Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

Wawasan Dasar BK

Tentang

PANDANGAN ALIRAN-ALIRAN PSIKOLOG TENTANG


HAKIKAT MANUSIA

Disusun Oleh Kelompok II :


Rahma Yuni Saputri
(2114060064)

Dosen Pembimbing :
Dr. Nursyamsi, M.Pd

BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM (BKPI)


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI IMAM BONJOL
PADANG
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan semesta alam, yang telah
memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
makalah ini dengan judul “Pandangan Aliran-Aliran Psikolog Tentang Hakikat
Manusia” untuk memenuhi tugas Wawasan Dasar BK dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.
Dalam penulisan makalah ini banyak bantuan dan bimbingan yang diperoleh penulis,
baik berupa motivasi, tenaga maupun pikiran dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun dari pembaca penulis
harapkan untuk makalah ini.Diharapkan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Muara Labuh, 8 September 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................


DAFTAR ISI..................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................
A. Latar Belakang ...........................................................................................................
B. Rumusan Masalah .......................................................................................................
C. Tujuan .........................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Manusia dalam Persepektif Psikologi .........................................................
B. Hakikat Manusia dalam Persfektif Pendidikan.......................………………..…....
C. Hakikat Manusia Pandangan Aliran Filsafat Barat...................................................
D. Hakikat Manusia Dalam Konsep Islam....................................................................

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan ...............................................................................................................
B. Saran .........................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang


Pemikiran tentang hakikat manusia, sejak zaman dahulu kala sampai zaman modern
sekarang ini juga belum berakhir dan tidak akan berakhir. Berbedanya pandangan disebabkan
karena berbedanya melihat manusia dari sisi pandang. Begitu juga unruk mencari hakikat
manusia secara komprenhensif adalah suatu hal yang sangat sulit.
Muhmidayeli mengungkapkan bahwa persolalan manusia memang merupakan masalah
yang selalu ada bagi setiap manusia yang sadar sepanjang sejarah kehidupannya, namun
pemahaman yang sesungguhnya tidak akan ditemukan jika manusia itu tidak ditempatkan
sebagai suatu realitas.
Manusia sesuai dengan kodratnya itu menghadapi tiga persoalan yang bersifat
universal. Pertama, Persoalan menyangkut tata hubungan atar dirinya sebagai mahluk yang
otonom dengan realitas lain yang menunjukkan bahwa manusia juga merupakan makhluk
yang bersifat dependen.
Kedua, Persoalaan menyangkut kenyataan bahwa manusia merupakan makhluk dengan
kebutuhan jasmani yang nyaris tak berbeda dengan makhluk lain seperti makan, minum,
kebutuhan akan seks, menghindarkan diri dari rasa sakit dan sebagainya. Tetapi juga sebuah
kesadaran tentang kebutuhan yang mengatasinya, menstrandensikan kebutuhan jasmaniah,
yakni rasa aman, kasih sayang perhatian, yang semuanya mengisyaratkan adanya kebutuhan
ruhaniah.
Dan ketiga, manusia menghadapi persolan yang menyangkut kepentiangan dirinya,
rahasia pribadi, milik pribadi, kepentingan pribadi, kebutuhan akan kesendirian, namun juga
tak dapat disangkan bahwa manusia tidak dapat hidup secara “soliter” melainkan harus
“solider” , hidupnya tak mungkin dijalani sendiri tanpa kehadiran orang lain. Oleh karena
itu, mengingat latar belakang masalah diatas penulis mencoba mengulas kembali bagaimana
sebenarnya hakikat Manusia jika dipandang dari berbagai sudut pandang yang berjudul
Hakikat Manusia.

B.       Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian yang telah pemakalah kemukakan di atas, maka ada beberapa hal
yang menjadi pokok permasalahan dalam makalah ini adalah:
1.      Bagaimana hakikat manusia dalam persepektif psikologi?
2.      Bagaimana hakikat manusia dalam persfektif pendidikan?
3.      Bagaimana hakikat manusia pandangan aliran filsafat?
4.      Bagaimana hakikat manusia dalam konsep Islam?

C.      Tujuan Masalah


Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui hakikat manusia dalam persepektif psikologi
2.      Untuk mengetahui  hakikat manusia dalam persfektif pendidikan
3.      Untuk mengetahui hakikat manusia pandangan aliran filsafat barat
4.      Untuk mengetahui hakikat manusia dalam konsep Islam
BAB II
PEMBAHASAN

Pada bab ini, sebelum mengkaji hakikat manusia dalam persepektif islam, adakalanya
penulis membahas sekilas tentang hakikat manusia dalam pesepektif Psikologi, Pendidikan
dan Pandangan aliran filsafat sebagai penambahan wawasan dan pengetahuan, serta menjadi
pertimbangan renungan bagi kita semua.

A.      Hakikat Manusia dalam Persepektif Psikologi


Pada bagian ini akan diungkapkan tentang aliran-aliran disiplin psikologi yang
menjelaskan tentang hakikat manusia:

