Jakarta,
November
2011, Ketua Tim Penyusun NA RUU Perubahan UU No.
15 Tahun 2003
3.
4.
Bulan
Akhir
Nopember
2011
Perbaikan
Konsep
Laporan
BPHN.
Personalia Tim
Susunan
Personalia
Tim
Naskah
Akademik
Rancangan
:
Kombes Pol. Drs. Agus Pranoto MH (Densus
Firman Wijaya,SH.,MH. (Pengacara)
Niniek Suparmi,SH.,MH.(Kejaksaan Agung RI)
Samsyuddin Radjab,SH.,MH (Direktur PBHI)
Sri Mulyani, SH (BPHN)
Ellyna Syukur, SH. (BPHN)
7.
(BPHN) Sekretariat
Hilman, SH.
2.
Bungasan Hutapea, SH
:
1. Charmen
Atiah
DAFTAR
ISI
Kata
Pengantar
...........................................................................................................
....................(1)
Daftar
Isi
...........................................................................................................
.................................(3) BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
......................................................................................................
...........(4)
B.
Identifkasi
Masalah.........................................................................................
..............(7)
C.
Maksud/Tujuan
dan
Kegunaan.................................................................................(8)
D.
Metode
Penelitian.......................................................................................
.....................(9)
BAB II KAJIAN TERORITIS DAN PRAKTEK
EMPIRIS
A.
Kajian
Teroritis
.......................................................................................................
........(10) B. Kajian Terhadap Asas/Prinsip Yang Terkait Dengan
Penyusunan
Norma........................................................................................
..........................................(64) C. Kajian Terhadap Praktik
Penyelengaraan, Kondisi Yang Ada,
Serta Permasalahan Yang Dihadapi Masyarakat
.............................................(67)
D. Kajian Terhadap Implikasi Penerapan Sistem Baru
Yang Akan
Diatur Dalam UU, Terhadap Aspek Kehidupan Masyarakat Dan
Dampak Terhadap Keuangan Negara
................................................................(124)
BAB III EVALUASI DAN ANALISIS PERATURAN PERUNDANGUNDANGAN
A. Kondisi Hukum Yang Ada
........................................................................................(125) B.
Keterkaitan Dengan Peraturan Perundang-undangan Lain
...................(136) C. Harmonisasi Secara Vertikal dam Horizontal
................................................(144) D. Status Peraturan UndangUndang Yang Ada ..................................................(145)
BAB
IV
LANDASAN
FILOSOFIS,
SOSIOLOGIS
DAN
YURIDIS
BAB I
PENDAHULU
AN
A.
LATAR BELAKANG
Sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
(UU)
Nomor
15
Tahun
2003
tentang
dengan
internasional,
UU
terutama
ini
sejak
telah
memperoleh
pelaku
dan
pengakuan
jaringan
organisasi
terorisme Bom Bali I dan Bom Bali II telah dapat diungkap pihak
Kepolisian RI. Proses penyusunan draf UU tersebut mengalami
perjalanan yang
tidak
ringan karena
isu
dalam
negeri
dari
kultur
masyarakat
yang
multietnis
dan
multiagama.
peristiwa
bom
(legal
UUAT
approach). Kedua
merupakan
politisasi
kunci
peristiwa
kewenangan atau
ketentuan
strategis
tersebut
di
terorisme
kekuasaan
dan
mencegah
oleh
penyalahgunaan
diketahui
bahwa
serius
terhadap
dan
Terorisme
merupakan
merupakan
salah
satu
merugikan
kesejahteraan
masyarakat
sehingga
perlu
sehingga
hak
asasi
orang
banyak
dapat
ketiadaan
tidak
"genosida"
atau
"tirani". Istilah
peluang
ini
rentan
dipolitisasi.
penyalahgunaan. Tetapi
individu
atau
sekelompok
cita-cita
atau
religius
tertentu
yang
dilakukan
oleh
seorang
tertentu.
Makna
paradigma
terorisme
yaitu
dikatergorikan
mengalami
sebagai
sebagai
pergeseran
suatu
crime
dan
perbuatan
againt
state
perluasan
yang
semula
sekarang
meliputi
semuanya
dilakukan
dengan
delik
kekerasan
hukum
international
tentang
penanggulangan
tindakan terorisme.
Tindak pidana terorisme adalah extra ordinary crime. Derajat
keluarbiasaan
ini
pula
yang
menjadi
salah
satu
alasan
pelanggaran berat
HAM
yang
meliputi crime
againts
abad
21
tampak
semakin
meningkat
dan
sudah
bahwa
setiap
kejahatan
lokal
tersebut
atau nasional
masyarakat
internasional
baik
melalui
PBB
maupun
melalui
perlu
harus
melacurkan
kedaulatan
yang
negaranya
beradab dan
hidup
dan
di
IDENTIFIKASI
Masalah
baru,
Terorisme
di
dunia
bukanlah
merupakan
hal
milik
perusahaan
Amerika
sendiri,
sehingga
di
dunia, yaitu
dari
menewaskan 184
orang
dan
memberantas
Indonesia
merasa
serta
Tindak
perlu
untuk
tidak
cukup
memadai
Undang-
Undang
dengan
Tindak
nomor
15
Pidana
tahun
Terorisme.
