Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGETAHUAN BAHAN AGROINDUSTRI

ACARA 1.
ANALISIS PROTEIN

Oleh
ERLINDA SULUNG PAMBUDI
221710301079

Asisten Praktikum :
1. Chantika Putri Nur A.
2. Erika Dwi Silawati
3. Alma Tsabita Kamilah
4. Rindi Mayang Sari
5. Zakia Nur Febrianti

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Protein merupakan senyawa organik kompleks yang memiliki bobot


molekul tinggi dan tersusun atas monomer-monomer yang dihubungkan oleh
ikatan peptida. Dalam struktur molekulnya, protein terdiri atas atom karbon,
Hidrogen, Oksigen dan Nitrogen, terkadang ada beberapa yang berikatan dengan
Sulfur dan Fosfor. Protein dalam tubuh mahluk hidup berfungsi sebagai unit
penyusun struktur dan fungsi sel.

Analisa protein kebanyakan dilakukan pada industri makanan, baik


makanan untuk manusia maupun untuk keperluan ternak. Analisa protein sangat
penting dilakukan karena bertujuan untuk mengetahui jumlah kandungan protein
dalam suatu makanan. Selain itu, analisa protein juga dilakukan untuk memenuhi
standar baku mutu makanan dari setiap negara. Analisis protein dalam bahan
pangan dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu metode kuantitatif dan
kualitatif. Pada praktikum analisis protein ini menggunakan metode kualitatif
berupa tes biuret. Metode kualitatif ini merupakan analisis yang bertujuan untuk
mengetahui ada atau tidaknya protein dalam suatu bahan pangan.

Pada praktikum analisis protein ini, praktikan akan melakukan analisa


terhadap kadar protein dari kacang tanah dan kacang kedelai. Setelah melakukan
percobaan, diharap praktikan dapat mendapatkan hasil uji coba tersebut dan
mengetahui kadar protein dari suatu bahan serta hubungan antara konsentrasi
bahan dengan kadar protein.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari diadakannya praktikum analisis protein ini adalah


sebagai berikut:
1. Mengetahui cara mengukur kadar protein kacang tanah dan kacang kedelai
dengan menggunakan metode Biuret
2. Mengetahui hubungan antara konsentrasi bahan dengan kadar protein
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Protein

Protein merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang


telah diubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Protein terdiri dari
kumpulan kovalen asam amino standar masing masing terdiri dari sebuah gugus
karboksil, gugus amino, dan rantai samping yang disebut residu. Residu inilah
yang menjadikan asam amino berbeda, yang akan berpengaruh keseluruhan
terhadap suatu protein. Struktur protein terdiri atas struktur primer, sekunder,
tersier, dan kuartener (Hati, 2014).

Protein adalah makromolekul yang mempunyai berat molekul antara lima


ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantai-rantai asam amino, yang
terikat satu sama lain dengan ikatan peptida yang mengandung unsur-unsur C, H,
O, dan N. Molekul protein adalah molekul raksasa yang terdiri dari sebagian besar
asam amino dan dalam jumlah yang sedikit senyawa lainya. Tiap jenis protein
mempunyai perbedaan jumlah dan distribusi jenis asam amino penyusunnya.
Berdasarkan susunan atomnya, protein mengandung 50 – 55% atom karbon (C),
20 – 23% atom oksigen (O), 12 – 19% atom nitrogen (N), 6 – 7% atom hidrogen
(H), dan 0,2 – 0,3% atom sulfur (S) (Estiasih dkk,. 2016).

Penentuan kadar protein dalam suatu bahan makanan ataupun minuman


dapat diukur dengan beberapa metode yaitu metode biuret, metode lowry, metode
bradford, dan metode BCA (Purwanto, 2014).

