Anda di halaman 1dari 31

STIMULASI TUBUH KEMBANG DAN TOILET TRAINING PADA

ANAK

MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dosen Pengajar : Hj.Endang Suartini, S.ST, M.KM

Disusun Oleh :

KELOMPOK 5

Dita Noor Aripin : P27901117048

Fransisca Windiani : P27901117054

Laila Karisa : P27901117061

Miftahul Jannah : P27901117067

Regiyani Septi. DS : P27901117073

Siti Nanda Masleha : P27901117079

TINGKAT 2B/ DIII KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN BANTEN

JURUSAN KEPERAWATAN TANGERANG

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN

TAHUN AJARAN 2018/2019


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
Inayah, Taufik dan Hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan
makalah Keperawatan Anak dengan judul “STIMULASI TUMBUH KEMBANG
DAN TOILET TRAINING PADA ANAK” dalam bentuk maupun isinya yang
sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai salah satu
acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam menuntut ilmu. Kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Hj.Endang Suartini, S.ST, M.KM ., selaku Dosen Mata Kuliah
Keperawatan Anak.
2. Teman-teman yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga ke depannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang.Oleh kerena itu, kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Tangerang, 28 Januari 2018

Kelompok 5

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i


DAFTAR ISI ............................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Makalah ........................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan ....................................................................................... 3
BAB II LANDASAN TEORI .................................................................................. 4
2.1 Pengertian Stimulasi .................................................................................... 4
2.2 Pengertian Tumbuh Kembang ..................................................................... 6
2.3 Tujuan Stimulasi .......................................................................................... 6
2.4 Tahap-Tahap Stimulasi ................................................................................ 7
2.5 Macam-macam stimulasi ............................................................................. 19
2.6 Pengertian toilet training .............................................................................. 21
2.7 Cara mengajarkan toilet training pada anak................................................. 22
2.8 Latihan Mengontrol Berkemih dan Defekasi pada Anak ............................ 22
2.9 Faktor-faktor yang Mendukung Toilet Training pada Anak ....................... 22
2.10 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Selama Toilet Training ........................... 23
2.11 Tanda Anak Siap untuk Melakukan Toilet Training ................................... 23
2.12 Dampak Toilet Training ............................................................................... 24
2.13 Asuhan Keperawatan Toilet Training .......................................................... 24
BAB III PENUTUP .................................................................................................. 27
3.1 Kesimpulan ................................................................................................. 27
3.2 Saran ........................................................................................................... 27
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. iii

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang
sifatnya berbeda, tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan yaitu
pertumbuhan dan perkembangan. Dan untuk tercapainya tumbuh kembang
yang optimal tergantung pada potensi biologik seseorang yang merupakan
hasil interaksi berbagai faktor yang saling berkaitan, yaitu faktor genetik,
lingkungan bio-fisiko-psiko sosial dan perilaku. Proses yang unik dan hasil
akhir yang berbeda-beda yang memberika ciri tersendiri pada setiap anak.
Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita,
dimana pada masa ini pertumbuhan dasar yang akan mempengaruhi dan
menentukan perkembangan anak selanjutnya. Pada masa balita ini
perkembangan kemampuan berbahasa, kreativitas, kesadaran sosial,
emosional dan intelegensia berjalan sangat cepat dan merupakan landasan
perkembangan berikutnya.
Di Indonesia diperkirakan jumlah balita mencapai 30 % dari 250 juta
jiwa penduduk Indonesia, dan menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) nasional diperkirakan jumlah balita yang susah mengontrol BAB dan
BAK (ngompol) di usia sampai prasekolah mencapai 75 juta anak. Fenomena
ini dipicu karna banyak hal, pengetahuan ibu yang kurang tentang cara melatih
BAB dan BAK, pemakaian (PEMPRES) popok sekali pakai, hadirnya saudara
baru dan masih banyak lainnya.
Kebiasaan yang salah dalam mengontrol BAB dan BAK akan
menimbulkan hal-hal yang buruk pada anak dimasa mendatang. Dapat
menyebabkan anak tidak disiplin, manja, dan yang terpenting adalah dimana
nanti pada saatnya anak akan mengalami masalah psikologi, anak akan merasa
berbeda dan tidak dapat secara mandiri mengontrol buang aiar besar dan
buang air kecil.

1
Toilet training ini dapat berlangsung pada fase kehidupan anak yaitu
umur 18 bulan sampai 24 bulan.Salah satu masalah kesulitan anak dalam
melakukan toilet training adalah ketidakmampuan anak dalam melakukan
eliminasi, ketidaksiapan fisik anak dalam mengontrol keinginan untuk
berkemih dan defekasi, dan kurangnya perhatian orangtua terhadap tumbuh
kembang anak.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian Stimulasi?
2. Apa pengertian Tumbuh Kembang?
3. Apa saja tujuan Stimulasi?
4. Apa saja tahap-tahap Stimulasi?
5. Apa saja macam-macam stimulasi?
6. Apa pengertian toilet training?
7. Bagaimana cara mengajarkan toilet training pada anak?
8. Bagaimana Latihan Mengontrol Berkemih dan Defekasi pada Anak?
9. Apa saja faktor-faktor yang Mendukung Toilet Training pada Anak?
10. Apa saja hal-hal yang Perlu Diperhatikan Selama Toilet Training?
11. Bagaimana Tanda Anak Siap untuk Melzakukan Toilet Training?
12. Apa Dampak Toilet Training?
13. Bagaimana Asuhan Keperawatan Toilet Training?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Stimulasi.
2. Untuk mengetahui pengertian Tumbuh Kembang.
3. Untuk mengetahui tujuan Stimulasi.
4. Untuk mengetahui tahap-tahap Stimulasi.
5. Untuk mengetahui macam-macam stimulasi.
6. Untuk mengetahui pengertian toilet training.
7. Untuk mengetahui cara mengajarkan toilet training pada anak.

