adalah Civil


Society merupakan buah modernitas (Fauzi, 2018), sedangkan modernitas adalah
buah dari gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan
Tuhan. Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena
meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian dan
asuhan petunjuk masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk
menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi Civil
Society lalu membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah yang
dijadikan pembenaran atas pembentukan Civil Society di masyarakat Muslim
modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.

Wacana tentang Masyarakat Madani di Indonesia memiliki banyak


kesamaan istilah dan penyebutan, namun mamiliki karakter dan peran yang
berbeda satu dari yang lainnya. Dengan merujuk sejarah perkembangan
masyarakat sipil (Civil Society) di Barat, sejumlah ahli di Indonesia menggunakan
istilah yang berbeda dalam maksud serupa. Dalam hal ini menurut Sahrul; di
kalangan para ahli masih terdapat ketidaksamaan pendapat tentang pengertian
masyarakat madani. Ada yang menyebut bahwa masyarakat madani tidak sama
dengan istilah civil society bila ditinjau dari segi karakteristiknya. Namun, ada
juga yang mengatakan bahwa masyarakat madani justru itulah yang di sebut civil
society atau istilah masyarakat madani suatu istilah yang di Indonesiakan.

Jika merujuk kepada pemaknaan istilah maka masyarakat madani berasal


dari kata madani pada sebuah kota yang dulunya di sebut Yastrib. Kota petani dan
industri kecil. Akrim Dhiyauddin Umari menyebutkan Yastrib nama lama dari
Madinah Al-Munawarrah, sumber kemenangan dengan tanah yang subur dan air

4
yang melimpah. Di Negara Madinah tersebut masyarakat Islam di bawah
kepemimpinan Nabi Muhammad saw yang telah berhasil membentuk masyarakat
berperadaban tinggi. Menurut Nurkholish Madjid, kata Madinah berasal dari
bahasa Arab “madaniyaah” berarti peradaban tinggi, karena itu masyarakat
madani adalah masyarakat yang beradab. Makna lain dari kata madani berarti
kota, dengan demikian masyarakat madani adalah masyarakat kota.

2.2 Karakteristik Masyarakat Madani


Untuk merealisasikan masyarakat madani diperlukan prasyarat yang
menjadi nilai universal (dapat diterima semua bangsa dan kelompok
masyarakat) guna tegaknya masyarakat yang beradab serta mencirikan
peradaban manusia. Pra-syarat tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain
serta mesti menjadi satu ke-satuan yang utuh. Karakteristik tersebut adalah
adanya free public sphere, demokratis, toleransi, pluralisme dan keadilan
sosial dan berkeadaban.

Free public sphere mempunyai arti adanya ruang publik yang bebas dalam
mengemukakan pendapat. Artinya masyarakat diberi ruang (kesempatan)
untuk mengemukakan pendapat baik secara lisan maupun tulisan, baik berbentuk
orasi, dialog, kritikan, protes dan bahkan demontrasi yang santun untuk
menuntut sesuatu yang hak mereka dan sekaligus menunjukkan kelemahan
dan ketidak sesuaian kebijakan pemerintah. Sikap seperti ini seharusnya diberi
keleluasaan dan kebebasan, karena ketika mereka berdemonstrasi pada
hakikatnya adalah adanya hak mereka yang dizalimi. Secara etika, orang
yang dizalimi harus di lindungi dan dibantu dan bukan sebaliknya. Bukankah
banyak terlihat ketika pedagang yang tergusur dari tempat mereka mencari
nafkah, akhirnya protes dan ternyata bukan protes mereka dipertimbangkan,
tetapi justru yang muncul adalah tindakan kekerasan kepada mereka.
Seolah-olah mereka sedang berhadapan dengan penguasa, padahal
pemerintah hanyalah pembantu rakyat dan bukan penguasa. Kebijakan
pemerintah jangan sampai menyakiti hati rakyat, dan pemerintah harus
berperan sebagai pengayom yang melindungi rakyat dan bukan menindas

5
dan mengusir rakyat dari tempat tinggal atau tempat mereka mencari nafkah.
Beberapa ilustrasi tersebut diketahui bahwa karakter bangsa yang beradab
adalah bangsa yang mau mendengarkanrintihan orang lain, mendengarkan
penderitaan sekaligus mengangkat penderitaan mereka dan bukan sebaliknya.

