Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

STUDI KEBIJAKAN PAUD

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 3

1. DARMAWATI (232701030037)
2. SITI MUJIYEM (2327201030018)
3. UMAROH (2327201030016)
4. ANIK SULISTIYANINGSIH (2327201030039)
5. LINDA DIANA (2327201030031)
6. FITRIA SURIANI ALI(2327201030038)
7. APRIENI RAHAYU (2327201030141)
8. FAUZIAH (2327201030073)

Dosen pengampu Mata kuliah:

Dr. ETIKA PUJIANTI, M. Pd

PROGRAM STUDI S2 PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM AN NUR LAMPUNG
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena Atas Limpahan Rahmatdan
Karunia-Nya kita selalu diberikan kesehatan dan kesempatan terutama kepadakami untuk
menyelesaikan tugas mata kuliah Studi kebijakan paud yang berjudul “ isu-isu strategis
dan masalah-masalah utama dalam kebijakan paud pada tingkat local, nsional, regional,
dan internasional”.

Ucapan terima kasih kepada teman-teman kelompok 3 untuk berkerjasama dalam


menyelesaikan tugas makalah, terkhususnya kepada Ibu Dr. Etika pujianti, M. Pd selaku dosen
mata kuliah yang banyak membimbing kami.

Merupakan suatu harapan pula, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca,
Khususnya Untuk kelompok 3 dan diri sendiri.
Kritik dan saran dari pembaca sangat perlu untuk memperbaiki dalam penyusunan makalah dan
akan diterima dengan senang hati. Serta semoga makalah ini tercatat sebagai amal saleh dan
menjadi motivator bagi penulis untuk menyusun makalah yang lebih baik dan bermanfaat. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Lampung, 5 Oktober 2023


Tim Penyusun,

Kelompok 3

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar......................................................................................................i

Daftar Isi..............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

1.1 Latar Belakang................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................4

1.3 Tujuan..............................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................5

2.1 Pengertian Kebijakan PAUD......................................................................................5

2.2 Maslah masalah PAUD...............................................................................................3

2.3 Karakteristik permasalahan PAUD.............................................................................12

2.4 Problematika pendidikan PAUD................................................................................14

BAB III PENUTUP.........................................................................................................18

Kesimpulan........................................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA

ii
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Pendidikan anak usia dini merupakan sutu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak
ssejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melaluipemberian ragsangan
pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembanganjasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut, yang diselenggarakan pada jalur
formal, non formal dan informal..

Adapun konsep paud merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitik beratkan pada peletakan dasar kea rah pertumbuhan dan perkembangan fisik (koordinasi,
motoric halus dan kasar, kecerdasan (daya piker, daya cipta), kecerdasan emosi,kecerdasan
spiritual.

4
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa itu kebijakan paud
2. Masalah- masalah didalam paud baik tingkat local, nasional, regional dan internasional
3. Karakteristik dan tingkatan masalah kebijakan pendidikan dan pendidikan anak usia dini
4. Model dan pendekatan dalam merumuskan masalah kebijakan pendidikan paud

1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui kebijakan-kebijakan paud
2. Untuk mengetahui permasalaham-permasalahan yang ada di paud
3. Untuk mengetahui karakterstik dan tingkat masalah dalam paud
4. Untuk mengetahui model dan pendekatan dalam merumuskan masalah

