Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

BELAJAR REVOLUSI SOSIO KULTURAL

Dosen pengampu :

Annisa Yulistia, S.Pd., M.Pd.

Ari Sofia, S.psi.,M.A.,Psi

Kelas 2C

Disusun oleh,

Putri Ayu Lestari 2213054086

Nazma Azizah 2213054082

Okta selvia marlinda 2213054094

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur Kehadirat Allah SWT Karena Atas Limpahan Rahmat Dan
Hidayah-Nya,Kami Dapat Menyelesaikam Makalah Belajar dan Pembelajaran
Dengan Baik Dan Lancar,Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Serta
Membantu Mengembangkan Kemampuan Pemahaman Pembaca.Pemahaman
Tersebut Dapat Dipahami Melalui Pendahuluan Pembahasan Serta Penarikan
Garis Kesimpulan Dalam Makalah Ini Disajikan Dalam Konsep Dan Bahasa Yang
Sederhana Sehingga Dapat Membantu Pembaca Dalam Memahami Makalah Ini.

Ucapan Terimakasih Kami Sampaikan Kepada Dosen Mata Kuliah


Belajar dan Pembelajaran Yang Telah Memberikan Kesempatan Kepada Kami
Untuk Berkarya Menyusun Makalah Ini. Semoga Makalah Ini Dapat Bermanfaat
Bagi Pembaca Saran Dan Kritik Sangat Kami Harapkan Dari Seluruh Pihak
Dalam Proses Membangun Mutu Makalah Ini.

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................I
DAFTAR ISI....................................................................................................................II
BAB 1................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan Penulis......................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
ISI......................................................................................................................................3
A. Pengertian Teori Belajar Revolusi Sosio Kultural.............................................3
B. Beberapa Pendapat Para Ahli Mengenai Teori Belajar Sosio Kultural...........4
C. Aplikasi Teori Sosio-Kultural dalam pembelajaran..........................................8
D. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Revolusi Sosio-Kultural..................9
BAB III...........................................................................................................................11
PENUTUP.......................................................................................................................11
A. Kesimpulan.........................................................................................................11
B. Saran...................................................................................................................11
DAFTAR PUSAKA........................................................................................................13

II
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar merupakan suatu proses yang komplek yang terjadi pada diri setiap
orang sepanjang hidupnya. Proses belajar itu terjadi karena adanya interaksi antara
seseorang dengan lingkungannya, baik lingkungan alam maupun sosial
budayanya. Dalam proses belajar bila kita hanya mengandalkan paradigma
behavioristik maka kita akan mencetak orang-orang yang mengagungkan
kekerasan dan mengadalkan keseragaman, tapi tidak menghargai adanya
perbedaan.

Hal ini terjadi karena siswa harus mempersiapkan diri memasuki era
demokrasi yang sebenarnya adalah era yang ditandai dengan keragaman perilaku,
adanya penghargaan terhadap saesuatu yang bebeda sehingga perlu adanya
perubahan dibidang pendidikan dan pembelajaran dengan teori belajar
sosiokultural.Sosiokultural berasal dari dua kata yaitu sosio dan kultural, sosio
berarti berhubungan dengan masyarakat dan kultural berarti berhubungan dengan
kebudayaan. Jadi, sosiokultural adalah berkenaan dengan segi sosial dan budaya
masyarakat.

Berbagai revolusi era yang terjadi membuat peradaban manusia terus


berkembang. Era industri sebentar lagi akan digantikan era society. Meskipun
demikian, nilai sosiokultural yang sudah ada sejak dahulu harus dipertahankan
sehingga identitas nasional Bangsa Indonesia tidak hilang terbawa arus revolusi.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Teori Belajar Revolusi Sosio Kultural ?
2. Bagaimanakah Teori Belajar Revolusi Sosio Kultural Menurut Para
Ahli ?
3. Bagaimana Implementasi Teori Sosio-kultural Dalam Pembelajaran ?
4. Apa Saja Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar Revolusi Sosio
Kultural ?