1.  Psikoanalisa
Aliran ini bertolak dari asumsi bahwa manusia terdiri dari tiga system yaitu: Id (dorongan-
dorongan biologis), Ego (kesadaran terhadap realitas kehidupan), dan Superego (kesadaran
normatif).
Ketiga komponen ini berinterkasi satu sama lain dan menjalankan fungsi dengan
mekanismenya masing-masing. Selain ketiga system ini manusia pun memiliki tiga starata
kesadaran yaitu: Alam sadar, Alam pra sadar (bawah sadar), dan Alam tidak sadar.
Id adalah sekumpulan potensi yang dibawa sejak lahir, insting-insting dan nafsu primer,
sumber energi psikis yang member daya kepada ego dan superego untuk menjalankan fungsi-
fungsinya. Dengan prinsip kenikmatan, id mendorong manusia kepada pemenuhan
kenikmatan dan menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan. Letak id yang berkarakter
demikian berada dialam tidak sadar.
Smentara itu, keberadaan ego adalah membantu id mengadakan kontak dengan realitas.
Dengan prinsip realitas ini ego befungsi merealisasikan kebutuhan-kebutuhan id dengan jalan
memilih untuk pemuasan kenikmatan yang benar-benar ada dan tersedia dan caranya pun
dapat diterima dan sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Ego bertempat dalam alam
sadar, tapi sebagian dalam alam prasadar (bawah sadar) sebagai unsur-unsur laten yang
sewaktu-waktu dapat diingat kembali
Berbeda dengan id yang bekerja atas prinsip kenikmatan dan ego yang berprinsip
realitas. Superego menuntut kesempurnaan dan idealitas perilaku dengan ketaatan terhadap
norma-norma lingkungan sebagai tolok ukurnya. Kendati dikatakan bahwa superego bekerja
dengan prinsip idealitas, namun seperti halnya id, superego juga bersifat irrasional, semua
yang dituntut harus dipenuhi dengan secara sempurna.
Dapat dipahami, dengan penjelasan kedua pendapat diatas, bahwa Psikoanalisis (klasik)
memandang perilaku manusia banyak dipengaruhi masa lalu, alam tidak sadar dan dorongan-
dorongan biologis (nafsu-nafsu) yang selalu menuntut kenikmatan untuk segera dipenuhi.
Dengan demikian psikoanalisis menganggap bahwa tabiat manusia adalah buruk, liar kejam,
kelam, non-etis, egois, sarat nafsu, dan berkiblat pada kenikmatan jasmani.

2.    Behaviorisme
Aliran ini beranggapan bahwa manusia tidak memiliki pembawaan (bakat alamiah)
apapun. Manusia akan berkembang sesuai dengan stimulasi yang diterimanya dari
lingkungan. Lingkungan yang baik akan menghasilkan manusia yang baik dan juga
sebaliknya
Aliran ini mengembangkan proses perubahan perilaku dengan asas-asas sebagai
berikut:
a. Classical conditioning (pembiasaan klasik)
Classical conditioning adalah suatu rangsang (netral) akan menimbulkan pola reaksi
tertentu apabila rangsang itu sering diberikan bersamaan dengan rangsang lain yang secara
alamiah menimbulkan pola reaksi tersebut. Misalnya bel yang selalu dibunyikan mendahului
pemberian makan anjing lama kelamaan akan menimbulkan air liur anjing itu sekalipun
makanan tidak diberikan. Dalam hal ini perubahan perilaku terjadi karena adanya prinsip
asosiasi.
b.   Law of effect (hokum akibat)
Law of effect adalah perilaku yang menimbulkan akibat-akibat yang memuaskan si
pelaku cenderung akan diulangi, sebaliknya perilaku yang menimbulkan akibat-akibat yang
tidak memuaskan atau merugikan cenderung akan dihentikan.
c.  Operant conditioning (pembiasaan operan)
Operant conditioning adalah suatu pola perilaku akan menjadi mantap apabila dengan
perilaku itu berhasil diperoleh hal-hal yang dinginkan oleh si pelaku (penguat positif) atau
hilangnya hal-hal yang tidak dinginkan (penguat negatif). Di lain pihak suatu pola perilaku
tertentu mengakibatkan dialaminya hal-hal yang tidak menyenangkan (hukuman) atau
mengakibatkan hilangnya hal-hal yang menyenangkan si pelaku (penghapusan).
d.   Modelling (peneladanan)
Modelling adalah dalam kehidupan social perubahan perilaku terjadi karena proses dan
peneladanan terhadap prilaku orang lain yang disenangi atau dikagumi.
Dari paparan keempat asas perubahan perilaku diatas dapat disimpulkan bahwa
semuanya berkaitan dengan proses belajar, yakni perubahan perilaku tertentu menjadi
menjadi perilaku baru. Perubahan ini selalu melibatkan unsur-unsur kognisi (pemikiran),
afeksi (perasaan), konasi (kehendak) dan aksi (tindakan).
3.   Humanistik
Menurut aliran ini manusia pada dasarnya memiliki potensi-potensi yang baik.
Kualitas-kualitas insane tersebut adalah sifat-sifat dan kemampuan khusus manusia yang
secara alamiah melekat pada eksistensi manusia. Seperti kemampuan abstraksi daya analisis
dan sintesis, imajinasi, kreativitas, kebebasan berkehendak, tanggung jawab, aktualisasi diri,
makna hidup, pengembangan pribadi, humor, sikap etis dan estetika. Manusia adalah
makhluk sadar, mandiri, pelaku aktif yang dapat menentukan segalanya, sehingga dijuluki the
self determining being, makhluk yang memiliki otoritas atas kehidupannya sendiri. Terdapat
sebuah corak pandangan psikologi yang sering dikelompokkan ke dalam psikologi
humanistik, yakni Logoterapi menemukan adanya dimensi lain pada diri manusia di samping
dimensi raga (somatis) dan dimensi kejiwaan (psikis), yaitu dimensi neotik atau sering juga
disebut dengan dimensi keruhanian (spiritual)
4.   Transpersonal
Transpersonal merupakan pengembangan dari aliran humanistik. Psikologi
Transpersonal menitikberatkan pada dua unsur penting manusia yakni, potensi-potensi luhur
(the highest potential) dan fenomena kesadaran (states of consciousness) manusia. Fenomena
kesadaran yang dimaksudkan disini adalah pengalaman seseorang yang melewati batas-batas
kesadaran biasa, misalnya saja pengalaman alih dimensi, memasuki alam kebathinan,
kesatuan mistik, komunikasi bathiniah, pengalaman meditasi dan sebagainya.
Demikian pula mengenai potensi-potensi luhur manusia menghasilkan telaah-telaah
seperti Altered States of Conciousness (ASOC), Extra Sensory Perception (ESP), transesdensi
diri, keruhanian, potensi luhur dan paripurna, dimensi diatas alam kesadaran, pengalaman
mistik, ekstasi, parapsikologi, paranormal, daya-daya bathin, pengalaman spiritual, praktik-
praktik keagamaan di kawasan timur dan berbagai belahan bumi lainnya.
Dari paparan diatas dapat disimpulkan, walau antara humanistik dan transpersonal
memiliki persamaan hanya saja perbedaan Nampak jelas, yakni psikologi humanistik lebih
memanfaatkan potensi-potensi ini peningkatan hubungan antara manusia, sedangkan
psikologi transpersonal lebih tertarik untuk meneliti pengalaman subjektif-transedental, serta
pengalaman luar biasa dari potensi spiritual ini.

