Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KEPEMIMPINAN, KEADILAN, DAN KE RUKUNAN

Tugas Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam 1


Dosen Pengampu : Komarudin, S.Pd

KELOMPOK 4

1. Rizki Septian ( MI0222230260 )


2. Hanna Aulia ( MI0222230175 )
3. Wildan Hakim ( MI0222230293 )

PROGRAM STUDI MANAJEMEN INFORMATIKA


AKADEMIK MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER

CITRA BUANA INDONESIA

SUKABUMI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan karuniNya
kami dapat menyelesaikan Makalah Pendidikan Agama Islam “ Keadilan, Kepemimpinan,
dan Kerukunan”. Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan kepada
pembaca di bidang agama, khususnya Kelas M-7 dalam peran manusia sebagai khalifah di
muka bumi. Dan tidak hanya penulis ingin memamparkan tentang keadilan dan kerukunan
yang ketiga istilah diatas berkaitan satu sama lain,ia berhubungan dengan polotik,
kemasyaraktan, dan agama. Disamping itu, makalah ini diajukan guna memenuhi salah satu
tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam. Manusia, sebagai makhluk ciptaan Allah SWT
yang paling sempurna harus sadar akan keberadaan dirinya, tidak takut untuk mengubah
kehidupannya menjadi lebih baik, dan tidak berhenti untuk terus menimba ilmu dalam
kehidupan guna keluar dari kebodohan imannya dan menuju peningkatan nilai dan kecerdasan
takwa dirinya kepada Sang Maha Cipta.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan ini. Dan segala
kerendahan hati penulis mengharap kritik dan saran.

“Tak ada gading yang tak retak, kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT semata.

Semoga makalah ini menjadi pelita bagi individu yang ingin mengembangkan kepribadian
dirinya. Amin.

Sukabumi, Februari 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... ii


BAB I .................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................................. 3
PENJELASAN KEPEMIMPINAN, KEADILAN, DAN KERUKUNAN .......................... 3
1. Kepemimpinan .............................................................................................................. 3
A. Masalah Kepemimpinan ........................................................................................... 3
a. Pemimpin Formal .................................................................................................... 3
b. Pemimpin Non Formal ............................................................................................. 3
c. Pemimpin Informal .................................................................................................. 3
B. Potensi Kepemimpinan ............................................................................................. 5
C. Identifikasi Kepemimpinan Rasulullah .................................................................... 5
a. Perwujudan Kepemimpinan Otoriter ........................................................................ 5
b. Perwujudan Kepemimpinan Laissez Faire ................................................................ 5
c. Perwujudan Kepemimpinan Demokratis .................................................................. 6
D. Dalil-Dalil Tentang Kepemimpinan ............................................................................ 6
2. Keadilan ........................................................................................................................ 7
A. Makna Keadilan .......................................................................................................... 7
B. Keadilan dalam Al-Quran ............................................................................................ 8
C. Keadilan Mencakup Semua Hal ................................................................................... 8
3. Kerukunan .................................................................................................................... 9
A. Masalah Kerukunan.................................................................................................. 9
B. Hubungan Kerukunan .............................................................................................. 9
BAB III ............................................................................................................................... 11
PEMBANGUNAN KEHIDUPAN BERAGAMA ............................................................. 11
1. Cara Islam Dalam Pembangunan Kehidupan Beragama ..................................... 11
BAB IV ............................................................................................................................... 13
PENUTUP .......................................................................................................................... 13
KESIMPULAN .................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