2003
tentang
Dan
dengan
2.
15
Tahun
2003
ini
telah
C.
MAKSUD/ TUJUAN DAN
KEGUNAAN
Maksud/Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menyusun
Naskah
Akademik
Rancangan
Pemberantasan Tindak
Undang-Undang
tentang
dilengkapi
dengan
referensi
yang
memuat
konsepsi,
yang
disajikan
dalam
bab-bab
yang
dapat
D.
METODE PENELITIAN
Dalam penyusunan Naskah Akdemik Rancangan Undang-
acuan
dalam
penyusunan
norma
yang
akan
Rancangan Undang-Undang
Pidana
BAB
II
KAJIAN TOERITIS DAN PRAKTIK
EMPIRIS
A.
Teoritis
Kajian
tewasnya
dan
Nurdin
M.Top
dan
beberapa
dan
Filipina,
tampak
bahwa
kegiatan
terorisme
di
dengan
pesat
kegiatan
serangkaian
terorisme
pelatihan
militer
terbaru
di
adalah
Aceh
dan
88
membuktikan
bahwa
perjalanan
panjang
pidana
tertentu
khususnya
tindak
pidana
hukum
dan
keadilan.
menampakkan
kelemahan-kelemahannya
ketika
dengan modus
operandi
yang
tersebut
kita
yang
masih
menggunakan
produk
(iii)
(ii)
mempengaruhi
(i)
mempengaruhi kebijakan
penyelenggaraan
Negara
political
policies,
etc,
artinya
yaitu
dasar
pemberantasan
terorisme
menyebutkan
tindak
bahwa
terorisme sebagai
segala
perbuatan
pidana
yang
berikut
dimaksud
tindak
dengan
pidana
dalam
di Indonesia,
tindak
pidana
terorisme
adalah
hukum
Pidana
3
4
Muladi dan Barda Nawawi Teori-teori dan kebijakan Pidana. PT. Alumni, Bandung
Kompas, 11 Maret 2003
bangsa dan
bangsa
Negara
dan
Negara
yang
dilakukan
dengan
mengakibatkan
kerusakan
atau
benda
orang
lain,
kehancuran terhadap
dalam
Pasal
UU
No.
15
tahun
2003,
bahwa
massal,
hilangnya
dengan
nyawa
dan
cara
merampas
harta
benda
kemerdekaan
orang
lain,
atau
atau
atau
fasilitas public
seumur
hidup
atau
pidana
penjara
paling singkat 4
yang
mempengaruhi
kelangsungan
perikehidupan
batasan-batasannya,
sebab
belum
melakukan
tindak
pidana
sebagai
kekerasan
penggunaan
fsik
yang
atau
ancaman
direncanakan
atau
penggunaan
secara
rasa
sistematis,
motif
politik, dan
tindak
alasan,
demonstrasi
supaya
untuk
pihak-pihak
melaksanakan
gerakan
hak-hak
atau
politik,
aksi-aksi
sosial
dan
teroris.Asas
nondiskriminatif
yang
tidak
mengaitkan
Undang-undang
Pemberantasan
Tindak
No.
Pidana
15
tahun
Terorisme
2003
memakai
tentang
prinsip
Bunyi rumusan
adalah :
5
Pasal
Adami Chazawi, 2002 : 79 Pelajaran Hukum Pidana, Percobaan dan Penyertaan Hal. 41 Raja Gravisindo
Persada Tahun 2002
Setiap
orang
yang
dengan
sengaja
menggunakan
kekerasan
atau ancaman kekerasan bermaksud untuk
menimbulkan suasana terror atau rasa takut terhadap orang
secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal
dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nayawa
atau harta benda orang lain, atau untuk menimbulkan
kerusakan atau kehancuran terhadap objek-objek vital
yang strategis, atau lingkungan
hidup,
atau
fasilitas
public,
atau
fasilitas
internasional, dipidana dengan
pidana penjara paling lama seumur hidup.
Dalam hal ini perbuatan yang dilarang dan diketegorikan
sebagai kegiatan terorisme adalah bermaksud untuk melakukan
perbuatan yang menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan
dimana perbuatan tersebut dapat menimbulkan suasana terror di
tengah-tengah masyarakat. Sebetulnya terlalu berat
sanksi
bagi
orang
lain
yang
terlalu
berlebihan.
