Disusun Oleh:
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-
Nya. Shalawat serta salam tidak lupa penulis haturkan kepada junjungan kita Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman
islamiyah, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul "AKHLAK SESAMA MANUSIA" dengan tepat waktu.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu,
saran dan kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................5
PENDAHULUAN...................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
2.1Pengertian Akhlak...........................................................................................6
1) Husnuzan....................................................................................................10
2) Tawaduk.....................................................................................................11
3) Tasamu.......................................................................................................12
4) Ta’awun......................................................................................................13
1) Hasad..........................................................................................................14
2) Dendam......................................................................................................16
BAB III..................................................................................................................22
PENUTUP..............................................................................................................22
3.1 Kesimpulan...................................................................................................22
3.2 Saran.............................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23
BIODATA PENULIS............................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Jadi disamping setiap individu memiliki HAM yang perlu dilindungi, dan
setiap keluarga memiliki kehidupan privacy yang perlu dihormati, maka suatu
masyarakat juga memiliki norma-norma dan tatanan sosial yang harus dipelihara
bersama. Pelanggaran atas norma-norma sosial akan berakibat terjadinya
kegoncangan sosial yang dampaknya akan dirasakan oleh setiap keluarga dan
setiap individu. Akhlak terhadap masyarakat adalah bertujuan memelihara
keharmonisan tatanan masyarakat agar sebagai lembaga yang dibutuhkan oleh
semua anggauta masyarakat ia berfungsi optimal.
Di dalam lingkungan masyarakat yang baik, suatu keluarga akan
berkembang secara wajar, dan kepribadian individu akan tumbuh secara sehat.
Diantara akhlak terhadap masyarakat adalah:
1. Memelihara perasaan umum. Masyarakat yang telah terjalin lama akan
memiliki nilai-nilai yang secara umum diakui sebagai kepatutan dan
ketidakpatutan. Setiap individu hendaknya menjaga diri dari melakukan
sesuatu yang dapat melukai perasaan umum, meski perbuatan itu sendiri
halal, misalnya berpesta di tengah kemiskinan masyarakat, memamerkan
kemewahan di tengah masa krisis ekonomi, menunjukkan arogansi
kekuasaan di tengah masyarakat yang lemah, menyelenggarakan kegiatan
demontratif yang mengganggu kekhustyu'an orang beribadah, dan
sebagainya.
2. Berperilaku disiplin dalam urusan publik. Disiplin adalah mengerjakan
sesuatu sesuai dengan kemestiannya, menyangkut waktu, biaya, dan
prosedur. Seorang yang disiplin, datang dan pulang kerja sesuai dengan
jadwal kerja, membayar atau memungut bayaran sesuai dengan tarifnya,
menempuh jalur urusan sesuai dengan prosedurnya. Pelanggaran kepada
disiplin, misalnya' menyuap atau menerima suap, meski dirasa ringan
secara ekonomi, tetapi bayarannya adalah rusaknya tatanan dan sistem
kerja. Demikian juga nepotisme dalam menggolkan urusan, meski tidak
terbukti secara administratip, tetapi sebenarnya merusak aturan main, yang
pada gilirannya akan menjadi bom waktu. Korupsi waktu sebenarnya juga
suatu perbuatan yang merugikan orang lain, meski tak diketahui secara
pasti siapa yang dirugikan. Mark up atau manipulasi biaya/kualitas dari
suatu proyek pelayanan publik pada dasarnya merupakan perbuatan
penghancuran terhadap masa depan generasi.
3. Memberi kontribusi secara optimal sesuai dengan tugasnya. Ulama dan
cendekiawan menyumbangkan ilmunya, Pemimpin (umara)
mengedepankan keadilan dan tanggungjawab(amanah), pengusaha
mengutamakan kejujuran, orang kaya mengoptimalkan infaq dan sedekah,
orang miskin mengutamakan keuletan, kesabaran dan doa, politisi
memelihara kesantunan dan kelompok profesional mengedepankan
profesionalitasnya.
