Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

Akhlak: Aspek Moral Ajaran Islam

“Makalah ini diajukan sebagai tugas kelompok pada Mata Kuliah Pendidikan
Agama Islam”

Dosen Pengampu: 1. Dr. Dudung Rahmat Hidayat, M.Pd.


2. Dr. Syarif Hidayat, M.A, M.Pd.

Disusun oleh:

Kelompok 12

Anugerah Tirta Kenanga 2003852


Muhammad Dito Marcelino 2004051
Reyhan Arya Nugraha 2003250
Rian Ardiansyah 2009885
Syifa Nurul Aulia 2009269

PROGRAM STUDI DIGITAL


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS DAERAH TASIKMALAYA

2020

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahi rabbil ’alamin, segala puji beserta syukur kami panjatkan
kehadirat Allah swt yang sampai saat ini masih memberikan segala nikmat-
Nya,berkah-Nya dan maunah-Nya sehingga kami mampu menyelesaikan makalah
yang berjudul “Akhlak : Aspek Moral Ajaran Islam”tepat pada waktunya.

Makalah ini dapat disusun dengan baik tak lepas dari bantuan serta
dukungan berbagai pihak,untuk itu pada kesempatan kali ini izinkan kami untuk
mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan
mendukung dalam menyelesaikan makalah ini, yaitu:

1. Dr. Dudung Rahmat Hidayat, M.Pd.


2. Dr. Syarif Hidayat, M.A, M.Pd.
3. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung dalam penyusunan
makalah ini

Kami menyadari dengan sepenuh hati bahwa dalam penyusunan makalah


ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna,untuk itu kami
berharap adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun agar kami bisa
memperbaiki kekurangannya dimasa yang akan datang.

Demikian yang dapat kami sampaikan.Akhir kata, kami sangat berharap


makalah ini dapat berguna dalam meningkatkan ibadah kepada Allah SWT.

ii
Tasikmalaya, 8 Desember 2020

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah..................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
ISI......................................................................................................................................3
A. Konsep Awal Dakwah dalam Islam.......................................................................3
1. Persoalan Baik-buruk dan Benar Salah..............................................................3
2. Islam Sebagai Norma Kehidupan.......................................................................7
B. Akhlak: Dimensi Moral Ajaran Islam....................................................................8
1. Makna Akhlak....................................................................................................9
2. Akhlak: Misi dan Tujuan utama Agama Islam...................................................9
3. Cakupan, Sumber dan Model Akhlak Islami......................................................9
C. Pendidikan Akhlak Mulia.....................................................................................11
1. Upaya Mencapai Martabat Manusia Sempurna (Insan Kamil).........................11
2. Riyadhoh (Latihan Batin) sebagai Proses Menuju Insan Kamil.......................12
D. Tassawuf: Ekspresi Batin Akhlak Manusia..........................................................14
1. Tujuan dan Sumber Tassawuf..............................................................................14

iii
2. Perkembangan Ilmu Tassawuf..............................................................................15
3. Beberapa Konsep dalam Ilmu Tassawuf..............................................................17
BAB III............................................................................................................................19
PENUTUPAN..................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................20

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akhlak merupakan dimensi ketiga dari ajaran islam setelah aqidah
dan syariah. Akidah atau tauhid merupakan asas yang paling dasar dalam
kehidupan beragama dalam menyangkut masalah-masalah yang harus
diimani dan diyakini. Supomo (dalam Ensiklopedi Hukum Islam Jilid
1,hlm.78) Menurut bahasa Akidah berarti yang diikat,yang dibuhul,yang
disimpulkan,yang dikukuhkan,yang dijanjikan. Dalam berakidah kita tidak
boleh setengah hati melainkan harus mantap dan sepenuh hati tanpa ada
keraguan sedikitpun dalam hatinya.
Nurhayati(dalam bukunya Mukhtasr-us shihab) Syariah adalah kata
syari’ah berasal dari kata syara’ berarti nahaja(menempuh),
awdhaha(menjelaskan) dan bayyan-al masalik (menunjukan jalan). Syariah
menyangkut ketentuan-ketentuan berbuat dalam menata hubungan dengan
Allah dan sesama makhluk-Nya.
Di zaman sekarang yang semuanya serba modern sangat
mempengaruhi kehidupan manusia yang terkena imbas dari kemajuan
zaman. Oleh karena itu,akhlak sangatlah penting untuk selalu kita perbaiki
agar tidak mudah terbawa arus karena Kepribadian seseorang mampu
dilihat melalui akhlak salah satunya.
Dalam islam orang tua diperintahkan dalam mendidik anak-
anaknya harus selalu sabar serta mengutamakan untuk mengajarkan akhlak
terlebih dahulu dari pada ilmu,karena sudah jelas kedudukan akhlak lebih
utama daripada ilmu sebagaimana hadits dari Usamah bin Syuraik
“hamba-hamba allah yang paling dicintai oleh allah adalah orang yang
paling baik akhlaknya diantara mereka”.

