Anda di halaman 1dari 20

Makalah

PENGORGANISASIAN DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


”Hakikat Manusia”

DISUSUN OLEH

Nama : Lili Jumiati


NIM : 163201021010
Dosen : Teti Suslisyanti Hasiu, SKM., M.Kes

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN IST


PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
BAU-BAU
2021

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbilalamin, segala Puji dan Syukur Saya


panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala Karunia dan Ridhonya
sehingga Makalah dengan Judul ₺Hakikat Manusia ₺ dapat di selesaikan
dalam rangka memenuhi salah satu tugas saya sebagai Mahasiswa di
STIKES IST BUTON pada Mata Kuliah PENGORGANISASIAN DAN
PENGEMBANGAN MASYARAKAT.

Makalah ini berisi uraian singkat tentang Hakekat Manusia


dan pandangan aliran psikoanalitik, pandangan aliran Humanistik,
pandangan Behavioristik serta pandangan pancasila beserta
penjelasannya. Dan harapan saya semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman


saya, saya yakin masih banyak kekurangan dari Makalah ini .oleh karna
itu saya sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari
pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata saya mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini khusunya kepada Ibu Teti Susliyanti Hasiu,
M.Kes selaku Dosen Mata Kuliah PENGORGANISASIAN DAN
PENGEMBANGAN MASYARAKAT, semoga Makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca khususnya dan semoga amal baik
semua pihak mendapat imbalan yang setimpal dari Allah SWT.

Bau - bau, Oktober 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL.......................................................................................................i

KATA PENGANTAR...................................................................................ii

DAFTAR ISI................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG................................................................................1


1.2 RUMUSAN MASALAH...........................................................................1
1.3 TUJUAN..................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Makna Hakikat manusia ...................................................................2

2.2 Pandangan Aliran Psikoanalitik..............................................................7


2.2.1 Kesadaran (consciousness) danKetidaksadaran (unconsciousn
ess).............................................................................................8
2.2.2 Struktur kepribadian...................................................................9
2.2.3 Kecemasan (anxiety)................................................................10
2.2.4 Mekanisme pertahanan diri (defense mechanism)..................11
2.2.5 Tahap perkembangan psikoseksual (psychosexual stage).....12
2.3 PANDANGAN ALIRAN HUMANISTIK.................................................13
2.3.1 Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa......16
2.4 PANDANGAN BEHAVIORISTIK..........................................................17
2.4.1 Konsep Manusia Pada Behavioristik........................................19
2.5 PANDANGAN PANCASILA..................................................................20
2.5.1 Hakikat Pancasila.....................................................................21
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..........................................................................................24

3.2 Saran....................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hakikat manusia adalah pembentukan kebudayaan dikarenakan


manusia dihadapkan pada persoalan yang meminta pemecahan dan
penyelesaian. Dalam rangka survive manusia mampu memenuhi apa
yang menjadi kebutuhannya sehingga manusia melakukan berbagai
cara. Dimana memiliki peran ataupun fungsi yang harus dijalankan oleh
setiap manusia.  Sesungguhnya  hakikat  manusia  adalah mahluk yang
bertanggung jawab atas tindakannya dan manusia diberi naluri.

Manusia sebagai mahluk Tuhan adalah mahluk pribadi dan


sekaligus mahluk sosial. Sifat kodrati manusia sebagai individu dan
sekaligus sebagai mahluk sosial yang merupakan kesatuan bulat perlu
dikembangkan secara seimbang, selaras dan serasi. Perlu disadari
bahwa manusia hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan manusia
lain dalam masyarakat. Manusia hanya mempunyai arti dan dapat hidup
secara layak di antara manusia lainya. Tanpa manusia lainnya atau
tanpa hidup bermasyarakat, seseorang tidak akan dapat
menyelenggarakan hidupnya dengan baik. Dalam mempertahankan hidup
dan usaha mengajar kehidupan yang lebih baik, mustahil hal itu
dikerjakan sendiri oleh seseorang tampa bantuan dan kerjasama dengan
orang lain dalam masyarakat.
Manusia sebagai makhluk individu manusia juga sebagai makhluk
sosial yang berarti manusia mempunyai kebutuhan dan kemampuan untuk
berkomunikasi dan berinteraksi dengan manusia lainnya. Dengan kata lain
manusia tidak bisa hidup seorang diri dan membutuhkan kehadiran orang
lain. Sebagai makhluk sosial manusia memiliki perilaku bekerja sama dan
bersaing untuk mengembangkan dirinya dan ini juga merupakan akan
menjadi salah satu keharmonisan dalam kehidupan sosialnya.