B.       Hakikat Manusia dalam Persfektif Pendidikan


Dalam kegiatan pendidikan pembelajaran secara terus menerus, manusia mendapatkan
ilmu pengetahuan yang sarat nilai kebenaran yang baik dan yang universal-abstrak, teoritis,
maupun praktis. Dengan kemampuan yang benar, manusia berusaha menjaga dan
mengembangkan kelangsungan hidupnya. Manusia berusaha mengamalkan pengetahuannya
ke dalam prilaku sehari-hari. Dengan diamalkan, pengetahuan berubah menjadi perilaku,
peilaku berubah menjadi moral dan kemudian menjadi etika kehidupan
Dalam persepektif pendidikan yang dimaksudkan disini adalah hubungan manusia
dilihat dari potensi dirinya sebagai factor internal dengan pendidikan sebagai factor eksternal
yang akan menentukan proses jalan kehidupannya. Dan pada bagian ini akan di ungkapkan
tentang aliran – aliran yang menjelaskan tentang hakikat manusia dalam kaitannya dengan
pendidikan, sebagai berikut:
1.  Emprisme
Teori ini menyatakan bahwa perkembangan potensi dasar anak tergantung pada
lingkungannya, sedangkan pembawaan tidak dianggap penting. Teori ini dikembangkan dari
pernyataan Jonh Locke (1704-1932) bahwa seorang anak lahir didunia bagaikan kertas putih
yang bersih. Implikasinya, lingkungan yang dalam hal ini bisa berbentuk keluarga, sekolah
atau masyarakat akan menentukan pola-pola mengenai cara pandang tertentu yang ditransfer
melalui pendidikan. Dengan demikian pendidikan akan berperan menentukan pilihan-pilihan
hidup yang dijalaninya. Untuk itu Ngalim purwanto menyebutnya optimisme pedagogis,
yakni pendidikan berpeluang mengembangkan kedirian manusia.

2.   Nativisme
Schopenhauer (1788-1860) menyatakan bahwa bayi lahir sudah dengan pembawaan
baik dan pembawaan buruk. Dengan demikian, keberhasilan disebabkan oleh adanya
kemampuan yang berasal dari dalam diri sendiri yang berupa kecerdasan atau kemauan keras
dalam dalam mengembangkan bakat atau kemampuan yang ada dalam dirinya.
Implikasinya, factor eksternal diri manusia yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah
atau masyarakat tidak akan memiliki peran menetukan dalam menentukan karakter manusia.
Dengan demikian, proses transmisi pengetahuan (pendidikan) tidak terjadi antara manusia
dengan lingkungannya. Sebab manusia hanya akan sebatas menunggu potensi-potensinya
menjadi kenyataan dalam menjadi kehidupan. Ngallim Purwanto menyebut aliran ini sebagai
pesimisme pedagogis yakni pendidikan tidak berpeluang untuk mengembangkan kedirian
manusia.
3.   Naturalisme
Teori ini dikembangkan oleh JJ. Rosseau (1712-1778) yang menyatakan bahwa semua
anak yang baaru dilahirkan mempunyai pembawaan baik. Pembawaan baik anak akan
menjadi rusak karena dipengaruhi lingkungan. Pandangan ini menekankan bahwa
perkembangan potensi anak harus secara alami, artinya tanpa ada rekayasa dan rekadaya dari
luar dalam perkembangan potensi anak. Karena itu pendidikan harus  memberikan kebebasan
secara alami kepada anak didik dalam menentukan perkembangan dirinya, sehingga anak
tetap berada dalam pembawaannya. Pada dasarnya, aliran ini sejalan dengan emprisme dalam
hal bahwa pendidikan memiliki peran penting pada diri manusia. Hanya saja perbedaannya
terletak pada anggapan bahwa manusia itu berpotensi baik dan ketika aktualisasinya buruk
maka itu tidak lebih karena disebabkan oleh factor pengaruh lingkungan (pendidikan).
4.   Konvergensi
Teori ini dikembangkan oleh William Stern (1871-1939) yang menyatakan bahwa anak
dilahirkan di dunia sudah disertai pembawaan baik maupun buruk, dan dalam proses
perkembangannya factor pembawaan dan factor lingkungan sama-sama mempunyai peran
yang sangat penting
Dengan kata lain, ketika pendidikan yang baik telah diperoleh seseorang dan efektif,
maka ini berarti antara factor internal dan eksternal saling memperkuat satu sama lain. Dan
sebaliknya, ketika pendidikan yang baik telah diperoleh seseorang dan ternyata tidak efektif
maka nampaknya pembawaan buruk lebih domonan. Namun demikian bukan pendidikan
yang menjadi satu-satunya penyebab rusaknya potensi baik seperti yang dinyatakan aliran
naturalisme.