1
Hakekat beragama salah satunya adalah membangun dan
meningkatkan moralitas diri,Rasulullah SAW diutus oleh Allah SWT
untuk menyempurnakan akhlak manusia,karena akhlak sebagai salah satu
pondasi penting bagi setiap orang dalam menjalani kehidupan.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah penulisan makalah ini sebagai berikut :
1. Bagaimana Islam dan persoalan moral?
2. Apa yang dimaksud dengan akhlak dan cakupan-cakupannya?
3. Bagaimana pendidikan akhlak mulia?
4. Apa yang dimaksud dengan tasawuf dan cakupan-cakupannya?

C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini yaitu :
1. Untuk memahami tentang islam dan persoalan moral
2. Untuk mengetahui tentang akhlak dan cakupan-cakupannya
3. Untuk memahami tentang pendidikan akhlak mulia
4. Untuk mengetahui tentang tasawuf dan cakupan-cakupannya

2
BAB II

ISI

A. Konsep Awal Dakwah dalam Islam

1. Persoalan Baik-buruk dan Benar Salah


a. Perlunya Norma dan Standar Moral
Kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan yang
dikehendaki oleh setiap manusia dalam menjalani hidupnya sering
berbeda-beda. Oleh karena itu standar untuk mengukur dan menilai
baik buruknya sesuatu jadi tergantung pada diri masing-masing.
Ukuran baik burukpun menjadi tidak jelas dan beraneka ragam.
Orang cenderung menganggap baik buruk salah perbuatan yang
menguntungkan dirinya sendiri dan menganggap buruk atau suatu
perbuatan yang merugikan dirinya sendiri.
Sebagai contoh, kita sedang mencari kerja. Ada lowongan
pekerjaan yang terbatas yang dapat kita masuki secara kompetitif
melalui seleksi penerimaan. Kita datangi penentu penerimaan, Kita
berikan sejumlah uang sebagai sogokan agar kita diterima
Kemudian kita lolos dan diterima kerja karena memberi uang itu,
dan orang lain tersisihkan oleh kita. Benarkan perbuatan kita itu?
Nalar kita yang sehat mungkin akan menilai bahwa perbuatan yang
kita lakukan itu tidak baik, sebab merugikan orang lain Orang lain
tersisih karena kelicikan kita dengan memberi sogokan. Tapi demi
kepentingan sendiri, lantas kita anggap perbuatan itu dapat
dibenarkan saja, karena itulah jalan yang dapat memenuhi
keinginan kita. Nalar kita yang telah terpengaruh oleh dorongan
kepentingan kita sendiri melegitimasi (mensahkan) tindakan kita
dengan mengatakan, "Menyelamatkan diri sendiri semestinya
didahulukan sebelum memperhatikan kepentingan orang lain".
Kelicikan yang kita lakukan, kita anggap benar saja, karena sesuai

3
dengan keinginan kita. Lantas siapakah yang akan menjadi hakim
atas perbuatan ini?
Untuk itulah dalam meniti dan menata kehidupan itu, kita
memerlukan norma: kita memerlukan standar ukuran untuk
menentukan secara obyektif apakan perbuatan dan tindakan yang
kita pilih itu baik atau tidak, benar atau salah sehingga yang
terperhatikan bukan lagi kepentingan diri kita sendiri saja,
melainkan juga kepentingan orang lain, kepentingan bersama,
kepentingan umat manusia secara keseluruhan. Dan untuk itu,
setiap individu dituntut memiliki moral, yaitu ikatan spiritual pada
norma kebajikan dan kebaikan itu (Begovic, 1992).
b. Agama (Islam) sebagai Rujukan Baik-Buruk dan Benar-Salah
Moral
Dalam surat Al Baqarah ayat 216 ditegaskan bahwa
manusia tidak bisa menentukan baik-buruk dan benar-salah:

َ‫م اَل ت َۡعلَ ُم ۡون‬Oُۡ‫ا َّوه َُو َش ٌّر لَّـ ُكمۡ ؕ َوهّٰللا ُ يَ ۡعلَ ُم َواَ ۡنـت‬Ocًٔ‫َوع َٰۤسى اَ ۡن تُ ِحب ُّۡوا َش ۡيــٔـ‬

"Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik


bagimu: dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu Allah Mengetahui sedang
kamu tidak mengetahui yang baik dan yang buruk)." (Qs.
Al Baqarah 2: 216).
Artinya, hanya Allah-lah Yang Tahu apa-apa yang baik dan
yang buruk.
Mengapa manusia tidak bisa membedakan baik-buruk atau
benar-salah? Ayat-ayat Al-Quran berikut menyebutkan iblis dan
syetan sangat aktif membisikkan pandangan sesatnya kepada
manusia:

4
Pertama, iblis bersumpah akan menciptakan pandangan
yang baik kepada manusia, padahal buruk (karena tidak sejalan
dengan kehendak Allah):
َ‫م أَجْ َم ِعين‬Oُْ‫ض َوأَل ُ ْغ ِويَنَّه‬ ُ
ِ ْ‫ا َل َربِّ بِ َما أَ ْغ َو ْيتَنِي أَل َزيِّن ََّن لَهُ ْم فِي اأْل َر‬
‫ين‬
َ ‫ص‬ِ ‫ك ِم ْن هُمُ ْال ُم ْخ َل‬
َ ‫إِ اَّل عِ َب ا َد‬