1
1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana makna Hakikat Manusia


2. Bagaimana makna hakikat Manusia dari segi pandangan aliran
Psikoanalitik
3. Bagaimana makna hakikat Manusia dari segi pandangan aliran
Humanistik
4. Bagaimana makna hakikat Manusia dari segi pandangan aliran
Behavioristic
5. Bagaimana makna hakikat Manusia dari segi pandangan Pancaila

1.3 Tujuan

1. Dapat mengetahui makna hakikat Manusia


2. Dapat mengetahui makna hakikat Manusia dari segi pandangan
aliran Psikoanalitik
3. Dapat mengetahui makna hakikat Manusia dari segi pandangan
aliran Humanistik
4. Dapat mengetahui makna hakikat Manusia dari segi pandangan
aliran Behavioristic
5. Dapat mengetahui makna hakikat Manusia dari segi pandangan
Pancaila

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Makna Hakikat manusia

Hakikat manusia adalah sebagai berikut :

1. Makhluk yang memiliki tenaga dalam yang dapat menggerakkan


hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.
2. Individu yang memiliki sifat rasional yang bertanggung jawab atas
tingkah laku intelektual dan sosial.
3. Seseorang yang mampu mengarahkan dirinya ke tujuan yang positif
mampu mengatur dan mengontrol dirinya dan mampu menentukan
nasibnya.
4. Makhluk yang dalam proses menjadi berkembang dan terus
berkembang tidak pernah selesai selama hidupnya.
5. Individu yang dalam hidupnya selalu melibatkan dirinya dalam
usaha untuk mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain dan
membuat dunia lebih baik untuk ditempati.
6. Individu yang mudah terpengaruh oleh lingkungan terutama dalam
bidang sosial.

2.2 Hakikat Manusia dari segi pandangan Aliran Psikoanalitik

Psikoanalitik ditemukan di Wina, Austria, oleh Sigmund


Freud. Psikoanalitik merupakan salah satu aliran di dalam disiplin ilmu
psikologi yang memilik beberapa definisi dan sebutan, Adakalanya
psikoanalisis didefinisikan sebagai metode penelitian, sebagai teknik
penyembuhan dan juga sebagai pengetahuan psikologi.

2.2.1 Psikoanalitik menurut definisi modern

Psikoanalitik menurut definisi modern yaitu


1. Psikoanalitik adalah pengetahuan psikologi yang menekankan pada
dinamika, faktor-faktor psikis yang menentukan perilaku manusia,
serta pentingnya pengalaman masa kanak-kanak dalam
membentuk kepribadian masa dewasa,
2. Psikoanalitik adalah teknik yang khusus menyelidiki aktivitas
ketidaksadaran (bawah sadar),

3
3. Psikoanalitik adalah metode interpretasi dan penyembuhan
gangguan mental.

Tokoh psikoanalitik (Hansen, Stefic, Wanner, 1977) menyatakan


bahwa manusia pada dasarnya digerakkan oleh dorongan-dorongan dari
dalam dirinya yang bersifat instingtif. Tingkah laku seseorang ditentukan
dan dikontrol oleh kekuatan psikologis yang sudah ada pada diri
seseorang, tidak ditentukan oleh nasibnya tetapi diarahkan untuk
memenuhi kebutuhan dan insting biologisnya.

2.2.2 Aspek Psikoanalitik

Menurut Freud tujuan pokok dilakukannya analisis terhadap


aspek-aspek kejiwaan manusia bukan untuk mendapatkan teknik
penyembuhan gangguan jiwa tetapi untuk memperoleh pengetahuan yang
mendalam mengenai kehidupan kejiwaan pada umumnya.

Secara garis besar psikoanalisis membahas kepribadian dari 3


aspek yaitu struktur, dinamika, dan perkembangan.