C. Tujuan Penulis
1. Untuk Mengetahui Pengertian Teori Belajar Revolusi Sosio
Kultural ?
2. Untuk Mengetahui Teori Belajar Revolusi Sosio Kultural Menurut
Para Ahli ?
3. Untuk Mengetahui Implementasi Teori Sosio-kultural Dalam
Pembelajaran ?
4. Untuk Mengetahui Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar
Revolusi Sosio Kultural ?

2
BAB II

ISI

A. Pengertian Teori Belajar Revolusi Sosio Kultural

Sosiokultural adalah teori, pendekatan, atau perspektif yang menganggap


sumber utama dari perilaku sosial bukan berasal dari dalam diri individu,
melainkan dari kelompok sosial, lingkungan dan budaya yang menyelubunginya.
Bukan individu yang memiliki perilaku unik, melainkan keadaan sosial di
sekitarnyalah yang membangun seorang individu sehingga memiliki perilaku
tersebut. Oleh karena itu teori sosiokultural juga sering disebut sebagai teori
konstruktivisme sosial.

Lingkungan ini tidaklah terpaku pada alam benda atau lokasi seseorang
tinggal saja. Justru berbagai asupan akal budinyalah yang akan memengaruhi
perilaku seseorang. Misalnya, orang-orang yang tinggal di kawasan atau
lingkungan tidak baik, kemungkinan akan menjadi tidak baik. Namun bisa saja
ada satu atau dua orang di kawasan tersebut yang tidak ikut menjadi tidak baik
karena ia lebih banyak mendapatkan asupan akal budi di luar tempat tinggalnya.
Saat itu terjadi, ia bisa saja tidak mendapatkan pengaruh sama sekali dari
lingkungan tempat tinggalnya yang tidak baik. Namun kelompok sosial dan
budaya tetaplah membentuk perilaku orang yang tidak ikut-ikutan menjadi tidak
baik di tempat tinggalnya tersebut. Berbagai pengaruh kelompok sosial, dan
budaya itu bisa datang dari sekolah, media sosial, dan lingkungan sosial lain di
mana orang tersebut lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bernaung.

Dengan demikian persoalan kelompok sosial dan budaya ini tidak melulu
mengenai di mana seseorang tinggal, melainkan harus dilihat juga riwayat
hidupnya, apakah ia sehari-hari tinggal di kawasan tidak baik namun justru
menghabiskan waktunya di luar atau lebih banyak bergaul dengan orang-orang di
luar negeri lewat bantuan teknologi komunikasi.

3
B. Beberapa Pendapat Para Ahli Mengenai Teori Belajar Sosio Kultural

1. Sosio Kultural Piaget

Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik,


yaitu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis dalam bentuk
perkembangan syaraf. Kegiatan belajar terjadi seturut dengan pola tahap-tahap
perkembangan tertentu dan umur seseorang. Perolehan kecakapan intelektual akan
berhubungan dengan proses mencari keseimbangan antara apa yang mereka
rasakan dan ketahui pada satu sisi dengan apa yang mereka lihat suatu fenomena
baru sebagai pengalaman dan persoalan. Untuk memperoleh keseimbangan atau
equilibrasi, seseorang harus melakukan adaptasi dengan lingkungannya. Proses
adaptasi terdiri dari asimilasi dan akomodasi. Melalui asimilasi siswa
mengintegrasikan pengetahuan baru dari luar ke dalam struktur kognitif yang
telah ada dalam dirinya.sedangkan melalui akomodasi siswa memodifikasi
struktur kognitif yang ada dalam dirinya dengan pengetahuan yang baru

Teori konflik-sosiokognitif Piaget ini mampu berkembang luas dan


merajai bidang psikologi dan pendidikan. Namun bila dicermati ada beberapa
aspek dari teori Piaget yang dipandang dapat menimbulkan implikasi
kontraproduktif pada kegiatan pembelajaran jika dilihat dari perspektif revolusi-
sosiokultural saat ini. Dilihat dari pengetahuan berasal dari dalam diri individu.
Dalam proses belajar, siswa berdiri terpisah dan berinteraksi dengan lingkungan
social. Ia mengkonstruksi pengetahuannya lewat tindakan yang dilakukannya
terhadap lingkungan sosial.

