Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

LANDASAN SOSIAL BUDAYA DALAM PENDIDIKAN

Dosen Pengampu : Dr. Alficandra, S. Pd. , M. Pd


Mata Kuliah : Landasan Pendidikan

Disusun Oleh :
Kelompok 7
Heru Kurniawan ( 226610534 )
Ibnu Romansyah ( 226610549 )
Jesrian Hendril ( 226610419 )

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


PRODI PENJASKESREK

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

T. A. 2022/2023
KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan tugas teori – teori dasar dan paradigma dalam
sosiologi.
Kami ucapkan terimakasih kepada Bapak/Ibu Dosen yang telah memberikan tugas ini
sehingga bermanfaat bagi kami untuk menambah pengetahuan dan wawasan kami serta untuk
menjadi pembelajaran mahasiswa.
Kami sadar bahwa dalam makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Hal ini dikarenakan
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang bersifat membangun dari Bapak/Ibu Dosen. Semoga makalah ini bermanfaat bagi kita.
Akhir kata, kami memohon maaf apabila dalam penulisan makalah ini terdapat banyak
kesalahan.

Pekanbaru, 19 November 2022


Hormat Kami

Penulis

1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................1
DAFTAR ISI...................................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN................................................................................................................3
1.1. Latar Belakang......................................................................................................................3
1.2. Rumusan masalah.................................................................................................................4
1.3. Batasan Masalah...................................................................................................................4
1.4. Tujuan Pembahasan..............................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................................................5
2.1 Sosiologi dan pendidikan.......................................................................................................5
2.2 Kebudayaan dan Pendidikan..................................................................................................9
2.3. Sekolah dan Perubahan Masyarakat...................................................................................15
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................17
3.1. Kesimpulan.........................................................................................................................17
3.2. Implikasi..............................................................................................................................18
3.3. Saran....................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................................18

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial, tidak dapat secara individu, selalu berkeinginan untuk
tinggal bersama dengan individu-individu lainnya. Keinginan hidup bersama ini terutama
pada aktivitas hidup yang berhubungan dengan lingkungannya. Dalam menjawab tantangan
alam, manusia saling berhubungan satu dengan yang lain, sehingga suatu masyarakat dan
aturan yang menyebabkan suatu hubungan antar individu, individu dengan kelompok dan
kelompok dengan kelompok. Adanya norma-norma, adat istiadat, kepercayaan dalam suatu
masyarakat, semuanya berhubungan dengan keseimbangan. Agar tercipta suatu hubungan
yang serasi, baik dalam pengelolaan alam maupun dalam hubungan sosial. Melihat
hubungan tersebut maka kebudayaan menjadi mekanisme kontrol bagi kelakuan manusia.
Adanya tantangan alam dan respon masyarakat, mengakibatkan kehidupan ini
berkembang menjadi masyarakat menjadi dinamis. Setiap saat timbul berbagai pemikiran
untuk memberikan respon terhadap tantangan alam tersebut. Dinamika masyarakat
memberikan kesempatan kebudayaan untuk berkembang. Sehingga secara singkat dapat
dikatakan bahwa tidak ada kebudayaan tanpa masyrakat, dan tidak ada masyarakat tanpa
kebudayaan sebagai wadah pendukung. Sehingga dapat dikatakan bahwa kebudayaan dan
masyarakat merupakan satu kesatuan sistem.
Pendidikan di sekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha murid secara individual atau
berkat interaksi murid dan guru dalam proses belajar-mengajar, melainkan juga oleh
interaksi murid dengan lingkungan sosialnya dalam berbagai situasi sosial yang dihadapinya
di dalam maupun diluar sekolah. Anak itu berbeda-beda bukan hanya karena berbeda bakat
atau pembawaannya akan tetapi terutama karena pengaruh lingkungan sosial yang berlain-
lainan. Ia datang ke sekolah dengan membawa kebudayaan rumah tangganya, yang
mempunyai corak tertentu, bergantung antara lain pada golongan atau status sosial,
kesukuan, agama, nilai-nilai dan aspirasi orang tuanya. Di sekolah ia akan memilih teman,
kelompok, yang ada pada suatu saat akan sangat mempengaruhi tingkah lakunya.
Selanjutnya anak dipengaruhi oleh kepala sekolah dan guru-guru, yang masing-masing
mempunyai kepribadian sendiri-sendiri yang antara lain terbentuk atas golongan sosial dari
mana ia berasal dari orang-orang yang dipilihnya sebagai kelompok pergaulannya.

