Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

PERKEMBANGAN INDIVIDU

Untuk Memenuhi Matakuliah Psikologi Pendidikan

Dosen Pengampu : Malihatul Azizah,M.Pd

Disusun Oleh :
Diah Fitriyani (210110053)
Yuthi Khoirunnisa (210110009)

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


MIFTAHUL HUDA AL-AZHAR (STAIMA) KOTABANJAR

TAHUN PELAJARAN 2021/2022

Alamat Jln. Pesantren No.02. Dusun Citangkolo. Desa Kujangsari.

Kec Langgensari. Kota Banjar

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan walaupun dalam
bentuk yang sederhana. Tak lupa shalawat dan salam kita haturkan kapada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, Nabi yang telah membawa manusia dari
alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.

Makalah ini yang berjudul “Perkembangan Individu : Motorik, Bahasa, Kognitif,


Sosio-emosional, Spiritual.” merupakan tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan.
Makalah ini merupakan inovasi pembelajaran untuk memahami mata kuliah
tersebut secara mendalam, semoga makalah ini dapat berguna untuk mahasiswa
pada umumnya.

Kami sebagai penulis mengharapkan kemaklumannya jika dalam penulisan


makalah ini masih terdapat kekurangan dari segi cara penulisan, tata bahasa
maupun dari isi mutu penulisan. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati
yang paling dalam kami harapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun
demi kelengkapan dan kesempurnaan makalah ini

Banjar, 31 Oktober 2022

Kelompok

ii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................................ii

Daftar Isi………………………………………………………………………….iii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………………………...…1

B. Rumusan Masalah……………………………………………………………..2

C. Tujuan………………………………………………………………….………2

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perkembangan................................................................................3

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan........................................3

BAB III. PEMBAHASAN

A. Perkembangan Motorik....................................................................................4

B. Perkembangan Bahasa.....................................................................................7

C. Perkembangan Kognitif..................................................................................8

D. Perkembangan Sosio-emmosiona..................................................................12

E. Perkembangan Spiritual................................................................................16

BAB IV. PENUTUP

A. Kesimpulan.......................................................................................................20

B. Saran.................................................................................................................20

DAFTARPUSTAKA.............................................................................................21

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Individu dalam kehidupannya mengalami perkembangan, mulai dari masa


bayi hingga orang tua. Setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas
perkembangan khusus yang harus dicapai oleh individu tersebut. Tugas-tugas ini
berkaitan erat dengan perubahan kematangan, motorik, bahasa, kognitif,
sprititualitas, sosioemosional.

Menurut Havighurst, tugas perkembangan merupakan suatu tugas yang


muncul pada periode tertentu dalam rentang kehidupan individu, yang apabila
tugas itu berhasil dituntaskan akan membawa kebahagiaan dan sukses denganya,
tugas-tugas perkembangan selanjutnya, namun apabila mengalami kegagalan akan
menyebabkan ketidakbahagiaan pada diri individu yang bersangkutan.

Perkembangan adalah perubahan fungsi yaitu, aspek-aspek psikis, bersifat


kualitatif dan berjalan terus hingga akhir hayat. Perkembangan adalah proses
perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah.
Penekanan artinya terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang
oleh organ-organ fisik.

Perkembangan individu merupakan suatu proses perubahan pada diri


individu yang dipengaruhi banyak hal, baik dari faktor internal seperti hereditas
dan gen, hingga faktor luar seperti asupan makanan, pergaulan, olahraga dan
sebagainya. Begitu banyak hal yang terjadi selama masa perkembangan,
merupakan suatu dinamika yang pastinya ditentukan oleh berbagai faktor, seperti
yang disebutkan diatas. Berhasil tidak suatu tugas perkembangan juga merupakan
andil besar dari faktor-faktor tersebut.

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana perkembangan Motorik individu?

2. Bagaimana perkembangan Bahasa individu?

3. Bagaimana perkembangan Kognitif individu?

4. Bagaimana perkembangan Sosio-emosional individu?

5. Bagaimana perkembangan Spiritual individu?

C. Tujuan

1. Mengetahui perkembangan Motorik individu

2. Mengetahui perkembangan Bahasa individu

3. Mengetahui perkembangan Kognitif individu

4. Mengetahui perkembangan Sosio-emosional individu

5. Mengetahui perkembangan Spiritual individu

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perkembangan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1991), perkembangan


(berkembang) berarti mekar terbuka atau membentang; menjadi besar, luas, dan
banyak, serta menjadi bertambah sempurna dalam hal kepribadian, pikiran,
pengetahuan, dan sebagainya.

Dalam Dictionary of Psychology (1972) & The Penguin Dictionary of


Psychology (1988), perkembangan adalah tahapan-tahapan perubahan yang
progresif yang terjadi dalam rentang kehidupan manusia dan organisme lainnya,
tanpa membedakan aspek-aspek yang terdapat dalam diri organisme-organisme
tersebut.