2
8. Untuk mengetahui Latihan Mengontrol Berkemih dan Defekasi pada
Anak.
9. Untuk mengetahui faktor-faktor yang Mendukung Toilet Training pada
Anak.
10. Untuk mengetahui hal-hal yang Perlu Diperhatikan Selama Toilet
Training.
11. Untuk mengetahui Tanda Anak Siap untuk Melzakukan Toilet Training.
12. Untuk mengetahui Dampak Toilet Training.
13. Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan Toilet Training.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Stimulasi


Menurut (dr. Kusnandi Rusmi,Sp.A(k) MM, 2010), Stimulasi adalah
upaya orang tua atau keluarga untuk mengajak anak bermain dalam suasana
penuh gembira dan kasih sayang. Aktifitas bermain dan suasana cinta ini
pentig guna merangsang seluruh sistem indera, melatih kemampuan
motorikhalus dan kasar, kemampuan berkomunkasi serta perasaan pikiran si
anak. Seperti di jelaskan pakar dan konsultan tumbuh kembang anak .
rangsangan atau Stimulasi sejak dini adalah salah satu faktor eksternal yang
sangat penting dalam menentukan kecerdasan anak. Selain stimulasi ada
faktor eksternal lain yang ikut mempengaruhi kecerdasan seorang anak yakni
kualitas asupan gizi, pola pengasuhan yang tepat dan kasih sayang terhadap
anak.
Menurut (Dinkes,2009), Orang tua harus selalu memberikan rangsang
/ stimulasi kepada anak dalam semua aspek perkembangan baik motorik kasar
maupun halus, bahasa dan personal sosial. Stimulasi ini harus di berikan
secara rutin dan berkesinambungan dengan kasih sayang, metode bermain dan
lain-lain. Sehingga perkembangan anak akan berjalan optimal. Kurangnya
stimulasi dari orang tua dapat mengakibatkan keterlambatan perkembangan
anak, karena itu para orang tua atau pengasuh harus diberi penjelasan cara-
cara melakukan stimulasi kepada anak-anak.
Menurut Siswono, 2004 stimulasi adalah suatu upaya merangsan anak
untuk memperkenalkan suatu pengetahuan ataupun ketermpilan baru ternyata
sangat penting dalam upaya peningkatan kecerdasan anak. Stimulasi dapat
dilakukan pada anak sejak calon bayi masih berwujud janin, sebab janin bukan
merupakan makhluk yang pasif. Di dalam kandungan janin sudah dapat
bernafas, menendang , menggeliat, bergerak, menelan menghisap jempol, dan
lainnya.

4
Menurut Suherman, 2000 Stimulasi juga dilakukan orang tua
(keluarga) setiap ada kesempatan atau sehari-hari. Stimulasi disesuaikan
dengan umur dan prinsip stimulasi.
Menurut Dr Soedjatmiko, SpA(K), MSi, dokter spesialisanak
konsultan tumbuh kembang, stimulasi dini adalahrangsangan bermain yang
dilakukan sejak bayi baru lahir.Stimulasi dipercaya dapat memengaruhi
pertumbuhan,yang penting untuk kecepatan proses pembelajaran dan memori.
Stimulasi adalah adalah rangsangan yang dilakukan sejak bayi baru
lahir (bahkan sebaiknya sejak di dalam kandungan) dilakukan setiap hari,
untuk merangsang semua sistem indera (pendengaran, penglihatan, perabaan,
pembauan, pengecapan). Selain itu harus pula merangsang gerak kasar dan
halus kaki, tangan dan jari-jari, mengajak berkomunikasi, serta merangsang
perasaan yang menyenangkan bayi dan anak-anak. Stimulasi merupakan hal
yang penting dalam tumbuh kembang anak. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa anak yang kurang kasih sayang dan kurang stimulasi akan mengalami
hambatan dalam pertumbuhan dan perkembangannya serta kesulitan dalam
berinteraksi dengan orang lain. Stimulasi yang diberikan pada anak selama
tiga tahun pertama (golden age) akan memberikan pengaruh yang sangat besar
bagi perkembangan otaknya dan menjadi dasar pembentuk kehidupan yang
akan datang. Semakin dini stimulasi yang diberikan, maka perkembangan
anak akan semakin baik. Semakin banyak stimulasi yang diberikan maka
pengetahuan anak akan menjadi luas sehingga perkembangan anak semakin
optimal. Disebutkan juga bahwa jaringan otak anak yang banyak mendapat
stimulasi akan berkembang mencapai 80% pada usia 3 tahun. Sebaliknya, jika
anak tidak pernah diberi stimulasi maka jaringan otak akan mengecil sehingga
fungsi otak akan menurun. Hal inilah yang menyebabkan perkembangan anak
menjadi terhambat.

5
2.2 Pengertian Tumbuh Kembang
Tumbuh kembang adalah suatu proses berkelanjutan mulai dari
konsepsi sampai dengan maturasi yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan
dan faktor bawaan. (soetjiningsih : 2010).
Tumbuh kembang anak adalah suatu proses yang sifatnya kontinue,
yang dimulai sejak di dalam proses perkembang anak terdapat masa-masa
kritis, dimana pada masa tersebut diperlukan suatu stimulasi yang berfungsi
agar potensi si anak berkembang. Perkembangan anak akan optimal jika
terdapat interaksi social yang sesuai dengan kebutuhan anak di berbagai tahap
perkembanganya. (Adriana : 2013)

2.3 Tujuan Stimulasi


Tujuan Stimulasi Pada Anak
Tujuan tindakan memberikan stimulasi pada anak adalah untuk
membantu anak mencapai tingkat perkembangan yang optimal atau sesuai
dengan yang diharapkan. Tindakan ini meliputi berbagai aktifitas untuk
merangsang perkembangan anak, seperti latihan gerak, berbicara, berfikir,
kemandidian dan sosialisasi. Stimulasi dilakukan orangtua dan keluarga setiap
ada kesempatan atau sehari hari, secara berkala dan terus – menerus. Stimulasi
disesuaikan dengan umur dan prinsip stimulasi ( Suherman, 2000 ). Adapun
prinsip dari stimulasi adalah sebagai berikut :
1. Stimulasi dilakukan dengan dilandasi rasa cinta dan kasih sayang.
2. Selalu tujukkan sikap dan perilaku yang baik, karena anak akan meniru
tingkah laku orang-orang yang terdekat dengan anak.
3. Berikan stimulasi sesuai dengan kelompok umur anak.
4. Lakukan stimulasi dengan cara mengajak anak bermain, bernyanyi,
bervariasi menyenangkan, tanpa paksaan dan tidak ada hukuman.
5. Lakukan stimulasi secara bertahap dan berkelanjutan sesuai umur anak,
terhadap 4 (empat) aspek kemampuan dasar anak.

6
6. Gunakan alat bantu atau permainan yang sederhana, aman dan ada
disekitar anak.
7. Berikan kesempatan yang sama pada anak laki-laki dan perempuan.
8. Berikan selalu pujian bila perlu hadiah atas keberhasilannya.

