Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

HADIST PERKEMBANGAN DAN KONTROL DIRI


(Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hadist)
Dosen Pengampu : Iin Yulianti, S.Pd.I.,MA.

Disusun oleh:
Galuh Maharani 2131060093

FAKULTAS USHULUDDIN DAN STUDI AGAMA


PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM
UIN RADEN INTAN LAMPUNG
1444 H/2022 M

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Perkembangan dan Kontrol Diri ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi
tugas Dosen Hadist. Selain itu, tugas ini juga bertujuan untuk menambah
pengetahuan dan wawasan tentang .

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada yang telah memberikan


tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini. Saya menyadari bahwa laporan yang saya tulis ini masih jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya
terima demi kesempurnaan makalah ini.

Bandar Lampung, 06 Desember 2022

Galuh Maharani

2
DAFTAR ISI

MAKALAH...........................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
BAB I...................................................................................................................................4
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
A. LATAR BELAKANG...................................................................................................4
B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................5
C. TUJUAN......................................................................................................................5
BAB II..................................................................................................................................6
PEMBAHASAN....................................................................................................................6
A. Hadis Perkembangan Anak.....................................................................................6
1. Psikologi dan Psikologi Perkembangan...............................................................6
2. Pertumbuhan dan Perkembangan......................................................................7
3. Prinsip-prinsip Perkembangan...........................................................................8
4. Aspek-aspek Perkembangan............................................................................10
5. Tugas-Tugas Perkembangan Masa Bayi dan Kanak-Kanak...............................12
6. Pola Perkembangan Pendidikan Anak dalam Keluarga Perspektif Islam..........15
B. Kontrol Diri...........................................................................................................21
1. Pengertian Kontrol Diri.....................................................................................21
2. Aspek-aspek Self-Control.................................................................................22
3. Fungsi Self-Control (Pengendalian Diri)............................................................24
4. Faktor Yang Mempengaruhi Pengendalian Diri (Self-Control)..........................24
5. Self control dalam Perspektif Islam..................................................................26
BAB III...............................................................................................................................28
PENUTUP..........................................................................................................................28
A. Kesimpulan...........................................................................................................28
B. Saran....................................................................................................................29
Daftar Pustaka..................................................................................................................29

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Mengamati tingkah polah anak merupakan sesuatu yang
mengasyikkan. Mengapa ada anak yang sudah dapat mewarnai dengan baik
dan ada yang belum padahal usia mereka sama? Mengapa ada anak yang
lebih tinggi dan lebih besar daripada yang lainnya? Apakah anak yang
cerewet di rumah juga akan menjadi cerewet di sekolah? Jika tidak, mengapa
bisa demikian? Bagaimana kemajuan dalam keterampilan motorik
mempengaruhi kemampuan anak dalam bersosialisasi? Apa yang
menyebabkan perbedaan perilaku pada anak? Apakah perkembangan yang
terjadi pada anak sematamata dipengaruhi oleh faktor keturunan atau lebih
banyak ditentukan oleh faktor lingkungan? Banyak lagi pertanyaan yang
mungkin muncul di benak kita. Untuk bisa menjawabnya, kita perlu
mempelajari perkembangan manusia. Oleh karena psikologi merupakan
salah satu ilmu yang berkaitan dengan perilaku manusia, kita pun harus
memahami tentang psikologi perkembangan manusia.
Program Meditasi Indonesia (2009) mengatakan, bahwa kontrol diri
merupakan salah satu aspek psikologi yang selalu berkembang sejak kanak-
kanak hingga dewasa. Seorang anak pada umumnya masih belum
mempunyai kontrol diri yang baik, sehingga apa saja yang diinginkan, apa
saja yang dipikirkan, dan apa saja yang di dalam hati, semuanya
diekspresikan keluar secara spontan. Ketika menginjak masa remaja,
kemampuan mengontrol diri ini sangat diperlukan, karena dorongan-
dorongan dan nafsu-nafsu keinginannya semakin menggejolak. Terutama
dorongan seksual dan dorongan agresif, jika seorang remaja tidak
mempunyai kontrol diri yang baik, maka dia akan dikuasai oleh dorongan-
dorongan ini, sehingga akibatnya timbullah beraneka ragam macam bentuk

4
kenakalan remaja, misalnya perkelahian, hamil sebelum nikah dan
sebagainya. Kontrol diri ini kalau tidak berkembang dengan baik akan
menghambat proses pendewasaan seseorang, karena salah satu indikasi dari
taraf kedewasaan seseorang adalah sejauh mana kemampuannya mengontrol
diri sendiri. Semakin bertambah dewasa seseorang, maka seharusnya
semakin pandai dia menguasai dan mengendalikan dirinya sendiri. Dari
penjelasan tersebut dapat dikatakan, bahwa kemampuan mengontrol diri
memungkinkan seseorang untuk berperilaku lebih terarah dan dapat
menyalurkan dorongan dari dalam dirinya secara benar dan tidak
menyimpang dari norma dan 8 aturan yang berlaku di masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan perkembangan?
2. Apa yang dimaksud dengan kontrol diri?

C. TUJUAN
1. Mengetahui keterkaitan hadist perkembangan dengan psikologi
perkembangan
2. Mengetahui keterkaitan hadist dengan kontrol diri

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Hadis Perkembangan Anak

1. Psikologi dan Psikologi Perkembangan

Manusia merupakan subyek dalam kehidupan, sebab sebagai makhluk ciptaan


Tuhan dialah yang selalu melihat, bertanya, berpikir dan mempelajari segala
sesuatu yang ada dalam kehidupannya. Manusia bukan hanya tertarik dan ingin
mempelajari apa yang ada pada lingkungannya atau sesuatu di luar dirinya tetapi
juga hal-hal yang ada dalam dirinya. Dengan kata lain, manusia ingin mengetahui
keadaan dirinya sendiri. Ilmu pengetahuan yang berobyekan manusia, dan
mempelajari berbagai perilaku manusia sebagai individu adalah Psikologi.

Pada dasarnya psikologi terbagi atas dua bagian, yaitu psikologi umum dan
psikologi khusus. Psikologi umum adalah ilmu yang mempelajari konsep umum
tentang perilaku individu, apa, mengapa dan bagaimana individu berperilaku.
Sedangkan psikologi khusus adalah kelompok psikologi yang mempelajari
perilaku individu secara khusus, baik kekhususan karena tahap perkembangannya,
posisinya, aspek yang mendapatkan sorotan utamana atau karena kondisinya.
Yang termasuk dalam kelompok psikologi khusus adalah psikologi perkembangan
yang terbagi atas psikologi anak, remaja, dewasa dan usia lanjut, psikologi pria
dan wanita, psikologi abnormal, psikologi kepribadian, psikologi diferensial dan
psikologi binatang.

Psikologi Perkembangan merupakan salah satu cabang dari psikologi khusus


yang mempelajari perilaku dan perubahan perilaku individu dalam berbagai tahap
perkembangan, mulai dari masa sebelum lahir (prenatal), masa bayi, masa
kanakkanak, masa anak kecil, masa anak sekolah dasar, masa remaja awal, masa

6
remaja tengah dan adolesen, masa dewasa muda, dewasa dan dewasa tua, serta
masa usia lanjut. Tiap tahap masa perkembangan tersebut menjadi obyek studi
dari psikologi sebab setiap masa memiliki ciri-ciri atau karakteristik
perkembangan yang berbeda. Dalam makalah ini hanya akan mengungkapkan
tentang psikologi perkembangan anak yang merupakan salah satu bagian dari
psikologi perkembangan.