5
BAB II

PEMBAHASAN

2. 1. Pengertian kebijakan pendidikan anak usia dini


Kebijakan pendidikan meerupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan
langkah-langkah strategisyang dijabarkan dari visi misi pendidikan, dalam rangka untuk
mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk kurun waktu
tertentu secara khusus sekolah dasar. (Muchlis, 2002)
Berkenaan dengan system pelaksanaan pendidikan anak usia dini di indonesia,
benyak sekali lembaga- lembaga penyelenggaraan PAUD yang tidak mengindahkan
system pelaksanaan pendidikannya. Melalui berbagai macam media social telah di
temukan berbagai macam blok-blok mengenai permasalahan yang terjadi di lembaga-
lembaga PAUD. Kondisi yang terjadi di Indonesia, khususnya di Jakarta, saat ini adalah
banyaknya anak usia taman kanak-kanak (TK) sudah diajarkan membaca, menulis dan
berhitung (calistung). Tentunya, jika hal ini dipaksakan, tidak akan efektif dan pasti akan
ada efeknya mengingat anak pada usia prasekolah akan optimal jika diberi stimulasi atau
rangsangan motorik dan bahasa sesuai fase tumbuh kembang anak.
Faktanya, tidak akan ada bedanya antara anak yang bisa membaca pada umur 4
tahun dengan anak bisa membaca di usia 6 tahun. Hal itu tidak lantas membuat anak
umur 4 tahun ini menjadi superior. Justru, biarkan mereka bisa pada saatnya, karena di
situlah keindahannya. Sebaiknya lakukan stimulasi sesuai dengan usia anak, namun hal
ini dikembalikan pada pola asuh yang diterapkan orangtua.
Saat ini banyak ditemukan kasus efek dari anak diperkenalkan calistung pada
usia dini. Misalnya, anak mogok sekolah, cepat merasa bosan, dan kurang konsentrasi
belajar. Anak belum mempunyai kesiapan mental walau secara daya pikir anak usia 3
tahun pun bisa untuk diajari membaca dengan penuh semangat. Idealnya, kembalikan hak
anak kepada situasi yang sesuai dengan kondisi psikis anak, yaitu jika memang
seharusnya membaca itu diajarkan di kelas 1 SD. Perlu atau tidak anak mengikuti

6
kegiatan prasekolah disesuaikan dengan kondisi dan keadaan, seperti dimana tempat anak
itu tinggal, maupun ada tidak seseorang yang memberikan stimulasi.

3. 2. Masalah-masalah dalam PAUD


Ada beberapa permaslahan-permasalahan dalam PAUD antara lain :
1) Praktek-praktek umum pengajaran di PAUD yang dapat membahayakan
perkambangan karakter anak yang saat ini terjadi di lapangan
a) Orientasi “Calistung”
Banyak sekolah TK maupun PAUD yang lebih mementingkan
kemampuan akademik (calistung) daripada pengembangan aspek emosi dan
sosial anak. Hal ini tidak terlepas dari tuntutan orang tua. Menurut Elkind,
anak yang digegas terlalu dini akan rusak kepercayaan dirinya, dapat
menurunkan semangat alami belajar anak, serta menghambat
pengembangan bakat anak, dan semuanya ini akan berdampak secara
permanen.
b) Proses Belajar Pasif, Tidak Melibatkan Pengalaman Konkrit
Piaget mengatakan bahwa tahapan perkembangan kognitif anak
usia 2 tahun sampai kurang lebih usia 6 atau 7 tahun adalah tahap “Pre-
operational Thinking”, yaitu kemampuan berpikir “concrete, here, and
now”. Artinya, anak-anak usia dini tidak boleh diberikan materi yang
abstrak atau tidak melibatkan pengalaman konkrit. Misalnya, guru sering
menyuruh anak untuk menghafal abjad, atau menghitung sampai 100. Atau
anak diminta untuk mengulang apa yang dikatakan guru (“membeo”). Cara
ini memang bisa membuat anak cepat hafal, namun materi yang
dihafalkannya terlalu abstrak, sehingga anak tidak mengerti apa yang
dipelajarinya. Selain itu, cara ini tidak melibatkan “pikiran, tangan, dan
perasaan anak” secara simultan, sehingga anak belajar secara pasif.
Terkadang guru memperkenalkan konsep yang bukan “here and now”..
Misalnya, mengajarkan anak konsep “Hutan Tropis” terlebih dahulu,