Secara umum, protein mempunyai serapan maksimum pada 214 nm


karena adanya ikatan peptida. Asam amino tyrosin, tryptophan, dan phenylalanin
memiliki absorbansi pada serapan maksimum sekitar 280 nm karena adanya
cincin aromatik dalam strukturnya (Sari. I., 2019).
2.2 Bahan yang Digunakan dalam Analisa Protein

2.2.1 BSA (Bovine Serum Albumin)

Bovine serum albumin (BSA) adalah rantai polipeptida tunggal yang


terdiri atas sekitar 583 residu asam amino. Albumin adalah sekelompok protein
yang ditemukan dalam cairan tubuh, jaringan mamalia dan beberapa bibit tanaman.
Albumin memiliki berat molekul relatif rendah yang larut dalam air dan mudah
mengkristal. Fungsi biologis albumin yang paling utama adalah sebagai
pengaturan tekanan osmotik darah. Albumin manusia dan sapi mengandung 16%
nitrogen dan banyak digunakan sebagai standar dalam penelitian kalibrasi protein.
Albumin pada umumnya banyak digunakan untuk melarutkan lipid (Sulistiyowati,
2017).

Berat molekul dari Bovine Serum Albumin (BSA) adalah sekitar 66-67
kDa. Pada pH 5-7, Bovine Serum Albumin (BSA) mengandung 17 disulfida dan 1
gugus sulfhidril. Lalu dalam larutan, pH isoelektrik Bovine Serum Albumin (BSA)
adalah 4,5-4,9. Albumin mudah larut dalam air dan hanya dapat diendapkan oleh
garam netral seperti amonium sulfat berkonsentrasi tinggi. Stabilitas larutan
Bovine Serum Albumin (BSA) sangat baik. Albumin sering digunakan sebagai
penstabil untuk protein larut lainnya (Sulistiyowati, 2017).

2.2.2 Kacang Tanah

Kacang tanah adalah tanaman palawija, yang tergolong dalam famili


Leguminoceae sub-famili Papilionoideae, genus Arachis dan Hypogea. Sebagai
tanaman pangan, kacang tanah menduduki peringkat ketiga setelah padi dan
kedelai. Sedangkan dalam komoditas kacang-kacangan, kacang tanah menduduki
peringkat kedua setelah kedelai (Kasno dan Harnowo, 2014).

Kacang tanah memiliki nilai ekonomi yang tinggi, serta mempunyai


peranan besar dalam mencukupi kebutuhan bahan pangan jenis kacang-kacangan.
Kacang tanah memiliki kandungan protein 25-30%, lemak 40%-50%, karbohidrat
12% serta vitamin B1. Kacang tanah ditempatkan dalam hal pemenuhan gizi
setelah tanaman kedelai. Pada bidang industri, kacang tanah bermanfaat sebagai
pembuatan margarin, sabun, minyak goreng, dan lain sebagainya (Rahayu dkk,
2020).

2.2.3 Kacang Kedelai

Kacang kedelai (Glycine max) merupakan tumbuhan tahunan yang


berbentuk semak rendah, tumbuh tegak, berdaun lunak, dan morfologi bervariasi.
Ketinggian tanaman ini bervariasi dari 10 hingga 200 cm, dapat bercabang sedikit
atau banyak tergantung pada varietas dan daerah sekitarnya. Morfologi tanaman
kedelai didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, bunga,
polong, dan biji untuk pertumbuhan optimal (Rahmadiani, 2021).

Kacang kedelai mengandung asam alfa-linolenat, asam lemak omega-6


dan isoflavon, genistein dan daidzein. Kedelai kering mengandung 34% protein,
19% minyak, 34% karbohidrat (17% serat makanan), 5% mineral dan beberapa
komponen lainnya termasuk vitamin, isoflavon. Kacang kedelai adalah sumber
kalsium, zat besi, seng, fosfor, magnesium, tiamin, riboflavin, niasin dan asam
folat. Kedelai mengandung sejumlah besar asam amino esensial untuk manusia,
dan begitu juga merupakan sumber yang baik dari protein dan minyak sayur
(Kanchana, 2016).