Pasal
ini
juga
e.
f.
perbuatan
membuat,
mempergunakan
yang
dilarang
menerima,
bahan-bahan
yang
dalam
hal
menyerahkan,
dilarang
ini
adalah
membawa,
penguasaannya
gas
yang
dimasukkan
beracun
dan
bahan
kimia
lainnya
Membuat,
menerima,
mencoba
memperoleh,
menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai,
membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai
dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan,
mempergunakan, atau mengeluarkan ke dan/atau dari
Indonesia sesuatu senjata api, amunisi, atau sesuatu bahan
peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya dengan
maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme, dipidana
dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana
penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua
puluh) tahun.
Pasal 10 berbunyi sebagai
berikut :
Dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, setiap orang yang dengan
sengaja menggunakan senjata kimia, senjata biologis, radiology,
mikroorganisme, radio aktif atau komponennya, sehingga
menimbulkan suasana terror, atau rasa takut terhadap orang secara
meluas, menimbulkan korban yang bersifat missal, membahayakan
terhadap kesehatan, terjadi kekacauan terhadap kehidupan,
keamanan, dan hak-hak orang, atau terjadi kerusakan, kehancuran
terhadap objek-objek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas
public, atau fasilitas internasional.
Pasal diatas, juga termasuk dalam delik baru dan itu tergolong
kedalam delik formil yang titik tekannya menyangkut perbuatan
yang dilarang dan kaitannya dengan yang ada dalam Undangundang
Pidana
Nomor
15
Terorisme
terrorism
(tindak
tahun
yang
sering
pidana
disebut
terorisme
sebagai
yang
technological
dalam
perbuatan
aktif
dengan
tujuan
atau
mengumpulkan harta
akan digunakan
untuk
kegiatan
Pidana
Terorisme,
menyatakan
dipidana
karena
a.
Undang-undang Nomor
15
tahun
2003
tentang
pidana terorisme menurut Pasal 1 butir 2 dan Pasal 3 Undangundang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dapat dilakukan
oleh
manusia/perseorangan.
Dalam
Rumusan
Pasal
tersebut
setiap
orang,
beberapa orang
terdiri
dari
atau
orang
yang
korporasi
sisefnisikan
dan
sebagai
kelompok
seorang,
tersebut
yang
perserikatan,
organisasi,
yayasan,
dan
lain-
lain
segala
ansir
atau
elemen
dari
dengan
melakukan
(mede
plegen),
peserta
menganjurkan
orangnya
(mede
(uitloken),
pleger);
orangnya
dan
disebut
ketiga,
disebut
dengan
yang sengaja
dengan
pembuat
penganjur (uitloker)7.
Dengan demikian diketahuinya bentuk penyertaan diatas,
maka kini dapatlah diketahui bahwa menurut sistem hukum pidana
kita, dapat diketahui perihal
siapa-siapa yang
dapat
membuat
Undang-undang
Nomor
15
tahun
2003
tentang
tersebut
dapat
berupa
sebagai
pembantu,
dan
sebagai
juga
pelaku,
sebagai
atau
pelaku
dikualifkasikan
perencana.
Adam Chavawi,pelajaran Hukum Pidana, Percobaan dan Penyertaan, Raja Gravisindo Persada Tahun
2002 hal 41.
Kitab
Undang-undang
Hukum
Pidana
(KUHP)
yang
dalam
kalimat
Dihukum
sebagai
pembuat
sesuatu
tindak
Tentang
perbedaan
antara
pleger
dan
dader
adalah
psikhis,
Engellbrecht, 1960:1396
Adami Chavawi, 2003, 1982.
misalnya
terlibat
dalam
(manus
hal
pembuat
ministra)
adalah
penyuluh,
tidak
pembuat
dapat
dipidana.
pelaksana
ialah
/mereka
yang
melakukan
middelijke
(medeplegen,
dilakukan
dader),
mededer)
(uitlokken,
(medeplichtig
yang
yang
melakukan
membujuk
uitlokker),
zijn,
turut
yang
medeplictige),
perbuatan
supaya
perbuatan
membantu
perbuatan
Dalam
Undang-undang
memberikan
yang
medeplictige)
bantuan
membantu perbuatan
adalah
tindakan
atau
bisa
(medeplichtig
disebut
zijn,
suatu
kejahatan,
yaitu
(1)
mereka
yang
dengan
sengaja
(lima
belas)
tahun,
setiap
orang
yang
dana
dengan
dengan
dengaja
tujuan
akan
atau
tindakan
memberikan
bantuan.
Setelah
dengan
merencanakan.
juga
orang
menggerakkan
adalah
perbuatan
, 2002 :83)
dihukum
hukuman
dengan
hukuman
yang dijatuhkan
yang
sama
beratnya
dengan
secara
13
dan
15
termasuk
pada
dalam
saat
delik
percobaan,
kejahatan
dilakukan),
tindak
pidana
sempurna
pembantuan
setara
pelaku
dan penyertaan.
dana,
bahan-bahan yang
sebagai
pembantuan
dalam
menyediakan
tempat
pasal
14
Undang-undang
No.