1. Struktur Kepribadian

Struktur kepribadian seseorang terdiri dari tiga komponen yakni:


ide, ego dan super ego. Masing-masing komponen tersebut merupakan
berbagai insting kebutuhan manusia yang mendasari perkembangan
individu. Dua insting yang paling penting adalah insting seksual dan
insting agresi yang menggerakkan manusia untuk hidup dengan prinsip
pemuasan diri. fungsi ide adalah mendorong manusia untuk memuaskan
kebutuhannya setiap saat sepanjang hayat tetapi fungsi  ide untuk
menggerakkan tersebut ternyata tidak dapat leluasa menjalankan
fungsinya karena menghadapi lingkungan yang tidak dapat diterobos
begitu saja. Banyak pertimbangan yang harus diperhatikan yang tidak
dapat dilanggar begitu saja.

Sedangkan fungsi ego adalah menjembatani tuntutan ide dengan


realitas dunia luar. Dia mengatur dan mengarahkan pemenuhan ide dalam
memuaskan instingnya selalu mempertimbangkan lingkungannya. Dengan
demikian ego lebih berfungsi kepribadian, sehingga perwujudan fungsi ide
itu menjadi tidak tanpa arah.

4
Dalam perkembangan lebih lanjut, tingkah laku seseorang tidak
hanya ditentukan oleh fungsi ide dan ego saja, melainkan juga fungsi yang
ketiga yakni super ego,

Super ego tumbuh berkat interaksi antaraindividu dan


lingkungannya yang terdiri dari aturan, nilai, moral, adat istiadat, tradisi,
dsb. Dalam hal ini fungsi super ego adalah mengawasi agar tingkah laku
seseorang sesuai dengan aturan, nilai, moral, adat istiadat, yang telah
meresap pada diri seseorang. Dengan demikian super ego memiliki fungsi
control dari dalam diri individu.

Demikianlah bahwa kepribadian seseorang berpusat pada


interaksi antara ide, ego dan super ego menduduki peranan perantara
antara ide dengan lingkungan dan antara ego dengan super ego.
Sedangkan peranan ego dalam menjembatani ide dengan super ego
dapat dilihat dalam kaitannya dengan kecenderungan seseorang untuk
berada pada dua ekstrem.

2. Perkembangan Kepribadian

Perkembangan kepribadian individu menurut freud, di pengaruhi


oleh kematangan dan cara-cara individu mengatasi ketegangan.
Kematangan adalah pengaru asli dari dalam diri manusia. Menurut Freud
kepribadian individu telah terbentuk pada akhir tahun kelima, dan
perkembangan selanjutnya sebagian besar hanya merupakan
penghalusan struktur dasar itu. Selanjutnya freud menyatakan bahwa
perkembangan kepribadian berlangsung melalui 5 fase, yang
berhubungan dengan kepekaan pada daerah-daerah erogen atau bagian
tubuh tertentu yang sensitif terhdap rangsangan. 5 fase itu adalah :

a. Tahap oral ( sejak lahir hingga 1 tahun )

Sumber kenikmatan pokok yang berasal dari mulut adalah makan.


Dua macam aktivitas oral  ini, yaitu menelan makanan dan mengigit,
merupakan prototipe bagi banyak ciri karakter yang berkembang di
kemudian hari. Karena tahap oral ini berlangsung pada saat bayi sama
sekali tergantung pada ibunya untuk memdapatkan makanan, pada saat
dibuai, dirawat dan dilindungi dari perasaan yang tidak menyenangkan,
maka timbul perasaan-perasaan tergantung pada masa ini.

5
Frued berpendapat bahwa simtom ketergantungan yang paling
ekstrem adalah keinginan kembali ke dalam rahim.

b. Tahap anal (  usia 1-3 tahun )

Setelah makanan dicernakan, maka sisa makanan menumpuk di


ujung bawah dari usus dan secara reflex akan dilepaskan keluar apabila
tekanan pada otot lingkar dubur mencapai taraf tertentu. Pada umur dua
tahun anak mendapatkan pengalaman pertama yang menentukan tentang
pengaturan atas suatu impuls instingtual oleh pihak luar. Pembiasaan
akan kebersihan ini dapat mempunyai pengaruh yang sangat luas
terhadap pembentukan sifat-sifat dan nilai-nilai khusus.  Sifat-sifat
kepribadian lain yang tak terbilang jumlahnya konon sumber akarnya
terbentuk dalam tahap anal.

c. Tahap phalik ( usia 3-5 tahun)

Selama tahap perkembangan kepribadian ini yang menjadi pusat


dinamika adalah perasaan-perasaan seksual dan agresif berkaitan
dengan mulai berfungsinya organ-organ genetikal. Kenikmatan masturbasi
serta kehidupan fantasi anak yang menyertai aktivitas auto-erotik
membuka jalan bagi timbulnya kompleks Oedipus.  Freud memandang
keberhasilan mengidentifikasikan kompleks Oedipus sebagai salah satu
temuan besarnya.

