Anda di halaman 1dari 25

1

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................1

A. Latar Belakang ........................................................................1

B. Rumusan Masalah ..................................................................2

C. Tujuan Penulisan ....................................................................2

BAB II LANDASAN TEORI ...................................................................3

A. Konsep Quality Service...........................................................3

1. Kualitas Pelayanan Sebagai Proses ..................................3

2. Strategi Dalam Mencapai Kualitas Pelayanan .................5

B. Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan ...................14

BAB III GAMBARAN KASUS................................................................20

BAB IV PENUTUP ...................................................................................22

A. Kesimpulan ...........................................................................22

B. Saran ......................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... iii

i
BAB I
PNDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masyarakat di era modernisasi dengan keterbukaan dan arus globalisasi,
pasar bebas dunia, peningkatan pendapatan ekonomi perkapita, perubahan
suhu politik dalam maupun luar negri, kemajuan informasi dan teknologi,
peningkatan akses terhadap media menyebabkan masyarakat dapat
memperluas wawasan dan persepsi mereka tentang pelayanan kesehatan.
Muncullah kebijakan – kebijakan pembiayaan kesehatan membuat
kemampuan masyarakat mengakses fasilitas pelayanan kesehatan semakin
meningkat. Teanaga kesehatan merasakan tuntutan semakin besar terhadap
profesionalisme profesinya ketika masyarakat menggunakan dan
memanfaatkan fisilitas pelayanan kesehatan.
Masyarakat menghendaki pelayanan yang mereka terima adalah pelayanan
kesehatan yang paripurna. Menurut UU NO.44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit, pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang paling
promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Pelayanan kesehatan yang
paripurna bersifat komprehensif dan holistik. Rumah sakit merupakan
organisasi yang sangat kompleks dan merupakan komponen yang sangat
penting dalam upaya peningkatan status kesehatan bagi masyarakat. Salah satu
fungsi rumah sakit adalah menyelenggarakan pelayanan dan asuhan
keperawatan yang merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan dengan
tujuan memelihara kesehatan masyarakat yang seoptimal mungkin.
Dalam menjaga mutu pelayanan kesehatan, intervensi yang diberikan
mungkin akan mempunyai perbedaan dan pelaksanaan. Namun, sisi
profesionalisme pelayanan keperawatan harus tetap dijaga dalam setiap
pemberian pelayanan tidak tergantung kelas pelayanan untuk itulah diberikan
pelayanan standar yang menjamin perlakuin tindakan keperawatan tetap
terjaga mutunya walaupun beda kelas pelayanan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Konsep Quality Service ?
1.1 Bagaimana Kualitas Pelayanan Sebagai Proses ?
1.2 Apa saja dan bagaimana Strategi Dalam Mencapai Kualitas
Pelayanan?
2. Apa saja dan bagaimana Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan ?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami Konsep Quality Service
2. Untuk memahami Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Konsep Quality Service


Kualitas pelayanan merupakan tipe pengawasan yang berhubungan
dengan kegiatan yang dipantau atau diatur dalam pelayanan berdasarkan
kebutuhan atau pandangan konsumen. Tujuan kualitas pelayanan dalam
keperawatan adalah untuk memastikan bahwa jasa atau produk pelayanan
keperawatan yang dihasilkan sesuai dengan standar/keinginan pasien. Kualitas
pelayanan dapat dibedakan menjadi tiga tahapan dasar. Tahapan dasar pertama
adalah kriteria/standar yang harus ditetapkan. Tahapan kedua yaitu
mengumpulkan informasi untuk menentukan apakah standar pelayanan sudah
dapat dipenuhi. Tahapan ketiga ialah pembelajaran dan koreksi jika terdapat
standar yang tidak dapat dilaksanakan.
1. Kualitas Pelayanan Sebagai Proses
Pengkajian yang akurat terhadap suatu data kualitatif memerlukan suatu
instrumen yang diperoleh melalui proses yang sistematis dan spesifik.
Penggunaan proses akan dapat mengurangi penilaian yang subjektif dan
meningkatkan validitas dan rehabilitas suatu instrumen, sebagaimana
digambarkan pada Figur 18.1.
Kriteria Identifikasi informasi yang Menentukan cara
Pengawasan sesuai dengan kriteria mengumpulkan informasi

Mengumpulkan dan Membandingkan hasil Membuat keputusan


menganalisi pengumpulan data tentang kualitas
informasi dengan kriteria yang ada

Menyiapkan informasi jika diperlukan, mengoreksi Menentukan kapan


tindakan berhubungan dengan hasil terhadap diperlukan
ketersediaan sarana dan prasarana evakuasi ulang
Figur 18.1 Tahap Audit dalam Pengawasan Kualitas Pelayanan (Marquis dan
Houston, 1996)