“Setiap kamu adalah pemimpin. Dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas
kepemimpinannya.” Mungkin kata-kata tersebut yang paling cocok dan pas bagi setiap orang
muslim di seantero jagad raya ini. Kenapa tidak, manusia diturunkan di bumi ini adalah
sebagai khalifah yang memakmurkan dan menyemarakkan dunia. Mungkin kita juga sepakat
bahwa pada setiap individu manusia muslim adalah seorang pemimpin. Yakni memimpin
dirinya sendiri dan bertanggung jawab atas dirinya sendiri.Dan semua masyarakat pastinya
tidak menginginkan pemimpin yang brutal akan kekuasaan, keegoisan, dan kesombongan.
Tapi yang dibutuhkan masyarakat adalah pemimpin yang memiliki jiwa keadilan dan rasa
kasih saying yang natinya bisa menumbuhkan kerukunan khususnya dalam pembangunan
antar umat beragama.
Berbicara tentang “kepemimpinan”, sungguh alangkah menumbuhkan jiwa semangat
bagi setiap muslim yang peduli akan iman yang diembannya. Jika kita menoleh jauh
kebelakang tentang sejarah awal Islam, tentulah kita akan menemukan banyak pelajaran yang
luar biasa apabila diaplikasikan dalam dunia modern sekarang, khususnya dalam hal
“kepemimpinan, keadilan, dan kerukunan”.

1
B. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas maka yang menjadi pokok permasalahan
dalam makalah ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan kepemimpinan, keadilan, dan kerukunan menurut islam?
Dan bagaimana upaya dalam pembangunan kehidupan beragama?

2
BAB II

PENJELASAN KEPEMIMPINAN, KEADILAN, DAN KERUKUNAN

1. Kepemimpinan
A. Masalah Kepemimpinan
Dalam kehidupan sehari – hari, baik di lingkungan keluarga, organisasi,
perusahaan sampai dengan pemerintahan sering kita dengar sebutan pemimpin,
kepemimpinan serta kekuasaan. Ketiga kata tersebut memang memiliki hubungan
yang berkaitan satu dengan lainnya.Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia terbitan
Balai Pustaka “Kepemimpinan”
artinya, perihal pemipin; cara memimpin.Dalam bahasa inggris pemimpin itu
disebut leader, kegiatannya disebut kepemimpinan atau leadership. Ada lagi istilah
kepemimpinan secara spiritual dan empiris. Pengertiannya, spiritual adalah
kepemimpinan yang mampu mentaati perintah dan larangan Allah dan Rasulullah
Shallallahu alaihiwasallam dalam semua aspek kehidupan. Secara empiris kegiatan
manusia dalam kehidupan bermasyarakat ( H. Nawawi Hadar, 2001 : 17 & 27).
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain untuk mau melakukan
apa yang diinginkan pihak lainnya. Ketiga kata yaitu pemimpin, kepemimpinan serta
kekuasaan yang dijelaskan sebelumnya tersebut memiliki keterikatan yang tak dapat
dipisahkan. Karena untuk menjadi pemimpin bukan hanya berdasarkan suka satu sama
lainnya, tetapi banyak faktor.
Macamnya Pemimpin
Adapun macamnya pemimpin itu sendiri, yakni:

a. Pemimpin Formal

Yaitu orang yang secara resmi diangkat dalam jabatan kepemimpinan, teratur
dalam suatu organisasi pemerintahansecara hiearki, tergambar dalam suatu gambar
bagan yang tergantung di kantor-kantor kepemimpinan.

b. Pemimpin Non Formal

Yakni seperti organisasi non pemerintah tetapi hirarki.

c. Pemimpin Informal

Yakni seorang individu yang walaupun tidak mendapat pengangkatan secara


3
yuridis formal sebagai pemimpin, tapi memiliki sejumlah kualitas ( objektif dan
subjektif) , yang memungkinkan mencapai kedudukan sebagai orang yang dapat
mempengaruhi kelakuan serta tindakan suatu kelompok masyarakat baik dalam
arti positif maupun negatif.