2.4 Tahap-Tahap Stimulasi


A. Tahapan Stimulasi Sesuai Usia
1. Usia 0 - 3 bulan
Berikan si kecil stimulasi yang mengutamakan rasa nyaman aman, dan
menyenangkan. Anda bisa menstimulasinya dengan cara memeluk,
menggendong, menatap mata bayi, berbicara atau mengajaknya
tersenyum. Mainan yang digantung dengan warna-warna menarik dan
mengeluarkan bunyi-bunyian juga merupakan stimulasi yang
menyenangkan bagi si kecil. Menjelang akhir usia 3 bulan, cobalah
melatihnya tengkurap, telentang atau menggulingkannya ke kanan dan
kiri. Rangsang si kecil untuk meraih dan memegang mainan, jika
tangannya sudah cukup kuat.
Agar keterampilan motorik bayi tumbuh dan berkembang secara
optimal, Anda perlu memahami tahap-tahap perkembangannya dan
memberikan stimulasi (rangsangan) yang tepat sesuai dengan tahapan
usia bayi. Hal ini penting karena jika terjadi keterlambatan atau
gangguan pada kemampuan motoriknya bisa segera terdeteksi dan
dikoreksi.
Pada umumnya perkembangan motorik dibedakan menjadi dua yaitu
motorik kasar dan motorik halus :
a. Motorik kasar adalah bagian dari aktivitas motorik yang
mencakup keterampilan otot-otot besar, misalnya merangkak,
tengkurap, mengangkat leher dan duduk.
b. Motorik halus adalah bagian dari aktivitas motorik yang
melibatkan gerak otot-otot kecil, seperti mengambil benda kecil
dengan ibu jari dan telunjuk, menggambar dan menulis.

7
Pada saat bayi baru lahir,saat itu refleks tubuh bayilah yang
bekerja sempurna. Gerakan refleks adalah gerakan-gerakan yg terjadi
secara otomatis, tanpa bayi sadari. Seiring dengan waktu, gerak
refleks ini akan tergantikan dengan gerak motor kasar. Beberapa gerak
refleks yang dimiliki bayi adalah :
1. Refleks menghisap (sucking reflex)
Bayi akan melakukan gerakan menghisap ketika Anda
menyentuhkan puting susu ke ujung mulut bayi.
2. Refleks menggenggam (palmar grasp reflex)
Bayi Anda akan otomatis menggenggam jari Anda ketika Anda
menyodorkan jari telunjuk kepadanya.
3. Refleks leher (tonic neck reflex)
Akan terjadi peningkatan kekuatan otot (tonus) pada lengan dan
tungkai sisi ketika bayi Anda menoleh ke salah satu sisi.
4. Refleks mencari (rooting reflex)
Ketika pipi bayi Anda disentuh maka otomatis mulutnya akan
terbuka dan memalingkan wajahnya ke arah sentuhan.
5. Refleks Moro (Moro reflex)
Refleks ini berbeda dengan refleks lainnya yang termasuk dalam
ketegori gerakan motor. Menurut para ahli, refleks moro ini
termasuk reaksi emosional yg timbul dari kemauan atau
kesadaran bayi dan akan hilang dengan sendirinya dalam waktu
yg singkat. Refleks moro ini timbul ketika bayi dikejutkan secara
tiba-tiba atau mendengar suara yang keras. Bayi melakukan
gerakan refleks dengan melengkungkan punggungnya dan
mendongakkan kepalanya ke arah belakang. Bersamaan dengan
gerakan tersebut, kaki dan tangan bayi digerakkan ke depan.
Reaksi yang berlangsung sesaat ini pada umumnya diiringi
dengan tangisan yang keras.

8
2. Usia 3 - 6 bulan
Rangsang si kecil untuk tengkurap, telentang, bolak- balik,
serta duduk. Anda bisa menambahkan stimulasi dengan mengajaknya
bermain "cilukba". Pada rentang usia 3-6 bulan kebanyakan bayi sudah
mulai menunjukkan polah tingkah yang mengundang gemas yang
melihatnya, karena pada renatng usia tersebut kondisi fisik sang buah
hati sudah mendukung untuk melakukan beragam aktifitas, seperti:
1. Berbalik dari telungkup ke telentang
2. Mengangkat kepala setinggi 900
3. Mempertahankan posisi kepala tetap tegak dan stabil
4. Menggenggam pensil
5. Meraih benda yang ada di dalam jangkauannya
6. Memegang tangannya sendiri
7. Berusaha memperluas pandangan
8. Mengarahkan matanya pada benda-benda kecil
9. Mengeluarkan suara gembira bernada tinggi atau memekik
10. Tersenyum ketika melihat mainan / gambar yang menarik saat
bermain sendiri.

3. Usia 6 - 9 bulan
Di usia ini, Anda bisa mulai meningkatkan stimulasi, dengan
cara melatih tangan anak bersalaman, duduk dan berdiri sambil
berpegangan. Penting juga bagi Anda untuk mulai membiasakan diri
membacakan dongeng untuk si kecil sebelum tidur. dalam memberikan
stimulasi pada bayinya, ada 4 hal cara stimulasi bayi yang benar benar
harus diperhatikan, yaitu :
Pertama adalah bicaralah selalu padanya,apa pun yang Anda
lakukan ajaklah bayi Anda berbicara. Tataplah matanya dan bicaralah
perlahan-lahan. Bayi sedang mendengarkan suara maupun kata - kata
yang Anda ungkapkan dan bayi pun belajar untuk meresponnya.

9
Kedua adalah biarkan bayi bermain di lantai, tentunya lantai
harus bersih dan aman, seringlah menaruh bayi dilantai untuk
merangsangnya lebih leluasa bergerak dan bisa mengontrol gerakannya.
Jangan sering menggendong atau menaruh bayi dikereta dorongnya.
Meski aman baginya namun tidak membantunya mengembangkan otot
- otot geraknya.
Ketiga adalah berikan aktivitas fisik, berrmainan permainan
yang menggunakan fisik akan membantu perkembangan dan kerja otot -
otot tubuhnya. Orang tua bisa membantu, misalnya, meletakan bayi
dalam posisi terlentang kemudian menggerakan kedua kakinya seolah
membuat gerakan mengayuh sepeda. Bisa juga dengan menegakkan
bayi sambil kita pegang tubuhnya, lalu biarkan ia melakukan loncatan -
loncatan dengan kedua kakinya atau bermain di lantai dengan
merangkak dan mengejarnya.
Keempat adalah dengan memberikan pujian, setiap kali bayi
menunjukan kemajuan pesat berilah pujian, ia pasti sering dan
bersemangat untuk selalu mencoba serta mengulang kembali
kemampuannya.

