Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

MEKANISME PERILAKU MANUSIA

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan

Desen Pengampu : Anas Rohman, M.Pd.

Disusun Oleh Kelompok 2 :

1. Arif Fahruddin (22106011156)


2. Siti Alfiyaturrokhmania (22106011166)
3. Yoga Adipradana (22106011152)
4. Fika Rahmawati (22106011100)

PROGRAM STUDY PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS WAHID HASYIM SEMARANG

2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji Syukur senantiasa kami haturkan kepada ALLAH SWT. Yang telah
bmemberikan Rahmat dan hidayahnya sehingga kami dapat Menyusun Makalah ini tepat
waktu. Salawat serta salam senantiasa kami haturkan ke junjungan kita Nabi agung
Muhammad SAW. Yang telah membawa manusia dari zaman jahiliyah menuju xaman
Islamiyah.

Terimakasih kami sampaikan kepada Bapak Anas Rohman Selaku Dosen


Pembimbing kami pada mata kuliah Psikologi Pendidikan dan telah memberikan tugas
membuat makalah ini sehingga kami dapat menambah wawasan atas materi pada makalah
ini. Tak lupa kepada semua pihak yang turut membantu memperlancar pembuatan makalah
ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Maka, kami mohon
maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan yang pembaca temukan pada makalah ini.
Kritik dan saran yang membangun selalu kami harapkan agar kami dapat membuat makalah
yang lebih baik lagi kedepannya.

Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi Penyusun khusunya dan bagi
para pembaca pada umumnya.

Semarang, 20 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................ii


DAFTAR ISI .........................................................................................................................iii
BAB I ..................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................................... 1
BAB II.................................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN .................................................................................................................... 2
2.1. Pandangan Psikionalistik ............................................................................................ 2
2.2. Pandangan Humanistik ............................................................................................... 3
2.3. Pandangan Behaviorisme ............................................................................................ 6
2.3.1. Stimulus dan Respons .......................................................................................... 7
2.3.2. Pengondisian ........................................................................................................ 7
2.3.3. Reinforcement dan Punishment ........................................................................... 8
2.3.4. Generalisasi dan Diskriminasi ............................................................................. 9
2.3.5. Eksternalisme ..................................................................................................... 11
2.3.6. Pentingnya Pengamatan Empiris ....................................................................... 11
2.4. Pandangan Konvergensi............................................................................................ 11
2.4.1. Interdisiplinaritas ............................................................................................... 12
2.4.2. Pengakuan akan Kompleksitas .......................................................................... 12
2.4.3. Penekanan pada Dasar Biologis ......................................................................... 12
2.4.4. Pentingnya Lingkungan dan Budaya: ................................................................ 12
2.4.5. Penggunaan Teknologi dan Metode Penelitian Canggih ................................... 12
2.4.6. Pentingnya Penelitian Empiris ........................................................................... 12
2.4.7. Implikasi untuk Pengembangan dan Intervensi ................................................. 12
BAB III ................................................................................................................................ 15
PENUTUP............................................................................................................................ 15
3.1. Kesimpulan ............................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 16

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perilaku manusia secara umum dipengaruhi oleh kedua jenis pikiran


manusia, yaitu Pikiran Sadar (Conscious Mind) dan Pikiran Bawah Sadar (Sub
Concious Mind). Berdasarkan informasi, perilaku manusia sebagian besar
dipengaruhi oleh pikiran bawah sadarnya (sekitar 88%). Dan ternyata pikiran sadar
manusia "hanya" mempengaruhi sebagian kecil perilaku manusia (sekitar 12%).

Perilaku manusia tidak terjadi secara sporadic (timbul dan hilang disaat-saat
tertentu), tetapi selalu ada kelangsungan antara satu perbuatan dengan perbuatan
lainnya. Misalnya seorang anak masuk sekolah hari ini, akan bersekolah lagi besok
dan bersekolah terus bertahun-tahun untuk akhirnya mempunyai kepandaian
tertentu, mendapat pekerjaan, mempunyai penghasilan, berkeluarga, berketurunan,
dan seterusnya. Pendek kata, prilaku manusia tidak pernah berhenti pada suatu
masa. Dengan demikian, adalah keliru kalau seseorang memandang masa kanak-
kanak atau remaja hanyalah masa yang tak berarti apabila terlewati.Dalam
mempelajari perilaku manusia ,memiliki beberapa pandangan seperti pandangan
psikoanalistik,panadangan humanistic , pandangan behavioristk,pandangan
konvergensi.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pandangan Psikoanalistik tentang hakekat perilaku manusia?