4
B. Potensi Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam islam adalah tanggung jawab dan pelayanan yang utuh
untuk dinullah. Keberhasilan dakwah banyak bergantung pada tumbuhnya shaf
pendukung yang memiliki kejelasan dan tanggung jawab pembagian tugas dan sitem
perekrutan yang baik, karena ini sangat menentukan tercapainya tujuan. Dari sini
semua membutuhkan pemimpi yang adil, berilmu, dan terampil dan menguasai
permasalahan.Ada beberapa cirri yang menunjukkan kemampuan memimpn
seseorang:
➢ Mampu untuk mengikat dengan pemikiran dan kepribadiannya.
➢ Kerja yang terus menerus dan berlanjut serta sabar dan tidak mudah putus asa.
➢ Mampu mengarahkan seorang menjadi dinamis dan rukun.
➢ Mendidik, mengarahkan dan menjaga kader-kadernya dari kebinasaan.
➢ Pandai membagi waktu, waspada, cerdik, (cepat dan tepat merespon setiap
kejadian) serta memiliki bashirah (mata hati) dengan segala potensinya inilah
seorang pemimpin dengan idzin Allah mampu membawa organisasinya melangkah
benar.
C. Identifikasi Kepemimpinan Rasulullah
Dalam sejarah kepemimpinan Rasulullah maka dilakukan identifikasi kepemimpinan
Rasulullah, sebagai berikut:

a. Perwujudan Kepemimpinan Otoriter

Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam adalah pemimpin yang sangat keras


dalam menghadapi orang-orang kafir dan dalam memberikan hukuman serta
pelaksanaan petunjuk dan tuntunan Allah Subhanahu Wata’ala lainnya. Tidak
ada yang boleh dibantah, jika telah di wahyukan Allah swt, Tidak dibenarkan
dan tidak dibolehkan pemberian saran, pendapat, kreativitas dan inisiatif,
sehingga berarti suatu perintah harus dilaksanakan dan larangan harus
dijauhi/ditinggalkan.

b. Perwujudan Kepemimpinan Laissez Faire

Dalam menyeru umat islam terlihat kepemimpinan Rasulullah saw, yang


bersifat laissez faire(bebas). Beliau tidak memaksa dengan kekerasan , akan
tetapi beliau hanya diperintah oleh Allah swt untuk menyeru dan
memperingatkan keberuntungan bagi yang mendengar dan kerugian bagi yang
berlaku angkuh dan sombong, menolak seruan beliau.Setiap manusia diberi

5
kebebasan untuk mengimani Kalimat Syahadat.Jika menolak beriman,
Rasullullah tidak akan memaksanya, namun tetap memperingatkan celakah
dirinya yang telah keliru memilih.

c. Perwujudan Kepemimpinan Demokratis

Prinsip-prinsip demokratis yang dibangun Rasulullah saw, pada masa hidup


beliau selalu berhubungan dengan ummat yang dipimpnnya, terutama para
sahabat yang sangat akrab.Oleh karenanya stiap ummat tidak dibatasi untuk
berkomunikasi dengan beliau sebagai pemimpin. Diantaranya ada yang datang
minta petunjuk, petuah dan nasihat, disamping itu ada juga yang bermaksud
menyampaikan pendapat, masalah yang dihadapinya dan melaporkan segala
sesuatu yang perlu diketahui oleh Rasulullaj saw.

D. Dalil-Dalil Tentang Kepemimpinan


Pemimpin yang Maha Mutlak (absolute) hanyalah Allah SWT. (al-Mulk 1; al-Ma’idah
18) “Kepemimpinan” Allah SWT terhadap alam ini, sebagian didelegasikan untuk
manusia , sesuai dengan kehendaknya (Ali ‘Imran 26).
Sesuai dengan adanya perbedaan-perbedaan yang ada pada manusia, maka tingkat
kepemimpinan yang dipercayakan oleh Allah pun berbeda-beda pula (al-An’am165).
Status kepemimpinan yang ada pada manusia hanya sebagai amanat dari Allah SWT.
(HR. Muslim), yang sewaktu-waktu diberikan kepada seseorang yang direnggut dari
seseorang ( Ali ‘Imran 26).
Oleh karena itulah untuk seorang pemimpin diperlukan syarat yang khusus, yang
meliputi syarat-syarat:
1) Kemampuan memimpin sesuai dengan jabatannya (HR. Bukhari).
2) Dukungan kecintaan dari bawahannya (HR. Muslim dan lain-lain).
3) Terdiri dari orang terbaik, termampu dalam jabatan tersebut (HR. Hakim).
4) Berakhlak, taqwa ( al-Anfal 34) terutama shalat dan zakat (al-Ma’idah 54-55).
5) Sejumlah kelompok manusia yang tidak boleh dijadikan pemimpin ummat
islam:
6) Kafirin (al-Anfal 73 ; an-Nisa’ 138; 139 dan 144. Al-A’raf).
7) Yahudi dan Nasrani (al-Ma’idah 51-53).
8) Yang mempermainkan agama atau mempermainkan shalat (al-Ma’idah 56-57).