Sikap demokratis merupakan sebuah karakter dari masyarakat madani


(beradab), yang mana dalam menjalani kehidupan, warga negara memiliki
kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk
dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Demokratis berarti masyarakat dapat
berlaku santun dalam berinteraksi dengan sesamanya dengan tidak
mempertimbangkan suku, agama, ras dan daerah. Sikap seperti ini merupakan
perwujudan dari sikap pengakuan bahwa setiap manusia sama derajatnya
tanpa pantas mendapatkan perlakuan diskriminatif. Tetapi dalam kenyataannya
sering terlihat bahwa betapa banyak masyarakat yang eksklusif dalam
pergaulannya. Kenyataan seperti ini memang banyak dipengaruhi dengan
pola hidup feodalisme, yang beranggapan bahwa setiap manusia memiliki
strata sosial yang berbeda. Mereka yang dibesarkan dengan pola feodalis,
maka sering menjadi feodalis pula.

Sikap toleran merupakan sikap saling menghargai terhadap orang


lain, baik menghargai pendapat, keyakinan, pemahaman maupun kebiasaan.
Sikap toleransi memang membutuhkan sikap mental yang cukup baik, yakni
suatu sikap yang rela menerima perbedaan sebagai sesuatu yang alami dan
tidak mau memaksakan pendapatnya untuk disepakati orang lain. Seringkali
terlihat banyak kelompok yang memaksakan kehendaknya ketika kelompoknya
merasa mayoritas. Karena itulah seharusnya setiap orang mendapat
penghargaan terhadap pola pikir yang dimilikinya, sudut pandang dengan
cara tidak menggiringnya untuk menyepakati pendapat orang lain.

Pluralisme tidak hanya berpandangan bahwa secara realistis


masyarakat bersifat heterogen, yakni terdiri dari berbagai etnis, budaya,
bahasa, agama, tetapi lebih dari itu mampu menyikapi perbedaan tersebut
sebagai sesuatu yang bermakna (rahmat) bagi kehidupan. Tidak seorangpun

6
atau kelompok yang dapat hidup mandiri dengan tidak membutuhkan orang
lain. Si kaya dalam kesehariannya membutuhkan jasa orang miskin untuk
membantunya menyetir dan mengerjakan keperluan sehari-hari. Begitu juga
para pejabat membutuhkan petani supaya mampu memenuhi kebutuhannya akan
beras dan sayur-sayuran. Sebuahilustrasi pluralisme dari sisi etnis, di Pekanbaru
setiap etnis memiliki okupasi masing-masing. Etnis Minang biasanya bergerak di
bidang perekonomian dan jasa kerajinan sangat dibutuhkan etnis lainnya dalam
mengembangkan dunia bisnis. Sebaliknya etnis Jawa yang banyak bekerja di
sektor perkebunan sangat dibutuhkan semua kelompok masyarakat supaya
mampu menikmati sayur-sayuran. Begitu juga halnya dalam memasarkan
sayur-sayuran di pasar didominasi etnis Batak. Maka seharusnya setiap etnis
mengucapkan terima kasih kepada setiap etnis yang ada.

Karakter berikutnya dari masyarakat madani adalah terwujudnya keadilan


sosial padasebuah bangsa dan masyarakat. Keadilan di sini bermakna bahwa
secara sosial masyarakat dalam berbagai strata sosial yang berbeda merasa
mendapat keadilan. Keadilan sosial menuntut adanya pemerataan pebangunan
bagi seluruh kawasan di Indonesia. Dengan adanya pemerataan pembangunan
diharapkan hasil pembangunan dapat dinikmati rakyat secara keseluruhan.
Kemajuan tidak hanya dinikmati oleh orang kota saja, tetapi harus juga
dinikmati oleh masyarakat yang berada di kampung. Salah satu dari
banyaknya urbanisasi yang terjadi di Indonesia juga disebabkan oleh
ketertinggalan desa dibandingkan dengan kota. Barangkali Indonesia sangat
pantas meniru Korea Selatan yang memulai pembangunan dari desa, sehingga
tidak ada perbedaan yang signifikan antara desa dengan kota.

