Anda di halaman 1dari 21

ETIKA, MORAL DAN AKHLAK

MAKALAH INI DI SUSUN UNTUK MEMENUHI

TUGAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

DOSEN : Dr. H. Lasri Nijal, Lc., M.H., MTA

DISUSUN OLEH:

 IKHBAL ARCHENO
2254251053

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS LANCANG KUNING

2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt karena atas limpahan

karunia, rahmat, dan hidayah-Nya yang berupa kesehatan, sehingga makalah yang

berjudul “ETIKA, MORAL DAN AKHLAK” dapat terselesaikan. makalah ini

disusun sebagai tugas mata kuliah pendidikan agama islam, saya berusaha

menyusun makalah ini dengan segala kemampuan, namun saya menyadari

bahwa makalah ini masih banyak memiliki kekurangan baik dari segi penulisan

maupun segi penyusunan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangunkan, saya terima dengan senang hati demi perbaikan makalah

selanjutnya. Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi para

pembacanya, atas perhatian dan kesempatan yang diberikan untuk

membuat makalah ini saya ucapkan terimakasih.

Pangkalan kerinci, 25 Oktober 2022


Penyusun

( Ikhbal Archeno )

ii
DAFTAR ISI

Sampul .............................................................................................................i

Kata pengantar..................................................................................................ii

Daftar isi...........................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................2

C. Tujuan.............................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................3

A. Pengertian Akhlak..........................................................................3

B. Pengetian Etika...............................................................................4

C. Pengertian Moral.............................................................................6

D. Dalil Akhlak……............................................................................7

E. Indikator Manusia Berakhlak..........................................................11

F. Fungsi Akhlak Dalam Kehidupan..................................................12

BAB III PENUTUP.........................................................................................13

A. Kesimpulan....................................................................................17

B. Saran..............................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................19

iii
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Agama Islam mengatur berbagai aspek dalam kehidupan, antara lain :

akhlaq, etika, moral dan lain-lain. Semua tercantum dalam qur’an dan hadist.

Timbulnya kesadaran akhlak dan pendirian manusia terhadap-Nya adalah

pangkalan yang menetukan corak hidup manusia.

Dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam pergaulan, kita mampu

menilai perilaku seseorang, apakah itu baik atau buruk. Hal tersebut dapat terlihat

dari cara bertutur kata dan bertingkah laku. Akhlak, moral, dan etika masing-

masing individu berbeda-beda, hal tersebut dipengaruhi oleh lingkungan internal

dan eksternal tiap-tiap individu.

Di era kemajuan IPTEK seperti saat ini, sangat berpengaruh terhadap

perkembangan akhlak, moral, dan etika seseorang. Kita amati perkembangan

perilaku seseorang pada saat ini sudah jauh dari ajaran Islam, sehingga banyak

kejadian masyarakat saat ini yang cenderung mengarah pada perilaku yang kurang

baik.

Berdasarkan uraian diatas, maka kami bermaksud menyusun makalah ini

dengan alasan ingin mengetahui lebih jauh lagi apa perbedaan antara akhlak,

etika dan moral serta ingin mengetahui apakah yang di maksud dengan akhlak,

etika dan moral dan peranan ketiganya dalam kehidupan manusia terutama umat

muslim.

1
C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka adapun

masalah masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian akhlak, etika dan moral ?

2. Apakah indikator manusia berakhlak ?

3. Apakah fungsi akhlak dalam kehidupan ?

4. Dalil apakah yang menjelaskan tentang akhlak ?

D. Tujuan

Adapun tujuan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai

berikut:

1. Untuk mengetahui pengertian akhlak, etika dan moral

2. Untuk mengetahui indikator manusia berakhlak

3. Untuk mengetahui fungsi akhlak dalam kehidupan

4. Untuk mengetahui dalil yang menjelaskan tentang akhlak

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Akhlak

Akhlak berasal dari bahasa arab “khuluqun” yang menurut lughat berarti budi

pekerti atau perangai, tingkah laku atau tabi’at. Selanjutnya definisi akhlak yang

menurut bahasa berarti budi pekerti, perangai atau tingkah laku dan tabiaat atau

watak dilahirkan karena hasil perbuatan yang diulang-ulang sehingga menjadi

biasa.