Iblis berkata: "Ya Tuhan, oleh sebab Engkau telah


memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan
mereka (manusia) memandang baik (perbuatan yang tidak
sejalan dengan Kehendak-Mu) di muka bumi, dan pasti aku
akan menyesatkan mereka semua manusia akan mengikuti
jejak iblis), kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di
antara mereka." (QS. Al Hijr/15: 39-40)
Kemudian dalam surat Saba ayat 20, Allah
menginformasikan tentang keterbuktian sumpah iblis tersebut:
َ‫ق َعلَ ۡي ِهمۡ اِ ۡبلِ ۡيسُ ظَنَّهٗ فَاتَّبَع ُۡوهُ اِاَّل فَ ِر ۡيقًا ِّمنَ ۡال ُم ۡؤ ِمنِ ۡين‬ َ ‫َولَقَ ۡد‬
َ ‫ص َّد‬
"Dan sesungguhnya iblis telah dapat membuktikan
kebenaran sangkaannya terhadap mereka lalu mereka
(mamusia) mengikutinya, kecuali sebagian kecil orang
orang yang beriman." (Qs. Saba'/34: 20)
Kedua ayat ini menegaskan bahwa iblis selalu menciptakan
pandangan yang baik pada manusia, padahal menurut Allah buruk.
Maksudnya, iblis selalu menggoda manusia sehingga manusia
merasa baik, merasa saleh, merasa taat beragama, merasa
berakhlak mulia, dan perasaan-perasaan baik lainnya, padahal
menurut (standar) Allah adalah belumlah shaleh, belumlah
beragama dengan baik, dan masih berakhlak buruk. Hanya orang
yang sudah mencapai tingkatan ikhlas saja yang tidak tergoda oleh
iblis.

5
Kedua, syetan, baik dari bangsa jin dan bangsa manusia,
selalu membisik bisikkan pandangan sesatnya kepada setiap
manusia, yang dirasakan oleh manusia sebagai pandangan yang
baik (Qs. AI Nās/114 : 4-6). Sedangkan syetan itu merupakan
musuh yang nyata (bukan musuh yang samar-samar) bagi manusia.
ِ ‫ ُخطُ ٰو‬O‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ۡينَ ٰا َمنُوا ۡاد ُخلُ ۡوا فِى الس ِّۡل ِم َکٓافَّةً ۖ َواَل تَتَّبِع ُۡوا‬
ؕ‌‫ت ال َّش ۡي ٰط ِن‬
‫اِنَّهٗ لَـ ُکمۡ َع ُد ٌّو ُّمبِ ۡي ٌن‬
"Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam
Islam secara totalitas (tidak sepotong-sepotong), dan
janganlah kamu uruti langkah-langkah syetan.
Sesunggulnya syetan itu musuh yang nyata bagimu." (QS.
Al Baqarah/2: 208).
Perintah masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan
(totalitas) ditujukan kepada orang-orang yang telah menyatakan
dirinya beriman (telah beragama Islam). Artinya, orang yang sudah
menyatakan beragama Islam haruslah menerima Islam secara
seutuhnya, tidak sebagian-sebagian. Kemudian ditegaskan bahwa
syetan itu musuh yang nyata' bagi manusia, yakni selalu aktif
yınwaswisu fi shudûrin nás. (berbisik-bisik dalam dada manusia),
dengan menciptakan pandangan yang baik pada agama dan
keyakinan yang sesat sehingga diyakininya agama dan keyakinan
yang dipeluknya itu baik dan benar, padahal tidak sejalan dengan
Kehendak Tuhan. Artinya. syetan itu (baik dari bangsa jin ataupun
bangsa manusia) benar-benar sebagai musuh yang nyata
membelokkan orang-orang Islam dari kehendak Allah.
Ketiga, manusia selain memiliki musuh eksternal (iblis
beserta bala tentaranya syetan-jin dan syetan-manusia) juga
memiliki musuh internal, yakni nafsu yang selalu mendorong
untuk melakukan perbuatan buruk, tapi sebagaimana iblis
merasakannya sebagai sesuatu yang baik (Qs. Ali Imran/3: 14). Al-
Quran menegaskan bahwa nafsu selalu mendorong kepada

6
perbuatan yang buruk, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Tuhan (Qs. Yusuf/12: 53). Tentang nafsu akan dijelaskan secara
lebih rinci nanti. Keempat, karena memiliki kepercayaan yang
keliru, maka kebanyakan manusia sangat menyesal pada saat
kematiannya. Firman Allah swt.

ُ َ ‫َولَ ْو َت َر ٰى إ ْذ َفزعُوا َفاَل َف ْو‬


(51). ‫ب‬ ٍ ‫ت َوأخ ُِذوا مِنْ َم َك‬
ٍ ‫ان َق ِري‬ ِ ِ

ٍ ‫َو َقالُوا آ َم َّنا ِب ِه َوأَ َّن ٰى لَ ُه ُم ال َّت َناوُ شُ مِنْ َم َك‬


(52). ‫ان َبعِي ٍد‬
(53). ‫ان َبعِي ٍد‬ ِ ‫ون ِب ْال َغ ْي‬
ٍ ‫ب مِنْ َم َك‬ َ ُ‫َو َق ْد َك َفرُوا ِب ِه مِنْ َق ْب ُل َۖو َي ْق ِذف‬