4. Amar makruf nahi munkar. Setiap anggauta masyarakat harus memiliki
kepedulian terhadap hal-hal yang potensil merusak masyarakat, oleh
karena itu mereka harus aktip menganjurkan perbuatan baik yang nyata-
nyata telah ditinggalkan masyarakat dan mencegah perbuatan buruk yang
dilakukan secara terang terangan oleh sekelompok anggota masyarakat.
Banyak sekali rincian yang dikemukakan al-Qur’an berkaitan dengan
perlakuan terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya
dalam bentuk larangan atau hal negatif, seperti membunuh, mencuri, menyakiti
badan atau yang lainnya. Namun disisi lain al-qur’an menekankan bahwa setiap
orang hendaknya didudukkan secara wajar, tidak masuk ke rumah orang lain
tanpa izin, jika bertemu saling mengucapkan salam, dan ucapan yang dikeluarkan
adalah ucapan baik, benar dan tidak mengucilkan orang lain atau kelompok, tidak
wajar pula berprasangka buruk tanpa alasan, atau menceritakan keburukan
seseorang, memanggil dengan sebutan buruk. Lalu dianjurkan untuk menjadi
orang yang pandai memaafkan, pandai menahan hawa nafsu, dan mendahulukan
kepentingan orang daripada kepentingan kita. Allah berfirman dalam QS. An-
Nur, 24: 58, QS. Al-Baqarah, 2: 83
3) Tasamu
Tasamuh artinya toleransi. Adapun toleransi menurut istilah tasamuh ialah
suatu sikap yang menghargai dan menghormati orang lain yang memiliki
perbedaan dengan dirinya. Baik suku bangsa, ras, golongan, mahzab,
organisasi, agama, dan sebagainya. Dengan sikap tasamuh, seseorang dapat
berhubungan dan bergaul secara rukun dan harmonis dengan orang lain,
tanpa menghiraukan adanya perbedaan tertentu diantara mereka. Memiliki
sikap tasamuh, artinya menyadari tentang kelemahan yang dimiliki. Didunia
ini, tidak ada manusia yang sempurna, yang dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya sendiri tanpa bantuan orang lain. Perhatikan firman Allah SWT.
Artinya ;
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seseorang laki-
laki dan seseorang perempuan kemudian Kami jadikan kamu berbagnsa-
bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh,
Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti (Qs. Al-Hujurat :13)
Pentingnya Tasamuh Sikap tasamuh memiliki peranan penting bagi
kehidupan manusia. Orang memiliki seikap tasamuh, niscaya dapat hidup
berdampingan secara aman dan damai dengan siapapun. Meskipun diantara
mereka terdapat berbagai perbedaan, namun perbedaan itu tidak dijadikan
sebagai sumber masalah dan permusuhan. Sebagai muslim yang beriman,
hendaknya kita memiliki sikap tasamuh dalam kehidupan sehari-hari, agar
dapat menjalin persaudaraan yang harmonis dengan siapapun. Dengan
demikian sikap tasamuh bukan hanya wajib dimiliki oleh setiap umat Islam,
melainkan juga bagi siapapun yang ingin hidupnya damai, tenteram, aman
dan rukun. Tasamuh Terhadap Sesama Muslim Islam menganjurkan umatnya
agar senantiasa menjalin persaudaraan dengan sesama muslim, dari kalangan
manapun, apapun suku bangsanya dan warna kulitnya. Tasamuh terhadap
sesama muslim ini merupakan landasan kehidupan bagi umat Islam. Jika
persatuan telah terwujud maka kekuatan akan diraih sehingga mereka dapat
menghadapi berbagai tantangan dan gangguan yang dapat merugikan kaum
muslimin. Dalam hal ini Umar Ibnu Khatab berkata:
Artinya ; Sesungguhnya Islam itu menghimpun diantara kamu satu sama lain,
dan memandang sama antara raja dan rakyat dari segi hukum (Umar bin
Khatab). Tasamuh Terhadap Non-Muslim Dalam ajaran Islam, perbedaan
agama tidak harus menimbulkan pertikaian, permusuhan, apalagi peperangan.
