PERKEMBANGAN INDIVIDU
Disusun Oleh :
Diah Fitriyani (210110053)
Yuthi Khoirunnisa (210110009)
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan walaupun dalam
bentuk yang sederhana. Tak lupa shalawat dan salam kita haturkan kapada
junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, Nabi yang telah membawa manusia dari
alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
Kelompok
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar........................................................................................................ii
Daftar Isi………………………………………………………………………….iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………...…1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………..2
C. Tujuan………………………………………………………………….………2
A. Pengertian Perkembangan................................................................................3
A. Perkembangan Motorik....................................................................................4
B. Perkembangan Bahasa.....................................................................................7
C. Perkembangan Kognitif..................................................................................8
D. Perkembangan Sosio-emmosiona..................................................................12
E. Perkembangan Spiritual................................................................................16
A. Kesimpulan.......................................................................................................20
B. Saran.................................................................................................................20
DAFTARPUSTAKA.............................................................................................21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Perkembangan
a. Faktor intern, faktor yang ada dalam diri individu itu sendiri yang
meliputi pembawaan dan potensi psikologis tertentu yang turut
mengembangkan dirinya sendiri.
b. Faktor eksternal, hal-hal yang datang atau ada di luar diri individu
yang meliputi lingkungan (khususnya pendidikan) dan pengalaman
berinteraksi individu tersebut dengan lingkungannya.
3
BAB III
PEMBAHASAN
Respons otomatis yang juga dimiliki seorang bayi sebagai bekal dan dasar
perkembangannya adalah “rooting reflex” (refleks dukungan) yakni gerakan
kepala dan mulut yang otomatis setiap kali pipinya disentuh, kepalanya akan
berbalik atau bergerak ke arah datangnya rangsangan.
Bekal selanjutnya yang dibawa anak dari rahim ibunya ialah kapasitas
sensori. Kapasitas sensori lazimnya mulai berlaku bersama-sama dengan
berlakunya refleks-refleks motor tadi, bahkan terkadang dengan kualitas yang
lebih baik. Hal ini terbukti dengan adanya kemampuan pengaturan napas,
penyedotan, dan tanda-tanda respon terhadap stimulus lainnya.
Ketika seorang anak memasuki sekolah dasar atau ibtidaiyah pada umur 6
atau 7 tahun sampai 12 atau 13 tahun, perkembangan fisiknya mulai tampak
benar-benar seimbang dan proporsional. Artinya, organ-organ jasmani tumbuh
serasi dan tidak lebih panjang atau lebih besar dari yang semestinya. Misalnya,
ukuran tangan kanan tidak lebih panjang daripada tangan kiri atau ukuran leher
tidak lebih besar dari ukuran kepala yang disangganya.
4
Belajar keterampilan fisik (motor learning) dianggap telah terjadi dalam
diri seseorang apabila ia telah memperoleh kemampuan dan keterampilan yang
melibatkan penggunaan lengan (seperti menggambar) dan tungkai (seperti berlari)
secara baik dan benar. Untuk belajar memperoleh kemampuan keterampilan
jasmani ini, ia tidak hanya cukup dengan latihan dan praktik, tetapi juga
memerlukan kegiatan perceptual learning (belajar berdasarkan pengamatan) atau
kegiatan sensory-motor learning (belajar keterampilan inderawi-jasmani).
Sistem syaraf adalah organ halus dalam tubuh yang terdiri atas
struktu jaringan serabut syaraf yang sangat halus yang berpusat di central
nervous system, yakni pusat sistem jaringan syaraf yang ada di otak
(Reber, 1988). Pertumbuhan syaraf dan perkembangan kemampuannya
membuat intelegensi (kecerdasan) anak meningkat dan mendorong
timbulnya pola-pola tingkah laku baru. Semakin baik perkembangan
kemampuan sistem syaraf seorang anak akan semakin baik dan beraneka
ragam pula pola-pola tingkah laku yang dimilikinya. Namun uniknya,
berbeda dengan organ tubuh lainnya, organ sistem syaraf apabila rusak tak
dapat diganti atau tumbuh lagi.
b. Pertumbuhan otot-otot
5
aneka ragam kemampuan dan kekuatan jasmaninya. Perubahan ini tampak
sangat jelas pada anak yang sehat dari tahun ke tahun dengan semakin
banyaknya keterlibatan anak tersebut dalam permainan yang bermacam-
macam atau dalam membuat kerajinan tangan yang semakin meningkat
kualitas dan kuantitasnya dari masa ke masa.