"Dan falangkah ngerinya, jika kamu melihat ketika mereka


(orang-orang kafir) terperanjat ketakutan (pada hari
kiamat), maka mereka tidak dapat melepaskan diri dan
mereka ditangkap dari tempat yang dekat untuk disiksa di
dalam neraka) Dan (ketika) mereka berkata: "Kami
beriman kepadaNya!" Namun bagaimanakah mereka dapat
mencapai (keimanan kepada Tuhan) dari tempat yang jauh
itu?" Dan sesungguhnya mereka telah mengingkari
(Tuhan) sebelum itu (ketika di dunia): dan mereka (ketika
di dunia hanya) menduga-cuga tentang Yang Ghaib itu
dari tempat yang jauh." (Qs. Saba'/34 : 51-53)
Surat Saba ayat 51-53 ini memberikan peringatan betapa
persoalan agama (keimanan, peribadatan, dan akhlak mulia) tidak
boleh asal-asalan, tidak boleh berdasarkan informasi sepintas, tidak
boleh berdasarkan informasi dari produk budaya dan akal pikiran.
Akibatnya sangat fatal. Pada saat mati yang hanya satu kali terjadi,
mati dalam keadaan su'ul khotimah (mati sesat).

2. Islam Sebagai Norma Kehidupan


Islam menetapkan norma norma kehidupan itu sebagai ukuran
standard untuk menentukan apakah suatu perbuatan yang dilakukan

7
oleh manusia itu, baik secara individu atau bersama-sama, sudah benar
atau tidak. Demikian pula, secara individu atau bersama-sama manusia
dapat memastikan apakah tindakan yang diambilnya itu benar atau
salah.

Norma-norma kehidupan yang ditetapkan oleh Islam tersebut,


karena datang dari Allah, bersifat sakral, absolut, imperatif, akurat, dan
universal dan memiliki makna ukrawi.

1. Sakral: suatu ibadat yang berdampak pahala dan dosa.


2. Absolut: memiliki kemutlakan sebagai standard baik atau buruk,
benar atau salah secara baku, dan tak berubah baik karena
perbedaan budaya masyarakat atau perkembangan waktu.
3. Imperatif: mengikat setiap orang sebagai keharusan yang mesti
diterapkan tanpa pilihan dan tawar menawar.
4. Akurat: akan sangat pas dan tepat sebagai alat untuk
mengendalikan perilaku manusia sehingga selaras dengan
kepentingan untuk menata kehidupan yang damai dan harmonis.
5. Universal: keuntungan dari pelaksanaannya tidak hanya dirasakan
sekarang dan disini saja tapi juga nanti di sana, di akhirat di zaman
setelah kematian.

Norma-norma keislaman ditentukan dengan pola-pola akhlak.


Model-model perilaku yang baik disebut perilaku yang disebut al-
akhlak dengan al-karimah atau akhlak al-mahmudah dan model-model
perilaku yang tidak baik disebut dengan al-akhlak as-sayyiah atau al-
akhlak al-madzmumah.

Norma-norma Islam (akhlak) diwujudkan dalam bentuk


perintah dan larangan, dorongan dan cegahan, dan kecaman, serta
harapan dan penyesalan atas sesuatu perbuatan yang dilakukan.

8
B. Akhlak: Dimensi Moral Ajaran Islam
Akhlak dalam islam menyangkut masalah-masalah kehidupan yang
berkaitan dengan ketentuan-ketentuan dan ukuran-ukuran kehidupan baik
buruk atau benar salahnya suatu perbuatan. Akhlak bukan hanya sekedar
konsep danteori namun juga berupa amal yang nyata karena sangat
berkaitan dengan sifat dan sikap serta tindakan seseorang yang dapat
diukur moralitasnya.

1. Makna Akhlak
Akhlak berasal dari bahasa arab akhlaqu yang berarti
tabi’at,kelakuan,perangai,tingkah laku,karakter,budi pekerti dan adat
kebiasaan.Ibn Miskawaih (1994:3)menegaskan,akhlak adalah sifat
yang tertanam dalm diri seseorang yang dapat mengeluarkan suatu
perbuatan dengan senang dan mudah tanpa pemikiran,penelitian dan
paksaan.

2. Akhlak: Misi dan Tujuan utama Agama Islam


Akhlak merupakan tujuan inti dari setiap diutus rasul ditengah-
tengah umatnya,rasul dan nabi bertugas mengingatkan mereka tentang
akibat buruk yang akan menimpa mereka apabbila mereka tetap
melakukan tindakan yang tak terpuji.Allah SWT berfirman ,yang
artinya “ Sesungguhnya kami telah mensucikan mereka dengan
akhlak-akhlak yang tinggi,mengingatkan manusia pada negeri
akhirat”(Q.S Shad (38) :46), rasul pun, menyatakan sendiri misi
utamanya diutus ditengah umat manusia “ seseungguhnya aku diutus
untuk menyempurnakan akhlak-akhlak yang mulia”.

3. Cakupan, Sumber dan Model Akhlak Islami


a. Cakupan dan Lingkungan Ajaran Akhlak
Akhlak sebagai ajaran moral dalam islam sangat luas
cakupannya,baik itu hubungan yang terjalin dengan manusia
ataupun langsung dengan sang pencipta.

9
 Akhlak terhadap Allah SWT
Perbuatan yang harus dilakukan sebagai makhluk ciptaanya
terhadap sang pencipta.Contohnya
tawakal,bersyukur,berprasangka baik dll.