3
Pendidikan sendiri dapat dipandang sebagai sosialisasi, yang terjadi dalam interaksi sosial.
Maka karena itu sudah sewajarnya seorang pendidik harus berusaha menganalisa lapangan
pendidikan dari segi sosiologi, mengenai hubungan antara manusiawi dalam keluarga di
sekolah, diluar sekolah, dalam masyarakat dan sistem-sistem sosialnya. Selain memandang
anak sebagai makhluk sosial, sebagai anggota dari berbagai macam lingkungan sosial.
1.2. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah :
a. Apa yang dimaksud dengan sosiologi dalam pendidikan ?
b. Apa yang dimaksud dengan kebudayaan dalam pendidikan ?
c. Apa yang dimaksud dengan sekolah dan perubahan masyarakat ?
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka yang menjadi batasan masalahnya adalah
bagaimana pengaruh sosial budaya terhadap pendidikan
1.4. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang landasan sosial
budaya dalam pengembangan ilmu pendidikan

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sosiologi dan pendidikan


Secara harfiah atau etimologis, sosiologi berasal dari bahasa latin : socius = teman,
kawan, sahabat, dan logos = ilmu pengetahuan. Jadi sosilogi adalah ilmu pengetahuan
tentang cara berteman, berkawan, dan bersahabat yang baik dalam masyarakat.
Ada beberapa pemngertian sosiologi pendidikan yaitu :
a. Menurut Prof. DR. S. Nasution, MA, sosiologi pendidikan adalah ilmu yang
berusaha untuk mengetahui cara-cara mengendalikan proses pendidikan untuk
mengembangkan kepribadian individu agar lebih baik.
b. Menurut F. G. Robbins dan Brown, sosiologi pendidikan ialah ilmu yang
membicarakan dan menjelaskan hubungan-hubungan sosial yang mempengaruhi
individu untuk mendapatkan serta mengorganisasikan pengalaman. Sosilogi
pendidikan mempelajari kelakuan sosial serta prinsip-prinsip untuk mengontrolnya.
1. Ciri-Ciri Sosiologi
Sosiologi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Sosiologi bersifat empiris yang berarti bahwa ilmu pengetahuan
tersebut didasarkan pada observasi terhadap kenyataan dan akal serta
hasilnya bersifat sekulatif.
b. Sosilogi bersifat teoristis, yaitu ilmu pengetahuan tersebut selalu
berusaha untuk menyusun abstraksi dari hasil-hadil observasi. Abstraksi
terfsebut merupakan kerangka unsur-unsur yang tersusun secara logis
serta bertujuan untuk menjelaskan hubungan-hubungan sebab akibat,
sehingga menjadi teori.
c. Sosiologi bersifat komulatif yang berati bahwa teori-teori sosiologi
dibentuk atas dasar teori-teori yang sudah ada dalam arti memperbaiki,
memperluas sertamemperluas teori-teori yang lama.
d. Bersifat non-etis, yakni yang mempersoalkan bukanlah buruk baiknya
fakta tertentu akan tetapi tujuannya dalah untuk menjelaskan fakata
tersebut secara analistis.