2.2.4 Aquadest

Aquadest merupakan suatu pelarut yang penting dan memiliki kemampuan


untuk melarutkan zat kimia seperti garam-garam, gula, asam, beberapa jenis gas,
dan banyak macam molekul organik sehingga akuadest disebut sebagai pelarut
universal. Akuadest berada dalam kesetimbangan dinamis antara fase cair dan
padat dibawah tekanan dan temperatur standar. Dalam bentuk ion, akuades dapat
dideskripsikan sebagai asosiasi (ikatan antara sebuah ion hidrogen (H- ) dengan
sebuah ion hidroksida (OH+ ). Akuadest merupakan substansi kimia dengan rumus
kimia H2O, satu molekul air tersusun atas dua atom hidrogen yang terikat secara
kovalen pada satu atom Oksigen (Suryana, 2013).

Aquadest adalah air hasil penyulingan yang bebas dari zat-zat pengotor
sehingga bersifat murni dalam laboratorium. Aquadest berwarna bening, tidak
berbau, dan tidak memiliki rasa. Aquadest biasa digunakan untuk membersihkan
alat-alat laboratorium dari zat pengotor. Aquadest merupakan pelarut yang jauh
lebih baik dibandingkan hampir semua cairan yang umum dijumpai. Senyawa
yang segera melarut di dalam aquadest mencakup berbagai senyawa organik
netral yang mempunyai gugus fungsional polar seperti gula, alkohol, aldehida,
dan keton. Kelarutannya disebabkan oleh kecenderungan molekul aquadest untuk
membentuk ikatan hidrogen dengan gugus hidroksil gula dan alkohol atau gugus
karbonil aldehida dan keton (Safitri, 2021).

2.2.5 Biuret

Biuret adalah suatu uji yang digunakan untuk membuktikan keberadaan


gugus kimia ikatan peptida dalam protein. Biuret terdiri atas campuran larutan
NaOH 0,1 M dan larutan CuSO4 1%. Larutan Biuret digunakan untuk mengetahui
adanya ikatan peptida pada suatu senyawa. Jika pada senyawa yang diuji terdapat
banyak ikatan peptida, maka dengan uji ini akan memberikan warna ungu,
misalnya protein. Jika senyawa yang diuji mengandung sedikit ikatan peptida,
maka dengan uji tersebut akan memberikan warna merah muda, misalnya urea
(Hanum, 2017).

Dalam suasana basa Ion Cu2+ dari pereaksi biuret akan bereaksi dengan
polipeptida atau ikatan peptida, sehingga membentuk senyawa kompleks
berwarna ungu atau violet. Reaksi ini positif terhadap dua ikatan peptida atau
lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau dipeptida. Reaksi Biuret dapat
digunakan untuk menentukan konsentrasi protein karena ikatan peptide terjadi
dengan frekuensi yang sama per asam amino dalam peptide. Intensitas warna, dan
karena itu absorpsi pada panjang gelombang 520 nm berbanding dengan
konsentrasi, sesuai dengan hukum Beer-Lambert (Atma, 2018).

2.3 Metode Biuret

Metode biuret merupakan salah satu metode penentuan kadar protein


dengan menggunakan larutan Biuret pada suasana basa bereaksi dengan ikatan
peptida dari protein kacang tanah dan kacang kedelai mengakibatkan terjadinya
perubahan warna dari larutan Biuret yang berwarna biru menjadi berwarna ungu.
Perubahan warna yang teramati diukur intesitas serapan panjang gelombangnya
menggunakan spektrofotometri UV-Vis. Semakin tinggi intensitas cahaya yang
diserap oleh spektrofotometer UV-Vis, maka semakin tinggi pula kadar protein
yang terdapat dalam zat tersebut (Jubaidah dkk, 2018).

2.4 Pengaruh Konsentrasi Bahan Terhadap Kadar Protein

Kacang tanah merupakan komoditas kacang- kacangan terpenting kedua


setelah kedelai di Indonesia (Respati dkk, 2013). Kandungan protein kacang tanah
mencapai 27,9 gram per 100 gram kacang tanah mampu menjadi alternatif sumber
protein selain kedelai karena hingga saat ini sebagian besar kedelai masih diimpor
dari luar (Izwardy, 2017).

