Anda di halaman 1dari 32

PERKEMBANGAN FISIK, KOGNITIF, SOSIAL-EMOSIONAL

PADA USIA ANAK SEKOLAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Psikologi


Perkembangan dengan dosen pengampu Lisa Virdinarti Putra, M. Pd

Disusun Oleh:

1. Ega Meisa E.P (130117A007)


2. Sonia Lestari (130117A012)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

TAHUN 2018

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang


telah melimpahkan rahmat, taufik serta hidayahnya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini tidak akan terlaksana sesuai dengan harapan kami, tanpa
adanya pengarahan, bimbingan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu kami mengucapkan terima kasih yang sebanyak banyaknya .
Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi adik-adik
maupun kakak-kakak semua. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya
membangun sangat kami harapkan dari membaca karya tulis ini demi
kesempurnaan makalah ini.

Wassalamu`alaikum Wr Wb

Ungaran, 11 Mei 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................

KATA PENGANTAR ..............................................................................

DAFTAR ISI ..............................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................

A. Latar Belakang ................................................................................


B. Rumusan Masalah ...........................................................................
C. Tujuan .............................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ...........................................................................

A. Perkembangan fisik anak masa usia sekolah dasar. ........................


B. Perkembangan kognitif/intelektual anak masa usia sekolah dasar.
C. Perkembangan emosi anak pada masa usia sekolah dasar . ...........
D. Perkembangan bahasa anak masa usia sekolah dasar . ...................
E. Perkembangan sosial anak masa usia sekolah dasar. ......................
F. Perkembangan kepribadian pada masa usia sekolah dasar ............
G. Perkembangan moral dan kesadaran beragama anak
masa usia sekolah dasar .................................................................
H. Permasalahan perkembangan pada anak usia sekolah dasar. ..........
I. upaya yang dilakuan oleh pihak sekolah dalam
perkembangan siswa usia sekolah dasar. ........................................

BAB III PENUTUP ...................................................................................

A. Kesimpulan .....................................................................................
B. Saran ................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

iii
iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Guru perlu memiliki kemampuan yang kompleks. Guru bukan
saja harus mampu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
proses pembelajaran, penilaian hasil belajar, tetapi lebih jauh guru
harus mempunyai dan memahami setiap karakteristik siswa. Sesuai
dengan tuntutan profesionalisme guru, perlu memiliki kemampuan
pedagogik. Salah satu kompetensi pendagogik guru harus menguasai
karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial,
kultural, emosional, dan intelektual.
Karakteristik siswa sekolah yang cukup unik, karena berbeda
sengan kita selaku guru, perlu menjadi bahan pemikiran dan
pertimbangan ketika guru menyusun rencana pembelajaran,
melaksanakan proses pembelajaran, melaksanakan proses penilaian
hasil dan proses belajar. Tanpa mengetahui karakteristik siswa
sekolah dasar, seorang guru tidak memiliki kemampuan untuk
melayani kebutuhan siswa. Guru yang memahami karakteristik
siswa sebagai manusia pembelajar. Pada dasarnya proses
pembelajaran merupakan upaya guru melayani kebutuhan siswa.
Guru yang memahami kerakteristik siswa, tidak akan memposisikan
siswa sebagai objek pembelajaran, tetapi sebagi subjek. Dengan
memposisikan siswa sebagai subjek, guru akan melayani siswa
dengan berbagai kekurangan dan kelebihan dari aspek fisik,
kognitif, spiritual, sosio, emosional, bahasa dan kepribadian.
Maka dari itu penyusun merasa perlu menjelaskan konsep
perkembangan siswa dari berbagai aspek dalam suatu karya ilmiah
berbentuk makalah. Hal ini perlu diangkat pada makalah,
karakteristik siswa sekolah dasar perlu diketahui dan dipahami oleh
guru.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Perkembangan fisik anak pada anak
usia sekolah dasar?
2. Bagaimana Perkembangan Perkembangan kognitif/intelektual
anak usia sekolah dasar?
3. Bagaimana Perkembangan Perkembangan emosi anak anak usia
sekolah dasar?
4. Bagaimana Perkembangan Perkembangan bahasa anak anak usia
sekolah dasar?
5. Bagaimana Perkembangan Sosial anak anak usia sekolah dasar?
6. Bagaimana perkembangan kepribadian anak usia sekolah dasar?
7. Bagaimana Perkembangan moral dan kesadaran beragama anak
usia sekolah dasar?
8. Apa saja permasalahan perkembangan pada anak usia sekolah
dasar?
9. Upaya apa saja yang dilakuan oleh pihak sekolah dalam
mengoptimalkan perkembangan siswa usia sekolah dasar?
C. Tujuan

1. Menjelaskan perkembangan fisik anak masa usia sekolah dasar.


2. Menjelaskan perkembangan kognitif/intelektual anak masa usia
sekolah dasar.
3. Menjelaskan perkembangan emosi anak pada masa usia sekolah
dasar .
4. Menjelaskan perkembangan bahasa anak masa usia sekolah dasar
.
5. Menjelaskan perkembangan sosial anak masa usia sekolah dasar.
6. Menjelaskan perkembangan kepribadian pada masa usia sekolah
dasar.
7. Menjelaskan perkembangan moral dan kesadaran beragama anak
masa usia sekolah dasar .

2
8. Menjelaskan permasalahan perkembangan pada anak usia sekolah
dasar.
9. Memaparkan upaya yang dilakuan oleh pihak sekolah dalam
mengoptimalkan perkembangan siswa usia sekolah dasar.

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Perkembangan
Perubahan merupakan hal yang melekat dalam pengertian
perkembangan. E.B. Hurlock (Istiwidayanti dan Soedjarwo, 1991)
mengemukakan bahwa perkembangan atau development merupakan
serangkaian perubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari
proses kematangan dan pengalaman. Ini berarti, perkembangan terdiri
atas serangkaian perubahan yang bersifat progresif (maju), baik secara
kuantitatif maupun kualitatif. Perubahan kuantitatif disebut juga
”pertumbuhan” merupakan buah dari perubahan aspek fisik seperti
penambahan tinggi, berat dan proporsi badan seseorang. Perubahan
kualitatif meliputi perubahan aspek psikofisik, seperti peningkatan
kemampuan berpikir, berbahasa, perubahan emosi dan sikap, dll.
Selain perubahan ke arah penambahan atau peningkatan, ada juga
yang mengalami pengurangan seperti gejala lupa dan pikun. Jadi
perkembangan bersifat dinamis dan tidak pernah statis.
1. Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik anak SD ini mencakup aspek-aspek
sebagai berikut:
a. Tinggi dan berat badan
Bila dibanding dengan pada usia dini dan masa remaja,
pertumbuhan fisik anak pada usia SD cenderung lebih lambat dan
relatif konsisten. Laju perkembangan seperti ini berlangsung
sampai terjadinya perubahan-perubahan besar pada awal
pubertas.Karena adanya penambahan ukuran dalam kerangka
tulang belulang, sistem otot, dan ukuran organ-organ tubuh
lainnya, tinggi dan berat badan anak secara bertahap terus
bertambah.

4
Selama usia SD ini, kekuatan fisik anak lazimnya meningkat
dua kali lipat. Gerakan-gerakan lepas pada masa sebelumnya
sangat membantu pertumbuhan otot ini. Dengan demikian,
disamping faktor kematangan, unsur latihan juga sangat
membantu proses peningkatan dalam kekuatan otot.
b. Proporsi dan bentuk tubuh
Anak SD kelas-kelas awal umumnya masih memiliki
proporsi tubuh yang kurang seimbang. Kekurangan seimbang ini
sedikit demi sedikit berkurang sampai terlihat perbedaannya
ketika anak mencapai kelas 5 atau kelas 6. Pada kelas-kelas akhir
SD lazimnya proporsi tubuh anak sudah mendekati
keseimbangan.
Berdasarkan tipologi Sheldon (Hurlock, 1990), ada tiga
kemungkinan bentuk primer tubuh anak SD. Tiga bentuk primer
tubuh tersebut adalah:
1) Endomorph, yakni yang tampak dari luar berbentuk gemuk
dan berbadan besar.
2) Mesomorph, yakni yang kelihatan kokoh, kuat, dan lebih
kekar.
3) Ectomorph, yakni yang tampak jangkung, dada pipih, lemah
dan seperti tak berotot.

c. Otak
Pertumbuhan otak dan system syaraf merupakan salah
satu aspek terpenting dalam perkembangan induvidu. Bila
dibandingkan dengan pertumbuhan bagian-bagian tubuh
lainnya, pertumbuhan otak dan kepala ini jauh lebih cepat.
Menurut Santrock, J.W, & Yussen, S.R. (1992), sebagian
besar pertumbuhan otak itu terjadi pada masa usia dini.
Kematangan otak yang dikombinasi dengan
pengalaman berintraksi dengan lingkungan sangat
berpengaruh terhadap perkembangan kognisi anak. Dalam
hal ini, bukan sekedar kebutuhan nutrisi yang perlu dipenuhi,

5
melainkan juga diperlukan rangsangan-rangsangan yang
membuaat otak anak itu berfungsi.
Menurut penelitian Sperry at al (Witdarmono, 1996),
konstruksi jaringan otak itu hanya akan hidup bila diprogram
melalui rangsangan. Tampa dirangsang atau digunakan, otak
manusia tidak akan berkembang. Karena pertumbuhan otak
memilki keterbatasan waktu, maka rangsangan otak diusia
dini menjadi sangat penting. Penundaan yang terjadi akan
membuat otak itu tetap tertutup sehingga tidak dapat
menerima program-program baru.
2. Perkembangan Kognitif
Perkembangan Kognitif adalah perkembangan kemampuan
anak berpikir dengan penalaran yang semakin canggih seiring
dengan bertambahnya usia. Mulai dari anak yang bersifat alami
kemudian memiliki ketertarikan terhadap dunia dan secara aktif
mencari informasi yang dapat membantu mereka memahami
dunia yang semakin maju. Anak pun akan terus-menerus
bereksperimen dengan obyek-obyek yang mereka jumpai. Anak-
anak tidak hanya sekedar bereksperimen namun mereka juga
mengumpulkan hal-hal yang telah mereka pelajari kemudian
terisolasi.
Piaget mengemukakan bahwa anak-anak mengontruksi
keyakinan-keyakinan dan pemahaman-pemahaman mereka
berdasarkan pengalaman (konstruktivisme).. Sistem yang
mengatur pembentukan kognitif anak dipengaruhi dua faktor,
yakni
1. Skema yang diperlihatkan dengan adanya pola teratur yang
melatar belakangi tingkah laku seseorang,
2. Adaptasi atau penyesuaian terhadap lingkungan yang
dilakukan melalui proses pertama asimilasi, yang berarti
integrasi antara elemen-elemen dari luar terhadap struktur
yang ada pada diri individu, dan kedua proses akomodasi
yang berarti perubahan pada individu agar dapat
menyesuaikan diri terhadap objek yang ada di luar dirinya.

6
Piaget membagi tahap perkembangan kognitif ke dalam
empat tahap, yaitu tahap sensorimotor, tahap pra-operasional,
tahap konkret operasional, dan tahap formal operasional.
1. Tahap 1: Sensorimotor (0-2 tahun). Pada tahap ini anak
menggunakan penginderaan dan aktivitas motorik untuk
mengenal lingkungannya. Diawali dengan modifikasi
refleks yang semakin lebih efisien dan terarah, dilanjutkan
dengan reaksi pengulangan gerakan yang menarik pada
tubuhnya dan keadaan atau objek yang menarik, koordinasi
reaksi dengan cara menggabungkan beberapa skema untuk
memperoleh sesuatu, reaksi pengulangan untuk
memperoleh hal-hal yang baru, serta permulaan berpikir
dengan adanya ketetapan objek. Pada masa sensorimotor,
berkembang pengertian bahwa dirinya terpisah dan berbeda
dengan lingkungannya. Anak berusaha mengkoordinasikan
tindakannya dan berusaha memperoleh pengalaman melalui
eksplorasi dengan indera dan gerak motorik. Jadi,
perkembangan skema kognitif anak dilakukan melalui
gerakan refleks, motorik, dan aktivitas indera. Selanjutnya,
anak juga mulai mampu mempersepsi ketetapan objek.
2. Tahap 2: Pra-Operasional (2-7 tahun). Pada fase ini anak
belajar mengenal lingkungan dengan menggunakan simbol
bahasa, peniruan, dan permainan. Anak belajar melalui
permainan dalam menyusun benda menurut urutannya dan
mengelompokan sesuatu. Jadi, pada masa pra-operasional
anak mulai menggunakan bahasa dan pemikiran simbolik.
Mereka mulai mengerti adanya hubungan sebab-akibat
meskipun logika hubungannya belum tepat, mampu
mengemukakan alasan dalam menyatakan pendapat atau
ide, mulai dapat mengelompokan sesuatu, serta perbuatan

7
rasionalnya belum didukung oleh pemikiran tetapi oleh
perasaan
3. Tahap 3: Konkret Operasional (7-11 tahun). Pada masa
ini anak sudah bisa melakukan berbagai macam tugas
mengkonservasi angka melalui tiga macam proses operasi,
yaitu:
a. Negasi sebagai kemampuan anak dalam mengerti proses
yang terjadi di antara kegiatan dan memahami hubungan
antara keduanya;
b. Resiprokasi sebagai kemampuan untuk melihat
hubungan timbal balik; serta
c. Identitas dalam mengenali benda-benda yang ada.
Dengan demikian, pada tahap ini anak sudah mampu
berpikir konkret dalam memahami sesuatu sebagaimana
kenyataannya, mampu mengkonservasi angka, serta
memahami konsep melalui pengalaman sendiri dan lebih
objektif.
4. Tahap 4: Formal Operasional (11 tahun – dewasa). Pada
fase ini anak sudah dapat berpikir abstrak, hipotetis, dan
sistematis mengenai sesuatu yang abstrak dan memikirkan hal-
hal yang akan dan mungkin terjadi. Jadi, pada tahap ini anak
sudah mampu meninjau masalah dari berbagai sudut pandang
dan mempertimbangkan alternatif/kemungkinan dalam
memecahkan masalah, bernalar berdasarkan hipotesis,
menggabungkan sejumlah informasi secara sistematis,
menggunakan rasio dan logika dalam abstraksi, memahami arti
simbolik, dan membuat perkiraan di masa depan.

3. Perkembangan Emosi
Pengertian Emosi Istilah emosi berasal dari kata emotus atau
emovere atau mencerca (to stir up) yang berarti sesuatu yang

8
mendorong terhadap sesuatu, missal emosi gembira mendorong
untuk tertawa, atau dengan perkataan lain emosi didefinisikan
sebagai suatu keadaan gejolak penyesuaian diri yang berasal dari
dalam dan melibatkan hampir keseluruhan diri individu (Sujiono,
Yuliani N, Bambang Sujiono, 2005).
Menurut Sarlito Wirawan Sartono berpendapat bahwa emosi
merupakan setiap keadaan pada diri seseorang yang disertai
warna afekti. Yang dimaksud warna efektif ini adalah perasaan-
perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi
(menghayati) suatu situasi tertentu contohnya: gembira, bahagia,
takut dan lain-lain. Sedangkan menurut Goleman Bahasa emosi
merujuk pada suatu perasaan atau pikiran. Pikiran khasnya, suatu
keadaan biologis dan psikologis serta rangkaian kecenderungan
untuk bertindak (Syamsu Yusuf, 2008).
Berdasarkan pendapat dari para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang kompleksi
dapat berupa perasaan / pikiran yang di tandai oleh perubahan
biologis yang muncul dari perilaku seseorang. Pengelompokan
Emosi Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu
emosi sensoris dan emosi kejiwaan (psikis).
1. Emosi Sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh
rangsangan dari luar terhadap tubuh, seperti rasa dingin,
manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar
2. Emosi Psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan – alasan
kejiwaan.
Yang termasuk emosi jenis ini diantaranya adalah :
a. Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut
dengan ruang lingkup kebenaran. Perasaan ini diwujudkan
dalam bentuk :
1) Rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hasil karya
ilmiah

9
2) Rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran
3) Rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan –
persoalan ilmiah yang harus dipecahkan
b. Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan
dengan orang lain, baik bersifat perorangan maupun
kelompok. Wujud perasaan ini seperti :
1) Rasa solidaritas
2) Persaudaraan (ukhuwah)
3) Simpati
4) Kasih sayang, dan sebagainya
c. Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan
nilai – nilai baik dan buruk atau etika (moral). Contohnya :
1) Rasa tanggung jawab (responsibility)
2) Rasa bersalah apabila melanggar norma
3) Rasa tentram dalam mentaati norma
d. Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan
erat dengan keindahan dari sesuatu, baik bersifat kebendaan
ataupun kerohanian.
e. Perasaan Ketuhanan, yaitu merupakan kelebihan manusia
sebagai makluk Tuhan, dianugrahi fitrah (kemampuan atau
perasaan) untuk mengenal Tuhannya. Dengan kata lain,
manusia dianugerahi insting religius (naluri beragama).
Karena memiliki fitrah ini, maka manusia di juluki sebagai
“Homo Divinans” dan “Homo Religius” atau makluk yang
berke-Tuhan-an atau makhluk beragama (Syamsu Yusuf,
2008).
Perkembangan Emosi Anak Pada Usia Sekolah Dasar
menurut Papalia, Olds & Feldman (2007) masa kanak-kanak tengah
dimulai dari usia 6-11 tahun sedangkan menurut Gottman &
DeClaire (1997) masa kanak-kanak tengah dimulai dari usia 8-12
tahun. Selama periode masa kanak-kanak tengah (Usia SD) anak-

10
anak mulai berhubungan dengan suatu kelompok sosial yang lebih
luas dan memahami pengaruh sosial. Pada saat bersamaan, anak-
anak mulai tumbuh secara kognitif dan mampu mengenali emosi
mereka sendiri (Gottman & DeClaire, 1997).
Pada masa usia 11-12 tahun, pengertian anak tentang baik-
buruk, tentang norma-norma aturan serta nilai-nilai yang berlaku di
lingkungannya menjadi bertambah dan juga lebih fleksibel, tidak
sekaku saat di usia kanak-kanak awal. Mereka mulai memahami
bahwa penilaian baik-buruk atau aturan-aturan dapat diubah
tergantung dari keadaan atau situasi munculnya perilaku tersebut.
Nuansa emosi mereka juga makin beragam.
4. Perkembangan Bahasa
Menurut Semiawan (1998) mengemukakan bahwa bahasa
merupakan media komunikasi yang digunakan untuk menyampaikan
pesan (pendapat, perasaan, dll) dengan menggunakan simbol-simbol
yang disepakati bersama, kemudian kata dirangkai berdasarkan
urutan membentuk kalimat yang bermakna, dan mengikuti aturan
atau tata bahasa yang berlaku dalam suatu komunitas atau
masyarakat.
Owen (Semiawan CR, 1999) menjelaskan perkembangan
bahasa (pragmatik dan semantik) anak pada usia sekolah dasar.
Menurutnya, anak usia 5 tahun sangat sering menggunakan bahasa
untuk mengajukan permintaan, mengulang untuk perbaikan, mulai
membicarakan topik-topik gender. Anak usia 6 tahun mengulang
dengan cara elaborasi untuk perbaikan, dan menggunakan kata-kata
keterangan. Anak usia 7 tahun menggunakan dan memahami
sebagian istilah dan membuat plot naratif yang mempunyai
pengantar dan akhir dari topik yang mau diungkapkan. Anak usia 8
tahun menggunakan topik-topik yang konkret, mengenal makna
nonliteral dalam bentuk permintaan langsung, dan mulai

11
mempertimbangkan maskud lainnya. Pada usia 9 tahun, anak
memelihara topik melalui beberapa perubahan.
Bertambahnya kosakata, memperkaya perbendaharaan kata,
menghubungkan kalimat yang satu dengan yang lain dan
menghasilkan deskripsi serta narasi cerita ,keahlian membaca mulai
berkembang, anak perempuan berbicara lebih banyak daripada laki-
laki.
Untuk lebih jelasnya kemampuan komunikasi anak usia SD hasil
penelitian Owens dkk (1995) bahwa kemampuan komunikasi anak usia
SD adalah sebagai berikut.
No Usia Anak Perkembangan Bahasa
1 6 tahun a. Memiliki kosa kata yang dapat di
komunikasikan
b. Mampu menyerap 20000-24000 kata
c. Mampu membuat kalimat meskipun masih
dalam bentuk kalimat pendek
d. Pada tarap tertentu sudah mampu
mengucapkan kalimat lengkap
2 8 tahun a. Mampu bercakap-cakap dengan menggunakan
kosa kata yang di milikinya
b. Mampu mengemukakan ide dan pikirannya
meskipun masih sering verbalisme.
3 10 tahun a. Mampu berbicara dalam waktu yang relative
lama
b. Mampu memahami pembicaraan
4 12 tahun a. Mampu menyerap 50.000 kata.
b. Mampu berbahasa seperti oaring dewasa.

5. Perkembangan Sosial
Samsu Yusuf (Budiamin dkk, 2006:132) menyatakan bahwa
perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam

12
hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagai
proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma
kelompok, moral dan tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan
dan saling berkomunikasi dan kerja sama.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirasakan sejak
usia enam bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia
lain, terutama ibu dan anggota keluarganya. Anak mulai mampu
membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain, seperti marah
(tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sueann
Robinson Ambron (Budiamin dkk, 2006:132) menyatakan
bahwa sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing anak
ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi
anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif.
Dari kutipan diatas dapat dimengerti bahwa semakin bertambah
usia anak maka semakin kompleks perkembangan sosialnya, dalam
arti mereka semakin membutuhkan orang lain. Tidak dipungkiri lagi
bahwa manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan mampu hidup
sendiri, mereka butuh interaksi dengan manusia lainnya, interaksi
sosial merupakan kebutuhan kodrati yang dimiliki oleh manusia.
Sebagai konsekuensi dari fase perkembangan, anak usia
Sekolah Dasar memiliki karakteristik khusus dalam berperilaku yang
direalisasikan dalam bentuk tindakan-tindakan tertentu. Samsu
Yusuf (Budiamin dkk, 2006:133-134) mengidentifikasikan sebagai
berikut:
1. Pembangkangan (negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi
sebagai reaksi terhadap penerapan disiplin atau tuntutan orang tua
atau lingkungan yang tidak sesuai dengan kehendak anak.,
sebaiknya orang tua mau memahami sebagai proses
perkembangan anak dari sikap “dependent”