15
Tahun
2003
dan
dipidana
sendiri/secara
khusus
11
Pemberantasan
baik
merupakan
badan
hukum
maupun
yang
bukan
badan hukum.
Selain dilakukan oleh seseorang, tindak pidana terorisme juga
dilakukan oleh
sebagai
undang
Korporasi/perkumpulan. Dan
mengenai korporasi
Tindak
Pidana
Terorisme
pasal
17
Korporasi
sebagai
pendanaan
subjek
dalam
kegiatan
tindak
pidana
terorisme
itu
dilakukan
oleh
korporasi,
maka
itu
sendiri,
pengurusnya saja.
atau
korporasi
dan
pengurusnya,
atau
Dalam
hal
pertanggungjawaban
fundamental
adalah
unsur
pidana
kesalahan,
unsur
sebab
yang
paling
seseorang
atau
badan
(Corporate
criminal
responsibility),
yang
organisasi lain.
Pasal 17 dan 18 termasuk menjelaskan bahwa disamping orang
secara pribadi, kejahatan terorisme dapat juga dilakukan oleh badan
hukum, perseroan, perserikatan, yayasan atau organisasi lain. Akan
tetapi
dalam
Undang-undang
terorisme
ini
pengurus
dan
tidak
Pemberantasan
mengatur
pimpinan
tentang
korporasi.
Tindak
pidana
pertanggungjawaban
Meskipun
pasal
17 sudah
sebagai pengambil
hukum
pidana
geen
straf
Bahwasannya dalam
teori
pertanggungjawaban
negligence
atau
schuld
untuk
dapat
harus
diingat
pula
terlebih
dahulu
orang
yang
melawan
hukum
yang
berkaitan
dengan
kejahatan
terlebih dahulu
(perbuatan
pembuktian
pidana)
adanya
strafbare
handlung
lalu
Muladi, Demokrasi hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum Hal. 32 Habibie Center 2002
mencapai
terhadap
penduduk sipil/non
kombatan
perang. Dari segi bahasa, istilah teroris berasal dari Perancis pada
abad 18. Kata Terorisme yang artinya dalam keadaan teror
(under
musuh dari
dilakukan
oleh
kombatan
Negara,
bagaimanapun
lebih
tidak mematuhi
hukum
perang
dan
karenanya
tidak
dapat
dibenarkan melakukan
kekerasan. Negara
sering melakukan
13
yang
terlibat
dalam
peperangan
juga
Rudi Satrio M. Kehati-hatian Pengggunaan Hukum Pidana untuk Terorisme, Makalah dalam Work Shop 28-30
Januari 2006 di Fakultas Hukum Universitas BrawijayaMalang.
yang
dilakukan
oleh
motif-
hubungan
antar
umat
manusia,
dalam
berlangsung
pasifnya
kegiatan
terorisme
14
Inkonvensional
yang
dalam
rangka
menimbulkan rasa
panik
dan
mereka.
narko,
Terorisme
terorisme
lingkungan,
cyber,
terorisme
dapat
mewarnai
nubika,
aksi-aksi
dunia
yang
berdasarkan
atas
hidup
ressemblance),
permainan
sebagai
bahasa
yang
analogi
sama.
di
Hal
dalam
ini
keluarga (family
satu
bentuk
tata
berarti
bahwa
teori
dalam
terorisme
bahasa,
yaitu
ternyata
terbelah
mengancam
dan
atas
dua
berdoa
tata
yang
terorisme
mengalami
kegalauan
kategori,
yaitu
adalah
serangan-serangan
terkoordinasi
yang
dengan
perang,
aksi
terorisme
tidak
tunduk
pada
tatacara
terrorism :
lain-lain. Tetapi
"Makna
sebenarnya
dalam
dari
salib,
pembenaran
jihad, mujahidin
Serikat
banyak
menyebut
teroris
terhadap
berbagai
Amerika
Serikat
melakukan
tindakan
terorisme
yang
Terrorism means the use of violence for political ends and includes
any use of violence for the purpose putting
atau
suatu
menarik
bangsa.