7
padahal seharusnya diajarkan tentang sesuatu di lingkungan terdekatnya
(lingkungan rumah, sekolah). Setelah mengerti tentang lingkungannya, baru
diperkenalkan konsep “Hutan Tropis”. Kecuali apabila lingkungan sekolah
memang berada di wilayah hutan tropis. Proses belajar yang memberikan
makna pada anak, akan membuat anak tertarik dan dan termotivasi untuk
mengetahui materi lebih lanjut. Cara menghafal, materi abstrak, dan
pengisian LK adalah cara yang membosankan bagi anak. Hal ini berbahaya
bagi perkembangan karakter anak, karena motivasi belajar anak akan
menurun. Akibatnya sulit bagi anak untuk menjadi seorang pembelajar
sejati. Cara-cara tersebut juga tidak melibatkan peran aktif anak dalam
diskusi, sehingga proses berpikir kritis dan analitis anak sulit untuk
berkembang. Selain itu, cara belajar yang pasif ini, dimana anak tidak
terlibat secara aktif baik fisik, verbal, maupun emosi, akan menghambat
daya kreativitas anak.
2) Fokus Pada Pemberian Nilai dan Rapor, serta Komunikasi Negatif dan Kritikan
Banyak sekali guru yang masih memberikan nilai pada hasil kerja anak,
memberikan rapor dengan nilai angka atau huruf, bahkan ranking. Padahal pada
usia ini adalah periode yang sangat penting untuk tumbuhnya rasa percaya diri.
Menurut Erik Erikson usia antara 3.5 tahun dan 6 tahun adalah usia untuk
membangun sikap “Initiative vs. Guilt”,[11] yaitu sikap yang semangat untuk
melakukan inisiatif, penuh ide, dan berimaginasi. Artinya, pada usia ini anak harus
dapat berkreasi, berimaginasi, bereksperimen, berani mengambil resiko, dan berani
untuk salah. Apabila gagal membentuk sikap inisiatif, maka yang berkembang
adalah rasa bersalah, dan takut untuk mengambil inisiatif.
Namun sayangnya banyak guru yang sering mengkritik atau menilai hasil
pekerjaan anak, bahkan memarahi anak ketika melakukan kesalahan. Padahal anak-
anak mudah sekali stress ketika sedang dinilai pekerjaannya, apalagi dikritik dan
dimarahi. Proses belajar yang seperti ini akan tidak menyenangkan, dan anak
merasa terbebani. Pemberian nilai juga akan membuat anak takut untuk mengambil
inisiatif untuk mencoba sesuatu, karena takut salah. Sering pula guru menggunakan

8
kata-kata yang negatif, mengkritik, berkata-kata kasar, dan bahkan menghukum
anak dengan fisik (menjewer, dihukum di depan
kelas). Atau guru yang suka membanding-bandingkan anak, atau melabel anak.
Kalau pun anak melakukan sesuatu dengan benar dan baik, guru juga jarang
memberikan pujian.
Cara-cara mengajar seperti ini akan menimbulkan efek negatif, yaitu anak
akan takut mengambil resiko, dan lebih baik bersifat pasif daripada berbuat, tidak
berani mencoba karena takut salah (guilt), dan akhirnya dapat meruntuhkan
kepercayaan diri anak. Selain itu, karena anak tidak berani melakukan sesuatu yang
baru, maka daya imaginasi dan inovasi anak sulit untuk berkembang.

Proses belajar yang tidak menyenangkan ini akan membuat anak merasa terbebani, dan
selalu merasa terpaksa dalam melakukan pekerjaannya. Hal ini dapat menurunkan motivasi, dan
akhirnya etos kerja.

1. Kelas Sunyi dan Proses Belajar Satu Arah


Banyak guru berpendapat bahwa kelas sunyi adalah kelas yg baik. Hal ini tidak benar,
terutama untuk kelas TK/PAUD. Pada usia ini, anak perlu mengembangkan kemampuan
verbalnya. Selain itu banyak guru yang berperan sebagai “pengabar” kurikulum saja, tanpa dan
anak menjadi pendengar pasif, atau disuruh meniru apa kata guru. Hal ini tidak dapat
menstimulasi perkembangan nalar, dan proses berpikir yang lebih tinggi lagi.
Padahal menurut Vigotsky ada keterkaitan antara bahasa dan pikiran. Dengan aktif
berbicara (diskusi) anak akan lebih mengerti konsep. Semakin sulit sebuah konsep yang
dipelajari, semakin memerlukan keterlibatan verbal anak . Anak memerlukan interaksi verbal
(diskusi dua arah) dalam proses belajar, sehingga suasana belajar menjadi lebih hidup dan
menyenangkan, sehingga anak menjadi bersemangat. Akibat negatif dari proses belajar satu arah,
tidak melibatkan anak dalam berdiskusi adalah dalam hal kemampuan verbal anak tidak
berkembang atau tidak berani bicara di depan umum.Tidak mampu mengekspresikan
pemikirannya secara sistematis, baik secara verbal maupun tertulis

9
Kemampuan metakognisi (kemampuan untuk berpikir mandiri, berpikiri filosofis) tidak
berkembang atau tergantung pada guru, dan memerlukan terus dukungan dan bukan seorang
pembelajar sejati Proses berpikir tinggi (logika, analisis, kritis) terhambat dan berpikir dangkal,
mudah percaya dengan isu-isu.