Secara mudah, perkembangan adalah perubahan fungsi yaitu, aspek-aspek


psikis, bersifat kualitatif dan berjalan terus hingga akhir hayat. Perkembangan
adalah proses perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ
jasmaniah. Penekanan artinya terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis
yang disandang oleh organ-organ fisik.

B. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan

a. Faktor intern, faktor yang ada dalam diri individu itu sendiri yang
meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut
mengembangkan dirinya sendiri.

b. Faktor eksternal, hal-hal yang datang atau ada di luar diri individu
yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman
berinteraksi individu tersebut dengan lingkungannya.

3
BAB III

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Motorik (Fisik) (motor development)

Yakni proses perkembangan yang progresif dan berhubungan dengan


perolehan aneka ragam keterampilan fisik anak (motor skills). Mula-mula seorang
anak yang baru lahir hanya memiliki sedikit sekali kendali terhadap aktivitas alat-
alat jasmaninya. Setelah berusia 4 bulan, bayi itu sudah mulai mampu duduk
dengan bantuan sanggaan dan dapat pula meraih dan menggenggam benda-benda
mainannya yang sering hilang dari pandangannya. Kini, ia telah memiliki apa
yang disebut “grasp reflex”, yakni gerakan otomatis untuk menggenggam. Inilah
refleks primitif (yang ada sejak dahulu kala) yang diwariskan nenek moyangnya
tanpa dipelajari.

Respons otomatis yang juga dimiliki seorang bayi sebagai bekal dan dasar
perkembangannya adalah “rooting reflex” (refleks dukungan) yakni gerakan
kepala dan mulut yang otomatis setiap kali pipinya disentuh, kepalanya akan
berbalik atau bergerak ke arah datangnya rangsangan.

Bekal selanjutnya yang dibawa anak dari rahim ibunya ialah kapasitas
sensori. Kapasitas sensori lazimnya mulai berlaku bersama-sama dengan
berlakunya refleks-refleks motor tadi, bahkan terkadang dengan kualitas yang
lebih baik. Hal ini terbukti dengan adanya kemampuan pengaturan napas,
penyedotan, dan tanda-tanda respon terhadap stimulus lainnya.

Ketika seorang anak memasuki sekolah dasar atau ibtidaiyah pada umur 6
atau 7 tahun sampai 12 atau 13 tahun, perkembangan fisiknya mulai tampak
benar-benar seimbang dan proporsional. Artinya, organ-organ jasmani tumbuh
serasi dan tidak lebih panjang atau lebih besar dari yang semestinya. Misalnya,
ukuran tangan kanan tidak lebih panjang daripada tangan kiri atau ukuran leher
tidak lebih besar dari ukuran kepala yang disangganya.

4
Belajar keterampilan fisik (motor learning) dianggap telah terjadi dalam
diri seseorang apabila ia telah memperoleh kemampuan dan keterampilan yang
melibatkan penggunaan lengan (seperti menggambar) dan tungkai (seperti berlari)
secara baik dan benar. Untuk belajar memperoleh kemampuan keterampilan
jasmani ini, ia tidak hanya cukup dengan latihan dan praktik, tetapi juga
memerlukan kegiatan perceptual learning (belajar berdasarkan pengamatan) atau
kegiatan sensory-motor learning (belajar keterampilan inderawi-jasmani).

Ada 4 macam faktor yang mendorong kelanjutan perkembangan motor


skills anak yang juga memungkinkan campur tangan orang tua dan guru dalam
mengarahkannnya, yaitu :

a. Pertumbuhan dan perkembangan sistem syaraf (nervous system)

Sistem syaraf adalah organ halus dalam tubuh yang terdiri atas
struktu jaringan serabut syaraf yang sangat halus yang berpusat di central
nervous system, yakni pusat sistem jaringan syaraf yang ada di otak
(Reber, 1988). Pertumbuhan syaraf dan perkembangan kemampuannya
membuat intelegensi (kecerdasan) anak meningkat dan mendorong
timbulnya pola-pola tingkah laku baru. Semakin baik perkembangan
kemampuan sistem syaraf seorang anak akan semakin baik dan beraneka
ragam pula pola-pola tingkah laku yang dimilikinya. Namun uniknya,
berbeda dengan organ tubuh lainnya, organ sistem syaraf apabila rusak tak
dapat diganti atau tumbuh lagi.

b. Pertumbuhan otot-otot

Otot adalah jaringan sel-sel yang dapat berubah memanjang dan


juga sekaligus merupakan unit atau kesatuan sel yang memiliki daya
mengkerut (contractile unit). Diantara fungsi-fungsi pokoknya ialah
sebagai pengikat organ-organ lainnya dan sebagai jaringan pembuluh yang
mendistribusikan sari makanan (Reber, 1988). Peningkatan tonus
(tegangan otot) anak dapat menimbulkan perubahan dan peningkatan

5
aneka ragam kemampuan dan kekuatan jasmaninya. Perubahan ini tampak
sangat jelas pada anak yang sehat dari tahun ke tahun dengan semakin
banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam permainan yang bermacam-
macam atau dalam membuat kerajinan tangan yang semakin meningkat
kualitas dan kuantitasnya dari masa ke masa.

c. Perkembangan dan perubahan fungsi kelenjar-kelenjar endokrin (endocrine


glands).

