Disusun Oleh:
E1E021084 Fausi
UNIVERSITAS MATARAM
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah psikologi
pendidikan ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini
adalah untuk memenuhi tugas dari bapak Dr. H. A. Hari Witono, M.Pd.pada bidang
studi Psikologi Pendidikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. H. A. Hari Witono, M.Pd.
selaku dosen bidang studi Psikologi Pendidikan yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
penulis tekuni.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan penulis nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
C. Tujuan ................................................................................................................ 2
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui aspek-aspek perkembangan.
2. Untuk mengetahui masalah-masalah dalam perkembangan.
3. Untuk mengetahui proses terjadinya perkembangan menurut Jean Piaget.
4. Untuk mengetahui tahap-tahap perkembangan menurut Jean piaget.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. ASPEK-ASPEK PERKEMBANGAN
1. Fisik
3
e. Kesehatan Fisik: Faktor-faktor seperti gizi, pola tidur, dan aktivitas fisik
memengaruhi perkembangan fisik. Makanan yang seimbang dan aktifitas fisik
yang cukup penting untuk pertumbuhan yang sehat.
f. Perubahan Pubertas: Pubertas adalah periode di mana terjadi perubahan fisik
yang besar terkait dengan perkembangan seksual. Ini termasuk pertumbuhan
payudara, perubahan suara, pertumbuhan rambut, dan perubahan hormon.
g. Kesehatan Mental dan Emosional: Kesehatan mental dan emosional juga
berdampak pada perkembangan fisik. Stres, depresi, atau masalah emosional
lainnya dapat memengaruhi pola makan, tidur, dan kesehatan fisik secara
keseluruhan.
h. Penggunaan Zat-Zat Berbahaya: Penggunaan zat-zat seperti alkohol, tembakau,
dan narkoba dapat merusak perkembangan fisik, terutama pada masa remaja.
i. Pengaruh Lingkungan: Faktor lingkungan seperti polusi udara, air bersih,
sanitasi, dan akses ke perawatan medis juga berperan penting dalam
perkembangan fisik anak-anak.
j. Genetika: Faktor genetik memainkan peran besar dalam menentukan pola
pertumbuhan dan perkembangan fisik seseorang
k. Setiap individu akan mengalami perkembangan fisiknya sendiri sesuai dengan
faktor-faktor tersebut, dan faktor-faktor ini dapat berinteraksi satu sama lain
untuk membentuk gambaran perkembangan fisik yang unik. Penting untuk
memberikan perhatian khusus pada perkembangan fisik anak-anak dan remaja,
serta memastikan bahwa mereka mendapatkan perawatan yang sesuai untuk
mendukung pertumbuhan dan perkembangan yang sehat.
2. Intelektual
4
berpikir individu. Aspek perkembangan intelektual dapat dipahami melalui
beberapa dimensi utama berikut:
5
h. Perkembangan Moral: Perkembangan intelektual juga mencakup
perkembangan moral, yaitu pemahaman tentang etika, nilai-nilai, dan
moralitas. Ini dapat memengaruhi cara individu membuat keputusan dan
berperilaku.
Perkembangan intelektual adalah proses yang kompleks dan berlangsung
sepanjang hidup. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk genetik,
lingkungan, pendidikan, pengalaman, dan interaksi sosial. Dalam
perkembangan anak-anak, fase-fase perkembangan intelektual yang berbeda
dapat diamati, seperti perkembangan intelektual selama masa bayi, masa balita,
masa prasekolah, dan masa sekolah. Selama masa dewasa, perkembangan
intelektual juga terus berlanjut melalui pendidikan formal, pengalaman kerja,
dan eksplorasi intelektual lainnya.
3. Perkembangan social
6
c. Kemampuan Empati: Empati adalah kemampuan untuk memahami dan
merasakan perasaan dan pandangan orang lain. Kemampuan ini penting untuk
membangun hubungan yang sehat dan mendukung.
d. Kemampuan Berbagi: Ini adalah kemampuan untuk berbagi dengan orang lain,
termasuk berbagi perasaan, pemikiran, dan barang-barang fisik. Berbagi
merupakan aspek penting dari hubungan sosial yang baik.
e. Pengembangan Identitas Sosial: Selama perkembangan sosial, individu mulai
membentuk identitas sosial mereka. Ini mencakup bagaimana mereka
mengidentifikasi diri mereka dalam kelompok sosial tertentu, seperti keluarga,
teman, atau kelompok etnis.