 Akhlak pada diri sendiri


Ditunjukan untuk membersihkan jiwa dan perasaan sehingga ia
memperoleh ketentraman dan ketenangan dalam menghadapi
bebagai masalah. Contohnya sabar,qanaah,rendah hati dll.
 Akhlak terhadap sesama manusia
Ditunjukan dalam penciptaan kondisi menciptakan lingkungan
yanga harmonis,penuh kedamaian sehingga kondusif dan
terjalin hubungan yang baik. Contohnya Akhlak pada
masyarakat laij seperti tenggang rasa,pemaaf , hormat dll.
 Akhlak terhadap lingkungan alam
Perbuatan yang dilakukan dalam memelihara lingkungan
sehingga alam akan terus memberi manfaat bagi kehidupan
manusia itu sendiri. Contohnya tidak mengambil dari alam
secara berlebihan,tidak merusaknya dll.
b. Sumber Akhlak Islami
Al-Qur’an yang merupakan firman Allah Swt yang
kebenarannya tak dapat dibantah dan diperdebatkan serta As-
sunnah yang tertuang daam hadits sebagai bentuk penjabaran dari
apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an keduanya merupakan sebuah
ketetapan yang harus diikuti dan ebuah petunjuk yang harus ditaati.
Adapun norma yang bersumber dari luar islam baik dari
kebiasaan masyarakat ataupun ketetapan undang-undang
pemerintah selama hal itu baik dan tidak bertentangan dengan
ajaran serta prinsip agama maka mesti diikuti dan ditaati.
c. Nabi Muhammad saw. Sebagai Model Pelaksanaan Akhlak

10
Ketinggian akhlak rasul ditunjukan dengan kepribadiannya
yang terikat pada nilai-nilai hidup yang telah ditetapkan oleh Allah
SWT.Beliau berfikir dan bertindak sepenuhnya dengan merujuk
pada apa yang diajarkan dalam Al-Qur’an.Oleh karena itu
Rasulullah SAW dijadikan oleh Allah sebagai model kepribadian
yang sempurna dalam menampilkan moral-moral ketuhanan dalam
kehidupan, Allah SWT berfirman yang artinya “Sesungguhnya
telah ada pada diri rasulullah suri tauladan(ikutan) yang sebaik-
baiknya bsgi kamu yang mengharapkan(ridho) Allah dsn
(kebahagiaan) hari akhirat.” (Q.S Al-Ahzab(33):21)

C. Pendidikan Akhlak Mulia

1. Upaya Mencapai Martabat Manusia Sempurna (Insan Kamil)


Pendidikan akhlak tidak bisa dipisah dari Pendidikan manusia
seutuhnya. Pendidikan akhlak justru diarahkan untuk mencapai
manusia seutuhnya atau dalam islam, untuk mencapai martabat insan
kamil (manusia sempurna). Insan Kamil adalah hamba allah yang
mengamalkan islam kaffah(secara totalitas) dan secara optimal yakni
memenuhi perintah allah “udkhulu fis-silmi kaffah” (Qs. Al
Baqarah/2 : 208)
Untuk mencapai martabat insan kamil maka manusia yang sudah
berwujud jiwa raga harus mengalami proses taroqi (menaik) menuju
tuhan dengan menundukkan nafsu dan syahwat sekurang-kurangnya
telah mencapai tangga nafsu mutmainnah. Menurut firmannya :

)28( ‫) ارْ ِجعِي إِلَى َربِّكِ َراضِ َي ًة َمرْ ضِ ي ًَّة‬27( ‫َيا أَ َّي ُت َها ال َّن ْفسُ ْالم ُْط َم ِئ َّن ُة‬

)30( ‫) َو ْاد ُخلِي َج َّنتِي‬29( ‫َف ْاد ُخلِي فِي عِ َبادِي‬

11
“Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu
dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah
ke dalam jama’ah hamba-hamba-Ku, masuklah ke dalam
syurga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 27-30)

Ulama Sufi, antara lain Imam Ghazali (1989), menjelaskan adanya


tujuh macam nafsu sebagai proses taroqi (menaik) manusia menuju tuhan
yakni :

a. Nafsu ammarah, yaitu nafsu yang selalu mendorong manusia kepada


keburukan atau kemaksiatan.
b. Nafsu lawwamah, yaitu nafsu yang sudah menjalankan perintah Allah
dan menjauhi larangannya, namun masih banyak terpeleset dalam
perbuatan maksiat, sehingga membuatnya selalu menyesali diri.
c. Nafsu mulhamah, yaitu nafsu yang sudah mengenali kotoran-kotoran
yang halus seperti riya, ujub, sombong, dengki, cinta dunia, dan lain-
lain dari pada penyakit-penyakit batin, tapi ia belum bisa melepaskan
diri dari kotoran-kotoran halus itu.
d.  Nafsu muthmainnah, yaitu nafsu yang sudah bersih dari kotoran-
kotoran halus dan telah berganti sifat-sifat tercelanya menjadi sifat-
sifat terpuji, sudah berakhlak dengan akhlak Allah yang jamaliyah
berupa kasih sayang, lemah lembut, kemuliaan, dan lain-lain.
e. radhiyah yaitu nafsu yang telah sampai maqam fana, tetapi ia masih
melihat diri telah fana sehinga dapat membawanya kepada riya.
f. nafsu mardhiyyah yaitu nafsu yang telah fana dari fana dan sudah
tenggelam dalam lautan tauhid.
g.  nafsu kamilah, yaitu nafsu yang sudah sempurna (kamil).