5
2. Peran Sosiologi Dalam Dunia Pendidikan
Kenyataan menjukkan bahwa masyarakat mengalami perubahan sangat
cepat, progresif, dan kerap kali menunjukkan gejala “disintegratif”
(berkurangnya kesetiaan terhadap nilai-nilai umum), perubahan sosial yang
sangat cepat menimbulkan “cultural lag” (ketinggalan kebudayaan akibat adanya
hambatan-hambatan). Cultural lag ini merupakan sumber masalah-masalah
sosial dalam masyarakat. Masalah-masalah sosial juga dialami di dunia
pendidikan, sehingga lembaga-lembaga pendidikan tidak mampu mengatasinya.
Maka lembaga-lembaga pendidikan mengharapkan ahli sosiologi dapat
menyumbangkan pemikirannya untuk ikut memecahkan masalah-maswalah
pendidikan yang fundamental. Dalam hal ini adalah sosiologi pendidikan.
Agar para pendidikan dapat mengajar atau memberitahu bagaimana siswa
dapat memiliki kebiasaan hidup yang harmonis, bersahabat, dan akrab maka
pendidik harus memahami dan dibekali dengan sosiologi. Mengapa para guru
dan calon guru harus memahahami dan dibekali dengan sosiologi? Guru adalah
seorang administrator, informator, konduktor, dan sebagainya, dan harus
berkelakuan menurut harapan masyarakat. Dari guru, sebagai pendidik dan
pembangun maka generasi baru diharapkan memiliki tingkah laku yang
bermoral tinggi demi masa depan bamngsa dan negara. Selain itu kepribadian
guru dapat mempengaruhi suasana kelas/sekolah, baik kebebasan yang dinkmati
anak dalam mengeluarkan buah pikiran, dan mengembangkan kreatifitasnya
ataupun pengekangan dan keterbatasan yang dialami dalam pengembangan
pribadinya.
Proses sosial dimulai dari interaksi sosial yang didasarkan pada faktor-
faktor berikut ini :
 Imitasi
Peniruan yang bisa bersifat positif atau negatif yang dilihat peserta didik
dari lingkungannya
 Sugesti
Sesorang yang memiliki sifat tertarik atau menerima pada pandangan atau
sikap orang lain yang berwibawa atau berwewenang atau mayoritas.

6
 Identifikasi
Seorang anak akan mensosialisasikan lewat identifikasi, ia akan berusaha
menyamakan dirinya dengan orang lain baik secara sadar maupun tidak
sadar.
 Simpati
Sikap ini akan terjadi jika sesorang tertarik terhadap orang lain.
Faktor perasaan disini sangat dominan dan biasanya terjadi hubungan yang
akrab diantaranya.
Keempat faktor tersebut yang mendasari sosialisasi anak-anak dimana
terjadi suatu tingkatan keterlibatan hati anak-anak dalam mengadakan proses
sosial. Untuk memudahkan terjadinya sosialisasi dalam pendidikan, guru
haruslah menciptakan situasi pada dirinya sendiri, agar faktor-faktor yang
mendasari sosialisasi itu muncul pada diri anak-anak.
Proses sosialisasi yang dilakukan dengan baik akan sangat membantu
pelaksanaan sosiologi pendidikan. Sosialisasi dapat diartikan sebagai proses
membimbing individu ke dalam dunia sosial. Sosialisasi dilakukan dengan
mendidik individu/siswa pada kebudayaan yang harus dimiliki dan diikutinya,
agar ia menjadi anggota masyarakat yang baik termasuk juga kedalam berbagai
kelompok khusus. Jadi sosialisasi juga dapat dianggap sebagai pendidikan atau
masyarakat atau memanusiakan diri. Sebagai pendidikan adalah proses
memanusiakan manusia secara manusiawi, disesuaikan dengan perkembangan
situasi dan kondisi sosialnya.
Dalam proses sosialisasi individu/siswa belajar bertingkah laku, kebiasaan,
serta pola-pola kebudayaan lainnya, juga belajar tentang keterampilan-
keterampilan sosial seperti bahasa , bergaul, berpakain, cara makan, dan
sebagainya. Seluruh proses sosialisasi berlangsung dalam interaksi
individu/siswa dengan lingkungan seperti orang tua, saudara-saudara, guru-guru,
teman sekolah/sepermainan, informasi-informasi insidental seperti membaca
buku, mendengarkan radio, berinteraksi dengan lingkungan dan sebagainya.