Freud mengasumsikan bahwa setiap orang secara inheren adalah


biseksual, setiap jenis tertarik pada anggota sejenis maupun pada
anggota lawan jenis. Asumsi tentang biseksualitas ini disokong oleh
penelitian terhadap kelenjar-kelenjar endokrin yang secara agak konklusif
menunjukkan bahwa baik hormon seks perempuan terdapat pada masing-
masing jenis. Timbul dan berkembangnya kompleks Oedipus dan
kompleks kastrasi merupakan peristiwa-peristiwa pokok selama masa
phalik dan meninggalkan serangkaian bekas dalam kepribadian.

Masa ini adalah periode tertahannya dorongan-dorongan seks


agresif. Selama masa ini.

6
d. Tahap laten ( usia 5 – awal pubertas)

Anak mengembangkan kemampuannya bersublimasi ( seperti


mengerjakan tugas-tugas sekolah, bermain olah raga, dan kegiatan
lainya). Tahapan latensi ini antara usia 6-12 tahun (masa sekolah dasar).

e. Tahap genital/kelamin ( masa remaja

Kateksis-kateksis dari masa-masa pragenital bersifat narsisistik.


Hal ini berarti bahwa individu mendapatkan kepuasan dari stimulasi dan
manipulasi tubuhnya sendiri sedangkan orang-orang lain dikateksis hanya
karena membantu memberikan bentuk-bentuk tambahan kenikmatan
tubuh bagi anak. Selama masa adolesen, sebagian dari cinta diri atau
narsisisme ini disalurkan ke pilihan-pilihan objek yang sebenarnya.

2.3 Hakikat Manusia dari segi pandangan Aliran Humanistik

2.3.1 Pandangan Humanistik Menurut Rogers

Pandangan humanistik tentang manusia menolak pandangan


Freud bahwa manusia pada dasarnya tidak rasional, tidak
tersosialisasikan, dan tidak memiliki kontrol terhadap "nasib" dirinya
sendiri. Sebaliknya Rogers yang menokohi pandangan humanistik,
berpendapat bahwa manusia itu memiliki dorongan untuk mengarahkan
dirinya ke tujuan yang positif, manusia itu rasional, tersosialisasikan dan
untuk berbagai hal dapat menentukan "nasibnya" sendiri. Ini berarti
bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengarahkan, mengatur
dan mengontrol diri sendiri. Jika individu itu akan mengarahkan dirinya
untuk menjadi pribadi yang lebih maju dan positif; dengan demikian
individu itu akan terbebas dari kecemasan (anxiety) dan menjadi
anggota masyarakat yang dapat bertingkah laku secara memuaskan.

Selanjutnya Rogers (1961) mengemukakan gambaran pribadi


manusia sebagai aliran atau arus yang terus mengalir tanpa henti,
sebagai sesuatu yang tidak pernah selesai. Ini berarti bahwa pribadi
individu merupakan proses yang terus berjalan, suatu kesatuan yang
tidak statis dan tidak kaku; individu merupakan suatu arus perubahan

7
yang mengalir terus, dan bukan suatu benda yang sudah tidak dapat
berubah lagi, individu merupakan suatu kesatuan potensi yang terus
menerus berubah, dan bukan suatu kumpulan dari sejumlah bagian yang
tetap adanya. Manusia pada hakekatnya dalam proses -on becoming -
tidak pernah selesai, tidak pernah sempurna.