C.      Hakikat Manusia Pandangan Aliran Filsafat Barat


Berbicara mengenai apa manusia itu, ada 4 (empat) aliran yang akan dipaparkan oleh
pemakalah dalam makalah ini, yaitu sebagai berikut:
1.  Aliran serba zat
Aliran serba zat mengatakan bahwa yang sungguh-sungguh ada itu adalah hanyalah zat
atau materi. Zat atau materi itulah hakikat dari sesuatu. Alam ini adalah zat atau materi dan
manusia adalah unsur dari alam. Maka dari itu hakikat dari manusia itu adalah zat atau
materi.
Manusia sebagai makhluk materi, maka pertumbuhannya berproses dari materi juga.
Sel telur dari sang ibu bergabung dengan sperma dari sang ayah, tumbuh menjadi janin, yang
akhirnya ke dunia sebagai manusia. Adapun yang disebut dengan ruh atau jiwa pikiran,
perasaan (tanggapan, kemauan, kesadaran, ingatan, khayalan, asosiasi, penghayatan dan
sebagainya) dari zat atau materi yaitu sel-sel tubuh). Oleh karena itu manusia sebagai materi
maka keperluan-keperluannya juga bersifat materi, ia mendapatkan kebahagiaan, kesenangan
dan sebagainya juga dari materi, maka terbentuklah suatu sikap pandangan yang materialistis.
Oleh karena materi itu adanya di dunia ini, maka pandangan materialistis itu identik dengan
pandangan hidup yang bersifat duniawi, sedangkan hal-hal yang bersifat ukhrawi (akhirat)
dianggap sebagai khayalan belaka

2.   Aliran serba ruh


Aliran serba ruh berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini ialah
ruh. Juga hakikat manusia adalah ruh. Adapun zat itu adalah manifestasi dari pada ruh di atas
dunia ini.
Ruh adalah sesuatu yang tidak menempati ruang, sehingga tak dapat disentuh atau
dilihat oleh panca indera. Jadi berlawanan dengan zat yang menempati ruang betapapun
kecilnya zat itu. Istilah-istilah lain dari ruh yang artinya hampir sama dengan jiwa, sukma,
nyawa, semangat dan sebagainya. Fichte berkata sebagaimana yang dikutip oleh Sidi Gazalba
bahwa segala segala sesuatu yang lain (selain dari ruh) yang rupanya ada dan hidup hanyalah
suatu jenis perupaan, perubahan atau penjelmaan dari pada ruh.
Dari paparan diatas penulis memahami serta penjelasan Zuhairini, dkk yang ada dalam
bukunya bahwa dasar pikiran dari aliran ini ialah ruh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya
daripada materi. Hal ini dapat kita buktikan sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya
seorang wanita atau pria yang kita cintai, kita tidak mau pisah dengannya. Tetapi kalau ruh
dari wanita atau pria yang kita cintai tidak ada pada badannya, berarti dia meninggal dunia,
maka mau tidak mau kita harus melepaskannya untuk dikubur. Kecantikan, kejelitaan,
kemolekan, kebagusan yang dimiliki oleh wanita atau pria tadi tidak aka nada artinya tanpa
ruh. Meskipun badannya masih utuh, lengkap anggota badannya tetapi kita mengatakan “dia
sudah tidak ada, dia sudah pergi, dia sudah mengahadap Tuhannya. Dengan demikian aliran
ini menganggap bahwa ruh itu ialah hakikat sedang badan adalah penjelmaan atau bayangan
saja.
3.  Aliran dualisme
Aliran dualisme mencoba untuk mengawinkan kedua aliran diatas. Aliran ini
menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari dua subtansi yaitu jasmani dan
ruhani. Kedua subtansi ini masing-masing merupakan unsur asal yang adanya tidak
tergantung satu sama lain. Jadi badan tidak berasal dari ruh juga sebaliknya ruh tidak berasal
dari badan. Hanya dalam perwujudannya, manusia itu serba dua, jasad dan ruh, yang
keduanya berintegrasi membentuk yang disebut Manusia. Antara badan dan ruh terjalin
hubungan yang bersifat kausal, sebab akibat. Artinya antara keduanya saling berpengaruh
mempengaruhi. Apa yang terjadi disatu pihak akan mempengaruhi di pihak yang lain.
Sebagai contoh, orang cacat jasmaninya akan berpengaruh pada perkembangan jiwanya.
Sebaliknya orang yang jiwanya cacat atau kacau akan berpengaruh pada pisiknya.[
4.  Aliran eksistensialisme
Aliran eksistensialisme adalah aliran filsafat modern dengan tekun berpikir lebih lanjut
tentang hakikat manusia mana yang merupakan eksistensi atau wujud sesungguhnya dari
manusia itu. Mereka mencari inti hakikat manusia yaitu apa yang menguasai manusia secara
menyeluruh. Dengan demikian aliran ini memandang manusia tidak dari sudut serba zat atau
serba ruh atau dualisme dari dua aliran itu, tetapi memandangnya dari segi eksistensi manusia
itu sendiri, yaitu cara beradanya manusia itu sendiri di dunia ini.