2. Duduk di Kelas Dalam Waktu yang Lama


Banyak guru yang menyuruh anak untuk duduk, mendengar, dan menulis dalam waktu
yang lama di dalam kelas. Padahal secara hukum alam anak-anak usia dini akan lebih cepat lelah
jika duduk diam dibandingkan kalau sedang berlari, melompat, atau bersepeda. Bermain adalah
cara belajar yang alami bagi anak, sehingga apabila anak merasa bermain ketika belajar, maka ia
akan melakukannya tanpa merasa bosan dan lelah. Menurut Katz dan Chard anak perlu
keterlibatan fisik ketika belajar untuk mencegah mereka dari kelelahan dan kebosanan. Dengan
belajar yang aktif, motorik halus dan motorik kasar mereka akan berkembang dengan baik.
Selain itu. dengan bergerak aliran oksigen ke otak akan lebih banyak, sehingga otak dapat
berfungsi dengan lebih optimal. Katz dan Chard mengembangkan model pendidikan yang
disebut Project-based Approach, dimana proses belajar lebih banyak melibatkan seluruh dimensi
anak (fisik, verbal, perasaan dan daya nalar). Misalnya, mengajak murid ke luar kelas untuk
mengamati jenis-jenis pohon di sekitar sekolah, menyuruh mereka mengumpulkan jenis-jenis
bentuk dan tulang daun, dan sebagainya. Akibat negatif dari proses belajar yang lebih banyak
duduk di dalam kelas adalah sbb:
a. Karena melanggar hukum alam, anak-anak tidak termotivasi untuk belajar dan tidak ada
motivasi/semangat untuk sekolah , sulit untuk menjadi pencinta belajar
b. Kemampuan motorik halus dan kasar tidak berkembang dengan optimal
c. Menghambat kemampuan akademis dan kreativitas.
Berkenaan dengan system pendidikan di indonesia, supriadi (1994) berpendapat bahwa
salah satu kemungkinan penyebab rendahnya kreatifitas anak indonesia adalah lingkungan yang
kurang menunjang anak-anak kita untuk mengekspresikan kreativatasnya, khususnya lingkungan
keluarga dan sekolah. Saat ini orientasi system pendidikan kita lebih mengarah pada pendidikan
“akademik” dan “industry tenaga kerja”. Artinya system persekolahan kita lebih mengarah pada

10
upaya membentuk manusia nutuk menjadi “ pintar di sekolah saja” dan menjadi “ pekerja” bukan
menjadi “manusia indonesia yang seutuhnya”.
Dalam sebuah penelitian munandar (1999) menemukan bahwa karakteristik murid ideal
menurut orang tua dan guru tidak mencerminkan murid yang kreatif. Murid yang ideal menurut
guru diantaranya sehat, sopan, rajin, punya daya ingat yang baik, dan mengerjakan tugas secara
tepat waktu. Hal ini jauh dan karakteristik anak yang kreatif yang biasanya memiliki ide sendiri
untuk mengerjakan dan memperkaya tugas-tugasnya.
Selanjutnya munandar (1999) memaparkan berbagai kondisi di sekolah yang dapat
menjadi kendala bagi pertumbuhan kreativitas siswa , sebagai berikut:
a. Sikap guru
Dalam suatu studi, tingkat motivasi anstrinsik siswa terlihat lebih rendah jika guru terlalu
banyak mengotrol, dan lebih tinggi jika guru memberikan hadiah lebih banyak otonomi
b. Belajar dengan hafalan mekanis
Salah satu cara yang keliru dalam menghimpun pengetahuan adalah dengan belajar
secara mekanis, menghafal fakta tanpa pemahaman bagaimana hubungan antar fakta tersebut.
c. kegagalan
Kegagalan mempunyai dampak yang nyata terhadap motivasi intrinsic dan kreativitas.
Kita tidak dapat menghindari sepenuhnya suatu kegagalan. Yang paling penting adalah cara
guru dalam membantu siswa memahami dan menafsirkan kegagalannya.
d. Tekanan akan konformitas
Tekanan yang berlebihan akan konformitas tradisi, dirumah, di sekolah, ataupun
lingkungan dapat menghambat pengembangan kreativitas. Sebaiknya seorang anak di beri
kebebasan untuk menjadi dirinya sendiri.
2. 3. Karakteristik permasalahan PAUD
Karakteristik pada anak usia dini itu berbeda-beda setiap anak, maka sulit untuk
memahami karakter pada setiap anak. Karakteristik ini yakni pasti setiap anak
memiliki rasa ingin tahu yang besar. Anak usia dini sangat menyukai dunia bermain
dan lingkungan sekitarnya. Anak usia dini selalu menanyakan jika dia belum tau
jelas, selalu membongkar tempat-tempat yang dikira menyenangkan. Orangtua dan
pendidik perlu memfasilitaskan anak dnegan permainan seperti bongkar pasang,