f. Kemampuan Menyelesaikan Konflik: Dalam hubungan sosial, konflik kadang-
kadang tak terhindarkan. Kemampuan untuk mengatasi konflik dengan cara
yang konstruktif adalah aspek penting dari perkembangan sosial yang sehat.
g. Pengembangan Hubungan: Selama perkembangan sosial, individu mulai
membentuk berbagai jenis hubungan, termasuk persahabatan, romantis, dan
profesional. Pengembangan hubungan ini melibatkan peningkatan
keterampilan sosial dan komunikasi.
h. Pengenalan Norma Sosial: Individu juga belajar tentang norma-norma sosial
dalam masyarakat mereka, seperti etika, moralitas, dan norma-norma perilaku
yang diharapkan.
i. Perkembangan Kepercayaan Diri: Dalam konteks sosial, perkembangan
kepercayaan diri adalah aspek penting. Ini dapat memengaruhi sejauh mana
seseorang berani berinteraksi dengan orang lain dan berpartisipasi dalam
berbagai aktivitas sosial.
j. Kemampuan Beradaptasi: Perkembangan sosial juga melibatkan kemampuan
untuk beradaptasi dengan berbagai situasi sosial dan berubah sesuai kebutuhan.
Setiap individu mengalami perkembangan sosial secara unik, dan faktor-faktor
seperti lingkungan keluarga, budaya, dan pengalaman pribadi dapat
memengaruhi bagaimana aspek-aspek ini berkembang seiring waktu.
7
Perkembangan sosial berlangsung sepanjang hidup seseorang dan terus
berkembang seiring bertambahnya usia dan pengalaman.
4. Emosi dan perasaan
Emosi dan perasaan adalah dua aspek penting dalam kehidupan manusia yang
saling terkait namun memiliki perbedaan dalam konteksnya. Emosi adalah
respons psikologis dan fisik terhadap rangsangan atau peristiwa tertentu. Emosi
melibatkan perasaan, perubahan fisik (seperti detak jantung yang meningkat,
keringat, dll.), dan pemikiran yang berhubungan dengan situasi atau peristiwa
tertentu. Emosi bersifat sementara dan cepat berubah. Mereka dapat muncul
dan hilang dengan cepat sebagai respons terhadap situasi tertentu. Contoh
Emosi yaitu seperti Marah, senang, sedih, takut, cemas, jijik, dan terkejut
adalah beberapa contoh emosi umum.
Perasaan dapat dipengaruhi oleh emosi. Misalnya, jika seseorang merasa marah
(emosi), mereka mungkin memiliki perasaan negatif terhadap seseorang atau
sesuatu dalam jangka waktu yang lebih lama (perasaan marah). Sebaliknya,
perasaan dapat memengaruhi emosi seseorang. Misalnya, jika seseorang
merasa bahagia secara umum, mereka mungkin cenderung mengalami emosi
positif seperti sukacita atau kepuasan dalam situasi tertentu. Penting untuk
memahami dan mengelola baik emosi maupun perasaan kita karena keduanya
8
dapat memengaruhi kesejahteraan mental dan fisik kita. Keterampilan dalam
mengidentifikasi, memahami, dan mengatasi emosi dan perasaan adalah bagian
penting dari kesejahteraan emosional dan kesehatan mental kita.
B. MASALAH PERKEMBANGAN
9
Ketiga kriteria ini bukanlah dapat diberlakukan secara umum dari setiap proses
atau tahapan perkembangan individu. Hal di atas hanyalah salah satu upaya
yang dilakukan para ahli untuk mencoba membantu pemahaman kita tentang
perilaku normal atau bermasalah.Pada anak-anak prasekolah perilaku mana
yang dapat dipandang sebagai normal untuk suatu usia tertentu juga sulit
dibedakan dari perilaku yang bermasalah, kecuali gejala yang nampak sudah
mengarah kepada kelainan perkembangan atau psikopatologi. Ada beberapa
alasan mengapa kedua hal tersebut sulit dibedakan.
Pertama, gambaran yang konsisten tentang perilaku anak usia sekolah biasanya
sulit didapatkan dari orang tua atau sumber informasi yang lain, sebab pada
anak-anak usia dini keberfungsian yang normal mungkin ditandai oleh fluktuasi
perilaku dari hari ke hari yang cukup tinggi. Koot (1996) mengatakan bahwa
perilaku yang sering berubah dari hari ke hari pada anak usia TK merupakan
bagian dari perkembangan yang normal untuk menuju proses perkembangan
pada tahap selanjutnya.
