BAB I
PENDAHULUAN
1.3. Tujuan
Konflik itu dapat berupa konflik vertikal maupun horisontal. Konflik vertikal
misalnya antara si kuat dengan si lemah, antara penguasa dengan rakyat, antara
mayoritas dengan minoritas, dan sebagainya. Sementara itu konflik horisontal
ditunjukkan misalnya konflik antarumat beragama, antarsuku, atarras, antargolongan
dan sebagainya. Jurang pemisah ini merupakan potensi bagi munculnya konflik.
Pluralitas ini di satu pihak dapat merupakan potensi yang sangat besar dalam
pembangunan bangsa, namun di lain pihak juga merupakan sumber potensial bagi
munculnya berbagai konflik yang mengarah pada disintegrasi bangsa. Pada
prinsipnya Pancasila dibangun di atas kesadaran adanya kompleksitas, heterogenitas
atau pluralitas kenyataan dan pandangan. Artinya segala sesuatu yang
mengatasnamakan Pancasila tetapi tidak memperhatikan prinsip ini, maka akan gagal.
Berbagai ketentuan normatif tersebut antara lain: Pertama, Sila ke-3 Pancasila
secara eksplisit disebutkan Persatuan Indonesia. Kedua, Penjelasan UUD 1945
tentang Pokok-pokok Pikiran dalam Pembukaan terutama pokok pikiran pertama.
Ketiga, Pasal-Pasal UUD 1945 tentang Warga Negara, terutama tentang hak-hak
menjadi warga negara. Keempat, Pengakuan terhadap keunikan dan kekhasan yang
berasal dari berbagai daerah di Indonesia juga diakui, (1) seperti yang terdapat dalam
penjelasan UUD 1945 tentang Pemerintahan Daerah yang mengakui kekhasan
daerah, (2) Penjelasan Pasal 32 UUD 1945 tentang puncak-puncak kebudayaan
daerah dan penerimaan atas budaya asing yang sesuai dengan budaya Indonesia; (3)
penjelasan Pasal 36 tentang peng-hormatan terhadap bahasa-bahasa daerah.
Secara alamiah timbul konflik pada sebagian komunitas nusantara yang ingin
mempertahankan identitas komunalnya dalam konteks etnis-kultural, termasuk
SARA, menghadapi nasionalisme melalui arus transformasi politik yang ingin
membangun sebuah masyarakat baru, yaitu masyarakat bangsa dari seluruh
komunitas nusantara yang hidup di dalam bekas wilayah jajahan Hindia Belanda yang
heterogenik. Berdasarkan keinginan alamiah inilah pula, maka ada elite yang ingin
daerahnya merdeka sebagai negara atau merdeka di dalam status negara federal
setelah proklamasi 17 Agustus 1945.
Berbagai kerusuhan yang bernuansa SARA selama ini dan api pemberontakan
di tahun 50-an dan sesudahnya beraroma separatisme sudah berhasil dipadamkan.
Namun, bara apinya mungkin saja masih tersisa. Lanjutan tindakan pemulihan
kehidupan masyarakat melalui pembangunan yang berkeadilan dan berkeseimbangan
Isu-isu SARA yang saat ini sedang menjadi perbincangan di kalangan publik
tentang maraknya paham-paham sesat yang sangat meresahkan bahkan sampai kasus
penistaan agama yang dilakukan oleh salah satu ormas agama tertentu tehadap agama
lain sangat mengganggu ketentraman kehidupan berbangsa dan bernegara kita. Bila
kita bertolak dari dasar Negara kita yaitu Pancasila sebagai Pandangan hidup bangsa
Indonesia khususnya sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa telah dijelaskan secara
gamblang bahwa setiap warganegara Indonesia diwajibkan memeluk agama yang
telah ada untuk diyakini. Dalam pengertian inilah maka Negara menegaskan dalam
Pokok Pikiran ke IV UUD 1945 bahwa Negara berdasar atas Ketuhanan yang
Maha Esa atas dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Pada proses reformasi
dewasa ini di beberapa wilayah Negara Indonesia terjadi konflik sosial yang
bersumber pada masalah SARA khususnya masalah agama. Hal ini menunjukkan
kemunduran bangsa Indonesia kearah kehidupan beragama yang tidak
berkemanusiaan dan betapa melemahnya toleransi kehidupan beragama yang
berdasarkan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Bila kita mengerti dan memahami
apa yang telah dijabarkan dalam butir-butir Pancasila tentunya kasus-kasus konflik
social yang menjurus pada SARA tentunya dapat kita hindari. Dengan semangat
saling menghormati perbedaan keyakinan, toleransi beragama dan tenggang rasa
tentu kita bisa mewujudkan suasana kehidupan yang harmonis dan penuh kerukunan
menuju Indonesia yang Merdeka seutuh-utuhnya.