2.3.2 Pandangan Humanistik Menurut Adler

Pandangan Adler (1954) tentang manusia tergolong ke dalam


pandangan Humanistik yaitu manusia tidak semata-mata digerakkan oleh
dorongan untuk memuaskan dirinya sendiri, namun sebaliknya, manusia
digerakkan dalam hidupnya sebagian oleh rasa tanggung jawab sosial
dan sebagian lagi oleh kebutuhan untuk mencapai sesuatu.
Lebih jauh Adler mengatakan bahwa individu melibatkan dirinya
dalam usaha untuk mewujudkan diri sendiri,dalam membantu
orang lain dan dalam membuat dunia ini menjadi lebih baik untuk
di tempati.

2.4 Hakikat Manusia dari segi pandangan Aliran Behavioristik

Kaum Behavioristik (Hansen, dkk., 1977) pada dasarnya


menganggap bahwa manusia sepenuhnya adalah mahluk reaktif yang
tingkah lakunya di kontrol oleh faktor-faktor yang datang dari luar.
Lingkungan adalah penentu tunggal dari tingkah laku manusia.
Dengan demikian kepribadian individu dapat dikembalikan
semata- mata kepada hubungan antara individu dan lingkungannya,
hubungan itu diatur oleh hukum-hukum belajar, seperti teori pembiasaan
(conditioning) dan peniruan.

Manusia tidak datang ke dunia ini dengan membawa ciri-ciri


yang pada dasarnya baik atau jelek, tetapi netral. Hal-hal yang
mempengaruhi perkembangan kepribadian individu semata-mata
tergantung pada lingkungannya. Tingkah laku adalah hasil
perkembangan individu dan sumber dari hasil ini tidak lain adalah
lingkungan. Pandangan Behavioristik sering dikritik sebagai pandangan
yang merendahkan derajat manusia (dehumanisasi) karena pandangan

8
ini mengingkari adanya ciri-ciri yang amat penting yang ada pada
manusia dan tidak ada pada mesin atau binatang, seperti kemampuan
memilih, menetapkan tujuan, mencipta. Dalam menanggapi kritik ini,
Skinner (1976) mengatakan bahwa kemampuan-kemampuan itu
sebenarnya terwujud sebagai tingkahlaku juga yang berkembangya tidak
berbeda. Dari tingkahlaku tingkahlaku lainnya.

Justru tingkahlaku inilah yang dapat di dekati dan di analisis


secara ilmiah dan pendekatan Behavioristik adalah pendekatan ilmiah.

Semua ciri yang dimiliki oleh manusia harus dapat didekati dan
dianalisis secara ilmiah. Dibandingkan dengan binatang berangkai
manusia adalah binatang yang unuk, yaitu binatang yang bernormal,
tetapi tidak dapat dikatan bahwa manusia itu memiliki moralitas. Yang
disebut sebagai moral itupun mewujud dalam tingkah laku sebagai hasil
belajar berkat pengaruh lingkungan. Pendekatan behavioristik tidaklah
mendehumanisasikan manusia, melainkan justru men-
dehomunkulisasikan manusia, yaitu mengatasi kekerdilan manusia.
Hanya dalam hubungannya dengan lingkungan yang didekati secara
ilmiahlah kekerdilan manusia dapat diatasi dan harkat ke manusiaan
dipertinggi.

9
Setelah mengikuti beberapa pandangan tentang manusia
tersebut di atas dapatlah tarik beberapa pengertian pokok berikut :

1. Manusia pada dasarnya memiliki "tenaga dalam" yang menggerakan


hidupnya untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya.

2. Dalam diri manusia (individu) ada fungsi yang bersifat rasional yang
bertanggung jawab atas tingkah laku intelektual dan sosial individgu.

3. Manusia mampu mengerahkan dirinya ke tujuan yang positif, mampu


mengatur dan mengontrol dirinya, dan mampu menentukan
"nasibnya" sendiri.

4. Manusia pada hakekatnya dalam proses "menjadi", berkembang


terus, tidak pernah selesai.

5. Dalam hidupnya individu melibatkan dirinya dalam usaha untuk


mewujudkan dirinya sendiri, membantu orang lain, dan membuat
dunia lebih baik untuk ditempati.

6. Manusia merupakan suatu keberadaan berpotensi yang


perwujudannya merupakan ketakterdugaan. Namun potensi ini
terbatas.

7. Manusia adalah mahluk Tuhan yang sekaligus mengandung


kemungkinan baik dan jelek.
8. Lingkungan adalah penentu tingkah laku manusia dan
tingkah laku ini merupakan kemampuan yang dipelajari.