10
1. Faktor Biologis
Faktor biologis ini tidak lepas dari keterkaitannya dengan pertumbuhan fisik
yang selanjutnya berpengaruh terhadap perkembangan psikologis anak. Gen
tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur
perilaku. Misalnya bertambahnya fungsi otak dan normalnya perkembangan
hormon-hormon pertumbuhan dapat memungkinkan anak dapat tertawa,
berbicara, berjalan yang tarafnya sesuai dengan perkembangan usia akan
semakin maju. Dengan kata lain, anak memiliki perkembangan pada perilaku
tertentu sangat tergantung dengan faktor kesiapan atau kemasakan organ-organ
biologis dan pertumbuhan fisiknya. Kesiapan atau kemasakan biologis juga
sangat dipengaruhi kondisi bayi saat berada dalam kandungan. Kandungan gizi
dan keadaan ibu sangat berperan dalam penentuan proses biologis pada anak.
Kondisi fisik dan psikis ibu pada saat mengandung merupakan faktor yang
sangat penting. Setelah lahir, untuk menuju kesiapan atau kemasakan organ
biologis yang menunjang pertumbuhan fisik dan perkembangan psikologis ini
ada tiga kebutuhan yang harus terpenuhi, yaitu; Pertama, asuh yang melingkupi
pemenuhan kebutuhan primer seperti gizi, kesehatan, ASI, imunisasi. Kedua,
asih, yaitu pemberian kebutuhan emosi dan kasih sayang yang tulus dari
orangtua dan lingkungan sekitarnya. Ketiga, adalah asah yaitu stimulasi mental
dan pemberian kesempatan anak untuk tumbuh dan berkembang secara
optimal.
2. Lingkungan Keluarga
Keadaan keluarga tertentu yang bisa menyebabkan masalah emosional pada
anak-anak. Misalnya, kita tahu bahwa anak-anak tidak kebal terhadap
ketidakstabilan keluarga. Hetherington (1998) memperkirakan 40% dari
pernikahan sekarang ini akan berakhir dengan perceraian, dan 40-50% dari
anak-anak yang dilahirkan di tahun 1980-an akan menghabiskan masa
hidupnya dalam keluarga dengan orang tua tunggal. Tekanan situasi perceraian
telah dianalisa secara teliti. Hetherington menyebutkan bahwa “anak laki-laki
11
dari keluarga yang bercerai, dibandingkan dengan anak perempuan dan anak-
anak dari keluarga lengkap, menunjukkan angka behavior disorder (masalah
perilaku) yang lebih tinggi dan masalah-masalah dalam hubungan antar
personal di rumah dan di sekolah dengan guru” . Hetherington juga
menyimpulkan bahwa keluarga utuh yang tertimpa konflik bisa lebih
membahayakan bagi anggota keluarga daripada rumah yang stabil yang kedua
orang tuanya bercerai. Perceraian bisa menjadi solusi positif bagi suatu
keluarga yang kacau. Namun, kebanyakan anak mengalami perceraian sebagai
transisi yang sulit, dan kehidupan dalam keluarga dengan orang tua tunggal bisa
menjadi situasi yang berisiko tinggi bagi anak dan orang tua.
3. Lingkungan Sosial
Lingkungan sosial juga memiliki pengaruh dalam masalah perkembangan anak,
karena banyak anak-anak yang tumbuh menjadi orang dewasa yang efektif dari
latar belakang lingkungan sosial yang nampaknya tidak mendukung. Pola-pola
individu dari perkembangan bisa mengatasi kekuatan ekologis, yang
menciptakan anak-anak yang kebal pada lingkungan mereka yang buruk .Satu
dimensi dalam lingkungan sosial yang nampak berpengaruh dalam membentuk
pola-pola perilaku anak-anak adalah fenomena modelling, dengan meniru
perilaku orang lain. Bandura (dalam Gallagher, 1986) melakukan penelitian
selama satu dekade terhadap faktor-faktor yang menyebabkan anak-anak
meniru perilaku yang mereka amati pada seseorang atau di televisi atau di film-
film. Mereka membuat beberapa kesimpulan yang relevan:
a. Anak-anak yang menonton model atau teladan yang agresif yang dihargai atas
keagresifannya cenderung menjadi lebih agresif sendiri.
b. Anak-anak cenderung memihak agresor atau penyerang yang sukses dan
menemukan alasan-alasan atas perilaku agresif itu.
c. Anak-anak yang melihat model yang menetapkan standar tinggi dan
menghargai dirinya, secara hemat akan berperilaku serupa. Perilaku dari model
berpengaruh dalam pengembangan kontrol diri anak.