2. Pertumbuhan dan Perkembangan


Istilah pertumbuhan dan perkembangan seringkali dipergunakan seolah-olah
keduanya mempunyai pengertian yang sama, karena menunjukan adanya suatu 3
proses perubahan tertentu yang mengarah kepada kemajuan. Padahal
sesungguhnya istilah pertumbuhan dan perkembangan ini mempunyai pengertian
yang berbeda.

Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan yang bersifat kuantitatif,


sebagai akibat dari adanya pengaruh luar atau lingkungan. Pertumbuhan
mengandung arti adanya perubahan dalam ukuran dan struktur tubuh sehingga
lebih banyak menyangkut perubahan fisik.

Pertumbuhan dapat didefinisikan pula sebagai perubahan secara fisiologis


sebagai hasil dari proses pematangan fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara
normal pada diri individu yang sehat dalam fase-fase tertentu. Hasil dari
pertumbuhan ini berupa bertambah panjangnya tulang-tulang terutama lengan dan
tungkai, bertambah tinggi dan berat badannya serta makin bertambah
sempurnanya susunan tulang dan jaringan syaraf. Pertumbuhan ini akan terhenti
setelah adanya maturasi atau kematangan pada diri individu.

Berbeda dengan pertumbuhan, perkembangan adalah suatu perubahan


fungsional yang bersifat kualitatif, baik dari fungsi-fungsi fisik maupun mental
sebagai hasil keterkaitannya dengan pengaruh lingkungan.

Perkembangan dapat juga dikatakan sebagai suatu urutan-urutan perubahan


yang bertahap dalam suatu pola yang teratur dan saling berhubungan. Perubahan-
perubahan yang terjadi dalam perkembangan ini bersifat tetap, menuju ke suatu

7
arah, yaitu ke suatu tingkat yang lebih tinggi. Contohnya : anak diperkenalkan
bagaimana cara memegang pensil, membuat huruf-huruf dan diberi latihan oleh
orang tuanya. Kemampuan belajar menulis akan mudah dan cepat dikuasai anak
apabila proses latihan diberikan pada saat otot-ototnya telah tumbuh dengan
sempurna, dan saat untuk memahami bentuk huruf telah diperolehnya. Dengan
demikian anak akan mampu memegang pensil dan membaca bentuk huruf.
Melalui belajar anak akan berkembang, dan akan mampu mempelajari hal-hal
yang baru. Perkembangan akan dicapai karena adanya proses belajar, sehingga
anak memperoleh pengalaman baru dan menimbulkan perilaku baru.

Dari uraian pengertian perkembangan di atas perlu disadari bahwa


pertumbuhan fisik mempengaruhi perkembangan psikis individu, karena pada
suatu saat tertentu kedua istilah ini dapat digunakan secara bersamaan. Dengan
kata lain, 4 perkembangan merupakan hasil dari pertumbuhan, pematangan
fungsi-fungsi fisik, pematangan fungsi-fungsi psikis dan usaha belajar.

3. Prinsip-prinsip Perkembangan

Perkembangan individu berlangsung sepanjang hayat, dimulai sejak masa


pertemuan sel ayah dengan ibu (masa konsepsi) dan berakhir pada saat
kematiannya. Perkembangan individu ini bersifat dinamis, perubahannya kadang-
kadang lambat, tetapi bisa juga cepat, hanya berkenaan dengan salah satu aspek
ataupun beberapa aspek perkembangan. Perkembangan tiap individu juga tidak
selalu seragam, seorang berbeda dengan yang lainnya baik dalam temponya,
iramanya maupun kualitasnya.
Dalam perkembangan individu dikenal prinsip-prinsip perkembangan
sebagai berikut :
1. Perkembangan berlangsung seumur hidup dan meliputi semua aspek.
Perkembangan bukan hanya berkenaan dengan aspek-aspek tertentu tetapi
menyangkut semua aspek. Perkembangan aspek tertentu mungkin lebih
terlihat dengan jelas, sedangkan aspek yang lainnya lebih tersembunyi.
Perkembangan tersebut juga berlangsung terus sampai akhir hayatnya, hanya

8
pada saat tertentu perkembangannya lambat bahkan sangat lambat, sedangkan
pada saat lain sangat cepat. Jalannya perkembangan individu itu berirama dan
irama perkembangan setiap anak tidak selalu sama.
2. Setiap anak memiliki kecepatan (tempo) dan kualitas perkembangan yang
berbeda. Seseorang mungkin mempunyai kemampuan berpikir dan membina
hubungan sosial yang sangat tinggi dan tempo perkembangannya dalam segi
itu sangat cepat, sedang dalam aspek lainnya seperti keterampilan atau
estetika kemampuannya kurang dan perkembangannya lambat. Sebaliknya,
ada anak yang ketrampilan dan estetikanya berkembang pesat sedangkan
kemampuan berpikir dan hubungan sosialnya agak lambat.
3. Perkembangan secara relatif beraturan, mengikuti pola-pola tertentu.
Perkembangan sesuatu segi didahului atau mendahului segi yang lainnya.
Anak 5 bisa merangkak sebelum anak bisa berjalan, anak bisa meraban
sebelum anak bisa berbicara, dan sebagainya.
4. Perkembangan berlangsung secara berangsur-angsur sedikit demi sedikit.
Secara normal perkembangan itu berlangsung sedikit demi sedikit tetapi
dalam situasisituasi tertentu dapat juga terjadi loncatan-loncatan. Sebaliknya
dapat juga terjadi kemacetan perkembangan aspek tertentu.
5. Perkembangan berlangsung dari kemampuan yang bersifat umum menuju ke
yang lebih khusus, mengikuti proses diferensiasi dan integrasi. Perkembangan
dimulai dengan dikuasainya kemampuan-kemampuan yang bersifat umum,
seperti kemampuan memegang dimulai dengan memegang benda besar
dengan kedua tangannya, baru kemudian memegang dengan satu tangan
tetapi dengan kelima jarinya. Perkembangan berikutnya ditunjukkan dengan
anak dapat memegang dengan beberapa jari, dan akhirnnya menggunakan
ujung-ujung jarinya. Dalam perkembangan terjadi proses diferensiasi atau
penguraian ke hal yang lebih kecil dan terjadi pula proses integrasi. Dalam
integrasi ini beberapa kemampuan khusus/kecil itu bergabung membentuk
satu kecakapan atau keterampilan.
6. Secara normal perkembangan individu mengikuti seluruh fase, tetapi karena
faktor-faktor khusus, fase tertentu dilewati secara cepat, sehingga nampak ke

9
luar seperti tidak melewati fase tersebut, sedangkan fase lainnya diikuti
dengan sangat lambat, sehingga nampak seperti tidak berkembang.
7. Sampai batas-batas tertentu, perkembangan sesuatu aspek dapat dipercepat
atau diperlambat. Perkembangan dipengaruhi oleh faktor pembawaan dan
juga faktor lingkungan. Kondisi yang wajar dari pembawaan dan lingkungan
dapat menyebabkan laju perkembangan yang wajar pula. Kekurangwajaran
baik yang berlebih atau berkekurangan dari faktor pembawaan dan
lingkungan dapat menyebabkan laju perkembangan yang lebih cepat atau
lebih lambat.
8. Perkembangan aspek-aspek tertentu berjalan sejajar atau berkorelasi dengan
aspek lainnya. Perkembangan kemampuan sosial berkembang sejajar dengan
kemampuan berbahasa, kemampuan motorik sejajar dengan kemampuan
pengamatan dan lain sebagainya.
9. Pada saat-saat tertentu dan dalam bidang-bidang tertentu perkembangan pria
berbeda dengan wanita. Pada usia 12-13 tahun, anak wanita lebih cepat
matang secara sosial dibandingkan dengan laki-laki. Fisik laki-laki umumnya
tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Laki-laki lebih kuat dalam
kemampuan inteleknya sedangkan wanita lebih kuat dalam kemampuan
berbahasa dan estetikanya.