6
1) Musuh Allah dan musuh orang mu’min (al-Mumtahanah 1).
2) Yang lebih mencintai kekufuran daripada iman (at-Taubah 23).
3) Yang di luar golongan orang mu’min (Ali ‘Imran 118).

2. Keadilan
A. Makna Keadilan
Keadilan adalah kata jadian dari kata “adil” yang terambil dari bahasa Arab “adl”.
Kamus-kamus bahasa Arab menginformasikan bahwa kata ini pada mulanya berarti
“sama”. Persamaan tersebut sering dikaitkan dengan hal-hal yang bersifat immaterial.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “adil” diartikan: (1) tidak berat sebelah/tidak
memihak, (2) berpihak kepada kebenaran, dan (3) sepatutnya/tidak sewenang-wenang.
“Persamaan” yang merupakan makna asal kata “adil” itulah yang menjadikan pelakunya
tidak berpihak , dan pada dasarnya pula seorang yang adil berpihak kepada yang benar
kareana baik yang benar dan yang salah sama-sama harus mempeoleh haknya. Dengan
demikian, ia melakukan sesuatu “yang patut” lagi “tidak sewenang-wenang”.

Keadilan diungkapkan oleh Al-Qur’an antara lain dengan kata-kata al-‘adl, al-qisth,
almizan, dan dengan menafikan kezaliman. ‘Adl, yang berarti “sama”, member kesan
adanya dua pihak atau lebih; karena hanya jika satu pihak, tidak akan terjadi “persamaan”.
Qisth arti asalnya adalah “bagian” (yang wajar dan patut). Ini tidak harus mengantarkan
adanya “persamaan”. Bukankah “bagian” dapatsaja diperoleh oleh satu pihak? Karena itu,
kata qisth lebih umum daripada kata ‘adl, dank arena itu pula ketika Al-Quran menuntut
seseorang untk berlaku adil terhadap dirinya sendiri, kata qisth itulah yang digunakannya.
Perhatikan firman Allah dalam surat An-Nisa’ (4): 135,

‫اۡل ۡق َربِ ۡينَ ؕ ا ِۡن يَّك ُۡن‬ ِ ‫ٰٰۤيـاَيُّهَا الَّذ ِۡينَ ٰا َمنُ ۡوا ك ُۡونُ ۡوا قَ َّوامِ ۡينَ بِ ۡالق ِۡسطِ شُ َه َدآ َء ِ ه‬
ِ ُ‫ّلِل َولَ ۡو ع َٰلٓى اَ ۡنف‬
َ ۡ ‫سكُمۡ اَ ِو ۡال َوا ِلد َۡي ِن َو‬
َ ‫اّلِلُ اَ ۡو ٰلى بِ ِه َما فَ ََل تَتَّبِعُوا ۡاله ٰ َٓوى اَ ۡن ت َۡع ِدلُ ۡوا ۚ َوا ِۡن ت َۡل ٰۤوا اَ ۡو ت ُۡع ِرض ُۡوا فَاِنَّ ه‬
‫ّٰللا كَانَ بِ َما‬ ‫غنِيًّا اَ ۡو فَق ِۡي ًرا فَ ه‬ َ
‫ت َۡع َملُ ۡونَ َخبِ ۡي ًرا‬

yang artinya “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak al-qisth (keadilan),
menjadi saksi karena Allah, walaupun terhadap dirimu sendiri…..
Mizan berasal dari kata wazn yang berarti timbangan. Oleh karena itu, mizan, adalah “alat
untuk menimbang”. Namun dapat pula berarti
“keadilan”, karena bahasa seringkali menyebut “alat” untuk makna “hasil penggunaan alat
itu”.