6
siswa juga tampak pada sikap dan perilakunya terhadap orang lain, karena
perubahan fisik itu sendiri mengubah konsep diri (self-concept) siswa
tersebut. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa perkembangan fisik siswa
lebih memiliki signifikansi daripada usia kronologisnya sendiri.
B. Perkembangan Bahasa
Pada umumnya berkembang pada usia dua tahun. Bentuk kalimat pertama
ialah kalimat tunggal (kalimat satu kata) dengan disertai “gesture“ untuk
melengkapi cara berfikirnya. Contohnya, anak menyebut “bola” sambil
menunjuk bola itu dengan jarinya. Kalimat tunggal itu berarti “tolong
7
ambilkan bola itu untuk saya”. Menurut Davis, Garrison dan Mc Carthy (E.
Hurlock, 1956) anak yang cerdas, anak wanita, dan anak yang berasal dari
keluarga berada, bentuk kalimat yang diucapkannya itu lebih panjang dan
kompleks dibandingkan dengan anak yang kurang cerdas, anak pria, dan
anak yang berasal dari kelurga miskin.
d. Ucapan
Hasil riset kognitif yang dilakukan selama kurun waktu 20 tahun terakhir
ini menyimpulkan bahwa semua bayi manusia sudah berkemampuan menyimpan
informasi-informasi yang berasal dari penglihatan, pendengaran, dan informasi-
informasi lain yang diserap melalui indera-indera lainnya. Selain itu, bayi juga
8
berkemampuan merespons informasi-informasi tersebut secara sistematis. Jean
Piaget, mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi 4 tahap, yaitu :
Periode ini terjadi dalam diri anak ketika berumur 2-7 tahun.
Perkembangan ini bermula pada saat anak telah memiliki penguasaan
sempurna mengenai object permanence. Artinya, anak tersebut sudah
memiliki kesadaran akan “tetap eksisnya” suatu benda yang harus ada atau
biasa ada, walaupun benda tersebut sudah ia tinggalkan, atau sudah tak
dilihat dan tak didengar lagi.
9
kejadian itu berada di luar pandangan, pendengaran, atau jangkauan
tangannya.
10
yang berkelas tinggi menjadi benda-benda yang berkelas rendah,
misalnya dari bunga menjadi bunga mawar, melati, dan seterusnya.
Dalam tahap ini, anak yang sudah menjelang atau sudah menginjak
masa remaja, akan dapat mengatasi masalah keterbatasan pemikiran
konkret-operasional. Dalam perkembangan kognitif tahap akhir ini
seorang remaja telah memiliki kemampuan mengkoordinasikan baik
secara simultan (serentak) maupun berurutan dua ragam kemampuan
kognitif, yakni :
11
Selanjutnya, seorang remaja yang telah telah berhasil menjalani tahap ini
akan dapat memahami dan mengungkapkan prinsip-prinsip abstrak. Prinsip-
prinsip tersembunyi ini,pada gilirannya akan dapat mengubah perhatian-perhatian
sehari-hari secara dramatis dengan pola yang terkadang sama sekali berbeda dari
pola-pola perhatian sebelumnya. Suatu saat remaja tersebut akan menuliskan masa
depannya dengan prinsip-prinsip abstrak, seperti “aku tahu bahwa aku sedang
memikirkan masa depanku sendiri, lalu aku mulai berpikir tentang mengapa aku
memikirkan masa depanku”.
12
Perkembangan sosial hampir dapat dipastikan juga perkembangan moral,
sebab perilaku moral pada umumnya merupakan unsur fundamental dalam
bertingkah laku sosial. Seorang siswa hanya akan mampu berperilaku sosial
tertentu secara memadai apabila menguasai pemikiran norma perilaku moral yang
diperlukan untuk situasi sosial tersebut.
