DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ...........................................................................22
B. Saran ......................................................................................22
i
BAB I
PNDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masyarakat di era modernisasi dengan keterbukaan dan arus globalisasi,
pasar bebas dunia, peningkatan pendapatan ekonomi perkapita, perubahan
suhu politik dalam maupun luar negri, kemajuan informasi dan teknologi,
peningkatan akses terhadap media menyebabkan masyarakat dapat
memperluas wawasan dan persepsi mereka tentang pelayanan kesehatan.
Muncullah kebijakan – kebijakan pembiayaan kesehatan membuat
kemampuan masyarakat mengakses fasilitas pelayanan kesehatan semakin
meningkat. Teanaga kesehatan merasakan tuntutan semakin besar terhadap
profesionalisme profesinya ketika masyarakat menggunakan dan
memanfaatkan fisilitas pelayanan kesehatan.
Masyarakat menghendaki pelayanan yang mereka terima adalah pelayanan
kesehatan yang paripurna. Menurut UU NO.44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang paling
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pelayanan kesehatan yang
paripurna bersifat komprehensif dan holistik. Rumah sakit merupakan
organisasi yang sangat kompleks dan merupakan komponen yang sangat
penting dalam upaya peningkatan status kesehatan bagi masyarakat. Salah satu
fungsi rumah sakit adalah menyelenggarakan pelayanan dan asuhan
keperawatan yang merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan dengan
tujuan memelihara kesehatan masyarakat yang seoptimal mungkin.
Dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan, intervensi yang diberikan
mungkin akan mempunyai perbedaan dan pelaksanaan. Namun, sisi
profesionalisme pelayanan keperawatan harus tetap dijaga dalam setiap
pemberian pelayanan tidak tergantung kelas pelayanan untuk itulah diberikan
pelayanan standar yang menjamin perlakuin tindakan keperawatan tetap
terjaga mutunya walaupun beda kelas pelayanan.
1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Konsep Quality Service ?
1.1 Bagaimana Kualitas Pelayanan Sebagai Proses ?
1.2 Apa saja dan bagaimana Strategi Dalam Mencapai Kualitas
Pelayanan?
2. Apa saja dan bagaimana Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami Konsep Quality Service
2. Untuk memahami Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan
2
BAB II
LANDASAN TEORI
3
Tahap pertama dalam proses ini adalah menyusun kriteria/standar.
Mengukur sesuatu tanpa adanya suatu standar yang baku adalah sesuatu
yang tidak mungkin. Tidak hanya harus ada standar, tetapi manajer harus
memastikan bahwa staf mengetahui dan mengerti standar tersebut. Karena
standar/prosedur tetap (protap) pelayanan bervariasi sesuai operasional
setiap institusi, maka staf harus memahami standar yang diharapkan oleh
institusi, sehingga staf akan melaksanakan tugasnya sesuai standar yang
telah ditetapkan. Misalnya, perawat harus melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien pascaoperasi berdasarkan standar yang telah
ditetapkan, penampilan/kinerja perawat hanya dapat diukur dengan
membandingkan standar yang sudah ada.
Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang sesuai dengan
kriteria pengukuran kualitas. Pada klien pascaoperasi (contoh diatas), data
yang diperlukan adalah tanda-tanda vital, perawatan luka, sensoris dan
neurologis, dan data lainnya.
Tahap ketiga adalah identifikasi sumber informasi. Manajer harus yakin
terhadap sumber informasi yang didapatkan. Dalam melakukan pengawasan
kualitas psien pascaoperasi, manajer dapat menemukan banyak informasi
dari status yang ada, seperti catatan dokter, dokumentasi keperawatan, dan
wawancara dengan klien. Semuanya merupakan sumber yang sangat
membantu.
Tahap keempat adalah mengumpulkan dan menganalisis data.
Misalnya, pada standar pascaoperasi (observasi pasien setiap 30 menit
dalam 2 jam dan setiap jam dalam 8 jam). Frekuensi observasi pada status
klien kemudian dibandingkan dengan standar/prosedur tetap di bagian. Jika
frekuensi observasi tanda-tanda vital tidak dikerjakan sesuai dengan standar,
maka manajer perlu mencari informasi lebih lanjut tentang penyebab
kegiatan tersebut tidak dilaksanakan dan meemberikan sangsi kepada staf.