Di samping itu, dalam kegiatan belajar Piaget lebih mementingkan


interaksi antara siswa dengan kelompoknya. Perkembangan kognitif akan terjadi
dalam interaksi antara siswa dengan kelompok sebayanya dari pada dengan orang-
orang yang lebih dewasa. Pembenaran terhadap teori ini jika diterapkan dalam
kegiatan pendidikan dan pembelajaran akan kurang sesuai dengan perspektif
revolusi-sosiokultural yang sedang diupayakan saat ini.

4
2. Sosio Kultural Vygotsky

Lev Vygotsky menyatakah bahwa jalan pikiran seseorang haruslah


dipahami dari latar belakang sosial-budaya (sosio kultural) dan sejarahnya. Ia
tidak percaya bahka kita dapat menelusuri jalan pikir seseorang melalui kajian apa
yang ada dibalik otak dan jiwanya, karena hal tersebut tidak dapat dilihat atau
diteliti secara langsung. Vygotsky lebih memilih untuk menelusuri asal-usul
tindakan sadar yang dilakukan dari interaksi sosial yang dilatari oleh riwayat
kehidupan seseorang.

Pandangan tersebut disebut sociocultural-revolution, yakni pandangan


revolusioner yang percaya bahwa untuk memahami pikiran seseorang bukanlah
dengan cara menelusuri apa yang ada di balik otak dan kedalaman jiwanya,
melainkan dari asal-usul tindakan sadarnya dan dari interaksi sosial yang dilatari
oleh riwayat atau sejarah hidupnya (Moll & Greenberg, 1990).

Teori sosiokultural Vygotsky menekankan pentingnya perkembangan


kecerdasan atau kognisi individu melalui kultur dan masyarakat. Perkembangan
individu menurutnya terjadi melalui dua tahap, yaitu diawali oleh pertukaran
sosial antarpribadi (interaksi dengan lingkungan sosial), kemudian terjadi
internalisasi intrapersonal (interaksi dengan diri sendiri). Dua proses itulah yang
membentuk perilaku dan kepribadian individu.

Pendekatan sosiokultural Vygotsky memang berfokus pada proses kognitif


individu. Oleh karena itu, ia sering dikenal sebagai ahli kognitif sosiokultural.
Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang-orang yang
memiliki pengetahuan dan sistem kultural yang lebih baik dalam kegiatan belajar-
mengajar karena lingkungan sosial dan budaya akan berpengaruh besar terhadap
perkembangan kognitif seseorang.

Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of
Proximal Development (ZPD) dan Scaffolding yang akan dijelaskan sebagai
berikut.

5
1. Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan rentang antara tingkat
perkembangan sesungguhnya (kemampuan pemecahan masalah tanpa
melibatkan bantuan orang lain) dan tingkat perkembangan potensial
(kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau
melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu).

2. Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada pelajar


selama tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan
memberikan kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang
semakin besar setelah pelajar dapat melakukannya sendiri (Slavin, 1997).
Scaffolding merupakan bantuan yang diberikan kepada pelajar untuk
belajar dan memecahkan masalah.