Dari sejumlah hak-hak manusia itu ada yang dinilai asasi. Dalam kata asasi
terkandung makna bahwa subjek yang memiliki hak semacam itu adalah manusia
secara keseluruhan, tanpa membedakan status, suku, adat istiadat, agama, ras, atau
warna kulit, bahkan tanpa mengenal kenisbian relevansi menurut waktu dan tempat.
Dengan demikian, hak asasi manusia haruslah sedemikian penting, mendasar, diakui
oleh semua peradaban, dan mutlak pemenuhannya.
Kesadaran akan hak asasi dalam peradaban Barat timbul pada abad ke-17 dan
ke 18 Masehi sebagai reaksi terhadap keabsolutan raja-raja kaum feodal terhadap
rakyat yang mereka perintah atau manusia yang mereka pekerjakan. Sebagaimana
dapat diketahui dalam sejarah, masayarakat manusia pada zaman dahulu terdiri dari
dua lapisan besar : lapisan atas, minoritas, yang mempunyai hak-hak; dan lapisan
bawah, yang tidak mempunyai hak-hak tetapi hanya mempunyai kewajiban-
kewajiban, sehingga mereka diperlakukan sewenang-sewenang oleh lapisan atas.
Kesadaran itu memicu upaya-upaya perumusan dan pendeklerasian HAM, menurut
catatan sejarah HAM berkembang melalalui beberapa tahap. Hal ini terutama dapat
dilihat dalam sejarah ketatanegaraan di Inggris dan Prancis. Yaitu ditandainya dengan
keberhasilan rakyat Inggris memperoleh hak tertentu dari raja dan pemerintahan
Inggris yang dituangkan dalam berbagai piagam seperti: Petition Of Rights tahun
1628, Habeas Corpus Act tahun 1679 dan Bill Of Rights tahun 1689 serta
dikeluarkannya Declaration des D du Citoyen tahun 1789 di Prancis. Selain dua
negara di atas, Bill Of Rights juga terjadi di negara bagian Virginia tahun 1776,
deklarasi kemerdekaan 13 Negara Bagian Amerika Serikat tahun 1789.
1. Hak sipil dan hak ploitik, hak persamaan /kemerdekaan sejak lahir (pasal
1), hak untuk hidup (pasal 3), hak untuk memperoleh keadilan didepan
hukum (pasal 6-8), hak untuk memperoleh perlakuan yang manusiawi (tidak
sewenang-wenang) dalam penyelesain tertib sosial (pasal 5, dan 9-11), hak
untuk bebas bergerak, mencari suaka ke negara lain, dan menetapkan suatu
kewarganegaraan (pasal 13-15), hak untuk menikah dan membangun
2. Hak eknomi dan sosial (pasal 22- 28) antara lain; hak untuk bekerja dan
memeperoleh upah yang layak, hak untuk beristirahat dan berkreasi, hak
untuk mendapat liburan periodik dengan (tetap) mendapat upah, hak untuk
menikmati standar hidup yang cukup, termasuk perumahan dan pelayanan
medis, hak untuk memperoleh jaminan sosial, hak untuk memperoleh
pendidikan, dan hak untuk berperan serta dalam kegiatan kebudayaan.
3. Dan hak kolektif mencakup hak semua bangsa untuk menentukan nasibnya
sendiri, hak semua ras dan suku bangsa untuk bebas dari segala bentuk
diskrimainasi, hak masyarakat untuk bebas dari neo-kolonialisme (pasal 28-
30).
"HAM sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa adalah hak-hak dasar yang
secara kodrati melekat pada diri manusia dan Meliputi : hak untuk hidup layak, hak
10 | P A N C A S I L A D A N P E R M A S A L A H A N A K T U A L
memeluk agama dan beribadat menurut agama masing-masing, hak untuk
berkeluarga dan memperoleh keturunan melalui perkawinan yang sah, hak untuk
mengembangkan diri termasuk memperoleh pendidikan, hak untuk berusaha, hak
milik perseorangan, hak memperoleh kepastian hukum dan persamaan kedudukan
dalam hukum, keadilan dan rasa aman, hak mengeluarkan pendapat, berserikat dan
berkumpul."
Hak dapat dimaknai sebagai suatu nilai yang diinginkan seseorang untuk
melindungi dirinya, agar ia dapat ia memelihara dan meningkatkan kehidupannya dan
mengembangkan kepribadiannya. Ketika diberi imbuhan asasi, maka ia sedemikian
penting, mendasar, diakui oleh semua peradaban, dan mutlak pemenuhannya.
Setelah melalui proses yang panjang, kesadaran akan hak asasi manusia
mengglobal sejak 10 Desember 1948 dengan ditetapkannya oleh PBB Deklarasi
tentang Hak Asasi Manusia. Deklarasi PBB ini, juga deklarasi-deklarasi sebelumnya,
dirancang untuk melindungi kebebasan individu di depan kekuasaan raja, kaum
feodal, atau negara yang cenderung dominan dan terdesentralisasi. Karena itu,
deklarasi-deklarasi tersebut, yang nota bene anak peradaban Barat, melihat hak-hak
asasi manusia dalam perspektif anthroposentris.
11 | P A N C A S I L A D A N P E R M A S A L A H A N A K T U A L
Dalam hal pelaksanaan hak-hak asasi manusia dalam Pancasila yang perlu
mendapat perhatian kita adalah bahwa disamping hak-hak asasi, wajib-wajib asasi
harus kita penuhi terlebih dahulu dengan penuh rasa tanggungjawab. Hak-hak
asasi manusia dilaksanakan dalam rangka hak-hak serta kewajiban warga Negara.
2. 3. Krisis Ekonomi
Selama periode sembilan bulan pertama 1998, tak pelak lagi merupakan
periode paling hiruk pikuk dalam perekonomian. Krisis yang sudah berjalan enam
bulan selama tahun 1997,berkembang semakin buruk dalam tempo cepat. Dampak
krisis pun mulai dirasakan secara nyata oleh masyarakat, dunia usaha.
Dana Moneter Internasional (IMF) mulai turun tangan sejak Oktober 1997,
namun terbukti tidak bisa segera memperbaiki stabilitas ekonomi dan rupiah. Bahkan
situasi seperti lepas kendali, bagai layang-layang yang putus talinya. Krisis ekonomi
Indonesia bahkan tercatat sebagai yang terparah di Asia Tenggara.
Seperti efek bola salju, krisis yang semula hanya berawal dari krisis nilai
tukar baht di Thailand 2 Juli 1997, dalam tahun 1998 dengan cepat berkembang
menjadi krisis ekonomi, berlanjut lagi krisis sosial kemudian ke krisis politik.
12 | P A N C A S I L A D A N P E R M A S A L A H A N A K T U A L
Akhirnya, dia juga berkembang menjadi krisis total yang melumpuhkan nyaris
seluruh sendi-sendi kehidupan bangsa. Katakan, sektor apa di negara ini yang tidak
goyah. Bahkan kursi atau tahta mantan Presiden Soeharto pun goyah, dan akhirnya
dia tinggalkan. Mungkin Soeharto, selama sisa hidupnya akan mengutuk devaluasi
baht, yang menjadi pemicu semua itu.
Dari total utang luar negeri per Maret 1998 yang mencapai 138 milyar dollar
AS, sekitar 72,5 milyar dollar AS adalah utang swasta yang dua pertiganya jangka
pendek, di mana sekitar 20 milyar dollar AS akan jatuh tempo dalam tahun 1998.
Sementara pada saat itu cadangan devisa tinggal sekitar 14,44 milyar dollar AS.
Terpuruknya kepercayaan ke titik nol membuat rupiah yang ditutup pada level
Rp 4.850/dollar AS pada tahun 1997, meluncur dengan cepat ke level sekitar Rp
17.000/dollar AS pada 22 Januari 1998, atau terdepresiasi lebih dari 80 persen sejak
mata uang tersebut diambangkan 14 Agustus 1997.
Rupiah yang melayang, selain akibat meningkatnya permintaan dollar untuk
membayar utang, juga sebagai reaksi terhadap angka-angka RAPBN 1998/ 1999 yang
diumumkan 6 Januari 1998 dan dinilai tak realistis.
13 | P A N C A S I L A D A N P E R M A S A L A H A N A K T U A L
menyebabkan pasar uang dan pasar modal juga rontok, bank-bank nasional dalam
kesulitan besar dan peringkat internasional bank-bank besar bahkan juga surat utang
pemerintah terus merosot ke level di bawah junk atau menjadi sampah.
Akibat PHK dan naiknya harga-harga dengan cepat ini, jumlah penduduk di
bawah garis kemiskinan juga meningkat mencapai sekitar 50 persen dari total
penduduk. Sementara si kaya sibuk menyerbu toko-toko sembako dalam suasana
kepanikan luar biasa, khawatir harga akan terus melonjak.
Pendapatan per kapita yang mencapai 1.155 dollar/kapita tahun 1996 dan
1.088 dollar/kapita tahun 1997, menciut menjadi 610 dollar/kapita tahun 1998, dan
dua dari tiga penduduk Indonesia disebut Organisasi Buruh Internasional (ILO)
dalam kondisi sangat miskin pada tahun 1999 jika ekonomi tak segera membaik.
14 | P A N C A S I L A D A N P E R M A S A L A H A N A K T U A L
Di pasar modal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Bursa Efek Jakarta
(BEJ) anjlok ke titik terendah, 292,12 poin, pada 15 September 1998, dari 467,339
pada awal krisis 1 Juli 1997. Sementara kapitalisasi pasar menciut drastis dari Rp 226
trilyun menjadi Rp 196 trilyun pada awal Juli 1998.
Di sisi lain, sektor ekspor yang diharapkan bisa menjadi penyelamat di tengah
krisis, ternyata sama terpuruknya dan tak mampu memanfaatkan momentum
depresiasi rupiah, akibat beban utang, ketergantungan besar pada komponen impor,
kesulitan trade financing, dan persaingan ketat di pasar global.
Selama periode Januari-Juni 1998, ekspor migas anjlok sekitar 34,1 persen
dibandingkan periode sama 1997, sementara ekspor nonmigas hanya tumbuh 5,36
persen.
Anomali
Krisis kepercayaan ini menciptakan kondisi anomali dan membuat instrumen
moneter tak mampu bekerja untuk menstabilkan rupiah dan perekonomian.
Sementara di sisi lain, sektor fiskal yang diharapkan bisa menjadi penggerak
ekonomi, juga dalam tekanan akibat surutnya penerimaan.
15 | P A N C A S I L A D A N P E R M A S A L A H A N A K T U A L
sekali tanggal 20 Maret, karena memperoleh keberatan di sana-sini bahkan sempat
memunculkan ketegangan dengan IMF, dan IMF sempat menangguhkan bantuannya.
Tragedi berdarah ini memicu pelarian modal dalam skala yang disebut-sebut
mencapai 20 milyar dollar AS, gelombang hengkang para pengusaha keturunan,
rusaknya jaringan distribusi nasional, terputusnya pembiayaan luar negeri, dan
ditangguhkannya banyak rencana investasi asing di Indonesia.
Munculnya pemerintahan baru yang tidak memiliki legitimasi, dan lebih sibuk
dengan manuvernya untuk merebut hati rakyat, tidak banyak menolong keadaan.
Pemburukan kondisi ekonomi, sosial, dan politik dengan cepat ini setidaknya terus
berlangsung hingga kuartal kedua, bahkan kuartal ketiga 1998. Begitulah, kita telah
menyaksikan episode terburuk perekonomian sepanjang tahun 1998.
16 | P A N C A S I L A D A N P E R M A S A L A H A N A K T U A L
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Dalam penegakan hak asasi manusia kita sebagai mahasiswa harus bersifat
objektif dan benar-benar berdasarkan kebenaran moral demi harkat dan
martabat manusia bukan karena kepentingan politik.
17 | P A N C A S I L A D A N P E R M A S A L A H A N A K T U A L
4. Kehidupan beragama dalam Negara Indonesia dewasa ini harus
dikembangkan kearah terciptanya kehidupan bersama yang penuh toleransi,
saling menghargai berdasarkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab.
3.2. Saran
http://tugaslaporan.blogspot.com/2009/02/pancasila-dan-
permasalahannya-sara-ham.html
file:///F:/%C2%A0/6184-14977-1-PB.pdf
18 | P A N C A S I L A D A N P E R M A S A L A H A N A K T U A L