3
Tahap pertama dalam proses ini adalah menyusun kriteria/standar.
Mengukur sesuatu tanpa adanya suatu standar yang baku adalah sesuatu
yang tidak mungkin. Tidak hanya harus ada standar, tetapi manajer harus
memastikan bahwa staf mengetahui dan mengerti standar tersebut. Karena
standar/prosedur tetap (protap) pelayanan bervariasi sesuai operasional
setiap institusi, maka staf harus memahami standar yang diharapkan oleh
institusi, sehingga staf akan melaksanakan tugasnya sesuai standar yang
telah ditetapkan. Misalnya, perawat harus melaksanakan asuhan
keperawatan pada klien pascaoperasi berdasarkan standar yang telah
ditetapkan, penampilan/kinerja perawat hanya dapat diukur dengan
membandingkan standar yang sudah ada.
Tahap kedua adalah mengidentifikasi informasi yang sesuai dengan
kriteria pengukuran kualitas. Pada klien pascaoperasi (contoh diatas), data
yang diperlukan adalah tanda-tanda vital, perawatan luka, sensoris dan
neurologis, dan data lainnya.
Tahap ketiga adalah identifikasi sumber informasi. Manajer harus yakin
terhadap sumber informasi yang didapatkan. Dalam melakukan pengawasan
kualitas psien pascaoperasi, manajer dapat menemukan banyak informasi
dari status yang ada, seperti catatan dokter, dokumentasi keperawatan, dan
wawancara dengan klien. Semuanya merupakan sumber yang sangat
membantu.
Tahap keempat adalah mengumpulkan dan menganalisis data.
Misalnya, pada standar pascaoperasi (observasi pasien setiap 30 menit
dalam 2 jam dan setiap jam dalam 8 jam). Frekuensi observasi pada status
klien kemudian dibandingkan dengan standar/prosedur tetap di bagian. Jika
frekuensi observasi tanda-tanda vital tidak dikerjakan sesuai dengan standar,
maka manajer perlu mencari informasi lebih lanjut tentang penyebab
kegiatan tersebut tidak dilaksanakan dan meemberikan sangsi kepada staf.
Tahap terakhir pada tabel diatas adalah evaluasi ulang. Jika semua
asuhan keperawatan kepada klien pascaoperasi dikerjakan sesuai dengan
standar yang ada, maka evaluasi ulang tidak terlalu diperlukan. Jika banyak

4
kegiatan tidak dikerjakan dan tidak sesuai, maka pemantauan yang terus-
menerus diperlukan. Hal yang perlu dicatat adalah pengawasan kualitas
tidak hanya dilaksanakan bila ada masalah. Manajer yang efektif akan selalu
proaktif umtuk mengidentifikasi kesempatan mengoptimalkan asuhan
berdasarkan standar yang ada, serta membatasi dan mengantisipasi masalah-
masalah yang akan timbul pada setiap tahapan sebelum produktivitas atau
kualitas ditentukan.

2. Strategi Dalam Mencapai Kualitas Pelayanan


a. Total Quality Management (TQM)
TQM adalah suatu filosofi yang dikembangkan oleg Deming. Iya
mengganbarkan tentang keberhasilan sistem manajemen di Jepang dan
telah diaplikasikan di pelayanan kesehatan Amerika dalam mencari
solusi dilema “yang terbaik dan terjelek”. TQM didasarkan pada
kemampuan individu dalam proses, pelayanan, hasil dan selalu
merespon keluhan pelanggan.
1) Konsep Dasar
a) TQM sebagai satu filosofi menentukan visi dan misi organisasi
TQM sebagai filosofi menekankan komitmen terhadap
proses dan keyakinan dan kualitas, serta peran manajemen
dalam mengintegrasikan nilai-nilai keyakinan dalam budaya
organisasi. Nilai keyakinan tersebut diartikan sebagai kepuasan
pelanggan, baik akibat pengaruh internal maupun eksternal.
Sebagai fungsinya yang berperan sebagai filosofi dalam
manjemen, TQM memerlukan suatu perubahan dalam budaya
dan kinerja organisasi. Top manager dan staf eksekusif adalah
orang yang bertanggung jawab terhadap kualitas layanan
dengan memperhatikan masukan dari pelanggan, serta dalam
membuat keputusan selalu melibatkan semua staf yang ada.
Oleh karena itu, organisasi harus melaksanankan tugas-tugas
yang ditetapkan sesuai dengan tanggung jawabnya.