perhatian
orang,
menciptakan
ketidak
percayaan
masyarakat
terhadap
tidak
ditujukan
langsung
pada
lawan,
tetapi
perbuatan
yang
Cherif
Bassiouni, ahli
Hukum
Pidana
dapat
diterima
secara
universal
sehingga
sulit
Jenkins,
Phd.,
Terorisme
merupakan
pandangan
yang
fenomena
terorisme,
menyatakan
kesulitan
untuk
perang
revolusioner,
pemberontakan
atau
perang
cenderung
menginginkan
hasil
kerusakan
secara
cara yang tidak menganut prinsip perang gerilya itu sendiri. Dalam
aksinya, baik
15
sangat
sulit
didefnisikan,
bervariasi
tergantung
ini
terorisme
menjadi
profesi
kaum
melakukan
aksi
fanatik
untuk
pembunuhan,
kamus
spionase,
kekuatan
atau
terorisme
kekerasan
diartikan
yang
tidak
sebagai:
sah
untuk
lainnya.20
memberikan
Indian
defnisi
National
sebagai
Security
berikut
Guard,
:
Act
Teroris
1986,
adalah
menyerang
pemerintah
melakukan
aksi
dan
kegiatan
dengan
menggunakan
peralatan, bom, dinamit, bahan peledak, zat kimia, zat yang mudah
terbakar, senjata api, senjata yang mematikan, racun, gas yang
berbahaya, zat jenis lain (biological dan lain-lain) yang dapat
menimbulkan risiko terhadap alam dan lingkungan, yang mungkin
sebagai penyebab, atau dapat menyebabkan kerugian, melukai
atau bahkan mematikan banyak orang, individu atau merusak,
menghancurkan
barang
menimbulkan kekacauan
milik,
harta
benda
atau
dapat
19
Ibid.
Henry S.A. Becket, The Dictionary of Espionage, New York, Stein and Day
Publisher,
1986, hlm.
18
2
20
Belum
terorisme,
tercapainya
tidak
kesepakatan
menjadikan
terorisme
mengenai
dibiarkan
pengertian
lepas
dari
State.
Melalui
terorisme
sebagai
Crimes
atau
anggota
keluarganya),
menjadi
Crimes
against
21
22
8)
9)
tentang
tersebut, serta
Pemberlakuan
Undang-Undang
20) Putusan
Mahkamah
Konstitusi
Indonesia
tentang
Republik
legalitasnya tertuang
praktik
di
Indonesia,
perkara
terorisme
diadili
oleh
melanggar
(asas-asas)
international,
ketentuan
pokok
hukum
f.
penyiksaan,
g.
perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara
paksa, pemaksaan
kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa
atau bentuk- bentuk kekerasan seksual lain yang setara,
h.
i.
j.
Menurut
penjelasan
Pasal
9,
yang
dimaksud
dengan
suatu
rangkaian
perbuatan
yang
dilakukan
terhadap
eksessif
sekali,
menimbulkan
sehingga
pada
umumnya
dapat
konsep
yang
lebih
eksplisitas
sifatnya.
CIA
dilakukan
dimaksudkan
dengan
untuk
purpose
membuat
of
shock
violence.
atau
Tindakan
intimidasi
itu
kepada
akhirnya
masalah
ekstradisi
di
antara
pelakunya
yang
2001
yaitu
Peledakan
Peraturan
Pemerintah
Pengganti
Undang-Undang
2003
Anti
Terorisme
yang
tergolong kejahatan
bentuk
Terorisme
terjadi
di
dunia,
masyarakat
Bali,
pemerintah
berkewajiban
untuk
secepatnya
25
Mala in se are the ofences that are forbidden by the laws that are
immutable: mala prohibita, such as are prohibited by laws that are not immutable.
Jeremy Bentham, Of the Influence of Time and Place
in
Matters
of
Legislation
Chapter
5
Influence
of
Time.
<http://www.la.utexas.edu/research/poltheory/bentham/timeplace/timeplace.c05.s02.h
tml>
26
Mompang L. Panggabean, Mengkaji Kembali Perpu Antiterorisme dalam
Mengenang Perppu
Anti Terorisme, Jakarta, Suara Muhamadiyah, Agustus 2003, hlm. 77
27
Muladi, Hakekat Terorisme dan Beberapa Prinsip Pengaturan dalam
Kriminalisasi, tulisan dalam Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, vol 2 no III
(Desember 2002), hal. 1
ketertiban
umum,
kejahatan
terhadap
nyawa,
dan
cukup
menangani
masalah
terorisme
dengan
KUHP-
nya.
yang
bersifat
domestik,
masih
cukup
dalam
ditangani
KUHP
dengan
yang berlaku.
mencegah
dan
memberantas
terorisme
secara
dan
dengan
mempertimbangkan
praktik
hukum
hal
tersebut,
pemerintah
Indonesia
telah
hak
universal
dan
oleh
karenanya
tidak
boleh
diabaikan.29
Perlakuan dan penerapan terhadap ketiga paradigma tersebut
ke dalam kebijakan hukum harus tepat, seimbang dan kontekstual,
yaitu dengan berlandaskan pada konsepsi Keseimbangan Berjarak
atau Equal Distance Concept. Di dalam konsep ini, karakteristik
sasaran
dilaksanakan secara sekaligus sesuai dengan fungsinya masingmasing, yaitu: fungsi preventif, represif, dan rehabilitatif. Kebijakan
dan langkah dalam melakukan pencegahan serta pemberantasan
terorisme dengan menggunakan paradigma tritunggal dimaksud,
diharapkan akan dapat memelihara kehidupan masyarakat dan
bangsa Indonesia yang tertib, aman, damai, adil, dan sejahtera.30
Karena lebih didasarkan pada peraturan yang ada saat ini
yaitu KUHP belum mengatur
memadai
untuk
memberantas
Tindak
Pidana
Terorisme,31
Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membentuk UndangUndang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan
menyusun Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu)
Nomor 1 Tahun 2002, yang pada tanggal 4 April 2003 disahkan
menjadi Undang- Undang RI dengan nomor 15 Tahun 2003 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Keberadaan UndangUndang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di samping KUHP
dan Undang-Undang RI Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana
(KUHAP),
merupakan
Hukum
Pidana
Khusus.