Tahap terakhir pada tabel diatas adalah evaluasi ulang. Jika semua
asuhan keperawatan kepada klien pascaoperasi dikerjakan sesuai dengan
standar yang ada, maka evaluasi ulang tidak terlalu diperlukan. Jika banyak
4
kegiatan tidak dikerjakan dan tidak sesuai, maka pemantauan yang terus-
menerus diperlukan. Hal yang perlu dicatat adalah pengawasan kualitas
tidak hanya dilaksanakan bila ada masalah. Manajer yang efektif akan selalu
proaktif umtuk mengidentifikasi kesempatan mengoptimalkan asuhan
berdasarkan standar yang ada, serta membatasi dan mengantisipasi masalah-
masalah yang akan timbul pada setiap tahapan sebelum produktivitas atau
kualitas ditentukan.
5
1) Organisasi harus memfokuskan pada adekuat atau tidaknya
proses kerja (bukan pada pekerjanya) sebagai sumber suatu
kesalahan.
2) Staf harus dilatih tentang TQM, mulai dari manajer
menengah sampai kebawah.
3) Membantu suatu infastruktur yang memberikan kesempatan
kepada orang untuk menyelesaikan kesempatan kepada
orang yang menyelesaikan masalah, menghilangkan
hambatan, dan memeberikan kebebasan kepada staf
kesehatan dalam menyelesaikan pekerjaannya.
6
membantu menyelesaikan masalah. Sebagaiman tahap
sebelumnya, kelanjutan pengumpulan dan penentuan tujuan
merupakan fungsi yang penting dalam menentukan masalah
yang timbul.
Upaya pemulihan
Upaya pemulihan dapat dilaksanakan melalui pemantauan
proses. Dengan melaksanakan seleksi dan perbaikan
terhadap kegiatan yang dilaksanankan dapat membantu
dalam penyempurnaan prosesnya.
7
pengukuran, stratistik, dan metode analisis data untuk
menyediakan informasi yang akurat, reliabel, valid, dan dapat di
interpretasikan untuk tujuan manajemen kualitas.
8
memahami informasi tersebut, berbagai upaya untuk mengurangi
atau menghilankan kesenjangan dapat dilakukan. Implementasi
baku mutu internal akan mendorong dan makin berkembang
komunikasi internal dan pemecahan masalah secara diantara unit
bisnis atau bagian yang ada didalam organisasi.
Dalam dilakukan perbandingan perlu ditetapkan target baku
mutu. Untuk jenis baku mutu internal, yang menjadi target adalah
unit bisnis atau fungsi-fungsi dalam perusahaan yang diketahui
memiliki keunggulan tertentu pada sifat-sifat tertentu, sehingga
patut diteladani oleh unit bisnis atau fungsi-fungsi lain dalam
perusahaan.
9
produk dapat diterapkan pada desain produk baru atau
keunggulannya dapat mendatangkan inspirasi atau gagasan baru
bagi perbaikan produk yang ada.
Implementasi baku mutu kompetitif relatif lebih sulit
dibandingkan baku mutu internal, karena informasi yang
diperlukan berada diluar perusahaan, yakni pesaing domestik atu
luar negri, sehingga diperlukan usaha tambahan untuk memperoleh
informasi penting. Informasi ini dapat diperoleh dari majalah –
majalah perdagangan, asosisasi bisnis sejenis, publikasi riset dan
sumber lain. Baku mutu kompetitif juga disebut sebagai baku mutu
eksternal.
10
Baku mutu generik merupakan perluasan dari baku mutu
fungsional.
11
kinerja suatu perusahaan/fungsi/proses. Informasi internal
diperoleh dari data bases perusahaan sendiri, publikasi internal
(internal publications), penelaahan internal (internal reviews),
laporan tahunan (annual report), dan lain – lain.
b. Riset pihak ketiga
Membiayai kegiatan baku mutu yang dilakukan oleh perusahaan
survei/konsultan untuk mencari informasi yang sulit diperoleh
dari pesaing atau melakukan forum panel diskusi untuk
memperoleh masukan yang lebih komprehensif, misalnya
mengenai keinginan atau kepuasan pelanggan.
c. Pertukaran langsung
Pertukaran informasi secara langsung melalui angket, telepon,
dan lain-lain.
d. Kunjungan langsung
Melakukan kunjungan ke lokasi mitra baku mutu untuk
melakukan wawancara dan pertukaran informasi.