12
d. Tidak ada fakta bahwa melihat kekerasan akan mampu menghilangkan
dorongan agresif dan membuat orang lebih sehat. Malahan, penonton televisi
yang frustrasi yang menonton kekerasan akan lebih mungkin menuruti impuls
kasar.
Penelitian tentang agresi ini menunjukkan komponen yang memiliki arti
penting dari teori pembelajaran sosial, yang telah mendorong serangkaian
program perawatan baru yang memfokuskan pada penggunaan ataupun
pemanipulasian lingkungan sosial untuk menciptakan interaksi yang lebih
bermanfaat antara anak dan lingkungan.
1. Skema
Skema adalah konsep atau kerangka yang sudah ada di dalam pikiran individu
yang dipakai untuk mengorganisasikan dan menginterpretasikan informasi
(Mutiah, 2010:43). Skema ini terbentuk ketika anak masih bayi saat ia
melakukan aktivitas dengan kemampuan sensori motoriknya. aktifitas tersebut
akan direkam kemudian disimpan dalam memori dan akan meningkatkan
jumlah neuron. Jadi dengan demikian, semakin banyak anak melakukan
aktifitas, maka memorinya akan mengalami peningkatan sekaligus dengan
13
kemampuannya. Maka dari itu perkembangan yang terjadi dalam otak akan
terus mningkat kerumitannya (Dariyo, 2007:139).
2. Adaptasi
Adaptasi merupakan proses bertambahnya pengalaman yang disebabkan oleh
interaksi sesorang dengan lingkungannya. Otak dalam hal ini akanmelakukan
penyesuaian sesegera mungkin setiap ada pengalaman baru. Proses adaptasi
pada seorang anak akan terjadi secara otomatis jika mereka melakukan kegiatan
yang berpengaruh, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Kemampuan anak beradaptasi akan berdampak pada peningkatan kemampuan
kognitifnya. Dengan demikian kecerdasannya-pun akan mengalami
peningkatan (Dariyo, 2007:140).
3. Asimilasi
Secara harfiah, asimilasi berarti memasukkan, artinya anak memasukkan
informasi atau pengetahuan baru kedalam pengetahuan yang sudah ada
sebelumnya (Suyadi, 2010:79). Suatu pengetahuan baru yang dikenalkan
kepada anak dan pengetahuan itu cocok dengan skema yang telah dimilikinya,
maka pengetahuan itu akan diadaptasi sehingga terbentuklah pengetahuan baru.
Agoes Dariyo mengatakan, bahwa asimilasi merupakan bentuk perubahan
kondisi skema kognitif, sikap, dan atau perilakunya agar bisa sesuai dengan
tuntutan lingkungannya (Dariyo, 2007:140). Kemampuan asimilasi ini muncul
dari kesadaran akan kebutuhan dirinya. Anak sadar bahwa untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya maka ia harus merubah fikiran, sikap serta tindakannya.
Misalnya anak akan diberi mainan mobil-mobilan jika ia tidur siang terlebih
dahulu. Karena adanya tuntutan yang muncul dari luar diri anak, maka ia
menaati kemauan orangtuanya.
4. Akomodasi
Akomodasi adalah bentuk penyesuaian diri dengan keinginan hidupnya. Anak
selalu berupaya untuk mengubah lingkungan di luar dirinya agar bisa sesuai
dengan keinginannya. Anak sadar bahwa keinginan diluar dirinya tidak akan
14
terpenuhi sebelum anak berhasil merubah lingkungan di luar dirinya sesuai
dengan keinginannya. Oleh karena itu, anak akan memfungsikan daya
imajinasi, inisiatif, maupun intelektualnya untuk berfikir memecahkan
masalah. Sebagai contoh, anak yang haus karena dia bermain sangat lama ingin
minum, sebab tidak melihat minuman diatas meja ia teringat bahwa
orangtuanya selalu menaruh air di kulkas, anak tersebut akan segera menuju ke
kulkas untuk mengambil air dan meminumnya (Dariyo, 2007:140).
5. Disekuilibrasi
Disekuilibrasi adalah ketidakseimbangan sementara antara assimilasi dan
akomodasi. Ketika individu menghadapi informasi baru yang tidak dapat
dengan mudah diassimilasi atau diakomodasi, mereka mengalami
ketidakseimbangan yang mendorong mereka untuk mencari cara-cara baru
untuk memahami dunia. Ini mendorong pertumbuhan kognitif.