7
Dari interaksi anak dengan lingkungannya, lambat laun ia akan memperoleh
keadaan akan dirinya sebagai pribadi. Ia juga memandang dirinya sebagai objek,
seperti orang lain memandang dirinya. Ia dapat mengatur kelakuannya seperti
yang diharapkan orang lain dari padanya. Ia dapat merasakan tentang
perbuatannya yang salah, dan harus maaf. Dengan menghadapi dirinya sebagai
pribadi, ia dapat menempatkan dirinya dalam struktur sosial, dapat
mengharapkan konsekuensi positif bila berkelakuan menurut norma yang
berlaku atau menerima aib yang negatif atas kelakuannya/ tindakannya yang
melanggar norma yang berlaku. Dengan demikian akhirnya ia dapat mengenal
dirinya dalam lingkungan sosialnya, dapat menyesuaikan kelakuan dan
tindakannya sesuai harapan masyarakatnya, sehingga dapat menjadi anggota
masyarakat yang baik melalui proses sosialisasi yang dilaluinya, jadi dalam
interaksi sosial ia menemukan jati dirinya.
Dalam proses sosialisasi bisa terjadi kendala atau hambatan, hal ini terjadi
karena kesulitan komunikasi, dan adanya pola kelakuan yang berbeda-beda atau
bertentangan. Guru dapat mengatasi keadaan ini dalam proses belajar mengajar
dengan memeberikan kebebasan kepada siswa untuk mengekspresikan
pendapatnya, sehingga anak mampu berkomunikasi dengan baik dengan teman
sebayanya maupun dengan para guru. Misalnya kepada anak yang, mereka
adalah orang-orang yang sangat sulit bersosialisasi dengan anak-anak yang
lainnya, guru harus mempunyai cara agar anak tersebut mempunyai keinginan
bersosialisasi dengan teman-temannya. Selain itu guru tidak bisa membeda-
bedakan anak yang satu dengan anak yang lainnya sehingga tidak ada anak yang
merasa dikucilkan. Hal yang lain yang dapat dilakukan guru dalam proses
sosialisasi dikelas misalnya kerja kelompok, dengan adanya kerja kelompok
anak akan berusaha menyesuaikan diri semaksimal mungkin dengan temannya.
2.2 Kebudayaan dan Pendidikan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang
berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut
culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa

8
diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan
sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan
Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam
masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah
untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut
Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu
pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi
segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di
dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan
kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah
sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yang
mana akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang
terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu
bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan
oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang
bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi,
seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam
melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Menurut J.J. Hoenigman, wujud kebudayaan dibedakan menjadi tiga: gagasan, aktivitas,
dan artefak.
 Gagasan (Wujud ideal)
Wujud ideal kebudayaan adalah kebudayaan yang berbentuk kumpulan
ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya yang
sifatnya abstrak; tidak dapat diraba atau disentuh. Wujud kebudayaan ini terletak
dalam kepala-kepala atau di alam pemikiran warga masyarakat. Jika masyarakat

9
tersebut menyatakan gagasan mereka itu dalam bentuk tulisan, maka lokasi dari
kebudayaan ideal itu berada dalam karangan dan buku-buku hasil karya para
penulis warga masyarakat tersebut.
 Aktivitas (tindakan)
Aktivitas adalah wujud kebudayaan sebagai suatu tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat itu. Wujud ini sering pula disebut dengan sistem
sosial. Sistem sosial ini terdiri dari aktivitas-aktivitas manusia yang saling
berinteraksi, mengadakan kontak, serta bergaul dengan manusia lainnya menurut
pola-pola tertentu yang berdasarkan adat tata kelakuan. Sifatnya konkret, terjadi
dalam kehidupan sehari-hari, dan dapat diamati dan didokumentasikan.
 Artefak (karya)
Artefak adalah wujud kebudayaan fisik yang berupa hasil dari aktivitas,
perbuatan, dan karya semua manusia dalam masyarakat berupa benda-benda atau
hal-hal yang dapat diraba, dilihat, dan didokumentasikan. Sifatnya paling konkret
diantara ketiga wujud kebudayaan.