2. Bagaimana pandangan Humanistic tentang hakekat perilaku manusia?
3. Bagaimana pandangan Behavioristik tentang hakekat perilaku manusia?
4. Bagaimana pandangan Konvergensi tentang hakekat perilaku manusia?

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pandangan Psikionalistik

psikoanalisis adalah teori yang mendefinisikan kebenaran dan perkembangan


kepribadian..yang meliputi motivasi, emosi dan aspek-aspek internal lainnya,
Perkembangan kepribadian dapat dibentuk ketika terjadi konflik-konflik yang
terjadi diusia dini,.Teori ini dikenialkan oleh Sigmund Freud didasarkan oleh
pengalaman-pengalaman dengan pasiennya ,analisis mimpinya dan literatur yang
dibaca.

Dalam teori psikionalisis Fred mengemukakan kesadaran itu adalah sebagian kecil
dari ketidaksadran ibarat seperti gunung es yang terapung di mana bagian yang
muncul ke permukaan air (alam sadar) jauh lebih kecil daripada bagian yang
tenggelam (alam tak sadar). Lebih lanjut, Freud memandang manusia sebagai
makhluk yang deterministik, yaitu sebuah gagasan yang menyebut bahwa kegiatan
manusia pada dasarnya ditentukan kekuatan irasional, kekuatan alam bawah sadar,
dorongan biologis, dan insting pada saat berusia enam tahun pertama
kehidupannya.

Pendidilkan memiliki pengertian sangat luas dalam Teori psikionalisis. Pendidikan


merupakan salah satu syarat untuk lebih memajukan pemerintah ini, maka usahakan
pendidikan mulai dari tingkat SD sampai pendidikan di tingkat universitas. Pada
intinya pendidikan itu bertujuan untuk membentuk karakter seseorang yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun, pendidikan yang
dimaksud bukan hanya menekankan pada intelektual saja, dengan bukti bahwa
adanya UN sebagai tolok ukur keberhasilan pendidikan tanpa melihat proses
pembentukan karakter dan budi pekerti anak. Pendidikan di indonesia hanya dilihat
pada sisi IQ saja padahal sisi EQ dan SQ adalah yang terpenting. Kecerdasan
intelektual (IQ) hanya memberi kontribusi 20 persen terhadap kesuksesan hidup
seseorang. Sisanya, 80 persen

2
bergantung pada kecerdasan emosi, kecerdasan sosial, dan kecerdasan spiritualnya.
Kecerdasan emosional mampu melatih kemampuan untuk mengelola perasaannya,
kemampuan untuk memotivasi dirinya, kesanggupan untuk tegar dalam
menghadapi frustasi, kesanggupan mengendalikan dorongan, dan menunda
kepuasan sesaat, mengatur suasana hati yang reaktif, serta mampu berempati dan
bekerja sama dengan orang lain.

Psikoanalisis memiliki banyak hal untuk ditawarkan kepada pendidikan. Hubungan


di antara mereka seperti sebuah perkawinan di mana kedua pasangan sadar akan
kebutuhan bersama mereka, tapi tidak terlalu mengerti satu sama lain dan karena
juga tidak mengerti akan namanya menyatu (Bettelheim, 1969:73). Jadi tujuan-
tujuan pendidikan yang dinyatakan berdasarkan analisis psikoanalisis adalah
memberi tuntunan bagi pendidik dan anak didik tentang apa yang hendak dicapai,
kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan, dan tentang kemajuan yang dicapai oleh
anak didik.1

2.2. Pandangan Humanistik

Munculnya teori belajar humanistik tidak dapat dilepaskan dari gerakan pendidikan
humanistik yang memfokuskan diri pada hasil afektif, belajar tentang bagaimana
belajar dan belajar untuk meningkatkan kreativitas dan potensi manusia.
Pendekatan humanistik ini sendiri muncul sebagai bentuk ketidaksetujuan pada dua
pandangan sebelumnya, yaitu pandangan psikoanalisis dan behavioristik dalam
menjelaskan tingkah laku manusia Pendekatan ini melihat kejadian yaitu
bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif.
Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para
pendidik yang beraliran humanisme biasanya memfokuskan pengajarannya pada
pembangunan kemampuan positif ini. Kemampuan positif disini erat kaitannya
dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi
adalah karakterisitik yang sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran
humanism. Dalam artikel “some educational implications of the Humanistic