5
1) Organisasi harus memfokuskan pada adekuat atau tidaknya
proses kerja (bukan pada pekerjanya) sebagai sumber suatu
kesalahan.
2) Staf harus dilatih tentang TQM, mulai dari manajer
menengah sampai kebawah.
3) Membantu suatu infastruktur yang memberikan kesempatan
kepada orang untuk menyelesaikan kesempatan kepada
orang yang menyelesaikan masalah, menghilangkan
hambatan, dan memeberikan kebebasan kepada staf
kesehatan dalam menyelesaikan pekerjaannya.

b) TQM sebagai suatu proses: urutan setiap langkah


Tahap- tahap dalam proses TQM dibagi menjadi empat
tahap, meliputi : menyeleks kesempatan, mengindentifikasi
masalah khusus, mengindentifikasi sebab dari akar
permasalahan, memilih, menguji, dan mengimplementasikan
daya upaya perbaikan.
 Peningkatan kesempatan sebagai proses organisasi
Peningkatan kesempatan dapat berasal dari sesama, isu
terbaru, keluhan pelanggan, memonitor proses sampai
hasil/produk.
 Definisi masalah khusus
Pada tahap ini, tim berusaha memahani gejala dan alasan
terhadap situasi yang tidak kondusif. Penemuan/pernyataan
masalah sangat penting dalam organisasi supaya semua
anggota/tim mempunyai pemahaman yang sama terhadap
masalah yang dihadapi.
 Identifikasi akar penyebab masalah
Fungsi indentifikasi akar masalah adalah untuk memebuat
perbedaan antaran penyebab umum dan khusus serta
perubahan-perubahan yang diperlukan agar dapat

6
membantu menyelesaikan masalah. Sebagaiman tahap
sebelumnya, kelanjutan pengumpulan dan penentuan tujuan
merupakan fungsi yang penting dalam menentukan masalah
yang timbul.
 Upaya pemulihan
Upaya pemulihan dapat dilaksanakan melalui pemantauan
proses. Dengan melaksanakan seleksi dan perbaikan
terhadap kegiatan yang dilaksanankan dapat membantu
dalam penyempurnaan prosesnya.

2) Dukungan manajemen kualitas dengan infomasi


Suatu manajemen kualitas memerlukan informasi yang akurat,
nyata, aktual, dan terpecaya. Dukungan tersebut dapat berupa :
a. Memonitor harapan dan kepuasan pelanggan
b. Mengevaluasi kebutuhan untuk meningkatkan kualitas dan
proses pelaksanaan
c. Membandingkan kinerja organisasi sekarang dengan
sebelumnya, dengan organisasi lainnya dan dengan informasi
dari sumber/pustaka
d. Mengevaluasi biaya terhadap pemakaian berbagai jenis
teknologi dalam proses
e. Menganalisa penggunaan sarana kepada pasien terhadap
masalah khusus yang perlu perhatian serius
f. Meningkatkan kelancaran kegiatan dalam organisasi
g. Mendeukung pengambilan keputusan klinik dan administrasi

Fungsi manajemen informasi harus dapat mengumpulkan


informasi tentang indikator kinerja organisasi yang dapat
dipergunakan, serta untuk memaksimalkan keuntungan pencapaian
klinis dan operasional. Data informasi diperlukan untuk
menganalisi informasi, termasuk penggunaan : instrumen,

7
pengukuran, stratistik, dan metode analisis data untuk
menyediakan informasi yang akurat, reliabel, valid, dan dapat di
interpretasikan untuk tujuan manajemen kualitas.

b. Baku Mutu (Benchmarking)


Baku mutu (benchmarking) adalah proses pengukuran operasional
terhadap bisnis sebuah perusahaan ( kualitas prodeksi/jasa layanan)
dengan membandingkannya ke perusahaan/ institusi lain yang
mempunyai produksi/jasa layanan yang lebih baik. Kegiatan
membandingkan meliputi berbagai kinerja dan informasi operasinal
untuk aktivitas yang berkelanjutan dalam mencapai tujuan organisasi
(Buswell,2000 dikutip oleh Nursalam, 2002). Baku mutu terjadi ketika
sebuah organisasi mengindentifikasi kelemahan, dan kemudian
membandingkan dengan organisasi yang lain yang telah mencapai
tingkat ideal (Bessic, 1998:353). Pada dasarnya terhadap jenis baku
mutu ( Dale,1994 dalam Nasution,2001).
1) Baku mutu internal (Benchmarking internal)
Baku mutu internal merupakan investigasi asumsi yang paling
mudah diterapkan yauitu dengan membandingkan operasi diantara
fungsi-fungsi dalam organisasi itu sendiri. Dengan demikian, baku
mutu internal dapat dikatakan sebagai suatu paket upaya perbaikan
terus-menerus untuk mengindentifikasi praktik bisnis terbaik yang
ada dalam lingkungan perusahaan sendiri. Sebagai contoh, bila
praktil bisnis disalah satu anak perusahaan atau unit bisnis setelah
diteliti memiliki performa terbaik, maka sifat-sifat tertentu yang
unggul ini kemudian ditularkan pada anaklain atau unit bisnis
lainnya yang berada dalam kelompok perusahaan yang sama.
Dengan melakukan baku mutu internal dapat dipeeoleh
informasi yang lebih jelas , kritis dan objektif tentang adanya
kesenjangan perfoma antar unit bisnis atau bagian dalam
perusahaan, serta terjadi kesenjangan tersebut. Selanjutnya dalam

