DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 3
1. DARMAWATI (232701030037)
2. SITI MUJIYEM (2327201030018)
3. UMAROH (2327201030016)
4. ANIK SULISTIYANINGSIH (2327201030039)
5. LINDA DIANA (2327201030031)
6. FITRIA SURIANI ALI(2327201030038)
7. APRIENI RAHAYU (2327201030141)
8. FAUZIAH (2327201030073)
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena Atas Limpahan Rahmatdan
Karunia-Nya kita selalu diberikan kesehatan dan kesempatan terutama kepadakami untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Studi kebijakan paud yang berjudul “ isu-isu strategis
dan masalah-masalah utama dalam kebijakan paud pada tingkat local, nsional, regional,
dan internasional”.
Merupakan suatu harapan pula, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
Khususnya Untuk kelompok 3 dan diri sendiri.
Kritik dan saran dari pembaca sangat perlu untuk memperbaiki dalam penyusunan makalah dan
akan diterima dengan senang hati. Serta semoga makalah ini tercatat sebagai amal saleh dan
menjadi motivator bagi penulis untuk menyusun makalah yang lebih baik dan bermanfaat. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 3
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................i
Daftar Isi..............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1
1.3 Tujuan..............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................5
Kesimpulan........................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan anak usia dini merupakan sutu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak
ssejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melaluipemberian ragsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembanganjasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur
formal, non formal dan informal..
Adapun konsep paud merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitik beratkan pada peletakan dasar kea rah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi,
motoric halus dan kasar, kecerdasan (daya piker, daya cipta), kecerdasan emosi,kecerdasan
spiritual.
4
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu kebijakan paud
2. Masalah- masalah didalam paud baik tingkat local, nasional, regional dan internasional
3. Karakteristik dan tingkatan masalah kebijakan pendidikan dan pendidikan anak usia dini
4. Model dan pendekatan dalam merumuskan masalah kebijakan pendidikan paud
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui kebijakan-kebijakan paud
2. Untuk mengetahui permasalaham-permasalahan yang ada di paud
3. Untuk mengetahui karakterstik dan tingkat masalah dalam paud
4. Untuk mengetahui model dan pendekatan dalam merumuskan masalah
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
kegiatan prasekolah disesuaikan dengan kondisi dan keadaan, seperti dimana tempat anak
itu tinggal, maupun ada tidak seseorang yang memberikan stimulasi.
7
padahal seharusnya diajarkan tentang sesuatu di lingkungan terdekatnya
(lingkungan rumah, sekolah). Setelah mengerti tentang lingkungannya, baru
diperkenalkan konsep “Hutan Tropis”. Kecuali apabila lingkungan sekolah
memang berada di wilayah hutan tropis. Proses belajar yang memberikan
makna pada anak, akan membuat anak tertarik dan dan termotivasi untuk
mengetahui materi lebih lanjut. Cara menghafal, materi abstrak, dan
pengisian LK adalah cara yang membosankan bagi anak. Hal ini berbahaya
bagi perkembangan karakter anak, karena motivasi belajar anak akan
menurun. Akibatnya sulit bagi anak untuk menjadi seorang pembelajar
sejati. Cara-cara tersebut juga tidak melibatkan peran aktif anak dalam
diskusi, sehingga proses berpikir kritis dan analitis anak sulit untuk
berkembang. Selain itu, cara belajar yang pasif ini, dimana anak tidak
terlibat secara aktif baik fisik, verbal, maupun emosi, akan menghambat
daya kreativitas anak.
2) Fokus Pada Pemberian Nilai dan Rapor, serta Komunikasi Negatif dan Kritikan
Banyak sekali guru yang masih memberikan nilai pada hasil kerja anak,
memberikan rapor dengan nilai angka atau huruf, bahkan ranking. Padahal pada
usia ini adalah periode yang sangat penting untuk tumbuhnya rasa percaya diri.
Menurut Erik Erikson usia antara 3.5 tahun dan 6 tahun adalah usia untuk
membangun sikap “Initiative vs. Guilt”,[11] yaitu sikap yang semangat untuk
melakukan inisiatif, penuh ide, dan berimaginasi. Artinya, pada usia ini anak harus
dapat berkreasi, berimaginasi, bereksperimen, berani mengambil resiko, dan berani
untuk salah. Apabila gagal membentuk sikap inisiatif, maka yang berkembang
adalah rasa bersalah, dan takut untuk mengambil inisiatif.