4. Aspek-aspek Perkembangan
Anak Perkembangan berkenaan dengan keseluruhan kepribadian individu
anak, karena kepribadian individu membentuk satu kesatuan yang terintegrasi.
Secara umum dapat dibedakan beberapa aspek utama kepribadian individu anak,
yaitu aspek intelektual, fisik-motorik, sosio-emosional, bahasa, moral dan
keagamaan.

Perkembangan dari tiap aspek kepribadian tidak selalu bersama-sama atau


sejajar, perkembangan sesuatu aspek mungkin mendahului atau mungkin juga
mengikuti aspek lainnya. Pada awal kehidupan anak, yaitu pada saat dalam
kandungan dan tahun-tahun pertama, perkembangan aspek fisik dan motorik
sangat 9 menonjol. Selama sembilan bulan dalam kandungan, ukuran fisik bayi
10
berkembang dari seperduaratus milimeter menjadi 50 sentimeter panjangnya.
Selama dua tahun pertama, bayi yang tidak berdaya pada awal kelahirannya, telah
menjadi anak kecil yang dapat duduk, merangkak, berdiri, bahkan pandai berjalan
dan berlari, bisa memegang dan mempermainkan berbagai benda atau alat.

Aspek intelektual perkembangannya diawali dengan perkembangan


kemampuan mengamati, melihat hubungan dan memecahkan masalah sederhana.
Kemudian berkembang ke arah pemahaman dan pemecahan masalah yang lebih
rumit. Aspek ini berkembang pesat pada masa anak mulai masuk sekolah dasar
(usia 6-7 tahun). Berkembang konstan selama masa belajar dan mencapai
puncaknya pda masa sekolah menengah atas (usia 16-17 tahun).

Perkembangan aspek sosial diawali pada masa kanak-kanak (usia 3-5


tahun). Anak senang bermain bersama teman sebayanya. Hubungan persebayaan
ini berjalan terus dan agak pesat terjadi pada masa sekolah (usia 11-12 tahun) dan
sangat pesat pada masa remaja (16-18 tahun). Perkembangan sosial pada masa
kanak-kanak berlangsung melalui hubungan antar teman dalam berbagai bentuk
permainan.

Aspek bahasa berkembang dimulai dengan peniruan bunyi dan suara,


berlanjut dengan meraban. Pada awal masa sekolah dasar berkembang
kemampuan berbahasa sosial yaitu bahasa untuk memahami perintah, ajakan serta
hubungan anak dengan teman-temannya atau orang dewasa. Pada akhir masa
sekolah dasar berkembang bahasa pengetahuan. Perkembangan ini sangat
berhubungan erat dengan perkembangan kemampuan intelektual dan sosial.
Bahasa merupakan alat untuk berpikir dan berpikir merupakan suatu proses
melihat dan memahami hubungan antar hal. Bahasa juga merupakan suatu alat
untuk berkomunikasi dengan orang lain, dan komunikasi berlangsung dalam suatu
interaksi sosial. Dengan demikian perkembangan kemampuan berbahasa juga
berhubungan erat dan saling menunjang dengan perkembangan kemampuan
sosial. Perkembangan bahasa yang berjalan pesat pada awal masa sekolah dasar
mencapai kesempurnaan pada akhir masa remaja.

11
Perkembangan aspek afektif atau perasaan berjalan konstan, kecuali pada
masa remaja awal (13-14 tahun) dan remaja tengah (15-16 tahun). Pada masa
remaja awal ditandai oleh rasa optimisme dan keceriaan dalam hidupnya, diselingi
rasa bingung menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam dirinya. Pada
masa remaja tengah, rasa senang datang silih berganti dengan rasa duka,
kegembiraan berganti dengan kesedihan, rasa akrab bertukar dengan
kerenggangan dan permusuhan. Gejolak ini berakhir pada masa remaja akhir yaitu
pada usia 18-21 tahun.

Aspek moral dan keagamaan juga sudah berkembang sejak anak masih
kecil. Peranan lingkungan terutama lingkungan keluarga sangat dominan bagi
perkembangan aspek ini. Pada mulanya anak melakukan perbuatan bermoral atau
keagamaan karena meniru, baru kemudian menjadi perbuatan atas prakarsa
sendiri. Perbuatan prakarsa sendiripun pada mulanya dilakukan karena adanya
kontrol atau pengawasan dari luar, kemudian berkembang karena kontro dari
dalam atau dari dirinya sendiri. Tingkatan tertinggi dalam perkembangan moral
adalah melakukan sesuatu perbuatan bermoral karena panggilan hati nurani, tanpa
perintah, tanpa harapan akan sesuatu imbalan atau pujian. Secara potensial
tingkatan moral ini dapat dicapai oleh individu pada akhir masa remaja, tetapi
faktor-faktor dalam diri dan lingkungan individu anak sangat berpengaruh
terhadap pencapaiannya.

5. Tugas-Tugas Perkembangan Masa Bayi dan Kanak-Kanak

Tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang muncul dalam suatu


periode tertentu dalam kehidupan individu. Tugas tersebut harus dikuasai dan
diselesaikan oleh individu, sebab tugas perkembangan ini akan sangat
mempengaruhi pencapaian perkembangan pada masa perkembangan berikutnya.
Jika seorang individu gagal menyelesaikan tugas perkembangan pada satu fase
tertentu, maka ia akan mengalami kegagalan dalam pencapaian tugas
perkembangan masa masa berikutnya. Akibatnya individu akan mengalami
kesulitan dalam menghadapi kehidupan pada masa-masa selanjutnya.

12
Pada setiap masa perkembangan individu, ada berbagai tugas
perkembangan yang harus dikuasainya, namun dalam makalah ini hanya akan
disampaikan tugas perkembangan untuk masa bayi dan masa kanak-kanak.
Pada beberapa bulan pertama dari kelahirannya, aspek yang memegang
peranan penting dari bayi adalah sekitar mulutnya. Mulut bukan hanya alat untuk
makan dan minum, tetapi juga alat komunikasi dengan dunia luar. Bayi
mendapatkan beberapa pengalaman dan rasa senang melalui sentuhan-sentuhan
dengan mulutnya. Baru selanjutnya dengan mata, telinga dan tangan yang
berperan sebagai alat penghubung dengan dunia luar. Dengan berpusat pada
mulut, dibantu dan dilengkapi dengan alat-alat indera dan anggota badan, bayi
mengadakan hubungan dan belajar tentang dunia sekitar. Melalui interaksi dengan
menggunakan alat tersebut dengan lingkungannya, bayi memperoleh kesan dan
memahami lingkungannya.
Pada tahun kedua, seorang bayi telah mulai belajar berdiri sendiri, di
samping ketergantungannya yang masih sangat besar terhadap orang tuanya. Bayi
berusaha memecahkan beberapa permasalahan yang dihadapinya. Hal ini sangat
berpengaruh besar terhadap berkembangan kepribadiannya. Pada tahun berikutnya
anak mulai dapat mengontrol cara-cara buang air, dan ia juga mulai mengadakan
eksplorasi terhadap lingkungannya.
Pada tahun keempat dan kelima, anak sudah mencapai kesempurnaan
dalam melakukan gerakan seperti berjalan, berlari, meloncat dan sebagainya.
Gerakangerakan ini sangat berperan sekali dalam perkembangan selanjutnya. Pada
akhir masa kanak-kanak, anak bukan sja mencapai kesempurnaan dalam gerakan-
gerak fisik, tetapi juga telah menguasai sejumlah kemampuan intelektual, sosial
bahkan moral.
Beberapa tugas perkembangan yang muncul dan harus dikuasai oleh anak
pada masa ini adalah :
1. Belajar berjalan. Pada usia sekitar satu tahun, tulang dan otot-otot bayi telah
cukup kuat untuk melakukan gerakan berjalan. Berjalan merupakan puncak
dari perkembangan gerak pada masa bayi.