4. Usia 9 - 12 bulan
Pada retang masa mur 9-12 bulan si kecil sudah menunjukkan
beberapa aktifitas:
• Mengangkat badannya ke posisi berdiri
• Belajar berdiri selama 30 detik atau berpegangan pada kursi
• Dapat berjalan dengan dituntun
• Mengulurkan lengan / badan untuk meraih mainan yang
diinginkan
• Menggenggam erat pensil
• Memasukkan benda ke mulut
• Mengulang menirukan bunyi yang didengar

10
• Menyebut 2-3 suku kata yang sama tanpa arti
• Mengeksplorasi sekitar, ingin tahu, ingin menyentuh apa
saja
• Bereaksi terhadap suara yang perlahan atau bisikan
• Senang diajak bermain ”CILUK BA”
• Mengenal anggota keluarga, takut pada orang yang belum
dikenal.
Dari hal-hal yang bisa dilakukan si kecil maka Mulailah
mengajar si kecil memanggil mama-papa atau ibu-ayah, kakak atau
adik. Anda juga sudah bisa melatih si kecil untuk berdiri, berjalan
dengan berpegangan, meminum dari gelas, menggelindingkan bola,
dan bermain memasukkan mainan ke wadah.

5. Usia 12 - 18 bulan
si kecil bermain bersama menyusun kubus, menyusun potongan
gambar sederhana, memasukkan dan mengeluarkan benda kecil dari
wadahnya, atau bermain boneka. Ajari juga ia cara menggunakan
peralatan makan dan memegang pensil lalu biarkan ia mencoret-coret
kertas dengan pensil warna. Lanjutkan stimulasi dengan melatihnya
berjalan tanpa berpegangan, berjalan mundur, memanjat tangga,
menendang bola,melempar dan menangkap bola, melepas celana,
mengerti dan melakukan perintah sederhana, menyebutkan nama, dan
menunjukkan benda-benda.

6. Usia 18 - 24 bulan
Di usia ini mulailah merengasang si kecil dengan memintanya
menyebutkan, dan menunjukkan bagian tubuh seperti mata, hidung,
telinga, dan mulut. Minta pula ia menyebutkan nama-nama binatang,
gambar atau benda-benda di sekitar rumah. Cobalah membiasakan
mengajak si kecil berbicara tentang kegiatan sehari-hari (makan,

11
minum, mandi, main, dan sebagainya). Latih ia ia menggambar garis,
mencuci tangan, memakai celana, baju, melempar bola, dan
melompat.,selain itu bisa melatih keseimbangan berdiri dengan satu
kaki bergantian,melatih anak menggambar bulatan dan segitiga, Melatih
anak mau menceritakan apa yang dilihatnya, Melatih anak tentang
kebersihan diri (buang air kecil/besar pada tempatnya), melatih anak
bernyanyi.

7. Usia 2 - 3 tahun
Saatnya Anda mengajari si kecil untuk mengenal warna,
menghitung benda, menggunakan kata sifat (besar-kecil, panas-dingin,
tinggi-rendah, banyak-sedikit), menggambar garis, lingkaran dan
manusia. Ajari pula cara memakai baju, menyikat gigi, buang air kecil
dan besar di toilet. Stimulasi juga bisa diberikan dengan mengajaknya
latihan berdiri satu kaki, menyebutkan nama teman, bermain kartu,
boneka, dan masak-masakan, Melatih anak menyusun balok.

8. Usia 3 tahun ke atas


Stimulasi yang bisa Anda berikan pada si kecil lebih mengarah
pada pengembangan kemampuan kognitif, psikomotorik, dan bahasa
serta untuk kesiapan sekolahnya.
Ajari ia melakukan motorik kasar seperti berlari, senam sehat,
lalu latih juga motorik halusnya seperti memegang pensil dengan baik,
menulis, mengenal huruf dan angka, berhitung sederhana, mengerti
perintah sederhana, buang air kecil dan besar di toilet, berbagi dengan
teman, serta kemandirian. Tidak hanya di rumah, stimulasi juga bisa
dilakukan di kelompok bermain dan taman kanak-kanak.

12
2.5 Macam-Macam Stimulasi
A. Komunikasi
Jalinlah komunikasi dengan sang buah hati sesering mungkin, bisa
menceritakan apa saja untuk mendukung pengetahuan bahasa dan
mengembangkan pikirannya, tentunya bercerita tentang hal-hal ringan
saja, ajaklah anak untuk berbicara. Salah satu contoh berkomunikasih
adalah:
1. Ceritakan kesibukan Kita.
Ceritakan dengan lantang apa saja yang sedang di kerjakan dan
lemparkan pertanyaan-pertanyaan untuk batita. “Teruslah bicara,
walaupun nampak konyol karena batita tak bisa menjawab,” usul Pam
Quinn, terapis wicara di RS Rehabilitasi Schwab, Chicago.

2. Jadi ‘role model’.


Bila batita Anda mengatakan “cucu” untuk susu, gunakan
pengucapan yang benar ketika Anda merespon, “Ini susumu.”
Kembangkan penguasaan bahasanya dengan menambahkan kata-kata
baru, misalnya “Susumu warnanya putih, enak sekali.” Strategi ini tak
hanya akan menambah jumlah kosa katanya tapi juga mengajarkan cara
kombinasi kata. Namun hindari mengoreksi ucapannya. “Menunjukkan
kesalahan anak bisa membuatnya tak nyaman. Bahkan anak seusia
itupun dapat mulai merasa bahwa apapun yang dilakukannya selalu
salah di mata ibu,” kata Pam lagi.

3. Berlagak “bodoh”.
Beri batita kesempatan untuk meminta dan mengungkapkan
kebutuhannya sebelum Anda memberikan padanya. Contohnya, saat
bermain, ia menggulirkan bola dan Anda tahu ia ingin Anda
mengembalikan bola itu padanya, pura-pura saja Anda tidak mengerti,
berikan ekspresi wajah bingung dan bertanya, “Ibu harus apa?” Jeda
seperti ini akan menyemangatinya untuk berkomunikasi.

13
4. Tetap nyata.
Hindari untuk mengucapkan kata berlebihan atau berbicara
dalam bahasa slang atau bahasa pergaulan yang tak
dimengerti balita usia 1-2 tahun. Orangtua wajib berbicara dalam
kalimat-kalimat reguler dan dalam bahasa yang benar, yang akan
membantu anak mengerti cara memadukan kata menjadi kalimat yang
bermakna.