Dari pengertian diatas menunjukan bahwa akhlak adalah kebiasaan atau sikap

yang mendalam dalam jiwa manusia dimana timbul perbuatan dengan mudah dan

gampang tanpa mempertimbangkan terlebih dahulu yang dilakukan berulang-

ulang hingga menjadi kebiasaan dan perbuatan itu bisa mengarah pada perbuatan

yang baik atau buruk.1 Rasulullah SAW bersabda:

Artinya:“Orang mukmin yang sempurna imannya adalah yang paling baik

akhlaknya.” (HR, Tirmidzi)2

Adapun menurut Imam Al-Ghazali mengatakan akhlak adalah “sifat yang

tertanam dalam jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan gampang

dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan”.

Sedangkan menurut para ahli dasar akhlak itu adalah adat kebiasaan,

yang harus dinilai dengan norma-norma yang ada dalam Al-Qur‟an dan Sunah

1
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf dan Karakter (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 81.
2
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak, (Yogyakarta, LPPI, 2000), h. 8.
3
Rasul kalau sesuai dikembangkan kalau tidak harus ditinggalkan. 3 Sedangkan

tujuan dari akhlak itu sendiri adalah menanam tumbuhkan rasa keimanan yang

kuat, menanam kembangkan kebiasaan dalam melakukan amal ibadah, amal

soleh, dan akhlak yang mulia. Menumbuh kembangkan semangat untuk mengolah

dan sekitar sebagai anugrah Allah SWT kepada manusia.4

Kesadaran bahwa manusia dalam hidupnya membutuhkan manusia

lainnya menimbulkan perasaan bahwa setiap manusia terpanggil hatinya untuk

berbuat yang terbaik bagi orang lain, karena Islam mengajarkan bahwa sebaik-

baik manusia adalah yang banyak mendatangkan kebaikan bagi orang lain. Dan

kesadaran manusia untuk berbuat baik sebanyak mungkin tersebut akan

melahirkan sikap peduli kepada orang lain karena Islam mengajarkan untuk

berbuat baik dalam segala hal dan melarang perbuatan yang jahat atau tercela.

Karena pada dasarnya baik atau buruknya perbuatan seseorang akan kembali

kepada dirinya masing-masing.

Oleh karena itu akhlak sangat diperlukan dalam pergaulan sehari-hari

karena itu pemahaman akan aqidah akhlak sangatlah dibutuhkan terutama bagi

mahasiswa.

B. Pengertian Etika

Etika berasal dari bahasa Yunani “Ethos” dalam bentuk tunggal yang

berarti kebiasaan. Etika merupakan dunianya filsafat, nilai, dan moral yang mana

etika bersifat abstrak dan berkenaan dengan persoalan baik dan buruk.5

3
Mudhor Ahmad, Etika dalam Islam, t.t hlm. 15
4
Association for Supervision and Curriculum Developement, “Moral Education in The Life
of
School,” ASCD Panel on Moral Education (1998), hlm. 4-5
5
Haryo Kunto Wibisono, Linda Novi Trianta, Sri Widagdo, “Dimension of Pancasila Ethic in

4
Bureaucracy: Discourse of Governance,” Jurnal Fokus Vol. 12, No. 7
2015.

5
Pengertian ini menunjukan bahwa, etika ialah teori tentang perbuatan

manusia yang ditimbang menurut baik dan buruknya, yang juga merupakan pada

inti sari atau sifat dasar manusia: baik dan buruk manusia. Dalam bentuk

jamak (ta etha) artinya adalah: adat kebiasaan. Dan arti terakhir inilah menjadi

latar belakang bagi terbentuknya istilah “etika” yang oleh filsuf Yunani besar

Aristoteles (284-322

SM) sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, kita membatasi diri

pada asal-usul kata ini, maka “etika” berarti: ilmu tentang apa yang biasa

dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan.6

Etika dalam arti lain merupakan ilmu pengetahuan yang berhubungan

dengan upaya menentukan perbuatan yang di lakukan manusia untuk dikatakan

baik atau buruk, dengan kata lain aturan atau pola tingkah laku yang di hasilkan

oleh akal manusia. Dengan adanya etika pergaulan dalam masyarakat akan terlihat

baik dan buruknya.