10
l

11
17

2.5 Hakikat Manusia dari segi pandangan Pancasila

Pandangan yang menyeluruh tentang manusia seyogyanya tidak


hanya menekankan salah satu beberapa aspek saja dari ciri-ciri hakiki
tersebut diatas. Di Indonesia dikenal pengertian manusia seutuhnya.
Menurut Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila setiap
manusia mempunyai keinginan untuk mempertahankan hidup dan
menjaga kehidupan yang lebih baik. Ini merupakan naluri yang paling
kuat dalam diri manusia.

Pancasila sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia memberikan


pedoman bahwa kebahagiaan hidup manusia akan tercapai apabila
kehidupan manusia akan tercapai apabila kehidupan manusia itu
didasarkan dan keseimbangan, baik dalam hidup manusia sebagai
pribadi, dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan
manusia dengan alam, dalam hubungan bangsa dengan bangsa,
dan dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam
mengajar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rokhaniah.

Pancasila menempatkan manusia dalam keseluruhan harkat dan


martabat sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusialah yang
menjadi titik tolak dari usaha kita untuk memahami manusia itu sendiri,
manusia dan masyarakatnya, dan manusia dengan segenap lingkungan
hidupnya. Adapun manusia yang kita pahami bukanlah manusia juga
manusia yang dilekati dengan kelemahan-kelemahan, manusia yang di
sampaikan kemampuan-kemampuan juga mempunyai keterbatasan-
ketebatasan manusia yang disamping mempunya sifat- sifat yang baik
mempunyai sifat-sifat yang kurang baik. Manusia yang hendak kita
pahami bukanlah manusia yang kita tempatkan di luar batas
kemampuan dan kelayakan manusia tadi.

12
Hakikat manusia menurut Pancasila adalah makhluk
monopluralis. Kodrat manusia yang monopluralis tersebut mempunyai ciri-
ciri, antara lain:
(a) Susunan kodrat manusia terdiri atas jiwa dan raga;
(b) Sifat kodrat manusia sebagai individu sekaligus sosial;
(c) Kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dan makhluk
Tuhan.

Pancasila adalah salah satu bentuk pemikiran tentang manusia


yang paripurna. Manusia menempati posisi yang sentral dalam hampir
semua aspek. Konsep manusia dalam Pancasila adalah konsep manusia
yang menjadi subjek dalam memandang realitas di luar dirinya. Manusia
memandang Tuhannya, sesamanya dan sekaligus bagaimana manusia
merealisasikan hidupny adalam seluruh kompleksitas kehidupannya
termasuk juga dalam ia menempatkan
masyarakat (negara) sebagai bagian yang tak terpisahkan dari dalam
dirinya. Notonagoro juga menyebut bahwa Pancasila adalah bentuk
pemikiran mengenai manusia, sebab manusia pendukung utama dan
satu-satunya dari Pancasila.

Sila dari pada Pancasila mempunyai hanya satu pendukung,


siapa yang berke-Tuhanan Yang Maha Esa, tiada lain daripada manusia,
siapa yang berperikemanusiaan adil dan beradab, tiada lain daripada
manusia, siapa yang berpersatuan Indonesia, tiada lain daripada manusia,
siapa yang berkerakyatan, lagi tiada lain darpada manusia, dan siap yang
berkeadilan sosial, pun tiada lain adalah manusia.
Manusia dengan demikian menjadi subjek utama dalam Pancasila karena
pada akhirnya Pancasila juga berisi penjelasan tentang manusia itu
sendiri.

Pancasila menjadi dasar filsafta atau kerokhanian negara dan


bangsa Indonesia, bangsa itu terdiri atas apa, atas manusia-manusia, dan
negara itu terdiri atas apa, atas manusia-manusia. Siapa yang berfilsafat,
siapa yang berokhanian, ialah manusia. Kita telah habis pertanyaan kita
mengenai Pancasila, seberapa jauh mengenai soal pendukungnya, dan
jawaban semuanya sama, yaitu manusia. Maka dari itu manusialah yang
menjadi dasar kesatuan daripada Pancasila, dengan lain perkataan di
dalam Pancasila tersimpul hal-hal mutlak daripada manusia (Notonagoro,