5. Mengenalkan anggota tubuh


Ajaklah bayi berkomunikasi dengan mengenalkan anggota
tubuh. Misalnya menunjuk kepala, pundak, hidung, kaki, mata dan
sebagainya. Memperlihatkan cerita bergambar, atau kumpulan gambar
buah, hewan dan benda sehari-hari. Latih gerak motorik tangan dengan
membuat garis, berlatih mencuci tangan sendiri, latihan melempar bola.

6. Menggunakan Bahasa Isyarat


Membangun rasa percaya dan meningkatkan interaksi. Secara
psikologis bayi akan merasa lebih dekat dengan orang yang
berkomunikasi. Dengan mengerti apa yang dikomunikasikan bayi,
orangtua menjadi lebih mengetahui kebutuhan yang diinginkan bayi
saat itu.
Mendorong berkomunikasi lebih awal. Sebenarnya bayi usia
muda, dengan kemampuan pergerakan koordinasi mulut yang belum
sempurna, mempunyai keterbatasan dalam berbahasa. Meskipun
terdapat beberapa parameter kemampuan bahasa yang dapat dinilai
dengan bunyi-bunyian yang keluar dari mulut atau mimic muka dan
posisi tubuh bayi. Dengan keterbatasanya tersebut tampaknya bahasa
isyarat dapat digunakan untuk alternatif dalam berkomunikasi.
Kesulitan berkomunikasi dengan anak akan menimbulkan perasaan
yang cemas dan frustasi baik pada anak dan orangtua. Seringkali

14
orangtua tidak mengetahui keinginan anak, sebaliknya anak sulit
mengungkapkan keinginannya. Apalagi ungkapan yang
membingungkan tersebut disertai tangisan yang hebat. Dengan bahasa
isyarat kesenjangan komunikasi dapat diminimalkan, pada akhirnya
membuat perasaan orangtua lebih nyaman bila keinginan anak dapat
dipahami.

B. Permainan
Menurut para ahli, idealnya Mama memiliki cara-cara kreatif
untuk terus menstimulasi anak. Adakalanya Anda juga kehabisan ide.
Kabar baiknya, Alvin N. Eden, MD., penulis buku Positive Parenting:
Raising Healthy Children from Birth to Three Years, memberikan
beberapa rekomendasi alat apa saja yang perlu Anda miliki untuk bisa
menstimulasi si 2-3 tahun dengan optimal. Ini dia beberapa di antaranya:
1. Sepeda roda tiga. Ajarkan anak untuk mengayuh pedalnya, juga
mengarahkan setangnya. Tentu dampingi ia selalu saat mencoba.
2. Gerobak sorong roda satu (wheelbarrow). Anak bisa membawa
mainan untuk dibawa ke ruang lain (atau untuk dibereskan). Jangan
lupa memastikan gerobaknya bersih.
3. Perlengkapan memanjat, bisa berupa tangga, pagar, tali pengaman,
dll. Tentu saja Anda harus mengawasi ketika anak bermain panjat-
panjatan, bukan lalu melarangnya sama sekali.
4. Perkakas dan meja kerja. Ketika anak berusaha memalu paku
mainan atau memasang sekrup, sebetulnya dia sedang mengasah
keterampilan motorik halusnya.
Alat Permainan Edukatif adalah alat permainan yang dapat
mengoptimalkan perkembangan anak, disesuaikan dengan usianya dan
tingkat perkembangannya. Berikut contoh permainan pada stimulasi anak:
1. Main senyum, cium, dan suara (0-3 bulan)
Pada periode yang sangat awal ini, rangsang
penglihat, peraba, pencium, dan pendengar

15
penting untuk perkembangan otak atau kognisi bayi. Stimulasi
seperti mendaratkan ciuman ke kening, pipi, mata, atau bagian
tubuh yang lain, mengelus-elus, memberikan senyuman terindah,
mengajak bicara, dan mendengarkan musik, membantu si buah
hati belajar sense of sensations, sensasi. Hasilnya, bayi mampu
memberikan senyum balasan di umur 6 atau 8 minggu.
Otak bayi diajak belajar menginterpretasikan berbagai hal seperti
ekspresi wajah atau suara dan membantu mengembangkan
ukuran otaknya dua kali lipat. Bayi akan mengurangi perhatian
pada rangsang yang berulang dan akan menambah perhatiannya
saat rangsang itu berubah.
2. Main gerak dan tebak (Usia 3-6 bulan).
Di usia 4
bulan, bayi mulaimengenal dan
menjalani rutinitas seperti
bangun, tidur, atau makan. Anda
dapat mengenalkan rutinitas lain
yang membantu perkembangan
otaknya seperti mengikuti
aktivitas bermain sambil gym
atau aktivitas motorik.
Kegiatan ini membantu bayi belajar sebab-akibat, misalnya ia
dapat menggapai mainan yang terjuntai di atasnya bila ia duduk
dan merentangkan tangannya ke atas. Selain itu, bermain belajar
mengenal anggota tubuh dari cermin juga seru. Anda menunjuk
lalu mengucapkan bagian tubuh apa secara jelas dan perlahan.
Misalnya “Ini apa? (sambil menyentuh matanya) Ini mata.”
Meski ia masih dalam tahap bergumam atau bubble, perlahan ia
belajar mengucap satu akhiran kata, misalnya “ta” dari “ma-
ta”. Bayi pun bisa memperlajari anggota tubuh dan belajar
bicara.

