Disusun Oleh :
Kelompok 2
1. Rachel Aura Azzahra / 105361102321
2. Titin Anggriani / 105361101621
3. Putri Nadira / 105361100321
4. Siti Khumairah Syarif / 105361100821
5. Firkiawan Syah / 105361102621
Puji syukur ke hadirat Allah SWT karena rahmat dan hidayah-Nya sehingga tim Penyusun
masih diberikan kesehatan untuk menyelesaikan Makalah dengan judul "Pertumbuhan dan
Perkembangan serta Faktor yang Mempengaruhinya" dengan tepat waktu. Makalah disusun
Penyusun menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan kritik
yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini,
tim Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan.
Mungkin hal ini karena terbatasnya kemampuan tim Penyusun. Tetapi demikian, pada
kesempatan ini tim Penyusun telah berupaya semaksimal mungkin untuk Menyusun makalah ini
dengan sebaik-baiknya sesuai kemampuan tim Penyusun. Tim Penyusun meminta maaf
sebelumnya apabila terdapat kesalahan kata atau Penyusunan pada makalah ini.
i
DAFTAR ISI
Contents
KATA PENGANTAR........................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................................................................ii
BAB 1...........................................................................................................................................................1
I.3 TUJUAN...............................................................................................................................................2
BAB II...........................................................................................................................................................3
BAB III........................................................................................................................................................12
III.1 KESIMPULAN...................................................................................................................................12
III.2 SARAN.............................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................14
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan yang bersifat kuantitatit yang mengacu pada jumlah,
besar, serta luas yang bersifat konkret yang biasanya menyangkut ukuran dan struktur biologis.
Pertumbuhan merupakan perubahan secara fisiologis sebagai hasil dari proses kematangan
fungsi-fungsi fisik yang berlangsung secara normal dalam perjalanan waktu tertentu. Hasil
pertumbuhan berupa bertambahnya ukuran kuantitatif dari fisik anak seperti tinggi dan berat
badan, kekuatan, ataupun proporsi sehingga secara ringkas pertumbuhan adalah proses
perubahan dan kematangan fisik yang menyangkut perubahan ukuran atau perbandingan.
Perkembangan adalah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada kualitas fungsi organ-
organ jasmaniah dan bukan pada organ jasmani tersebut sehingga penekanan arti perkembangan
terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang termanifestasi pada kemampuan organ
fisiologis. Proses perkembangan akan berlangsung sepanjang kehidupan manusia, sedangkan
proses pertumbuhan seringkali akan berhenti jika seseorang telah mencapai kematangan fisik.
Susilo Windradini (1995:2) menyatakan bahwa proses pertumbuhan dan perkembangan harus
berjalan seiring dan merupakan proses yang tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu (1) hereditas, (2) lingkungan, (3) kematangan fisik dan psikis (4) serta
aktivitas anak sebagai subjek bebas yang punya otoritas untuk membuat pilihan, menerima, atau
menolak, serta memiliki emosi.
1. Mampu menjelaskan perkembangan anak sejak prasekolah akan berjalan dengan baik
2. Mampu menjelaskan bahwa anak-anak mampu melakukan apa yang ia seharusnya
lakukan pada usia tertentu
3. Mampu menjelaskan perilaku anak-anak dalam mencerminkan keadaan alami
4. Mampu menjelaskan Apakah ada kepastian bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak
berjalan dengan normal
2
BAB II
PEMBAHASAN
B. Tahapan Sensorik-Motorik
Ini adalah periode di mana seorang anak diamati aktivitasnya untuk melihat pertumbuhan
kemampuan mentalnya.
Dua bulan pertama ditandai dengan gerakan motorik yang sangat mendasar, seperti mengisap
dan menggenggam. Tahapan ini disebut dengan tahap refleksi. Dua bulan kemudian ditandai
dengan gerakan berulang yang disebut tahap reaksi sirkular primer. Fase usia 4-8 bulan anak
akan mengulangi gerakan yang disertai konsekuensi, seperti menyentuh mainan gantung di atas
boks agar bergerak. Tahap ini disebut dengan tahap reaksi melingkar sekunder.