Kelenjar adalah alat tubuh yang menghasilkan cairan atau getah,


seperti kelenjar keringat. Sedangkan kelenjar endokrin secara umum
adalah kelenjar dalam tubuh yang memproduksi hormon yang disalurkan
ke seluruh bagian dalam tubuh melalui aliran darah. Berubahnya fungsi
kelenjar-kelenjar endokrin seperti adrenal (kelenjar endokrin yang meliputi
bagian atas ginjal dan memproduksi bermacam-macam hormon termasuk
hormon seks), dan kelenjar pituitary (kelenjar di bagian bawah otak yang
memproduksi dan mengatur berbagai hormon termasuk hormon
pengembang indung telur dan sperma), juga menimbulkan pola-pola baru
tingkah laku anak ketika menginjak remaja. Perubahan fungsi kelenjar-
kelenjar endokrin akan mengakibatkan berubahnya pola sikap dan tingkah
laku seorang remaja terhadap lawan jenisnya. Perubahan ini dapat berupa
seringnya melakukan kerjasama dalam belajar atau berolahraga,
berubahnya gaya dandanan/penampilan dan lain-lain perubahan pola
perilaku yang bermaksud menarik perhatian lawan jenis.

d. Perubahan struktur jasmani

Semakin meningkat usia anak semakin meningkat pula ukuran


tinggi dan bobot serta proporsi (perbadingan bagian) tubuh pada
umumnya. Perubahan jasmani ini akan banyak berpengaruh terhadap
perkembangan kemampuan dan kecakapan motor skills anak. Kecepatan
berlari, kecekatan bergerak,kecermatan menyalin pelajaran, keindahan
melukis, dan sebagainya akan terus meningkat seiring dengan proses
penyempurnaan struktur jasmani siswa. Pengaruh perubahan fisik seorang

6
siswa juga tampak pada sikap dan perilakunya terhadap orang lain, karena
perubahan fisik itu sendiri mengubah konsep diri (self-concept) siswa
tersebut. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa perkembangan fisik siswa
lebih memiliki signifikansi daripada usia kronologisnya sendiri.

B. Perkembangan Bahasa

Bahasa merupakan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain.


Bahasa sangat erat kaitannya dengan perkembangan berfikir individu.
Perkembangan individu tampak dalam perkembangan bahasanya yaitu
kemampuan membentuk pengertian, menyusun pendapat dan menarik
kesimpulan. Perkembangan fikiran itu dimulai pada usia 1,6-2,6 tahun yaitu pada
saat anak dapat menyusun kalimat dua atau tiga kata. Laju perkembangan itu
sebagai berikut:

a. 1,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat positif “ bapak makan “

b. Usia 2,6 tahun, anak dapat menyusun pendapat negatif (menyangkal) “


bapak tidak makan”

c. Pada usia selanjutnya, anak dapat menyusun pendapat kritikan, keragu-raguan


dan menarik kesimpulan.

Adapun, tugas-tugas perkembangan bahasa antara lain:


a. Pemahaman, yaitu kemampuan memahami makna ucapan orang lain.
b. Pemahaman pembendaharaan kata

Pembendaharaan kata-kata anak berkembang dimulai secara lambat pada


usia dua tahun pertama, kemudian mengalami tempo yang cepat pada usia
pra-sekolah dan terus meningkatkan setelah anak masuk sekolah.

c. Penyusunan kata-kata menjadi kalimat

Pada umumnya berkembang pada usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama
ialah kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai “gesture“ untuk
melengkapi cara berfikirnya. Contohnya, anak menyebut “bola” sambil
menunjuk bola itu dengan jarinya. Kalimat tunggal itu berarti “tolong

7
ambilkan bola itu untuk saya”. Menurut Davis, Garrison dan Mc Carthy (E.
Hurlock, 1956) anak yang cerdas, anak wanita, dan anak yang berasal dari
keluarga berada, bentuk kalimat yang diucapkannya itu lebih panjang dan
kompleks dibandingkan dengan anak yang kurang cerdas, anak pria, dan
anak yang berasal dari kelurga miskin.

d. Ucapan

Kemampuan mengucapkan kata-kata merupakan hasil belajar melalui


imitasi (peniruan) terhadap suara-suara yang di dengar dari orang lain
(terutama orang tua).

C. Perkembangan Kognitif (cognitive development)

Yakni perkembangan fungsi intelektual atau proses perkembangan


kemampuan/kecerdasan otak anak. Sebagian besar psikolog terutama kognitivis
(ahli psikologi kognitif) berkeyakinan bahwa proses perkembangan kognitif
manusia mulai berlangsung sejak ia baru lahir. Bekal dan modal dasar
perkembangan manusia, yakni kapasitas motor dan kapasitas sensori, ternyata
sampai batas tertentu, juga dipengaruhi oleh aktivitas ranah kognitif.