Bahkan Islam menganjurkan agar umatnya senantiasa dapat bekerjasama
dengan siapapun dalam hal-hal kebaikan meskipun denganorang yang lain
agama sekalipun. Nilai Positif DariTasamuh Dalam Fenomena Kehidupan
Orang yang berakhlak tasamuh, sikap prilakunya akan mengandung nilai-
nilai terpuji dan mulia. Sehingga dapat mendatangkan nilai- nilai luhur yang
bermanfaat baik bagi pelakunya maupun masyarakat lingkungannya.
4) Ta’awun
Ta’awun artinya sikap tolong menolong, bantu-membantu, dan bahu-
membahu antara satu dengan yang lain. Taawun juga dapat diartikan sebagai
sikap kebersamaan dan rasa saling memiliki dan saling membutuhkan antara
satu dengan yang lainnya, sehingga dapat mewujudkan suatu pergaulan yang
harmonis dan rukun.
Qs. Al maidah ayat 2
ِ َوتَعا َ َونُوا َعلَى البِ ِّر َوالتَّ ْق َوى َوالَتَ َعا َونُوا َعلَى اِإل ْث ِم َوال ُع ْد َوان َوالتَّقُواهللا ِإ َّن هلل َش ِديد
)ُالعقَا ب ( الما ئده
Artinya iri hati, dengki. Iri berarti merasa kurang senang atau cemburu melihat
orang lain beruntung. Hasad adalah merasa tidak suka dengan nikmat yang telah
Allah berikan kepada orang lain. Bukanlah definisi yang tepat untuk hasad adalah
mengharapkan hilangnya nikmat Allah dari orang lain, bahkan semata-mata
merasa tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain itu sudah
terhitung hasad baik diiringi harapan agar nikmat tersebut hilang ataupun sekedar
merasa tidak suka. Demikianlah hasil pengkajian yang dilakukan oleh Syaikul
Islam Ibnu Taimiyyah. Beliau menegaskan bahwa definisi hasad adalah merasa
tidak suka dengan nikmat yang Allah berikan kepada orang lain.
1. Tidak menyukai apa yang Allah takdirkan. Merasa tidak suka dengan
nikmat yang telah Allah berikan kepada orang lain pada hakikatnya adalah
tidak suka dengan apa yang telah Allah takdirkan dan menentang takdir
Allah.
2. Hasad itu akan melahap kebaikan seseorang sebagaimana api melahap
kayu bakar yang kering karena biasanya orang yang hasad itu akan
melanggar hak-hak orang yang tidak dia sukai dengan menyebutkan
kejelekan-kejelekannya, berupaya agar orang lain membencinya,
merendahkan martabatnya dll. Ini semua adalah dosa besar yang bisa
melahap habis berbagai kebaikan yang ada.
3. Kesengsaraan yang ada di dalam hati orang yang hasad. Setiap kali dia
saksikan tambahan nikmat yang didapatkan oleh orang lain maka dadanya
terasa sesak dan bersusah hati. Akan selalu dia awasi orang yang tidak dia
sukai dan setiap kali Allah memberi limpahan nikmat kepada orang lain
maka dia berduka dan susah hati.
4. Memiliki sifat hasad adalah menyerupai karakter orang-orang Yahudi.
Karena siapa saja yang memiliki ciri khas orang kafir maka dia menjadi
bagian dari mereka dalam ciri khas tersebut. Nabi bersabda, “Barang
siapa menyerupai sekelompok orang maka dia bagian dari mereka.” (HR
Ahmad dan Abu Daud, shahih)
5. Seberapa pun besar kadar hasad seseorang, tidak mungkin baginya untuk
menghilangkan nikmat yang telah Allah karuniakan. Jika telah disadari
bahwa itu adalah suatu yang mustahil mengapa masih ada hasad di dalam
hati.
6. Hasad bertolak belakang dengan iman yang sempurna. Nabi bersabda,
“Kalian tidak akan beriman hingga menginginkan untuk saudaranya hal-
hal yang dia inginkan untuk dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim).