1
Halaludin Syahrul Syawal,Psikoanalisis Sigmund Freud dan Impilkasi dalam Pendidikan Jurnal
Pelopor Ilmiah,6(2) 105-107

3
Psychologist” Abraham Maslow mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan
behavioristik. Menurut Maslow, yang terpenting dalam melihat manusia adalah
potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan
kepribadian manusia daripada berfokus pada “ketidaknormalan” atau “sakit”
seperti yang dilihat oleh teori psiko analisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian
setelah “sakit” tersebut sembuh, yaitu bagaimana manusia membangun dirinya
untuk melakukan hal-hal yang positif. Kemampuan bertindak positif, pendidik yang
beraliran humanistik biasanya focus pembelajarannya pada pengembangan potensi
siswa dan hal-hal yang bersifat positif.

Humanistik tertuju pada masalah bagaimana tiap individu dipengaruhi dan


dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada
pengalaman-pengalaman mereka sendiri. Teori humanisme ini cocok untuk
diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena sosial.
Psikologi humanism memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator2

Selain itu ada beberapa teori humanistic yang dikemukakan oleh beberapa tokoh
seperti Carl.R,Roger dialah seorang ahli psikologi humanistik yang gagasan-
gagasannya berpengaruh terhadap pikiran dan praktek psikologi di semua bidang,
baik klinis, pendidikan, dan lain-lain. Lebih khusus dalam bidang pendidikan,
Rogers mengutarakan pendapat tentang prinsip-prinsip belajar yang humanistik,
yang meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman,
belajar atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk perubahan

Adapun penjelasan konsep masing-masing prinsip tersebut adalah sebagai berikut :

1. Hasrat untuk Belajar

Menurut Rogers, manusia mempunyai hasrat alami untuk belajar. Hal ini terbukti
dengan tingginya rasa ingin tahu anak apabila diberi kesempatan untuk
mengeksplorasi lingkungan. Dorongan ingin tahu untuk belajar ini merupakan

2
Syarifudin, Teori Humanistik dan Aplikasi dalam Pembelajan di Sekolah , Jurnal Pemikiran dan
Kemanusian,6(1) 108-109

4
asumsi dasar pendidikan humanistik. Di dalam kelas yang humanistik anak-anak
diberi kesempatan dan kebebasan untuk memuaskan dorongan ingin tahunya, untuk
memenuhi minatnya dan untuk menemukan apa yang penting dan berarti tentang
dunia di sekitarnya

2. Belajar yang Berarti

Belajar akan mempunyai arti atau makna apabila apa yang dipelajari relevan dengan
kebutuhan dan maksud anak. Artinya, anak akan belajar dengan cepat apabila yang
dipelajari mempunyai arti baginya

3. Belajar Tanpa Ancaman

Belajar mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila
berlangsung dalam lingkungan yang bebas ancaman. Proses belajar akan berjalan
lancer manakala murid dapat menguji kemampuannya, dapat mencoba
pengalaman-pengalaman baru atau membuat kesalahan-kesalahan tanpa mendapat
kecaman yang bisaanya menyinggung perasaan

4. Belajar atas inisiatif sendiri

Belajar akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri dan
melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu memilih arah belajarnya sendiri
sangatlah memberikan motivasi dan mengulurkan kesempatan kepada murid untuk
“belajar bagaimana caranya belajar” (to learn how to learn ). Tidaklah perlu
diragukan bahwa menguasai bahan pelajaran itu penting, akan tetapi tidak lebih
penting daripada memperoleh kecakapan untuk mencari sumber, merumuskan
masalah, menguji hipotesis atau asumsi, dan menilai hasil. Belajar atas inisiatif
sendiri memusatkan perhatian murid baik pada proses maupun hasil belajar