D.      Hakikat Manusia Dalam Konsep Islam


Islam berpandangan bahwa hakikat manusia ialah manusia itu merupakan perkaitan
antara badan dan ruh. Badan dan ruh masing-masing merupakan subtansi yang berdiri sendiri,
yang tidak tergantung adanya oleh yang lain. Islam secara tegas mengatakan bahwa kedua-
duanya adalah subtansi alam.[22] Sedang alam adalah makhluk. Maka keduanya juga
makhluk yang diciptakan oleh Allah Swt. Berikut penulis akan menguraikan ayat dan hadis
yang membicarakan tentang proses kejadian manusia. Firman Allah dalam al-Quran yang
artinya:
Artinya: (12) Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati
(berasal) dari tanah. (13) kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan)
dalam tempat yang kokoh (rahim). (14). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal
darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging.
kemudian Kami jadikan Dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah,
Pencipta yang paling baik.
Kemudian Nabi Muhammad Saw., mengulas ayat suci diatas dengan sabdanya:
‫ول هللا‬YY‫ حدثنا رس‬:  ‫ حدثنا الحسن بن الربيع حدثنا أبو األحوص عن األعمش عن زيد بن وهب قال عبد هللا‬- 3036
‫ل‬YY‫ة مث‬YY‫ون علق‬YY‫ا ثم يك‬YY‫ه أربعين يوم‬YY‫صلى هللا عليه و سلم وهو الصادق المصدوق قال ( إن أحدكم يجمع في بطن أم‬
‫قي أم‬YY‫ه وش‬YY‫ه وأجل‬YY‫ه ورزق‬YY‫ه اكتب عمل‬YY‫ال ل‬YY‫ات ويق‬YY‫أربع كلم‬YY‫ذلك ثم يكون مضغة مثل ذلك ثم يبعث هللا ملكا فيؤمر ب‬
‫سعيد ثم ينفخ فيه الروح‬
Artinya: Bahwasanya seseorang kamu dihimpunkan kejadiannya di dalam perut ibu selama
40 hari, kemudian merupakan alaqah (segumpal darah) seumpama demikian (selama 40 hari),
kemudian merupakan segumpal daging seumpama demikian 40 hari. Kemudian Allah
mengutus Malaikat, maka diperintahkan kepadanya empat perkataan dan dikatakan kepada
engkau tuliskanlah amalannya, dan rezkinya dan ajalnya, dan celaka atau bahagianya.
Kemudian ditiupkanlah kapada makhluk itu ruh.

Dari al-Quran dan Hadis diatas, jelaslah bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan
fisik manusia, tidak ada bedanya dengan proses perkembangan dan pertumbuhan pada
hewan. Semuanya berproses pada hukum-hukum alam yang material. Hanya pada kejadian
manusia, sebelum makhluk yang disebut manusia itu dilahirkan dari rahim ibunya, Allah Swt
meniupkan ruh ciptaan-Nya kedalam tubuh manusia.[25] Ruh yang berasal dari Allah itulah
yang menjadi hakikat manusia. Inilah yang membedakan manusia dengan hewan, karena
Allah tidak meniupkan ruh pada hewan.
Dapat dipahami bahwa  dalam diri manusia, pada hakikatnya terdapat sifat dan unsur-
unsur ketuhanan, karena dalam proses kejadiannya kepada manusia telah ditiupkan ruh dari
Allah Swt. Sifat dan unsur ketuhanan dalam diri manusia tersebut, berupa potensi-potensi
pembawaan yang dalam proses kehidupannya, manusia merealisir dan menjabarkannya
dalam tingkah laku dan perbuatan nyata. Di samping itu, manusia sebagai khalifah Allah,
juga merealisir fungsi ketuhanan, sehingga manusia adalah berfungsi kreatif,
mengembangkan diri dan memelihara diri dari kehancuran. Dengan demikian hidup dan
kehidupan manusia itu berkembang dan mengarah kepada kesempurnaan.
Secara terminologi, ungkapan al-Quran untuk menunjukkan konsep manusia terdiri atas
tiga kategori, yaitu: al-insan, al-basyar, dan bani adam /anak adam/keturunan adam Menurut
M. Dawam Raharjo istilah manusia yang diungkapkan dalam al -Qur’an seperti “basyar,
insan” semuanya mengandung petunjuk sebagai manusia dalam hakikatnya.
1.     Kosep al-Basyar
Secara etimologi al-Basyar juga diartikan mulamasah, yaitu persentuhan kulit antara
laki-laki dan perempuan. Makna ini dapat dipahami bahwa manusia merupakan makhluk
yang memiliki segala sifat kemanusiaan yang terbatas, seperti makan, minum, seks,
keamanan, kebahagiaan, dan lain sebagainya. Penunjukkan kata al-Basyar ditunjukan Allah
kepada seluruh manusia tanpa kecuali. Demikian pula halnya dengan para rasul-rasul-Nya.
Hanya saja kepada mereka diberikan wahyu, sedangkan kepada manusia umumnya tidak
diberikan.
 Firman Allah Swt. dalam Surat al-Kahfi sebagai berikut:
Artinya:“Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh
dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya."

Dalam buku Al Rasyidin, Kata al-Basyar dinyatakan dalam Al-Quran sebanyak 36 kali
dan 25 diantaranya menjelaskan kemanusiaan para nabi dan rasul. Manusia disebut al-Basyar
karena memang kulitnya tampak jelas dilihat dan tidak ditutupi bulu tebal seperti hewan.
Karenaya, kata al-Basyar selalu dihadirkan al-Quran dalam arti fisik biologis manusia yang
tampak jelas. Hal tersebut dapat dilihat dari dari berbagai ungkapan al-Quran mengenai al
Basyar yang konteksnya selalu merujuk pada manusia sebagai makhluk biologis.
Dapat dipahami bahwa manusia memiliki ketergantungan yang sama dengan hewan
dan tumbuh-tumbuhan terhadap alam, seperti makan, minum dan lain sebagainya. Dengan
demikian penggunaan kata  al Basyar pada manusia hanya menunjukkan persamaan dengan
makhluk Allah Swt lainnya pada aspk material atau dimensi alamiyahnya saja.
Selanjutnya al-Ghazali sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis bahwa manusia
merupakan ciptaan Allah Swt yang terdiri atas dan unsur jasmani dan rohani. Namun jika
manusia ingin hidup sesuai dengan fitrahnya, sehingga akan membedakan dirinya dengan
makhluk Allah lainnya, maka hendaklah ia mempergunakan unsur pisikisnya secara dominan.
Jika tidak, manusia akan kehilangan esensinya sebagai manusia
Selanjutnya, Muhmidayeli menjelaskan bahwa manusia dalam bentuk fisik memiliki
proses perkembangan yang sama dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang menurut
ketentuan hukum natural bersifat terbatas pada ruang dan waktu. Berarti manusia dalam
konteks ini adalah makhluk yang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang
tergantung pada proses alamiah yang sesuai dengan peredaran waktunya.
Dapat disimpulkan dari penjelasan diatas bahwa hakikat manusia dalam konsep al-
Basyar adalah seluruh manusiaakan mengalami proses reproduksi seksual dan senantiasa
berupaya untuk memenuhi semua kebutuhan biologisnya memerlukan ruang waktu serta
tunduk terhadap hukum alamiyahnya. Untuk itu Allah Swt. Memberikan kebebasan dan
kekuatan kepada manusia sesuai dengan batas kebebasan dan potensi yang dimilikinya untu
mengelila dan memanfaatkan alam semesta sebagai salah satu tugas kekhalifahannya di muka
bumi.
2.             Konsep al-Nas, Uns dan Insan
Menurut Aisyah Abdurrahman, dalam Al Quran al-Nas, Ins dan al-Insan tidak pernah
diungkapkan untuk arti manusia secara fisik. Kata al-Nas yang disebutkan sebanyak 240 kali
adalah sebagai nama jenis untuk keturunan Adam, yaitu satu spesies di alam semesta. Contoh
untuk hal ini firman Allah Swt:

Artinya: Hai manusia (al-Nas), Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu
disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
mengetahui lagi Maha Mengenal.

Kata al-nas menunjukkan pada eksistensi manusia sebagai makhluk sosial secara
keseluruhan tanpa melihat status keimanan dan kekafirannya. Hal ini dapat dipahami bahwa
manusia memiliki potensi dalam beradaptasi dan menyesuikan dengan lingkungannya atau
dapat dikatakan bahwa manusia ingin berkelompok dan bermasyrakat dengan manusia
lainnya.
Adapun kata al-Ins dan al-Insan, keduanya memiliki intensi makna yang serumpun
karena berasal dari akar kata yang sama, yakni anasa yang menunjukkan arti lawan dari
kebuasan. Kata al-Insan, nilai  kemanusiaanya tidak hanya terbatas pada kenyataan spesifik
manusia untuk tumbuh menjadi al-Ins, tetapi juga sampai pada tingkat yang membuatnya
pantas untuk menjadi khalifah di bumi, menerima beban aktif dan amanah kemanusiaan.
Karena al-Ins dibekali dengan al-Ilm, al-Bayan al-Aql dan al-Tamyiz, maka dia harus
berhadapan dengan ujian kebaikan dan kejahatan, ilusi tentang kekuatan dan kemampuannya,
serta optimisme untuk mencapai tingkat perkembangan yang paling tinggi spesies lain yang
ada di alam ini.
Menurut Muhmidayeli, kata Insan, al-Uns, al-Ins dan Anisa, yang berasal dari kata
Anasa berarti melihat, mengetahui dan minta izin. Kata Insan kalau dikaitkan dengan aspek
utama kemanusiaan yaitu kemampuan penalaran yang dengannya manusia mampu
mengamati, mencermati, menangkap, mengidentifikasi, mengelompokkan dan menganalisis
berbagai kasus dan kondisi dalam berbagai realitas yang dihadapinya dengan cara membuat
hubungan antara fakta dan infomasi dalam berbagai realitas yang ada menuju pengambilan
suatu kesimpulan dan atau keputusan yang akan menjadi pelajaran atau hikmah yang berguna
bagi kehidupannya.[35]
Sebagai makhluk yang memiliki daya nalar, menjadikam manusia mampu melihat dan
membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, apa-apa yang benar dan apa-apa yang
salah dan dengannya dapat membuat keputusan-keputusan yang berharga untuk dirinya
dalam rangka pengembangan kemanusiaannya. Karakteristek pokok manusia dalam hal ini
tidak lain adalaj kemampuannya dalam membaca, mendeskripsikan, mempelajari,
memetakan, menelaah, memilah-milah dan menganalisis berbagai realitas yang ada sehingga
ia pun dapat menemukan berbagai pengetahuan yang akan berguna bagi dirinya dalam
menjalankan kehidupannya di dunia dan di akhirat.
Pendapat lain tentang Insan mengandung makna kesempurnaan – sesuai dengan tujuan
penciptaan – dan keunikan manusia sebagai makhluk Allah yang telah ditinggi-Nya beberapa
derajat dari makhluk-makhluk lain. Hal ini disebabkan karena disamping memiliki kelebihan
dan keistimewaan, manusia juga memiliki sifat keterbatasan, tergesa-gesa, resah dan gelisah,
serta lain sebagainya.[36] Oleh karena itu, agar manusia hidup sesuai dengan nilai dan
tuntunan Ilahi, maka manusia dituntut untuk menggunakan akal dan potensi pisik serta psikis
yang secara optimal dengan tetap berpedoman pada ajaran-Nya.[37]
Dari pemaknaan hakikat manusia dalam konsep kata Insan, terlihat sesungguhnya
manusia merupakan makhluk Allah yang memiliki sifat-sifat manusiawi yang bernilai positif
dan negatif. Agar manusia bisa selamat memfungsikan tugas dan kedudukannya di muka
bumi dengan baik, maka manusia harus senantiasa mengarahkan seluruh aktivitasnya, baik
fisik maupun, terutama psikis sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
3.    Konsep Bani Adam
Secara terminologi, kata bani Adam bermakna generasi keturunan Adam. Kata Bani
Adam yang dalam bentuk masdarnya adalah al-bina yang berarti bangunan. Sedangkan kata
Adam merujuk pada nabi Adam yang merupakan manusia pertama yang diciptakan Allah
Swt. Karena itu secara umum terma bani Adam bisa dimaknai secara generasi yang dibangun,
diturunkan atau dikembangbiakkan dari Adam dan sama-sama memiliki harkat dan martabat
kemanusiaan yang universal.[38]
Manusia sebagai Bani Adam, termaktub di tujuh tempat dalam Al-Quran. Menurut a-
Gharib al- Ishfahany, bani berarti keturunan dari darah daging yang dilahirkan.[39] Berkaitan
dengan penciptaan manusia menurut Christyono Sunaryo,[40] bahwa bumi dan dunia ini
telah diciptakan Allah Swt jutaan tahun sebelum Nabi Adam AS diturunkan dibumi , 7000
tahun yang lalu. Pada waktu itu Allah SWT sudah menciptakan “manusia”, jauh sebelum
Nabi Adam AS diturunkan. Dalam surat al Ankabuut ayat 19 dijelaskan sebagai beriku
Artinya; “dan Apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan
(manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang
demikian itu adalah mudah bagi Allah.”