Namun sayangnya banyak guru yang sering mengkritik atau menilai hasil
pekerjaan anak, bahkan memarahi anak ketika melakukan kesalahan. Padahal anak-
anak mudah sekali stress ketika sedang dinilai pekerjaannya, apalagi dikritik dan
dimarahi. Proses belajar yang seperti ini akan tidak menyenangkan, dan anak
merasa terbebani. Pemberian nilai juga akan membuat anak takut untuk mengambil
inisiatif untuk mencoba sesuatu, karena takut salah. Sering pula guru menggunakan
8
kata-kata yang negatif, mengkritik, berkata-kata kasar, dan bahkan menghukum
anak dengan fisik (menjewer, dihukum di depan
kelas). Atau guru yang suka membanding-bandingkan anak, atau melabel anak.
Kalau pun anak melakukan sesuatu dengan benar dan baik, guru juga jarang
memberikan pujian.
Cara-cara mengajar seperti ini akan menimbulkan efek negatif, yaitu anak
akan takut mengambil resiko, dan lebih baik bersifat pasif daripada berbuat, tidak
berani mencoba karena takut salah (guilt), dan akhirnya dapat meruntuhkan
kepercayaan diri anak. Selain itu, karena anak tidak berani melakukan sesuatu yang
baru, maka daya imaginasi dan inovasi anak sulit untuk berkembang.
Proses belajar yang tidak menyenangkan ini akan membuat anak merasa terbebani, dan
selalu merasa terpaksa dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini dapat menurunkan motivasi, dan
akhirnya etos kerja.
9
Kemampuan metakognisi (kemampuan untuk berpikir mandiri, berpikiri filosofis) tidak
berkembang atau tergantung pada guru, dan memerlukan terus dukungan dan bukan seorang
pembelajar sejati Proses berpikir tinggi (logika, analisis, kritis) terhambat dan berpikir dangkal,
mudah percaya dengan isu-isu.
10
upaya membentuk manusia nutuk menjadi “ pintar di sekolah saja” dan menjadi “ pekerja” bukan
menjadi “manusia indonesia yang seutuhnya”.
Dalam sebuah penelitian munandar (1999) menemukan bahwa karakteristik murid ideal
menurut orang tua dan guru tidak mencerminkan murid yang kreatif. Murid yang ideal menurut
guru diantaranya sehat, sopan, rajin, punya daya ingat yang baik, dan mengerjakan tugas secara
tepat waktu. Hal ini jauh dan karakteristik anak yang kreatif yang biasanya memiliki ide sendiri
untuk mengerjakan dan memperkaya tugas-tugasnya.
Selanjutnya munandar (1999) memaparkan berbagai kondisi di sekolah yang dapat
menjadi kendala bagi pertumbuhan kreativitas siswa , sebagai berikut:
a. Sikap guru
Dalam suatu studi, tingkat motivasi anstrinsik siswa terlihat lebih rendah jika guru terlalu
banyak mengotrol, dan lebih tinggi jika guru memberikan hadiah lebih banyak otonomi
b. Belajar dengan hafalan mekanis
Salah satu cara yang keliru dalam menghimpun pengetahuan adalah dengan belajar
secara mekanis, menghafal fakta tanpa pemahaman bagaimana hubungan antar fakta tersebut.
c. kegagalan
Kegagalan mempunyai dampak yang nyata terhadap motivasi intrinsic dan kreativitas.
Kita tidak dapat menghindari sepenuhnya suatu kegagalan. Yang paling penting adalah cara
guru dalam membantu siswa memahami dan menafsirkan kegagalannya.
d. Tekanan akan konformitas
Tekanan yang berlebihan akan konformitas tradisi, dirumah, di sekolah, ataupun
lingkungan dapat menghambat pengembangan kreativitas. Sebaiknya seorang anak di beri
kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri.