8
memahami informasi tersebut, berbagai upaya untuk mengurangi
atau menghilankan kesenjangan dapat dilakukan. Implementasi
baku mutu internal akan mendorong dan makin berkembang
komunikasi internal dan pemecahan masalah secara diantara unit
bisnis atau bagian yang ada didalam organisasi.
Dalam dilakukan perbandingan perlu ditetapkan target baku
mutu. Untuk jenis baku mutu internal, yang menjadi target adalah
unit bisnis atau fungsi-fungsi dalam perusahaan yang diketahui
memiliki keunggulan tertentu pada sifat-sifat tertentu, sehingga
patut diteladani oleh unit bisnis atau fungsi-fungsi lain dalam
perusahaan.

2) Baku mutu kompetitif (Baku mutu kompetitif)


Baku mutu kompetitif merupakan tingkatan yang lebih lanjut
dari baku mutu internal. Baku mutu kompetitif berfungsi untuk
memosisikan produk perusahaan terhadap produk peaing. Baku
mutu kompetitif diterapkan untuk menciptakan atau meningkatkan
daya saing serta mampu memperbaiki posisi produk dalam pasar
yang kompetitif.
Melalui baku mutu kompetitif akan diperoleh informasi
tentang penampil terbaik dari pesaing, dimana informasi ini dapat
dipergunakan oleh perusahaan untuk menciptakan produk yang
lebih baik dari yang baik. Upaya mencari model dan praktik –
praktik bisnis terbaik yang ada dipasar global dan memiliki
pengaruh langsung terhadap praktik bisnis yang dilakukan
perusahaan kan meningkatkan daya saing perusahaan di pasar
global. Dalam baku mutu kompetitif, targt pebanding berada diluar
perusahaan dan bersifat fleksibel, bergantung pada tujuan baku
mutu kompetitif. Dalam hal ini, target baku mutu dapat berupa
produk – produk sejenis terbaik yang menjadi pesaing utama, atau
bukan produk sejenis asalkan performa spesifik tertentu dari

9
produk dapat diterapkan pada desain produk baru atau
keunggulannya dapat mendatangkan inspirasi atau gagasan baru
bagi perbaikan produk yang ada.
Implementasi baku mutu kompetitif relatif lebih sulit
dibandingkan baku mutu internal, karena informasi yang
diperlukan berada diluar perusahaan, yakni pesaing domestik atu
luar negri, sehingga diperlukan usaha tambahan untuk memperoleh
informasi penting. Informasi ini dapat diperoleh dari majalah –
majalah perdagangan, asosisasi bisnis sejenis, publikasi riset dan
sumber lain. Baku mutu kompetitif juga disebut sebagai baku mutu
eksternal.

3) Baku mutu fungsional (Baku mutu fungsional)


Baku mutu fungsional merupakan jenis asumsi yang tidak
harus membatasi pada perbandingan terhadap pesaing langsung.
Baku mutu fungsional dapat melakukan investigasi pada
perusahaan – perusahaan yang unggul dalam industri tidak sejenis.
Bagaimana pun, relevansi dari perbandingan pada b aku mutu
fungsional perlu dipertahankan melalui pendefinisian karakteristik
performa yang harus serupa dengan fungsi – fungsi dari
perusahaan. Dalam baku mutu fungsional, nilai target pembanding
dapat berasal dari perusahaan tidak sejenis yang unggul.
Implementasi baku mutu fungsional memang lebih sulit untuk
dilakukan, mengingat informasi yang diperlukan pada umumnya
lebih sulit diperoleh, dan benchmark targetnya memerlukan
imajinasi dan kreativitas yang tinggi.

4) Baku mutu generik (Baku mutu generik)


Baku mutu generik merupakan jenis asumsi dimana beberapa
fungsi bisnisdan proses adalah sama tanpa memedulikan
ketidakserupaan atau ketidaksejenisan diantara industri – industri.