16
3. Main “Petak Umpet”(Usia 6-9 bulan)
Pencapaian kekonstanan atau objek
permanen sebuah benda bisa diraih pada
periode usia ini. Maksud dari konstan yaitu
pemahaman bahwa benda sebenarnya tetap
ada walaupun tidak terlihat.
Umumnya, bayi akan berusaha terus
mencari, menemukan benda yang
disembunyikan. Berhubung dia sedang
belajar merangkak, tentu bayi akan mencari
dengan cara merangkak.
Biarkan ia merangkak sesukanya.
Aktivitas ini dapat menstimulasi koordinasi otak kiri dan
kanannya.
Bermain Cilukba, menutup benda dengan sapu tangan, atau
sembunyi di bawah selimut bisa menjadi permainan sederhana
yang menstimulasi otak bayi untuk pemahaman objek
permanen.
4. Bermain kreatif
Dalam periode usia ini terjadi peningkatan
mobilitas dan pengenalan lingkungan sekitar. Ia
semakin aktif dan cenderung mencoba
memberikan stimulus pada orang lain. Misalnya ia
mulai menarik perhatian Anda dengan menarik-
narik pakaian Anda, menggapai dan mengambil
barang-barang di sekitarnya, atau meniru suara
Anda. Ia paham situasi yang ia rasakan. Kalau ia
merasa sedang tidak mendapat perhatian Anda, langsung ia
mencari perhatian! Idenya sangat fantastis.
Memanfaatkan situasi ini, Anda bisa mengajaknya bermain yang
menstimulasi kreativitasnya serta mengenalkan perintah-perintah

17
sederhana. Misalnya meminta dia menyusun balok kemudian
meruntuhkannya, menaruh barang di tempatnya, atau bermain
tepuk-tepuk tangan sambil bernyanyi. Kira-kira bangunan seperti
apa yang dibuatnya atau bagaimana ritme tepukannya?

C. Teman Sebaya
Mengajak anak bertemu dan bermain dengan teman sebaya
merupakan salah satu cara untuk menstimulasi kecerdasan anak dalam
bersosialisasi. Melatih anak bersosialisai sebenarnya dapat dilakukan di
rumah. Misalnya anak diajak berkenalan dengan anak sebaya di sekitar
rumah, atau diajak ke playground agar bayi bisa melihat anak-anak
seusianya. Memasukkan anak ke sekolah bayi bisa menjadi pilihan bila
anak tinggal di rumah dengan lingkungan sekitar tidak ada playground
atau teman sebaya, sehingga ia harus di rumah saja. Pada usia dini 0-6
tahun, otak berkembang sangat cepat hingga 80 persen. Pada usia tersebut
otak menerima dan menyerap berbagai macam informasi, tidak melihat
baik dan buruk. Itulah masa-masa yang dimana perkembangan fisik,
mental maupun spiritual anak akan mulai terbentuk. Karena itu, banyak
yang menyebut masa tersebut sebagai masa-masa emas anak (golden age).
Nah, oleh karena itu, kita sebagai orang tua hendaknya
memanfaatkan masa emas anak untuk memberikan pendidikan karakter
yang baik bagi anak. Pada usia dini inilah, karakter anak akan terbentuk
dari hasil belajar dan menyerap dari perilaku kita sebagai orang tua dan
dari lingkungan sekitarnya. Pada usia ini perkembang mental berlangsung
sangat cepat. Pada usia itu pula anak menjadi sangat sensitif dan peka
mempelajari dan berlatih sesuatu yang dilihatnya, dirasakannya dan
didengarkannya dari lingkungannya. Oleh karena itu, lingkungan yang
positif akan membentuk karakter yang positif dan sukses. Seperti
mengajak anak – bermain dengan teman sebayanya dengan tetap mendapat
pengawaaaasan dari orang tua, memberikan tontonan yang sesuai dengan

18
usia anak, sewajanya anak – anak menonton film untuk anak – anak,
mendengarkan lagu – lagu anak – anak.
Biasakan anak bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan
sekitar. lingkungan baik dan sehat akan menumbuhkan karakter sehat dan
baik, begitu pula sebaliknya. Sewajarnya lah anak – anak bergaul dengan
teman- teman seusianya, sehingga karakter anak akan terbentuk sesuai
dengan usianya, dan kemampuannya bersosialisasi atau berinteraksi
dengan orang disekelilingnya menjadi sealami mungkin. Sehingga tidak
terjadi hal – hal seperti anak yang minder/penakut saat bertemu orang
selain dari keluarganya dikerenakan jarang keluar dan bermain dengan
anak – anak lain seusianya. Dan tidak ada anak – anak yang karakter
emosionalnya lebih dewasa dari usianya dan kehilangan masa-masa
bermain yang menyenangkan dengan teman – temannya.

2.6 Pengertian Toilet Training


Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak
agar mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air
besar. Menurut Supartini (2004), toilet training merupakan aspek penting
dalam perkembangan anak usia todler yang harus mendapat perhatian orang
tua dalam berkemih dan defekasi. Dan toilet training juga dapat menjadi awal
terbentuknya kemandirian anak secara nyata sebab anak sudah bisa untuk
melakukan hal-hal yang kecil seperti buang air kecil dan buang air besar.
Toilet training adalah latihan mengontrol buang air, usia yang tepat
untuk berlatih sekitar 18-24 bulan sangat tergantung pada perkembangan
beberapa otot tertentu, minat dan kesadaran anak yang bersumber dari anak
tersebut.
Pada tahapan usia 1 sampai 3 tahun atau usia toddler, kemampuan
sfingter uretra untuk mangontrol rasa ingin berkemih dan sfingter ani untuk
mengontrol rasa ingin defekasi mulai berkembang (Supartini, 2002).
Sedangkan menurut Gupte (2004) sekitar 90 persen bayi mulai
mengembangkan kontrol kandung kemihnya dan perutnya pada umur 1 tahun

19
hingga 2,5 tahun. Dan toilet training ini dapat berlangsung pada fase
kehidupan anak yaitu umur 18 bulan sampai 24 bulan.
Dalam melakukan latihan buang air kecil dan besar pada anak
membutuhkan persiapan baik secara fisik,psikologis maupun secara
intelektual, melalui persiapan tersebut diharapkan anak mampu mengontrol
buang air besar atau kecil sendiri. Pada toilet training selain melatih anak
dalam mengontrol buang air besar dan kecil juga dapat bermanfaat dalam
pendidikan seks sebab saat anak melakukan kegiatan tersebut disitu anak akan
mempelajari anatomi tubuhnya sendiri serta fungsinya. Dalam proses toilet
training diharapkan terjadi pengaturan implus atau rangsangan dan instink
anak dalam melakukan buang air besar atau buang air kecil dan perlu
diketahui bahwa buang air besar merupakan suatu alat pemuasan untuk
melepaskan ketegangan dengan latihan ini anak diharapkan dapat melakukan
usaha penundaan pemuasan .
Toilet training secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang
sudah mulai memasuki fase kemandirian pada anak. Suksesnnya toilet training
tergantung pada kesiapan yang ada pada diri anak dan keluarga, seperti
kesiapan fisik, dimana kemampuan anak secara fisik sudah kuat dan mampu.
Hal ini dapat ditunjukkan anak mampu duduk atau berdiri sehingga
memudahkan anak untuk dilatih buang air besar dan kecil, demikian juga
kesiapan psikologis dimana anaka membutuhkan suasana yang nyaman agar
mampu mengontrol dan konsentrasi dalam merangsang untuk buang air besar
dan kecil. Persiapan intelektual pada anak ujga dapat membantu dalam proses
buang air besar dan kecil. Hal ini dapat ditunjukkan apabila anak memahami
buang aor besar atau kecil sangat memudahkan proses dalam pengontrolan,
anak dapat mengetahui kapan saatnya harus buang air kecil dan kapan saatnya
buang air besar, kesiapan tersebut akan menjadikan anak selalu mempunyai
kemandirian dalam mengontrol khususnya buang air kecil dan buang air
besar(toilet training). Pelaksanaan toilet training dapat dimulai sejak dini
untuk melatih respons terhadap kemampuan untuk buang air kecil dan buang
air besar.