Secara garis besar ada tiga tipe gaya pengasuhan orang tua yakni :
- Tipe
- Perilaku Orang Tua
- Karakteristik Anak
- Otoriter
Kontrol yang ketat dan penilaian yang kritis terhadap perilaku anak, sedikit
dialog (memberi dan menerima) secara verbal, serta kurang hangat dan kurang
terjalin secara emosional.
13
b. Kesesuaian antara bayi dan pengasuh
c. Temperamen bayi
Merupakan salah satu hal yang harus dipahami oleh sang pengasuh
agar bisa terjalin hubungan yang akrab antara pengasuh dan anak. Ada tiga
gaya perilaku bayi yakni bayi yang mudah, bayi yang sulit dan bayi yang
lamban. Ciri bayi yang mudah adalah memiliki keteraturan, adaptif,
bahagia dan mau mendekati objek atau orang baru. Bayi yang sulit
cenderung tidak teratur, tidak senang terhadap perubahan situasi, sering
menangis, menempakkan perasaan negative. Sedangkan bayi yang lamban
adalah bayi yang cenderung kurang adaptif, menarik diri, kurang aktif dan
intensitas respon kurang.
a. Masa Bayi
14
Pembagian emosinya diklasifikasikan menjadi 2:
- Emosi Primer, yang termasuk dalam emosi primer ini adalah terkejut,
tertarik, senang, marah, sedih, takut, dan jijik yang muncul pada usia enam
bulan pertama.
Emosi yang dialaminya antara lain : rasa bangga, rasa malu, rasa bersalah,
rasa marah, rasa takut, rasa cemburu, rasa ingin tahu , iri hati, gembira,
sedih, & kasih sayang.
d. Masa Remaja
15
Masa remaja merupakan masa yang sulit secara emosional. Tidak
selamanya seorang remaja berada dalam situasi “badai dan stress”, tetapi
fluktuasi emosi dari tinggi ke rendah memang meningkat pada masa remaja
awal. (Rosenblum & Lewis, 2003). Seorang remaja bisa saja merasa di
puncak dunia pada suatu saat namun merasa tidak berharga sama sekali
pada waktu berikutnya. Seorang remaja akan sering merajuk tidak tahu
bagaimana mengekspresikan emosi mereka. Hanya dengan sedikit atau
bahkan tanpa provokasi sama sekali, mereka bisa saja meledak di depan
orang tua atau saudara-saudara mereka.
e. Masa Dewasa
E. Perkembangan Spiritual
16
mereka juga membutuhkan pengakuan dan pemberian maaf. Spritualitas
mempengaruhi seluruh bagian dalam diri seseorang: pikiran , jiwa, &tubuh
(cluterr,1991:121.)
17
d. Usia sekolah merupakan masa yang paling banyak mengalami
peningkatan kualitas kognitif pada anak (6-12 tahun). Anak usia sekolah (6-
12 tahun) berfikir secara konkrit, tetapi mereka sudah dapat menggunakan
konsep abstrak untuk memahami gambaran dan makna spriritual dan agama
mereka. Minat anak sudah mulai ditunjukan dalam sebuah ide, dan anak
dapat diajak berdiskusi dan menjelaskan apakah keyakinan itu. Orang tua
dapat mengevaluasi pemikiran sang anak terhadap dimensi spiritual mereka.
e. Remaja (12-18 tahun). Pada tahap ini individu sudah mengerti akan
arti dan tujuan hidup, menggunakan pengetahuan misalnya untuk
mengambil keputusan saat ini dan yang akan datang. Kepercayaan
berkembang dengan mencoba dalam hidup. Remaja menguji nilai dan
kepercayaan orang tua mereka dan dapat menolak atau menerimanya.
Secara alami, mereka dapat bingung ketika menemukan perilaku dan role
model yang tidak konsisten. Pada tahap ini kepercayaan pada kelompok
paling tinggi perannya daripada keluarga. Tetapi keyakinan yang diambil
dari orang lain biasanya lebih mirip dengan keluarga, walaupun mereka
protes dan memberontak saat remaja. Bagi orang tua ini merupakan tahap
paling sulit karena orang tua melepas otoritasnya dan membimbing anak
untuk bertanggung jawab. Seringkali muncul konflik orang tua dan remaja.
18
sudah merencanakan kehidupan, mengevaluasi apa yang sudah dikerjakan
terhadap kepercayaan dan nilai spiritual.
19
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21