Konsentrasi dari kacang tanah dan kacang kedelai dalam sampel dapat
memengaruhi seberapa banyak kadar protein yang terdeteksi dalam suatu uji
protein. Beberapa faktor yang dapat memengaruhi hasil dari uji protein tersebut
adalah konsentrasi protein dalam sampel, konsentrasi reagen biuret, konsentrasi
garam pada sampel, dan konsentrasi zat pengganggu (Hartono, 2018).

Perlu dilakukan pengontrolan kondisi eksperimen seperti pengontrolan


konsentrasi bahan dan reagen yang digunakan dalam uji protein tersebut untuk
mendapatkan hasil yang akurat. Selain itu, penggunaan metode uji protein yang
berbeda dapat memengaruhi hasil uji protein yang diperoleh. Oleh karena itu,
perlu dilakukan pemilihan metode uji protein yang tepat dan valid (Sari dkk,
2019).

2.5 Faktor yang Memengaruhi Pengukuran Kadar Protein

Protein memiliki karakteristik fungsional dan molekuler. Menurut (Huda


dan Yang, 2012), karakteristik fungsional adalah karakteristik fisik dan kimia
yang mempengaruhi kelarutan protein, daya ikat air, daya emulsi, pembusaan, dan
gelasi. Zayas (1997) mengatakan bahwa kelarutan atau solubility sangat berkaitan
dengan keseimbangan hidrofobisitas atau hidrofilisitasnya. Kelarutan protein
dipengaruhi oleh komposisi asam amino, berat molekul, dan kepolaran asam
amino. Faktor lingkungan yang mempengaruhi kelarutan protein adalah pH,
temperatur, dan kondisi pemrosesan.

Pengukuran kadar protein adalah proses penting dalam analisis biokimia


dan laboratorium. Analisis kadar protein yang dilakukan pada laporan ini
menggunakan metode biuret. Yang harus diperhatikan dari pengukuran kadar
protein ini adalah hasil dari pengukuran yang akurat dan terpercaya guna
memastikan bahwa hasil penelitian atau diagnosa medis tersebut bisa diandalkan
dan akurat. Namun, terdapat beberapa faktor yang dapat memengaruhi hasil dari
pengukuran kadar protein, yaitu kualitas dari sampel protein itu sendiri (Rudini
dkk, 2013).
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan dalam praktkum ini adalah:
1. Beaker Glass
2. Baskom
3. Pipet Volume
4. Rak Tabung Reaksi
5. Spatula
6. Spektrofotometer
7. Tabung Reaksi Bertutup
8. Tissue
9. Vortex
10. Waring Blender
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah:
1. Albumin
2. Aquadest
3. Kacang Kedelai
4. Kacang Tanah
5. Larutan Biuret

3.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan


3.2.1 Skema Kerja
a) Kurva Standart
Mulai

BSA
(Putih Telur)

Pengambilan BSA ke dalam tabung reaksi


Aquadest
(0, 0.1 mL, 0.2 mL, 0.4 mL, 0.6 mL, 0.8 mL, 1 mL)

Reagen Penambahan aquades hingga 4 mL


Biuret

Penambahan biuret sebanyak 6 mL

Tutup tabung reaksi menggunakan


alumunium foil

Pencampuran menggunakan vortex hingga


homogen

Penyimpanan tabung reaksi


(T=30°C, t=30 menit)

Pengukuran absorbansi pada panjang


gelombang 520 nm

Pembuatan kurva standart

Kurva
standart

Selesai

b) Preparasi Sampel
Mulai

Kacang tanah
dan kacang
kedelai

Penghalusan sampel menggunakan


blander

Penimbangan sampel masing-masing sebanyak


10 gram

Aquadest Penambahan aquades sebanyak 50 mL

Pengadukan hingga larut

Pengambilan sampel ke dalam tabung reaksi


(0.2 mL, 0.4 mL, 0.6 mL, 0.8 mL, 1 mL)