20
2.7 Cara Mengajarkan Toilet Training Pada Anak
Latihan buang air besar atau buang air kecil pada anak atau dikenal
dengan nama toilet training merupakan suatu hal yang harus dilakukan pada
orang tua anak, mengingat dengan latihan itu diharapkan anak mempunyai
kemampuan sendiri dalam melaksanakan buang air kecil dan buang air besar
tanpa merasakan ketakutan atau kecemasan sehingga anak akan mengalami
pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia tumbuh kembang anak. Banyak
cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam melatih anak untuk buang air
besar dan kecil, di antaranya.
1) Teknik lisan
Merupakan usaha untuk melatih anak dengan cara memberikan
intruksi pada anak dengan kata-kata sebelum atau sesudah buang air kecil
dan buang air besar. Cara ini kadang-kadang merupakan hal biasa yang
dilakukan pada orang tua akan tetapi apabila kita perhatikan bahwa teknik
lisan ini mempunyai nilai yang cukup besar dalam memberikan
rangsangan untuk buang air kecil atau buang air besar dimana lisan ini
persiapan psikologis pada anak akan semakin matang dan akhirnya anak
mampu dengan baik dalam melaksanakan buang air kecil dan air besar.
2) Teknik modelling
Merupakan usaha untuk melatih anak dalam melakukan buang air
besar dengan cara meniru untuk buang air besar atau mamberikan contoh.
Cara ini juga dapat dilakukan dengan memberikan contoh-contoh buang
air kecil dan buang air besar atau membiasakan buang air kecil dan buang
air besar secara benar. Dampak yang jelek pada cara ini adalah apabila
contoh yang diberikan salah sehingga akan dapat diperlihatkan pada anak
akhirnya anak juga mempunyai kebiasaan salah. Selain cara tersebut di
atas terdapat beberapa hal yang dapat dilakukan seperti melakukan
observasi waktu pada saat anak merasakan buang air kecil dan buang air
besar, tempatkan anak di atas pispot atau ajak ke kamar mandi, berikan
pispot dalam posisi aman dan nyaman, ingatkan pada anak bila akan
melakukan buang air kecil dan buang air besar, dudukkan anak di atas

21
pispot atau orang tua duduk atau jongkok di hadapannya sambil mengajak
bicara atau bercerita, berikan pujian jika anak berhasil jangan disalahkan
dan dimarahi, biasakan akan pergi ke toilet pada jam-jam tertentu dan beri
anak celana yang mudah dilepas dan dikembalikan.

2.8 Latihan Mengontrol Berkemih dan Defekasi pada Anak


Orang tua harus diajarkan bagaimana cara melatih anak untuk
mengontrol rasa ingin berkemih, di antaranya pot kecil yang bisa diduduki
anak apabila ada, atau langsung ke toilet, pada jam tertentu secara regular.
Misalnya, setiap dua jam anak dibawa ke toilet untuk berkemih. Anak
didudukkan pada toilet atau pot yang bisa diduduki dengan cara menapakkan
kaki dengan kuat pada lantai sehingga dapat membantunya untuk mengejan.
Latihan untuk merangsang rasa untuk mengejan ini dapat dilakukan selam 5
sampai 10 menit. Selama latihan, orang tua harus mengawasi anak dan
kenakan pakaian anak yang mudah untuk dibuka.

2.9 Faktor-faktor yang Mendukung Toilet Training pada Anak


Faktor-faktor yang Mendukung Toilet Training pada Anak, antara lain (5):
1) Kesiapan fisik
a. Usia telah mencapai 18-24 bulan.
b. Dapat jongkok kurang dari 2 jam
c. Mempunyai kemampuan motorik kasar seperti duduk dan berjalan
d. Mempunyai kemampuan motorik halus seperti membuka celana dan
pakaian
2) Kesiapan mental
a. Mengenal rasa ingin berkemih dan defekasi
b. Komunikasi secara verbal dan nonverbal jika merasa ingin berkemih
c. Keterampilan kognitif untuk mengikuti perintah dan meniru perilaku
orang lain

22
3) Kesiapan psikologis
a. Dapat jongkok dan berdiri ditoilet selama 5-10 menit tanpa berdiri
dulu
b. Mempunyai rasa ingin tahu dan rasa penasaran terhadap kebiasaan
orang dewasa dalam buang air keci, dan buang air besar
c. Merasa tidak betah dengan kondisi basah dan adanya benda padat
dicelana dan ingin segera diganti segera
4) Kesiapan orangtua
a. Mengenal tingkat kesiapan anak dalam berkemih dan defekasi
b. Ada keinginan untuk meluangkan waktu untuk latihan berkemih dan
defekasi pada anak
c. Tidak mengalami konflik tertentu atau stres keluarga yang berarti
(Perceraian)

2.10 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Selama Toilet Training


1. Hal-hal yang Perlu Diperhatikan Selama Toilet Training, antara lain :
2. Hindari pemakain popok sekali pakai.
3. Ajari anak mengucapkan kata-kata yang berhubungan dengan buang air
kecil dan buang air besar dengan benar.
4. Motivasi anak untuk melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci
tangan dan kaki sebelum tidur dan cuci muka disaat bangun tidur.
5. Jangan memarahi anak saat anak dalam melakukan toilet training.

