Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK

“ASPEK PENDUKUNG PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK’

DOSEN PENGAMPUH :

Prof. Dr. H. Syamsu Kamaruddin M.Pd

KELOMPOK V :

RESTIANI (220403501015)

SUCI FOURA (220403501024)

NURUL FAUSIA (220403501016)

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

TAHUN 2023/2024
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini tentang “ASPEK PENDUKUNG PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
ANAK”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak yang menyediakan berbagai referensi sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami meyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu
dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami
dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
maupun inspirasi terhadap pembaca.

Makassar, 25 April 2023

Penyusun

i
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................i
BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG..................................................................................................1
1.2 RUMUSAN MASALAH.............................................................................................2
1.2.1 Jelaskan apa aja aspek pedukung perkembangan pendidikan anak!................................2
1.3 TUJUAN......................................................................................................................2
1.3.1 Untuk mengetahui apa aja aspek pedukung perkembangan pendidikan anak..............2
BAB ll PEMBAHASAN..............................................................................................................3
2.1 Aspek Pedukung Perkembangan Pendidikan Anak......................................................3
2.1.1 Motivasi Belajar...................................................................................................3
2.1.3 Teori Belajar.............................................................................................................7
2.1.4 Kecerdasan Intelektual...........................................................................................11
BAB lll PENUTUP...................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan......................................................................................................................13
3.2 Saran................................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................14

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Belajar adalah suatu proses yang di tandai dengan adanya perubahan
dalam diri seseorang. Perubahan ini ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti
berubahnya pngetahahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya,
keterampilan dan kemampuannya, reaksi, dll. Dalam belajar, banyak faktor yang
mempengaruhinya salah satunya adalah faktor psikologi. Di antara faktor psikologi
tersebut adalah motivasi. Motivasi belajar merupakan kemauan seseorang dalam
mela kukan sesuatu, artinya seberat atau sesulit apapun materi pelajaran yang
disampaikan kepada siswa, jika siswa memiliki motivasi belajar yang kuat maka
materi pelajaran akan menjadi ringan dan mudah.
Anak usia dini yang sudah mendapatkan pendidikan karakter tetapi masih
menunjukkan perilaku yang dianggap nakal, seperti berebut mainan, berkelahi,
mengejek, hingga orang di sekitarnya sering merasa terganggu. Perilaku-perilaku
tersebut adalah ciri khas anak usia dini, namun dalam batas tertentu dapat dikatakan
sebagai perilaku yang tidak wajar dan perlu penanganan khusus.2Anak dapat
dikategorikan agresif melalui subjektivitas pengamat/observer itu sendiri, kualitas
perilaku agresi, frekuensi, adanya niat melakukannya, dan adanya sikap menghindar
dari tanggungjawab. Kualitas perilaku agresi adalah seberapa buruk akibat yang
terjadi atas tindakan anak tersebut. Frekuensi perilaku agresi yaitu sering/jarang
anak menunjukkan tindakan tersebut. Niat/kesengajaan adalah adanya tujuan yang
ingin dicapai melalui tindakan agresi. menghindar adalah sikap yang tidak
peduli/perasaan tidak bersalah atas tindakan agresi yang telah dilakukan.
Agresifitas merupakan variabel psikologis yang dapat dijelaskan proses
terjadinya secara faal. Sistem limbik terdiri dari thalamus, hypothalamus, amigdala,
dan hypocampus. Informasi yang diterima oleh panca indera akan dikirim ke
thalamus yang akan dilanjutkan ke hypothalamus dimana berfungsi sebagai
pengendali berita. Informasi yang sudah diproses oleh hypothalamus selanjutnya
dikirim ke amigdala sebagai pusat perilaku agresi. Namun, dalam kondisi marah,

1
informasi yang diterima oleh panca indera dikirim ke thalamus dan terjadi hubungan
pendek sehingga langsung dikirim ke amigdala. Hubungan pendek ini menyebabkan
munculnya perilaku agresi yang tidak rasional karena tidak melibatkan proses
pengendalian informasi di dalam hypothalamus.

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Jelaskan apa aja aspek pedukung perkembangan pendidikan anak!