11
puzzle, logo. Anak usia dini juga memiliki kepribadian yang unik, meskipun dalam
perkembangannya sama tetapi kepribadiannya dapat membedakan. Anak usia dini
dalam perkembangan karakteristiknya bergantung pada lingkungan yang positif dan
didikan oleh orangtuanya, bagaimana telah mengembangkan minat seperti menyanyi,
menggambar, menari, gaya belajar, dan cara berteman yang baik dengan sesama.
Anak usia dini dalam karakternya yang suka berimajinasi dan berfantasi seperti
halnya membayangkan yang dia inginkan, dan dapat melampaui batas dengan
kenyataan yang ada. Anak-anak sangat leluasa dalam berimajinasi misal
membaangkan ketika dia menjadikan kardus menjadi kapal buatan lalu seperti orang
yang sedang mendayung kapal. Imajinasi pada anak ini sangat penting bagi
pengembangan anak usia dini sebab kreatifitasnya sedang berjalan saat ini.
Anak usia dini dalam karakteristiknya merupakan masa yang sangat potensial untuk belajar, anak
usia dini juga disebut masa yang golden age dimana masa itu sangat mudah untuk mengajarkan
anak pengalaman-pengalaman yang positif terhadapnya. Perkembangan ini anak masih juga
rentan terhadap perkembangan dalam berbagai aspek karena usianya yang masih terbilang anak-
anak. Penelitian Gallahue (1993) menatakan bahwa usia prasekolah merupakan waktu yang
paling optimal untuk perkembangan motoric anak, orang tua sebagai penanggung jawab terhadap
anak-anaknya maka harus benar-benar teliti dan serius. Anak usia dini pada karakteristiknya
seperti menunjukan sikap egosentris yaitu dari kata ego dan sentris, ego yang artinya aku dan
sentris artinya pusat. Jadi egosentris ini adalah berpusat pada aku. Anak usia dini sering sekali
mengalami egosentris pada dirinya, selalu ingin menang sendiri dalam apapun itu, meskipun
dalam berteman, permainan tidak mau kalah dan selalu ingin menang sendiri. Otangtua juga
harus paham jika anak menginginkan apa yang dia mau juga harus didapatkan.
Anak usia dini dalam karakteristiknya juga terdapat daya konsentrasi yang pendek. Dalam
pembelajaran anak hanya bisa focus beberapa menit saja atau mungkin 10 menit, dan itu juga
harus di selling oleh permainan. Orangtua bisa membuat focus anak dalam belajar jika dalam
media itu menarik dan ada permainannya. Karakteristik anak usia dini. Anak juga sebagai
makhluk sosial, maka anak juga butuh teman untuk bergaul dan membutuhkan orang lain dalam
kehidupannya. Seperti halnya pada orangdewasa anak juga membutuhkan rasa aman, waktu
istirahat, makanan yang baik, membutuhkan perlindungan, kasih sayang, fasilitas hidup dari

12
orang tua, memiliki kebutuhan untuk bertanya dan memperoleh jawaban, mendapatkan
Pendidikan yang tepat, bermain yang merupakan dunia pada anak-anak.
Paran guru dalam kegiatan bermain bersama anak
Dari penelitian yang pernah dilakukan oleh File dan Kontospada tahun 1993 di Amerika
Serikat (Johnson, 1999), bahwa peran guru lebih banyak memberi dukungan dalam aspek
perkembangan kognitif dan kurang mengembangkan aspek social dari kegiatan bermain. Bila
aspek social kurang di perhatikan, dampak negative akan lebih dirasakan oleh anak yang kurang
terampil dalam pertemuan. Anak-anak ini akan semakin tersisih dari teman-teman lainnya.
Selanjutnya Grinder dan Johnson (Johnson, 1999) melaporkan bahwa 27% dari waktu
guru saat bermain bersama anak menunjukkan keterlibatan yang mengganggu kegiatan bermain
anak (play-intrefering). Perilaku guru yang secara kasat mata dapat mengganggu aktivitas anak
adalah: mengambil alih permainan, memberikan instruksi, memberikan perintah, atau mengajak
anak-anak bercakap-cakap saat di sedang asyik dengan kegiatannya. Sikap guru yang terlampau
banyak bertanya mengenai apa yang di lakukan anak dan juga memberikan banyak komentar
nebative akan membuat anak kehilangan selera untuk bermain dan menghambat ide, imajinasi,
serta konsentrasinya. Saat anak bermain konstruktif, sebaiknya tidak usah menginstruksikan anak
untuk berbuat suatu bentuk atau menyuruh anak meniru bentuk yang harus di buat. Bila guru
terlalu ikut campur atau mau mempengaruhi anak maka akan mengganggu keberlangsungan
kegiatan bermain anak (Jones & Reynolds, Schrader, dan Wood et al. dalam Johnson, 1999).
Reynolds dan Jones (Hendrick, 2001) juga mendukung pendapat tersebut. Mereka mengatakan
bahwa guru harus menghindari untuk mendominasi pengalaman bermain dari anak dan
sebaiknya memberi kesempatan pada anak untuk mengekspresikan diri mereka sendiri sesuai
dengan keunikan yang dimiliki masing-masing pribadi.