10
Baku mutu generik merupakan perluasan dari baku mutu
fungsional.

Kegiatan baku mutu dilakukan melalui bebrapa proses tahapan,


yaitu dimulai dari perencanaan, analisis, integrasi,implementasi,
sehingga kematanagn (Camp, 1989: 17, 259 dalam Nasution, 2001 : 195
– 197)
1. Perencanaan
Langkah awal dalam merencanakan baku mutu adalah
mengidentifikasi proses atau operasi yang membutuhkan perbaikan.
Langkah kedua, mencari perusahaan lain atau pesaing yang sukses
dalam melakukan operasi yang sama. Langkah ketiga, mementukan
jenis – jenis data yang diperlukan serta menentukan metode
pengamatan dan pengukuran yang harus dilkukan. Langkah
keempat, mengadakan negosiasi dengan mitra baku mutu untuk
mencapai kesepakatanpenelitian baku mutu.
Pada umumnya, karakteristik perusahaan yang unggul/terbaik
dalam kelasnya yang akan menjadi mitra baku mutu adalah sebagai
berikut (karlof and Ostblom, 1993:63):
a. Fokus pada persepsi, perbaikan kualitas produktivitas;
b. Kesadaran atas biaya;
c. Memiliki hubungan yang dekat dengan para pelanggannya;
d. Memiliki hubungan yang dekat dengan para pemasok;
e. Memanfaatkan teknologi muktahir;
f. Fokus pada core business;
Untuk menentukan kategori mana yang akan dipakai perlu
dilakukan riset. Dalam melakukan riset, terdapat empat kategori
pendekatan atau cara yang biasa digunakan.
a. Riset in house
Jenis riset ini melakukan penilaian terhadap informasi dalam
perusahaan sendiri maupun informasi publik untuk mengetahui

11
kinerja suatu perusahaan/fungsi/proses. Informasi internal
diperoleh dari data bases perusahaan sendiri, publikasi internal
(internal publications), penelaahan internal (internal reviews),
laporan tahunan (annual report), dan lain – lain.
b. Riset pihak ketiga
Membiayai kegiatan baku mutu yang dilakukan oleh perusahaan
survei/konsultan untuk mencari informasi yang sulit diperoleh
dari pesaing atau melakukan forum panel diskusi untuk
memperoleh masukan yang lebih komprehensif, misalnya
mengenai keinginan atau kepuasan pelanggan.
c. Pertukaran langsung
Pertukaran informasi secara langsung melalui angket, telepon,
dan lain-lain.
d. Kunjungan langsung
Melakukan kunjungan ke lokasi mitra baku mutu untuk
melakukan wawancara dan pertukaran informasi.

2. Analisis
Setelah data terkumpul, data kemudian diolah dan dianalisis
untuk mengetahui kinerja suatu proses. Analissi berguna untuk
kesenjangan/perbandingan antara kedua pihak (perusahaan dan
mitra baku mutu) serta menentukan perbaikan target kinerja yang
ingin dicapai. Apabila ternyata proses mitra baku lebih unggul, maka
diadakan analisis kelayakan implementasi dengan menghitung biaya
serta pengaruhnya terhadap proses – proses lainnya.

3. Integrasi
Apabila hasil analisisi menunjukkan bahwa perubahan untuk
menerapkan proses baru tersebut layak, dan mendapat dukungan
setiap manajer, maka disusun perencanaan implementasinya guna
mencegah timbulnya hambatan dan gangguan, sehingga

12
pelaksanaannya akan dapat berjalan lancar dan berhasil. Dalam
menyusun perencanaan, dapat ditargetkan kinerja proses yang lebih
unggul dari perusahaan mitra baku mutu, pelatihan karyawan
diperlukan untuk mengembangkan keterampilan. Pengembangan
keterampilan yang dibutuhkan dalam baku mutu meliputi empat
faktor, yaitu :
a. Pengetahuan, terutama yang berkenaan dengan aspek proses dan
praktik suatu pekerjaan yang diperoleh dari hasil penelitian baku
mutu;
b. Motivasi, yaitu agar dapat memotivasi setiap orang untuk terus
belajar dalam meningkatkan produktivitas kerja;
c. Situasi, yaitu peluang bagi setiap orang untuk menerapkan
pengetahuannya dalam meningkatkan efisiensi dan
produktivitas;
d. Kemauan setiap orang untuk mengembakan pengetahuannya.

4. Implementasi
Implementasi baku mutu harus sesuai dengan yang telah
direncanakan dan sesuai dengan prosedur baru yang membutuhkan
waktu untuk bisa menjadi kebiasaan. Setelah proses baru digunakan
dan berjalan lancar, biasanya kinerja perusahaan akan meningkat
dengan pesat. Dengan pelaksanaan perbaikan yang
berkesinambungan, maka perusahaan dapat mengungguli mitra baku
mutu. Ke semuanya ini baru dapat tercapai bila dilakukan kegiatan
pemantauan dengan pengedalian proses secara statistik untuk
mengetahui kemajuan perbaikan yang dilakukan. Berdasarkan hasil
dari kegiatan pemantauan tersebut, dilakukan perbaikan secara
berkesinambungan sehingga dapat mengungguli proses dari mitra
baku mutu.