Kemudian, terkait dengan terminologi etika. Terdapat istilah lain yang

identik dengan kata ini, yaitu: “Susila” (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada

dasar-dasar, prinsip, aturan hidup (sila) yang lebih baik (su). Etika pada

dasarnya mengamati realitas moral secara kritis, dan etika tidak memberikan

ajaran melainkan kebiasaan, nilai, norma dan pandangan-pandangan moral

secara kritis. etika lebih kepada mengapa untuk melakukan sesuatu itu harus

menggunakan cara tersebut.7

Dari beberapa pernyatan tentang etika, dapat disimpulkan bahwa, secara

6
Mockh. Sya’roni, Etika Keilmuan: Sebuah Kajian Filsafat Ilmu, Jurnal Teologia, Vol. 25 No.
1,
2014.
7
Maidiantius Tanyid, Etika Dalam Pendidikan: Kajian Etis Tentang Krisis Moral Berdampak Pada
Pendidikan, Jurnal Jaffray, Vol. 12, 2 2012.

6
umum asal-mula etika berasal dari filsafat tentang situasi atau kondisi ideal

yang harus dimiliki atau dicapai manusia. Etika juga suatu ilmu yang membahas

baik dan buruk dan teori tetang moral. Selain itu, teori etika berorientasi

kepada cara pandang atau sudut pengambilan pendapat tentang bagaimana

harusnya manusia tersebut bertingkah laku di masyarakat.

C. Pengertian Moral

Moral atau moralitas berasal dari kata bahasa latin mos (tunggal), mores

(jamak), dan kata moralis bentuk jamak mores memlliki makna kebiasaan,

kelakuan, kesusilaan.8 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata

moral berarti mempunyai dua makna. Pertama, ajaran tentang baik buruk yang

diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya; dan

kedua, kondisi mental seseorang yang membuat seseorang melakukan suatu

perbuatan atau isi hati/keadaan perasaan yang terungkap melalui perbuatan.9

Istilah lain yang sama dengan moral adalah etika dan akhlak. Etika

berasal dari kata ethiek (Belanda), ethics (Inggris), dan ethos (Yunani) yang

berarti kebiasaan, kelakuan.10 Akhlak berasal dari bahasa Arab khuluq, jamak

dari khuluqun, menurut lughot diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah

laku, atau tabiat.11 Dalam bahasa Indonesia, budi pekerti merupakan kata

majemuk, berasal dari kata budi dan pekerti. Kata budi berasal dari bahasa

8
A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Membangun Masyarakat
Indonesia, (Yogyakarta:kanisius 1990), hal.90
9
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989),
hal.592
10
A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral dalam Membangun Masyarakat
Indonesia,hal.91
11
Hamzah Ja’kub, Etika Islam, (Jakarta: Publicita, 1978),
hal.10

7
Sansekerta yang berarti yang sadar atau yang menyadarkan, atau alat kesadaran.

Sedangkan pekerti memiliki arti kelakuan.12

Istilah Moral seringkali digunakan secara silih berganti dengan akhlak.

