Anda di halaman 1dari 7

Nama : Sabila Nadhirah Kurnia

NPM : 10050019180
Kelas :E

RESUME CHAPTER 15, 16, 17 LERNER

Chapter 15: Stage Theories of Development


 Definisi Developmental Stage (Tahap Perkembangan)
Teori tahap perkembangan menggambarkan perubahan di banyak, jika tidak semua,
rentang kehidupan, dan mereka fokus konflik sexual (misalnya, Erikson, 1950; Freud,
1949) atau pada struktur kognitif individual dunia. Tahap perkembangan dilihat
sebagai bagian dari rentang kehidupan yang secara kualitatif berbeda dari masing-
masing. Artinya, setiap tahap dalam urutan tertentu yang ditentukan secara teoritis
mewakili organisasi yang secara kualitatif berbeda atau, lebih tepatnya, struktur yang
secara kualitatif berbeda dari setiap tahap lainnya.
 Proses Terjadinya Perkembangan menurut Teori Tahap
Perkembangan manusia akan melewati serangkaian level-level pengorganisasian
perkembangan yang berbeda secara kualitatif (yakni tahap perkembangan) namun
memiliki keurutan yang sama untuk setiap orang. Fungsi dari proses yang konstan dan
tidak berubah adalah dasar dari gerakan seseorang dari satu tahap ke tahap berikutnya;
yaitu, dari penerapan terus-menerus dari invarian fungsional yang konstan (suatu
proses selalu berfungsi dengan cara yang sama) perubahan kualitatif terjadi, transisi
stage berlangsung.
 Isu Abruptness
Flavell (1971) mencatat bahwa dalam model ekstrim-abruptness ini seseorang
dicirikan apa adanya, menjadi "in" suatu tahap perkembangan tertentu karena dan
selama masih terus berperilaku dengan cara tertentu; perubahan perkembangan dalam
perilaku sebagian besar diturunkan ke "periode transisi" dari satu tahap ke tahap
berikutnya. Perkembangan tidak menjadi serangkaian lompatan kualitatif, melainkan
transisi dari satu tahap ke tahap berikutnya secara bertahap; mereka berlangsung
perlahan-lahan. Tahapan bukan merupakan proses semua-atau-tidak ada, tetapi lebih
merupakan salah satu yang dibutuhkan seseorang untuk menunjukkan kemajuan
perilaku secara bertahap dari waktu ke waktu, kita mewakili lebih dari satu tahap
perkembangan pada saat yang sama. Kemudian kita tahu di dalam tahap mana
perilaku sebagian besar orang terjadi. Jadi, kita menentukan ke tahap mana sebagian
besar perilaku orang itu, yaitu perilaku modal, kita menemukan tahap mana yang
paling mewakili tingkat orang tersebut. Orang dapat menyelesaikan lebih dari satu
tingkat perkembangan pada satu waktu. Oleh karena itu, pada saat tahap tertentu telah
benar-benar menggantikan tahap sebelumnya sebagai tingkat fungsi dominan
seseorang, tahap lain mungkin mulai menggantikan tahap yang sekarang dominan ini.
 Isu Concurrence
Asumsi yang mendasari adalah bahwa dalam bidang-bidang pembangunan tertentu,
khususnya dalam ranah kognitif, tetapi tidak terbatas pada hal itu, terdapat mekanisme
yang mengatur yang memodulasi jalannya perkembangan individu sehingga
memastikan tingkat harmoni dan integrasi dalam fungsinya selama berbagai dimensi
perilaku terkait. Mekanisme ini dapat dianggap sebagai bagian dari proses
generalisasi mediasi, memungkinkan akuisisi dalam satu area untuk menyebar baik ke
aspek ekuivalen dari konsep yang berbeda dan aspek yang berbeda dari konsep yang