Hal ini
di
dalam
masyarakat.
Karena
pengaruh
sebagai
Tindak
Pidana,
karena
perubahan
Pidana
dan
diatur
dalam
suatu
perundang-
norma
dan
perkembangan
teknologi
Ibid.
Konsiderans Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana
Terorisme.
32
Loebby Loqman, op.cit., hlm. 17
31
c.
suatu
peraturan
khusus
untuk
segera
menanganinya.
d.
Adanya suatu perbuatan yang khusus dimana apabila
dipergunakan
proses yang diatur dalam peraturan perundangundangan yang telah ada akan mengalami kesulitan
dalam pembuktian.
Sebagai Undang-Undang khusus, berarti Undang-Undang RI
Nomor 15
Tahun 2003 mengatur secara materiil dan formil sekaligus, sehingga
terdapat pengecualian dari asas yang secara umum diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)/Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) (lex
generalis).
Keberlakuan
lex
specialis
specialis
derogat
derogat
lex
lex generalis,
b.
Pidana Terorisme
sebagai
dalam
kejahatan
terhadap
keamanan
negara
berarti
bahwa
seseorang
33
baik
dalam
Pidana
(KUHP)
bagi
hukum
pidana
materielnya
RI
Nomor
Tindak
15
Pidana
Tahun
Terorisme,
2003
bahwa
tentang
untuk
(KUHP). Apabila
memang
diperlukan
suatu
penyimpangan,
35
36
dengan Hak
Asasi Manusia.37
dalam
tahap
beracara
di
pengadilan,
dimulai
dari
kepada
menyebutkan
Jaksa
bahwa
Penuntut
perintah
Umum.
Pasal
Penangkapan
17
KUHAP
hanya
dapat
Proses
pemeriksaan sebagaimana
dalam ayat (2)
dimaksud
ditetapkan
Ketua
adanya
Bukti
Permulaan
yang
cukup,
maka
37
Ibid., hlm. 13
Penjelasan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 Tentang
Pemberantasan Tindak
Pidana Terorisme.
38
apakah
yang dapat
dikategorikan
sebagai
Bukti
bukti
permulaan
yang
merupakan
bukti
pendukung
(Supporting Evidence).
Dalam hukum pidana terdapat perbedaan mendasar antara
pengertian
intelegence
evidence
dan
crime
evidence.
Crime
evidence
seringkali
tidak
crime
evidence.
memerlukan sebagai
dasar
adanya
tindak
pidana,
sedangkan crime
korban
tewas
yang
keterlibatan Noordin
dikarenakan
M
Top
dan
bom
Dr
mobil
Azhari
atau
dalam
bom
mobil
yang
diletakkan
oleh
agen
Mossad
Selanjutnya, menurut Pasal 26 ayat (2), (3) dan (4) UndangUndang RI Nomor
15
Tahun
2003
tentang
Pemberantasan
sebagai
bukti
permulaan
yang
cukup,
yang
untuk
suatu
Tindak
Pidana
Terorisme,
tanpa
adanya
sangat sensitif
seperti perlindungan
terhadap
hak-hak
setiap
Intelijen,
sehingga
dapat
digunakan
sebagai
26
Bukti
ayat (1)
Pidana
tersebut
orang
Terorisme,
sangatlah
diperlukan agar
kejelasan
tidak
melakukan
mengenai
hal
terjadi pelanggaran
yang
27
tetap
tentang alat
bukti dalam
perkara
disyaratkan
Mengingat makna
Pasal
21
jo.
Pasal
138
KUHAP.
terorisme
sangat
sensitif
terhadap
pelanggaran
HAM,
peran
banyak
negara
untuk
mensahkan kesewenang-wenangan
diberantas
karena
alasan
Hak
Asasi
Manusia,
sehingga
39
bagaimana
ia
tidak
memberi
ruang
bagi
legitimasi
penyalahgunaan kekuasaan.42
Terdapat
kesan
yang
kuat
bahwa
pemerintah
lebih
15
tahun
2003
banyak
kecaman
yang
menyulut
yang
24
jam,
laporan
intelejen
waktu
dan
sebagainya.
Terorisme memiliki kaitan antara delik politik dan delik
kekerasan, sehingga pandangan mengenai terorisme seringkali
bersifat subjektif. Dalam Perpu Nomor 1 Tahun 2002 sebenarnya
terdapat pasal-pasal yang sangat riskan melanggar HAM yaitu Pasal
46 tentang Asas Retroaktif.