6. Keseimbangan
Keseimbangan yang dimaksud di sini adalah suatu proses menyeimbangkan
antara keinginan dan tuntutan di luar dirinya. Anak akan mengalami ketidak
seimbangan kognitif dan merasa kurang nyaman ketika proses akomodasi dan
asimilasi berlangsung. Ini yang menjadi motor bagi anak untuk menyesuuaikan
diri agar terjadi keseimbangan dalam dirinya dengan tuntutan di luar dirinya.
7. Organisasi
Adapun yang dimaksud organisasi di sini adalah penggabungan beberapa ide
tentang sesuatu kedalam cara berpikir yang dapat diterima oleh akal. Hal ini
hanya bisa dilakukan dengan menggabungkan asimilasi dan akomodasi. Misal,
anak yang berusia 5-6 tahun telah mampu mengendarai sepeda roda tiga dengan
sangat baik. Berkaitan dengan kemampuan tersebut, anak telah merangkai
berbagai ide, seperti kaki yang mengayuh pedal, kedua tangan memegang setir,
pandangan mata menatap ke depan, dan sesekali untuk menjaga
keselamatannya, anak menoleh kekanan ataupun kekiri. Hal inilah yang
dimaksud organisasi menurut Piaget (Suyadi, 2010:80).
15
8. Proses Reversibel
Piaget juga mengakui bahwa proses-proses ini bisa berulang-ulang dan dapat
berubah seiring waktu. Individu terus beradaptasi dengan pengalaman baru dan
mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang dunia di sekitar mereka.
Jadi, perkembangan kognitif menurut Piaget adalah hasil dari interaksi
kompleks antara assimilasi, akomodasi, dan disekuilibrasi yang terus-menerus
terjadi selama tahap-tahap perkembangan yang telah dia identifikasi. Ini adalah
proses yang berkelanjutan yang membantu individu membangun pemahaman
mereka tentang dunia.
16
Sehingga sangat bermanfaat bagi anak untuk belajar dengan lingkungannya.
Jika seorang anak telah mulai memiliki kemampuan untuk merespon perkataan
verbal orang dewasa, menurut teori ini hal tersebut lebih bersifat kebiasaan,
belum memasuki tahapan berfikir.
2. Tahap praoperasional (pre-operational)
Fase perkembangan kemampuan kognitif ini terjadi para rentang usia 2-7 tahun.
Pada tahap ini, anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dan
gambar-bergambar. Kata-kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya
peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi inderawi
dan tindakan fisik. Cara berpikir anak pada tingkat ini bersifat tidak sistematis,
tidak konsisten, dan tidak logis. Hal ini ditandai dengan ciri-ciri:
a) Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang bukan induktif atau
deduktif tetapi tidak logis
b) Ketidak jelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan
sebab-akibat secara tidak logis.
c) Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti
dirinya
d) Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu
mempunyai jiwa seperti manusia
e) Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang
dilihat atau di dengar
f) Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk
menemukan jawaban dari persoalan yang dihadapinya
g) Centration, yaitu anak memusat-kan perhatiannya kepada sesuatu ciri
yang paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya
h) Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia lingkungannya menurut
kehendak dirinya
3. Tahap operasi konkrit (concrete operational)
17
Tahap operasi konkrit terjadi pada rentang usia 7-11 tahun. Pada tahap ini akan
dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang konkrit dan
mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang berbeda.
Kemampuan untuk mengklasifikasikan sesuatu sudah ada, tetapi belum bisa
memecahkan problem-problem abstrak. Operasi konkret adalah tindakan
mental yang bisa dibalikkan yang berkaitan dengan objek konkret nyata.
Operasi konkret membuat anak bisa mengoordinasikan beberapa karakteristik,
jadi bukan hanya fokus pada satu kualitas objek. Pada level operasional
konkret, anak-anak secara mental bisa melakukan sesuatu yang sebelumnya
hanya mereka bisa lakukan secara fisik, dan mereka dapat membalikkan operasi
konkret ini. Yang penting dalam kemampuan tahap operasional konkret adalah
pengklasifikasian atau membagi sesuatu menjadi sub yang berbeda-beda dan
memahami hubungannya.
Tahap ini dimulai dengan tahap progressive decentring di usia tujuh tahun.