3. Sosio Kultural Edward Alsworth Ross

Teori sosiokultural berasal dari kajian sosiologi dan antropologi


namun digunakan juga sebagai perspektif atau sudut pandang dalam kajian
lain seperti psikologi (khususnya psikologi sosial) dan pendidikan untuk
menjelaskan proses belajar dalam konteks sosial.
Pada tahun 1908 lahir publikasi buku pertama dari dua buku yang
berjudul “Social Psychology” yang ditulis oleh seorang sosiolog bernama
Edward Alsworth Ross. Ross melihat bahwa sumber utama dari perilaku
sosial bukan berasal dari dalam diri individu melainkan dari kelompok
sosial. Ross berpendapat bahwa orang-orang sering kali terbawa arus
sosial, seperti penyebaran emosi dalam sebuah kerumunan (crowd) atau
epidemik emosi religius.
Ross memberikan contoh seperti insiden the Dutch tulip craze di
tahun 1634. Pada kejadian Tersebut, banyak orang menjual rumah dan
tanahnya untuk membeli akar bunga tulip yang nilainya lebih mahal dari
emas, namun akhirnya menjadi tidak berharga saat kegilaan (craze) ini
berhenti (Kenrick dkk, 2002 dalam Maryam 2018, hlm. 18).

6
Kejadian serupa pernah terjadi juga di Indonesia. Pada tahun 2000,
ikan louhan dianggap pembawa berkah sehingga menyebabkan orang-
orang berani membeli dengan harga yang sangat mahal. Bahkan ada orang
yang membeli ikan tersebut dengan harga 25 juta rupiah. Harga itu
tentunya sangat fantastis bagi masyarakat apalagi di tahun krisis moneter
yang masih menghantui. Setelah orang-orang jenuh, sekitar akhir tahun
2003, ikan tersebut sudah tidak semahal itu lagi di pasaran. Seperti tulip di
Belanda, ikan Louhan juga akhirnya mengalami koreksi harga.
Untuk menjelaskan fenomena “kegilaan” di atas, Ross lebih
melihat pada unsur kelompok sebagai keseluruhan daripada unsur psyche
(jiwa) individual anggota kelompok. Ross melihat bahwa bahwa kegilaan
(craze) dan mode (fads) sebagai produk dari “pikiran massa” (mob mind)
yang menyebabkan ketertarikan irasional dan hilangnya perasaan maupun
pikiran individual karena adanya sugesti dan imitasi (Kenrick kk, 2002
dalam Maryam, 2018, hlm. 18).

4. Sosiokultural Sumner

Seperti Ross, ahli sosiologi lain yang bernama Sumner (1906)


mengembangkan teorinya pada kelompok sosial yang lebih besar, dari
kelompok tetangga menuju ke kelompok etnik dan kelompok partai
politik.

. Teori ini terus berlanjut dalam perspektif sosiokultural modern, yang


melihat bahwa prasangka seseorang, preferensi, dan persuasi politik
disebabkan karena beberapa faktor, seperti nasionalitas, kelas sosial, dan
tren sejarah yang berkembang.
Teori sosiokultural fokus pada pentingnya norma sosial (social norms)
atau aturan tentang perilaku yang sesuai. Perspektif ini berpusat pada
konsep budaya (culture), di mana kita dapat mendefinsikan secara lebih
luas sebagai keyakinan (belief), adat (customs), kebiasaan (habits) dan

7
bahasa yang dikembangkan secara bersama-sama oleh orang-orang dalam
waktu dan tempat tertentu.
Menurut Smith dkk (dalam Maryam, 2018, hlm. 19) budaya (culture)
mencakup semua fitur lingkungan hasil rekayasa manusia, seperti fitur
obyektif (rumah, baju) dan fitur subyektif (etika, nilai, kriteria untuk
stylish). Seperti yang Anda lihat nanti, kajian tentang kelompok, budaya
dan norma sosial berkembang sebagai peminatan utama dalam psikologi
sosial.