2.3 Sejarah Umat Islam dalam Mewujudkan Masyarakat Madani


Sayyid Quthub berpendapat dalam jurnal (Soim, 2015). Bahwa islam hanya
mengenal dua bentuk masyarakat, yaitu mayarakat islam dan masyarakat jahili1.
Masyarakat islam adalah masyarakat yang mengaplikasikan baik dalam aqidah,

1 Jahiliah (bahasa Arab: ‫جاهلية‬, Jāhilīyyah) adalah konsep dalam agama Islam yang menunjukkan masa di mana


penduduk Makkah berada dalam ketidaktahuan (kebodohan). Lihat (Jakarta : Wikipedia, 2020

7
ibadah, syari’ah, perundang-undangan, moral, dan segala tingkah laku. Tidak
dinamakan masyarkat islam meskipun mereka sholat, berpuasa dan haji sementara
syari’at islam tidak dijadikan perundang-undangan ditengah-tengah
masyarakatnya dan tidak menetapkan segala ketetapan Allah dan RasulNya.
Sedangkan masyarakat jahili adalah segala bentuk masyarakat selain masyarakat
islam, bak yang mengingkari wujudnya Allah atau yang tidak ingkar, akan tetapi
syari’at islam tidak dijadikan way of life (jalan hidupnya). (Quthb, tt: 129-130).

Namun demikian dewasa ini perdebatan mengenai peran masyarakat sipil


(civil society) sudah semakin meluas, dan pandangan tentang perlunya
memperkuat masyarakat sipil sudah semakin meluas, antara mereka yang masih
teguh untuk menggunakan penguatan masyarakat sipil secara Gramcian, yakni
sebagai sebagai gerakan pemikiran kritis dan resistensi terhadap hegemoni negara
model kapitalis. Pada saat yang sama, juga terdapat fenomena semakin kuatnya
paham penguatan masyarakat sipil (civil society) yang berpijak pada paham
liberalisme, yakni menuntut kebebasan masyarakat, debirokrarisasi dan deregulasi
dari negara, termasuk deregulasi ekonomi menuju pasar bebas.

Pada saat yang sama pula muncul juga gerakan resistensi masyarakat sipil
yakni masyarakat adat, untuk menuntut hak - hak mereka terhadap sumber alami
dan hak berbudaya, yang jika dikaji lebih dalam justru datang dari paham
pluralisme budaya yang berakar pada pemikiran postmodernisme. Dalam rangka
menanamkan komitmen dengan tingkat kesejatian yang tinggi itu, kita perlu
menengok dan “mengangsu” kepada khasanah budaya kita, dalam hal ini budaya
keagamaan Islam. Bukanlah suatu kebetulan bahwa wujud nyata masyarakat
madani itu untuk pertama kalinya dalam sejarah umat manusia merupakan hasil
usaha utusan Tuhan untuk akhir zaman, Nabi Muhammad, Rasulullah SAW.

Sesampai di kota hijrah2 yaitu Yatsrib (Yunani: Yethroba), beliau ganti nama
kota itu Madinah. Dengan tindakan itu, Nabi Muhammad SAW telah merintis dan
memberi teladan kepada umat manusia dalam membangun Masyarakat madani,

2 Hijrah (bahasa Arab: ‫ ) ِهجْ َرة‬adalah perpindahan/migrasi dari Nabi Muhammad dan pengikutnya


dari Mekkah ke Madinah pada bulan Juni tahun 622. Lihat (Jakarta : Wikipedia, 2020).

8
yaitu masyarakat yang berperadaban (ber- “madaniyah”) karena tunduk dan patuh
(dana- yadinu) kepada ajaran kepatuhan (din) yang dinyatakan dan patuh (dana-
yadinu) kepada ajaran kepatuhan (din) yang dinyatakan dalam supremasi hukum
dan peraturan. Masyarakat madani pada hakekatnya adalah reformasi total
terhadap masyarakat yang tak kenal hukum (lawless) Arab Jahiliyah, dan terhadap
supremasi kekuasaan pribadi penguasa seperti yang selama ini menjadi pengertian
umum tentang negara Bagaimanapun juga Rasulullah telah meletakkan dasar-
dasar masyarakat madani.