13
(ketergantungan) menuju kearah “independent” (bersikap
mandiri).
2. Agresi (agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal)
maupun kata-kata (verbal). Agresi merupakan salah bentuk reaksi
terhadap rasa frustasi (rasa kecewa karena tidak terpenuhi
kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan
dengan menyerang seperti ; mencubit, menggigit, menendang dan
lain sebagainya. Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi,
mengurangi agresifitas anak dengan cara mengalihkan perhatian
atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang agresif
maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3. Berselisih/bertengkar (quarreling)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau
terganggu oleh sikap atau perilaku anak lain, sepert diganggu
pada saat mengerjakan sesuatu atau direbut mainannya.
4. Menggoda (teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif,
menggoda merupakan serangan mental terhadap orang lain dalam
bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) yang
menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5. Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu
didorong oleh orang lain. Sikap persaingan mulai terlihat pada
usia 4 tahun, yaitu persaingan untukprestice (merasa ingin
menjadi lebih dari orang lain) dan pada usia 6 tahun, semangat
bersaing ini berkembang dengan baik.
6. Kerja sama (cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Anak yang
berusia dua atau tiga tahun belum berkembang sikap bekerja
samanya, mereka masih kuat sikap “self-centered”-nya. Mulai

14
usia tiga tahun akhir atau empat tahun, anak sudah mulai
menampakan sikap kerja samanya. Pada usia enam atau tujuh
tahun sikap ini berkembang dengan baik.
7. Tingkah laku berkuasa (ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial,
mendominasi atau bersikap “business”. Wujud dari sikap ini
adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan
sebagainya.
8. Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau
keinginannya. Anak ingin selalu dipenuhi keinginannya dan
apabila ditolak, maka dia protes dengan menangis, menjerit atau
marah-marah.
9. Simpati (Sympathy)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk
menaruh perhatian terhadap orang lain mau mendekati atau
bekerjasama dengan dirinya.
Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Sosial Anak
Menurut Sunarto dan Hartono (2006:130-132) mengatakan
bahwa perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa
faktor, yaitu :
1. Keluarga
2. Kematangan
3. Status Sosial Ekonomi
4. Pendidikan
5. Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi
Sekolah juga mempunyai pengaruh yang sangat penting bagi
perkembangan sikap sosial anak, karena selama masa pertengahan
dan akhir anak-anak, Anak-anak menghabiskan waktu bertahun-
tahun di sekolah sebagai anggota suatu masyarakat kecil yang harus

15
mengerjakan sejumlah tugas dan mengikuti sejumlah aturan yang
menegaskan dan membatasi perilaku, perasaan dan sikap mereka
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan
dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri,
yang sering mengarah kepenilaian diri dan kritik dari hasil
pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya tidak akan
diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang
menyembunyikannya atau merahasiakannya.
6. Perkembangan Kepribadian
Kata kepribadian dalam bahasa asing disebut dengan kata
personality. Kata ini berasal dari kata latin, yaitu persona yang
berarti topeng atau seorang individu yang berbicara melalui sebuah
topeng yang menyembunyikan identitasnya dan memerankan tokoh
lain dalam drama. Sehingga kepribadian seseorang adalah
perangsang dari orang tua atau kesan yang ditimbulkan oleh
keseluruhan tingkah laku orang lain. Definisi pengertian kepribadian
kebanyakan mengikuti definisi yang dikemukakan oleh Allport
(Nana Syaodih Sukmadinata, 2005) mengemukakan bahwa
kepribadian adalah personality is the dynamic organization within
the individual of those psychophysical systems that determine his
unique adjustment with the enviroment.
Kepribadian merupakan suatu organisasi yang merujuk kepada
suatu kondisi atau keadaan yang kompleks dan mengandung banyak
aspek. Pada periode anak sekolah, kepribadian anak belum terbentuk
sepenuhnya seperti pada orang dewasa. Kepribadian mereka masih
dalam proses pengembangan. Namun demikian, karakteristik anak
secara sederhana dapat dikelompokan atas: (1) kelompok anak yang
mudah dan menyenangkan, (2) anak yang biasa-biasa saja, dan (3)
anak yang sulit dalam penyesuaian diri dan sosial, khsususnya dalam
melakukan kegiatan pembelajaran di sekolah. Studi mengenai
perkembangan pola kepribadian mengungkapkan bahwa ada tiga

16
faktor yang menentukan perkembangan kepribadian sesorang
termasuk peserta didik usia SD/MI.
1. Faktor bawaan, termasuk sifat-sifat yang diturunkan secara
genetik dari orang tua kepada anaknya, misalnya sifat sabar anak
dikarenakan orang tuanya juga memiliki sifat sabar. Demikian
juga, wawasn sosial anak dipengaruhi oleh tingkat kecerdasannya
2. Pengalaman awal, dalam lingkungan keluarga ketika anak masih
kecil. Pengalaman itu membentuk konsep diri primer yang sangat
mempengaruhi perkembangan kepribadian anak dalam
mengadakan penyesuaian diri dan sosial pada perkembangan
kepribadian periode selanjutnya.
3. Pengalaman kehidupan selanjutnya, dapat memperkuat konsep
diri dan dasar kepribadian yang sudah ada, atau karena
pengalaman yang sangat kuat sehingga mengubah konsep diri dan
sifat-sifat yang sudah terbentuk pada diri seseorang.