5. Belajar Perubahan

Prinsip terakhir yang dikemukakan oleh Rogers ialah bahwa belajar yang paling
bermanfaat ialah bejar tentang proses belajar. Menurut Rogers, di waktu-waktu
yang lampau murid belajar mengenai fakta-fakta dan gagasan-gagasan yang statis.
Waktu itu dunia lambat brerubah, dan apa yang diperoleh di sekolah sudah

5
dipandang cukup untuk memenuhi tuntutan zaman. Saat ini perubahan merupakan
fakta hidup yang sentral. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi selalu maju dan melaju.
Apa yang dipelajari di masa lalu tidak dapat membekali orang untuk hidup dan
berfungsi baik di masa kini dan masa yang akan dating. Dengan demikian, yang
dibutuhkan saat ini adalah orang yang mampu belajar di lingkungan yang sedang
berubah dan akan terus berubah3

2.3. Pandangan Behaviorisme

Behaviorisme adalah suatu aliran dalam ilmu psikologi yang menekankan bahwa
perilaku manusia dapat dipahami melalui pengamatan perilaku yang dapat diukur
secara obyektif. Mereka berpendapat bahwa perilaku manusia terbentuk dan
dipengaruhi oleh rangsangan dari luar dan respon individu terhadap rangsangan
tersebut. Behaviorisme cenderung fokus pada perilaku yang dapat diukur dan
diamati secara eksternal, tanpa memperhatikan proses mental internal atau keadaan
emosional subjektif secara langsung. Namun, ini tidak berarti bahwa behaviorisme
sepenuhnya mengabaikan atau menolak keberadaan proses mental internal.

Behaviorisme menjelaskan mekanisme proses terjadi dan berlangsungnya perilaku


individu dapat digambarkan dalam bagan berikut

S R atau S O R
: S = stimulus (rangsangan); R = Respons (perilaku,aktivitas) dan 0 = organisme
(individu/manusia) (Ukikuki).

Karena stimulus datang dari lingkungan (W=Word) R juga ditujukan kepadanya.


maka, mekanisme terjadi dan berlangsungnya dapat dilengkapi sebagaimana
berikut:
W>S>O>R>W
Yang dimaksut dengan lingkungan (W=Word) disini dibagi kedalam dua jenis
yaitu:

3
Ratna S, yif’a Rachmahana, Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam Pendidikan ,jurnal
Pendidikani islam,1(1) 101-102

6
1. Lingkungan Objektif (segala sesuatu yang dapat dideteksi oleh panca indra
contoh: Cahaya, suara, benda-benda fisik, dll).

2. Lingkungan Efektif (umwelt=segala sesuatu yang actual merangsang organisme


karena sesuai dengan pribadinya sehingga menimbulkan kesadaran tertentu pada
diri organisme dan ia meresponnya ex: perasaan, pengalaman, kebutuhan} (Endah)

Salah satu experiment terkenal yang memperkuat konsep behaviorisme adalah


eksperimen Pavlov dengan anjing, dimana Ivan Pavlov menunjukkan bahwa anjing
bisa belajar untuk mengaitkan bunyi bel dengan makanan, ini menghasilkan respon
alami terhadap air liur anjing yang mengalir Ketika bel berbunyi, bahkan Ketika
Ketika tidak ada makanan

Perspektif Perilaku (Behavioral Perspective) Pendekatan ini awalnya diperkenalkan


oleh John B. Watson (1878 – 1958). Berikut adalah beberapa poin kunci dalam
pandangan behaviorisme tentang mekanisme perilaku manusia:

2.3.1. Stimulus dan Respons


Menurut behaviorisme, perilaku manusia dapat dijelaskan sebagai respon terhadap
stimulus tertentu. Stimulus adalah situasi atau kejadian dari lingkungan eksternal,
sementara respons adalah tindakan atau perilaku yang dihasilkan sebagai hasil dari
stimulus tersebut.

2.3.2. Pengondisian
Behaviorisme menekankan pentingnya proses pengondisian dalam membentuk
perilaku. Ada dua jenis pengondisian utama:

1. Pengondisian Klasik (Classical Conditioning): Merupakan pembentukan


asosiasi antara stimulus netral dengan stimulus yang memicu respon alami.
Contohnya adalah eksperimen terkenal dengan anjing Pavlov, di mana anjing
diajari untuk mengaitkan bel suara dengan makanan.
2. Pengondisian Operant (Operant Conditioning): Melibatkan hubungan
antara perilaku dan konsekuensi yang dihasilkan dari perilaku tersebut.
Perilaku yang diikuti oleh konsekuensi positif cenderung diperkuat, sementara
perilaku yang diikuti oleh konsekuensi negatif cenderung dilemahkan.