1.3 TUJUAN

1.3.1 Untuk mengetahui apa aja aspek pedukung perkembangan pendidikan anak

2
BAB ll
PEMBAHASAN

2.1 Aspek Pedukung Perkembangan Pendidikan Anak

2.1.1 Motivasi Belajar


Pendidikan merupakan proses mendidik dan menuntun anak didik
untuk mencapai tujuan tertentu dalam mewujudkan perubahan-perubahan yang
positif dalam diri anak. Pendidikan tersebut berawal dari keluarga yaitu orang tua.
Tanpa orang tua anak tidak bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Perlu
bimbingan dan pengawasan yang teratur karena kehidupan anak adalah tanggung
jawab orang tua. Motivasi belajar akan timbul dari 2 faktor, yaitu faktor intrinsic
dari dalam diri anak, dan faktor ekstrinsik dari orang tua dan guru. Peran yang
dilakukan orang tua dalam meningkatkan motivasi belajar anak yaitu orang tua
sebagai panutan, sebagai fasilitator, dan sebagai motivator anak (berupa perhatian,
hadiah, penghargaan, pujian, dan hukuman). Motivasi belajar dalam bentuk
penghargaan mempunyai perang penting dalam menumbuhkan gairah, merasa
senang, dan semangat untuk belajar. Anak yang memiliki intelegensi cukup tinggi
bisa gagal karena kurang motivasi.
Selain orang tua, guru juga sangat berperang dalam memotivasi
peserta didik dalam belajar. Guru merupakan ujung tombak dalam meningkatkan
kualitas pendidikan. Terutama dalam memberikan motivasi kepada peserta didik
sehingga mampu meningkatkan kualitas pendidikan demi mencerdaskan kehidupan
bangsa. Peranan guru menjadi motif daya yang mendorong seseorang untuk
melakukan sesuatu, guru perlu menumbuhkan motivasi belajar anak didi untuk
memperoleh hasil belajar yang optimal demi tercapainya suatu tujuan tertentu.

2.1.2 Agretivitas
Secara umum agresivitas merupakan sebuah gangguan psikologis,
dimana agresif itu adalah sebuah keinginan yang memandang orang lain hanya bisa
menghambat, menghalangi dan juga membuatnya kecewa. Perilaku agresif ini

3
sebenarnya bisa terjadi pada siapapun, mulai dari orang dewasa bahkan sampai
dengan anak- anak pun bisa mengalaminya. Hal ini juga bisa menjadi sebuah
perhatian khusus untuk para orang tua yang memiliki anak dengan sikap agresif.
Ada beberapa faktor agresif baik pada anak maupun faktor perilaku agresif pada
remaja, bisa berhubungan dengan psikis dan juga dilakukan secara fisik.

Untuk para orang tua yang selalu melihat anaknya bersikap agresif
pun tentu tidak perlu khawatir, karena sifat yang satu ini memang cukup banyak
dialami oleh usia anak- anak, sehingga dalam mengendalikan dan juga
mengatasinya memang dibutuhkan kesabaran ibu agar membuat anak-anaknya bisa
lebih terkendali dan juga tenang. Perlu kita ketahui, perilaku agresif pada anak
memang seringkali menjadi sebuah pemandangan yang secara umum sangat
mudah terlihat. Bahkan sampai dengan saat ini jika anak mengalami rasa marah
pada dirinya, bisa jadi karena ada hal- hal yang tidak disukainya dan juga sifat
ngambek, anak akan mengalami berbagai gejala sifat agresif. Bisa dengan
berteriak- teriak, menangis yang membuat orang lain di sekitarnya menjadi resah.
Adanya sifat agresif juga bisa berhubungan dengan emosi dalam psikologi lintas
budaya yang sulit untuk dikendalikan di dalam tubuh. Karena usia anak- anak ini
masih kecil,sehingga mereka belum paham betul cara mengendalikan emosinya
tersebut.

Selain dari sikap marah yang kerap kali ditunjukannya, ada juga beberapa
sikap lainnya yang membuat sikap agresif ini muncul, diantaranya adu fisik dengan
temannya, menggigit, bahkan sampai dengan menjambak rambut. Meskipun
perilaku yang dilakukannya hanya sebatas pada teman sebaya dan juga saudaranya
saja, namun sebagai orang tua anda harus bisa mengendalikan dan mengalihkan
sifat anak tersebut, agar tidak terulang kembali.