13
2. Belajar mengambil makanan. Makanan merupakan kebutuhan biologis utama
pada manusia. Dengan diawali oleh kemampuan mengambil dan memakan
sendiri makanan yang dibutuhkannya, bayi telah memulai usaha memenuhi
sendiri kebutuhan hidupnya.
3. Belajar berbicara. Bicara merupakan alat berpikir dan berkomunikasi dengan
orang lain. Melalui tugas ini anak mempelajari bunyi-bunyi yang
emngandung arti dan berusaha mengkomunikasikannya dengan orang-orang
di sekitarnya. Melalui penguasaan akan tugas ini anak akan berkembang pula
kecakapan sosial dan intelektualnya.
4. Belajar mengontrol cara-cara buang air. Pengontrolan cara buang air bukan
hanya berfungsi menjaga kebersihan, tetapi juga menjadi indikator utama
kemampuan berdiri sendiri, pengendalian diri dan sopan santun. Anak yang
sudah menguasai cara-cara buang air dengan baik, termasuk tempat dan
pemeliharaan kebersihannya, pada tahap selanjutnya akan mampu
mengendalikan diri dan bersopan santun.
5. Belajar mengetahui jenis kelamin. Dalam masyarakat akan selalu ditemui
individu dengan jenis kelamin pria atau wanita, walaupun ada juga yang
berkelainan. Anak harus mengenal jenis-jenis kelamin ini baik ciri-ciri
biologisnya maupun sosial kulturalnya serta peranan-peranannya. Pengenalan
tentang jenis kelamin sangat penting bagi pembentukan peranan dirinya serta
penentuan bentuk perlakuan dan interaksi baik dengan jenis kelamin yang
sama maupun berbeda dengan dirinya.
6. Menguasai stabilitas jasmaniah. Pada masa bayi, kondisi fisiknya sangat labil
dan peka, mudah sekali berubah dan kena pengaruh dari luar. Pada akhir
masa kanak-kanak, ia harus memiliki jasmani yang stabil, kuat, sehat,
seimbang agar mampu melakukan tuntutan-tuntutan perkembangan
selanjutnya.
7. Memiliki konsep sosial dan fisik walaupun masih sederhana. Anak hidup
dalam lingungan fisik dan sosial tertentu. Agar dapat hidup secara wajar dan
menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya, anak
dituntut memiliki konsep-konsep sosial dan fisi yang sesuai dengan

14
kemampuannya. Anak harus sudah mengetahui apa itu binatang, manusia,
rumah, baik, jahat dan lain-lain.
8. Belajar hubungan sosial yang baik dengan orang tua, serta orang-orang dekat
lainnya, karena akan selalu berhubungan dengan orng lain, baik dalam
keluarganya maupun di lingkungannya, maka ia dituntut untuk dapat
membina hubungan baik dengan orang-orang tersebut. Anak dituntut dapat
menggunakan bahasa yang tepat dan baik, bersopan santun.
9. Belajar membedakan mana yang baik dan tidak baik serta pengembangan hati
nurani. Pergaulan hidup selalu beriisi dan berlandaskan moral. Sesuai dengan
kemampuannya anak dituntut telah mengetahui mana perbuatan yang baik
dan mana yang tidak baik. Lebih jauh ia dituntut untuk melakukan perbuatan
yang baik dan menghindarkan perbuatan yang tidak baik.

6. Pola Perkembangan Pendidikan Anak dalam Keluarga


Perspektif Islam

Pendidikan anak menurut pandangan Islam yang harus dilakukan dalam


keluarga adalah dengan menggunakan beberapa pola pendidikan. Pola atau dapat
disebut juga sebagai metode merupakan suatu cara yang dilakukan oleh pendidik
dalam menyampaikan nilai-nilai atau materi pendidikan pada peserta didik untuk
mencapai tujuan pendidikan itu sendiri sebagai salah satu komponen penting
dalam proses pendidikan. Pola atau metode dituntut untuk selalu dinamis sesuai
dengan dinamika dan perkembangan peradaban manusia.
Pola atau metode pendidikan agama dalam Islam pada dasarnya
mencontoh pada perilaku Nabi Muhammad SAW dalam membina keluarga dan
sahabatnya. Karena segala apa yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW
merupakan manifestasi dari kandungan al-Quran. Adapun dalam pelaksanaannya,
Nabi memberikan kesempatan pada para pengikutnya untuk mengembangkan cara
sendiri selama cara tersebut tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
pelaksanaan pendidikan yang dilakukan oleh Nabi.

15
Abdurrahman Al-Nahlawi dalam bukunya Ushulu al-Tarbiyah al-
Islamiyah wa Ashalibiha mencoba mengembangkan metode pendidikan Qurani,
yang disebut metode pendidikan Qurani ialah salah satu metode pendidikan yang
berdasarkan kandungan al- Quran dan as-Sunnah. Dalam hal ini, segala bentuk
upaya pendidikan didasarkan kepada nilai-nilai yang terdapat dalam al-Quran dan
as- Sunnah.
Allah SWT berfirman, yang artinya; "(Beberapa hari yang
ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang batil)" (Q.S. A-Baqarah: 185).
Ayat diatas mengisyaratkan bahwa al-Quran selain berfungsi sebagai
sumber nilai yang harus dikembangkan dalam dunia pendidikan, juga
dapat dijadikan sebagai sumber dalam melakukan tindakan pendidikan.
Tujuan pendidikan Qurani diarahkan kepada suatu hasil yang
bersifat fisik, mental, dan spiritual. Ketiga hal tersebut merupakan satu
kesatuan yang utuh yang akan membentuk kepribadian peserta didik. Tujuan
yang bersifat fisik yaitu tingkah laku yang tampak secara nyata, berupa
tindakan-tindakan pengalaman ibadah ritual. Sedangkan tujuan yang bersifat
mental berkaitan dengan tanggung jawab pengembangan intelegensi yang
mengantarkan peserta didik kepada kebenaran tertinggi melalui penyajian
fakta-fakta yang relevan dan memadai, dimana fakta-fakta itu dapat
memberikankesaksian dan eksistensi Allah SWT. Disamping itu bertujuan
untuk mendorong dan mengantarkan peserta didik kepada berfikir logis dan
kritis.
Sementara tujuan spiritual berkaitan dengan kualitas- kualitas ruhaniah
manusia yang mengarah pada perwujudan kualitas kepribadian yang bersifat
ruhaniah dan penampakan pengaruhnya pada perilaku yang nyata dalam tingkah
laku, akhlak dan moralitas yang mencerminkan kualitas pendidikan.