13
5. Fase kematangan
Kematangan akan tercapai pada saat praktik-praktik industri
digabungkan/disatukan dalam semua proses usaha. Ini berarti
memastikan superioritas. Superioritas dapat diuji dengan beberapa
cara. Kematangan yang tercapai pada saat ini juga harus menjadi
aspek yang berlangsung terus dan berinisiatif sendiri untuk menjadi
suatu proses manajemen.

B. Indikator Penilaian Mutu Asuhan Keperawatan Keperawatan


Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan
struktur, proses, dan outcome sistem pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan
pelayanan RS juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh
masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS. Secara umum aspek
penilaian meliputi evaluasi, dokumen, instrumen, dan audit (EDIA) (Nursalam,
2014).
1. Aspek struktur (input)
Struktur adalah semua input untuk sistem pelayanan sebuah RS yang
meliputi M1 (tenaga), M2 (sarana prasarana), M3 (metode asuhan
keperawatan), M4 (dana), M5 (pemasaran), dan lainnya. Ada sebuah
asumsi yang menyatakan bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik
akan lebih menjamin mutu pelayanan. Kualitas struktur RS diukur dari
tingkat kewajaran, kuantitas, biaya (efisiensi), dan mutu dari masing-
masing komponen struktur.
2. Proses
Proses adalah semua kegiatan dokter, perawat, dan tenaga profesi
lain yang mengadakan interaksi secara professional dengan pasien.
Interaksi ini diukur antara lain dalam bentuk penilaian tentang penyakit
pasien, penegakan diagnosis, rencana tindakan pengobatan, indikasi
tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur pengobatan.

14
3. Outcome
Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter, perawat, dan tenaga
profesi lain terhadap pasien.
a. Indikator-indikator mutu yang mengacu pada aspek pelayanan
meliputi:
1. Angka infeksi nosocomial: 1-2%
2. Angka kematian kasar: 3-4%
3. Kematian pasca bedah: 1-2%
4. Kematian ibu melahirkan: 1-2%
5. Kematian bayi baru lahir: 20/1000
6. NDR (Net Death Rate): 2,5%
7. ADR (Anasthesia Death Rate) maksimal 1/5000
8. PODR (Post Operation Death Rate): 1%
9. POIR (Post Operative Infection Rate): 1%

b. Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS:

1. Biaya per unit untuk rawat jalan


2. Jumlah penderita yang mengalami decubitus
3. Jumlah penderita yang mengalami jatuh dari tempat tidur
4. BOR: 70-85%
5. BTO (Bed Turn Over): 5-45 hari atau 40-50 kali per satu tempat
tidur/tahun
6. TOI (Turn Over Interval): 1-3 hari TT yang kosong
7. LOS (Length of Stay): 7-10 hari (komplikasi, infeksi nosocomial;
gawat darurat; tingkat kontaminasi dalam darah; tingkat
kesalahan; dan kepuasan pasien)
8. Normal tissue removal rate: 10%

15
c. Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri atas:

1. Jumlah dan presentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak


RS dengan asal pasien.
2. Jumlah pelayanan dan tindakan seperti jumlah tindakan
pembedahan dan jumlah kunjungan SMF spesialis.
3. Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka
standar tersebut di atas dibandingkan dengan standar (indicator)
nasional. Jika bukan angka standar nasional, penilaian dapat
dilakukan dengan menggunakan hasil penacatatan mutu pada
tahun-tahun sebelumnya di rumah sakit yang sama, setelah
dikembangkan kesepakatan pihak manajemen/direksi RS yang
bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staff lainnya yang
terkait.

d. Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:

1. Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi


2. Pasien diberi obat salah
3. Tidak ada obat/alat emergensi
4. Tidak ada oksigen
5. Tidak ada suction (penyedot lendir)
6. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
7. Pemakaian obat

Standar Nasional

Ʃ BOR 75-80%

Ʃ ALOS 1-10 hari

Ʃ TOI 1-3 hari

Ʃ BTO 5-45 hari

16
Ʃ NDR < 2,5%

Ʃ GDR < 3%

Ʃ ADR 1,15.000

Ʃ PODR < 1%

Ʃ POIR < 1%

Ʃ NTRR < 10%

Ʃ MDR < 0,25%

Ʃ IDR < 0,2%

Tabel 1. Standar Nasional Indikator Mutu Pelayanan

Indikator-indikator pelayanan rumah sakit dapat dipakai untuk


mengetahui tingkat pemanfaatan, mutu, dan efisiensi pelayanan rumah sakit.
Indikator-indikator berikut bersumber dari sensus harian rawat inap :

1. BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)


Menurut Depkes RI (2005), BOR adalah prosentase pemakaian
tempat tidur pada satuan waktu tertentu. Indikator ini memberikan
gambaran tinggi rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah
sakit.Nilai parameter BOR yang ideal adalah antara 60-85% (Depkes
RI, 2005).