Aquadest Penambahan aquades hingga 4 mL

Biuret Penambahan biuret sebanyak 6 mL

Tutup tabung reaksi menggunakan alumunium


foil

Pencampuran menggunakan vortex hingga


homogen

Penyimpanan tabung reaksi


(T=30°C, t=30 menit)

Pengukuran absorbansi pada panjang


gelombang 520 nm

2
1

Interpolasikan absorbansi pada


persamaan y=ax+b

Perhitungan kadar protein masing-masing


sampel

Kadar protein
kacang tanah dan
kacang kedelai

Selesai

3.2.2 Fungsi Perlakuan

a) Kurva Standart
Pada proses pembuatan kurva standart, langkah pertama yang dilakukan
adalah menyiapkan sampel BSA (putih telur). Langkah selanjutnya ialah
memasukkan sampel sebanyak 0,1 mL; 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; 0,8 mL; dan 1
mL ke dalam tabung reaksi. Setelah dimasukkan ke dalam tabung reaksi, sampel
ditambahkan aquadest masing-masing 4 mL. Kemudian masing-masing tabung
reaksi ditambahkan pereaksi Biuret sebanyak 6 mL, lalu tutup tabung reaksi
dengan menggunakan alumunium foil. Langkah selanjutnya ialah melakukan
homogenisasi menggunakan vortex. Setelah homogen, tabung reaksi disimpan
pada suhu 30°C selama 30 menit. Langkah terakhir yaitu dilakukan pengukuran
absorbansi pada panjang gelombang 520 nm.
b) Preparasi Sampel
Pada proses preparasi sampel, langkah pertama yang dilakukan ialah
menyiapkan sampel dengan dihaluskan menggunakan blender. Langkah
selanjutnya ialah melakukan penimbangan sampel sebanyak 10 gram, kemudian
ditambahkan aquadest sebanyak 50 mL dan dilakukan pengadukan hingga larut.
Langkah selanjutnya ialah memasukkan sampel sebanyak 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL;
0,8 m; dan 1 mL ke dalam tabung reaksi dengan ditambahkan 4 mL aquadest dan
6 mL reagen biuret, lalu tabung reaksi ditutup menggunakan alumunium foil.
Langkah selanjutnya ialah melakukan homogenisasi menggunakan vortex. Setelah
homogen, tabung reaksi disimpan pada suhu 30°C selama 30 menit. Langkah
terakhir yaitu dilakukan pengukuran absorbansi pada panjang gelombang 520 nm.
BAB 4. HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Absorbansi BSA
Tabel 4.1.1 Absorbansi BSA
Volume BSA (mL) Absorbansi
0,1 0,248
0,2 0,378
0,4 0,493
0,6 0,654
0,8 0,843
1 0,988

4.1.2 Absorbansi Kacang Tanah


Tabel 4.1.2 Absorbansi Kacang Tanah
Volume Sampel (mL) Absorbansi
0,2 0,417
0,4 0,480
0,6 0,784
0,8 1,019
1 1,512

4.1.3 Absorbansi Kacang Kedelai


Tabel 4.1.3 Absorbansi Kacang Kedelai
Volume Sampel (mL) Absorbansi
0,2 0,226
0,4 0,256
0,6 0,976
0,8 0,398
1 0,516
4.2 Hasil Perhitungan
4.2.1 Konsentrasi BSA
Tabel 4.2.1 Konsentrasi BSA
Volume BSA (mL) Konsentrasi (mg/mL)
0,1 0,05
0,2 0,10
0,4 0,20
0,6 0,30
0,8 0,40
1 0,50

4.2.2 Kadar Protein Kacang Tanah


Tabel 4.2.2 Kadar Protein Kacang Tanah
Volume Sampel (mL) Kadar Protein (mg)
0,2 7,22
0,4 9,17
0,6 18,60
0,8 25,90
1 41,21

4.2.3 Kadar Protein Kacang Kedelai


Tabel 4.2.3 Kadar Protein Kacang Kedelai
Volume Sampel (mL) Kadar Protein (mg)
0,2 1,30
0,4 2,43
0,6 24,56
0,8 6,63
1 10,30
BAB 5. PEMBAHASAN