Ayat ini memperlihatkan bahwa kita seharusnya dapat memperhatikan adanya


pengulangan kerena memang telah terjadi. Bukan pengulangan kebangkitan kembali nanti
setelah hari kiamat, karena (pengulangan) kebangkitan setelah kiamat itu belum terjadi,
sehingga masih sulit untuk dimengerti oleh yang tidak percaya .
Dan jika dicermati dan dipahami, banyak ayat-ayat al- Qur’an, data dan kejadian yang
menunjang konsep pemikiran ini. Seperti misalnya: Pada saat manusia akan diciptakan Allah
Swt untuk menjadi khalifah dibumi, bagaimana para Malaikat mungkin mengetahui bahwa
manusia hanya akan membuat kerusakan diatas bumi. Sedangkan Malaikat hanya mengetahui
apa-apa yang diberitahukan Allah Swt. kepada mereka. Tentunya karena memang mereka
pernah mengetahui adanya “manusia” dibumi sebelum   Adam AS diciptakan. Oleh sebab itu
Allah Swt. selalu menyatakan bahwa: “Manusia (anak-cucu Adam AS) diciptakan dalam
kesempurnaan-nya”.[41]
Menurut al-Thabathaba’I, penggunaan kata bani Adam menunjuk pada arti manusia
secara umum. Dalam hal ini, setidaknya ada tiga aspek yang dikaji, sebagai berikut:[42]
a.   Anjuran untuk berbudaya sesuai dengan ketentuan Allah Swt, seperti berpakaian guna
menutup auratnya.
b Mengingatkan pada keturunan Adam agar jangan terjerumus pada bujuk rayu syaitan yang
mengajak pada keingkaran.
c.              Memanfatkan semua yang ada di alam semesta dalam rangka ibadah dan
mentauhidkan-Nya. Semua itu merupakan anjuran sekaligus peringatan Allah Swt., dalam
rangka memuliakan keturunan Adam di banding makhluk-Nya yang lain.
Dapat dipahami bahwa pemaknaan kata hakikat manusia dalam konteks bani Adam, lebih
ditekankan pada aspek amaliah manusia, sekaligus pemberi arah kemana dan dalam bentuk
apa aktivitas itu dilakukan. Pada dirinya diberikan kebebasan untuk melakukan serangkaian
kegiatan dalam kehidupannya untuk memanfaatkan semua fasilitas yang ada di ala mini
secara maksimal. Allah Swt memberikan garis pembatas kepada manusia dengan dua
alternatif, kemuliaan atau kesesatan. Disini terlihat demikian kasih dan demokratisnya Allah
Swt. terhadap makhluknya (manusia). Hukum kausalitas tersebut memungkinkan Allah Swt.
untuk meminta pertanggung jawaban pada manusia atas semua aktivitas yang dilakukan.
Dari penjelasan ketiga konsep diatas, banyak para ahli mendefenisikan makna hakikat
manusia seperti:  pandangan Hamka tentang manusia adalah terdiri dari dua unsur, jasmani
dan ruhani. Sebagaimana ia katakan “tubuh kasarnya ditempa daripada tanah liat. Dan demi
setelah selesai penempaan tubuh, dihembuskanlah kepadanya nyawa, sehinggapun ia pun
hidup”. Tubuh manusia diciptakan oleh Allah dari tanah, dapat diperhalus kejadian manusia
itu dari api, angin, air dan tanah (dari pertemuan hydrogen, oksigen dan nitrogen atau
bergabungnya 92 anasir atau dapat dikatakan kejadian manusia itu dari atom, pertemuan
netron, electron, proton dan lain-lain). Hamka menegaskan, meski manusia tersusun dari
jasmani dan ruhani, tetapi yang esensial adalah ruhani, sebab ia berasal dari alam ketuhanan,
sebagai percikan cahaya ilahi.[43]
Raghib al-Isfahani mengemukakan, sebagaimana yang dikutip oleh Muhmidayeli
bahwa  manusia itu tersusun dari:
1.             Unsur bahimah
Unsur bahimah merupakan syahwat badani yang biasanya terlihat dari akivitas-aktivitas
seperti makan, minum dan sebagainya. Manusia dalam kondisi inilah akan seperti binatang
apabila eksistensinya benar-benar telah menguasai diri manusia. Dalam kondisi ini manusia
akan sanggup berbuat segala sesuatu yang tidak berguna dan bahkan kejahatan-kejahatan
yang akan merusak dirinya, orang lain, dan alam jagad raya.