Menurut para ahli psikologi kognitif, pendayagunaan kapasitas ranah


kognitif manusia sudah mulai berjalan sejak manusia itu mulai mendayagunakan
kapasitas motor dan sensorinya. Persoalan mengenai usia berapa hari, berapa
minggu, atau berapa bulan aktivitas ranah kognitif mulai mempengaruhi
perkembangan manusia, menurut hemat penyusun memang sulit ditentukan.
Namun, yang lebih mendekati kepastian dan dapat dipedomani adalah hasil-hasil
riset para ahli psikologi kognitif menyimpulkan bahwa aktivitas ranah kognitif
manusia itu pada prinsipnya sudah berlangsung sejak masa bayi, yakni rentang
kehidupan antara 0-2 tahun.

Hasil riset kognitif yang dilakukan selama kurun waktu 20 tahun terakhir
ini menyimpulkan bahwa semua bayi manusia sudah berkemampuan menyimpan
informasi-informasi yang berasal dari penglihatan, pendengaran, dan informasi-
informasi lain yang diserap melalui indera-indera lainnya. Selain itu, bayi juga

8
berkemampuan merespons informasi-informasi tersebut secara sistematis. Jean
Piaget, mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi 4 tahap, yaitu :

a) Tahap sensori motor

Selama perkembangan sensori-motor yang berlangsung sejak anak


lahir sampai usia 2 tahun, intelegensi yang dimiliki anak tersebut masih
berbentuk primitif dalam arti masih didasarkan pada perilaku terbuka.
Meskipun demikian, intelegensi sensori-motor sesungguhnya merupakan
intelegensi dasar yang amat berarti karena ia menjadi fondasi untuk tipe-
tipe intelegensi tertentu yang akan dimiliki anak tersebut kelak.

Intelegensi sensori-motor dipandang sebagai intelegensi praktis


(practical intellegence) yang berfaidah pada anak usia 0-2 tahun untuk
belajar berbuat terhadap lingkungan sebelum ia mampu berpikir mengenai
apa yang sedang ia perbuat. Pada periode ini, anak belajar bagaimana
mengikuti dunia kebendaan secara praktis dan belajar menimbulkan efek
tertentu tanpa memahami apa yang sedang ia perbuat.

b) Tahap pra-operasional (2-7 tahun)

Periode ini terjadi dalam diri anak ketika berumur 2-7 tahun.
Perkembangan ini bermula pada saat anak telah memiliki penguasaan
sempurna mengenai object permanence. Artinya, anak tersebut sudah
memiliki kesadaran akan “tetap eksisnya” suatu benda yang harus ada atau
biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan, atau sudah tak
dilihat dan tak didengar lagi.

Perolehan kemampuan berupa kesadaran terhadap eksistensi object


permanence adalah hasil dari munculnya kapasitas kognitif baru disebut
representation/mental representation (gambaran mental). Secara singkat,
representasi adalah sesuatu yang mewakili atau menjadi simbol atau wujud
sesuatu yang lainnya. Representasi ini merupakan bagian penting dari
skema kognitif yang memungkinkan anak berpikir dan menyimpulkan
eksistensi sebuah benda atau kejadian tertentu walaupun benda atau

9
kejadian itu berada di luar pandangan, pendengaran, atau jangkauan
tangannya.

Dalam periode ini, juga yang sangat penting, ialah diperolehnya


kemampuan berbahasa. Dalam periode ini anak mulai mampu menggunakan kata-
kata yang benar dan mampu pula mengekspresikan kalimat-kalimat pendek tetapi
efektif.

c) Tahap konkret-operasional (7-11 tahun)

Dalam periode ini yang berlangsung hingga usia menjelang remaja,


anak memperoleh tambahan kemampuan yang disebut system of
operations (satuan langkah berpikir). Kemampuan ini berfaedah bagi anak
untuk mengkoordinasikan pemikiran dan idenya dengan peristiwa tertentu
ke dalam sistem pemikirannya sendiri.

Dalam intelegensi operasional anak yang sedang berada pada tahap


konkret-operasional terdapat sistem operasi kognitif yang meliputi :

 Conservation (konservasi/pengekalan), kemampuan anak dalam


memahami aspek-aspek kumulati materi, seperti volume dan jumlah.
Anak yang mampu mengenali sifat kuantitatif sebuah benda akan tahu
bahwa sifat kuantitatif tersebut tidak akan berubah secara
sembarangan.

 Addition of classes (penambahan golongan benda), kemampuan anak


dalam memahami cara mengkombinasikan beberapa golongan benda
yang dianggap berkelas lebih rendah, seperti mawar & melati, dan
menghubungkannya dengan golongan benda yang berkelas lebih
tinggi, seperti bunga. Disamping itu, kemampuan ini meliputi
kecakapan memilah-milah benda yang tergabung dalam sebuah benda

10
yang berkelas tinggi menjadi benda-benda yang berkelas rendah,
misalnya dari bunga menjadi bunga mawar, melati, dan seterusnya.