5.1 BSA

Sebelum menentukan kadar protein pada sampel, dilakukan proses


pembuatan larutan standart, preparasi sampel, dan pembuatan kurva standart
kemudian menentukan kadar protein dalam suatu sampel. Larutan standart yang
dibuat sebanyak 6 sampel yaitu 0,1 mL; 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; 0,8 mL; dan 1
mL. Dari data garfik kurva standart di atas, dihasilkan nilai absorbansi dan
konsentrasinya dari masing-masing sampel yaitu pada sampel 0,1 mL didapatkan
nilai absorbansinya sebesar 0,248 dan konsentrasinya adalah 0,05 mg/mL. Pada
sampel 0,2 mL didapatkan nilai absorbansi sebesar 0,378 dengan konsentrasi 0,10
mg/mL. Pada sampel 0,4 mL didapatkan nilai absorbansi sebesar 0,493 dan
konsentrasinya adalah 0,20 mg/mL. Pada sampel 0,6 mL didapatkan nilai
absorbansi sebesar 0,654 dengan konsentrasi 0,30 mg/mL. Pada sampel 0,8 mL
didapatkan nilai absorbansinya sebesar 0,843 dengan konsentrasi 0,40 mg/mL.
Dan yang terakhir, sampel 1 mL didapatkan nilai absorbansi sebesar 0,988 dengan
konsentrasi 0,50 mg/mL.
Larutan standart yang telah dibuat, masing-masing ditambahkan 6 mL
reagen Biuret. Penambahan tersebut bertujuan untuk membuat larutan menjadi
berwarna. Setelah penambahan reagen biuret, larutan berubah warna menjadi
warna ungu. Hal tersebut menandakan bahwa albumin (putih telur) setelah
ditambahkan dengan reagen biuret bereaksi dengan ikatan peptida dari protein.
Semakin tinggi nilai volume dari sampel tersebut, semakin pekat pula warna ungu
yang dihasilkan.

5.2 Kacang Tanah


Pada sampel kacang tanah terdapat 5 sempel yang akan diuji dengan
volume yaitu 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; 0,8 mL; dan 1 mL. Sebelum dilakukan
pengukuran, semua sampel dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Lalu
sampel disimpan pada suhu 30°C selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan
pengukuran absorbansi pada panjang 520 nm. Dari pengukuran tersebut,
didapatkan hasil pada sampel 0,2 mL dengan nilai absorbansinya sebesar 0,417
dan kadar protein sebanyak 7,22 mg. Pada sampel 0,4 mL didapatkan nilai
absorbansinya sebesar 0,480 dengan kadar protein sebanyak 9,17 mg. Pada
sampel 0,6 mL didapatkan nilai absorbansinya sebesar 0,784 dengan kadar protein
sebanyak 18,60 mg. Pada sampel 0,8 mL didapatkan nilai absorbansi sebesar
1,019 dengan kadar protein sebanyak 25,90 mg. Dan yang terakhir, pada sampel 1
mL didapatkan nilai absorbansi sebesar 1,512 dan kadar proteinnya sebanyak
41,21 mg.
Dari kadar protein yang didapat, warna yang dihasilkan tentunya akan
berbeda-beda. Pada masing-masing sampel diberikan reagen biuret sebanyak 6
mL. Penambahan tersebut bertujuan untuk membuat larutan menjadi berwarna.
Adanya warna pada larutan setelah penambahan reagen biuret ini terjadi karena
adanya reaksi dengan ion Cu2+ yang membentuk senyawa kompleks berwarna
ungu. Intensitas warna ungu berbanding langsung dengan konsentrasi protein.
Semakin pekat intesitas warna yang dihasilkan, semakin besar pula konsentrasi
proteinnya. Dari hasil konsentrasi yang didapat, sampel yang memiliki
konsentrasi paling kecil menghasilkan warna biru. Sedangkan semakin bertambah
suatu konsentrasinya, maka warna yang dihasilkan semakin pekat, yaitu berwarna
ungu.
5.3 Kacang Kedelai
Pada sampel kacang tanah terdapat 5 sempel yang akan diuji dengan
volume yaitu 0,2 mL; 0,4 mL; 0,6 mL; 0,8 mL; dan 1 mL. Sebelum dilakukan
pengukuran, semua sampel dihomogenkan dengan menggunakan vortex. Lalu
sampel disimpan pada suhu 30°C selama 30 menit. Selanjutnya dilakukan
pengukuran absorbansi pada panjang 520 nm. Langkah-langkahnya sama saja
seperti pada kacang tanah. Dari pengukuran tersebut didapatkan hasil pada sampel
0,2 mL dengan nilai absorbansinya sebesar 0,226 dan kadar protein sebanyak 1,30
mg. Pada sampel 0,4 mL didapatkan hasil absorbansi sebesar 0,256 dengan kadar
protein sebanyak 2,43 mg. Pada sampel 0,6 mL didapatkan hasil absorbansi
sebesar 0,976 dengan kadar protei sebanyak 24,56 mg. Pada sampel 0,8 mL
didapatkan hasil absorbansi sebesar 0,398 dengan kadar protein sebanyak 6,63 mg.
Dan yang terakhir, pada sampel 1 mL didapatkan hasil absorbansi sebesar 0,516
dengan kadar protein sebanyak 10,30 mg.
Pada masing-masing sampel ditambahkan dengan 6 mL reagen biuret.
Penambahan reagen biuret bertujuan untuk membuat larutan menjadi berwarna,
mengingat syarat sampel yang dapat diukur dengan biuret adalah berwarna.
Adanya warna pada larutan setelah penambahan reagen biuret terjadi karena
adanya reaksi dengan ion Cu2+ yang membentuk senyawa kompleks berwarna
ungu. Dari hasil yang didapat, sama seperti halnya pada sampel kacang tanah, dari
sampel yang memiliki konsentrasi rendah menghasilkan warna biru. Sedangkan
sampel yang memiliki konsentrasi yang tinggi menghasilkan warna ungu.
BAB 6. PENUTUP