Sebagian besar anak telah memiliki kemampuan untuk mempertahankan
ingatan tentang ukuran, panjang atau jumlah benda cair. Maksud ingatan yang
dipertahankan di sini adalah gagasan bahwa satu kuantitas akan tetap sama
walaupun penampakan luarnya terlihat berubah. Jika Anda memperlihatkan 4
kelereng dalam sebuah kotak lalu menyerakkannya di lantai, maka perhatian
anak yang masih berada pada tahap pra-opersional akan terpusat pada
terseraknya kelereng tersebut dan akan percaya jumlahnya bertambah banyak.
Sebaliknya, anak-anak yang telah berada pada tahap opersional konkret akan
segera tahu bahwa jumlah kelereng itu tetap 4.
Di usia 7 atau 8 tahun, seorang anak akan mengembangkan kemampuan
mempertahankan ingatan terhadap substansi. Jika anda mengambil tanah liat
yang berbentuk bola kemudian memencetnya jadi pipih atau anda pecah-pecah
menjadi sepuluh bola yang lebih kecil, dia pasti tahu bahwa itu semua masih
tanah liat yang sama. Bahkan kalau anda mengubah kembali menjadi bola
18
seperti semula, dia tetap tahu bahwa itu adalah tanah liat yang sama. Proses ini
disebut proses keterbalikan.
Di usia 9 atau 10 tahun, kemampuan terakhir dalam mempertahankan ingatan
mulai diasah, yakni ingatan tentang ruang. Jika anda meletakkan 4 buah benda
persegi 1 x 1 cm di atas kertas seluas 10 cm persegi, anak yang mampu
mempertahankan ingatannya akan tahu bahwa ruang kertas yang ditempati
keempat benda kecil tadi sama, walau dimanapun diletakkan.
Dalam tahap ini, seorang anak juga belajar melakukan pemilahan
(classification) dan pengurutan (seria-tion). Contoh percobaan Piaget dalam hal
ini adalah: meminta anak untuk memahami hubungan antar kelas. Salah satu
tugas itu disebut seriation, yakni operasi konkret yang melibatkan stimuli
pengurutan di sepanjang dimensi kuantitatif. Untuk mengetahui apakah murid
dapat mengurutkan, seorang guru bisa meletakkan 8 batang lidi dengan panjang
yang berbeda-beda secara acak di atas meja. Guru kemudian meminta murid
untuk mengurutkan batang lidi tersebut berdasarkan panjangnya. Pemikiran
operasional konkret dapat secara bersamaan memahami bahwa setiap batang
harus lebih panjang ketimbang batang sebelumnya atau batang sesudahnya
harus lebih pendek dari sebelumnya. Aspek lain dari penalaran tentang
hubungan antar kelas adalah transtivity yaitu kemampuan untuk
mengombinasikan hubungan secara logis untuk memahami kesimpulan
tertentu.
4. Tahap operasi formal (formal operational)
Tahap operasi formal ada pada rentang usia 11 tahun-dewasa. Pada fase ini
dikenal juga dengan masa remaja. Remaja berpikir dengan cara lebih abstrak,
logis, dan lebih idealistic. Tahap operasional formal, usia sebelas sampai lima
belas tahun. Pada tahap ini individu sudah mulai memikirkan pengalaman
konkret, dan memikirkannya secara lebih abstrak, idealis dan logis. Kualitas
abstrak dari pemikiran operasional formal tampak jelas dalam pemeca-han
problem verbal. Pemikir operasional konkret perlu melihat elemen konkret A,
19
B, dan C untuk menarik kesimpulan logis bahwa jika A = B dan B =C, maka A
= C. Sebaliknya pemikir operasional formal dapat memecahkan persoalan itu
walau problem ini hanya disajikan secara verbal. Selain memilikikemampuan
abstraksi, pemikir operasional formal juga memiliki kemampuan untuk
melakukan idealisasi dan membayangkan kemungkinan-kemungkinan. Pada
tahap ini, anak mulai melakukan pemikiran spekulasi tentang kualitas ideal
yang mereka inginkan dalam diri mereka dan diri orang lain. Konsep
operasional formal juga menyatakan bahwa anak dapat mengembangkan
hipotesis deduktif tentang cara untuk memecahkan problem dan mencapai
kesimpulan secara sistematis.
20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
21
DAFTAR PUSTAKA
Izzaty, Reta Eka. 2017. Perilaku Anak Pra-sekolah. Jakarta:PT Elex Media
Komputindo.
22