sama. Dengan demikian, teori-teori tersebut menggambarkan perkembangan manusia
generik, kasus umum kemanusiaan, dan sesuai dengan itu hukum-hukum
pembangunan yang diajukan oleh para ahli teori tahap adalah hukum yang berlaku
untuk semua individu.
 Perbedaan Individu dalam Teori Tahap
Perbedaan individu terletak pada seberapa cepat mereka berkembang dalam suatu
tahapan (tingkat perkembangan tahap), apakah 1 tahun, 2 tahun, atau beberapa bulan,
dan seberapa jauh mereka berkembang (tingkat akhir dari perkembangan yang
dicapai), apakah sampai tahap usia lanjut, atau bahkan hanya sampai remaja. Teori ini
berasumsi bahwa setiap individu akan berkembang dengan tahap-tahap yang sama
dan dengan urutan yang ditentukan.
 Kaitan Konsep Perkembangan dengan Teori Tahap
Teori tahap perkembangan didasarkan pada komitmen terhadap filosofi organisme
sains. Dalam tradisi ini, karakterisasi sifat perkembangan adalah yang diidealkan, dan
memberikan metrik konseptual formal yang dengannya perubahan perilaku yang
diamati untuk memastikan apakah perubahan yang diberikan merupakan
perkembangan. Namun, ahli teori tahap berdiri pada masalah perkembangan selain
yang berkaitan dengan kausalitas, dan harus jelas pada titik ini di mana ahli teori
tahap berdiri dalam istilah setidaknya beberapa masalah kontinuitas-diskontinuitas.
Menurut definisi, ahli teori tahap menganggap perkembangan mencakup fenomena
yang terputus-putus secara kualitatif. Dalam menentukan bahwa kemunculan
berurutan dari tingkat fungsi yang berbeda secara kualitatif mencirikan
perkembangan, para ahli teori tahap mendefinisikan perkembangan sebagai terputus
secara kualitatif.
 Contoh Teori Tahap
Piaget’s Stage-Devendent Concept : The Stage Of Development
 Tahap sensorimotor, yang berlangsung sejak kelahiran sampai sekitar usia
dua tahun, adalah tahap Piagetian pertama. Dalam tahap ini, bayi menyusun
pemahaman dunia dengan mengoordinasikan pengalaman indra (sensory)
mereka (seperti melihat dan mendengar) dengan gerakan motor (otot) mereka
(menggapai, menyentuh dan karenanya diistilahkan sebagai sensorimotor.
pada awal tahap ini, bayi memperlihatkan tak lebih dari pola reflektif untuk
beradaptasi dengan dunia. Menjelang akhir tahap ini, bayi menunjukan
sensorimotor yang lebih kompleks
 Tahap pra-operosional , berlangsung kurang lebih mulai dari usia dua tahun
sampai tujuh tahun ini adalah tahap pemikiran yang lebih simbolis ketimbang
pada tahap sensorimotor tetapi tidak melibatkan pemikiran operasional
Namun, tahap ini lebih bersifat egosentris dan intuitif ketimbang logis.
 Tahap Operasional Konkret, dimulai dari sekitar umur tujuh tahun sampai
sekitar sebelas tahun. Pemikiran operasional konkret mencakup penggunaan
operasi. penalaran logika menggantikan penalaran intuitif tetapi hanya dalam
situasi konkret. Kemampuan menggolong-golongkan sudah ada, tetapi belum
bias memecahkan problem-problem abstrak.
 Tahap Operasional Formal Tahap ini yang muncul pada usia tujuh sampai
lima belas tahun, adalah tahap keempat menurut Piaget dan tahap kognitif
terakhir. Pada tahap ini individu sudah memikirkan pengalaman di luar
pengalaman konkret, dan memikirkannya secara lebih abstrak, idealis, dan
logis.