Berbeda dengan akal yang dipergunakan untuk merujuk suatu kecerdasan, tinggi

rendahnya intelegensia, kecerdikan dan kepandaian. Kata moral atau akhlak

digunakan untuk menunjukkan suatu perilaku baik atau buruk, sopan santun dan

kesesuaiannya dengan nilai-nilai kehidupan.13

D. Dalil Akhlak

Di dalam al-quran, terdapat beberapa ayat yang di dalamnya terkandung

nilai-nilai akhlak, atau bahkan secara umum, al-quran itu sendiri adalah akhlak,

dalam arti pakaian, cara kita hidup, berpikir da berbuat serta berteraksi-

berkomunikasi, baik dengan khalik maupun dangan makhluk.14

Allah SWT berfirman ;

Artinya: Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan

memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus (jauh

dari syirik/sesat), dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat;

dan yang demikian itulah agama yang lurus. (QS. Al-Bayyinah [98]:5).

12
Rachmat Djatnika, Sistem Ethika Islam (Akhlak Mulia), (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1996),
hal.26
13
Mastuhu, Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos, 1999) cet. II hal. John
Locke Beberapa Pemikiran Perihal Pendidikan. Hal 15
14
Hasin Yadi, Ayat-ayat Akhlak dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Jakarta)
8
Allah SWT berfirman;

Artinya: Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah)

dengan sabar dan salat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS Al-

Baqarah [2]:153).

Allah SWT berfirman;

Artinya: Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu.

Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku. (QS. Al-

Baqarah [2]:152)

Allah SWT berfirman;

Artinya: Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta

jangan pedulikan orang-orang yang bodoh. (QS. Al-A’raf[7]:199).

Allah SWT berfirman;

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat

kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,

kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu

dapat mengambil pelajaran. (QS An Nahl[16]:90)

Allah SWT berfirman QS Al-Hujurat[49]:12-13 yang artinya 12) Hai

orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan),

9
karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari

keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang

diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka

tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah.

Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang. 13) Hai

manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan

seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku

supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia

diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu.

Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

E. Indikator Manusia Berakhlak

Indikator manusia berakhlak ( husn al khuluq ) adalah tertanamnya iman

dalam hati dan teraplikasikannya takwa dalam perilaku. Sebaliknya, manusia yang

tidak berakhlak (su’al -khuluq) adalah manusia yang ada nifaq (kemunafikan) di

dalam hatinya. Nifaq adalah sikap mendua terhadap Allah. Tidak ada kesesuaian

antara hati dan perbuatan.15 Taat akan perintah Allah dan tidak mengikuti keinginan

hawa nafsu dapat menyilaukan hati. Sebaliknya, melakukan dosa dan maksiat dapat

menghitamkan hati. Barangsiapa melakukan dosa hitamlah hatinya. Barang siapa

melakukan dosa tetapi menghapusnya dengan kebaikan tidak akan gelaplah hatinya,

hanya saja cahaya itu berkurang.

Ahli Tasawuf mengemukakan bahwa indikator manusia berakhlak, antara

lain adalah memiliki budaya malu dalam interaksi dengan sesamanya, tidak
15
Ayuci, Indikator manusia berakhlak (manusia berakhlak), (Internet: scribd, 2019), BAB 2.
11
menyakiti orang lain, banyak kebaikannya, benar dan jujur dalam ucapannya, tidak

banyak bicara tetapi banyak berbuat, penyabar, tenang, hatinya selalu bersama

Allah, suka berterima kasih, rida terhadap ketentuan Allah, bijaksana, hati-hati

dalam bertindak, disenangi teman dan lawan, tidak pendendam, tidak suka

mengadu domba, sedikit makan dan tidur, tidak pelit dan hasad, cinta karena Allah

dan benci karena Allah Jika akhlak dipahami sebagai pandangan hidup, manusia

yang menjaga keseimbangan antara hak dan kewajibannya dalam hubungannya

dengan Allah, sesama makhluk dan alam semesta.

F. Fungsi Akhlak Dalam Kehidupan

Akhlak mempunyai makna yang luas, yang dapat mencakup sifat lahiriyah

maupun batiniah. Akhlak menurut pandangan Islam mencakup berbagai aspek,

dapat mencakup akhlak terhadap Allah dan terhadap sesama makhluk seperti

manusia dan lingkungan.

1. Akhlak terhadap Allah Swt.

Landasan umum berakhlak terhadap Allah Swt. adalah pengakuan bahwa

tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu

yang semua makhluk tidak dapat mengetahui dengan baik dan benar betapa

kesempurnaan dan keterpujian Allah swt. Oleh karena itu, mereka sebelum

memuji-Nya, bertasbih terlebih dahulu dalam arti menyucikan-Nya. Jadi jangan

sampai pujian yang mereka ucapkan tidak sesuai dengan kebesaran-Nya,

sebagaimana al-Quran surat ash-Shaffat (37): 159-160, yang artinya: “Mahasuci

Allah dari segala sifat yang mereka sifatkan kepada-Nya, kecuali (dari) hamba-

hamba Allah yang terpilih.” Demikian juga al-Quran surat asy-Syura (42): 5

12
menetapkan: “Dan para malaikat menyucikan sambil memuji Tuhan mereka.”

Begitu juga al-Quran surat ar-Raʻad (13): 13 menjelaskan: “Guntur menyucikan

(Tuhan) sambil memuji-Nya.” Selanju tnya al-Quran surat al-Isra (17): 44,

menetapkan: “Dan tidak ada sesuatupun kecuali bertasbih (menyucikan Allah)

sambil memuji-Nya.”

Bertitik tolak dari uraian tentang kesempurnaan Allah Swt. tersebut, maka

al-Quran memerintahkan manusia untuk berserah diri kepada-Nya, karena segala

yang bersumber dari Allah adalah baik, benar, indah, dan sempurna. Berkaitan

dengan hal ini, sebagian ayat al-Quran memerintahkan manusia untuk menjadikan

Allah sebagai “wakil”, seperti al-Quran surat al-Muzzammil (73): 9,

menerangkan: “(Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan melainkan Dia,

maka jadikanlah Allah sebagai wakil (pelindung).” Kata “wakil”dapat

diterjemahkan sebagai pelindung. Jika seseorang mewakilkan kepada orang lain

(untuk suatu persoalan), maka ia telah menjadikan orang yang mewakili sebagai

dirinya sendiri dalam menangani persoalan tersebut, sehingga sang wakil

melaksanakan apa yang dikehendaki oleh orang yang menyerahkan perwakilan

kepadanya. Allah Swt., yang kepada-Nya diwakilkan segala persoalan adalah

Yang Maha Kuasa, Maha Mengetahui, Maha Bijaksana, dan semua Maha yang

mengandung pujian. Manusia sebaliknya, memiliki keterbatasan pada segala hal.

Oleh karena itu, maka perwakilan-Nya pun berbeda dengan perwakilan manusia.

Jadi jika seseorang menjadikan Allah sebagai wakil, sejak semula ia menyadari

keterbatasan dirinya dan menyadari Kemahamutlakan Allah Swt. Dan ia akan

menerimanya dengan sepenuh hati, baik mengetahui maupun tidak hikmah suatu

perbuatan Tuhan. Sebagaimana firman Allah Swt.: “Allah mengetahui dan kamu

13
sekalian tidak mengetahui. (QS al-Baqarah [2]: 216), dan lihat (QS al-Ahzab [33]:

36).

2. Akhlak terhadap sesama manusia.

Al-Quran menjelaskan perlakuan sesama manusia, baik berupa larangan, seperti

membunuh, menyakiti badan atau harta tanpa alasan yang benar, juga termasuk

larangan menyakiti hati, walaupun disertai dengan memberi. Lihat (QS al-Baqarah

[2]: 263). Selain itu, al-Quran menekankan bahwa setiap orang hendaknya

didudukkan secara wajar, termasuk Nabi Muhammad Saw. dinyatakan pula sebagai

manusia biasa, namun dinyatakan pula beliau adalah Rasul yang memperoleh

wahyu dari Allah. Atas dasar ini beliau berhak memperoleh penghormatan melebihi

manusia lain, seperti dalam al-Quran (QS al-Hujurat [49]: 2; QS an-Nur [24]: 63).