Adapun beberapa ciri- ciri sikap agresif yang seringkali terlihat diantaranya:
a. Anak- anak yang cenderung memaksakan kehendaknya.
Anak- anak yang selalu menyalahkan orang lain dan juga diliputi rasa
marah.

4
b. Selalu ingin menjatuhkan orang lain, biasanya dilakukan oleh teman
sebaya dan juga saudaranya.
c. Selalu menimbulkan rasa tegang dan juga rasa sakit.
d. Selalu mengungkapkan isi hatinya dengan cara yang tidak tepat.
e. Hanya ingin tujuannya tercapai, tanpa mengindahkan perasaan orang lain.
f. Selalu mengutamakan perasaannya sendiri.
g. Menyampaikan sesuatu pada orang lain dengan cara yang meledak- ledak
dan juga rasa amarah.
h. Menyerang, melakukan intimidasi.Anak menjadi mudah tersinggung
Sangat sulit mempertahankan hubungan persahabatannya.
i. Melemparkan barang dan juga menghancurkan barang milik orang lain.
j. Mengancam teman- temannya melalui fisik dan juga verbal.
Cara Mengatasi Anak yang Agresif
Mengatasi anak- anak yang memiliki sifat agresif sebenarnya tidaklah sulit,
hanya perlu peranan orang tua yang bisa membuat anak lebih bisa
mengendalikan apa yang dirasakannya. Diantaranya beberapa langkah dan cara
yang bisa diambil adalah:

a) Selidiki Penyebab Agresif Pada Anak


Untuk bisa mengendalikan anak- anak yang memiliki sifat agresif berlebihan,
pastinya yang harus kita pahami adalah dengan menyelidiki sebenarnya apa
yang menjadi penyebab anak tersebut mengalami sifat agresifitas. Perlu kita
ketahui bahwa anak- anak umumnya menjadi peniru yang ulung dan pasti ada
sebuah penyebab yang menjadikan anak tersebut bersifat demikian, bisa jadi
karena acara di TV yang ditontonnya, maupun adanya konflik di tengah
keluarganya. Setelah mencari tahu hal apa saja yang menjadi penyebabnya
nantinya anak bisa membuat anaklebih mengendalikan perasannya.

b) Memberi Masukan Tanpa Hukuman Fisik


Langkah berikutnya yang harus dilakukan adalah dengan memberi masukan
ke anak tanpa harus memberinya hukuman fisik, jika anda ingin meredakan
situasi namun membuat anak dihukum hukuman fisik pastinya hal tersebut tidak

5
akan membuat jera, nantinya anak akan merasa harus membalas perbuatannya
tersebut dengan perilaku yang salah lagi. Hal ini juga bisa disebut sebagai ciri-
ciri emosi dalam psikologi yang akan terus sulit untuk dikendalikan.
c) Tegaskan Pada Anak Bahwa Perilakunya Salah.
Anak- anak pada usia antara 3 sampai dengan 10 tahun memang belum bisa
paham betul mengenai hal- hal apa yang salah dan benar. Sehingga bisa jadi
dilain waktu anak tersebut malah akan menyakiti teman sebayanya lagi. Ajak
anak bersikap lebih empati pada orang lain, sehingga anak tersebut akan mulai
bisa membedakan sikapnya selama ini memang salah.

d) Menyalurkan Energy Anak Dengan Baik.


Sikap agresif pada anak biasanya dipengaruhi oleh beberapa hal, bisa jadi hal
tersebut karena rasa frustasi dan juga kesepian yang terjadi pada anak. Sehingga
untuk mengatasi hal yang demikian sebagai orang tua kita juga harus paham
betul mengenai cara untuk bisa membuat anak mengalihkan energinya tersebut.
salah satunya bisa dengan mengajak anak bermain, olahraga dan juga melakukan
permainan yang bisa membuat otaknya lebih terangsang. Sehingga pada
akhirnya pikiran anak pun akan mulai teralihkan.