Menginjak usia satu tahun, gerakan anak menjadi lebih kompleks, dan disebut dengan tahap
koordinasi reaksi sekunder. Enam bulan setelahnya, anak menemukan cara baru untuk
melakukan aktivitas yang sama, yang disebut dengan reaksi melingkar tersier. Di usia 2 tahun,
anak mulai menunjukkan tanda-tanda memecahkan masalah untuk aktivitas sederhana secara
mental, sebelum melakukan tindakan. Hal ini disebut dengan penemuan cara baru melalui
kombinasi mental.
3
Usia 2-4 tahun: Kemampuan bahasa anak berkembang meski belum terlalu logis. Mereka
bisa mengingat dan membicarakan obyek yang saat ini tidak terlihat. Ini adalah fase pre-
operational.
Usia 4-7 tahun: Perkembangan bicara anak lebih masuk akal dan anak sudah mampu
mengenali serta menggunakan logika sederhana. Anak sudah mampu memahami
permainan dengan aturan sederhana. Fase ini disebut dengan fase intuitif.
Secara umum orang tua banyak memberikan gagasan untuk mencari cara agar bayi tumbuh
cerdas. Perkembangan kognitif (intelektual) sejatinya merupakan perkembangan pikiran.
Perkembangan inilah yang bertanggung jawab terhadap pembentukan mental, penyelesaian
masalah, penilaian, bahasa, pemahaman sebab akibat, pengambilan keputusan, serta ingatan.
Karena dikendalikan dari otak, perkembangan kognitif kerap dikaitkan dengan kecerdasan.
Demikian dikatakan kepala seksi Promkes Dinas Kesehatan provinsi Lampung
dr.Hj.Asih Hendrastuti,M,Kes, Jum'at (25/12).
Berdasarkann Piaget, pada bayi, perkembangan kognitif berlangsung melalui interaksi
dengan lingkungan sekitar. Karena itulah, orangtua memegang peranan penting dalam
memaksimalkan perkembangan kognitif anak usia 0-12 bulan, ujarnya.
4
Ada yang dapat kita jadikan acuan orangtua untuk memaksimalkan kognitif bayinya.
Seperti, Pada bulan-bulan awal, berikan stimulasi sensoris. Pada bayi, pemahaman akan sesuatu
berawal dari kemampuan sensorisnya. Ini berarti, khususnya di usia-usia awal (0-6 bulan), bayi
menerima informasi tentang lingkungan di sekitarnya melalui pancaindra. Setiap penglihatan,
pendengaran, penciuman, pengecapan, serta perabaan yang dilakukannya, akan menimbulkan
berbagai sensasi yang pada akhirnya menciptakan suatu pemahaman pada otak bayi,
terangnya. Selain itu, usapan handuk di tubuhnya seusai mandi, contoh, akan merangsang
perkembangan kognitifnya, karena dari usapan tersebut bayi belajar mengenai tekstur kain
handuk yang lembut.
Selanjutnya, berusaha hindari overstimulasi dan suara-suara yang mengganggu pada bayi
seperti, suara berisik akan memengaruhi konsentrasi. Ini pun berlaku pada bayi. Ia membutuhkan
ketenangan ketika tengah membentuk pemahaman tentang sesuatu. Usahakan juga untuk tidak
memberikan stimulasi dengan bertubi-tubi. Cara itu justru akan membuat otak bayi bekerja
terlalu cepat sehingga tak mampu mencerna pengalaman yang didapatnya dengan baik. Lakukan
stimulasi secara perlahan dan dengan frekuensi berulang-ulang, bebernya.
Faktor kebersihan botol susu atau dot harus terjaga dengan steril, usahakan dot atau
empeng disesuaikan dengan selembut mungkin, hal itulah guna menjaga pertumbuhan daya
rangsang gusi dan rongga mulut sebagai perangsang pertumbuhan gigi kelak, ucapnya.Selain itu
tentu faktor asupan gizi berimbang, gunakan Air Susu Ibu (ASI) ekseklusif sesuai anjuran
kesehatan, karna hanya ASI yang mampu membuat kekebalan tubuh bayi dan tak lupa pakaian
bayi harus selalu bersih, harapnya.