 Multiplication of classes (pelipatgandaan golongan benda),


kemampuan yang melibatkan pengetahuan mengenai cara
mempertahankan dimensi-dimensi benda (seperti warna bunga dan tipe
bunga) untuk membentuk gabungan golongan benda (seperti mawar
merah, mawar putih, dan seterusnya). Kemampuan ini juga meliputi
kemampuan memahami secara sebaliknya, yakni cara memisahkan
gabungan golongan benda menjadi dimensi-dimensi tersendiri,
misalnya : warna bunga mawar terdiri atas merah, putih, dan kuning.

d) Tahap formal-operasional (11-15 tahun)

Dalam tahap ini, anak yang sudah menjelang atau sudah menginjak
masa remaja, akan dapat mengatasi masalah keterbatasan pemikiran
konkret-operasional. Dalam perkembangan kognitif tahap akhir ini
seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik
secara simultan (serentak) maupun berurutan dua ragam kemampuan
kognitif, yakni :

- Kapasitas menggunakan hipotesis

- Kapasitas menggunakan prinsip-prinsip abstrak

Dengan kapasitas menggunakan hipotesis (anggapan dasar), seorang


remaja akan mampu berpikir hipotesis, yakni berpikir mengenai sesuatu
khususnya dalam hal pemecahan masalah dengan menggunakan anggapan dasar
yang relevan dengan lingkungan yang ia respon. Sedangkan dengan kapasitas
menggunakan prinsip-prinsip abstrak, remaja tersebut akan mampu mempelajari
materi-materi pelajaran yang abstrak, seperti ilmu agama, ilmu matematika dan
ilmu-ilmu abstrak lainnya dengan luas dan lebih mendalam.

11
Selanjutnya, seorang remaja yang telah telah berhasil menjalani tahap ini
akan dapat memahami dan mengungkapkan prinsip-prinsip abstrak. Prinsip-
prinsip tersembunyi ini,pada gilirannya akan dapat mengubah perhatian-perhatian
sehari-hari secara dramatis dengan pola yang terkadang sama sekali berbeda dari
pola-pola perhatian sebelumnya. Suatu saat remaja tersebut akan menuliskan masa
depannya dengan prinsip-prinsip abstrak, seperti “aku tahu bahwa aku sedang
memikirkan masa depanku sendiri, lalu aku mulai berpikir tentang mengapa aku
memikirkan masa depanku”.

D. Perkembangan Sosio-emosional (Socio-emotional Development)

Yaitu perkembangan berkomunikasi secara emosional, memahami diri


sendiri, kemampuan untuk memahami perasaan orang lain, pengetahuan tentang
orang lain, keterampilan dalam berhubungan dengan orang lain, menjalin
persabatan, dan pengertian tentang moral.

Perkembangan sosial yakni proses perkembangan mental yang


berhubungan dengan perubahan-perubahan cara anak berkomunikasi dengan
orang lain, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Berlangsung sejak
masa bayi hingga akhir hayatnya. Perkembangan sosial menurut Bruno (1987)
merupakan proses pembentukan social self (pribadi dalam masyarakat), yakni
pribadi dalam keluarga, budaya, bangsa, dan seterusnya.

Seperti dalam proses-proses perkembangan lainnya, proses perkembangan


sosial juga selalu berkaitan dengan proses belajar. Konsekuensinya, kualitas hasil
perkembangan sosial siswa sangat bergantung pada kualitas proses belajar
(khususnya belajar sosial) tersebut, baik di lingkungan sekolah dan keluarga
maupun di lingkungan yang lebih luas. Ini bermakna bahwa proses belajar itu
amat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang
selaras dengan norma moral agama, moral tradisi, moral hukum, dan norma moral
lainnya yang berlaku dalam masyarakat siswa yang bersangkutan. Setiap tahapan
perkembangan perilaku sosial anak selalu dihubungkan dengan perkembangan
perilaku moral, yakni perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat.

12
Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan juga perkembangan moral,
sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam
bertingkah laku sosial. Seorang siswa hanya akan mampu berperilaku sosial
tertentu secara memadai apabila menguasai pemikiran norma perilaku moral yang
diperlukan untuk situasi sosial tersebut.

Di lain pihak, perkembangan emosi (ataupun emosi itu sendiri) amat


menentukan sikap seseorang dalam bergaul (sosialnya). Apabila jelek emosinya,
maka orang akan menjauhinya. Yang menyebabkan menyebabkan jeleknya
emosinya adalah kemungkinan hasil didikan dari orang tuanya. Demikian juga
apabila emosi seseorang stabil, adalah hasil didikan di keluarga juga sejak awal.
Karena itu, keluarga harus dari awal telah memelihara agar anak tidak suka
pemarah, suka memukul, suka ngamuk, dan sebagainya. Ibu mendidik anaknya
agar emosinya tenang, yaitu jika ibu suka tenang dalam menghadapi berbagai
masalah kehidupan. Apabila ibu suka tergopoh-gopoh, maka anaknya juga suka
tergopoh-gopoh. Karena itu, salah satu aspek perkembangan emosi adalah
ketenangan dan kenyamanan di keluarga.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosio-emosional antara


lain :

a. Perlakuan dan Cara Pengasuhan Orang Tua

Secara garis besar ada tiga tipe gaya pengasuhan orang tua yakni :

- Tipe
- Perilaku Orang Tua
- Karakteristik Anak
- Otoriter

Kontrol yang ketat dan penilaian yang kritis terhadap perilaku anak, sedikit
dialog (memberi dan menerima) secara verbal, serta kurang hangat dan kurang
terjalin secara emosional.