Dalam kenyataan kehidupan bermasyarakat, antara wujud kebudayaan yang satu tidak
bisa dipisahkan dari wujud kebudayaan yang lain. Sebagai contoh: wujud kebudayaan ideal
mengatur dan memberi arah kepada tindakan (aktivitas) dan karya (artefak) manusia.
Secara historis-religius bahwa pendidikan terjadi lebih dahulu dari kebudayan. Dari sisi
lain kemudian disebutkan bahwa pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan, dan
pendidikan tidak dapat dari kebudayaan. Keduanya merupakan gejala dan faktor pelengkap
dan penting dalam kehidupan manusia.Sebab manusia sebagai makhluk alam, juga berfungsi
sebagai makhluk kebudayaan atau makhluk berfikir (human rational).
Pendidikan merupakan kegiatan yang universal dalam kehidupan manusia.
Bagaimanapun sederhananya peradaban suatu masyarakat, di dalamnya terjadi atau
berlangsung suatu proses pendidikan. Pendidikan telah ada sepanjang peradaban manusia.
Pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha manusia melestarikan hidupnya. Tiada
kehidupan masyarakat tanapa adanya kegiatan pendidikan.
Meskipun pendidikan merupakan gejala umum dalam setiap kehidupan masyarakat,
namun terlihat adanya perbedaan praktek kegiatan pendidiksn dalam masyarakat masing-

10
masing, yang disebabkan oleh adanya falsafah/pandangan hidupnya. Sebagai contoh,
praktek pandidikan yang dilakukan masyarakat zaman pertengahan sangat mementingkan
norma kehidupan keagamaan, sedang masyarakat zaman Renaissance lebih mementingkan
nilai-nilai kehidupan duniawi.
Pendidikan di Indonesia pada zaman penjajahan kolonial belanda juga menampakkan
perbedanya dsalam praktek pendidikan oleh pemerintahan Hindia Belanda dengan praktek
pendidikan Indonesia. Pendidikan Hindia Belanda menciptakan strata-strata masyarakat agar
dapat menjadi ajang politik “adu domba dan pecah belah”, sedangkan praktek pendidikan
Indonesia seperti Taman Siswa berdasarkan asas kebangsaan dan pendidikan pondok-
pondok pesantren berdasarkan agama Islam, dan sebagainya.
Kini praktek pendidikan zaman Indonessia merdeka yang berdasarkan falsafah dan asas
pancasila, harus dilaksanakan dalam dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Setiap pendidik wajib mewujudkan falsafah Pancasila dalam segala kegiatan pendidikan,
menuju terwujudnya masyarakat yang sejahtera berdasarkan Pancasila.
Agar kebudayaan bangsa tidak hilang/pudar dari diri anak/siswa, guru perlu
menumbuhkan kemampuan untuk memahami dan mengamalkan nilai budaya daerah yang
luhur dan beradab serta menyerap nilai budaya asing yang positif untuk memperkaya budaya
bangsa. Selain itu guru perlu menumbuhkan rasa cinta dan bangga terhadap kebudayaannya.
Agar rasa cinta dan bangga terhadap kebudayaannya tidak menjadi berlebihan seperti tidak
menyukai kebudayaan orang lain atau menghina kebudayaan orang lain, guru juga harus
mengajarkan dan memberitahu agar sikap feodal, sikap eksekutif, dan paham kedaerahan
yang sempit serta pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan nilai budaya bangsa
dihilangkan karena ini akan dapat merusak persatuan dan kesatuan baik di masyarakat
maupun di bangsa.
Dalam pembangunan budaya nasional, guru perlu menciptakan suasana yang mendorong
tumbuh dan berkembangnya sikap serta pengaruh budaya asing yang bertentangan dengan
nilai budaya bangsa dilhilangkan karena ini akan dapat merusak persatuan dan kesatuan baik
di masyarakat maupun di bangsa.
Dalam pembangunan budaya nasional, guru perlu menciptakan suasana yang mendorong
tumbuh dan berkembangnya sikap kerja keras. Disiplin, sikap menghargai prestasi, berani
bersaing, serta mampu menyesuaikan diri dan kreatif. Selain itu perlu menumbuhkan budaya