Al-Quran juga menekankan perlunya privasi (kekuasaan atau kebebasan pribadi),

(QS an-Nur [24]: 27 dan 58); salam yang diucapkan wajib dijawab dengan salam

yang serupa, dan dianjurkan agar dijawab dengan salam yang lebih baik (QS an-

Nisa [4]: 86); Setiap ucapan harus ucapan yang baik (QS al-Baqarah [2]: 83 dan QS

al-Ahzab [33]: 70) Seseorang tidak boleh mengolok-olokkan orang lain atau

kelompok lain dan tidak boleh memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.

Demikian juga seseorang tidak boleh berprasangka buruk, mencari kesalahan orang

lain, dan menggunjing orang lain. Al-Quran menjelaskan juga di antara ciri-ciri

orang yang bertakwa (QS Ali Imran [3]: 134-135). Selain itu, al-Quran menetapkan

harus mendahulukan kepentingan orang lain daripada kepentingan diri sendiri (QS

al-Hasyr [59]: 9).

3. Akhlak terhadap lingkungan.

14
Yang dimaksud dengan lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada

di sekitar manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak

bernyawa. Pada dasarnya, akhlak yang diajarkan al-Quran terhadap lingkungan

bersumber dari fungsi manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan ini menuntut adanya

interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia terhadap alam.

Kekhalifahan mengandung arti pengayoman, pemeliharaan, dan pembimbingan

agar setiap makhluk mencapai tujuan penciptaannya. Dalam pandangan akhlak

Islam, seseorang tidak dibenarkan mengambil buah sebelum matang, atau memetik

bunga sebelum matang, karena hal ini berarti tidak memberi kesempatan kepada

makhluk untuk mencapai tujuan penciptaannya. Ini berarti manusia dituntut untuk

mampu menghormati proses-proses yang sedang berjalan, dan terhadap semua

proses yang sedang terjadi. Hal ini mengantarkan manusia bertanggung jawab,

sehingga ia tidak melakukan perusakan terhadap lingkungan di sekitarnya.

Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh

Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, serta semua memiliki ketergantungan kepada-

Nya. Keyakinan ini meyakinkan setiap muslim untuk menyadari bahwa semuanya

adalah “umat” Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.

Berkaitan dengan hal ini, al-Quran surat al-Anʻam (6): 38 menegaskan bahwa

binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua

sayapnya merupakan umat-umat juga seperti manusia, sehingga semuanya tidak

boleh diperlakuka secara aniaya, baik dalam masa damai maupun ketika terjadi

peperangan. Termasuk mencabut atau menebang pepohonan pun terlarang, kecuali

jika terpaksa, tetapi inipun harus seizin Allah, dalam arti harus sejalan dengan

tujuan penciptaan dan demi kemaslahatan (QS al-Hasyr [59]: 5). Dengan

15
pengakuan semua milik Allah, mengantarkan manusia kepada kesadaran bahwa

apapun yang berada dalam genggaman-Nya, tidak lain kecuali amanat yang harus

dipertanggungjawabkan (QS at-Takatsur (102): 8. Manusia dituntut untuk

memperhatikan apa yang sebenarnya dikehendaki oleh Allah Swt. menyangkut apa

yang berada di sekitar manusia.

Pernyataan Allah dalam al-Quran surat al-Ahqaf (46): 3, mengundang seluruh

manusia untuk tidak hanya memikirkan kepentingan diri sendiri, kelompok, atau

bangsa, dan jenisnya saja, tetapi juga harus berpikir dan bersikap demi

kemaslahatan semua pihak. Manusia tidak boleh bersikap sebagai penakluk alam.