2. 3. Karakteristik permasalahan PAUD
Karakteristik pada anak usia dini itu berbeda-beda setiap anak, maka sulit untuk
memahami karakter pada setiap anak. Karakteristik ini yakni pasti setiap anak
memiliki rasa ingin tahu yang besar. Anak usia dini sangat menyukai dunia bermain
dan lingkungan sekitarnya. Anak usia dini selalu menanyakan jika dia belum tau
jelas, selalu membongkar tempat-tempat yang dikira menyenangkan. Orangtua dan
pendidik perlu memfasilitaskan anak dnegan permainan seperti bongkar pasang,
11
puzzle, logo. Anak usia dini juga memiliki kepribadian yang unik, meskipun dalam
perkembangannya sama tetapi kepribadiannya dapat membedakan. Anak usia dini
dalam perkembangan karakteristiknya bergantung pada lingkungan yang positif dan
didikan oleh orangtuanya, bagaimana telah mengembangkan minat seperti menyanyi,
menggambar, menari, gaya belajar, dan cara berteman yang baik dengan sesama.
Anak usia dini dalam karakternya yang suka berimajinasi dan berfantasi seperti
halnya membayangkan yang dia inginkan, dan dapat melampaui batas dengan
kenyataan yang ada. Anak-anak sangat leluasa dalam berimajinasi misal
membaangkan ketika dia menjadikan kardus menjadi kapal buatan lalu seperti orang
yang sedang mendayung kapal. Imajinasi pada anak ini sangat penting bagi
pengembangan anak usia dini sebab kreatifitasnya sedang berjalan saat ini.
Anak usia dini dalam karakteristiknya merupakan masa yang sangat potensial untuk belajar, anak
usia dini juga disebut masa yang golden age dimana masa itu sangat mudah untuk mengajarkan
anak pengalaman-pengalaman yang positif terhadapnya. Perkembangan ini anak masih juga
rentan terhadap perkembangan dalam berbagai aspek karena usianya yang masih terbilang anak-
anak. Penelitian Gallahue (1993) menatakan bahwa usia prasekolah merupakan waktu yang
paling optimal untuk perkembangan motoric anak, orang tua sebagai penanggung jawab terhadap
anak-anaknya maka harus benar-benar teliti dan serius. Anak usia dini pada karakteristiknya
seperti menunjukan sikap egosentris yaitu dari kata ego dan sentris, ego yang artinya aku dan
sentris artinya pusat. Jadi egosentris ini adalah berpusat pada aku. Anak usia dini sering sekali
mengalami egosentris pada dirinya, selalu ingin menang sendiri dalam apapun itu, meskipun
dalam berteman, permainan tidak mau kalah dan selalu ingin menang sendiri. Otangtua juga
harus paham jika anak menginginkan apa yang dia mau juga harus didapatkan.
Anak usia dini dalam karakteristiknya juga terdapat daya konsentrasi yang pendek. Dalam
pembelajaran anak hanya bisa focus beberapa menit saja atau mungkin 10 menit, dan itu juga
harus di selling oleh permainan. Orangtua bisa membuat focus anak dalam belajar jika dalam
media itu menarik dan ada permainannya. Karakteristik anak usia dini. Anak juga sebagai
makhluk sosial, maka anak juga butuh teman untuk bergaul dan membutuhkan orang lain dalam
kehidupannya. Seperti halnya pada orangdewasa anak juga membutuhkan rasa aman, waktu
istirahat, makanan yang baik, membutuhkan perlindungan, kasih sayang, fasilitas hidup dari
12
orang tua, memiliki kebutuhan untuk bertanya dan memperoleh jawaban, mendapatkan
Pendidikan yang tepat, bermain yang merupakan dunia pada anak-anak.
Paran guru dalam kegiatan bermain bersama anak
Dari penelitian yang pernah dilakukan oleh File dan Kontospada tahun 1993 di Amerika
Serikat (Johnson, 1999), bahwa peran guru lebih banyak memberi dukungan dalam aspek
perkembangan kognitif dan kurang mengembangkan aspek social dari kegiatan bermain. Bila
aspek social kurang di perhatikan, dampak negative akan lebih dirasakan oleh anak yang kurang
terampil dalam pertemuan. Anak-anak ini akan semakin tersisih dari teman-teman lainnya.