e) Lebih Pengertian dan Sabar Pada Anak


Membuat anak memiliki sikap disiplin memang tidak mudah, dalam hal ini
juga ada energi yang harus anda keluarkan. Apabila anda sudah memberikan
kesabaran sepenuhnya dan juga membuat anak lebih damai dan juga nyaman di
dekat orang- orang di lingkungannya, setidaknya hal tersebut sudah bisa sedikit
meringankan pekerjaan anda. dengan kedamaian dan kenyamanan pada
lingkungan nya akan membuat anak mengurangi sifat agresifnya, hal ini juga
karena anak merupakan peniru yang ulung, sehingga segala sesuatu yang
dilakukannya akan tercermin dan terlihat dari apa yang dilihatnya juga.
Pengaruh agresifitas pada umumnya bisa datang dari mana saja, tidak sedikit
juga anak- anak yang memiliki sikap agresif ini muncul karena apa yang pernah
dilihatnya, diantara faktor- faktor apa saja yang bisa memungkinkan sikap
agresif ini muncul diantaranya:

6
Adanya pengaruh genetik. Anak kesulitan untuk melakukan perubahan,
misalnya dengan selalu berpindah- pindah sekolah, sehingga sulit melakukan
adaptasi.
Tidak ada hal baik yang dilihatnya, misalnya orang tua yang selalu bertengkar
dan acar televisi yang kurang mendidik.
Terlalu memanjakan anak, hal ini akan menjadi pemicu yang paling sering
terjadi dari sifat agresif.

2.1.3 Teori Belajar


Teori adalah seperangkat azaz yang tersusun tentang kejadian-kejadian tertentu
dalam dunia nyata dinyatakan oleh McKeachie dalam grendel 1991 : 5 (Hamzah
Uno, 2006:4). Sedangkan Hamzah (2003:26) menyatakan bahwa teori merupakan
seperangkat preposisi yang didalamnya memuat tentang ide, konsep, prosedur dan
prinsip yang terdiri dari satu atau lebih variable yang saling berhubungan satu sama
lainnya dan dapat dipelajari, dianalisis dan diuji serta dibuktikan kebenarannya.
Dari dua pendapat diatas Teori adalah seperangkat azaz tentang kejadian-kejadian
yang didalamnnya memuat ide, konsep, prosedur dan prinsip yang dapat dipelajari,
dianalisis dan diuji kebenarannya. Teori belajar adalah suatu teori yang di
dalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar mengajar antara guru
dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas
maupun di luar kelas.
Teori belajar adalah kerangka konseptual yang menjelaskan bagaimana
manusia memperoleh pengetahuan, keterampilan, sikap, dan perilaku baru melalui
proses belajar. Teori ini mencoba menjelaskan bagaimana proses belajar terjadi,
serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kemampuan seseorang dalam
mempelajari sesuatu. Teori belajar melibatkan berbagai faktor yang mempengaruhi
proses belajar, seperti kemampuan kognitif, motivasi, emosi, pengalaman,
lingkungan belajar, dan interaksi sosial. Teori ini juga mengakui perbedaan
individual dalam belajar, dan mengemukakan bahwa setiap orang memiliki cara
belajar yang unik.
Terdapat beberapa teori belajar yang dapat dijadikan aspek pendukung
perkembangan pendidikan anak. Berikut ini adalah beberapa teori yang dapat
menjadi acuan dalam mendukung perkembangan anak dalam proses belajar:
1. Teori Konstruktivis (Constructivist Learning) oleh Lev Vygotsky