Rumus :
(jumlah hari perawatan di rumah sakit) × 100%

(jumlah tempat tidur × jumlah hari dalam satu periode)

17
2. ALOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien
dirawat)
ALOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat
seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan gambaran tingkat
efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu pelayanan, apabila
diterapkan pada diagnosis tertentu dapat dijadikan hal yang perlu
pengamatan yang lebih lanjut.Secara umum nilai ALOS yang ideal
antara 6-9 hari (Depkes, 2005).

Rumus :
(jumlah lama dirawat)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

3. TOI (Turn Over Interval = Tenggang perputaran)


TOI menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata hari dimana
tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi
berikutnya.Indikator ini memberikan gambaran tingkat efisiensi
penggunaan tempat tidur.Idealnya tempat tidur kosong tidak terisi
pada kisaran 1-3 hari.

Rumus :
((jumlah tempat tidur × Periode) − Hari Perawatan)
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

4. BTO (Bed Turn Over = Angka perputaran tempat tidur)


BTO menurut Depkes RI (2005) adalah frekuensi pemakaian
tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam
satu satuan waktu tertentu.Idealnya dalam satu tahun, satu tempat tidur
rata-rata dipakai 40-50 kali.

Rumus :
Jumlah pasien dirawat (hidup + mati)
(jumlah tempat tidur)

18
5. NDR (Net Death Rate)
NDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian 48 jam
setelah dirawat untuk tiap-tiap 1000 penderita keluar. Indikator ini
memberikan gambaran mutu pelayanan di rumah sakit.
Rumus :

Jumlah pasien mati > 48 jam × 100%


(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

6. GDR (Gross Death Rate)


GDR menurut Depkes RI (2005) adalah angka kematian umum
untuk setiap 1000 penderita keluar.

Rumus :
Jumlah pasien mati seluruhnya × 100%
(jumlah pasien keluar (hidup + mati))

Menurut Nursalam (2014), ada enam indikator utama kualitas


pelayanan kesehatan di rumah sakit:

1. Keselamatan pasien (patient safety), yang meliputi: angka infeksi


nosokomial, angka kejadian pasien jatuh/kecelakaan, dekubitus,
kesalahan dalam pemberian obat, dan tingkat kepuasan pasien
terhadap pelayanan kesehatan
2. Pengelolaan nyeri dan kenyamanan
3. Tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan
4. Perawatan diri
5. Kecemasan pasien
6. Perilaku (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) pasien.

19
BAB III

GAMBARAN KASUS

Mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit dalam pemenuhan hak atas


kesehatan peserta ASKES: studi kasus di Rumah Sakit. Dr. Cipto
Mangunkusumo Jakarta
Lokasi penelitian dilakukan pada Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta dengan metode penelitian penelitian kualitatif dengan menggaii informasi
dari 54 respondenlinforman. Beranjak dari latar belakang tersebut di atas rumusan
masalah yang mengemuka adalah : (1) Bagaimana tanggapan pasien rawat inap (
Pasien peserta Askes) atas pelayanan kesehatan yang diberikan Rumah Sakit Dr.
Cipto Mangun Kusumo Jakarta? (2) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi mutu
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta?.

Hasil penelitian menunjukan bahwa 42.6 % responden menyatakan tidak puas


atas pelayanan administrasi pendaftaran dengan alasan birokrasi pendaftaran terlalu
panjang. 46,3 % responden menyatakan tidak puas alas sikap petugas dalam
melayani, karena bersikap kurang ramah. Sikap petugas tersebut terjadi karena
jumlah petugas yang relative sedikit, sehingga mereka merasa kerepotan dalam
rnelayani pasien.

Terdapat 38.9 % responden merasa tidak puas atas pelayanan petugas medis
pada saat masuk UGD. Bagi yang tidak puas (38.9 %) terdapat beberapa hal yang
menjadi penyebab diantaranya pada saat mereka datang ke UGD (rata diluar jam
kerja) banyak pasien yang harus ditangani, sehingga terkesan diabaikan oleh
petugas medis UGD.

Terdapat 46.3 % responden merasa tidak puas atas pelayanan yang diberikan
pada pasien gawat darurat, kerena petugas medis dinilai kurang cekatan dalam
menangani pasien gawat darurat. Pada umumnya sikap dokter cukup ramah dan
penuh perhatian pada pasien. Namun demikian terdapat 48.1 °Io responden yang

20
menyatakan tidaklkurang puas terhadap pelayanan dokter, karena dokter yang
melayani pasien bersikap kurang ramah dan kurang perhatian. secara umum
pelayanan yang diberikan oleh perawat cukup baik. Namun demikian masih
terdapat pasien yang merasa kurangltidak puas terhadap pelayanan yang diberikan
susterlperawat.