Selanjutnya Grinder dan Johnson (Johnson, 1999) melaporkan bahwa 27% dari waktu
guru saat bermain bersama anak menunjukkan keterlibatan yang mengganggu kegiatan bermain
anak (play-intrefering). Perilaku guru yang secara kasat mata dapat mengganggu aktivitas anak
adalah: mengambil alih permainan, memberikan instruksi, memberikan perintah, atau mengajak
anak-anak bercakap-cakap saat di sedang asyik dengan kegiatannya. Sikap guru yang terlampau
banyak bertanya mengenai apa yang di lakukan anak dan juga memberikan banyak komentar
nebative akan membuat anak kehilangan selera untuk bermain dan menghambat ide, imajinasi,
serta konsentrasinya. Saat anak bermain konstruktif, sebaiknya tidak usah menginstruksikan anak
untuk berbuat suatu bentuk atau menyuruh anak meniru bentuk yang harus di buat. Bila guru
terlalu ikut campur atau mau mempengaruhi anak maka akan mengganggu keberlangsungan
kegiatan bermain anak (Jones & Reynolds, Schrader, dan Wood et al. dalam Johnson, 1999).
Reynolds dan Jones (Hendrick, 2001) juga mendukung pendapat tersebut. Mereka mengatakan
bahwa guru harus menghindari untuk mendominasi pengalaman bermain dari anak dan
sebaiknya memberi kesempatan pada anak untuk mengekspresikan diri mereka sendiri sesuai
dengan keunikan yang dimiliki masing-masing pribadi.
Lembaga yang memiliki peran signifikan dalam mendidik anak usia dini salah
satunya adalah lembaga Pendidikan PAUD dan TK/RA. Kedua lembaga ini merupakan
lembaga pendidikan dasar yang diperuntukkan untuk anak yang berumur antara 0-6
13
tahun. Kedua jenjang pendidikan ini memiliki peran sangat penting dalam
mengembangkan kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh anak usia dini. Potensi atau
kemampuan yang harus dikembangkan ada empat yaitu kemampuan kognitif, fisik
motorik kasar dan halus, sosial dan emosional, serta bahasa. Ada juga yang mengatakan
bahwa ada enam kemampuan yang harus dikembangkan yaitu kemampuan kognitif, nilai
agama dan moral, fisik motorik kasar dan halus, sosial emosional, seni, dan kemampuan
berkomunikasi dan berbahasa. Apabila potensi-potensi tersebut dapat dikembangkan
maka tujuan pendidikan di lembaga Pendidikan PAUD dan TK/RA akan tercapai.
Sampai saat ini, terdapat banyak lembaga pendidikan yang belum mampu mencapai
tujuan pendidikan tersebut karena berbagai masalah atau problematika yang terjadi.
Sebagaimana hasil penelitian dan studi yang telah dilakukan sampai saat ini, berbagai
problematika tersebut terjadi pada berbagai aspek yang ada di dalam lembaga pendidikan
PAUD dan TK/RA.
1. problematika institusi
Salah satu masalah Institusi lembaga PAUD adalah lembaga PAUD dan TK/RA
masih belum diakui secara de jure oleh pemerintah seperti lembaga sekolah lainnya
karena lembaga PAUD dan TK/RA tidak termasuk sebagai sekolah dasar atau disebut
dengan lembaga pendidikan Non Formal sebagaimana dalam UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Lembaga yang dianggap sekolah dasar adalah
tingkat SD/MI saja.
14
Sampai saat ini banyak guru PAUD dan TK/RA di Indonesia masih belum S-1
atau hanya lulusan SMA sederajat, sehingga masalah ini juga akan mempengaruhi
terhadap kompetensi guru terutama kompetensi paedagogik dan profesional guru PAUD
dan TK/RA di Indonesia. Di jenjang perguruan tinggi S-1 Prodi PAUD, PIAUD atau TK,
calon guru atau mahasiswa akan dididik atau diajari tentang bagaimana guru dapat
menguasai semua kompetensi pendidik terutama kompetensi paedagogik dan profesional
baik secara teoritis maupun praktis. Ketika mahasiswa tersebut lulus dari prodi PAUD,
PIAUD atau TK, maka mereka akan menjadi guru yang menguasai kompetensi
paedagogik, sosial, kepribadian dan profesional.
4. problematika kurikulum.
Di antara masalah kurikulum yang terjadi adalah mayoritas lembaga PAUD dan
TK/RA masih belum mampu menerapkan kurikulum 2013 pada kegiatan
pembelajarannya. Para guru masih ada yang kebingungan untuk menerapkannya, ada
yang kurang kreatif dan ada yang kurang termotivasi untuk menggunakan kurikukulum
2013 dengan efektif di sekolah.