12
2. Riyadhoh (Latihan Batin) sebagai Proses Menuju Insan Kamil
Upaya untuk mencapai martabat insan kamil hanyalah melalui
riyadhoh(berlati teru menerus) menundukan nafsu dan syahwat. Ada 7
karakter ‘inti’ (sebagai dasar beragama) yang perlu dipersonalisasikan
melalui riyadhoh, yakni:
a.  Taubat. Orang yang berada tahap ini selalu menuduh kepada
dirinya sendiri bahwa dirinya orang yang paling banyak
berbuat dosa,paling banyak sendiri salah dan banyak
kekurangannya, paling apes, dan lain sebagainya. Rasa hati
disini adalah tawadhu, handap asor,wira’i, dan sekaligus
menjaga akhlaqul-karimah.
b. Zuhud. Orang yang berada tahap ini mempunyai kepedulian
yang tinggi memajukan lingkungannya (masyarakatnya dan
bangsanya) tanpa pamrih.
c. Qona’ah. Bukan hanya menerima pemberian dari Tuhan
dengan senang hati seberapa pun besarnya. Maksud qona’ah
disini adalah seseorang yang kuat tekad dalam membuktikan
niatnnya mendekatkan diri kepada Allah sehingga sampai
dengan selamat bertemu denganNya.
d. Tawakkal ‘alallah. Orang yang bertawakal akan menyerahkan
segala urusannya kepada Allah,sehingga pikirannya tidak
difungsikan lagi.
e. Uzlah. Yakni menyendiri di tengah-tengah kalangan.
Maksudnya kalangan masing-masing mereka berusaha keras
untuk maju ke profesional dalam menyiapkan diri sebagai
SDM yang bermanfaat bagi kemajuan lingkungannya.
f. Mulazimatu Dzikr (melanggengkan zikir). Maksudnya
mengeluarkan dari dalam hati ingatan kepada apa saja selain
diriNya Ilahi Yang Al-Ghaib.

13
g. Sabar. Yakni selalu dengan sadar dan rela memaksa jiwa-
raganya sendiri hingga mau melaksanakan perintah Allah dan
RasulNya.

Secara operasional, ke-7 karakter inti itu harus ditanamkan


secara bertahap dan berurutan sebagai berikut:

a)  Menanamkan taubat
b) Tetap dalam kondisi taubat lalu berusaha Zuhud
c)  Menanamkan karakter qona’ah
d) Menanamkan karakter tawakkal ‘alallah
e)  Menanamkan karakter Uzlah
f) Menanamkan karakter Mulazimatu dzikir
g) Menanamkan karakter Sabar

Dengan tertanamnya 7 karakter inti maka otomatis segala


karakter yang baik-baik akan tertanam pula. Bersamaan 4 karakter
inti yang buruk yaitu, takabur,sum’ah,ujub,riya.

D. Tassawuf: Ekspresi Batin Akhlak Manusia

1. Tujuan dan Sumber Tassawuf


a. Tujuan dari Tassawuf
Pada dasarnya hakikat tasawwuf adalah mendekatkan diri
kepada Allah SWT. Melalui penyucian diri dan perbuatan-
perbuatan (amaliyah) Islam. Oleh karena itu, beberapa tujuan
tasawwuf adalah Ma’rifatullah (mengenal Allah secara mutlak dan
lebih jelas).
Tasawwuf memliki tujuan yang baik yaitu kebersihan diri
dan taqorrub kepada Allah SWT. Namun, Tasawuf tidak boleh
melanggar apa-apa yang telah jelas diatur dalam Al-Qur’an dan
As-sunnah , baik dalam aqidah, pemahaman ataupun tata cara yang
dilakukan.
b. Sumber-Sumber Ajaran Tassawuf

14
Sumber ajaran tasawwuf sendiri dasarnya ada empat :
Pertama, Syariat atau ilmu fiqih. Seorang yang mendalami
tasawuf hendaknya mengkaji dan mempelajari ilmu fiqih dari
berbagai mazhab untuk mendalami sufism.

Kedua, Tarekat atau jalan, bisa juga diartikan guru rohani.


Dijelaskan disini bahwa untuk mendalami tasawuf, hendaknya
belajar melalui seorang syekh yang memiliki ilmu fikih dan tarekat
yang tinggi, pemikiran dan tutur kata sekaligus perilaku yang
menyiratkan akhlak yang suci.

Ketiga, Ma’rifat atau ilmu. Ilmu yang dimaksud bukan


sembarang pengetahuan, tapi ilmu tentang alam Ghaib. Seorang
sufi hendaknya memiliki pengetahuan yang luas tentang alam
selain alam manusia.

Keempat, Hakikat atau esensi. Sumber dari segala alam,


baik fisik ataupun ghaib. Dari mempelajari hakikat dan segala hal,
kebahagiaan dapat diraih.

Selain itu, ada juga yang mengatakan bahwa sumber


tasawuf dalam alqur’an dan hadist yang lebih akurat.