7
B. Keadilan dalam Al-Quran
Keadilan yang dibicarakan dan dituntut oleh Al-Quran amat beragam, tidak hanya pada
proses penetapan hukum atau terhadap pihak yang berselisih, melainkan Al-Quran juga
menuntut keadilan tehadap diri sendiri , baik ketika berucap, menulis, atau bersikap batin.
Al-Quran memandang kepemimpinan sebagai “perjanjian ilahi” yang melahirkan tanggung
jawab menentang kezaliman dan menegakkan keadilan. Allah berfirman, “Sesungguhnya
Aku akan menjadikanmu (hai Ibrahim) pemimpin untuk seluruh umat manusia. “Dia
(Ibrahim) berkata, “(Saya bermohon agar) termasuk juga keturunan-keturunanku.” Allah
berfirman, “Perjanjian-Ku ini tidak akan diterima oleh orangorang yang zalim” (QS Al-
Baqarah (2): 124).
Bahkan Al-Quran menegaskan bahwa alam raya ini ditgakkan atas dasar keadilan:
Artinya:
"Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan)".
(neraca kesetimbangan) (QS Ar Rahman (55):7)”
Walhasil, dalam Al-Quran dapat ditumukan pembicaraan tentang keadilan, dari tauhid
sampai keyakinan mengenai hari kebangkitan, dari nubuwwah (kenabian) hinggan
kepemimpinan, dan dari individu hinga masyarakat. Keadilan adalah syarat bagi
terciptanya kesmpurnaan pribadi, standar kesejahteraan masyarakat, dan sekaligus jalan
terdekat menuju kebahagiaan ukhrawi.

C. Keadilan Mencakup Semua Hal


Seperti dikemukakan diatas, Allah menciptakan dan mengelola alamraya ini dengan
keadilan, dan menuntut agar keadilan mencakup
semua aspek kehidupan. Akidah, syariat atau hukum, akhlak, bahkan cinta dan benci.
Dan kamu pasti tidak akan dapat berlaku adil diantara wanita-wanita (istri-istrimu dalam
cinta), walaupn kamu berusaha keras ingin berbuat demikian. Karena itu janganlah kamu
terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), dan membiarkan yang lain terkatung-katung
(QS Al-Nisa’ (4):129)
Keadilan harus ditegakkan dimana pun, kapan pun, dan terhadap siapa pun.Bahkan jika
perlu dengan tindakan tegas. Salah satu ayat AlQur’an menggandengkan “timbangan” (alat
ukur yang adil) dengan “besi” yang antara lain digunakan sebagai senjata. Ini untuk
member isyarat bahwa kekerasan adalah salah satu cara untuk menegakkan keadilan.