16
Dalam pelaksanaan pendidikan agama dalam keluarga dapat menggunakan
pola atau metode pendidikan Qurani. Adapun pendidikan Qurani yang dapat
dilakukan dalam pendidikan agama dalam keluarga diantaranya sebagai berikut:

1. Pendidikan Keteladanan
Yaitu suatu pola atau metode pendidikan dengan cara memberikan contoh
yang baik kepada anak didik, baik dalam ucapan maupun perbuatan. Keteladanan
merupakan salah satu metode pendidikan yang diterapkan Rasulullah SAW dan
dianggap paling banyak pengaruhnya terhadap keberhasilan menyampaikan misi
da'wahnya. Sebagai umat Islam, sudah seharusnya mencontoh perilaku Nabi
Muhammad SAW, karena dalam dirinya telah ada keteladanan yang
mencerminkan ajaran al-Quran.
Menurut al-Ghazali anak adalah amanat bagi orang tuanya. Hatinya yang
suci merupakan permata tak ternilai harganya, masih murni dan belum
terbentuk.15 Orang tuanya merupakan arsitek atau pengukir kepribadian anaknya.
Sebelum mendidik orang lain, sebaiknya orang tua harus mendidik pada dirinya
terlebih dahulu. Sebab anak merupakan peniru ulung. Segala informasi yang
masuk pada diri anak, baik melalui penglihatan ataupun pendengaran dari orang di
sekitarnya, termasuk orang tua akan membentuk karakter anak tersebut. Apalagi
anak yang berumur sekitar 3-6 tahun, ia senantiasa melakukan imitasi terhadap
orang yang ia kagumi (ayah dan ibunya).
Rasa imitasi dari anak yang begitu besar, sebaiknya membuat orang tua
harus ekstra hati-hati dalam bertingkah laku, apalagi di depan anak-anaknya.
Sekali orang tua ketahuan berbuat salah di hadapan anak, jangan berharap anak
akan menurut apa yang diperintahkan. Oleh karena itu sudah sepantasnya bagi
orang tua pemegang amanat, untuk memberikan teladan yang baik kepada putra
putrinya dalam kehidupan berkeluarga. Keluarga merupakan sekolah pertama bagi
anak. Orang tua terutama ibu merupakan pendidik pertama dan utama bagi anak
dalam membentuk pribadinya.
Ibu memengaruhi anak melalui sifatnya yang menghangatkan,
menumbuhkan rasa diterima, dan menanamkan rasa aman pada diri anak.
Sedangkan ayah memengaruhi anaknya melalui sifatnya yang mengembangkan
17
kepribadian, menanamkan disiplin, memberikan arah dan dorongan serta
bimbingan agar anak tambah berani dalam menghadapi kehidupan.
Teladan yang baik dari orang tua kepada anak (sekitar umur 6 tahun) akan
berpengaruh besar kepada perkembangan anak di masa mendatang. Sebab
kebaikan di waktu kanak-kanak awal menjadi dasar untuk pengembangan di masa
dewasa kelak. Untuk itu lingkungan keluarga harus sebanyak mungkin
memberikan keteladanan bagi anak. Dengan keteladanan akan memudahkan anak
untuk menirunya. Sebab keteladanan lebih cepat memengaruhi tingkah laku anak.
Apa yang dilihatnya akan ia tirukan dan lama kelamaan akan menjadi tradisi bagi
anak. Hal ini sesuai firman Allah SWT QS. al-Ahzab (33): 21;
‫لَقَ ْد َكانَ لَ ُك ْم فِى َرسُو ُل هللاِ أس َْوةٌ َح َسنَةٌ لِ َم ْن َكانَ يَرْ جُوا هللاَ َو ْاليَوْ َم اآْل ِخ َر َو َذ َك َر هَّللا َ َكثِ ْيرًا‬
"Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik
bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah" (QS. al-Ahzab: 21).
Dalam hal keteladanan ini, lebih jauh Abdullah Nashih Ulwan
menafsirkan dalam beberapa bentuk, yaitu: a. Keteladanan dalam ibadah. b.
Keteladanan bermurah hati. c. Keteladanan kerendahan hati. d. Keteladanan
kesantunan. e. Keteladanan keberanian. f. Keteladanan memegang akidah.
Oleh karena objeknya anak (kanak-kanak), tentunya bagi orang tua dalam
memberikan teladan harus sesuai dengan perkembangannya sehingga anak mudah
mencerna apa yang disampaikan oleh bapak ibunya. Sebagai contoh agar anak
membiasakan diri dengan ucapan "salam", maka senantiasa orang tua harus
memberikan ajaran tersebut setiap hari, yaitu mengucap salam ketika hendak pergi
dan pulang ke rumah. Yang penting bagi orang tua tampil dihadapan anak sesuai
dengan ajaran-ajaran Islam, niscaya semua itu akan ditirunya.

2. Pendidikan dengan adat kebiasaan


Setiap manusia yang dilahirkan membawa potensi, salah satunya berupa
potensi beragama. Potensi beragama ini dapat terbentuk pada diri anak (manusia)
melalui 2 faktor, yaitu: faktor pendidikan Islam yang utama dan faktor
pendidikan lingkungan yang baik. Faktor pendidikan Islam yang bertanggung

18
jawab penuh adalah bapak ibunya. Ia merupakan pembentuk karakter anak. Hal
ini sesuai dengan sabda Rasul SAW;.18
‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلّم مامن مولود إال يولد‬:‫عن ابي هريرة رضي هللا عنه قال‬
(‫رواه مسلم‬
‫على الفطرة فأبواه يهودانه وينصرانه ويمجسانه‬
"Dari Abi Hurairah ra., telah bersabda Rasulullah SAW.: tidak ada anak yang
dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah. Maka kedua orang tuanyalah yang akan
menjadikannya sebagai orang Yahudi, Nasrani, atau Majusi" (HR. Muslim).
Setelah anak diberikan masalah pengajaran agama sebagai sarana teoretis
dari orang tuanya, maka faktor lingkungan harus menunjang terhadap pengajaran
tersebut, yakni orang tua senantiasa memberikan aplikasi pembiasaan ajaran
agama dalam lingkungan keluarganya. Sebab pembiasaan merupakan upaya
praktis dan pembentukan (pembinaan) dan persiapan.
Pada umur kanak-kanak kecenderungan anak adalah meniru apa yang
dilakukan oleh orang-orang di sekitarnya, baik saudara famili terdekatnya ataupun
bapak ibunya. Oleh karena itu patut menjadi perhatian semua pihak, terutama
orang tuanya selaku figur yang terbaik di mata anaknya. Jika orang tua
menginginkan putra putrinya tumbuh dengan menyandang kebiasaan-kebiasaan
yang baik dan akhlak terpuji serta kepribadian yang sesuai ajaran Islam, maka
orang tua harus mendidiknya sedini mungkin dengan moral yang baik. Karena
tiada yang lebih utama dari pemberian orang tua kecuali budi pekerti yang baik.
Hal ini sesuai dengan sabda Rasul SAW yang diriwayatkan al-Tirmidzi dari
Ayyub bin Musa;20
، ‫ ما نحل والد (رواه الترمذى حدثنا اي††وب ابن موس††ى عن‬:‫أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلّم قال‬
ّ
‫أبي عن جده ولدا من نحل أفضل من أدب حسن‬
"Diceritakan dari Ayyub bin Musa dari ayahnya dari kakeknya, bahwa
Rasulullah SAW bersabda: Tidak ada pemberian yang lebih utama dari seorang
ayah kepada anaknya kecuali budi pekerti yang baik" (H.R At-Tirmidzi).
Apabila anak dalam lahan yang baik (keluarganya) memeroleh bimbingan,
arahan, dan adanya saling menyayangi antar anggota keluarga, niscaya lambat
laun anak akan terpengaruh informasi yang ia lihat dan ia dengar dari semua

19
perilaku orang-orang di sekitarnya. Dan pengawasan dari orang tua sangat
diperlukan sebagai kontrol atas kekeliruan dari perilaku anak yang tak sesuai
dengan ajaran Islam.