7
2.3.3. Reinforcement dan Punishment
Dalam behaviorisme, reinforcement (penguatan) dan punishment (hukuman)
adalah dua konsep kunci dalam membentuk dan mengubah perilaku.

2.3.3.1. Reinforcement positif

Terjadi ketika stimulus positif diberikan setelah perilaku, meningkatkan


kemungkinan perilaku tersebut akan terulang. Contoh:

1. Penguatan perilaku belajar: Seorang anak mungkin mendapatkan pujian atau


hadiah kecil setelah berhasil menyelesaikan tugas sekolah dengan baik. Hal ini
dapat meningkatkan kemungkinan anak tersebut akan terus melakukan usaha
untuk belajar dengan baik di masa depan.
2. Memberi imbalan untuk pekerjaan yang selesai tepat waktu: Seorang
karyawan mungkin mendapatkan bonus atau penghargaan tambahan jika
mereka menyelesaikan proyek tepat waktu atau melebihi target kinerja.

2.3.3.2. Reinforcement negatif

Terjadi ketika stimulus negatif dihapus setelah perilaku, meningkatkan


kemungkinan perilaku tersebut akan terulang. Contoh: menghentikan bunyi alarm
setelah mematikan alarm.

1. Menghilangkan konsekuensi negatif: Jika seorang anak membersihkan


kamarnya, orang tua mungkin akan menghapus sanksi atau hukuman yang
dijatuhkan sebelumnya, seperti larangan bermain game.
2. Menghindari lalu lintas berat: Jika seseorang mengambil jalan lain untuk
menghindari kemacetan lalu lintas, maka mereka menghindari konsekuensi
negatif berupa kejadian terjebak di kemacetan.

2.3.3.3. Punishment positif

Terjadi ketika stimulus negatif diberikan setelah perilaku, mengurangi


kemungkinan perilaku tersebut akan terulang. Contoh: memberikan hukuman fisik
setelah perilaku yang tidak diinginkan.

8
1. Hukuman fisik: Jika seorang anak berperilaku kasar, orang tua mungkin
memberikan hukuman fisik sebagai konsekuensi, seperti penamparan atau
menarik telinga.
2. Pemotongan gaji: Jika seorang karyawan melanggar aturan perusahaan,
perusahaan dapat memberikan denda atau mengurangi gaji sebagai hukuman.

2.3.3.4. Punishment negatif

Terjadi ketika stimulus positif dihapus setelah perilaku, mengurangi kemungkinan


perilaku tersebut akan terulang. Contoh: mengambil ponsel anak sebagai hukuman
setelah melakukan kesalahan.

1. Pemotongan hak istimewa: Jika seorang remaja melanggar peraturan rumah,


orang tua mungkin mengurangi hak istimewa, seperti melarang mereka pergi
bersama teman-teman.
2. Menghapus izin mengemudi: Jika seseorang melanggar hukum lalu lintas,
pengadilan dapat mencabut izin mengemudi sebagai hukuman.

2.3.4. Generalisasi dan Diskriminasi


Behaviorisme juga membahas konsep generalisasi (ketika respons yang sama
diberikan terhadap stimulus yang mirip) dan diskriminasi (ketika respons berbeda
diberikan terhadap stimulus yang berbeda).

2.3.4.1. Generalisasi

generalisasi dalam konteks behaviorisme adalah ketika respon yang telah dipelajari
terhadap suatu stimulus tertentu juga terjadi terhadap stimulus yang mirip namun
berbeda secara umum. Dalam kasus ini, respons yang sama atau serupa diberikan
terhadap rangkaian stimulus yang memiliki karakteristik yang serupa.