8
3. Kerukunan

A. Masalah Kerukunan
Sesuai pembahasan masalah kerukunan, kerukunan secara bahasa berasal dari kata
rukun, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti baik dan damai,tidak bertengkar.
Kerukunan artinya perihal hidup rukun, hidup rukun damai sesame anak bangsa dan
sesame ummat beragama. Lebih-lebih agama masalah hak asasi manusia dan ia sangat
peka, masalah kecil saja bisa memicu terjadinya pergesekan.
Adanya kerukunan hidup beragama adalah merupakan salah satu syarat mutlak
terwujudnya stabilitas politik dan ekonomi. Oleh karena kerja sama pemerintah,
masyarakat beragama dalam mewujudkan iklim kerukunan beragama sangat dipelukan.
Kerukunan yang diistilahkan oleh pemerinah mencakup tiga kerukunan, yaitu kerukunan
inten ummat beragama, kerukunan antar ummat beragama, dan kerukunan ummat
beragama dengan pemerintah.
B. Hubungan Kerukunan
Dalam ajaran islam kemurnian akidah harus dijaga. Oleh karenanya ada pendapat
mengatakan, tidak ada toleransi dalam akidah. Al-Qur’an yang berbicara masalah ini
adalah tersebut dalam surah AlKafirun ayat 1-6: Artinya “katakanlah hal kaum kafir. Aku
tidak menyembah apa yang kamu sembah. Dan tidak pula kamu menyembah apa uang aku
sembah. Apa bukan penyembah sebagaimana (cara) kamu menyembah. Dan kamu bukan
penyembah sebagaimana (cara) kamu menyembah. Untuk kamulah agama kamu dan
untukkulah agamaku’’ (QS. Al-Kafirun ayat 1-6). Jadi toleransi agama menurut ajaran
islam adalah sikap lapang dada untuk membiarkan bagi pemeluk agama lain dalam
menjalankan menurut agama yang diyakininya. Jika maksud toleransi ini dijalankan
dengan benar akan terwujudlah kerukunan antar ummat beragama. Adapun kerukunan
intern ummat beragama, khususnya ummat islam sekarang.
Karena ummat Islam ini secara organisator, banyak sekali organisasinya, seperti
Muhammadiya, Nahdlatul Ulama, Persis, Mathlatul Anwar, dan lainlainnya. Maka
kerukunan ini harus dibina melalui forum/kegiatan ukhuwah islamiyah dan ditingkatkan
dengan ukhuwah wathoniyah dan ukhuwah basyariah. Persahabatan adalah obyek yang
dibicarakan orang sejak masyarakat terbentuk, dan seseorang tidak mungkin tidak
bermasyarakat kecuali dia abnormal dan jahat. Berpikir tentang persahabatan adalah
sesuatu yang baik dan sangat dianjurkan.Para pemikir terdahulu, sebagaimana juga yang
terkemudian, selalu memikirkan hal itu. Mereka selalu memikirkan cara untuk menarik
9
sahabat-sahabat dan kawan-kawan. Jika kaum Muslim memiliki semangat persaudaraan
yang tinggi ini, maka mereka dapat diibaratkan sebagai tubuh yang satu, yang seluruh
bagiannya secara serempak memikul kewajiban-kewajiban hidup, sejak dari yang paling
mudah hingga yang tersulit. Mereka memiliki semangat bekorban dalam membela
kebersamaan dan mempertahankan prinsipprinsip Islam yang mewarnai diri mereka,
membentuk moral, menyatukan perasaan, dan menumbuhkan kesadaran mereka untuk
saling hidup yang rukun.

10
BAB III

PEMBANGUNAN KEHIDUPAN BERAGAMA

1. Cara Islam Dalam Pembangunan Kehidupan Beragama

“Kebebasan beragama menurut pandangan islam berarti bahwa setiap agama diakui
eksistensinya dan kepada para pemeluknya diberikan hak sebebas-bebasnya untuk
memberlakukan hukum-hukum agama dan pandangan hidupnya, selama tidak bertabrakan
dengan moral dasar manusia dan tidak mengganggu ketertiban umum’’. Maka dalam hal
ini Islam memberlakukan etika dalam pembangunan kehidupan beragama yang pastinya
dalam hal ini ditinjau dari perspektif dokrinal Islam ada empat hal yang harus diingat.
Pertama, sebagai agama Tauhid, Islam mengajarkan adanya kesatuan penciptaan. Kedua,
Islam mengajarkan kesatuan manusia. Manusia adalah makhluk atau masterpiece di antara
segala makhluk Allah dan walaupun terdiri dari berbagai jenid bangsa dan warna kulit,
beraneka ragam dalam bahasa dan agama, manusia memiliki asal yang sama. Asal-usul
manusia yang sama ini memperkuat dorongan untuk menghilangkan segala bentuk dan
manifesti diskriminasi antar manusia. Ketiga, kesatuan petunjuk dan yang keempat
sebagai konsekuensi logis dari ketiga hal diatas.