13
b. Kesesuaian antara bayi dan pengasuh

Dalam proses interaksi antara pengasuh dan anak, perilaku mereka


bisa saling mempengaruhi dan menyesuaikan diri satu sama lain sehingga
ada penyesuain diri antar masing-masing. Jika terjadi ketidakcocokan
antara pengasuh dan anak maka akan berdampak anak mengalami stres,
murung, frustasi, dan bahkan menimbulkan rasa kebencian. Jadi pengasuh
harus benar-benar bisa menangkap respon apa yang sang anak inginkan,
agar terjadi jalinan kasih sayang antara mereka, dan tidak menimbulkan
rasa benci

c. Temperamen bayi

Merupakan salah satu hal yang harus dipahami oleh sang pengasuh
agar bisa terjalin hubungan yang akrab antara pengasuh dan anak. Ada tiga
gaya perilaku bayi yakni bayi yang mudah, bayi yang sulit dan bayi yang
lamban. Ciri bayi yang mudah adalah memiliki keteraturan, adaptif,
bahagia dan mau mendekati objek atau orang baru. Bayi yang sulit
cenderung tidak teratur, tidak senang terhadap perubahan situasi, sering
menangis, menempakkan perasaan negative. Sedangkan bayi yang lamban
adalah bayi yang cenderung kurang adaptif, menarik diri, kurang aktif dan
intensitas respon kurang.

d. Perlakuan guru di sekolah

Apa yang guru perbuat di sekolah akan berpengaruh terhadap anak


didiknya. Perlakuan guru terhadap anak memiliki pengaruh yang sangat
signifikan terhadap perkembangan sosioemosional anak. Pengaruh guru
tidak hanya pada aspek kognitif anak, tetapi juga segenap perilaku dan
pribadi yang ditampilkan guru di depan anak didiknya, karena secara
langsung hal tersebut bisa menjadi pengalaman-pengalaman anak.

Adapun tahap-tahap perkembangan emosi yang mempengaruhi perkembangan


sosialnya yaitu :

a. Masa Bayi

14
Pembagian emosinya diklasifikasikan menjadi 2:

- Emosi Primer, yang termasuk dalam emosi primer ini adalah terkejut,
tertarik, senang, marah, sedih, takut, dan jijik yang muncul pada usia enam
bulan pertama.

- Emosi yang disadari (self-concious emotions), yang memerlukan kognisi,


terutama kesadaran diri.Yang termasuk dalam jenis ini adalah empati,
cemburu, dan kebingungan yang muncul pada 1½ tahun pertama (setelah
timbulnya kesadaran diri), selain itu ada juga bangga, malu, dan rasa
bersalah yang mulai muncul pada 2½ tahun pertama.

b. Masa Kanak-Kanak Awal

Emosi yang dialaminya antara lain : rasa bangga, rasa malu, rasa bersalah,
rasa marah, rasa takut, rasa cemburu, rasa ingin tahu , iri hati, gembira,
sedih, & kasih sayang.

c. Masa Kanak-Kanak Akhir & Anak-Anak

Beberapa perubahan yang penting dalam masa ini, antara lain :

- Peningkatan kemampuan untuk memahami emosi kompleks, misalnya


kebanggaan dan rasa malu (Kuebli, 1994).

- Peningkatan pemahaman bahwa mungkin saja seseorang mengalami lebih


dari satu emosi dalam situasi tertentu.

- Peningkatan kemampuan untuk menekan atau menutupi reaksi emosional


yang negatif.

- Penggunaan strategi personal untuk mengalihkan perasaan tertentu, seperti


mengalihkan atensi atau pikiran ketika mengalami emosi tertentu.

d. Masa Remaja

15
Masa remaja merupakan masa yang sulit secara emosional. Tidak
selamanya seorang remaja berada dalam situasi “badai dan stress”, tetapi
fluktuasi emosi dari tinggi ke rendah memang meningkat pada masa remaja
awal. (Rosenblum & Lewis, 2003). Seorang remaja bisa saja merasa di
puncak dunia pada suatu saat namun merasa tidak berharga sama sekali
pada waktu berikutnya. Seorang remaja akan sering merajuk tidak tahu
bagaimana mengekspresikan emosi mereka. Hanya dengan sedikit atau
bahkan tanpa provokasi sama sekali, mereka bisa saja meledak di depan
orang tua atau saudara-saudara mereka.