Dengan cakupan wilayah yang terbatas serta jumlah masyarakat yang masih
sangat sedikit memang apa yang telah dirintis Rasulullah mungkin lebih layak
disebut miniatur masyarakat madani. Namun demikian, tatanan masyarakat
madani yang dibangun oleh Muhammad Rasulullah, disebut oleh Robert N.
Bellah sebagai suatu model masyarakat yang teramat modern pada jamannya.
Merefleksikan dan memformulasikan model masyarakat model masyarakat
madani di era sekarang Memang antara masyarakat madani dan civil society
dalam perspektif historis tidak bisa digebyah uyah dalam satu kesepakatan teoritis,
karena ada nilai - nilai historis yang membedakan.

Membangun masyarakat peradaban itulah yang dilakukan Nabi selama


sepuluh tahun di Madinah. Beliau membangun masyarakat yang adil, terbuka, dan
demokratis, dengan landasan takwa kepada Allah dan taat kepada ajaran-NYA.
Taqwa kepada Allah dalam arti semangat ketuhanan Yang Maha Esa, yang dalam
peristilahan Kitab Suci juga disebut semangat Rabbaniyah (QS Al Imran:79) atau
rubbiyah (QS Al Imran:146). Inilah hablum min Allah, tali hubungan dengan
Allah, dimensi vertikal hidup manusia, salah satu jaminan untuk manusia agar
tidak jatuh hina dan nista.

Semangat Rabbaniyah itu jika cukup tulus dan sejati, akan memancar dalam
semangat perikemanusiaan, yaitu semangat insaniyah, atau basyariyah, dimensi
horisontal hidup manusia, hablun min al-nas. Kemudian pada urutannya,
semangat perikemanusiian itu sendiri memancar dalam berbagai bentuk hubungan
pergaulan manusia yang penuh budi luhur. Maka tak heran jika Nabi dalam

9
sebuah hadisnya menegaskan bahwa inti dari tugas suci beliau adalah untuk
"menyempurnakan berbagai keluhuran budi". Masyarakat berbudi luhur atau
berakhlak mulia itulah, masyarakat berperadaban, masyarakat madani, "civil
society".

Masyarakat Madani yang dibangun nabi itu, oleh Robert N. Bellah, seorang
sosiologi agama terkemuka disebut sebagai masyarakat yang untuk zaman dan
tempatnya sangat modern, bahkan terlalu modern, sehingga setelah nabi sendiri
wafat tidak bertahan lama. Timur tengah dan umat manusia saat itu belum siap
dengan prasarana sosial yang diperlukan untuk menopang suatu tatanan sosial
yang modern seperti dirintis Nabi (RN Bellah Ed. Beyond Belief (New York :
Harper & Row, edisi paperback, 1976 hh. 150-151)3 (Soim, 2015).

Setelah Nabi wafat, masyarakat madani warisan Nabi itu, yang antara lain
bercirikan egaliterisme, penghargaan kepada orang berdasarkan prestasi (bukan
prestise seperti keturunan, kesukuan, ras, dan lain-lain), keterbukaan partisipasi
seluruh anggota masyarakat, dan penentuan kepemimpinan melalui pemilihan,
bukan berdasarkan keturunan, hanya berlangsung selama tiga puluh tahunan masa
khulafur rasyidin. Sesudah itu, sistem sosial madani dengan sistem yang lebih
banyak diilhami oleh semangat kesukuan atau tribalisme Arab pra-Islam, yang
kemudian dikukuhkan dengan sistem dinasti keturunan atau geneologis itu
sebagai "Hirqaliyah" atau "Hirakliusisme", mengacu kepada kaisar Heraklius,
penguasa Yunani saat itu, seorang tokoh sistem dinasti geneologis.

Begitu keadaan dunia Islam, terus-menerus hanya mengenal sistem dinasti


geneologis, sampai datangnya zaman modern sekarang. Sebagian negara muslim
menerapkan konsep negara republik, dengan presiden dan pimpinan lainnya yang
dipilih. Karena itu, justru dalam zaman modern inilah, prasarana sosial dan
kultural masyarakat madani yang dahulu tidak ada pada bangsa manaoun di dunia,
termasuk bangsa Arab, mungkin akan terwujud. Maka kesempatan membangun

3 Soim, M. (2015). Miniatur Masyarakat Madani (Perspektif Pengembangan Masyarakat Islam). Jurnal RISALAH, 26(1),
23–32.

10
masyarakat madani menurut teladan nabi, justru mungkin lebih besar pada masa
sekarang ini.