Tuntutan hadits di atas adalah merasa tidak suka dengan hilangnya nikmat
Allah yang ada pada saudara sesama muslim. Jika engkau tidak merasa
susah dengan hilangnya nikmat Allah dari seseorang maka engkau belum
menginginkan untuk saudaramu sebagaimana yang kau inginkan untuk
dirimu sendiri dan ini bertolak belakang dengan iman yang sempurna.
7. Hasad adalah penyebab meninggalkan berdoa meminta karunia Allah.
Orang yang hasad selalu memikirkan nikmat yang ada pada orang lain
sehingga tidak pernah berdoa meminta karunia Allah padahal Allah ta’ala
berfirman,
يبٌ ِم َّماxَص ِ ا ِء نxبُوا َولِلنِّ َسxيبٌ ِم َّما ا ْكت ََسxَص ِ ا ِل نxْض لِل ِّر َج َ ِه بَعxِ َل هَّللا ُ بxض
ٍ ُك ْم َعلَى بَعxْض َّ َا فxَوال تَتَ َمنَّوْ ا َم
ا ْكتَ َس ْبنَ َوا ْسَألُوا هَّللا َ ِم ْن فَضْ لِ ِه ِإ َّن هَّللا َ َكانَ بِ ُكلِّ َش ْي ٍء َعلِي ًما
“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah
kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain.
(karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka
usahakan, dan bagi Para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang
mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-
Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. an
Nisa': 32)
2) Dendam
Dendam merupakan salah satu perilaku yang tercela. Dendam artinya adalah
keinginan keras di dalam hati untuk membalas orang lain. Apabila orang lain
berbuat suatu kesalahan kepada seseorang, maka di dalam hati memiliki keinginan
untuk membalasnya pada waktu yang lain. Keinginan tersebut tertanam di dalam
hati, dan berusaha mencari kesempatan untuk melampiaskan dendamnya tersebut.
Islam tidak menginginkan umatnya menjadi pendendam, walaupun kepada orang
kafir sekalipun. Akan tetapi, Allah menghendaki hamba-hamba-Nya untuk
menjadi hamba yang pemaaf. Rasa benci dan amarah yang ada di dalam hati,
hendaklah ditahan untuk tidak dilampiaskan pada waktu yang lain. Orang yang
mampu menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain termasuk orang
yang bertakwa yang akan disediakan surga oleh Allah swt.
Allah swt. berfirman dalam surah Ali Imran [2]:133-134
133. Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan
surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang
bertakwa,
134. (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-
orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah
mencintai orang yang ber-buat kebaikan,
Dari Abu Hurairah R.A., Rasulullah saw bersabda, Orang yang hebat itu
bukanlah orang yang kuat pukulannya, sesungguhnya orang yang kuat adalah
lyang mampu mengekang hawa nafsunya kegika marah. (H.R. Bukhari dan
Muslim)
Ghibah adalah Anda menceritakan tentang sesuatu yang dibenci oleh seseorang
untuk diceritakan, baik berkaitan dengan bentuk fisik, agama, dunia, kejiwaan,
budi pekerti, harta, anak, suami, istri, pembantu, pelayan, pakaian, cara berjalan,
cara bergerak, senyuman, kecemberutan, dan lain sebagainya. Apakah Anda
menceritakannya lewat lisan, tulisan, atau sekadar isyarat dengan mata, tangan,
kepala, dan sejenisnya.
Berkaitan dengan fisik, seperti kata-kata Anda: buta, pincang, pincang sebelah,
botak, pendek, tinggi, hitam, kuning, dan seterusnya. Berkaitan dengan agama
seperti kata-kata Anda: pendosa, pencuri, khianat, zhalim, meremehkan shalat,
meremehkan najis, tidak berbakti kepada orangtua, tidak meletakkan zakat pada
tempatnya, tidak menjauhi ghibah, dan lainnya.