7. Perkembangan Moral
Setiap manusia memiliki moral, moral adalah nilai-nilai
yang ada pada diri manusia. Sjarkawi,. bahwa : ”Moral berasal
dari bahasa Latin, yaitu kata mos, (adat istiadat, kebiasaan, cara,
tingkah laku, kelakuan), mores (adat istiadat, tabiat, watak, akhlak,
cara hidup). Secara etimologi etika dan moral memiliki arti yang
sama karena berasal dari bahasa yang sama yaitu adat kebiasaan,
tetapi asal bahasa nya berbeda, etika berasal dari bahasa Yunani,
dan moral berasal dari bahasa Latin (Runes:1977:202). Jadi arti
dari moral dan etika memiliki arti yang sama tapi asal bahasa nya
berbeda. Kesimpulannya etika dan moral memiliki arti yang sama
yaitu konteks, aturan , dan cara seseorang dalam mengatur
tingkah lakunya agar sesuai dengan norma yang berlaku dan nilai
yang dipegang seseorang agar sampai pada tujuan yang
diharapkan.

17
Perkembangan Moralitas Anak Nilai moral dalam
kehidupan bermasyarakat sangatlah penting, arti dari moralitas
atau moral itu sendiri berasal dari bahasa latin Mos ( jamak:mores)
yang berarti cara hidup atau kebiasaan. Terdapat enam prinsip
moral, yaitu sebagai berikut :
1. Prinsip keindahan (beauty)
2. Prinsip persamaan (equality)
3. Prinsip kebaikan (goodness)
4. Prinsip keadilan (justice)
5. Prinsip kebebasan (liberty)
6. Prinsip kebenaran (truth)
Dalam proses penyadaran moral akan bertumbuh melalui
interaksi dengan lingkungannya, baik itu lingkungan sekolah,
lingkungan tempat tingggalnya yang dalam lingkungan-
lingkunganya itu ia akan mendapat larangan, suruhan,
pembenaran, ataupun celaan, dan akan ada proses timbal balik
dari apa yang ia lakukan. Menjadikan pendidikan wahana yang
kondusif bagi peserta didik untuk mengkhayati agamanya, tidak
hanya sekedar bersifat teoritis, tetapi penghayatan yang benar-
benar dikontruksi dari pengalaman keberagaman. Oleh sebab itu,
pendidikan agama yang dilangsungkan di sekolah harus lebih
menekankan pada penempatan peserta didik untuk mencari
pengalaman keberagaman (religiousity). Dengan pendekatan
demikian, maka yang ditonjolkan dalam pendidikan agama adalah
ajaran dasar agama yang sarat dengan nilai-nilai spiritualitas dan
moralitas, seperti kedamaian dan keadilan.
Sejalan dengan perkembangannya kesadaran moralitas,
perkembangan penghayatan keagamaan, yang erat hubungannya
dengan perkembangan intelektual di samping emosional dan
volisional (konatif), mengalami perkembangan. Menurut
Nurihsan (2011), mengemukakan bahwa pada garis besarnya

18
perkembangan penghayatan keagamaan itu dapat dibagi dalam
masa anak sekolah (7-8 sampai 11-12 tahun) yang ditandai antara
lain, oleh hal berikut ini :
1. Sikap keagamaan bersifat reseptif tetapi disertai pengertian
2. Pandangan dan paham ketuhanan diterangkan secara rasional
berdasarkan kaidah-kaidah logika yang bersumber pada
indikator alam semesta sebagai manifestasi dari eksistensi dan
keagungan-Nya.
3. Pengahayatan secara rohaniah makin mendalam, malaksanakan
kegiatan ritual diterima sebagai keharusan moral.

8. Permasalahan Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar


a. Permasalahan Fisik Anak Usia SD
Terdapat beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian
berkaitan dengan kesehatan dan kebugaran anak sekolah dasar,
yaitu :
1) Obesity
Kegemukan yang terjadi pada usia 6 – 11 tahun
merupakan isu utama yang terjadi pada usia sekolah dasar.
Penyebab kegemukan tersebut disebabkan karena kelebihan
berat badan sebagai akibat dari kurangnya berolahraga dan
terlalu banyak makan.
2) Kondisi medis
Pada umumnya semua anak sering mendapat sakit,
namun penyakit tersebut berlangsung singkat. Dalam masa
sekolah selama 6 tahun dapat disimpulkan pada umumnya
anak – anak mendapat sakit yang akut dalam waktu singkat
dengan berbagai kondisi medis, biasanya kena virus atau flu,
dan migrant (sakit kepala).
3) Penglihatan

19
Pada anak usia sekolah, penglihatan lebih tajam daripada
waktu – waktu sebelumnya. Anak yang berusia di bawah 6
tahun cenderung memiliki penglihatan jarak jauh, sebab mata
mereka belum matang (matured) dan dibentuk secara berbeda
daripada orang dewasa. Namun setelah usia tersebut, maka
mereka bukan hanya lebih matang, tetapi juga dapat
menfokuskan penglihatan lebih baik.
4) Kesehatan gigi
Pada usia 6 tahun anak mengalami tanggal giginya yang
pertama kali, yang selanjutnya diganti dengan gigi yang tetap
setiap tahun sebanyak empat gigi untuk tahun kelima
berikutnya.
5) Kebugaran anak
Latihan fisik sangat dibutuhkan bagi anak – anak untuk
kebugaran tubuhnya. Latihan anak serta dapat menjaga
bentuk jasmaninya.
6) Gangguan pendengaran
Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh berbagai
hal, misalnya; bawaan dari lahir, kecelakaan, akibat dari
penyakit yang diderita dll.
7) Kidal
Kidal merupaka gangguan fisik berupa kelainan yang
terjadi pada bagian ogan tubuh tertentu dalam pemfungsian
organ tubuh yang tidak wajar semisal menulis dengan tangan
kiri. Ada beberapa penyebab dari kidal ini, antara lain factor
bawahan dari lahir dan factor pembisaan yang salah. Akibat
dari kidal ini adalah merasa kurang percaya diri karena
diangap tidak wajar.
8) Kekurangan berat badan atau Gizi
Sama halnya dengan obesitas, kekurangan berat badan
ataupun gizi ini juga menyebabkan gangguan fisik pada anak.