11
menghormati dan menghargai orang yang lebih tua, budaya belajar, budaya ingin maju, dan
budaya ilmu pengetahuan dan teknologi serta perlu dikembangkan pranata sosial yang dapat
mendukung proses pemantapan budaya bangsa.
Setiap bangsa, setiap individu pada umunya menginginkan pendidikan.Dalam pendidikan
dimaksud disini pendidikan formal, makin banyak formal, makin banyak dan makin tinggi
pendidikan makin baik.Bahkan diinginkan agar tiap warga negara melanjutkan
pendidikannya sepanjang hidup. Dahulu banyak tugas pendidikan yang dipegang oleh
keluarga dan lembaga-lembaga lain yang lambat laun makin banyak dialihkan menjadi
beban sekolah seperti persiapan untuk mencari nafkah, kesehatan, agama, pendidikan
kesejahteraan keluarga,dan lain-lain. Namum pendidikan formal tidak dapat diharapkan
menanggung transmisi keseluruhan kebudayaan bangsa. Masyarakat masih akan tetap
memegang fungsi yang penting dalam pendidikan tranmisi kebudayaan. Pendidikan norma-
norma, sikap adat istiadat, keterampilan sosial dan lain-lain banyak diperoleh anak terutama
berkat pengalamannya dalam pergaulannya dengan anggota keluarga, teman-teman
sepermainan dan kelompok primer lainnya, bukan di sekolah.
Fungsi sekolah yang utama ialah pendidikan intelektual yakni memperoleh ilmu dan
pengetahuan. Sekolah dalam kenyataan masih mengutamakan latihan mental formal yaitu
suatu tugas pada umumnya tidak dapat dipenuhi oleh keluarga atau lembaga lain, oleh sebab
itu memerlukan tenaga yang khusus dipersiapkan yakni guru. Dalam pendidikan formal
yang biasa memegang peranan utama ilah guru dengan mengontrol reaksi dan respon murid.
Anak-anak biasa belajar dibawah tekanan dan bila perlu paksaan tertentu dan kelakuannya
dikuasai dan diatur dengan berbagai aturan. Kurikulum pada umumnya juga ditentukan oleh
petugas pendidikan, dan bukan oleh murid itu sendiri. Materi yang disajikan tidak selalu
menarik minat dan perhatian siswa, dalam hal ini guru berusaha memberikan motivasi
ekstrinsik.
Walaupun banyak kritik terhadap pendidikan dan guru, walaupun sistem pendidikan
banyak mengandung kelemahan, namum pada umum ya orang percaya akan manfaat
pendidikan. Jumlah anak yang memasuki sekolah senantiasa bertambah. Banyak permintaan
yang telah menjalankan kewajiban belajar, ada yang sampai berusia 12 tahun bahkan sampai
18 tahun. Dalam sistem kewajiban belajar, kelalaian menhadiri pelajaran disekolah tanpa
alasan dipandang sebagai pelanggaran yang dapat diberikan hukuman.

12
Jumlah peserta didik semakin bertambah banyak dari berbagai lapisan masyarakat, mulai
dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Semuanya ini akan menjadi
tanggungjawab pihak pendidik dalam hal memberikan ilmu dan pengetahuan kepada mereka
sebagai bekal dalam menghadapi era globalisasi dimasa yang akan datang.
Ciri-ciri Kebudayaan
Adapun ciri-ciri dari kebudayaan adalah :
1. Kebudayaan adalah produk manusia. Artinya keudayaan adalah ciptaan manusia
bukan ciptaan Tuhan atau dewa. Manusia adalah pelaku sejarah dan
kebudayaannya.
2. Kebudayaan selalu bersifat sosial. Artinya kebudayaan tidak pernah dihasilkan
secara individual, melainkan oleh manusia secara bersama. Kebudayaan adalah
suatu karya bersama bukan karya perorangan.
3. Kebudayaan diteruskan lewat proses belajar. Artinya kebudayaan itu diwariskan
dari generasi yang satu kegenerasi yang lainnya melalui suatu proses belajar.
Kebudayaan berkembang dari waktu ke waktu karena kemampuan belajar
manusia Tampak disini bahwa kebudayaan itu selalu bersifat historis, artinya
proses yang selalu berkembang.
4. Kebudayaan bersifat simbolik, sebab kebudayaan bersifat ekspresi, ungkapan
kehadiran manusia. Suatu ekspresi manusia, kebudayaan ini tidak sama dengan
manusia. Kebudayaan disebut simbolik, sebab mengekspresikan manusia dan
segala upayanya untuk mewujudkan dirinya.
5. Kebudayaan adalah sistem pemenuhan berbagai kebutuhan manusia. Tidak seperti
hewan, manusia memenuhi segala kebutuhannya dengan cara-cara yang beradab,
atau dengan cara-cara manusiawi.
Menurut Kerber dan Smith (imran Manan, 1989) menyebutkan ada 6 fungsi utama
kebudayaan dalam kehidupan manusia yaitu :
a. Penerus keturunan dan pengasuh anak
b. Pengembangan kehidupan ekonomi
c. Transmisi budaya
d. Meningkatkan iman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
e. Pengendalian sosial