Terdapat 55.5 % responden merasa tidak puas atas menu yang dihidangkan,
karena merasa kurang berselera terhadap menu yang dihidangkan. Terdapat 48.1 %
responden merasa kurang/tidak bisa tidur dengan nyenyak, karena tidak ada kipas
angin. Terdapat 83.3 % responden menyatakan bahwa obat-obatan yang diberikan
dokter tidak termasuk ke dalam daftar obat yang direkomendasikan PT Askes,
sehingga membuat banyak pasien menjadi kecewa.

Memperhatikan hasil penelitian tentang kondisi pelayanan kesehatan di


lingkungan RS Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, maka terdapat beberapa faktor
kendala yang harus segera diatasi diantaranya : Untuk
mempermudah/memperlancar pelayanan administrasi bagi peserta Askes yang
ingin menggunakan jasa Rumah Sakit diperlukan sistem on line antara pihak
Rumah Sakit dengan PT Askes sebagai penjamin klaim.

Kurangnya tenaga paramedis terutama yang melayani pendaftaran peserta


Askes menumbuhkan dampak kurang optimalnya dalam memberikan pelayanan.
Sistem pendidikan dan latihan bagi tenaga medis belum dilaksanakansecara
optimal. Kurangnya tenaga perawat baik dari segi kualitas maupun kuantitas
menjadi kendala bari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo untuk mengoptimalkan
pelayanan kesehatan.

Terbatasnya tenaga juru masak dan tats boga menjadi kendala dalam
menyajikan menu makanan. Keterbatasan dana untuk menyediakan tenaga
kebersihan ruang rawat inap yang dapat senantiasa membersihkan ruangan setiap
diperlukan. Manajemen Askes yang mensyaratkan standar harga obat bagi pada
dokter yang relatif rendah, merupakan kendala bagi para pasien. Kondisi demikian
sangat memberatkan pasien.

21
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kualitas pelayanan merupakan tipe pengawasan yang berhubungan
dengan kegiatan yang dipantau atau diatur dalam pelayanan berdasarkan
kebutuhan atau pandangan konsumen. Tujuan kualitas pelayanan dalam
keperawatan adalah untuk memastikan bahwa jasa atau produk pelayanan
keperawatan yang dihasilkan sesuai dengan standar/keinginan pasien. Kualitas
pelayanan dapat dibedakan menjadi tiga tahapan dasar. Tahapan dasar pertama
adalah kriteria/standar yang harus ditetapkan. Tahapan kedua yaitu
mengumpulkan informasi untuk menentukan apakah standar pelayanan sudah
dapat dipenuhi. Tahapan ketiga ialah pembelajaran dan koreksi jika terdapat
standar yang tidak dapat dilaksanakan.
Mutu asuhan kesehatan sebuah rumah sakit akan selalu terkait dengan
struktur, proses, dan outcome sistem pelayanan RS tersebut. Mutu asuhan
pelayanan RS juga dapat dikaji dari tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh
masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi RS. Secara umum aspek
penilaian meliputi evaluasi, dokumen, instrumen, dan audit (EDIA) (Nursalam,
2014).

B. Saran
Adapun saran yang diharapkan penulis kepada pembaca agar pembaca
dapat mulai menerapkan manajemen mutu di kehidupan sehari-hari. Mulai
meningkatkan manajemen mutu dan dapat menjaga kualitas mutu dengan
sebaik mungkin. Terutama manajemen mutu dalam pelayanan keperawatan
yang diberikan kepada klien maupun pasien sehingga dapat menjadi perawat
yang professional.

22
DAFTAR PUSTAKA

Nursalam. 2011. Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam Praktik Keperawatan


Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Azwar, A. 1996. Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan.
Buswell, C. 2000. Brenchmaking in Nursing: Learning From Industry. Volume 14
number 5. JCN May.
Djoko, W. 1997. Manajemen Kepemimpinan dan Organisasi Kesehatan. Jakarta:
Airlangga University Press.
Emerson. 2000. “Baku mutu : There is always a bestway of doing everything”.
www.Google.com.
Marquis, B.L., J. Carol, dan C.J. Huston. 1998. Management Decision Making for
Nurses. New York: Philadelphia.
Nuzul, Qur’ainiti. 2002. “Studi tentang Baku mutu pada pelaksanaan
Pendokumentasian Asuhan Keperawatan”. Skripsi tidak diterbitkan.
Surabaya: PSIK UNAIR.
Nasution. 2001. Manajemen Mutu Terpadu Total Quality Manajemen. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik.
Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam. 2002. Manajemen Keperawatan. Penerapan dalam Praktik.
Keperawatan Profesional. Jakarta: Salemba Medika.
Rowland, H.S., dan B.L. Rowland. 1997. Nursing Administration Handbook. Edisi
4. Maryland: An Aspen Publication.
SEAHBC Presentation 1995. “Case Study of a Baku mutu Project”.
www.Google.com.

iii

Anda mungkin juga menyukai