6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari praktikum analisis protein adalah sebagai berikut:
1. Praktikan dapat melakukan analisa terhadap sampel kacang tanah dan
kacang kedelai dengan cara megukur kadar protein menggunakan metode
biuret.
2. Hubungan antara konsentrasi bahan dengan kadar protein dari sampel
tersebut adalah semakin tinggi konsentrasinya, semakin tinggi pula
absorbansinya. Namun, pada sampel kacang kedelai dengan konsentrasi
0,6 mL hasil absorbansinya tidak sesuai dengan prinsip tersebut. Nilai
absorbansi yang dihasilkan terlalu tinggi daripada konsentrasi di atasnya
(0,8 mL dan 1 mL). Absorbansi ini berkaitan dengan perubahan warna
pada sampel, karena adanya reaksi antara reagen biuret dengan ikatan
peptida yang ada pada protein sampel. Kemudian, konsentrasi sampel
berbanding lurus dengan nilai absorbansinya. Jika dilihat dari tabel hasil
perhitungan, absorbansi berbanding lurus dengan kadar protein. Karena
semakin tinggi nilai absorbansinya, semakin tinggi pula kadar proteinnya.

6.2 Saran

Adapun saran yang diberikan dari praktikum analisis protein ini yaitu
sebaiknya praktikan melaksanakan praktikum dilakukan dengan sungguh-sungguh
dan tetap fokus agar hasil praktikum sesuai dengan hasil yang diharapkan. Dan
sebaiknya selalu berhati-hati dalam melaksanakan praktikum agar tidak terjadi
hal-hal yang tidak diinginkan.
DAFTAR PUSTAKA

Atma, Y. (2018). Prinsip Analisis Komponen Pangan: Makro & Mikro


Nutrien. Deepublish.

Bianto, R. (2016). Snack Kacang Tanah Pres Rendah Lemak (Kajian


Konsentrasi Dan Proporsi Larutan Bumbu Serta Lama Perendaman Terhadap
Karakteristik Produk) (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya).