Dengan adanya empat kesatuan fundamental seperti diterangkan diatas, maka seorang
manusia Muslim harus mengetahui dan berusaha untuk mengabdi kepada Tuhan serta
menolong segenap ummat manusia dengan formula singkat . Hal ini dengan jelas tampak
dari pandangan Al-Qur’an yang mendasarkan bahwa manusia Muslim harus memiliki
toleransi terhadap eksistensi agama lain dengan melarang adanya paksaan dalam
beragama. Akan tetapi kata-kata tidak ada paksaan dalam di dalam agama, tidak berarti
bahwa islam mentolerir praktek-praktek yang bertentangan dengan kemanusiaan dan
kebebasan tanpa batas, sekalipu praktek-praktek a- manusiawi dibenarkan oleh suatu
keyakinan tertentu.

Kebebasan beragama menurut pandangan islam berarti bahwa setiap agama diakui
eksistnsinya dan kepada para pemeluknya diberikan hak sebebas-bebasnya untuk
memberlakukan hukum –hukum agama dan pandangan hidupnya. Sekali lagi, selama
tidak bertabrakan dengan moral dasar manusia dan tidak menganggu ketertiban umum.

11
Dalam hubungan antara Islam dengan agama-agama lain, Kristen dan Yahudi mndapatkan
tempat khusus dalam Al-Qur’an. Sebagai ahli kitab, mereka dipanggil oleh Al-Qur’an
agar bersama kaum muslimin mereka dapat menjalin ttik-tiik persamaan fundamental,
yaitu keyakinan pada Tuhan Allah Yang Maha Esa dan ekualitas manusia dihadapan
Tuhan di mana tidak ada manusia yang lebih superior dibandingkan manusia lainnya
sehingga tidak dibenarkan adanya eksploitasi manusia atas manusia lainnya.

12
BAB IV

PENUTUP

KESIMPULAN

Pemimpin adalah orang yang mendapat amanah serta memiliki sifat, sikap, dan gaya
yang baik untuk mengurus atau mengatur orang lain. Kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang mempengaruhi dan memotivasi orang lain untuk melakukan sesuatu sesuai tujuan
bersama. Keadilan adalah suatu sikap dan tindakan proporsional. Sedangkan kerukunan
adalah baik dan damai, tidak bertengkar.
Menyatakan bahwa dalam menjadi pemimpin di muka bumi maka manusia harus bisa
menjalankan apa yang telah diamanatkan oleh Allah dengan adil dan di setiap langkah sebagai
seorang pemimpin, Allah akan memberikan peringatan bagi kaum Muslimin agar selalu
berhati-hati tentang apa yang akan dilakukan sebagai khalifah Allah di bumi. Dan sebagai
khalifah sudah sepantasnya manusia hidup dengan rukun baik ukhuwah islamiyah, ukhuwah
wathoniyah, dan ukhuwah basyariyahyang nantinya juga untuk mewujudkan kehidupan antar
umat beragama dengan rukun dan damai.

13
DAFTAR PUSTAKA

Drs. Miftah Faridl,1980. “Pokok-pokok Ajaran Islam”. Edisi Pertama. Bandung: Penerbit
Pustaka Bandung.
M. Quraish Shihab, 1996. “Wawasan Al-Quran”. Edisi Keenam. Jakarta: Penerbit Mizan.
Dr. Musa Subaiti,1996. “Akhlak Keluarga Muhammad SAW.” Jakarta: Penerbit Lentera.
Andiansyah, Lutfy. “Keadialan, Kepemimpinan, dan Kerukunan.” 06 September 2016.
http://lutfyra.blogspot.co.id/2014/12/keadilan-kepemimpinan-dan-kerukunan.htm

14

Anda mungkin juga menyukai