13
f. Rekreasi

Sekolah sebagai pusat Kebudayaan


Mempelajari dan memperhatikan sekolah sebagai pusat kebudayaan diharapkan akan
memperoleh manfaat ganda yaitu :
a. Sebagai guru/dosen dapat membantu menciptakan lingkungan sekolah dimana ia
bekerja dan memperoleh nafkah serta mendamarbaktikan dirinya pada kehidupan.
b. Sebagai guru/dosen dapat membantu para peserta didik agar dapat menghayati bahwa
lingkungan sekolah adalah pusat kebudayaan, bekal-bekal untuk menciptakan
lingkungan sekolah pada tempat mereka bekerja nanti, dapat juga merupakan pusat
kebudayaan yang bermanfaat bagi lingkungan sosialnnya dan lingkungan
kemanusiaan.
Agar dapat berperan secara aktif dalam mewujudkan sekolah sebagai pusat kebudayaan,
maka beberapa hal perlu dilakukan oleh para pendidik, beberapa hal tersebut antara lain :
1. Setiap pendidik hendaknya bersikap inovatif serta peka terhadap perkembangan dan
tuntutan masyarakat, terutama dalam era globalisasi.
2. Pendidik harus mampu membelajarkan peserta didiknya dengan menciptakan suasana
belajar yang menarik.
3. Untuk dapat melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan baik, pendidik hendaknya
telah menguasai dan mengoperasikan kompetensi profesionalnya.
4. Pendidik hendaknya dapat menjadi teladan bagi para pesreta didik serta warga
masyarakat sekitarnya dalam rangka mencioptakan sekolah sebagai pusat kebudayaan.
5. Pendidik hendaknya mampu menumbuhkembangkan kesadaran para peserta didiknya
agar selalu ingin belajar, baik di sekolah maupun diluar sekolah.
2.3. Sekolah dan Perubahan Masyarakat.
Asal mula munculnya sekolah adalah atas dasar anggapan dan kenyataan bahwa pada
umumnya para orang tua tidak mampu mendidik anak mereka secara sempurna dan lengkap.
Karena itu mereka membutuhkan bantuan orang lain untuk mendidik anak-anak mereka.
Dengan sekolah mereka berharap ia mengalami perubahan dalam kehidupannya baik untuk
memperoleh pekerjaannya yang baik maupun untuk meningkatkan derajat hidup dan prestise

14
di dalam masyarakat. Oleh karenanya banyak orang yang sekolah sampai ketingkat yang
lebih tinggi.