C. Aplikasi Teori Sosio-Kultural dalam pembelajaran

Aplikasi teori sosio-kultural dalam pendidikan. Penerapan teori sosio-kultural


dalam pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan yaitu:
1. Pendidikan informal (keluarga)
Pendidikan anak dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak pertama
kali melihat, memahami, mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan
keluarganya. Oleh karena itu perkembangan prilaku masing-masing anak akan
berbeda manakala berasal dari keluarga yang berbeda, karena faktor yang
mempengaruhi perkembangan anak dalam keluarga beragam, misalnya: tingkat
pendidikan orang tua, faktor ekonomi keluarga, keharmonisan dalam keluarga dan
sebagainya.
2. Pendidikan nonformal
Pendidikan nonformal yang berbasis budaya banyak bermunculan untuk
memberikan pengetahuan, ketrampilan, dan perilaku pada anak, misalnya kursus
membatik. Pendidikan ini diberikan untuk membekali anak hal-hal tradisi yang
berkembang di lingkungan sosial masyarakatnya.
3. Pendidikan formal
Aplikasi teori sosio-kultural pada pendidikan formal dapat dilihat dari beberapa
segi antara lain:
a)     Kurikulum.
Khususnya untuk pendidikan di Indonesia pemberlakuan kurikulum
pendidikan sesuai Peraturan Menteri nomor 24 tahun 2006 tentang pelaksanaan
KTSP, Peraturan Menteri nomor 23 tahun 2006 tentang standar kompetensi, dan

8
Peraturan Menteri nomor 22 tahun 2006 tentang standar kompetensi dan
kompetensi dasar, jelas bahwa pendidikan di Indonesia memberikan pengetahuan,
ketrampilan, nilai dan sikap kepada anak untuk mempelajari sosio-kultural
masyarakat Indonesia maupun masyarakat internasional melalui beberapa mata
pelajaran yang telah ditetapkan, di antaranya: pendidikan kewarganegaraan,
pengetahuan sosial, muatan lokal, kesenian, dan olah raga.
b)     Siswa
Dalam pembelajaran KTSP anak mengalami pembelajaran secara langsung
ataupun melalui rekaman. Oleh sebab itu pengetahuan, ketrampilan, nilai dan
sikap bukan sesuatu yang verbal tetapi anak mengalami pembelajaran secara
langsung.Selain itu pembelajaran memberikan kebebasan anak untuk berkembang
sesuai bakat, minat, dan lingkungannya pencapaiannya sesuai standar kompetensi
yang telah ditetapkan.
c)     Guru
Guru bukanlah narasumber segala-galanya, tetapi dalam pembelajaran lebih
berperanan sebagai fasilitator, mediator, motivator, evaluator, desainer
pembelajaran dan tutor. Masih banyak peran yang lain, oleh karenanya dalam
pembelajaran ini peran aktif siswa sangat diharapkan, sedangkan guru membantu
perilaku siswa yang belum muncul secara mandiri dalam bentuk pengayaan,
remedial pembelajaran.

D. Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Revolusi Sosio-Kultural

a. Kelebihan

1.    Anak memperoleh kesempatan yang luas untuk mengembangkan zona


perkembangan proximalnya atau potensinya melalui belajar dan berkembang
2.    Pembelajaran perlu lebih dikaitkan dengan tingkat perkembangan potensialnya
daripada tingkat perkembangan aktualnya
3.    Pembelajaran lebih diarahkan pada penggunaan strategi untuk mengembangkan
kemampuan intermentalnya daripada kemampuan intramental

9
4.    Anak diberi kesempatan yang luas untuk mengintegrasikan pengetahuan deklaratif
yang telah dipelajarinya dengan pengetahuan prosedural yang dapat dilakukan
untuk tugas-tugas atau pemecahan masalah
5.    Proses belajar dan pembelajaran tidak bersifat transferal tetapi lebih merupakan
kokonstruksi, yaitu proses mengkonstruksi pengetahuan atau makna baru secara
bersama-sama antara semua pihak yang terlibat di dalamnya.