3. Pendidikan dengan Nasihat


Pemberi nasihat seharusnya orang yang berwibawa di mata anak. Pemberi
nasihat dalam keluarga tentunya orang tuanya sendiri selaku pendidik bagi anak.
Anak akan mendengarkan nasihat tersebut, apabila pemberi nasihat juga bisa
memberi keteladanan. Sebab nasihat saja tidak cukup bila tidak diikuti dengan
keteladanan yang baik. Anak tidak akan melaksanakan nasihat tersebut apabila
didapatinya pemberi nasihat tersebut juga tidak melaksanakannya. Anak tidak
butuh segi teoretis saja, tapi segi praktislah yang akan mampu memberikan
pengaruh bagi diri anak.
Nasihat yang berpengaruh, membuka jalannya ke dalam jiwa secara
langsung melalui perasaan. Setiap manusia (anak) selalu membutuhkan nasihat,
sebab dalam jiwa terdapat pembawaan yang biasanya tidak tetap, dan oleh karena
itu kata- kata atau nasihat harus diulang-ulang. 21 Nasihat akan berhasil atau
memengaruhi jiwa anak, tatkala orang tua mampu memberikan keadaan yang
baik. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. al-Baqarah: 44;
َ‫َاب فِي َأفَاَل تَ ْعقِلُوْ ن‬ َ َّ‫أتَْأ ُمرُونَ الن‬.
َ ‫اس بِ ْالبِ ِّر وتنسون أنفُ َس ُكم وأنتم تتلُونَ ْال ِكت‬
"Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kabaktian, sedang kamu
melupakan diri (kewajiban) mu sendiri, Padahal kamu membaca al-Kitab
(Taurat)? Maka tidakkah kamu berpikir?" (Q.S. al-Baqarah: 44).
Agar harapan orang tua terpenuhi yakni anak mengikuti apa-apa yang
telah diperintahkan dan yang telah diajarkannya, tentu disamping memberikan
nasihat yang baik juga ditunjang dengan teladan yang baik pula. Karena
pembawaan anak mudah terpengaruh oleh kata-kata yang didengarnya
dan juga tingkah laku yang sering dilihatnya dalam kehidupan sehari-hari dari
pagi hari sampai sore hari. Nasihat juga harus diberikan sesering mungkin
kepada anak-anak masa sekolah dasar, sebab anak sudah bersosial dengan teman

20
sebayanya. Agar apa-apa yang telah diberikan dalam keluarganya tidak mudah
luntur atau tepengaruh dengan lingkungan barunya.

B. Kontrol Diri
1. Pengertian Kontrol Diri

Psikologi Perkembangan merupakan salah satu cabang dari psikologi


khusus yang mempelajari perilaku dan perubahan perilaku individu dalam
berbagai tahap perkembangan, mulai dari masa sebelum lahir (prenatal), masa
bayi, masa kanakkanak, masa anak kecil, masa anak sekolah dasar, masa remaja
awal, masa remaja tengah dan adolesen, masa dewasa muda, dewasa dan dewasa
tua, serta masa usia lanjut. Tiap tahap masa perkembangan tersebut menjadi obyek
studi dari psikologi sebab setiap masa memiliki ciri-ciri atau karakteristik
perkembangan yang berbeda.Menurut Calhoun dan Acocella (1990), kontrol diri
atau kendali diri adalah pengaruh seseorang terhadap, dan peraturan tentang
fisiknya, tingkah laku. Dan proses-proses psikologisnya – dengan kata lain
sekelompok proses yang mengikat dirinya. Dalam Goldfried dan Merbaum
(1973), self-control adalah proses dimana seorang individu menjadi pihak utama
membentuk, mengarahkan dan mengatur perilaku yang akhirnya diarahkan pada
konsekuensi positif.

Messina & Messina (dalam Singgih D. Gunarsa, 2009), menyatakan


bahwa pengendalian diri adalah seperangkat tingkah laku yang berfokus pada
keberhasilan mengubah diri pribadi, keberhasilan menangkal pengrusakan diri
(self-destructive), perasaan mampu pada diri sendiri, perasaan mandiri
(autonomy) atau bebas dari pengaruh orang lain, kebebasan menentukan tujuan,
kemampuan untuk memisahkan perasaan dan pikiran rasional, serta seperangkat
tingkah laku yang terfokus pada tanggung jawab atas diri pribadi. Menurut Berk

21
(dalam Singgih D. Gunarsa, 2009), pengendalian diri adalah kemampuan individu
untuk menahan keinginan atau 20 dorongan sesaat yang bertentangan dengan
tingkah laku yang tidak sesuai dengan norma sosial.

Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa self-control


(pengendalian diri) adalah kemampuan individu untuk menggunakan kehendak
atau keinginannya dalam membimbing tingkah laku sendiri dan menekan atau
merintangi impuls-impuls atau tingkah laku impulsif yang dapat diarahkan pada
konsekuensi positif.

2. Aspek-aspek Self-Control

Menurut Averill (dalam Sarafino, 1994), terdapat lima jenis tipe mengontrol
diri, yaitu :
a. Behavioral control Berkaitan dengan kemampuan untuk mengambil tindakan
yang konkret untuk mengurangi dampak stressor. Tindakan tersebut mungkin
dapat mengurangi intensitas peristiwa yang penuh dengan tekanan atau
memperpendek jangka waktu. Dalam Averill (1973), behavioral control ini
diperinci menjadi 2 komponen, yaitu mengatur pelaksanaan (regulated
administration) dan kemampuan memodifikasi stimulus (stimulus
modification). Kemampuan mengatur pelaksanaan merupakan kemampuan
individu untuk menentukan siapa yang mengendalikan situasi atau keadaan,
dirinya sendiri atau sesuatu di luar dirinya. Individu yang kemampuan
mengontrol dirinya baik akan mampu mengatur perilaku dengan
menggunakan kemampuan dirinya dan bila tidak mampu individu akan
menggunakan sumber eksternal. 21 Kemampuan memodifikasi stimulus
merupakan kemampuan untuk mengetahui bagaimana dan kapan suatu
stimulus yang tidak dikehendaki dihadapi. Ada beberapa cara yang dapat
digunakan, yaitu mencegah atau menjauhi stimulus, menempatkan tenggang
waktu diantara rangkaian stimulus yang sedang berlangsung, menghentikan
stimulus sebelum waktunya berakhir, dan membatasi intensitasnya.
b. Cognitive control Merupakan kemampuan untuk menggunakan proses dan
strategi yang sudah dipikirkan untuk mengubah pengaruh stressor. Ini untuk
22
memodifikasi akibat dari tekanan-tekanan. Strategi tersebut termasuk dalam
hal yang berbeda atau fokus pada kesenangan atau pemikiran yang netral atau
membuat sensasi. Dalam Averill (1973), cognitive control terdiri atas 2
komponen, yaitu memperoleh informasi (information gain) dan melakukan
penilaian (appraisal). Dengan informasi yang dimiliki oleh individu mengenai
suatu keadaan yang tidak menyenangkan individu dapat mengantisipasi
keadaan tersebut dengan berbagai pertimbangan. Melakukan penilaian berarti
individu berusaha menilai dan menafsirkan suatu keadaan atau peristiwa
dengan cara memperhatikan segi-segi positif secara subjektif.
c. Decisional control Merupakan kesempatan untuk memilih antara prosedur
alternatif atau cara bertindak. Dalam Averill (1973), decisional control
merupakan kemampuan seseorang untuk memilih hasil atau suatu tindakan
berdasarkan pada sesuatu yang diyakini atau disetujuinya. Self-control dalam
menentukan pilihan akan berfungsi baik dengan adanya suatu kesempatan,
kebebasan, atau kemungkinan pada diri individu untuk memilih berbagai
kemungkinan.
d. Informational Control Merupakan waktu yang tepat untuk mengetahui lebih
banyak tentang tekanantekanan, apa saja yang terjadi, mengapa, dan apa
konsekuensi selanjutnya. Informasi kontrol diri dapat mengurangi tekanan
dengan meningkatkan kemampuan individu untuk memprediksikan dan
mempersiapkan atas apa yang akan terjadi dengan mengurangi ketakutan-
ketakutan yang sering dimiliki seseorang yang tidak terduga.
e. Retrospective Control Bertujuan untuk meyakinkan tentang apa dan siapa
yang mengakibatkan tekanan-tekanan setelah ini terjadi. Kelima aspek ini
yang digunakan untuk menyusun instrumen self-control.

3. Fungsi Self-Control (Pengendalian Diri)


Messina dan Messina (dalam Singgih D. Gunarsa, 2009), menyatakan bahwa
pengendalian diri memiliki beberapa fungsi:
a. Membatasi perhatian individu kepada orang lain. Dengan adanya
pengendalian diri, individu akan memberikan perhatian pada kebutuhan
pribadinya pula, tidak sekedar berfokus pada kebutuhan, kepentingan, atau
23
keinginan orang lain di lingkungannya. Perhatian yang terlalu banyak pada
kebutuhan, kepentingan, atau keinginan orang lain akan menyebabkan
individu mengabaikan bahkan melupakan kebutuhan pribadinya.
b. Membatasi keinginan individu untuk mengendalikan orang lain di
lingkungannya. Dengan adanya pengendalian diri, individu akan membatasi
ruang bagi aspirasi dirinya dan memberikan ruang bagi aspirasi orang lain
supaya terakomodasi secara bersama-sama.
c. Membatasi individu untuk bertingkah laku negatif. Individu yang memiliki
pengendalian diri akan terhindar dari berbagai tingkah laku negatif.
Pengendalian diri memiliki arti sebagai kemampuan individu untuk
menahan dorongan atau keinginan untuk bertingkah laku (negative) yang
tidak sesuai dengan norma sosial.
d. Membantu individu untuk memenuhi kebutuhan hidup secara seimbang.
Individu yang memiliki pengendalian diri yang baik, akan berusaha
memenuhi kebutuhan hidupnya dalam takaran yang sesuai dengan
kebutuhan yang ingin dipenuhinya. Dalam hal ini, pengendalian diri
membantu individu untuk menyeimbangkan pemenuhan kebutuhan hidup.

4. Faktor Yang Mempengaruhi Pengendalian Diri (Self-


Control)

Menurut Gilliom et al (dalam Singgih D. Gunarsa, 2009), ada beberapa sub-


faktor yang mempengaruhi proses pembentukan pengendalian diri (self-control)
dalam diri individu. Keseluruhan sub-faktor tersebut termasuk dalam faktor
emotion regulation (terdiri dari active distraction, passive waiting, information
gathering, comfort seeking, focus on delay object/task, serta peak anger).
Dijelaskan oleh Gilliom bahwa semakin anak (pada usia 3½ tahun)
mengalihkan hal-hal yang menyebabkan perasaan frustrasi yang dialaminya
dengan cara active distraction (terdiri dari: anak diajak bermain khayal,
mengeksplorasi ruang bermain, menyalakan-mematikan lampu, diajak bernyanyi,
diajak menari, dan sebagainya) serta dengan cara passive waiting (anak
diinstruksikan untuk berdiri ataupun duduk dengan tenang), maka semakin anak
24
(pada saat nanti usianya 6 tahun-yaitu usia sekolah) tidak mampu mengendalikan
atau menahan tingkah laku yang bersifat menyakiti, merugikan atau menimbulkan
kekesalan bagi orang lain (externalizing). Namun, pada saat yang bersamaan, bila
anak (pada usia 3½ tahun) mampu mengalihkan hal-hal yang menyebabkan
perasaan frustrasi yang dialaminya dengan cara passive waiting (menuruti
instruksi untuk berdiri atau duduk dengan tenang), maka semakin anak (pada saat
nanti usianya 6 tahun-yaitu usia sekolah) mampu bekerja sama dengan orang lain
dan mematuhi aturan yang ada. Sementara itu, bila anak (pada usia 3½ tahun)
mengalihkan hal-hal yang menyebabkan perasaan frustrasi yang dialaminya
dengan cara membicarakan atau mendiskusikan sumber perasaan frustrasi,
memandang sumber perasaan frustrasi, dan menyatakan bahwa ia ingin berusaha
mengakhiri sumber frustrasinya, maka semakin anak (pada saat nanti usianya 6
tahun-yaitu usia sekolah) mampu mengendalikan tingkah laku yang bersifat
menyakiti atau merugikan orang lain (externalizing). Cara focus on delay
object/task yang dilakukan oleh anak, apda sisi lain, dapat menimbulkan efek
negatif pada kemampuan pengendalian diri, khususnya pada aspek cooperation.
Artinya, semakin anak (pada usia 3½ tahun) mengalihkan hal-hal yang
menyebabkan perasaan frustrasi yang dialaminya dengan cara focus on delay
object/task (misalnya, dengan membicarakan sumber perasaan frustrasi,
memandang sumber perasaan frustrasi, dan menyatakan bahwa ia ingin berusaha
mengakhiri sumber frustrasinya), maka semakin anak (pada saat nanti usianya 6
tahun-yaitu usia sekolah), kurang mau bekerja sama dan kurang menuruti aturan
atau instruksi yang diberikan kepadanya. Untuk sub faktor information gathering,
Gilliom et al (dalam Singgih D. Gunarsa, 2009), menyatakan bahwa semakin anak
(pada usia 3½ tahun) mengalihkan hal-hal yang menyebabkan perasaan frustrasi
yang dialaminya dengan cara information 25 gathering (mencari tahu dengan
menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan sumber perasaan frustrasinya
tanpa menyatakan bahwa ia ingin mengakhiri sumber frustrasinya), maka semakin
anak (pada saat nanti usianya 6 tahun-yaitu usia sekolah) mampu menunjukkan
assertiveness-nya kepada orang lain. Dengan kata lain, anak semakin mampu

25
mengungkapkan keinginan atau perasaan kepada orang lain tanpa menyakiti atau
menyinggung perasaan orang lain tersebut.

5. Self control dalam Perspektif Islam

Self control atau kontrol diri sangat erat kaitannya dengan emosi. Kontrol
diri di sini adalah bagaimana seseorang itu dapat meredakan emosinya dengan
baik. Sebagaimana dalam hadits di bawah ini:
ْ‫ ًَإب انش ٌد ُد ان‬،‫ نٍس انش ٌدد َض ِب ِري ًٌهك َ َّ ببنصسع ِت‬: ‫زسل هلال ملسو هيلع هلال ىلص‬
ٕ ‫ف َسُّ ِ ُع َد ان َع قبل‬
Artinya: "Rasulullah SAW bersabda: Bukanlah orang yang kuat itu yang (biasa
menang) saat bertarung atau bergulat tetapi orang kuat itu adalah yang (mampu)
mengendalikan nafsunya ketika marah." (HR. Bukhari, Muslim, Ahmad).
Penjelasan hadits di atas bahwa seseorang yang kuat itu bukanlah orang
yang selalu menang dalam bertarung melainkan orang kuat itu adalah orang yang
dapat mengendalikan nafsunya ketika marah. Dalam hadits ini pula sangat jelas
dijelaskan setiap manusia harus memiliki kontroldiri dalam mengendalikan setiap
tingkah lakunya. Tingkah laku akan memainkan perannya berdasarkan egonya.
Ketika ego manusia dikuasai oleh kemarahan maka dia harus bisa mengendalikan
dirinya agar tidak berbuat perilaku yang dapat melanggar norma.
Dalam Islam, kontrol diri adalah bagian dari kesabaran, bahkan tergolong
pada tingkatan yang paling tinggi diantara bentuk kesabaran lainnya. Terdapat dua
hal penting yang berperan dalam dalam menentukan perilaku manusia, yaitu akal
(aq) dan hati (qalb). Menurut Al-Ghazali, aql hakikatnya adalah insting yang
diciptakan untuk menalar khususnya fenomena alam dan ayat-ayat kauniyah
Allah. Sementara hati ibarat pemimpin bagi seluruh organ tubuh manusia. Hati
menjadi penentu kepribadian individu, mengontrol perilaku sertan dorongan baik
maupun buruk. Pengetahuan yang diperoleh dari agl mendorong qalb untuk
tunduk dan melaksanakan tuntunan Allah. Jika qalb gagal melakukannya, maka
individu tersebut akan condong kepada kejahatan dan derajatnya tak lebih tinggi
dari binatang" Kemampuan kontrol diri erat kaitannya dengan berfungsinya qalb
yang condong kepada ketaatan. Untuk menjaga diri dari berbuat kerusakan,
26
individu diarahkan untuk menjalankan ibadah yang akan menjadi perisai dari
perbuatan dosa. Allah SWT berfirman:
َُ ْ ‫قِى أ َ ِكخَب َٔأ ْ ٍْ َك ِي ٍَ ان نَ ِ ٔ ِح ًَ إ ُ َٓى َع ٍِ ثم َيب أ ٌَّ ان َّص ٕهة َُْح ِ ان َّص ٕهةَ إ‬
‫ص ُٕع ٌَ ُى َيب َح‬
َ‫انفحشبء ٔانًُكس ٔنركس هلال أكبس ٔهلال ٌَ ْعه‬
Artinya: "Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab
(Al-Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah
(shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). Dan
Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Ankabut: 45)
Keyakinan individu dalam kepercayaannya terhadap agama akan membuat
individu terus-menerus memonitor kesesuaian antara perilaku dan keyakinan-
keyakinannya dengan melakukan ritual keagamaan yang bersifat instrospektif
seperti shalat, meditasi, dan lain-lain. Kontrol diri (self control) dalam Islam dapat
terbentuk karena ritual- ritual keagamaan seringkali melibatkan pengendalian
perilaku seperti puasa. Secara tidak langsung ini bisa berfungsi sebagai salah satu
bentuk pelatihan pengendalian diri (self control) yang kemudian bisa di pakai
untuk tugas tugas lain. Kontrol diri (self control) dalam konteks Islam terdapat
dalam QS. Al Mu'minun ayat 71: ِ
ٍ ‫بركس†ى ٓفى‬
ٓ ٍَّ َ‫ي‬ ْ ٕ َ ‫ف ْْ َل َء ُْ ْى نَ َف َس† َد ِث ان َّس ًَٕ ُث َٔا َْْٕا‬
ٓ ‫ٔن انب††ع انح††ق أ‬
‫انبخى‬ ٍِ ٍْ ‫ب ْم ْز ِض َٔ َي‬
‫حعسض‬
ٌٕ ‫ذكسْى‬
Artinya: "Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti binasalah
langit dan bumi ini, dan semua yang ada di dalamnya. Sebenarnya Kami telah
mendatangkan kepada mereka kebanggan (Al-Qur'an) mereka tetapi mereka
berpaling dari kebanggaan itu "(QS. AlMu'minun 71).
Pada ayat ini dijelaskan bahwa alasan penentangan mereka terhadap Al-
Quran adalah kandungannya bertentangan dengan hawa nafsu dan keinginan
mereka yang tidak pada tempatnya. Bila diasumsikan undang-undang yang
mengatur alam ini harus mengikuti keinginan manusia, maka yang terjadi adalah
kehancuran dan tidak ada parameter pasti yang mengatur dunia ini. Kemudian
ayat ini menyebut Al- Quran menjadi perantara untuk menyadarkan manusia dan

27
faktor penyelamat manusia. Sebaliknya, mengikuti hawa nafsu akan membuat
manusia memalingkan wajahnya dari ayat-ayat Ilahi."

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Psikologi Perkembangan merupakan salah satu cabang dari
psikologi khusus yang mempelajari perilaku dan perubahan perilaku
individu dalam berbagai tahap perkembangan, mulai dari masa sebelum
lahir (prenatal), masa bayi, masa kanakkanak, masa anak kecil, masa anak
sekolah dasar, masa remaja awal, masa remaja tengah dan adolesen, masa
dewasa muda, dewasa dan dewasa tua, serta masa usia lanjut. Tiap tahap
masa perkembangan tersebut menjadi obyek studi dari psikologi sebab
setiap masa memiliki ciri-ciri atau karakteristik perkembangan yang
berbeda.
Psikologi Perkembangan merupakan salah satu cabang dari
psikologi khusus yang mempelajari perilaku dan perubahan perilaku
individu dalam berbagai tahap perkembangan, mulai dari masa sebelum
lahir (prenatal), masa bayi, masa kanakkanak, masa anak kecil, masa anak
sekolah dasar, masa remaja awal, masa remaja tengah dan adolesen, masa
dewasa muda, dewasa dan dewasa tua, serta masa usia lanjut. Tiap tahap
masa perkembangan tersebut menjadi obyek studi dari psikologi sebab
setiap masa memiliki ciri-ciri atau karakteristik perkembangan yang
berbeda.

B. Saran
Pada pembuatan makalah ini, Penulis menyadari bahwa banyak
sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Dengan adanya pedoman
yang bisa dipertanggung jawabkan dari berbagai sumber, Penulis akan
memperbaiki makalah. Oleh sebab penulis harapkan kritik serta sarannya
mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas, supaya dalam
penulisan makalah yang akan datang menjadi lebih baik lagi.
28
Daftar Pustaka
Taubah, M. (2015). Pendidikan anak dalam keluarga perspektif
Islam. JurnalPendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education
Studies), 3(1), 109-136.
Aviyah, E., & Farid, M. (2014). Religiusitas, kontrol diri dan kenakalan
remaja. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 3(02), 126-129.
Sari, S. P. (2017). Teknik Psikodrama dalam Mengembangkan Kontrol Diri
Siswa. Jurnal Dosen Universitas PGRI Palembang.
Hildayani, R., Sugianto, M., Tarigan, R., & Handayani, E. (2014). Psikologi
perkembangan anak.

29

Anda mungkin juga menyukai