Reed Larson dan Maryse Richards (1994) menemukan bahwa remaja


menunjukkan emosi yang lebih ekstrem dan lebih berubah-ubah
dibandingkan orang tua mereka. Sebagai contoh, seorang remaja lima kali
lebih mungkin untuk menyatakan dirinya “sangat bahagia” dibandingkan
dengan orang tua mereka. Penemuan ini mendukung pandangan yang
menyatakan remaja adalah orang yang sangat moody dan mudah berubah-
ubah emosinya. (Rosenblum & Lewis, 2003).

e. Masa Dewasa

Pada masa dewasa, dimulai dengan belajar untuk mengendalikan


emosinya dan menyesuaikan emosinya sesuai dengan situasi yang
dihadapinya. Kematangan emosinya jauh lebih baik dan kompleks.
Keinginan untuk mengekspresikan emosi secara berlebihan sudah dapat
dikendalikan begitu pula dengan perubahan emosinya yang lebih stabil.

E. Perkembangan Spiritual

Spiritualitas didefinisikan sebagai suatu kepercayaan akan adanya suatu


kekuatan atau suatu yang lebih agung dari dirisendiri (Witmer
1989).Perkembangan spiritual itu ibarat perjalanan tumbuh dan berkembang yang
dimulai dari diri masing masing. Keyakinan spritual sangat berkaitan dengan
bagian moral dan etis dalam konsep diri anak dan oleh karena itu harus
dipertimbangkan sebagai bagian dari pengkajian kebutuhan dasar anak. Anak-
anak perlu memiliki arti, tujuan, dan harapan dalam hidupnya. Tidak hanya itu,

16
mereka juga membutuhkan pengakuan dan pemberian maaf. Spritualitas
mempengaruhi seluruh bagian dalam diri seseorang: pikiran , jiwa, &tubuh
(cluterr,1991:121.)

Adapun fase-fase perkembangan spiritual yaitu :

a. Individu yang berusia antara 0-18 bulan, Haber (1987) menjelaskan


bahwa perkembangan spiritual bayi merupakan dasar untuk perkembangan
spiritual selanjutnya. Bayi memang belum memiliki moral untuk mengenal
arti spiritual. Keluarga yang spiritualnya baik merupakan sumber dari
terbentuknya perkembangan spiritual yang baik pada bayi.

b. Dimensi spiritual mulai menunjukkan perkembangan pada masa


kanak-kanak awal (18 bulan-3 tahun). Anak sudah dapat belajar
membandingkan hal yang baik dan buruk untuk melanjuti peran
kemandirian yang lebih besar. Tahap perkembangan ini memperlihatkan
bahwa anak-anak mulai berlatih untuk berpendapat dan menghormati acara-
acara ritual dimana mereka merasa tinggal dengan aman. Observasi
kehidupan spiritual anak dapat dimulai dari kebiasaan yang sederhana
seperti cara berdoa sebelum tidur dan berdoa sebelum makan, atau cara anak
memberi salam dalam kehidupan sehari-hari.

c. Perkembangan spiritual pada anak masa pra sekolah (3-6 tahun)


berhubungan erat dengan kondisi psikologis dominannya yaitu super ego.
Anak usia pra sekolah mulai memahami kebutuhan sosial, norma, dan
harapan, serta berusaha menyesuaikan dengan norma keluarga. Anak tidak
hanya membandingkan sesuatu benar atau salah, tetapi membandingkan
norma yang dimiliki keluarganya dengan norma keluarga lain. Kebutuhan
anak pada masa pra sekolah adalah mengetahui filosofi yang mendasar
tentang isu-isu spiritual. Kebutuhan spiritual ini harus diperhatikan karena
anak sudah mulai berfikiran konkrit. Mereka kadang sulit menerima
penjelasan mengenai Tuhan yang abstrak, bahkan mereka masih kesulitan
membedakan Tuhan dan orang tuanya.

17
d. Usia sekolah merupakan masa yang paling banyak mengalami
peningkatan kualitas kognitif pada anak (6-12 tahun). Anak usia sekolah (6-
12 tahun) berfikir secara konkrit, tetapi mereka sudah dapat menggunakan
konsep abstrak untuk memahami gambaran dan makna spriritual dan agama
mereka. Minat anak sudah mulai ditunjukan dalam sebuah ide, dan anak
dapat diajak berdiskusi dan menjelaskan apakah keyakinan itu. Orang tua
dapat mengevaluasi pemikiran sang anak terhadap dimensi spiritual mereka.

e. Remaja (12-18 tahun). Pada tahap ini individu sudah mengerti akan
arti dan tujuan hidup, menggunakan pengetahuan misalnya untuk
mengambil keputusan saat ini dan yang akan datang. Kepercayaan
berkembang dengan mencoba dalam hidup. Remaja menguji nilai dan
kepercayaan orang tua mereka dan dapat menolak atau menerimanya.
Secara alami, mereka dapat bingung ketika menemukan perilaku dan role
model yang tidak konsisten. Pada tahap ini kepercayaan pada kelompok
paling tinggi perannya daripada keluarga. Tetapi keyakinan yang diambil
dari orang lain biasanya lebih mirip dengan keluarga, walaupun mereka
protes dan memberontak saat remaja. Bagi orang tua ini merupakan tahap
paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing anak
untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua dan remaja.