2.. 4. BERBAGAI PROBLEMATIKA PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN DI DALAM LEMBAGA


PENDIDIKAN PAUD

Lembaga yang memiliki peran signifikan dalam mendidik anak usia dini salah
satunya adalah lembaga Pendidikan PAUD dan TK/RA. Kedua lembaga ini merupakan
lembaga pendidikan dasar yang diperuntukkan untuk anak yang berumur antara 0-6

13
tahun. Kedua jenjang pendidikan ini memiliki peran sangat penting dalam
mengembangkan kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh anak usia dini. Potensi atau
kemampuan yang harus dikembangkan ada empat yaitu kemampuan kognitif, fisik
motorik kasar dan halus, sosial dan emosional, serta bahasa. Ada juga yang mengatakan
bahwa ada enam kemampuan yang harus dikembangkan yaitu kemampuan kognitif, nilai
agama dan moral, fisik motorik kasar dan halus, sosial emosional, seni, dan kemampuan
berkomunikasi dan berbahasa. Apabila potensi-potensi tersebut dapat dikembangkan
maka tujuan pendidikan di lembaga Pendidikan PAUD dan TK/RA akan tercapai.

Sampai saat ini, terdapat banyak lembaga pendidikan yang belum mampu mencapai
tujuan pendidikan tersebut karena berbagai masalah atau problematika yang terjadi.
Sebagaimana hasil penelitian dan studi yang telah dilakukan sampai saat ini, berbagai
problematika tersebut terjadi pada berbagai aspek yang ada di dalam lembaga pendidikan
PAUD dan TK/RA.
1. problematika institusi
Salah satu masalah Institusi lembaga PAUD adalah lembaga PAUD dan TK/RA
masih belum diakui secara de jure oleh pemerintah seperti lembaga sekolah lainnya
karena lembaga PAUD dan TK/RA tidak termasuk sebagai sekolah dasar atau disebut
dengan lembaga pendidikan Non Formal sebagaimana dalam UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Lembaga yang dianggap sekolah dasar adalah
tingkat SD/MI saja.

2. problematika manajemen atau manajerial.


Sumber permasalahan manajemen atau manajerial di lembaga PAUD dan TK/RA
di Indonesia adalah pada jumlah atau kuantitas Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola
struktural lembaga PAUD dan TK/RA. Jumlah SDM-nya sangat minim, sehingga banyak
guru yang merangkap banyak jabatan, seperti selain sebagai guru kelas, dia juga sebagai
kepala sekolah, waka kurikulum, pegawai administrasi dan sebagainya.

3. problematika kualitas kompetensi guru.

14
Sampai saat ini banyak guru PAUD dan TK/RA di Indonesia masih belum S-1
atau hanya lulusan SMA sederajat, sehingga masalah ini juga akan mempengaruhi
terhadap kompetensi guru terutama kompetensi paedagogik dan profesional guru PAUD
dan TK/RA di Indonesia. Di jenjang perguruan tinggi S-1 Prodi PAUD, PIAUD atau TK,
calon guru atau mahasiswa akan dididik atau diajari tentang bagaimana guru dapat
menguasai semua kompetensi pendidik terutama kompetensi paedagogik dan profesional
baik secara teoritis maupun praktis. Ketika mahasiswa tersebut lulus dari prodi PAUD,
PIAUD atau TK, maka mereka akan menjadi guru yang menguasai kompetensi
paedagogik, sosial, kepribadian dan profesional.

4. problematika kurikulum.
Di antara masalah kurikulum yang terjadi adalah mayoritas lembaga PAUD dan
TK/RA masih belum mampu menerapkan kurikulum 2013 pada kegiatan
pembelajarannya. Para guru masih ada yang kebingungan untuk menerapkannya, ada
yang kurang kreatif dan ada yang kurang termotivasi untuk menggunakan kurikukulum
2013 dengan efektif di sekolah.