7
Teori Konstruktivis (Constructivist Learning) oleh Lev Vygotsky adalah
suatu kerangka pemikiran dalam psikologi dan pendidikan yang
menekankan pada peran aktif peserta didik dalam membangun pengetahuan
dan keterampilan mereka. Menurut Vygotsky, peserta didik tidak hanya
menerima pengetahuan dari lingkungan, melainkan juga aktif dalam
membangun dan memperoleh pengetahuan melalui interaksi sosial
dan refleksi diri. Vygotsky mengemukakan bahwa peserta didik
membangun pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan dan orang
lain, serta melalui refleksi diri atas pengalaman mereka. Dia juga
menekankan pentingnya lingkungan belajar yang mendukung dan interaksi
sosial dalam membangun pengetahuan dan keterampilan. Dalam teori
konstruktivis Vygotsky, peran guru atau pembimbing adalah membantu dan
memfasilitasi proses belajar peserta didik, serta menciptakan lingkungan
belajar yang memfasilitasi interaksi sosial dan refleksi diri. Dia juga
menekankan pentingnya kolaborasi dan kerja sama dalam membangun
pengetahuan, dan menyarankan penggunaan metode pembelajaran yang
interaktif dan kreatif. Teori konstruktivis Vygotsky juga menyoroti
pentingnya "zona pengembangan proksimal" (zone of proximal
development), yaitu jarak antara kemampuan aktual peserta didik dengan
potensi pengembangan mereka. Dalam zona pengembangan proksimal,
peserta didik dapat belajar lebih efektif melalui bimbingan dan dukungan
dari guru atau pembimbing. Teori konstruktivis Vygotsky sangat
berpengaruh dalam pengembangan pendidikan dan pembelajaran, dan telah
memengaruhi pendekatan belajar yang lebih interaktif, kolaboratif, dan
reflektif dalam praktik pendidikan saat ini.
2. Teori Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)
Teori Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) adalah
pendekatan dalam pembelajaran yang menempatkan permasalahan nyata
sebagai fokus utama dalam proses belajar. Dalam pembelajaran berbasis
masalah, peserta didik diberikan sebuah masalah atau tugas nyata yang
memerlukan pemecahan dengan menggunakan pengetahuan dan
keterampilan yang mereka miliki. Kemudian, peserta didik akan mencari

8
solusi melalui proses penelusuran, refleksi, dan diskusi. Pembelajaran
berbasis masalah dirancang untuk memotivasi peserta didik agar belajar
secara aktif, menumbuhkan keterampilan pemecahan masalah, kreativitas,
dan kemampuan berpikir kritis. Selain itu, pembelajaran berbasis masalah
juga membantu peserta didik untuk mengembangkan kemampuan
kolaborasi, komunikasi, dan kerja tim dalam mencari solusi untuk
masalah yang diberikan. Dalam pembelajaran berbasis masalah, peran guru
atau pembimbing adalah sebagai fasilitator dan pemberi arahan. Mereka
membantu peserta didik dalam mengidentifikasi masalah, mengarahkan
proses pembelajaran, memberikan umpan balik, serta membimbing peserta
didik dalam mengevaluasi dan merefleksikan hasil pembelajaran mereka.
Teori pembelajaran berbasis masalah telah digunakan secara luas dalam
pendidikan, terutama dalam pendidikan kedokteran dan bidang kesehatan.
Namun, pendekatan pembelajaran berbasis masalah juga telah diterapkan
dalam berbagai disiplin ilmu, seperti teknologi, bisnis, dan bahkan dalam
pendidikan formal di sekolah-sekolah.
3. Teori Multiple Intelligences (Teori Kecerdasan Majemuk)
oleh Howard Gardner
Teori Multiple Intelligences atau Teori Kecerdasan Majemuk adalah suatu
teori psikologi yang dikembangkan oleh Howard Gardner pada tahun 1983,
yang mengusulkan bahwa manusia memiliki berbagai macam kecerdasan
atau jenis kecerdasan yang berbeda. Gardner mengidentifikasi delapan jenis
kecerdasan, yaitu kecerdasan verbal-linguistik, logis-matematis, visual-
ruang, kinestetik-tubuh, musikal, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis.
Menurut teori ini, setiap individu memiliki kombinasi unik dari kecerdasan-
kecerdasan ini, dan kecerdasan-kecerdasan ini berkembang melalui
pengalaman dan pelatihan yang berbeda-beda. Dengan memahami
keberagaman jenis kecerdasan, pembelajaran dapat dirancang untuk
mengakomodasi kebutuhan belajar individu yang berbeda-beda. Dalam teori
multiple intelligences, Gardner menekankan bahwa kecerdasan tidak hanya
terbatas pada kecerdasan akademik atau logis-matematis. Setiap jenis
kecerdasan memiliki nilai dan kepentingan yang sama pentingnya, dan setiap