1. Sekolah yang mempersiapkan anak untuk suatu pekerjaan


Anak yang menamatkan sekolah diharapkan sanggup melakukan pekerjaan
sebagai mata pencarian atau setidaknya mempunyai dasar untuk mencari nafkahnya.
Makin tinggi pendidikan makin besar harapannya memperoleh pekerjaan yang baik.
Ijajah masih dijadikan syarat penting untuk suatu jabatan. Walaupun ijajah itu sendiri
belun menjamin kesiapan seseorang untuk melakukan pekerjaan tertentu. Akan tetapi
dengan ijajah yamng tinggi seorang dapat memahami dan menguasai pekerjaan
kepemimpinan atau tugas lain yang dipercayakan kepadanya. Memiliki ijajah
perguruan tinggi merupakan bukti akan kesanggupan intelektualnya untuk
menyelesaikan studinya yang tidak mungkin dicapai oleh orang yang rendah
kemampuannya. Sekolah yang ditempuh seseorang banyak menentukan pekerjaan
yang dilakukan oleh seseorang.
2. Sekolah memberikan keterampilan dasar
Orang yang telah bersekolah setidak-tidaknya pandai membaca, menulis, dan
berhitung yang diperlukan dalam tiap masyarakat modern. Selain tiu diperoleh
sejumlah pengetahuan lain seperti sejarah, geograpi, kesehatan, kewarganegaraan,
fisika dan lain-lain yang membekali anak untuk melanjutkan pelajarannya, atau
memperluas pandangan dan pemahamanya tentang masalah-masalah dunia.
3. Sekolah yang membuka kesempatan memperbaiki nasib.
Sekolah sering dipandang jalan bagi mobilitas sosial. Melalui pendidikan orang
dari golongan rendah dapat meningkat ke golongan yang lebih tinggi. Orang tua
mengharapkan agar anank-anak mempunyai nasib yang baik dan bkarena itu berusaha
untuk menyekolahkan anaknya jika mungkin sampai memperoleh gelar dari suatu
perguruan tinggi, walaupun sering dengan pengorbanan besar mengenai pembiayaan.
4. Sekolah menyediakan tenaga pembanguna sekolah mambantu memecahkan
masalah-masalah sosial.

15
Masalah-masalah sosial di harapkan dapat diatasi dengan mendidik generasi muda
untuk mengelakkan atau mencegah penyakit-penyakit sosial seperti kejahatan,
pertumbuhan penduduk yang melewati batas, pengrusakan lingkungan,kecelakaan lalu
lintas,narkotika dan sebagaainya.
5. Sekolah mentransmisi kebudayaan.
6. Sekolah membantu manusia yang sosial.
7. Sekolah merupakan alat menstraformasi kebudayaan

16
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
 Sosiologi ialah ilmu pengetahuan tentang cara berteman/berkawan/bersahabat atau
bergaul yang baik dalam masyarakat.
 Sosiologi pendidikan adalah iklmu yang berusaha untuk mengetahui cara-cara
mengendalikan proses pendidikan untuk mengembangkan individu kearah yang lebih
baik.
 Kebudayaan adalah merupakan hasil (karya) dari cipta, rasa, dan karsa manusia.
 Sistem sekolah yang dipertahankan masyarakat sangat tergantung pada kebudayannya,
karena sekolah merupakan perantara kebudayaan.
3.2. Implikasi
Sosial budaya sangat berperan dalam proses pendidikan oleh karena itu kita sebagai
anggota masyarakat perlu memberi dukungan yang positif agar pendidikan menjadi agen
pembangunan di masyarakat.
3.3. Saran
Agar hidup bermasyarakat menjunjung tinggi nilai-nilai sosial budaya maka sudah
seharusnya kita sebagai pemerintah/sekolah,orang tua siswa, dan masyarakat secara
bersama-sama bertanggung jawab atas lancarnya pelaksanaan pendidikan dari segi sosial
budaya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Ary H.,G.,(2000). Sosilogi Pendidikan Suatu Analisis Tentang Berbagai Problem Pendidikan.
Jakarta : Rineka Cipta.
Hassan S.,(1993). Sosiologi Untuk Masyrakat Indonesia. Jakarta :Rineka Cipta.
Nasution S., (1999). Sosilogi Pendidikan. Jakarta : bumi Aksara.
Pidarta, Made. 1997. Landasan Kependidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Rafael R., m., (2004). Manusia & dan Kebudayaan dalam Prespektif Ilmu Budaya dasar. Jakarta
: Rineke Cipta.
Salam, Burhannudin. 2002. Pengantar Paedagogik. Jakarta : Rineka Cipta

18

Anda mungkin juga menyukai