2. Perkembangan Ilmu Tassawuf


Pada zaman rasulullah saw. dan para sahabatnya, sebutan dan
istilah tasawwuf tidak dikenal,meskipun pelakasanaan konsep-konsep
tersebut dalam realitas kehidupan tampak pada sebagian mereka.
Demikian pula pada para tabi'in (yang hidup sezaman dengan para
sahabat). Gerakan ke arah tasawwuf,yakni mulai tumbuh sekitar akhir
abad ke satu Hijriah, bentuk gerakan zuhud, yakni mengasingkan diri
dari urusan duniawi untuk khusyu’ melakukan ibadat dan berdoa. Para
pengikut atau penempuh gerakan ini disebut zuhhaad.artinya orang-
orang zuhud. Termasuk dalam gerakan ini adalah Hasan al-Bashary
dan Rabi'ah al-Adawiyyah. Pada fase ini gerakan tasawwuf hanya

15
sebagai metode ibadat (bagaimana cara beribadat dengan benar dan
baik) saja. Tetapi mulai memunculkan juga konsep-konsep dan
metode-metode taqarub.
Istilah tasawwuf muncul kemudian pada awal abad 3 Hijriah.
Istilah ini dikenal dan dirumuskan oleh Ma'ruf al-Kurkhy dan
berkembang menjadi sebuah ilmu dengan ciri-ciri tersendiri yang
terpisah dari ilmu fikih. Konsep-konsep ketasawwufan ketika itu mulai
terumuskan secara sistematis, dicatat dan dibukukan. Pada periode ini,
gerakan tasawwuf mulai tumbuh sebagai metode menuju ma'rifat ".
Sekitar abad ke-4 H. muncullah, dalam gerakan tasawwuf,
thariqah-thariqah atau tarekat-tarekat yang merupakan lembaga-
lembaga atau madrasah-madrasah tempat para salik (santri tasawwuf)
berkumpul untuk mendapatkan ilmu ketasawwufan dan praktiknya dari
guru-guru sufi yang disebut syaikh. Tarekat-tarekat ini membimbing
dan mengajarkan praktek-praktek keagamaan yang dirumuskan oleh
guru sufi untuk mengantar manusia pada proses penyempurnaan diri.
Masih pada abad ke 4 H. muncul gerakan-gerakan dalam
tasawwuf yang dianggap menyimpang dari ajaran IsIam yang lurus.
Hal itu terjadi tatkala pengaruh asing, berupa ajaran falsafah dan
mistik, memengaruhi sebagian penganut sufi dan menjadikannya
sebagai sumber pengambilan konsep tasawuf. Termasuk dalam
gerakan ini adalah seperti al-Hailaj yang mengenalkan konsep
penyatuan diri dengan Tuhan.
Pada abad ke 5 H. datang Imam al Ghazali. Ia berusaha
mengembalikan tasawuf ke jalannya yang lurus dan selaras dengan
yang digariskan dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Ia hanya menerima
konsep-konsep ketasawufan yang tidak bertentangan dengan Al-Quran
dan As-Sunnah.
Setelah itu, muncullah sufi-sufi besar seperti Ahmad Ar-Rifa'i dan
Abdul Qodir al Jailani yang membangun thariqah (tarekat) Ar-Rifaa
'iyyah dan Al-Gadariyyah.selain itu, banyak lagi tarekat-tarekat lain

16
yang muncul dan diakui (mu’tabarah) karena ajarannya selaras dengan
tuntunan Al-Quran dan As-Sunnah.
Setelah ilmu filsafat masuk dan berkembang di negara-negara
Islam, muncullah aliran-aliran tasawwuf yang ajarannya merupakan
campuran antara ajaran Islam dan falsafah yang mengembangkan
aliran tasawwuf ini di antaranya adalah Syuhrawardi,Muhyiddin ibn
‘Araby yang mendirikan tarekat Al-Akhbariyyah, Abdul Haq Sab'in al-
Mursyi yang mendirikan tarekat As-Sab'iyyah, dsb. Tarekat-tarekat
aliran ini tidak mampu bertahan lama dan tidak berkembang.
Sejak abad ke 8 H., Ilmu tasawwuf tidak berkembang lagi dan
tarekat-tarekat baru pun tak muncul lagi. Para penempuh ilmu
tasawwuf hanya memanfaatkan ajaran-ajaran tarekat yang masih ada
yang merupakan peninggalan masa lampau.
Mereka hanya melakukan peringkasan peringkasan dan
penguraian- penguraian pada buku-buku tasawuf terdahulu para
pengikut tasawwuf pun,dalam Mengamalkan Praktik ketasawwufan,
Banyak cenderung dan terfokus pada upacara-upacara yang dicetuskan
dan bentuk-bentuk. peribadatan yang justru sering menjauhkan mereka
dari tujuan pokok ilmu tasawwuf. Bahkan, ada yang cenderung pada
pemujaan (kultus) pada guru-guru sufi (syaikh)nya itu. Dalam fase
ini,meskipun banyak pengikut dalam aliran tasawwuf, tidak pernah
muncul kepribadian sufi yang seperti ditunjukkan oleh para sufi pada
periodede-periode awal yang menunjukkan posisi spintual yang
mengagumkan ,tetapi fenomena ini tidak dijadikan dasar untuk
propaganda anti tasawuf dan mendiskreditkannya, karena hal demikian
masih bisa diluruskan kembul dengan menggunakan Al-Quran dan As-
Sunnah sebagai parameternya.