2.11 Tanda Anak Siap untuk Melzakukan Toilet Training


Tanda Anak Siap untuk Melakukan Toilet Training, antara lain (4):
1. Tidak mengompol dalam waktu beberapa jam sehari minimal 3-4 jam
2. Anak berhasil bangun tidur tanpa mengompol
3. Anak mengetahui saat merasa ingin BAK dan BAB dengan menggunakan
kata-kata pup
4. Sudah mampu memberi tahu bila celana atau popok sekali pakainya sudah
basah dan kotor

23
5. Bila ingin BAK dan BAB anak memberi tahu dengan cara memegang alat
kelamin atau minta ke kamar mandi
6. Bisa memakai dan melepas celana sendiri
7. Memperlihatkan ekspresi fisik misalnya wajah meringis, merah atau
jongkok saat merasa BAB dan BAK
8. Tertarik dengan kebiasaan masuk ke kamar mandi seperti kebiasaan orang
sekitarnya
9. Minta diajari menggunakan toilet
10. Mampu jongkok lima sampai sepuluh menit tanpa berdiri dulu

2.12 Dampak Toilet Training


Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti
adanya perlakuan atau aturan yang ketat bagi orang tua kepada anaknya yang
dapat mengganggu kepribadian anak atau cenderung bersifat retentif dimana
anak cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir.Hal ini dapat dilakukan
oleh orang tua apabila sering memarahi anak pada saat buang air besar atau
kecil, atau melarang anak saat bepergian. Bila orang tua santai dalam
memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami
kepribadian ekspresif dimana anak lebih tega, cenderung ceroboh, suka
membuat gara-gara, emosional dan seenaknya dalam melakukan kegiatan
sehari-hari.

2.13 Asuhan Keperawatan Toilet Training


Pengkajian Masalah Toilet Training
Pengkajian kebutuhan terhadap toilet training merupakan sesuatu yang
harus diperhatikan sebelum anak melakukan buang air kecil dan buang air
besar, mengingat anak yang melakukan buang air besar atau buang air kecil
akanmengalami proses keberhasilan dan kegagalan, selama buang air kecil
dan buang air besar. Proses tersebut akan dialami oleh setiap anak, untuk
mencegah terjadinya kegagalan maka dilakukan sesuatu pengkajian sebelum

24
melakukan toilet training yang meliputi pengkajian fisik, pengkajian
psikologis, dan pengkajian intelektual
1) Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik yang harus diperhatikan pada anak yang akan
melakukan buang air kecil dan buang air besar dapat meliputi kemampuan
motorik kasar seperti berjalan, duduk, meloncat dan kemampuan motor ik
halus seperti mampu melepas celana sendiri. Kemampuan motorik ini
harus mandapat perhatian karena kemampuan untuk buang air besar ini
lancar dan tidaknya dapat dilihat dari kesiapan fisik sehingga ketika anak
berkeinginan untuk buang air kecil dan buang air besar sudah mampu dan
siap untu melakukannya.Selain itu, yang harus dikaji adalah pola buang air
besar yang sudah teratur, sudah tidak mengompol setelah tidur.
2) Pengkajian Psikologis
Pengkajian psikologis yang dapat dilakukan adalah gambaran
psikologis pada anak ketika akan melakukan buang air kecil dan buang air
besar seperti anak tidak rewel ketika akan buang air besar, anak tidak
menangis sewaktu buang air besar atau buang air kecil, ekspresi wajah
menunjukan kegembiraan dan ingin melakukan secara sendiri, anak sabar
dan sudah mau ke toilet selama 5 sampai 10 menit tanpa rewel atau
meninggalkannya, adanya keinginantahuan kebiasaan toilet training pada
orang dewasa atau saudaranya, adanya ekspresi untuk menyenangkan pada
orangtuanya.
3) Pengkajian Intelektual
Pengkajian intelektual pada latihan buang air kecil dan buang air
besar antara lain kemampuan anak untuk mengertibuang air kecil dan
buang air besar, kemampuan mengkomunikasikan buang nair kecil dan
buang air besar, anak menyadari timbulnya buang air kecil dan buang air
besar, mempunyai kemampuan kognitif untuk meniru prilaku yang tepat
seperti buang air kecil dan buang air besar pada tempatnya serta etika
dalam buang air kecil dan buang air besar. Dalam melakukan pengkajian

25
kebutuhan buang air kecil dan buang air besar, terdapat beberapa hal-hal
yang perlu diperhatikan selama toilet training, diantaranya :
1. Hindari pemakain popok sekali pakai dimana anak akan merasa aman
2. Ajari anak mengucapkan kata-kata yang khas yang berhubungan
dengan buang air besar
3. Mendorong anak melakukan rutinitas ke kamar mandi seperti cuci
muka saat bangun tidur, cuci muka, cuci kaki, dan lain-lain.
4. Jangan marah bila anak gagal dalam melakukan toilet training

26
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Stimulasi adalah suatu upaya merangsan anak untuk memperkenalkan
suatu pengetahuan ataupun ketermpilan baru ternyata sangat penting
dalam upaya peningkatan kecerdasan anak.
2. Tumbuh kembang adalah suatu proses berkelanjutan mulai dari konsepsi
sampai dengan maturasi yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan
faktor bawaan. (soetjiningsih : 2010).
3. Tujuan tindakan memberikan stimulasi pada anak adalah untuk membantu
anak mencapai tingkat perkembangan yang optimal atau sesuai dengan
yang diharapkan.
4. Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar
mampu mengontrol dalam melakukan buang air kecil dan buang air besar.
5. Toilet training secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang
sudah mulai memasuki fase kemandirian pada anak.
6. Banyak cara yang dapat dilakukan oleh orang tua dalam melatih anak
untuk buang air besar dan kecil, di antaranya : teknik lisan dan teknik
modeling.

3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah di atas banyak sekali kesalahan dan
jauh dari kata sempurna penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggung jawbakan. Makan
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan
makalah dalam kesimpulan diatas.

27
DAFTAR PUSTAKA

Djauhar,Ismail.2010.Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran


Universitas. Gadjah Mada : Yogyakarta

Djaiihar Ismail (1996): Tatalaksana penyimpangan tumbuh kembang balita dan


Stimulasi di tingkat pelayanan dasar. Bandung, 25 Maret - 27 Maret
1996.

Moersintowarti, NB (1996): Askeb neonatus dan balita, Bandung : 25 Maret - 27


Maret 1996.

Moersintowarti, NB (1996): Klink Tumbuh Kembang Anak, suatu sarana


pemantauan. Kongres Nasional Emu Kesehatan Anak X, Bukittinggi, 16-
20 Jun 1996.

NANDA International. 2009. Nursing Diagnosis: Definition and Classification


2009-2011. USA: Willey Blackwell Publication.

Moorhead, Sue, et all. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fourth


Edition. USA: Mosbie Elsevier.

iii

Anda mungkin juga menyukai