20
Penyebab dari kurangnya berat badan bisa terjadi karena
kekurangan asupan makana yang dibutuhkan anak pada saat
perkembangan dan factor keturunan. Akibat dari kekurangan
berat badan ini adalah merasa kurang percaya diri, mudah
terserang penyakit.
b. Permasalahan Psikis Anak Usia SD
a. Permasalahan Belajar Anak
Beberapa jenis masalah belajar yang dihadapi anak
SD antara lain :
1) Keterlambatan Akademik.
2) Sangat Lambat Belajar
3) Penguasaan Materi yang lebih rendah dari yang
dipersyaratkan.
4) Off task behavior, merupakan bentuk perilaku yang
muncul selama mengikuti proses pembelajaran tetapi
tidak mendukung kegiatan belajar.
5) Tidak ada motivasi.
6) Defensive pessismism dilakukan gua melindungi citra
diri dan harga diri, tetapi defensive pessismism
dilakukan dengan mengembangkan standar yang
rendah dalam tujuan yang hendak dicapai..
7) Tidak menguasai keterampilan belajar (lack of learning
skills). Seorang siswa idealnya memiliki kemampuan
dan keterampilan yang memadai untuk melakukan
proses belajarnya.
8) Gangguan keterampilan motorik dikenal pula dengan
sebutan ganguan koordinasi perkembangan.
9) Problem Kesulitan Menulis (Dysgraphia)
10) Discalculia. Anak yang memiliki masalah pada
kemampuan menghitung.
b. Masalah emosional

21
1) Kebrutalan atau kebringasan anak nampak pada
perilakunya, mereka menunjukkan suatu perbuatan yang
sering kali memerlukan bantuan orang lain..
2) Attention-Devicite Hyperactivity Disorder (Hiperaktif)
Menurut Santrock, hiperaktif mempunyai cirri kelainan
berupa suatu rentang.Faktor penyebab dari hiperaktif meliputi
a) Faktor keturunan
Faktor keturunan pada tempramen perlu
diperhatikan, dengan tingkat aktifitas sebagai suatu
aspek tempramen yang membedakan seorang anak dari
anak lain dari perkembangan diri.
b) Faktor kerusakan janin prakelahiran
Bahaya prakelahiran dapat juga menyebabkan
perilaku hiperaktif, semisal minuman alcohol yang
dikonsumsi secara berlebihan oleh perempuan selama
hamil berkaitan dengan lemahnya perhatian dan
pemusatan perhatian anak mereka pada usia 4 tahun
c) Faktor makanan
Berkaitan dengan makanan, defisiensi vitamin dapat
juga menyebabkan masalah – masalah pemusatan
perhatian anak hiperaktif. Kekurangan vitamin B adalah
faktor khusus. Konsumsi kafeein dan gula dapat juga
menyebabkan sianak kurang dapat memusatkan
perhatian.
c. Permasalahan Stress Pada Anak
Stres adalah respon individu terhadap keadaan –
keadaan dan peristiwa – peristiwa, yang disebut stressor yang
mengancam dan mengurangi kemampuan mereka dalam
menhadapi stress – stress tersebut.
Salah satu penyebab dari stress yaitu peristiwa –
peristiwa yang dialami dalam kehidupan seperti perceraian,

22
kematian orang tua, percekcokan sehari – hari dan hidup dalam
kemiskinan. Kemiskinan menyebabkan stress yang luar biasa
pada anak – anak dan keluarganya. kemiskinan berkaitan
dengan peristiwa – peristiwa yang berbahaya dan tidak
terkendalikan dalam kehidupan anak – anak. misalnya, anak
miskin lebih banyak mengalami kejahatan dan kekerasan
dibandingkan anak kelas menengah.
Pengaruh sosial budaya yang dapat menyebabkan stress
pada anak adalah akulturasi. akulturasi mengacu pada
perubahan kebudayaan yang berasal dari kontak langsung
yang terus menerus antara dua kelompok kebudayaan yang
berbeda. stress akulturatif mengacu pada akibat akibat
negative dari akulturasi.
Salah satu perisai pelindung yang pentingf bagi anak –
anak untuk melawan stress adalah adanya suatu relasi dasar,
yang saling percaya dan bersifat jangka panjang dengan
sekurang – kurangnya satu orang dewasa. jaringan dukungan
keluarga yang sudah ada juga penting.
d. Permasalahan Sosial Anak
Perkembangan social merupakan pencapaian
kematangan dalam hubungan social. dapat juga diartikan
sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma
– norma kelompok dan tradisi. Macam – macam permasalahan
social yang dihadapai anak usia dasar
1) Pembangkangan
yaitu suatu bentuk tingkah laku melawan.
tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap
penereapan disiplin atau tuntuan orang tua atau
lingkungan yang tidak sesuai dengan anak.
2) Agresi

23
yaitu perilaku menyerang balik secara fisik
(non verbal) maupun kata – kata (verbal). agresi ini
merupakan salah satu bentuk reaksi terhadap frustasi
(rasa kecewa karena tidak terpenuhi kebutuhan atau
keinginannya) yang dialaminya. Agresi ini mewujud
dalam perilaku menyerang seperti memukul,
mencubuit, menendang, dan mencaci maki.
3) Bertengkar
Bertengkar atau berselisih terjadi apabila
seorang anak merasa tersinggung atau terganggu oleh
sikap dan perilaku anak lain.
4) Persaingan
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan
selalu didorong oleh orang lain.