Chapter 16: The Differential Approach


 Fokus Utama Pendekatan Diferensial
Fokus utama dari pendekatan diferensial adalah untuk menemukan orang-orang
menjadi dipilah ke dalam subkelompok selama perkembangan mereka. Subkelompok
dibentuk, atau dibedakan, atas dasar salah satu dari dua jenis atribut. Jenis adalah
atribut status. Atribut status adalah karakteristik yang menempatkan orang-orang
dalam kategori demografi tertentu atau kelompok, seperti mereka yang berdasarkan
usia, jenis kelamin, ras, agama, dan status sosial ekonomi (SES).
 Perbedaan Individu dalam Pendekatan Diferensial
Perbedaan individu terletak pada perbedaan lokasi seseorang dalam ruang
multidimensi (dalam hal ini adalah kelompok atau bahkan sub kelompok).
Sederhananya, perbedaan individu terletak pada kategori atau klasifikasi tertentu,
seperti perempuan atau laki-laki, intovert atau ekstorvert, dan sebagainya.
 Studi dalam Pendekatan Diferensial
Bahwa pendekatan diferensial bukan merupakan suatu perspektif yang saling
eksklusif dari pendekatan lain. Peneliti dapat mengadopsi pendekatan diferensial
untuk melihat konsep mana yang paling tepat menggambarkan perkembangan
subkelompok orang tertentu.
 Continuity-Discontinuity
Peneliti diferensial akan lebih mementingkan apakah diferensiasi subkelompok
yang ditemukan pada tingkat usia sebelumnya (misalnya, dengan anak usia 5
tahun) tetap merupakan perubahan yang sama pada tingkat usia yang lebih tua.
Jika variabel yang sama tampaknya berhubungan satu sama lain dengan cara yang
sama di semua tingkat usia, ini adalah kontinuitas. Namun, jika perbedaan dari
pola sebelumnya ditemukan, ini adalah diskontinuitas.
 Stability-Instability
Peneliti diferensial mampu menentukan peringkat seseorang pada suatu variabel,
dan pada faktor dalam subkelompoknya, tetap sama atau berubah. Peringkat
seseorang untuk variabel dapat berubah seiring dengan perkembangan, ketika
perubahan semacam itu relatif terhadap kelompok referensi seseorang terjadi, kita
menyebut ketidakstabilan ini. Jika peringkat seseorang pada suatu variabel tetap
sama sepanjang waktu, kami menetapkan stabilitas.
Emmrich (1968, hlm. 676-677) mengemukakan analisis mendalam tentang
pengembangan dari sudut pandang diferensial harus mempertimbangkan masalah
kontinuitas-diskontinuitas dan stabilitas-ketidakstabilan pada saat yang sama.
Dalam referensi khusus untuk pendekatan diferensial, Emmerich (1968, hal. 677)
menunjukkan bahwa:
(1) Kontinuitas dan stabititas dapat terjadi ketika faktor (dan variabel di
dalamnya) tetap sama untuk subkelompok dari waktu 1 ke waktu 2 dan, dengan
demikian, peringkat individu dalam subkelompok masing-masing tetap tidak
berubah.
(2) Kontinuitas dan ketidakstabilan dapat terjadi ketika faktor (dan variabel di
dalamnya) tetap sama untuk subkelompok dari waktu 1 ke waktu 2 tetapi,
meskipun konsistensi ini, peringkat individu dalam masing-masing subkelompok
berubah.
(3) Diskontinuitas dan stabilitas mungkin terjadi ketika faktor (dan / atau variabel
di dalamnya) diubah untuk subkelompok dari waktu 1 ke waktu 2 tetapi,
meskipun perubahan ini, individu peringkat dengan cara yang sama dalam
sub-grup baru ini.
(4) Diskontinuitas dan ketidakstabilan dapat terjadi ketika faktor (dan / atau
variabel di dalamnya) berubah untuk subkelompok dari waktu 1 ke waktu 2 dan
peringkat individu yang sesuai diubah.
 Hubungan Konsep Perkembangan dengan Pendekatan Diferensial
Interelasi oleh Erikson dari tahap dan pendekatan diferensial tidak mengubah
substansi dari pendekatan diferensial. Karena lebih banyak pendekatan untuk studi
pengembangan, daripada pandangan teoretis tentang pembangunan, pendekatan
diferensial tidak mempertahankan posisi prioritas relatif terhadap masalah
kontinuitas-diskontinuitas.
Artinya, pendekatan diferensial sama sekali tidak menawarkan formulasi yang
menentukan sumber-sumber sub kelompok perkembangan yang berbeda, dalam
konteks perspektif teoretis yang kontras, ia dapat diintegrasikan dengan hampir setiap
posisi pada berorientasi pada nature ke kontinum konseptual berorientasi nurture.