Memang, tak perlu disangkal lagi bahwa penerbitan Perpu
tersebut sejalan dengan prinsip ketatanegaraan abnormaal recht
voor abnormale tijden (hukum darurat untuk kondisi yang darurat).
Karenanya, dibenarkan pula penerapan asas lex specialis derogate
lex generalis (Pasal 103 KUHP), sehingga dalam keadaan yang tidak
normal tersebut adagium bahwa human rights must
42
of
clear
and
present
danger,dapat
Bari
Muchtar,
Undang-Undang
AntiTerorisme
Sangat
Mengkhawatirkan.
<http://www.rnw.nl>. 28 Januari 2002.
43
Kompasiana.com, prayitnoramelan, 26 September 2009 : Awas, Teroris Dilepas
Di Malaysia,
oleh Prayitno Ramelan.
yang
yang
berlaku
dalam
surut adalah
keadaan
memberikan
apapun.
justifkasi
HAM
Jadi
Kondisi
hukum
memberlakukan
apapun
produk
tidak
perundang-
perpu
tidak
boleh
bertentangan
dengan
UUD
1945,
dalam
keadaan
yang
merugikan
hak
asasi
Bali
tanggal
12
Oktober
2002
tidak
Konstitusi
(MK)
mempertimbangkan
Asas
tertentu
yang
berupa
terhadap
Ini
artinya,
terorisme
bukanlah
terorisme
dan
lingkup
Internasional,
internasional
bahwa
telah
ada
terorisme
kesepakatan
termasuk
dalam
Crimes
untuk
masuk
menjadi
yurisdiksi
kejahatan terhadap
ICC.
dapat
kemanusian (crimes
banyak
ahli
hukum
kejahatan kemanusiaan
bila
negara
yang
bersangkutan
telah
membuat
sewajarnyalah
bahwa
kejahatan
terorisme
termasuk
teknologi
informasi
sebagai
alat
untuk
Penggunaan teknologi
ini
mereka
masyarakat
sangat
menggantungkan
kehidupan
(vulnerable
and
defenseless)
dan
bahkan
tidak
Gabriel
internet.
Teroris
menyadari
bahwa
internet
sangat
yang
sangat
Weimann, Gabriel. Terror on the Internet: the new arena, the new challenges. US Institute of Peace
Press, 2006; 148.
siapa saja
yang
menginginkannya dan
tiadanya sensor
atas
yakni:
realitas
fsik
(physical
world)
dan
realitas
internet
sebagai
media
pelaksanaan
aksi
teror
cyberspace46.
Dorothy
Denning
mendefnisikan
cyberterrorism sebagai:
unlawful attacks and threats of attack against computers,
networks, and the information stored therein when done to
intimidate or coerce a government or its people in furtherance of
political or social objectives.
Jika diterjemahkan secara bebas dapat
berarti:
setiap serangan atau ancaman secara melawan hukum
terhadap komputer, jaringan komputer, dan informasi yang terdapat
di dalamnya yang dimaksudkan
untuk
mengintimidasai
atau
attack
against
premeditated,
politically
information,
45
Syahdeini, Sutan Remy. Kejahatan dan Tindak Pidana Komputer. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti;
2009 : 97
46
Denning, Dorothy E. Cyberterrorisme1. Diakses: www.cs.georgetown .edu/dening/infosec/
cyberteeoe-GD.doc. 20 Juni 2011.
47
International Cyber Threat task Force. Strategy to Combat Cyberterrorisme-Part 1. Diakses
: http://www.icttf.org/blogs/927/56/strategy-to-com bat- cyberterroris?
PHPSESSUD=9ba81efd3c5210205f8ea63dbfca922a. 20 Juni 2011.
pemerintahan
48
berakar
dari
information
warfare.
Mereka
yang
mendasar
information
Cyberterrorism
yang
warfare
bertujuan
membedakan cyberterrorism
adalah
untuk
tujuan
menciptakan
dasar
mereka.
ketakutan
dan
information
warfare
hanya
ditujukan
pada
orang
atau kelompok orang tertentu saja. Mark Pollit, seorang agen FBI,
menyatakan bahwa cyberterrorism adalah
Cyberterrorism is the premeditated, politically motivated
attack against information, computer systems, computer programs,
and data which result in violence against noncombatant targets by
sub national groups or clandestine agents
50
terencana
yang
berdasarkan
motivasi
politik
48
Weimann, ibid.
49
Janczewski. Lech J. and Colarik, Andrew M. Cyber Warfare and Cyber terrorism. New
York: Information Science Reference. 2008: xiv.