Yang mesti kita ingat tambah Asih, mengenai tambahan makanan disela-sela pemberian
ASI atau dikenal dengan MPASI sangat dianjurkan diberikan kepada bayi yang sudah berusia 6
bulan. Selain karena tubuhnya sudah mulai membutuhkan berbagai zat penunjang pertumbuhan,
pada usia ini bayi juga harus mulai di latih untuk mengenal berbagai macam makanan dalam
rangka menyeimbangkan sistem pencernaan dan untuk membantu kekebalan tubuhnya,
pesannya. (HD)
5
yang diberikannya. Di bawah ini dijelaskan mengenai perkembangan AUD berdasar aspek
emosi, sosial dan moral. Ketiga aspek tersebut kenyataannya dapat terwujud dalam suatu
perilaku karena perwujudan emosi dan moral sebagai hasil atau dampak saat berinteraksi dengan
individu lain atau kelompok sosialnya, misalnya dalam kehidupan keluarga.
1. Emosi Dasar
Para ahli sepakat bahwa sejak dilahirkan seorang anak sudah mempunyai emosi. Hurlock
mengatakan bahwa emosi bayi yang baru lahir masih tidak mempunyai bentuk tertentu seperti
yang kita kenal yaitu menangis. Emosi bayi masih berupa kegairahan umum yang kabur
(general/diffuse excitement). Baru pada minggu-minggu pertama terlihat respons-respon senang
dan tidak senang. Sebelum bayi belajar bicara ia sudah menunjukkan emosi heran, gembira,
marah, malu, dan takut. Emosi senang diwujudkan dengan senyum atau tertawa. Sebaliknya,
emosi tidak senang, takut atau bahkan marah sering kali terwujud saat bayi menangis.
Keseluruhan kondisi emosi tersebut sebagai tanggapan terhadap stimulan yang ada di lingkungan
sekitarnya maupun kondisi internal si bayi itu sendiri. Jika bayi mendapat stimulus yang
menyenangkan, misalnya saat ‘dikudang’ oleh ibunya, atau sedang dimainkan boneka oleh
orangtuanya, maka bayi merespon dengan tersenyum atau bahkan tertawa riang. Sebaliknya, jika
bayi merasa kehausan atau kelaparan, merasa takut terhadap kondisi sekitarnya, maka bayi
meresponnya dengan menangis. Dalam perkembangan selanjutnya, bayi juga memiliki emosi
jijik, tertarik, dan sedih. Kondisi inilah yang dianggap sebagai emosi dasar, yang juga perlu
diajarkan oleh orang dewasa di sekitarnya.
Orang tua memiliki peranan yang sangat besar dalam mengembangkan kompetensi emosional
pada anak. Anak yang kompeten secara emosional memiliki karakter berikut;
1) Memiliki pemahaman emosional yang lebih baik. Kemampuan ini dibutuhkan untuk kelak
mampu membicarakan perasaannya dan berespon secara tepat pada sinyal emosi orang lain.
2) Handal dalam mengelola emosi pribadi. Kemampuan ini dibutuhkan saat mengatasi emosi-
emosi negatif, seperti saat merasa sedih, marah, kecewa, atau cemas.
6
3) Memiliki pengalaman yang lebih banyak dalam memahami emosi pribadi dan orang lain
dalam wujud empati. Kemampuan berempati memungkinkan anak memiliki kepekaan yang
tinggi akan rasa kasih sayang pada orang lain. Menjadikan mereka berhati besar, selain tanggap
dan peduli. Di dalam Psikologi diketahui bahwa kompetensi emosional berkembang dengan
pesat di enam tahun pertama kehidupan anak.
Kecerdasan emosional penting bagi keberhasilan anak dalam membina pertemanan dengan
teman sebaya dan dalam perkembangan kesehatan mental secara keseluruhan. Anak yang
terampil memahami emosinya kelak akan mudah belajar memahami emosi teman sebaya.