3. Beberapa Konsep dalam Ilmu Tassawuf


Di dalam ilmu tasawuf dikenal jenjang-jenjang yang harus
ditempuh oleh para salik (murid tasawuf) untuk mencapai ma'rifat.

17
Jenjang-jenjang ini ada yang disebut maqamat (tempat-tempat berada
atau posisi-posisi) dan ada yang disebut dengan ahwal (keadaan-
keadaan atau kondisi).
a. Maqamat didefinisikan sebagai “maqamul ‘abdi bayna yadai
rabbihi fima yuqamu fihi minal ‘ibadati wal mujahadati war
riyadloti” (Posisi hamba di sisi Tuhan-nya dalam hal
melaksanakan ibadah, mujahadah, dan riyadhah). Yang
termasuk ke dalam maqamat itu diantarnya adalah:
1. zuhud (penjauhan dini dari kesenangan duniawi)
2. wara (penjauhan diri dari hal-hal yang tidak jelas halal
haramnya).
3. faqar (tidak menuntut lebih dan apa yang diperlukan)
4. shabr (tahan uji dalam segala urusan)
5. ridha (rela atas segala keputusan Tuhan)
6. tawakkal (penyerahan hasil usaha kepada putusan Tuhan)
b. Ahwal didefinisikan sebagai keadaan hati yang diperoleh dan
dirasakan selama menjalani maqam-maqam (maqamat) dalam
tasawwuf. Ahwal ini tidak diperoleh melalui upaya, baik
ibadah, mujahadah, maupun riyadhoh, tetapi diperoleh sebagai
efek dari pelaksanaan konsep-konsep yang termasuk dalam
maqamat. Yang termasuk ke dalam ahwal ini di antaranya
adalah :
1. Muraqabah (rasa kedekatan)
2. Mahabbah (rasa kecintaan)
3. Khauf (rasa takut dan kawatir)
4. Raja (rasa penuh harapan)
5. Syauq (rasa kerinduan)
6. Ins (rasa kelembutan)
7. Thuma’niinah (rasa ketengraman dan ketenangan jiwa)

18
BAB III

PENUTUPAN

A. Kesimpulan
Pendidikan akhlak tidak bisa dipisahkan dari pendidikan
manusia,karena akhlak merupakan dimensi ketiga dari ajaran
islam.Sumber dari akhlak islami dimana akhlak menyangkut masalah-
masalah kehidupan yang berkaitan dengan ketentuan-ketentuan dan ukuran
baik-buruk atau benar salahnya suatu perbuatan.

B. Saran
Sebagai manusia mungkin kita tidak luput dari berbuat kesalahan
dan kekhilafan, maka dari itu kita sebagai manusia harus sadar bahwa
akhlak itu sangat penting dimanapun dan kapanpun.

Tentunya dari makalah ini mempunyai banyak kesalahan baik


kesalahan yang disengaja maupun tidak disengaja, karena kami masih
tahap pembelajaran. Oleh karena itu, kami meminta saran kepada para
pembaca agar makalah ini bisa berkembang menjadi lebih baik lagi.

19
DAFTAR PUSTAKA
1. Rizal, A.S. dkk. (2017). Akhlak: Aspek Moral Ajaran Islam. Dalam Abd.

Majid (Penyunting, Pendidikan Agama Islam (hlm. 197-213).


Bandung: Departemen Pendidikan Umum.

2. https://kalam.sindonews.com/ayat/216/2/al-baqarah-ayat-216
3. https://tafsirq.com/15-al-hijr/ayat-40
4. https://kalam.sindonews.com/ayat/20/34/saba-ayat-20
5. https://kalam.sindonews.com/ayat/208/2/al-baqarah-ayat-208
6. http://sultonimubin.blogspot.com/2013/04/saba-ayat-51-54-dan-
terjemah.html
7. http://jurnal.radenfatah.ac.id/index.php/raudhatulathfal/article/view/2673#:
~:text=Pada%20dasarnya%20akhlak%20bersumber%20pada,makna
%20yakni%20etika%20dan%20moral.arena
8. https://jambi.tribunnews.com/2018/05/24/7-macam-nafsu-dilihat-
dari-karakteristiknya-dan-trik-mengalahkannya?page=all
9. https://brainly.co.id/tugas/15732200#:~:text=Sumber%20ajaran
%20tasawuf%20sendiri%20dasarnya,bisa%20juga%20diartikan%20guru
%20rohani.

20
10. http://blog.unnes.ac.id/sitirofiah/2015/11/19/definisi-objek-pembahasan-
tujuan-dan-manfaat-mempelajari-tasawuf/#:~:text=Tasawuf%20memliki
%20tujuan%20yang%20baik,dan%20taqorrub%20kepada%20Allah
%20SWT.&text=Faedah%20Tasawuf%20ialah%20membersihkan
%20hati,Dan%20mendapat%20kebahagiaan%20abadi%20.
11. https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-akhlak/
12. https://www.gurupendidikan.co.id/pengertian-akhlak/
13. http://srimulya25.blogspot.com/2015/11/akhlak-membangun-pribadi-
yang-islami.html

21

Anda mungkin juga menyukai