9. Upaya Pendidikan (Sekolah) Dalam Membatu


Perkembangan Anak Usia Masa Sekolah Dasar
Tugas-tugas perkembangan yang dipaparkan diatas,
merupakan gambaran perwujudan kematangan biologis dan
psikologis individu, ekspektasi masyarakat dan tuntutan budaya
dan agama. Penuntasan tugas-tugas perkembangan tersebut tidak
selalu berjalan dengan mulus. Untuk mencapai tugas-tugas
perkembangan tersebut, beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh
pihak sekolah, yaitu:
1. Menciptakan iklim religious yang dapat memfasilitasi
perkembangan kesadaran beragama, akhlak mulia, etika atau
karakter peserta didik. Pihak sekolah perlu menyediakan
sarana dan prasarana peribadatan, memberikan contoh atau
suri tauladan dalam melaksanakan ibadah, dan berakhlak
mulia, seperti menyangkut aspek kedisiplinan, ketertiban,
kebersihan, keindahan, kejujuran, dan tanggung jawab.

24
2. Pendekatan spiritual parenting seperti :
a. Memupuk hubungan sadar anak dengan Tuhan melalui
doa setiap hari.
b. Menanyakan kepada anak bagaimana Tuhan terlibat dalam
aktivitasnya sehari-hari
c. Memberikan kesadaran kepada anak bahwa Tuhan akan
membimbing apabila kita meminta. Menyuruh anak
merenungkan bahwa Tuhan itu ada dalam jiwa mereka
dengan cara menjelaskan bahwa mereka tidak dapat
melihat diri mereka tumbuh atau mendengar darah mereka
mengalir, tetapi tahu bahwa semua itu sungguh-sungguh
terjadi sekalipun mereka tidak melihat apapun
3. Membangun suasana sosio-emosional yang kondusif bagi
perkembangan keterampilan social dan kematangan emosi
peserta didik, seperti memelihara hubungan yang harmonis
antara kepala sekolah dengan guru-guru, guru dengan guru,
siswa dengan siswa. Guru bersikap ramah dan respek
terhadap peserta didik, begitupun peserta didik kepada guru.
4. Membangun iklim intelektual yang memfasilitasi
perkembangan berpikir, nalar, dan kemampuan mengambil
keputusan yang baik. Penciptaan ilkim intelektual ini bias
berlangsung dalam proses pembelajaran di kelas (seperti guru
menerapkan metode pembelajaran yang variatif; menjelaskan
materi pelajaran dengan menggunakan multimedia atau
memanfaatkan laboratorium secara efektif; memberikan
kesempatan kepada siswa untuk bertanya, dan
mengemukakan pendapat atau gagasan); dan kegiatan
kelompok-kelompok belajar sesuai dengan minat dan
kemampuannya.
5. Mengoptimalkan program bimbingan dan konselling untuk
memfasilitasi perkembangan peserta didik, baik menyangkut

25
aspek pribadi, social, belajar/ akademik, maupun karier
(sekolah lanjutan atau dunia kerja).
6. Di sekolah, guru membimbing perkembangan kemampuan
sikap, dan hubungan sosial yang wajar pada peserta didiknya.
Hubungan sosial yang sehat dalam sekolah dan kelas
seyogyanya diprogram, dikreasikan, dan dipelihara bersama-
sama dalam belajar, bermain dan berkompetisi sehat. Sekolah
mengupayakan layanan bimbingan kepada peserta didik.
Bimbingan selain untuk belajar adalah untuk penyesuaian diri
ke dalam lingkungan atau juga penyerasian terhadap
lingkungannya. Kepada siswa diajarkan tentang disiplin dan
aturan melalui keteraturan atau conformity yang disiratkan
dalam tiap pelajaran.
7. Memberikan rangasangan untuk berpikir untuk menemukan
sendiri konsep-konsep pembelajaran. Karena pada masa usia
sekolah dasar pertumbuhan otak lebih pesat dibandingkan
dengan pertumbuhan sel jaringan lain. Jaringan otak akan
hidup bila diprogram melalui rangsangan.
8. Sekolah memiliki peluang yang besar untuk mengembangkan
kecerdasan emosi anak dengan memberikan emotion
coaching sejak dini. Emotion coaching sebaiknya diberikan
pada masa kanak-kanak awal yaitu antara usia empat sampai
tujuh tahun sebab pada masa ini anak mulai membentuk
hubungan sosial dengan teman sebayanya dan anak dapat
mengembangkan ketrampilan mengatur emosinya ketika
berinteraksi dengan teman sebayanya.
9. Penggunaan sosiometri untuk menentukan status sosial anak.
Sosiometri dapat diperoleh data mengenai kedudukan anak
dalam kelompoknya dapat dimanfaatkan untuk pembentukan
kelompok belajar atau kerja kelompok sehingga dapat
mendorong anak untuk berprestasi

26
BAB III
PENUTUP

27
DAFTAR PUSTAKA

Irwan. 2016. Perkembangan usia sekolah dasar. Diunduh dari http://irwan-


duniapendidikan.blogspot.co.id/2016/08/perkembangan-usia-sekolah-
dasar.html Diakses pada 11 Mei 2018 Pukul 22.03 WIB

Wati, sukma. 2015. Perkembangan anak usia sekolah. Diunduh dari


http://sukma08nov.blogspot.co.id/2015/01/perkembangan-anak-usia-
sekolah.html. Diakses padaTtanggal 11 Mei 2018 pukul 22.00 WIB

28

Anda mungkin juga menyukai