Contoh sederhana dari generalisasi adalah:

1. Anjing dan Lonceng: Dalam eksperimen klasik Ivan Pavlov dengan anjing,
bel yang berbunyi sebelum memberi makanan kepada anjing mengakibatkan
anjing mulai mengeluarkan air liur. Setelah kondisi ini terbentuk, anjing
mungkin juga mulai mengeluarkan air liur ketika mendengar bunyi bel yang

9
serupa, meskipun berbeda dari bel asli. Ini adalah contoh dari generalisasi
stimulus.
2. Rasa Takut terhadap Kucing: Misalkan seorang anak kecil mengalami
kejadian yang menakutkan dengan seekor kucing hitam. Karena pengalaman
itu, anak tersebut mungkin mengembangkan rasa takut terhadap semua jenis
kucing, tidak hanya kucing hitam. Ini adalah contoh dari generalisasi respons.
3. Pengenalan Warna: Seorang anak mungkin belajar mengidentifikasi warna
biru pada awalnya, dan kemudian secara otomatis mengenali warna biru muda
atau biru tua sebagai biru juga. Ini adalah contoh dari generalisasi dalam
konteks persepsi warna.
4. Fobia terhadap Ketinggian: Jika seseorang memiliki fobia terhadap
ketinggian setelah mengalami kejadian yang menakutkan di gedung tinggi,
mereka mungkin juga mengalami kecemasan yang sama di tempat-tempat
tinggi lainnya, seperti jembatan tinggi atau pegunungan.

Dalam semua contoh di atas, terlihat bahwa respons atau asosiasi yang awalnya
terbentuk terhadap stimulus tertentu (seperti lonceng, kucing hitam, warna biru,
atau ketinggian) dapat juga terjadi terhadap stimulus yang mirip namun berbeda.
Hal ini menunjukkan bahwa proses generalisasi adalah komponen penting dalam
pembentukan dan pemeliharaan perilaku yang dipelajari.

2.3.4.1. Diskriminasi

diskriminatif stimulus digunakan untuk menunjukkan kapan perilaku tertentu akan


menghasilkan konsekuensi tertentu. Contohnya, jika seekor anjing hanya diberi
makan ketika melakukan trik tertentu (seperti duduk) ketika melihat tongkat atau
tangan pemiliknya, maka tongkat atau tangan itu adalah diskriminatif stimulus yang
menunjukkan kapan perilaku duduk akan memberikan makanan sebagai penguatan.

Dalam kasus manusia, penggunaan lampu lalu lintas sebagai diskriminatif stimulus
juga merupakan contoh diskriminasi dalam perilaku sehari-hari. Orang belajar
untuk merespons berbeda terhadap warna lampu lalu lintas yang berbeda.

10
Penting untuk diingat bahwa diskriminasi dalam behaviorisme berkaitan dengan
kemampuan individu untuk membedakan stimulus dan meresponsnya dengan cara
yang sesuai, dan bukan merujuk pada konsep diskriminasi sosial atau diskriminasi
berbasis ras, jenis kelamin, atau faktor-faktor lain di luar lingkup teori perilaku.

2.3.5. Eksternalisme
Behaviorisme cenderung bersifat eksternalis, artinya memfokuskan pada faktor
lingkungan eksternal yang mempengaruhi perilaku, dan tidak mempertimbangkan
proses mental internal. Namun, ini tidak berarti bahwa behaviorisme sepenuhnya
mengabaikan atau menolak keberadaan proses mental internal.

2.3.6. Pentingnya Pengamatan Empiris


Behaviorisme menekankan pentingnya observasi empiris yang dapat diukur secara
objektif untuk memahami dan memprediksi perilaku manusia.

Meskipun behaviorisme memberikan kontribusi penting dalam memahami dan


memanipulasi perilaku manusia, terdapat juga kritik terhadap pendekatan ini,
terutama karena cenderung mengabaikan proses mental internal dan pengaruh
faktor-faktor kognitif dalam perilaku manusia. Teori-teori lain seperti kognitif,
psikodinamik, dan humanistik telah berkembang untuk melengkapi dan melengkapi
pandangan tentang perilaku manusia.

2.4. Pandangan Konvergensi


Menurut KBBI konvergensi/kon·ver·gen·si/ /konvérgénsi/ n 1 keadaan menuju satu
titik pertemuan; memusat; (Setiawan, KBBI, n.d.)

Pandangan konvergensi tentang mekanisme perilaku manusia mencakup ide bahwa


berbagai bidang ilmu, seperti psikologi, biologi, antropologi, sosiologi, dan
neurosains, semakin mendekati pemahaman bersama tentang dasar-dasar perilaku
manusia. Konsep ini mengacu pada upaya untuk mengintegrasikan berbagai
perspektif dan pendekatan ilmiah untuk memahami bagaimana dan mengapa
manusia bertindak dan berperilaku seperti yang mereka lakukan.