2. Analisis
Setelah data terkumpul, data kemudian diolah dan dianalisis
untuk mengetahui kinerja suatu proses. Analissi berguna untuk
kesenjangan/perbandingan antara kedua pihak (perusahaan dan
mitra baku mutu) serta menentukan perbaikan target kinerja yang
ingin dicapai. Apabila ternyata proses mitra baku lebih unggul, maka
diadakan analisis kelayakan implementasi dengan menghitung biaya
serta pengaruhnya terhadap proses – proses lainnya.
3. Integrasi
Apabila hasil analisisi menunjukkan bahwa perubahan untuk
menerapkan proses baru tersebut layak, dan mendapat dukungan
setiap manajer, maka disusun perencanaan implementasinya guna
mencegah timbulnya hambatan dan gangguan, sehingga
12
pelaksanaannya akan dapat berjalan lancar dan berhasil. Dalam
menyusun perencanaan, dapat ditargetkan kinerja proses yang lebih
unggul dari perusahaan mitra baku mutu, pelatihan karyawan
diperlukan untuk mengembangkan keterampilan. Pengembangan
keterampilan yang dibutuhkan dalam baku mutu meliputi empat
faktor, yaitu :
a. Pengetahuan, terutama yang berkenaan dengan aspek proses dan
praktik suatu pekerjaan yang diperoleh dari hasil penelitian baku
mutu;
b. Motivasi, yaitu agar dapat memotivasi setiap orang untuk terus
belajar dalam meningkatkan produktivitas kerja;
c. Situasi, yaitu peluang bagi setiap orang untuk menerapkan
pengetahuannya dalam meningkatkan efisiensi dan
produktivitas;
d. Kemauan setiap orang untuk mengembakan pengetahuannya.
4. Implementasi
Implementasi baku mutu harus sesuai dengan yang telah
direncanakan dan sesuai dengan prosedur baru yang membutuhkan
waktu untuk bisa menjadi kebiasaan. Setelah proses baru digunakan
dan berjalan lancar, biasanya kinerja perusahaan akan meningkat
dengan pesat. Dengan pelaksanaan perbaikan yang
berkesinambungan, maka perusahaan dapat mengungguli mitra baku
mutu. Ke semuanya ini baru dapat tercapai bila dilakukan kegiatan
pemantauan dengan pengedalian proses secara statistik untuk
mengetahui kemajuan perbaikan yang dilakukan. Berdasarkan hasil
dari kegiatan pemantauan tersebut, dilakukan perbaikan secara
berkesinambungan sehingga dapat mengungguli proses dari mitra
baku mutu.
13
5. Fase kematangan
Kematangan akan tercapai pada saat praktik-praktik industri
digabungkan/disatukan dalam semua proses usaha. Ini berarti
memastikan superioritas. Superioritas dapat diuji dengan beberapa
cara. Kematangan yang tercapai pada saat ini juga harus menjadi
aspek yang berlangsung terus dan berinisiatif sendiri untuk menjadi
suatu proses manajemen.
14
3. Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga
profesi lain terhadap pasien.
a. Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan
meliputi:
1. Angka infeksi nosocomial: 1-2%
2. Angka kematian kasar: 3-4%
3. Kematian pasca bedah: 1-2%
4. Kematian ibu melahirkan: 1-2%
5. Kematian bayi baru lahir: 20/1000
6. NDR (Net Death Rate): 2,5%
7. ADR (Anasthesia Death Rate) maksimal 1/5000
8. PODR (Post Operation Death Rate): 1%
9. POIR (Post Operative Infection Rate): 1%
15
c. Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas:
Standar Nasional
Ʃ BOR 75-80%
16
Ʃ NDR < 2,5%
Ʃ GDR < 3%
Ʃ ADR 1,15.000
Ʃ PODR < 1%
Ʃ POIR < 1%
Rumus :
(jumlah hari perawatan di rumah sakit) × 100%
17
2. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien
dirawat)
ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat
seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat
efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila
diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu
pengamatan yang lebih lanjut.Secara umum nilai ALOS yang ideal
antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus :
(jumlah lama dirawat)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
Rumus :
((jumlah tempat tidur × Periode) − Hari Perawatan)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
Rumus :
Jumlah pasien dirawat (hidup + mati)
(jumlah tempat tidur)
18
5. NDR (Net Death Rate)
NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam
setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini
memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
Rumus :
Rumus :
Jumlah pasien mati seluruhnya × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))
19
BAB III
GAMBARAN KASUS
Terdapat 38.9 % responden merasa tidak puas atas pelayanan petugas medis
pada saat masuk UGD. Bagi yang tidak puas (38.9 %) terdapat beberapa hal yang
menjadi penyebab diantaranya pada saat mereka datang ke UGD (rata diluar jam
kerja) banyak pasien yang harus ditangani, sehingga terkesan diabaikan oleh
petugas medis UGD.
Terdapat 46.3 % responden merasa tidak puas atas pelayanan yang diberikan
pada pasien gawat darurat, kerena petugas medis dinilai kurang cekatan dalam
menangani pasien gawat darurat. Pada umumnya sikap dokter cukup ramah dan
penuh perhatian pada pasien. Namun demikian terdapat 48.1 °Io responden yang
20
menyatakan tidaklkurang puas terhadap pelayanan dokter, karena dokter yang
melayani pasien bersikap kurang ramah dan kurang perhatian. secara umum
pelayanan yang diberikan oleh perawat cukup baik. Namun demikian masih
terdapat pasien yang merasa kurangltidak puas terhadap pelayanan yang diberikan
susterlperawat.
Terdapat 55.5 % responden merasa tidak puas atas menu yang dihidangkan,
karena merasa kurang berselera terhadap menu yang dihidangkan. Terdapat 48.1 %
responden merasa kurang/tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena tidak ada kipas
angin. Terdapat 83.3 % responden menyatakan bahwa obat-obatan yang diberikan
dokter tidak termasuk ke dalam daftar obat yang direkomendasikan PT Askes,
sehingga membuat banyak pasien menjadi kecewa.
Terbatasnya tenaga juru masak dan tats boga menjadi kendala dalam
menyajikan menu makanan. Keterbatasan dana untuk menyediakan tenaga
kebersihan ruang rawat inap yang dapat senantiasa membersihkan ruangan setiap
diperlukan. Manajemen Askes yang mensyaratkan standar harga obat bagi pada
dokter yang relatif rendah, merupakan kendala bagi para pasien. Kondisi demikian
sangat memberatkan pasien.
21
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kualitas pelayanan merupakan tipe pengawasan yang berhubungan
dengan kegiatan yang dipantau atau diatur dalam pelayanan berdasarkan
kebutuhan atau pandangan konsumen. Tujuan kualitas pelayanan dalam
keperawatan adalah untuk memastikan bahwa jasa atau produk pelayanan
keperawatan yang dihasilkan sesuai dengan standar/keinginan pasien. Kualitas
pelayanan dapat dibedakan menjadi tiga tahapan dasar. Tahapan dasar pertama
adalah kriteria/standar yang harus ditetapkan. Tahapan kedua yaitu
mengumpulkan informasi untuk menentukan apakah standar pelayanan sudah
dapat dipenuhi. Tahapan ketiga ialah pembelajaran dan koreksi jika terdapat
standar yang tidak dapat dilaksanakan.
Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan
struktur, proses, dan outcome sistem pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan
pelayanan RS juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh
masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS. Secara umum aspek
penilaian meliputi evaluasi, dokumen, instrumen, dan audit (EDIA) (Nursalam,
2014).
B. Saran
Adapun saran yang diharapkan penulis kepada pembaca agar pembaca
dapat mulai menerapkan manajemen mutu di kehidupan sehari-hari. Mulai
meningkatkan manajemen mutu dan dapat menjaga kualitas mutu dengan
sebaik mungkin. Terutama manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan
yang diberikan kepada klien maupun pasien sehingga dapat menjadi perawat
yang professional.
22
DAFTAR PUSTAKA
iii