9
individu memiliki potensi untuk mengembangkan kecerdasan mereka dalam
berbagai jenis kecerdasan. Teori multiple intelligences telah banyak
mempengaruhi pendekatan pendidikan, dan membawa konsekuensi dalam
perencanaan kurikulum dan pengajaran di kelas.
4. Teori Pembelajaran Kolaboratif (Collaborative Learning)
Menurut Deutch (Feng Chun, 2006), pembelajaran kolaboratif adalah
pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil siswa yang
bekerja sama untuk memaksimalkan hasil belajar mereka. Lebih khusus,
Gokhale (1995) mendefinisikan pembelajaran kolaboratif sebagai
pembelajaran yang menempatkan siswa dengan latar
belakang dan kemampuan yang beragam bekerja bersama dalam suatu
kelompok kecil
untuk mencapai tujuan akademik bersama. Setiap siswa dalam suatu
kelompok bertanggung jawab terhadap sesama anggota kelompok. Dalam
pembelajaran kolaboratif, siswa berbagi peran, tugas, dan tanggung jawab
guna mencapai kesuksesan bersama. Pembelajaran kolaboratif mengacu pada
suatu teknik penyelesaian tugas atau masalah secara bersama-sama sehingga
lebih cepat dan lebih baik serta dengan usaha yang minimal. Menurut
Wiersema (2002), dalam pembelajaran kolaboratif, setiap anggota kelompok
dapat saling belajar dari sesamanya, bahkan guru dapat belajar dari
siswanya. Jika guru menugaskan kepada siswa secara berkelompok untuk
mempelajari topik-topik berbeda, maka guru akan dapat belajar banyak dari
mereka. Siswa akan merasa bangga, jika sesekali, dengan jujur guru berkata:
“oh, saya belum tahu tentang hal itu” untuk mengomentari hasil
temuan siswa. Pembelajaran kolaboratif dapat menumbuhkan berbagai sikap
positif pada siswa, seperti melatih siswa untuk menghargai keberagaman dan
sekaligus melatih siswa untuk memahami perbedaan individu. Dalam
pembelajaran kolaboratif, siswa belajar dan bekerja dengan orang dengan
karakteristik yang berbeda dan mempunyai perspektif yang berbeda pula.
Selain itu, berdiskusi dalam kelompok kecil memungkinkan setiap siswa
untuk mengekspresikan ide-idenya. Hal yang demikian tidak terjadi dalam
kelas klasikal. Pembelajaran kolaboratif juga dapat menumbuhkan

10
kemampuan komunikasi interpersonal yang baik. Kemampuan yang
demikian sangat diperlukan oleh siswa dalam lingkungan
pergaulan manapun.
5. Teori Pembelajaran Berbasis Pengalaman (Experiential Learning)
6. Menurut David Kolb Model pembelajaran Experiental Learning yaitu model
pembelajaran yang holistik dalam proses belajar, artinya penekanan inilah
yang mengaktifkan peserta didik untuk melalui pengalaman secara langsung,
dan pengalaman mempunyai peran utama dalam proses belajar.Sedangkan
menurut Mahfudin Experiential learning dapat didefinisikan sebagai
tindakan untuk mencapai sesuatu berdasarkan pengalaman yang secara terus
menerus mengalami perubahan guna meningkatkan keefektifan dari hasil
belajar itu sendiri. Model Experiential Learning adalah suatu model proses
belajar mengajar yang mengaktifkan pembelajar untuk membangun
pengetahuan dan keterampilan melalui pengalamannya secara langsung.
Dalam hal ini, Experiential Learning menggunakan pengalaman sebagai
katalisator untuk menolong pembelajar mengembangkan kapasitas dan
kemampuannya dalam proses pembelajaran. Pengalaman belajar merupakan
serangkaian proses dan peristiwa yang dialami oleh setiap individu
khususnya siswa dalam ruang lingkup tertentu (ruangan kelas) sesuai dengan
metode ataupun strategi pembelajaran yang diberikan oleh masing-masing
pendidik. Setiap guru memiliki strategi mengajar yang berbeda dalam setiap
mata pelajaran sehingga hal ini dapat mengisi pangalaman belajar siswa.