Selanjutnya Hurlock mengatakan bahwa perkembangan emosi sangat dipengaruhi oleh faktor
kemasakan dan belajar. Pengalaman emosional sangat tergantung dari seberapa jauh individu
dapat mengerti rangsang yang diterimanya. Otak yang lebih masak memungkinkan menerima
pengalaman emosi yang lebih kaya (Hurlock, 1980). Selain itu, faktor belajar juga sangat besar
pengaruhnya, terutama dalam menentukan pola dari intensitas pengungkapan emosi. Seringnya
berinteraksi dengan lingkungan, apalagi terhadap lingkungan yang beragam akan membiasakan
individu (termasuk bayi) dalam memunculkan respons berupa emosi yang sesuai (tepat). Pada
tahap selanjutnya, perkembangan emosi sangat dipengaruhi oleh harapan-harapan orang tua atau
masyarakat. Perbedaan cara pengungkapan emosi pria dan wanita juga karena perbedaan harapan
tersebut.
8
Kohlberg memberi perkembangan moral dalam tiga peringkat yaitu pra-konvensional,
konvensional, dan purna konvensional (Soesilo, 2014). Peringkat prakonvensional mula-mual
ditandai dengan besarnya pengaruh wawasan kepatuhan dan hukuman terhadap perilaku anak.
Penilaian terhadap perilaku didasarkan atas akibat sikap yang ditimbulkan oleh perilaku itu.
Dalam tahap selanjutnya, akan mulai menyesuaikan dengan harapan lingkungan untuk
memperoleh hadiah, yaitu senyum, pujian atau permen.
Peringkat kedua adalah konvensional. Anak terpaksa mengikuti atau menyesuaikan diri
dengan berbagai harapan lingkungan atau ketertiban sosial agar disebut anak baik atau anak
manis.
Peringkat terakhir dalam teori moral kohlberg adala purna konvensional. Anak mulai
mengambil keputusan tentang baikburuk secara mandiri. Prinsip pribadi mempunyai peranan
yang penting. Penyesuaian diri terhadap segala aturan di sekitarnya lebih didasarkan atas
penghargaannya serta rasa hormatnya terhadap orang lain.
Oleh karena itu patut diikuti tanpa harus bertanya-tanya. Benar dan salah didasarkan atas
konsekuensi dari perilakunya. Tahap perkembangan moral yang kedua adalah moralitas otonom
(stage of autonomous morality) atau moralitas hasil interaksi seimbang (morality by cooperation
or reciprocity). Dimulai kira-kiara usia 8 tahun sampai dewasa. Pada masa ini konsep benar dan
salah yang dipelajari dari orangtuanya perlahan-lahan mulai berubah tergantung situasi dan
faktor lain. Ketika anak sudah berusia 12 tahun, maka kemampuan untuk berabstraksi
memungkinkan anak mengerti alasan yang ada di belakang tiap-tiap aturan atau harapan orang
lain. Oleh karena itu anak dapat memperhatikan konsekuensi perilakunya secara lebih rasional.
jawab orang tua seperti pada masa awal kanak-kanak. Pada masa ini, tugas-tugas
perkembangan anak menjadi tanggung jawab guru dan teman sebaya nya.
9
Pengembangan sikap-sikap terhadap kelompok social dan lembaga merupakan
tanggung jawab orang tua dan guru. Orang tua merupakan peletak dasar bagaimana
anak mampu menyesuaikan diri dengan teman sebaya, dan pentingnya berkelompok
untuk memberikan kesempatan bagi anak agar memperoleh pengalaman belajar di luar
lingkungan keluarga.