5. problematika pembelajaran.
Pelaksanaan pembelajaran di lembaga PAUD dan TK/RA masih banyak yang
cenderung berorientasi pada teacher oriented dan menoton, sehingga anak didiknya cepat
bosan atau kurang semangat mengikuti pembelajaran karena gurunya kurang kreatif
dalam mengelola pembelajaran dan menghidupkan suasana pembelajaran yang menarik,
menyenangkan dan kontekstual. Selain itu, banyak kegiatan pembelajaran yang hanya
terfokus pada pengembangan kognitif saja dan kurang menyentuh pada aspek nilai agama
dan moral, fisik motorik kasar dan halus, sosial emosional, seni, dan kemampuan
berkomunikasi dan berbahasa.

6. problematika pemanfaatan dan penerapan media pembelajaran.


Media pembelajaran memiliki peran yang sangat penting untuk meningkatkan
motivasi dan hasil belajar siswa, tetapi banyak lembaga PAUD dan TK/RA yang belum

15
memanfaatkan berbagai macam media pembelajaran untuk digunaka dalam
pembelajaran. Pengadaan media pembelajaran yang kurang, kreatifitas guru yang kurang
dalam membuat dan mempraktekkan media pembalajaran, dan jumlah media
pembelajaran yang sedikit dan atau istilahnya ”hanya-hanya itu saja medianya” adalah
salah satu masalah dalam pemanfaatan dan penerapan media pembelajaran.

7. Problematika penerapan metode atau strategi pembelajaran.


Di dalam teori pembelajaran, terdapat berbagai banyak macam metode atau
strategi pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran di lembaga PAUD dan
TK/RA, tapi kenyataanya banyak guru yang masih menggunakan metode atau strategi
yang sama setiap melaksanakan kegiatan pembelajaran. Banyak hasil penelitian yang
menunjukkan bahwa apabila guru menggunakan metode atau strategi pembelajaran yang
tidak variatif dan kolaboratif dalam pembelajaran, maka motivasi dah hasil belajar siswa
akan mengalami penurunan, karena siswa akan merasa bosan dengan pola strategi yang
sama dan selalu digunakan oleh guru.

8. Problematika penerapan evaluasi pembelajaran.


Realita yang banyak terjadi dalam evaluasi pembelajaran di lembaga PAUD dan
TK/RA adalah pelaksanaan evaluasi pembelajaran hanya banyak difokuskan pada aspek
kemampuan kognitif dan bahkan ada beberapa lembaga PAUD dan TK/RA hanya
mengevaluasi siswanya pada aspek kognitif saja. Sebenarnya evaluasi pembelajaran yang
harus dilakukan oleh guru tidah hanya mengarah pada aspek kemampuan kognitif saja,
tetapi juga pada aspek nilai agama dan moral, fisik motorik kasar dan halus, sosial
emosional, seni dan dan kemampuan berkomunikasi dan berbahasa.

9. Problematika biaya pendidikan dan anggaran pendidikan.


Biaya pendidikan mayoritas lembaga PAUD dan TK/RA di Indonesia sangat
minim, sehingga masalah ini berdampak terhadap anggaran pendidikan yang minim
untuk mengembangkan kualitas kelembagaan atau institusi, manajerial, SDM, sarana dan
sarana pendidikan dan pembelajaran. Bantuan dari pemerintah baik depdiknas maupun

16
kementerian agama sudah ada, tetapi hal itu tidak cukup untuk menutupi kekurangan
yang sangat dibutuhkan oleh lembaga PAUD dan TK/RA.

10. Problematika sarana dan prasarana pendidikan.


Sarana pendidikan yang lengkap akan mendukung upaya untuk meningkatkan
kualitas institusi terutama dalam kegiatan pembelajaran para siswa, tetapi banyak
lembaga PAUD dan TK/RA di Indonesia yang masih minim sarana dan prasarananya.
Akibatnya, pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran di lembaga tersebut kurang
optimal.

11. Problematika kerjasama antara sekolah, orang tua dan masyarakat.


Tujuan pendidikan lembaga PAUD dan TK/RA akan tercapai apabila sekolah,
orang tua dan masyarakat saling bekerjasama untuk mewujudkan tujuan tersebut, tetapi
kenyatannya banyak orang tua dan masyarakat yang masih berpandangan bahwa proses
pendidikan dan pembelajaran itu hanya ada di lembaga sekolah. Ini adalah pandangan
yang kurang benar karena proses pendidikan tidak hanya di sekolah saja, tetapi proses
pendidikan juga harus dilakukan oleh orang tua dan masyarakat. Ketiga elemen tersebut
harus bekerjasama agar tujuan pendidikan di lembaga PAUD dan TK/RA dapat dicapai.