Chapter 17: The Ipsative Approach to Development


 Fokus Pendekatan Ipsatif dalam Melihat Perkembangan Manusia
Dalam analisis ipsatif, seorang individu dibandingkan dengan dirinya sendiri,
dibandingkan dengan orang lain. Mereka yang memilih pendekatan ipsatif mungkin
berpendapat bahwa hukum nomothetic dari perkembangan perilaku inidvidual, yang
hanya berlaku untuk kelompok dan tidak untuk individu di dalamnya, tidak ada
artinya; mereka akan, dengan demikian, mencoba untuk memastikan variabel yang
terlibat dalam perkembangan individu.
Singkatnya, alasan untuk analisis ipastive perkembangan adalah bahwa variabel-
variabel yang menyediakan basis fungsi manusia dapat bersatu dalam diri setiap orang
dengan cara yang unik. Pendekatan ipsatif untuk pengembangan mempertimbangkan
konsistensi intraindividual dan perubahan dalam perkembangan orang tersebut.
Singkatnya, mereka yang mengambil pendekatan ipsatif untuk mempelajari
perkembangan berusaha untuk menemukan keteraturan yang terlibat dalam
perkembangan individu dengan mencoba menemukan atribut orang yang merepertoar
karakteristik yang terdiri dari orang dan keterkaitan atribut organisasi intraindividual
atribut ini. Dengan demikian, masalah ipsatif dalam pengembangan adalah untuk
membedakan konsistensi intraindividual dan perubahan atribut dan organisasinya
selama perkembangan individu.
 Perbedaan Individu dalam Pendekatan Ipsatif
Penekanan pendekatan ipsatif bukanlah bahwa semua orang sama sekali berbeda,
melainkan bahwa untuk memahami semua fenomena perkembangan, seseorang harus
berurusan dengan ciri-ciri perkembangan intra-individu tertentu. Pendekatan ini
mencoba memahami terlebih dahulu peran individu dalam perkembangannya sendiri.
Oleh karena itu, pendekatan ini akan menyarankan bahwa atribut tertentu seseorang
mungkin unik, tetapi mereka tidak akan mengabaikan kemungkinan bahwa atribut
lain dari individu tersebut mungkin serupa dengan atribut individu lain.
Sederhananya, ipsatif tidak berpendapat bahwa individu benar-benar berbeda.
 Perubahan Perkembangan dalam Pendekatan Ipsatif
Singkatnya, kita melihat bahwa ketika prinsip ortogenetik diterapkan pada
perkembangan intraindividual, perkembangan ipsatif dapat dilakukan untuk mengikuti
perubahan sistematis tertentu. Akan ada perubahan terputus-putus ketika orang
tersebut berkembang dari waktu 1 ke 2 dalam ontogeni karena repertoar atribut akan
berubah dari keadaan global menjadi keadaan diferensiasi. Selain itu, akan ada
perubahan terus menerus ketika orang tersebut berkembang dari waktu 1 ke 2, karena
keterkaitan atribut akan menjadi semakin terorganisir secara hierarkis.
 Kaitan Konsep Perkembangan dengan Pendekatan Ipsatif
Prinsip ortogenetik menyiratkan adanya kontinuitas dan diskontinuitas dalam
perkembangan dan, oleh karena itu, ketika prinsip ini diterapkan pada pendekatan
ipsatif, pendekatan ini juga mencirikan perkembangan sebagai komponen yang
kontinuitas dan diskontinuitas. Dengan demikian, ketika keterkaitan ini tercapai, maka
isu kontinuitas-diskontinuitas tidak tetap menjadi isu empiris bagi mereka yang
menggunakan pendekatan ipsatif, melainkan menjadi isu teoritis; mereka yang
mengambil pendekatan ini sekarang akan mempertahankan bahwa perkembangan
bersifat kontinu dan terputus-putus.
Pendekatan ipsatif juga memiliki penerapan khusus pada masalah nature-nurture. Kita
telah melihat bahwa pertimbangan penting dari pendekatan ipsatif adalah peran
hukum yang mengatur individu. Fokus ini mengarah pada perhatian dengan kontribusi
yang diberikan individu terhadap perkembangannya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai