Anda di halaman 1dari 16

RESUME TEORI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

TEORI BELAJAR REVOLUSI SOSIALKULTUR DAN IMPLIKASI SERTA


APLIKASINYA

DOSEN PENGAMPU : Syahbuddin, S.Pd.,M.Pd

Disusun Oleh:
Rahma
NIM : 2021010022

PENDIDIKAN SEJARAH STKIP TAMAN SISWA


TAHUN AJARAN 2022
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Dengan mengucap puji dan syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberi rahmat
serta karunianya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Dan tak lupa
pula mengucapkan shalawat beserta salam atas kehadiran baginda rasulullah yaitu nabi
Muhammad S.A.W..

Dan rasa terima kasih kepada dosen pembimbing bapak Syahbuddin, S.Pd.,M.Pd yang
senantiasa membimbing dan memberi saran yang baik kepada saya sehingga dapat
menyelesaikan Makalah mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran.

Makalah ini di buat bukan hanya untuk menyelesaikan dan melengkapi tugas mata
kuliah tapi juga di harapkan dapat memberi wawasan yang lebih luas guna meningkatkan
pengetahuan yang mendalam bagi para mahasiswa/i dalam bidang pendidikan, sehingga kita
dapat mengetahui hal-hal apa saja yang ada dalam bidang pendidikan.

Akhir kata, Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan khususnya bagi kami,
sekian dan terima kasih.

Bima, 02 Januari 2023

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL ................................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Sosiokultural?..........................................................................
B. Konsep Teori Belajar Revolusi Sosiokultural Edward Alsworth Ross?.....................
C. Konsep Teori Belajar Revolusi Sosiokultural Sumner?...................................................
D. Konsep Teori Belajar Revolusi Sosiokultural Vygotsky?...............................................
E. Implikasi dan aplikasi Teori Belajar Revolusi Sosiokultural? ……………………….
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................. 15
B. Saran ........................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 16
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Budaya belajar sebagai faktor pengaruh dan faktor yang dipengaruhi, terbentuk dari
budaya (kultur) yang berkembang di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Baik kultur
makro maupun kultur mikro. Teori belajar kultural sangat berkaitan erat dengan
penyelenggaraan pendidikan, baik pendidikan formal, informal, maupun non formal. Teori
belajar kultural memandang bahwa aspek-aspek sosial memasyarakatan, aspek kebudayaan,
dan aspek lingkungan, merupakan bagian penting dalam proses pembelajaran dan
keberhasilan dalam mencapai tujuan pembelajaran. Patut diakui, bahwa kebudayaan yang
berkembang dalam kelompok masyarakat tertentu akan menentukan bentuk maupun corak
pembelajaran yang dilakukan di lembaga-lembaga pendidikan.
Namun demikian, di negara-negara berkembang adopsi sistem pendidikan dari luar
sering kali mengalami kesulitan untuk berkembang. Asumsi-asumsi yang melandasi program-
program pendidikan sering kali tidak sejalan dengan hakekat belajar, hakekat orang yang
belajar, dan hakekat orang yang mengajar. Pendidikan dan pembelajaran selama ini hanya
mengagungkan pada pembentukan perilaku keseragaman, dengan harapan akan
menghasilkan keteraturan, ketertiban, ketaatan, dan kepastian.
Seorang siswa harus dididik untuk realis, mengakui kehidupan yang multi-dimensional,
tidak seragam, dan diajak menghayati kebinekaan yang saling melengkapi demi persaudaraan
yang sehat, menghargai hak dan kewajiban sosial yang saling solider. Mendidik juga berarti
membantu anak untuk menjadi dirinya dan peka terhadap lingkungannya. Oleh karena itu,
harus berusaha diciptakan lingkungan belajar yang demokratis. Selain itu diperlukan sikap
dan persepsi yang positif terhadap belajar sebagai modal dasar untuk memunculkan prakarsa
belajar. Ini semua menjadi sangat penting untuk mengembangkan kemampuan mental yang
produktif.
Indonesia merupakan negara yang majemuk, dengan heterogenitas kebudayaan yang
dimiliki masyarakat, menjadikan corak pendidikan di Indonesia pun menjadi beragam.
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, dari Sabang sampai Merauke tidak boleh
meminggirkan peranan kebudayaan yang hidup dan berkembang di tengah-tengah
masyarakat. Secara umum, pendidikan memang dimaksudkan agar setiap kelompok
masyarakat dapat menerima perbedaan, sehingga tercipta masyarakat yang plural dengan
tingkat toleransi yang tinggi.
Teori belajar kultural merupakan suatu konsepsi yang menempatkan budaya (kultur)
menjadi bagian tak terpisahkan dalam proses pembelajaran. Pendidikan akan lebih diterima
oleh masyarakat bilamana kebudayaan mengambil bagian dan diberikan tempat dalam proses
penyelenggaraan pendidikan. Penyelenggaraan pendidikan pun dimaksudkan untuk
mengukuhkan kebudayaan yang telah ada sebagai kekayaan dan warisan leluhur suatu
bangsa. Penyelenggaraan pendidikan juga dimaksudkan untuk membangun budaya baru yang
positif, dinamis, dan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan jaman. Pendidikan
berkebudayaan dipandang mampu menjadi filter bagi dampak sosial yang ditimbulkan oleh
globalisasi. Teori belajar kultural selain dapat diaplikasikan dalam berbagai metode
pembelajaran, juga menjadi solusi bagi sebagian permasalahan pendidikan di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang dapat dirumuskan dari pemaparan di atas yaitu:
1) Apa pengertian Sosiokultural?
2) Bagaimana konsep Teori Belajar Revolusi Sosiokultural Edward Alsworth Ross?
3) Bagaimana konsep Teori Belajar Revolusi Sosiokultural Sumner?
4) Bagaimana konsep Teori Belajar Revolusi Sosiokultural Vygotsky?
5) Apa implikasi dan aplikasi Teori Belajar Revolusi Sosiokultural?

C. Tujuan
Adapun tujuan makalah dalam penulisan makalah ini, yaitu :
1) Dapat menjelaskan pengertian Sosiokultural
2) Dapat menjelaskan konsep dari Teori Belajar Revolusi Sosio Kultural Edward
Alsworth Ross
3) Dapat menjelaskan konsep dari Teori Belajar Revolusi Sosio Kultural Sumner
4) Dapat menjelaskan konsep dari Teori Belajar Revolusi Sosio Kultural Vygotsky
5) Dapat menjelaskan implikasi dan aplikasi Teori Belajar Revolusi Sosiokultural
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Sosiokultural

Sosiokultural adalah teori, pendekatan, atau perspektif yang menganggap sumber utama
dari perilaku sosial bukan berasal dari dalam diri individu, melainkan dari kelompok
sosial, lingkungan dan budaya yang menyelubunginya. Bukan individu yang memiliki
perilaku unik, melainkan keadaan sosial di sekitarnyalah yang membangun seorang
individu sehingga memiliki perilaku tersebut. Oleh karena itu teori sosiokultural juga
sering disebut sebagai teori konstruktivisme sosial.

Lingkungan ini tidaklah terpaku pada alam benda atau lokasi seseorang tinggal saja.
Justru berbagai asupan akal budinyalah yang akan memengaruhi perilaku seseorang.
Misalnya, orang-orang yang tinggal di kawasan atau lingkungan tidak baik, kemungkinan
akan menjadi tidak baik. Namun bisa saja ada satu atau dua orang di kawasan tersebut
yang tidak ikut menjadi tidak baik karena ia lebih banyak mendapatkan asupan akal budi
di luar tempat tinggalnya. Saat itu terjadi, ia bisa saja tidak mendapatkan pengaruh sama
sekali dari lingkungan tempat tinggalnya yang tidak baik.

Namun kelompok sosial dan budaya tetaplah membentuk perilaku orang yang tidak ikut-
ikutan menjadi tidak baik di tempat tinggalnya tersebut. Berbagai pengaruh kelompok
sosial, dan budaya itu bisa datang dari sekolah, media sosial, dan lingkungan sosial lain di
mana orang tersebut lebih banyak menghabiskan waktunya untuk bernaung.

Dengan demikian persoalan kelompok sosial dan budaya ini tidak melulu mengenai di
mana seseorang tinggal, melainkan harus dilihat juga riwayat hidupnya, apakah ia sehari-
hari tinggal di kawasan tidak baik namun justru menghabiskan waktunya di luar atau
lebih banyak bergaul dengan orang-orang di luar negeri lewat bantuan teknologi
komunikasi.
Persoalan teori sosiokultural ini juga telah banyak diaplikasikan pada berbagai bidang
bahkan ilmu terapan seperti manajemen dan bisnis. Para ahli yang mengembangkan teori
ini juga telah memberikan banyak pandangan dan perspektif dari berbagai sudut pandang.
Berikut adalah beberapa pendapat para ahli mengenai teori sosiokultural.
B. Konsep Teori Belajar Revolusi Sosiokultural Edward Alsworth Ross

Teori sosiokultural berasal dari kajian sosiologi dan antropologi namun digunakan juga
sebagai perspektif atau sudut pandang dalam kajian lain seperti psikologi (khususnya
psikologi sosial) dan pendidikan untuk menjelaskan proses belajar dalam konteks sosial.
Pada tahun 1908 lahir publikasi buku pertama dari dua buku yang berjudul “Social
Psychology” yang ditulis oleh seorang sosiolog bernama Edward Alsworth Ross. Ross
melihat bahwa sumber utama dari perilaku sosial bukan berasal dari dalam diri individu
melainkan dari kelompok sosial. Ross berpendapat bahwa orang-orang sering kali
terbawa arus sosial, seperti penyebaran emosi dalam sebuah kerumunan (crowd) atau
epidemik emosi religius.
Ross memberikan contoh seperti insiden the Dutch tulip craze di tahun 1634. Pada
kejadian Tersebut, banyak orang menjual rumah dan tanahnya untuk membeli akar
bunga tulip yang nilainya lebih mahal dari emas, namun akhirnya menjadi tidak
berharga saat kegilaan (craze) ini berhenti (Kenrick dkk, 2002 dalam Maryam 2018,
hlm. 18).
Kejadian serupa pernah terjadi juga di Indonesia. Pada tahun 2000, ikan louhan
dianggap pembawa berkah sehingga menyebabkan orang-orang berani membeli dengan
harga yang sangat mahal. Bahkan ada orang yang membeli ikan tersebut dengan harga
25 juta rupiah. Harga itu tentunya sangat fantastis bagi masyarakat apalagi di tahun
krisis moneter yang masih menghantui. Setelah orang-orang jenuh, sekitar akhir tahun
2003, ikan tersebut sudah tidak semahal itu lagi di pasaran. Seperti tulip di Belanda,
ikan Louhan juga akhirnya mengalami koreksi harga
Untuk menjelaskan fenomena “kegilaan” di atas, Ross lebih melihat pada unsur
kelompok sebagai keseluruhan daripada unsur psyche (jiwa) individual anggota
kelompok. Ross melihat bahwa bahwa kegilaan (craze) dan mode (fads) sebagai produk
dari “pikiran massa” (mob mind) yang menyebabkan ketertarikan irasional dan
hilangnya perasaan maupun pikiran individual karena adanya sugesti dan imitasi
(Kenrick kk, 2002 dalam Maryam, 2018, hlm. 18).
C. Konsep Teori Belajar Revolusi Sosiokultural Sumner

Seperti Ross, ahli sosiologi lain yang bernama Sumner (1906) mengembangkan teorinya
pada kelompok sosial yang lebih besar, dari kelompok tetangga menuju ke kelompok
etnik dan kelompok partai politik. . Teori ini terus berlanjut dalam perspektif
sosiokultural modern, yang melihat bahwa prasangka seseorang, preferensi, dan
persuasi politik disebabkan karena beberapa faktor, seperti nasionalitas, kelas sosial,
dan tren sejarah yang berkembang.
Teori sosiokultural fokus pada pentingnya norma sosial (social norms) atau aturan
tentang perilaku yang sesuai. Perspektif ini berpusat pada konsep budaya (culture), di
mana kita dapat mendefinsikan secara lebih luas sebagai keyakinan (belief), adat
(customs), kebiasaan (habits) dan bahasa yang dikembangkan secara bersama-sama oleh
orang-orang dalam waktu dan tempat tertentu.
Menurut Smith dkk (dalam Maryam, 2018, hlm. 19) budaya (culture) mencakup semua
fitur lingkungan hasil rekayasa manusia, seperti fitur obyektif (rumah, baju) dan fitur
subyektif (etika, nilai, kriteria untuk stylish). Seperti yang Anda lihat nanti, kajian
tentang kelompok, budaya dan norma sosial berkembang sebagai peminatan utama
dalam psikologi sosial.
D. Konsep Teori Belajar Revolusi Sosiokultural Vygotsky

Lev Vygotsky menyatakah bahwa jalan pikiran seseorang haruslah dipahami dari latar
belakang sosial-budaya (sosio kultural) dan sejarahnya. Ia tidak percaya bahka kita
dapat menelusuri jalan pikir seseorang melalui kajian apa yang ada dibalik otak dan
jiwanya, karena hal tersebut tidak dapat dilihat atau diteliti secara langsung. Vygotsky
lebih memilih untuk menelusuri asal-usul tindakan sadar yang dilakukan dari interaksi
sosial yang dilatari oleh riwayat kehidupan seseorang.
Pandangan tersebut disebut sociocultural-revolution, yakni pandangan revolusioner
yang percaya bahwa untuk memahami pikiran seseorang bukanlah dengan cara
menelusuri apa yang ada di balik otak dan kedalaman jiwanya, melainkan dari asal-usul
tindakan sadarnya dan dari interaksi sosial yang dilatari oleh riwayat atau sejarah
hidupnya (Moll & Greenberg, 1990).
Teori sosiokultural Vygotsky menekankan pentingnya perkembangan kecerdasan atau
kognisi individu melalui kultur dan masyarakat. Perkembangan individu menurutnya
terjadi melalui dua tahap, yaitu diawali oleh pertukaran sosial antarpribadi (interaksi
dengan lingkungan sosial), kemudian terjadi internalisasi intrapersonal (interaksi
dengan diri sendiri). Dua proses itulah yang membentuk perilaku dan kepribadian
individu.
Pendekatan sosiokultural Vygotsky memang berfokus pada proses kognitif individu.
Oleh karena itu, ia sering dikenal sebagai ahli kognitif sosiokultural. Vygotsky
menekankan pentingnya interaksi sosial dengan orang-orang yang memiliki
pengetahuan dan sistem kultural yang lebih baik dalam kegiatan belajar-mengajar
karena lingkungan sosial dan budaya akan berpengaruh besar terhadap perkembangan
kognitif seseorang.
Ada dua konsep penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997), yaitu Zone of Proximal
Development (ZPD) dan Scaffolding yang akan dijelaskan sebagai berikut :

1) Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan rentang antara tingkat


perkembangan sesungguhnya (kemampuan pemecahan masalah tanpa
melibatkan bantuan orang lain) dan tingkat perkembangan potensial
(kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau
melalui kerjasama dengan teman sejawat yang lebih mampu).
2) Scaffolding merupakan pemberian sejumlah bantuan kepada pelajar selama
tahap-tahap awal pembelajaran, kemudian mengurangi bantuan dan memberikan
kesempatan untuk mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar setelah
pelajar dapat melakukannya sendiri (Slavin, 1997). Scaffolding merupakan
bantuan yang diberikan kepada pelajar untuk belajar dan memecahkan masalah.
E. Implikasi dan Aplikasi Teori Belajar Revolusi Sosiokultural

1. Implikasi teori belajar sosiokultural


Implikasi teori sosiokultural dalam proses belajar mengajar menurut Mukminan
dkk(1998; 42) sebagai berikut :
 Makna belajar :
a) Belajar merupakan proses pembentukan makan.
b) Belajar bukanlah proses mengumpulkan informasi, melainkan proses
pengembangan pemahaman atau pemikiran dengan membuat pemahaman baru.
c) Proses belajar terjadi pada saat terjadi ke perbaikan struktur kognitif pada diri
seseorang.
 Implikasinya di dalam kelas:
1) Proses kontruksi pengetahuan berlangsung dalam diri individu.
2) Proses belajar harus diciptakan secara autentik dan alami dalam kontek sosio
kultural
3) Guru mendorong dan menerima otonomi serta inisiatif anak.
4) Guru dalam menyusun tugas mrnggunakan terminologi kognitif yang
merangsang dan mendorong proses berpikir tingkat tinggi.
5) Guru memberi kesempatan pada anak didik untuk memberi respon terhadap
proses pembelajaran ,untuk meningkatkan proses pembelajaran merubah strategi
dan isi pembelajaran.
6) Memberikan kegiatan yang menumbuhkan rasa ingin tahu siswa dan
membantu mereka mengekspresikan ide-idenya dan mengkomunikasikannya
pada orang lain.
7) Memberikan pengalaman belajar yang memungkinkan murid bertanggung
jawab dalam melakukan kegiatan belajar.
8) Guru memahami proses pemahaman konsep anak terlebih dahulu sebelum
menyampaikan pemikiran konsep tersebut.
9) Guru mendorong terjadinya proses dialog baik dengan guru, sendiri maupun
teman sesame.
10) .Guru mendorong untuk melakukan inquiri dengan mengajukan pertanyaan
terbuka, menantang, dan mendorong mereka untuk saling mengajukan
pertanyaan di antara teman.
11) Guru memahami elaborasi respon awal anak.
12) Guru memberikan pengalaman belajar kepada anak yang mendorong
munculnya pemikiran kontradiksi dan mendorongya untuk melakukan diskusi.
13) Guru memberikan kesempatan atau waktu pada anak untuk berpikir setelah
diberi pertanyaan.
14) Guru memberi waktu pada anak untuk membangun keterkaitan atau
hubungan dan mencipta metafora.
15) Guru memelihara keingintahuan yang alami dari anak melalui penggunaan
model learning cycle .
16) Memonitor dan menilai proses berpikir siswa, dan memberikan umpan balik
sehingga proses pembentukan makna berjalan secara sistematik.

2. Aplikasi teori budaya dalam pendidikan.


Penerapan teori cultural dalam pendidikan dapat terjadi pada 3 jenis pendidikan
yaitu:
 Pendidikan informal (keluarga)
Pendidikan anak dimulai dari lingkungan keluarga, dimana anak pertama kali
melihat, memahami, mendapatkan pengetahuan, sikap dari lingkungan
keluarganya. Oleh karena itu perkembangan prilaku masing-masing anak akan
berbeda manakala berasal dari keluarga yang berbeda, karena faktor yang
mempengaruhi perkembangan anak dalam keluarga beragam, misalnya: tingkat
pendidikan orang tua, faktor ekonomi keluarga, keharmonisan dalam keluarga
dan sebagainya.
Pendidikan dalam keluarga sangat berpengaruh sekali dalam perkembangan
anak, karena kehidupan anak lebih banyak dalam lingkungan keluarga. Anak
mempelajari tradisi yang berlaku dalam keluarganya yang diwariskan oleh
kedua orang tuanya. Meskipun demikian kadang-kadang lingkungan di luar
keluarga lebih besar pengaruhnya. Jelaslah dalam keluarga anak belajar sosio
budaya dalam keluarga.
 Pendidikan non formal
meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan
kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
 Pendidikan formal
adalah jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sosiokultural adalah teori, pendekatan, atau perspektif yang menganggap sumber utama dari
perilaku sosial bukan berasal dari dalam diri individu.

Teori sosiokultural Vygotsky menekankan pentingnya perkembangan kecerdasan atau


kognisi individu melalui kultur yang dilatari oleh riwayat atau sejarah hidupnya (Moll &
Greenberg, 1990). Oleh karena itu, ia bahwa untuk memahami pikiran seseorang bukanlah
dengan cara menelusuri apa yang ada di balik otak dan kedalaman jiwanya.

B. Saran
Dari makalah ini diharapkan dapat menjadi bekal kita nantinya sebagai calon pendidik
agar tercapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efesien. Calon pendidik dapat
memberikan pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan zaman dan dari topik
pembahasan diatas diharapkan mengambil sisi positifnya, sehingga mampu
mengimplikasikan ke dalam proses pembelajaran. Penyusun dari makalah ini hanyalah
manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya
milik Allah Swt hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang konstruktif akan senantiasa penyusun nanti
dalam upaya evaluasi diri.
DAFTAR PUSTAKA

Budiningsih CA. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.


Dakir. 1993. Dasar-Dasar Psikologi. Jakarta: Pustaka Belajar.
Gredler. 1994. Belajar dan Membelajarkan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hadis A. 2006. Psikologi dalam Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Rusman. 2012. Seri Managemen Sekolah Bermutu, Model-model Pembelajaran
(Mengembangkan Profesionalisme Guru). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suciati, Prasetya P. 2001. Teori Belajar dan Motivasi. Jakarta : PAU-PPAI, Universitas
Terbuka.
Sujarwa. 2010. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar (Manusia dan Fenomena Sosial Budaya).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sukardjo. 2010. Landasan Pendidikan: Teori dan Aplikasinya. Jakarta: Rineka Cipta.
Tudge J. 1994. Vygotsky: The Zone of Proximal Development, and Peer Collaboration:
Implications for Classroom Practice. Cambrige: University Press.
Uno HB. 2006. Orientasi Baru dalam Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Anda mungkin juga menyukai