Pada aspek social, tidak berhasilnya tugas perkembangan anak akan berakibat
kesepian, karena merasa tidak popular diantara teman-temannya sehingga tidak akan
mendapatkan pengakuan dari teman sebayanya. Sikap agresif akan muncul jika anak
dipaksa untuk bermain tidak sesuai dengan jenis kelaminnya, sehingga merasa memiliki
kekuatan dan terjadi pertentangan dengan teman sebayanya dan akibatnya terjadi
penolakan. Penolakan itu berkaibat fatal terhadap perkembangan social mereka, karena
jika perkembangan sosialnya kurang baik, maka anak tidak memiliki pengalaman social
yang baik dan tidak memiliki kesempatan untuk belajar berperilaku secara social. Selain
memunculkan imajinasi dengan teman khayalan. Hal itu menunjukkan anak tidak bisa
bersosialisasi dengan baik, tetapi sebaliknya, jika anak terlalu banyak menghabiskan
Pada aspek emosi, akan terlihat dominasi emosi anak kurang baik dan jika tidak
diberikan pola asuh yang baik, maka akan mendorong terhadap perkembangan watak
yang kurang baik (Hurlock, 1980). Pada aspek emosi, penyesuaian pribadi dan social,
10
antar individu dan orang lain. Hal ini disebabkan oleh tidak mendapatkan kehangatan
dan kelekatan dari orang terdekat seperti seorang ibu atau pengganti ibu, sehingga
tidak mendapatkan kasih sayang yang kuat dan akan memunculkan ketergantungan
Pada aspek moral, masa awal kanak-kanak belum bisa menerapkan disiplin
secara konsisten sehingga memperlambat proses penyesuaian diri anak. Kemudian jika
anak melakukan kesalahan dan tidak ditegur, maka mereka akan mempertahankan
perilaku mereka. Begitupun jika konteks hukuman terus menerus menjadi bagian dari
pola asuh anak, maka anak bukannya menyadari kesalahannya tetapi mereka akan
Hukuman hendaknya tidak terlalu sering dilakukan, si anak tidak akan memiliki rasa
peka terhadap tujuan hukuman. Jadi ketika menerapkan disiplin otoriter, maka akan
Pada masa bayi, perkembangan fisik secara jelas dapat diamati pada enam bulan pertama
pertumbuhannya. Tahun pertama peningkatakan lebih kepada berat dan tinggi badan, berat badan
bayi usia satu tahun rata-rata 3 kali berat waktu lahir dan tumbuh 4-6 gigi susu. Selama tahun
kedua terjadi penurunan karena pertambahan berat otak paling pesat yaitu 1/8 berat total bayi.
Selain itu, yang berkembang adalah proporsi, tulang, otot dan lemak, bangun tubuh, gigi,
susunan saraf, dan organ perasa.
11
Perkembangan kognitif atau intelektual pada masa bayi terdapat teori piaget yang terkenal
sebagai acuan untuk memahami masalah tersebut. Teori ini menerangkan bahwa seorang anak
berkembang melalui serangkaian pikiran dari masa bayi hingga masa dewasa yang sesuai dengan
masing-masing tahap usia perkembangannya. Tahap-tahap tersebut berasal dari tekanan biologis
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannnya (melalui dua proses asimilasi dan akomodasi)
dan adanya pengorganisasian struktur berpikir. Secara kualitatif, tahap-tahap pemikiran setiap
individu berbeda yang artinya cara berpikir anak pada setiap tahap usianya berbeda-beda.
Jean Piaget menekankan fungsi kognitif seorang bayi, tetapi ia lebih mementingkan tindakan
bayi terhadap benda dibandingkan perhatian, ketidaksesuaian, mendapatkan kembali memori dan
penciptaan gambaran persepsi yang tidak berhubungan dengan suatu tindakan. Unit pusat
pengetahuan adalah skema sensorimotor, yang didefinisikan sebagai gambaran sejumlah
tindakan motorik yang digunakan untuk mendapatkan tujuan akhir. Tahapan periode
sensimotorik ada enam tahap yaitu sebagai berikut.
TAHAPAN
KETERANGAN
Munculnya kebiasaan-kebiasaan, terjadi ketika bayi menghadapi sebuah pengalaman baru dan
berusaha mengulanginya.
Koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan. Bayi membuat pandangan yang menarik bertahan
lama.
Saat berkembangnya kemampuan untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau
kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda.
12
Tujuan dari tugas-tugas perkembangan adalah sebagai pedoman bagi orang tua dan guru
untuk meningkatkan motivasi dalam mempelajari hal-hal yang diharapkan oleh masyarakat dan
untuk menyiapkan anak dalam menghadapi harapan-harapan baru. Adapun dalam pembahasan
kognitif pada bayi merupakan tahap perkembangan sensori-motorik. Piaget berpendapat bahwa
periode sensoris-motorik menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman ruang atau
tempat (spatial) penting.
Perkembangan masa bayi pada dua tahun pertama juga meliputi aspek perkembangan sosial
yang mana perkembangan sosial ini berhubungan dengan sejarah kelekatan. Perkembangan
perilaku sosial/empati anak sudah mulai sejak 12 bulan, saat bayi merespon kesedihan orang
lain, pada usia 0-12 bulan bayi dapat menunjukkan kesediha dirinya, menangis, merespon jika
diajak bercanda, anak mampu menunjukkan emosi tidak suka dengan berteriak, dan pada usia
18-22 bulan bayi tersebut dapat mencoba menghibur teman sebaya yang sedih, sudah mulai bisa
berbagi mainan dengan orang lain, anak mampu memperlihatkan ekspresi rasa takut.
b. 2-6 bulan: sedih (sadness) meliputi pedih, sedih, muram, suram, kesepian.
c. 6 bulan pertama: jijik (disgust) meliputi hina, muak, mual, benci, mau muntah.
d. 6-8 bulan: marah (anger) meliputi brutal, mengamuk, benci, jengkel, kesal hati.
Adapun implikasi perkembangan masa bayi dalam pedidikan adalah sebagai berikut:
1. Persalinan yang kurang cepat (kurang dari dua jam) dapat mengakibatkan anoxia (kerusakan
otak) karena bayi terlalu cepat dikenalkan pada oksigen dan belum siap untuk bernafas.
2. Bayi membutuhkan perawatan dan pemberian kasih sayang, lingkungan perlu memberikan
rangsangan motorik yang kontinu untuk membantu perkembangan motorik kasarnya dan motorik
halusnya
3. Pemaksaan dan reaksi orang dewasa sekitar yang menolak dapat mengakibatkan kemunduran,
akan menjadi takut dan tidak bahagia.
4. Pemberian afeksi bagi bayi lebih dipentingkan dari pada harus memaksa bayi melakukan
sesuatu perilaku yang tidak mungkin dilakukannya.
13
Sikap social merupakan proses individu dalam melatih kepekaan terhadap rangsangan-
rangsangan yang ditimbulkan dalam proses interaksi social . Rangsangan tersebut berupa fakta
atau peristiwa yang direspon secara objektif. Sikap social merupakan bagian dari nilai-nilai
karakter yang menetap dalam diri individu yang terdiri dari, sikap jujur, disiplin, tanggung
jawab, peduli, toleransi, gotong royong,, santun, dan percaya diri. Sikap social muncul sebagai
konstelasi skema perkembangan aspek social, emosional, dan moral. Skema tersebut tidak
bekerja alamiah, tetapi perlu adanya stimulus agar berkembang secara optimal. Lingkungan
sekolah dan keluarga dianggap sebagai mikrosistem proksimal yang penting untuk
pengembangan social dan perilaku anak. Pengalaman interaksional secara positif antara rumah
dan ruang kelas meningkatkan kualitas perkembangan aspek social emosional anak. Sekolah
harus memainkan perannya dalam membekali anak dengan pemahaman dan kesadaaran moral
melalui modelling dalam membentuk identitas moral mereka. Optimalisasi pengembangan aspek
social, emosi, dan moral anak selama di rumah harus mendapatkan parenting dari orang tua yang
sesuai dengan tuntunan Al Qur’an dan Sunnah. Peran sekolah ditunjukkan dengan adanya upaya
pengembangan social emosional, dan moral dalam membentuk sikap social pada siswa
terintegrasi dalam kegiatan pembelajaran.
Kesimpulan Perkembangan social, emosional, dan moral merupakan satu kesatuan utuh yang
akan berimplikasi pada pembentukan sikap social siswa. Pengembangan aspek-aspek tersebut
tentu saja tidak terjadi secara alamiah, dalam aspek pedagogi, aspek social, emosi, dan moral
bisa diajarkan melalui pembiasaan, internalisasi nilai-nilai karakter, Perkembangan Sosial,
Emosi, Moral Anak dan Implikasinya, bahkan di treatment terintegrasi dalam mata pelajaran. Di
dukung oleh lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, Masyarakat, dan budaya yang baik yang
bisa dijadikan sumber belajar. Bantuan pendidik sebagai orang dewasa mutlak penting. tugas
pendidik adalah membimbing dan mengarahkan agar potensi siswa berkembang maksimal. Agar
kemampuan sosialisasi anak meningkat, tugas pendidik adalah membimbing dan mengarahkan
mereka untuk belajar menerima dan melaksanakan tanggung jawab, belajar bersaing dengan
orang lain, belajar berprilaku social yang baik, belajar bekerja sama, belajar dari orang dewasa,
belajar kepada kelompok sebaya, belajar menyesuaikan diri dengan standar kelompok, belajar
14
bermain mengembangkan fisiknya, belajar berbagi, dan belajar bersikap sportif. Yang paling
utama adalah pola asuh yang baik dari orang tua sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya
dalam menjadikan anak yang berakhlakul karimah sebagai wujud sikap social yang baik dalam
lingkungan masyarakat. Sikap social terwujud sebagai hasil dari proses pendampingan pendidik
dalam mengembangkan tugas-tugas perkembangan siswa kearah kematangan.
BAB III
PENUTUP
III.1 KESIMPULAN
1. Perkembangan intelektual anak adalah tahapan di mana anak mempelajari dan menerapkan
pengalaman yang mereka peroleh seiring waktu. Dengan pengalaman, waktu, ingatan,
keterampilan memecahkan masalah, penalaran, dan kemampuan berpikirnya, intelektual anak
terus terasah dan berkembang.
2. Menurut Chaplin (1999) keadaan emosional merupakan suatu reaksi kompleks yang mengait
satu tingkat tinggi kegiatan dan perubahan-perubahan secara mendalam, serta dibarengi perasaan
yang kuat, atau disertai keadaan afektif. Perasaan (feeling) merupakan pengalaman disadari,
yang diaktifkan baik oleh perangsang eksternal maupun oleh bermacam-macam keadaan
jasmaniah. Emosi dapat dirumuskan sebagai satu keadaan yang terangsang dari organisme,
mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang mendalam sifatnya, perubahan perilaku.
3. Moral dapat diartikan sebagai tingkah laku yang susila, sesuai hukum atau adat kebiasaan
yang ada pada lingkungan. Menurut Chaplin (1999), morale (moril) merupakan sikap atau
semangat yang ditandai secara khas oleh adanya kepercayaan diri, motivasi yang kuat untuk
meneruskan sesuatu usaha, kegembiraan, dan organisasi yang baik. Perkembangan moral
dianggap sebagi suatu aspek penting karena sangat menentukan kepribadian individu sebagai
maklhuk sosial. Ada dua teori perkembangan moral yang menjadi acuan para pendidik, yaitu
teori dari Lawrence Kohlberg dan Jean Piaget.
4. Adapun implikasi perkembangan masa bayi dalam pedidikan adalah sebagai berikut:
1. Persalinan yang kurang cepat (kurang dari dua jam) dapat mengakibatkan anoxia (kerusakan
otak) karena bayi terlalu cepat dikenalkan pada oksigen dan belum siap untuk bernafas.
15
2. Bayi membutuhkan perawatan dan pemberian kasih sayang, lingkungan perlu memberikan
rangsangan motorik yang kontinu untuk membantu perkembangan motorik kasarnya dan motorik
halusnya
3. Pemaksaan dan reaksi orang dewasa sekitar yang menolak dapat mengakibatkan kemunduran,
akan menjadi takut dan tidak bahagia.
4. Pemberian afeksi bagi bayi lebih dipentingkan dari pada harus memaksa bayi melakukan
sesuatu perilaku yang tidak mungkin dilakukannya.
III.2 SARAN
Demikian yang dapat kami sampaikan mengenai materi yang menjadi bahasan dalam
makalah ini, tentunya banyak kekurangan dan kelemahan kerena terbatasnya
pengetahuan, kurangnya rujukan atau referensi yang kami peroleh hubungannya dengan
makalah ini. Penulis banyak berharap kepada para pembaca memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada kami demi sempurnanya makalah ini. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
16
DAFTAR PUSTAKA
https://www.popmama.com/kid/1-3-years-old/winda-carmelita/tahap-perkembangan-intelektual-anak
https://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/19733/5/BOOK_Tritjahjo%20Danny_Mozes
%20Kurniawan_Maria%20Rahardjo_Lanny%20Wijayaningsih_Ajeng%20Widiastuti_Konsep%20Dasar
%20Perkembangan%20Anak%20Usia%20Dini_Bab%205.pdf
https://www.kompasiana.com/danangpratamalistryanto17/5fbb6a53d541df607f738c42/
perkembangan-manusia-pada-masa-bayi-serta-implikasinya-dalam-pendidikan
17