Yang menundukkan alam menurut al-Quran adalah Allah. Mereka tidak sedikitpun

mempunyai kemampuan, kecuali berkat kemampuan yang dianugrahkan Tuhan

kepadanya (QS az-Zukhruf [43]: 13). Oleh karena itu manusia harus mengusahakan

keselarasan dengan alam. Keduanya tunduk kepada Allah, sehingga mereka harus

bersahabat. Al-Quran mengharuskan setiap orang mukmin untuk meneladani Nabi

Muhammad Saw. yang diutus membawa rahmat bagi seluruh alam. Selain itu,

Rasulullah Saw. diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia, sebagaimana

hadits riwayat at-Timidzi dari Abu Dardaˋ yang menjelaskan bahwa beliau

bersabda: “Tidak ada sesuatu yang lebih berat dalam timbangan (amal) seorang

mukmin pada hari kiamat, melebihi akhlak yang luhur.”

16
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari materi Berdasarkan tulisan di atas diketahui

bahwa antara etika, moral dan akhlak memiliki kesamaan arti, cakupan dan

tujuan. Namunpun demikian, juga memiliki perbedaan satu sama lainnya. Dalam

perspektif Islam akhlak dan tasawuf sangat berkaitan erat karena sama- sama

bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Serta dapat pula

disimpulkan 4 hal yaitu bahwa Akhlak, etika dan moral adalah suatu disiplin ilmu

yang membicarakan tentang persoalan baik dan buruk, Antara akhlak, etika dan

moral, memiliki persamaan dan perbedaan. Persamaannya adalah sama-sama

mengkaji masalah baik dan buruk, sedangkan perbedaanya adalah terletak pada

landasan yang dipakai, Dalam konteks sejarah, antara akhlak dan tasawuf

memiliki tujuan dan esensi yang sama, yaitu sebagai jalan untuk mendekatkan diri

kepada Allah SWT, serta Indikator orang berakhlak adalah beriman atau tidaknya

seseorang. Salah satu karakter seseorang dikatakan beriman adalah ketika ia

mampu melahirkan kedamaian dan ketenteraman bagi alam lingkungannya

17
B. Saran

Adapun saran yang akan kami sampaikan adalah Kita harus bisa

membentengi diri kita dengan keimanan dan ketaqwaan agar modernisasi dan

globalisasi tidak mempengaruhi etika, moral dan akhlak kita tetapi kita yang

mengendalikan modernisasi dan globalisasi yang harus kita peroleh dan pelajari

dengan akhlak, etika, moral,dan dalil yg kita miliki.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Mudhor. 1993. Etika dalam Islam. Mataram: Al-Ikhlas.


Association for Supervision and Curriculum Developement. 1998. Moral
Education in The Life of School. ASCD Panel on Moral.
Depdikbud. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Nata, Abudin. 2014. Akhlak Tasawuf dan Karakter. Jakarta: Rajawali Pers.
Ilyas, Yunahar. 2000. Kuliah Akhlak. Yogyakarta: LPPI.
Ja’kub, Hamzah. 1978. Etika Islam. Jakarta: Publicita.
Mastuhu. 1999. Memberdayakan Sistem Pendidikan Islam. Jakarta: Logos
Rachmat, Djatnika. 1996. Sistem Ethika Islam (Akhlak Mulia). Jakarta: Pustaka
Panjimas.
Setiardja, A. Gunawan. 1990. Dialektika Hukum dan Moral dalam Membangun
Masyarakat Indonesia. Yogyakarta: Kanisius.
Sya’roni, Mockh. 2014. “Etika Keilmuan: Sebuah Kajian Filsafat Ilmu”. Jurnal
Teologia, Vol. 25 No. 1.
Tanyid, Maidiantius. 2012. “Etika Dalam Pendidikan: Kajian Etis Tentang Krisis
Moral Berdampak Pada Pendidikan”. Jurnal Jaffray, Vol. 12, 2.
Wibisono, Haryo Kunto dkk. 2015. “Dimension of Pancasila Ethic in
Bureaucracy: Discourse of Governance”. Jurnal Fokus Vol. 12, No. 7.
Yadi, Hasin. 2019. Ayat-ayat Akhlak dalam Al-Qur’an. Jakarta: Universitas Islam
Negeri Syarif Jakarta Vol. 2 No. 2

19

Anda mungkin juga menyukai