Dalam hal dunia seseorang seperti kata-kata Anda: kurang ajar, meremehkan
orang lain, meremehkan hak orang lain, banyak omong, banyak makan, banyak
tidur, tidur tidak pada waktu-nya, duduk tidak pada tempatnya. Pada hal-hal yang
berkaitan dengan orangtuanya, seperti kata-kata Anda: bapaknya adalah pendosa,
orang kulit hitam, pekerja kasar, dan sebagainya.
Pada budi pekerti seperti Anda katakan: akhlaknya buruk, sombong, suka cari
perhatian, suka bikin malu, bengis, lemah, penakut, suka ngawur, angkuh, dan
seterusnya. Berkaitan dengan pakaian, seperti kata-kata Anda: lebar lobang
tangannya, panjang buntut pakaiannya, kotor pakaiannya, dan seterusnya.
Pokoknya yang menjadi pedoman adalah menceritakan tentang keadaan orang lain
yang keadaan tersebut tidak dia sukai. Imam Abu Hamid al-Ghazali telah
mengutip kesepakatan seluruh kaum muslimin, bahwa ghibah adalah apabila
Anda menceritakan tentang orang lain dengan cerita yang tidak disukainya.
Ada beberapa jenis ghibah yabg diperbolehkan dengan maksud untuk mencapai
tujuan benar dan tidak mungkin tercapai kecuali dengan ghibah.
Ghibah yang diperbolehkan tersebut sbb:
Beberapa hal yang harus dilakukan supaya dapat terhindar dari perilaku Ghibah:
4) Namimah
Adu domba atau namimah, yakni menceritakan sikap atau perbuatan
seseorang yang belum tentu benar kepada orang lain dengan maksud terjadi
perselisihan antara keduanya.
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah
(perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah,
supaya kamu mendapat rahmat.
[QS. Al Hujurat:10]
Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina(10),
yang banyak mencela, yang kian ke mari menghambur fitnah(11), yang sangat
enggan berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa, sangat enggan
berbuat baik, yang melampaui batas lagi banyak dosa (12), yang kaku kasar,
selain dari itu, yang terkenal kejahatannya (13),karena dia mempunyai (banyak)
harta dan anak (14).
[QS. Al Qalam:10-14]
Tidak akan masuk surga orang yang mengadu domba (menebar fitnah)
[HR. Bukhari dan Muslim]
Tetapi, namimah tidak hanya terbatas pada hal seperti itu. Definisi namimah
adalah mengemukakan apa yang tidak disukai kedua belah pihak atau bahkan
orang ketiga. Mengemukakannya bisa secara lisan, tulisan, isyarat, atau lainnya.
Yang dipindahkan bisa perkataan atau perbuatan, bisa aib ataupun bukan.
Sehingga hakikat namimah adalah mengemukakan apa yang dirahasiakan,
menyingkap tabir dari apa yang tidak disukai untuk dikemukakan.
1. Tersebarnya fitnah.
2. Timbulnya kekacauan dalam masyarakat.
3. Timbulnya permusuhan
4. Cara Menghindari Perilaku Namimah
Beberapa hal yang harus dilakukan supaya dapat terhindar dari perilaku namimah:
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Akhlak adalah hal yang terpenting dalam kehidupan manusia karena akhlak
mencakup segala pengertian tingkah laku, tabi'at, perangai, karakter manusia yang
baik maupun yang buruk dalam hubungannya dengan Khaliq atau dengan sesama
makhluk. Akhlak merupakan hal yang paling penting dalam pembentukan
akhlakul karimah seorang manusia. Dan manusia yang paling baik budi
pekertinya adalah Rasulullah S.A.W.
3.2 Saran
Dan diharapkan, dengan diselesaikannya makalah ini, baik pembaca maupun
penyusun dapat menerapkan akhlak yang baik dan sesuai dengan ajaran islam
dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun tidak sesempurna Nabi Muhammad
S.A.W, setidaknya kita termasuk kedalam golongan kaumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Riwayat Pendidikan:
TK Assiddiqy
SDN Bletok
SMP 1 Suboh
MA Nurur Rahma