f. Dewasa muda (18-25 tahun). Pada tahap ini individu menjalani


proses perkembangannya dengan melanjutkan pencarian identitas spiritual,
memikirkan untuk memilih nilai dan kepercayaan mereka yang dipelajari
saat kanak-kanak dan berusaha melaksanakan sistem kepercayaan mereka
sendiri. Spiritual bukan merupakan perhatian utama pada usia ini, mereka
lebih banyak memudahkan hidup walaupun mereka tidak memungkiri
bahwa mereka sudah dewasa.

g. Dewasa pertengahan (25-38 tahun). Dewasa pertengahan


merupakan tahap perkembangan spiritual yang sudah benar-benar
mengetahui konsep yang benar dan yang salah, mereka menggunakan
keyakinan moral, agama dan etika sebagai dasar dari sistem nilai. Mereka

18
sudah merencanakan kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan
terhadap kepercayaan dan nilai spiritual.

h. Dewasa akhir (38-65 tahun). Periode perkembangan spiritual pada


tahap ini digunakan untuk instropeksi dan mengkaji kembali dimensi
spiritual, kemampuan introspeksi ini sama baik dengan dimensi yang lain
dari diri individu tersebut. Biasanya kebanyakan pada tahap ini kebutuhan
ritual spiritual meningkat.

i. Lanjut usia (65 tahun sampai kematian). Pada tahap perkembangan


ini, menurut Haber (1987) pada masa ini walaupun membayangkan
kematian, mereka banyak menggeluti spiritual sebagai isu yang menarik,
karena mereka melihat agama sebagai faktor yang mempengaruhi
kebahagian dan rasa berguna bagi orang lain. Riset membuktikan orang
yang agamanya baik, mempunyai kemungkinan melanjutkan kehidupan
lebih baik. Bagi lansia yang agamanya tidak baik menunjukkan tujuan hidup
yang kurang, rasa tidak berharga, tidak dicintai, ketidakbebasan dan rasa
takut mati. Sedangkan pada lansia yang spiritualnya baik ia tidak takut mati
dan dapat lebih mampu untuk menerima kehidupan. Jika merasa cemas
terhadap kematian disebabkan cemas pada proses bukan pada kematian itu
sendiri.

19
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkembangan adalah perubahan fungsi yaitu, aspek-aspek psikis, bersifat


kualitatif dan berjalan terus hingga akhir hayat.Perkembangan adalah proses
perubahan kualitatif yang mengacu pada mutu fungsi organ-organ jasmaniah.
Penekanan artinya terletak pada penyempurnaan fungsi psikologis yang disandang
oleh organ-organ fisik.

Individu dalam kehidupannya mengalami perkembangan, mulai dari masa


bayi hingga orang tua. Setiap tahap perkembangan terdapat tugas-tugas
perkembangan khusus yang harus dicapai oleh individu tersebut. Tugas-tugas ini
berkaitan erat dengan perubahan kematangan, motorik, bahasa, kognitif,
sprititualitas, sosioemosional dan sebagainya sebagai syarat untuk pemenuhan dan
kebahagiaan hidupnya.

Perkembangan individu merupakan suatu proses perubahan pada diri


individu yang dipengaruhi banyak hal, baik dari faktor internal hingga faktor luar.
Begitu banyak hal yang terjadi selama masa perkembangan, merupakan suatu
dinamika yang pastinya ditentukan oleh berbagai faktor, seperti yang disebutkan
diatas. Berhasil tidak suanya suatu tugas perkembangan juga merupakan andil
besar dari faktor-faktor tersebut.

B. Saran

Bagi para pembaca, jadikanlah makalah “Perkembangan Individu” ini


menjadi salah satu bacaan yang dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita.
Sehingga, kita pun juga dapat mengerti dan memahami bagaimana sedikit seluk
beluk hal-hal yang terkait dengan perkembangan diri kita sendiri. Dan jangan lupa
juga untuk membaca bacaan-bacaan lain, agar pengetahuan dan wawasan kita
semakin bertambah.“Semangat membaca, semangat untuk maju !”

20
DAFTAR PUSTAKA

Syah, Muhibbin. 2002. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.

Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Willis, S.S. 2012. Psikologi Pendidikan. Bandung: CV Alfabeta

Mustaqim. 2012. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Belajar

Anonim.“Teori Psikologi Pendidikan”.Online. http://psikologi.net/teori-psikologi-


pendidikan/. 31 oktober 2022

Anonim.”Perkembangan Sosioemosional”.Online. http://perkembangan-sosio-


emosional/wawasanQ.31 oktober 2022

Anonim.”Perkembangan Moral dan Spirituan Peserta Didik”.Online.http:// vhvv


n/ PSIKOLOGI-PENDIDIKAN. 31 0ktober 2022

21

Anda mungkin juga menyukai