Beberapa aspek kunci dari pandangan konvergensi tentang mekanisme perilaku


manusia termasuk:

11
2.4.1. Interdisiplinaritas
Pendekatan konvergensi mengedepankan kolaborasi antara berbagai disiplin ilmu.
Misalnya, menggabungkan pengetahuan dari biologi, psikologi, dan neurosains
untuk memahami hubungan antara struktur otak, proses kognitif, dan perilaku
manusia.

2.4.2. Pengakuan akan Kompleksitas


Mengakui bahwa perilaku manusia tidak dapat dijelaskan hanya dengan satu teori
atau pendekatan ilmiah tunggal. Sebaliknya, ia menghargai kompleksitas interaksi
antara faktor-faktor biologis, psikologis, sosial, dan lingkungan.

2.4.3. Penekanan pada Dasar Biologis


Memahami bahwa ada fondasi biologis yang mendasari perilaku manusia, termasuk
struktur otak, sistem saraf, dan proses biologis lainnya yang mempengaruhi cara
kita berpikir, merasa, dan bertindak.

2.4.4. Pentingnya Lingkungan dan Budaya:


Mengakui bahwa lingkungan fisik, sosial, dan budaya tempat individu tinggal
memainkan peran penting dalam membentuk perilaku mereka. Ini mencakup
pengaruh dari norma-norma sosial, nilai-nilai, dan harapan yang ada dalam
masyarakat.

2.4.5. Penggunaan Teknologi dan Metode Penelitian Canggih


Memanfaatkan teknologi canggih, seperti pencitraan otak, analisis genetik, dan
teknik lainnya, untuk mendapatkan wawasan lebih mendalam tentang mekanisme
perilaku manusia.

2.4.6. Pentingnya Penelitian Empiris


Menekankan pentingnya penelitian ilmiah yang kuat dan empiris untuk menguji
dan memvalidasi teori-teori tentang perilaku manusia.

2.4.7. Implikasi untuk Pengembangan dan Intervensi


Menggunakan pemahaman yang diperoleh tentang mekanisme perilaku manusia
untuk mengembangkan strategi intervensi yang lebih efektif dalam berbagai
konteks, seperti kesehatan mental, pendidikan, dan manajemen stres.

12
Pendekatan konvergensi ini dapat membantu mengatasi batasan dari pendekatan
tunggal atau terpisah dalam memahami perilaku manusia. Dengan menggabungkan
berbagai perspektif ilmiah, kita dapat memperoleh pemahaman yang lebih holistik
tentang kompleksitas manusia sebagai makhluk sosial dan biologis.

Berikut adalah beberapa contoh konkret dari pandangan konvergensi tentang


mekanisme perilaku manusia:

Penelitian tentang Kecanduan Narkoba:

1. Pendekatan konvergensi menggabungkan pengetahuan dari berbagai disiplin


ilmu, seperti psikologi, biologi, dan neurosains, untuk memahami bagaimana
substansi kimia mempengaruhi sistem saraf dan menyebabkan kecanduan.
2. Studi juga mempertimbangkan faktor-faktor sosial, seperti lingkungan dan
tekanan teman sebaya, yang dapat mempengaruhi risiko dan pola kecanduan
seseorang.

Pemahaman tentang Gangguan Mental:

Melalui pendekatan konvergensi, peneliti mengintegrasikan pengetahuan tentang


faktor biologis (seperti genetika dan neurokimia), psikologis (seperti pengalaman
trauma atau stres), dan sosial (seperti dukungan sosial dan stigma) dalam
memahami terjadinya gangguan mental.

Studi tentang Perilaku Agresif pada Anak-Anak:

Melalui pendekatan konvergensi, peneliti mempertimbangkan faktor biologis


(seperti predisposisi genetik), psikologis (seperti pengalaman trauma atau
gangguan mental), dan sosial (seperti pengaruh lingkungan keluarga dan sekolah)
dalam memahami perilaku agresif pada anak-anak.