Estiasih, T., Harijono, Waziiroh, E., dan Fibrianto, K. 2016. Kimia dan
Fisik Pangan. Bumi Aksara, Jakarta.

Gandy, J. W., Madden, A., & Holdsworth, M. (2014). Gizi & Dietetika.
Edisi 2. Jakarta: EGC.

Hartono, A., Feladita, N., & chandra Purnama, R. (2018). PENETAPAN


KADAR PROTEIN KACANG TANAH (ARACHYS HYPOGEIA) DENGAN
BEBERAPA PERLAKUAN DENGAN METODE KJELDAHL. Jurnal
Kebidanan Malahayati, 2(3).

Hati, J. 2014. Analisis Kestabilan Protein 1GB1 Menggunakan Simulasi


Dinamika Molekul.Institut Pertanian Bogor. Bogor. Skripsi.

Hanum, G. R. (2017). Buku Ajar Biokimia Dasar. Umsida Press, 1-162.

Izwardy, D. 2018. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Kementrian


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Jubaidah, S., et. al. 2016. PENETAPANKADAR PROTEIN TEMPE


JAGUNG (ZeaMaysL.) DENGAN KOMBINASI KEDELAI (GlycineMax (L.)
(Merill) SECARA SPEKTROFOTOMETRI SINAR TAMPAK. In Jurnal Ilmiah
Manuntung (Vol. 2, pp. 111–119).

Kanchana, 2016 . Glycine Max (L.) Merr. (Soybean). Journal of Pharmacy


and Pharmaceutical Science 5(1): 356-371.
Kasno, A. dan Harnowo, D. 2014. Karakteristik Varietas Unggul Kacang
Tanah dan Adopinya Oleh Petani. Balai Penelitian Tananaman Aneka Kacang dan
Ubi. Iptek Tanaman Pangan 9(1) : 13 – 23.

Purwanto, Maria Goretti M., 2014, Perbandingan Analisa Kadar Protein


Terlarut dengan Berbagai Metode Spektroskopi UV-Visible. Jurnal Sains dan
Teknologi, 7(2):64-71, ISSN: 0216-1540.

Rahayu, A., Rahayu, M. S., & Manik, S. E. (2020). Peran berbagai sumber
N terhadap pertumbuhan dan produksi berbagai varietas tanaman kacang tanah
(Arachis hypogaea L). Agriland: Jurnal Ilmu Pertanian, 8(1), 89-93.

Rahmadiani, A. (2021). Pengaruh Abu Silase Jagung Dan Rhizobium


Terhadap Pertumbuhan Serta Produksi Kedelai (Glycine Max L.) (Doctoral
dissertation, Universitas Islam Riau).

Respati, E., L. Hasanah., S. Wahyuningsih., S. M. Manurung., Y.


Supriyati., dan Rinawati (2013) Kacang tanah. Buletin Konsumsi Pangan Pusdatin,
4 (1), 6–15.

Safitri, R. D. (2021). perbedaan hasil pertumbuhan bakteri enterococcus


faecalis pada media agar darah menggunakan pelarut air kelapa dan akuades
(Doctoral dissertation, Poltekkes Kemenkes Yogyakarta).

Sari, F., Karimuna, L., & Sadimantara, M. S. (2019). Pengaruh


Penambahan Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Terhadap Uji Organoleptik
dan Nilai Gizi Kue Waje. J. Sains Dan Teknologi Pangan, 4(3), 2220-2230.

Sari, I. R. 2019. Penentuan Kadar Protein Secara Biuret. Skripsi.


Yogyakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Yogyakarta.

Siatan, F. F. (2019). Aktivitas antioksidan dan karakteristik mie basah


berbasis tempe kacang kedelai (Glycine Max (L) Merr) (Bachelor's thesis,
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta).
Trianto, M., Budiarsa, I. M., & Kundera, I. N. (2019). Kadar protein
berbagai jenis kacang (leguminoceae) dan pemanfaatannya sebagai media
pembelajaran. Journal of Biology Science and Education, 7(2), 533-538.

Anda mungkin juga menyukai