Berpangkal dari pandangan hidup bersemangat ketuhanan dengan konsekuensi


tindakan kebaikan kepada sesama manusia (QS Fushshilat:33), masyarakat
madani tegak berdiri di atas landasan keadilan, yang antara lain bersendikan
keteguhan berpegang kepada hukum. Menegakkan hukum adalah amanat Tuhan
Yang Maha Esa, yang diperintahkan untuk dilaksanakan kepada yang berhak (QS
Al-Nisa:58). Dan Nabi telah memberi telaadan kepada kita. Secara amat setia
beliau laksanakan perintah Tuhan itu. Apalagi Al- Qur'an juga menegaskan bahwa
tugas suci semua Nabi ialah menegakkan keadilan di antara manusia.

Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai


masyarakat madani (Soim, 2015)., yaitu:

1) Masyarakat Saba’ : yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman.

Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-


Nya dalam (Q.S Saba’:15) “Sungguh, bagi kaum Saba’ ada tanda (kebesaran
Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di
sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan), “Makanlah olehmu dari rezeki yang
(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah
negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha
Pengampun.”
2). Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjian Madinah antara
Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang beragama
Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj. Perjanjian Madinah
berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk saling menolong, menciptakan
kedamaian dalam kehidupan sosial, menjadikan Al-Qur’an sebagai konstitusi,
menjadikan Rasullullah SAW sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap
keputusan-keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk
memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang dianutnya.

11
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masyarakat madani dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang
beradab dalam membangun, menjalani,dan memaknaikehidupannya. Masyarakat
madani merupakan konstruksi bahasa yang Islami yang mengacu pada kata al-
din, yang umumnya diterjemahkan sebagai agama, berkaitan dengan makna al-
tamaddun atau peradaban. Keduanya menyatu ke dalam pengertian al-madinah
yang artinya kota. Dengan demikian, maka terjemahan masyarakat madani
mengandung tiga hal, yakni agama, peradaban dan perkotaan. Di sini agama
merupakan sumber, peradaban adalah prosesnya, dan masyarakat kota adalah
hasilnya.

Untuk merealisasikan masyarakat madani diperlukan prasyarat yang


menjadi nilai universal (dapat diterima semua bangsa dan kelompok
masyarakat) guna tegaknya masyarakat yang beradab serta mencirikan
peradaban manusia. Pra-syarat tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain
serta mesti menjadi satu ke-satuan yang utuh. Karakteristik tersebut adalah
adanya free public sphere, demokratis, toleransi, pluralisme dan keadilan
sosial dan berkeadaban.
Sejarah masyarakat madani telah dilakukan Nabi selama sepuluh tahun di
Madinah. Beliau membangun masyarakat yang adil, terbuka, dan demokratis,
dengan landasan takwa kepada Allah dan taat kepada ajaran-Nya.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Untuk
kedepannya penulis akan menjelaskan makalah secara lebih fokus dan detail
dengan sumber yang lebih banyak dan dapat dipertanggungjawabkan. Kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca sangat dibutuhkan penulis.

12
13
DAFTAR PUSTAKA
Ilma, M., & Alfian, R. N. (2020). Konsepsi Masyarakat Madani Dalam Bingkai
Pendidikan Islam. MA'ALIM: Jurnal Pendidikan Islam, 1(01).

Izzah, I. (2018). Peran Pendidikan Agama Islam dalam Membentuk Masyarakat


Madani. PEDAGOGIK: Jurnal Pendidikan, 5(1), 50-68.

Muhammad, N. (2017). Masyarakat Madani dalam Perspektif Al-Qur’an.

Mayasari, D., & Putri, S. W. (2020). SISTEM EKONOMI ISLAM DENGAN


ASPEK KEHIDUPAN MASYARAKAT MADANI DITINJAU DARI HUKUM
ISLAM. Al'Adalah, 23(2), 123-141.

Astuti, N. (2018). Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani Di


Indonesia. Jurnal Ilmiah Mimbar Demokrasi, 11(2), 87–99.

Anda mungkin juga menyukai