5. problematika pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran di lembaga PAUD dan TK/RA masih banyak yang
cenderung berorientasi pada teacher oriented dan menoton, sehingga anak didiknya cepat
bosan atau kurang semangat mengikuti pembelajaran karena gurunya kurang kreatif
dalam mengelola pembelajaran dan menghidupkan suasana pembelajaran yang menarik,
menyenangkan dan kontekstual. Selain itu, banyak kegiatan pembelajaran yang hanya
terfokus pada pengembangan kognitif saja dan kurang menyentuh pada aspek nilai agama
dan moral, fisik motorik kasar dan halus, sosial emosional, seni, dan kemampuan
berkomunikasi dan berbahasa.
15
memanfaatkan berbagai macam media pembelajaran untuk digunaka dalam
pembelajaran. Pengadaan media pembelajaran yang kurang, kreatifitas guru yang kurang
dalam membuat dan mempraktekkan media pembalajaran, dan jumlah media
pembelajaran yang sedikit dan atau istilahnya ”hanya-hanya itu saja medianya” adalah
salah satu masalah dalam pemanfaatan dan penerapan media pembelajaran.
16
kementerian agama sudah ada, tetapi hal itu tidak cukup untuk menutupi kekurangan
yang sangat dibutuhkan oleh lembaga PAUD dan TK/RA.
12. Problematika kekerasan pada anak usia dini di dalam dan di luar sekolah.
Kekerasan anak usia dini di dalam sekolah banyak terjadi seperti contohnya: 1)
berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI
PPA) jumlah kekerasan di Sumatera Barat terjadi peningkatan yang signifikan, pada
tahun 2018 terdapat 39 kasus dan tahun 2019 keadaan Juni terdapat sebanyak 43 kasus;
2) Seorang bocah bernisial ST (4) diduga menjadi korban kekerasan oleh gurunya sendiri
di sekolah pendidikan anak usia dini (PAUD), yang terletak di bilangan Jalan Urip
Sumoharjo, Kelurahan Sidomulyo, Samarinda Ilir; 3) kisah penganiayaan murid TK
terhadap adik kelasnya yang masih duduk di bangku Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
di Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri; dan sebagainya. Sedangkan kekerasan anak di
17
luar sekolah juga banyak terjadi di lingkungan keluarga dan masyarakat seperti kekerasan
fisik dan psikis, pelecehan seksual, penculikan dan pembunuhan.
18
BAB III
KESIMPULAN
Masih banyak permasalahn permaslahan didalam PAUD baik permasalahn ditingkat local
lembaga itu sendiri maupun di tingkat nasional. Lembaga yang memiliki peran signifikan dalam
mendidik anak usia dini salah satunya adalah lembaga Pendidikan PAUD dan TK/RA. Kedua
lembaga ini merupakan lembaga pendidikan dasar yang diperuntukkan untuk anak yang berumur
antara 0-6 tahun. Kedua jenjang pendidikan ini memiliki peran sangat penting dalam
mengembangkan kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh anak usia dini. Potensi atau
kemampuan yang harus dikembangkan ada empat yaitu kemampuan kognitif, fisik motorik kasar
dan halus, sosial dan emosional, serta bahasa. Ada juga yang mengatakan bahwa ada enam
kemampuan yang harus dikembangkan yaitu kemampuan kognitif, nilai agama dan moral, fisik
motorik kasar dan halus, sosial emosional, seni, dan kemampuan berkomunikasi dan berbahasa.
Apabila potensi-potensi tersebut dapat dikembangkan maka tujuan pendidikan di lembaga
Pendidikan PAUD dan TK/RA akan tercapai.
Sampai saat ini, terdapat banyak lembaga pendidikan yang belum mampu mencapai
tujuan pendidikan tersebut karena berbagai masalah atau problematika yang terjadi.
Sebagaimana hasil penelitian dan studi yang telah dilakukan sampai saat ini, berbagai
problematika tersebut terjadi pada berbagai aspek yang ada di dalam lembaga pendidikan PAUD
dan TK/RA.
19
DAFTAR PUSTAKA
M.A. Mansyur (2007). Pendidikan anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: pustaka
pelajar
Gunarti, Winda. 2008 Metode Pengembangan prilaku dan kemampuan dasar anak usia
dini Jakarta. :Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional
Arabik, A. &Burhanudin,A. (2015) Prinsip dan Metode Penidikan Anak Usia dini. Tufula
3(2)
Ariyanti T,(2016) Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini bagi Tumbuh Kembang Anak
JURNAL PENDIDIKAN DASAR,8(1)
20