b. Kekurangan

Teori sosio-kultural yaitu terbatas pada perilaku yang tampak, proses-proses


belajar yang kurang tampak seperti pembentukan konsep, belajar dari berbagai
sumber belajar, pemecahan masalah dan kemampuan berpikir sukar diamati
secara langsung oleh karena itu diteliti oleh para teoriwan perilaku.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada penerapan pembelajaran dengan teori belajar sosiokultur,
guru berfungsi sebagai motivator yang memberikan rangsangan agar
siswa aktif dan memiliki gairah untuk berfikir, fasilitator, yang
membantu menunjukkan jalan keluar bila siswa menemukan hambatan
dalam proses berfikir, menejer yang mengelola sumber belajar, serta
sebagai rewarder yang memberikan penghargaan pada prestasi yang
dicapai siswa, sehingga mampu meningkatkan motivasi yang lebih
tinggi dari dalam diri siswa. Pada intinya, siswalah yang dapat
menyelesaikan permasalahannya sendiri untuk membangun ilmu
pengetahuan.
Dapat disimpulkan bahwa dalam teori belajar sosiokultur, proses
belajar tidak dapat dipisahkan dari aksi (aktivitas) dan interaksi, karena
persepsi dan aktivitas berjalan seiring secara dialogis. Belajar
merupakan proses penciptaan makna sebagai hasil dari pemikiran
individu melalui interaksi dalam suatu konteks sosial. Dalam hal ini,
tidak ada perwujudan dari suatu kenyataan yang dapat dianggap lebih
baik atau benar. Vygotsky percaya bahwa beragam perwujudan dari
kenyataan digunakan untuk beragam tujuan dalam konteks yang
berbeda-beda. Pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari aktivitas di
mana pengetahuan itu dikonstruksikan, dan di mana makna diciptakan,

11
serta dari komunitas budaya di mana pengetahuan didiseminasikan dan
diterapkan. Melalui aktivitas, interaksi sosial, tersebut.

B. Saran
Sebagai mahasiswa calon guru sekolah dasar tentunya kita harus
mengetahui bahwa anak usia SD berada dalam Zona Perkembangan
Proksimal dimana fungsi-fungsi atau kemampuan yang belum matang
yang masih berada pada proses pematangan. Untuk membantu proses
pematamgam tersebut kita harus bisa menjadi fasilitator, mediator,
motivator, evaluator, desainer pembelajaran dan tutor. Motivator yang
memberikan rangsangan agar siswa aktif dan memiliki gairah untuk
berfikir, fasilitator yang membantu menunjukkan jalan keluar bila
siswa menemukan hambatan dalam proses berfikir, mediator yang
mengelola sumber belajar, juga sebagai rewarder yang memberikan
penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa, sehingga mampu
meningkatkan motivasi yang lebih tinggi dari dalam diri siswa.

12
DAFTAR PUSAKA

Budiningsih, C. A. (2003). Perkembangan Teori Belajar dan Pembelajaran Menuju


REvolusi Sosiokultural Vygotsky. Dinamika Pendidikan, 10(1).

Ahyani, H., Permana, D., & Abduloh, A. Y. (2020). Pendidikan Islam dalam Lingkup
Dimensi Sosio Kultural di Era Revolusi Industri 4.0. Fitrah: journal of Islamic
education, 1(2), 273-288.

Budiningsih, C. A. (2012). Belajar dan pembelajaran.

Prayoga, K., & Nurfadillah, S. (2019). Menakar perubahan sosio-kultural masyarakat tani
akibat miskonsepsi modernisasi pembangunan pertanian. Journal on Socio-Economics of
Agriculture and Agribusiness, 13(1), 2019.

Putri, D. A. A. (2020, November). Implementasi Sosiokultural berbasis Kontekstual pada


Pembelajaran Menggambar Dua Dimensi Siswa Kelas Rendah Sekolah Dasar.
In Seminar Nasional Seni dan Desain 2020 (pp. 89-96). State University of Surabaya.

Dwianingsih, W. K., Mawarni, D., & Perdana, Y. (2022). IMPLEMENTASI NILAI-NILAI


PIIL PESENGGIRI SEBAGAI PENCEGAHAN DEGRADASI SOSIOKULTURAL DI ERA
REVOLUSI INDUSTRI 5.0. Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial, 9(2), 231-245.

13

Anda mungkin juga menyukai