2.             Unsur malakiyan


Unsur malakiyan adalah potensi ruhaniyah seperti hikma ‘adala, juud, hilm. ‘ilm,
naatiq dan fahm. Dengan mengembangkan potensi ini secara maksimal dapat menjadikan
dirinya baik, bahkan memungkinkan dirinya berjiwa seperti malaikat yang senantiasa tunduk
dan menjalankan nilai-nilai kebaikan secara penuh tanpa ada lagi pemikiran yang panjang.
Potensi-potensi inilah yang menggerakkan manusia untuk selalu berbuat baik untuk dirinya,
masyarakat dan alam semesta.[44]
Ibnu Miskawaih menjelaskan bahwa manusia merupakan kombinasi dua subtansi yang
secara diametrik bertentangan baik esensi, kualitas maupun di segi fungsinya, yakni jiwa dan
raga. Jiwa adalah subtansi spiritual, murni simpel, tidak dapat dilihat dan bersifat abadi,
sedangkan raga adalah subtansi material yang bersifat sementara. Ibn Miskawaih menegaskan
bahwa hakikat manusia yang sesungguhnya berada dalam jiwa, namun tubuh dalam hal ini
dapat mempengaruhi jiwa dalam meraih kesempurnaanya. Eksistensi tubuh juga diperlukan
manusia dalam meraih kemanusiaan, karena fungsinya yang dapat mempermudah kerja jiwa
menuju penyempurnaanya.
Dari uraian pendapat para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa hakikat manusia yang
sesungguhnya tampaknya adalah ruh, sebab ruh sifatnya abadi, sementara jasad sifatnya
sementara. Jiwa atau ruh manusia tidak akan hilang dengan matinya manusia dan akan
dimintai pertanggung jawaban tentang tugas kewajiban hidup yang telah dilakukan.
Manusia berbeda dengan makhluk lainnya degan akalnya. Dengan akalnya menjadikan
manusia sebagai manusia. Dengan akal pulalah manusia dapat menentukan segala sesuatu
dengan dirinya, termasuk untuk menyempurnakan dirinya sampai pada tingkat yang paling
mulia.[45]
Akal pemberian tuhan itu yang kemudian menjadikan manusia mempunyai kecerdasan
dan kemampuan untuk menilai dan mempertimbangkan dalam pelaksanaan perbuatan
manusia sehari-hari.
Akal menurut Hamka dapat mengetahui hakikat sesuatu, sebagaimana ia katakana
bahwa akal membawa orang kepada hakikat, menjauhkan diri dari yang bathil, tunduk kepada
hokum, menerima perintah dan menjauhi larangan. Tampak olehnya yang baik lalu ia ikuti,
jika ia melihat yang buruk maka ia jauhi.[46] Sementara hati dalam hal ini adalah unsur jiwa
manusia yang berfungsi untuk memberikan pengukuhan dan istiqamah terhadap kebenaran
dan nilai-nilai kebaikan dan kebajikan yang telah ditemukan oleh akal.[47]
Dari penjelasan diatas dapat dipahami bahwa diri manusia terdiri dari jasmani dan ruh.
Ruh ini memiliki dimensi yakni dimensi akal dan hati. Kedua dimensi ini selalu mengajak
manusia melaksanakan kebaikan dan kebajikan dan mempertimbangkan keinginan-keinginan
hawa nafsu. Serta dapat menjalankan fungsi dan tugas manusia di dunia ini, seperti manusia
sebagai hamba Allah Swt.,[48] manusia sebagai khalifah di bumi,[49] dan Immarah fi al-
ardhi.[
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
1.   Hakikat Manusia dalam Persepektif Psikologi
a.  Psikoanalisa
b.  Behaviorisme
c.  Humanistik
d.   Transpersonal
2.   Hakikat Manusia dalam Persfektif Pendidikan
a.   Emprisme
b.   Nativisme
c.    Naturalisme
d.     Konvergensi
3.     Hakikat Manusia Pandangan Aliran Filsafat Barat
a.    Aliran serba zat
b.    Aliran serba ruh
c.       Aliran dualisme
d.      Aliran eksistensialisme
4.             Hakikat Manusia Dalam Konsep Islam
Diri manusia, pada hakikatnya terdapat sifat dan unsur-unsur ketuhanan, karena dalam
proses kejadiannya kepada manusia telah ditiupkan ruh dari Allah Swt. Sifat dan unsur
ketuhanan dalam diri manusia tersebut, berupa potensi-potensi pembawaan yang dalam
proses kehidupannya, manusia merealisir dan menjabarkannya dalam tingkah laku dan
perbuatan nyata. Di samping itu, manusia sebagai khalifah Allah, juga merealisir fungsi
ketuhanan, sehingga manusia adalah berfungsi kreatif, mengembangkan diri dan memelihara
diri dari kehancuran. Dengan demikian hidup dan kehidupan manusia itu berkembang dan
mengarah kepada kesempurnaan. Secara terminologi, ungkapan al-Quran untuk menunjukkan
konsep manusia terdiri atas tiga kategori, yaitu: al-insan, al-basyar, dan bani adam /anak
adam/keturunan adam.

B.       Saran Penulis


Makalah ini masih jauh dari nilai sempurna, tetapi paling tidak hasil dari makalah ini
dapat menggambarkan tentang sekilas Hakikat Manusia. Oleh karena itu, jika ada kesalahan
dalam isi makalah ini adakalanya kepada semua pembaca dapat memberikan masukan,
kritikan, saran atau yang lainnya untuk menyempurnakan isi makalah ini.
DAFTAR REFERENSI

Muhmidayeli, Filsafat Pendidikan ( Bandung : Refika Aditama, 2013),


Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi dengan Islam (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 1997),
Baharuddin, Paradigma Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004),
Djamaluddin Ancok dan Fuad Nashori, Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005),
Abdul Latif, Pendidikan Berbasis Nilai Kemasyarakatan (Bandung: Refika Aditama,
2009),
Hanna Djumhana Bastaman, Op.Cit.,
Moh. Suardi, Pengantar Pendidikan ; Teori dan Aplikasi (Jakarta: Indeks, 2012)
Umar Tirtarahardja dan La Sula, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2000),
Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: Rosdakarya, 2003),
Usman Abu Bakar dan Surohim, Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan Islam
(Yogyakarta: Safinia Insania Press, 2005),
Substansi yang dimaksud adalah unsur asal sesuatu yang ada. Lihat Zuhairini, dkk, Ibid.,

Anda mungkin juga menyukai