12. Problematika kekerasan pada anak usia dini di dalam dan di luar sekolah.
Kekerasan anak usia dini di dalam sekolah banyak terjadi seperti contohnya: 1)
berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI
PPA) jumlah kekerasan di Sumatera Barat terjadi peningkatan yang signifikan, pada
tahun 2018 terdapat 39 kasus dan tahun 2019 keadaan Juni terdapat sebanyak 43 kasus;
2) Seorang bocah bernisial ST (4) diduga menjadi korban kekerasan oleh gurunya sendiri
di sekolah pendidikan anak usia dini (PAUD), yang terletak di bilangan Jalan Urip
Sumoharjo, Kelurahan Sidomulyo, Samarinda Ilir; 3) kisah penganiayaan murid TK
terhadap adik kelasnya yang masih duduk di bangku Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)
di Kecamatan Wates, Kabupaten Kediri; dan sebagainya. Sedangkan kekerasan anak di

17
luar sekolah juga banyak terjadi di lingkungan keluarga dan masyarakat seperti kekerasan
fisik dan psikis, pelecehan seksual, penculikan dan pembunuhan.

Berbagai persoalan di atas mengindikasikan bahwa pelaksanaan pendidikan dan


pembelajaran di dalam dan luar lembaga Pendidikan PAUD dan TK/RA masih banyak persoalan
yang terjadi dan harus ada solusi untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Solusi utama
yang harus dilakukan adalah peran dan kerjasama dari berbagai elemen (pemerintah, sekolah,
orang tua, dan masyarakat) untuk mengembangkan lembaga Pendidikan PAUD dan TK/RA
harus ditingkatkan dalam mewujudkan tujuan pendidikan dan pembelajaran. Jika berbagai
elemen tersebut bersatu dan memiliki visi dan misi yang sama, maka pelaksanaan pendidikan
dan pembelajaran di lembaga Pendidikan PAUD dan TK/RA terlaksana secara efektif dan
efisien.

18
BAB III
KESIMPULAN

Masih banyak permasalahn permaslahan didalam PAUD baik permasalahn ditingkat local
lembaga itu sendiri maupun di tingkat nasional. Lembaga yang memiliki peran signifikan dalam
mendidik anak usia dini salah satunya adalah lembaga Pendidikan PAUD dan TK/RA. Kedua
lembaga ini merupakan lembaga pendidikan dasar yang diperuntukkan untuk anak yang berumur
antara 0-6 tahun. Kedua jenjang pendidikan ini memiliki peran sangat penting dalam
mengembangkan kemampuan atau potensi yang dimiliki oleh anak usia dini. Potensi atau
kemampuan yang harus dikembangkan ada empat yaitu kemampuan kognitif, fisik motorik kasar
dan halus, sosial dan emosional, serta bahasa. Ada juga yang mengatakan bahwa ada enam
kemampuan yang harus dikembangkan yaitu kemampuan kognitif, nilai agama dan moral, fisik
motorik kasar dan halus, sosial emosional, seni, dan kemampuan berkomunikasi dan berbahasa.
Apabila potensi-potensi tersebut dapat dikembangkan maka tujuan pendidikan di lembaga
Pendidikan PAUD dan TK/RA akan tercapai.

Sampai saat ini, terdapat banyak lembaga pendidikan yang belum mampu mencapai
tujuan pendidikan tersebut karena berbagai masalah atau problematika yang terjadi.
Sebagaimana hasil penelitian dan studi yang telah dilakukan sampai saat ini, berbagai
problematika tersebut terjadi pada berbagai aspek yang ada di dalam lembaga pendidikan PAUD
dan TK/RA.

19
DAFTAR PUSTAKA

M.A. Mansyur (2007). Pendidikan anak Usia Dini dalam Islam. Yogyakarta: pustaka
pelajar

Gunarti, Winda. 2008 Metode Pengembangan prilaku dan kemampuan dasar anak usia
dini Jakarta. :Universitas Terbuka Departemen Pendidikan Nasional

Arabik, A. &Burhanudin,A. (2015) Prinsip dan Metode Penidikan Anak Usia dini. Tufula
3(2)

Ariyanti T,(2016) Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini bagi Tumbuh Kembang Anak
JURNAL PENDIDIKAN DASAR,8(1)

20

Anda mungkin juga menyukai