13
2.5.1 Konsep Manusia Pancasila

Notonagoro menjelaskan konsep manusia Pancasila dalam


sudutpandang yang demikian substansial menurut dasar-dasar
strukturnya, yang meliputi
struktur susunan kodrat, sifat kodrat, dan kedudukan kodratnya.
Sementara Driyarkara lebih menempatkan pandangan yang lebih
bercorak eksistensial tentang diri manusia Pancasila yang didasari oleh
cinta kasih. Maka konsep
manusia dalam sudut pandang Pancasila sebagai filsafat jalan tengah
adalah konsep manusia seimbang. Konsep manusia Pancasila tidak saja
harus dikerangkakan dalam stuktur-struktur substantif ataupun dalam
kerangka eksistensial semata, namun harus dipahami dalam
kontekstualitasnyapula. Termasuk bagaimana kontekstualitas struktur-
struktur tersebut mendapatkan
pemaknaan yang lebih dalam dan secara fungsional menemukan
perannya bagi
bangsa Indonesia.
Senada dengan apa yang dinyatakan oleh Notonagoro dan Driyarkara,
bahwa manusia adalah subjek utama dari Pancasila. Oleh karenanya
rumusan sila-sila pada Pancasila juga merujuk pada konsep dasar tentang
manusia.

Dari pemikiran Notonagoro yang bercorak pada pemikiran


monopluralis dan Driyarkara yang eksistensialis, maka berdasarkan kajian
di awal bahwa pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan alamiah
yang tidak dapat didikotomikan unsur-unsur dalam dirinya maka konsep
manusia dalam Pancasila dapat juga disebut sebagai konsep manusia
utuh.

2.5.1.1 Konsep Manusia Utuh

Konsep manusia utuh adalah konsep manusia yang


mempertimbangkan pinsip-prinsip keseimbangan atau jalan
tengah di dalam dirinya.
Sebagian besar dalam diri manusia mencerminkan konsep keseimbangan
atau jalan tengah. Tidak pernah ada kebenaran yang terdapat dalam
masing-masing kutub yang secara diametral harus berhadapan.

14
Jika Pancasila mendasarkan diri pada hakikat kemanusiaannya
maka artinya bahwa apa-apa yang mutlak daripada manusia itu ialah
terdirinya manusia atas tubuh dan jiwa, serta sifat kodrat merupakan diri
pribadi yang harus hidup bersama , manusia memiliki sifat kodrat sebagai
perseorangan dan sebagai warga hidup bersama atau makhluk sosial,
maka Pancasila juga mencerminkan sisi-sisi tersebut.
Pembeda konsep manusia Pancasila menurut Notonagoro dengan
konsep manusia seimbang antara lain adalah bahwa Notonagoro lebih
mendasarkan diri pada konsep kesatuan.
kodrat manusia demikian tadi yang merupakan kesatuan,

2.5.1.2 Konsep Manusia Seimbang

Sedangkan konsep manusia seimbang adalah konsep manusia


yang mempertimbangkan keseimbangan sebagai norma dasarnya
ontologisnya. Bahwa keseimbangan adalah struktur dasar yang ada
dalam diri manusia yang utama.
Manusia adalah makluk sosial sekaligus juga makhluk individual
yang dalam perwujudan sifatnya menunjukkan tata hubungan yang tidak
saling meniadakan namun saling memperkembangkan. Hal ini sejalan
dengan norma keseimbangan antara sisi individualitas dan sosialitas yang
saling mengandung dan mewujud.
Tekananannya kemudian tidak lagi pada kesatuan tetapi pada prinsip
keseimbangan atau jalan tengah. Manusia berkembang melalui konsep
relasional. Yaitu relasi internal dalam dirinya sendiri dan relasi dirinya
dengan yang-lain

15
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

DAFTAR ISI
Hadi, Hardono, 1996, Jatidiri Manusia Berdasar Filsafat
Organisme Whitehead,
Kanisius, Yogyakarta
-----------, 1996, Hakikat dan Muatan Filsafat Pancasila,
Kanisius, Yogyakarta.
Notonagoro, 1975,Pancasila Secara Ilmiah Populer, \
Pantjuran Tujuh, Yogyakarta

16
17

Anda mungkin juga menyukai