2.1.4 Kecerdasan Intelektual


Definisi intelektual adalah akal budi atau inteligensi yang berarti kemampuan
untuk meletakkan hubungan-hubungan dari proses berpikir. Selanjutnya dikatakan
bahwa orang yang intelligent adalah orang yang dapat menyelesaikan persoalan
dalam tempo yang lebih singkat, memahami masalah lebih cepat dan cermat, serta
mampu bertindak cepat. (Mohammad Asrori, 2009 : 48). Istilah intelek berasal dari
bahasa Inggris intellect yang menurut Chaplin (1981) diartikan sebagai: pertama,
kognitif, proses berpikir, daya menghubungkan, kemampuan menilai, dan
kemampuan mempertimbangkan; dan kedua, kemampuan mental atau inteligensi.

11
Menurut Mahfudin Shalahudin (1989) dinyatakan bahwa “intelek” adalah akal
budi atau inteligensi yang berarti kemampuan untuk meletakkan hubungan dari
proses berpikir. Selanjutnya, dikatakan bahwa orang yang intelligent adalah orang
yang dapat menyelesaikan persoalan dalam waktu yang lebih singkat, memahami
masalahnya lebih cepat dan cermat, serta mampu bertindak cepat.
Menurut kamus Webster New World Dictionary of the American Language,
dalam (Sunarto dan Hartono, 2006 : 99) istilah intellect berarti:
1. Kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti; kecakapan untuk
mengamati hubungan-hubungan, dan sebagainya. Dengan demikian
kecakapan berbeda dari kemauan dan perasaan.
2. Kecakapan mental yang besar,sangat intellegence, dan
3. Pikiran atau inteligensi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian
intelektual yaitu akal budi atau inteligensi yang berarti kemampuan untuk
meletakkan hubungan dari proses berpikir, kemampuan untuk melakukan
pemikiran yang bersifat abstrak atau tidak bisa di lihat (abstraksi), serta berpikir
logis dan cepat sehingga dapat bergerak dan menyesuaikan diri terhadap situasi
baru. Orang yang intelligent adalah orang yang dapat menyelesaikan persoalan
dalam waktu yang lebih singkat, memahami masalahnya lebih cepat dan cermat
serta mampu bertindak cepat.
Tinggi rendahnya kecerdasan intelektual seseorang dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu:
a. Pembawaan, yaitu kesanggupan yang dibawa semenjak lahir dan setiap
orang tidak ada yang sama.
b. Kematangan, yaitu saat munculnya daya intelek yang siap untuk
dikembangkan mencapai puncaknya (masa peka).
c. Lingkungan, yaitu faktor luar yang mempengaruhi intelegensi pada
masa perkembangannya; dan
d. Minat, yaitu motor penggerak dalam perkembangan intelegensi.
Kecerdasan intelektual anak disini dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor
pembawaan, kematangan, lingkungan, dan minat agar kecerdasan intelektual
pada anak dapat berkembang secara baik.

12
BAB lll
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Dalam pendidikan anak, aspek pendukung perkembangan sangatlah penting.
Lingkungan yang kondusif, peran aktif orang tua dan guru, serta penggunaan teknologi
yang tepat dan efektif juga termasuk aspek pendukung penting yang perlu diperhatikan
dalam mendukung perkembangan anak. Dukungan dari aspek pendukung ini dapat
membantu anak mengembangkan potensinya secara optimal dan siap menghadapi
tantangan di masa depan. Selain itu, dukungan dari aspek pendukung juga dapat
menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan memotivasi anak untuk
belajar dengan giat dan bersemangat. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan guru
untuk memperhatikan segala aspek pendukung ini dalam memberikan pendidikan yang
terbaik bagi anak.

3.2 Saran
Kami menyadari makalah ini masih sangat jauh dari kata sempurna, maka kritik
dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan agar lebih baik dalam penulisan
makalah selanjutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Repository.metrouniv.ac.id

jiip.stkipyapisdompu.ac.id

download.garuda.kemindikbud.go.id

ejournal.uinsaizu.ac.id

Bentuk Dan Ciri-ciri Agresivitas Pada Anak anak - DosenPsikologi.com

14

Anda mungkin juga menyukai