Neuroekonomi:

Disiplin ilmu ini menggabungkan ilmu ekonomi dengan neurosains untuk


memahami dasar biologis dari pengambilan keputusan ekonomi. Studi-studi dalam
neuroekonomi menggunakan teknik pencitraan otak untuk memahami bagaimana
aktivitas otak terkait dengan keputusan ekonomi.

13
Penelitian tentang Kepemimpinan Organisasi:

Pendekatan konvergensi memungkinkan para peneliti untuk mempertimbangkan


faktor-faktor psikologis (seperti kepribadian dan motivasi individu), sosial (seperti
dinamika tim dan budaya organisasi), dan biologis (seperti stres dan hormon) yang
mempengaruhi kinerja dan gaya kepemimpinan.

Studi tentang Pengaruh Teknologi Terhadap Perilaku Manusia:

Pendekatan ini mengintegrasikan pengetahuan tentang desain antarmuka pengguna,


psikologi pengguna, dan neurosains untuk memahami bagaimana teknologi digital
memengaruhi perilaku manusia, seperti kebiasaan penggunaan media sosial atau
dampak video game terhadap kognisi.

Contoh-contoh ini menunjukkan bagaimana pendekatan konvergensi


memungkinkan para peneliti untuk mendekati masalah perilaku manusia dengan
cara yang lebih holistik dan terintegrasi, dengan mempertimbangkan berbagai
faktor dari berbagai disiplin ilmu.

14
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Telah kita bahas empat pendekatan dalam psikologi sosial. Yang dimaksud
dengan pendekatan adalah sebuah metode atau sudut pandang dalam melihat
sesuatu. Dalam teori psikionalisis Fred mengemukakan kesadaran itu adalah
sebagian kecil dari ketidaksadran ibarat seperti gunung es yang terapung di mana
bagian yang muncul ke permukaan air (alam sadar) jauh lebih kecil daripada bagian
yang tenggelam (alam tak sadar). Pendekatan Humanistik melihat kejadian yaitu
bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang positif.
Behaviorisme adalah suatu aliran dalam ilmu psikologi yang menekankan bahwa
perilaku manusia dapat dipahami melalui pengamatan perilaku yang dapat diukur
secara obyektif. Sedangkan, Pandangan konvergensi tentang mekanisme perilaku
manusia mencakup ide bahwa berbagai bidang ilmu, seperti psikologi, biologi,
antropologi, sosiologi, dan neurosains, semakin mendekati pemahaman bersama
tentang dasar-dasar perilaku manusia.

Karena banyaknya teori yang dikemukakan untuk menjelaskan perilaku


sosial maka seringkali muncul pertanyaan : ”Teori mana yang paling benar ?” atau
”teori mana yang terbaik?” . Hampir seluruh psikolog sosial akan menjawab bahwa
tidak ada teori yang salah atau yang paling baik, atau paling jelek. Setiap teori
mempunyai keterbatasan dalam aplikasinya.

15
DAFTAR PUSTAKA

Endah, A. P. (n.d.). Resume 2 Mekanisme Perilaku Manusia. Retrieved 09 21,


2023, from studocu: https://www.studocu.com/id/document/universitas-
pendidikan-indonesia/psikologi-pendidikan/resume-2-mekanisme-perilaku-
manusia/44272669
Setiawan, E. (n.d.). KBBI. Retrieved 09 22, 2023, from KBBI online:
https://kbbi.web.id/konvergensi
Halaludin Syahrul Syawal,Psikoanalisis Sigmund Freud dan Impilkasi dalam
Pendidikan Jurnal Pelopor Ilmiah,6(2) 105-107
Mustafa, H. (2011). Perilaku manusia dalam perspektif psikologi sosial. Jurnal
Administrasi Bisnis, 7(2).
Ratna S, yif’a Rachmahana, Psikologi Humanistik dan Aplikasinya dalam
Pendidikan ,jurnal Pendidikani islam,1(1) 101-102
Syarifudin, Teori Humanistik dan Aplikasi dalam Pembelajan di Sekolah , Jurnal
Pemikiran dan Kemanus ian,6(1) 108-109
Ukikuki. (n.d.). P3 Mekanisme Perilaku Individu. Retrieved 09 21, 2023, from
scribd: https://www.scribd.com/doc/68068259/p-3-mekanisme-perilaku-
individu-1

16

Anda mungkin juga menyukai