50
Computer Crime Research Center. What is Cyber-terrorism?. Diakses:
http://www.crime- research.org/library/Cyber-terrorim.htm. 20 Juni 2011.
kejahatan
konvensional
dengan
kecanggihan
dunia
teknologi.51
Cyberterrorism
serangan
secara
umum
dapat
dilihat
sebagai
atau
memaksa
kelompok
lain
atau
pemerintah
hacking
yang
hanya
bertujuan
menarik
karena
perhatian
atau
tidak
ada
cyberterrorism,
unsur
yakni
yang
harus
penggunaan
ada
computer
pada
sebuah
system
atau
mempergunakan
sistem
teknologi
daninfomasi
melalui
adanya
internet,
para
cyberterrorists
dapat
yang
sangat
besar.
didapatkan
memiliki
Kemudian,
51
nd
Thachrah, John Richard. Dictionary of terrorism, 2 edition. New York: Routlegde. 2004: 61.
Syahdeni, 2009 :100, 102.
53
Conway. Muara. Terrorism and IT : Cyberterrorism and Terrorist Organisations Online. 2003
Diakses: http://doras.dcu.ie/502/1/terrorism_it_2003.pdf. 20 Juni 2011.
52
para cyberterrorists
untuk
pertukaran informasi.
c.
Bentuk infomasi.
Internet telah menjadi sumber kekuatan yang baru bagi para
cyberterrorists.
Internet
juga
sering
dikatakan
sebagai
juga
memiliki
sifat
yang
dinamis,
dan
dapat
dan
penerimaan
dikendalikan secara
penggunaan
cyberterrorists
informasi
individu,
internet.
dapat
yaitu
Maka
merasa
di
melalui
internet
bawah
kendali
dengan
demikian
lebih
aman
para
untuk
keberadaannya.
f.
Pemerintah sulit untuk melakukan pengawasan dan
pengendalian.
Sejak pemerintah diketahui tidak memiliki kemampuan yang
cukup untuk memberikan pengawasan dan pengenalian bagi
para pengguna internet, maka sejak saat itulah internet
menjadi media faforit yang digunakan oleh cyberterrorists
untuk melakukan segala kegiatan yang berhubungan dengan
cyberterrorists.
g.
Melalui
internet
cyberterrorists
dapat
membuat
dan
atau
menekan
bugdet
operasional
dari
Mendunia.
Cyberterrorists hanya diperlukan mengakses untuk dapat
menjangkau seluruh dunia. Maka , dengan adanya internet
setiap tempat yang senyatanya, memiliki jarak berjauhan
menjadi sangat dekat. Oleh karena itu, para cyberterrorisim
dapat melakukan serangan kesegala penjuru dunia.
badwidhth
internet,
dapat
diperoleh
demikian
dampak
yang
ditimbulkan
dari
serangan
menanggulangi
bahaya
dan
ancaman
terorisme
memprakarsai
United
Nation
Global
Counter
UNGCTS
menekankan
kepada
pilar
strategi
penanggulangan terorisme
yang
pada
intinya
mendorong
54
Counter Terrorism Task Council of Europe. Yberterrorism-The Use of The Internet for Terrorist
Purposes. France: Council of Europe Publishing. 2007: 16.
2.
3.
4.
Penegakan Hak Asasi Manusia bagi Semua Pihak dan
Penegakan
Rule Of Law Sebagai Dasar Pemberantasan Terorisme
Pilar strategi ke-2 yaitu langkah-langkah untuk mencegah dan
menanggulangi terorisme,
PBB
memberikan perhatian
kepada
internasional
yang
koordinatif
maupun regional
dalam
baik
dalam
penanggulangan
PBB
menekankan
penanggulangan
terorisme
harus
koherensi
dalam
penanggulangannya,
termasuk
berpartisipasi
penanggulangan
aktif
terorisme
dalam
mendukung
dengan
langkah-langkah
mengedepankan
sikap
dirumuskan
dalam
UUD
adalah
negara
hukum
Menurut A.V. Dicey ciri penting dari negara hukum adalah The Rule
before
the
law
dan
due
process
of
law
terkenal,
Von
Feurbach
dalam
adagium
yang
poenali, yang berarti tiada delik, tiada pidana tanpa terlebih dahulu
diatur dalam undang-undang.
Sangat disayangkan, hingga saat ini Indonesia belum memiliki
ketentuan hukum pidana yang bisa dijadikan dasar dalam menindak
cyberterrorism. Indonesia baru memiliki sejumlah undang-undang
yang mengatur mengenai pemanfaatan teknologi informasi ataupun
mengatur
cybercrime,
ketentuan
yang
cyberterrorism
padahal
lebih
lebih
cyberterrorism
spesifk
mengingat
berbahaya
dari
membutuhkan
dampak
buruk
cybercrime
pada
3)
4)
Undang-Undang
Informasi dan
No.
11
Tahun
2008
tentang
Transaksi Elektronik
5)
Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi
Publik
Cepatnya
pergeseran
modus
terorisme
hingga
kepada
ketinggalan
dari
zamannya.
Indonesia
harus
mampu
perundang-
undangan
yaitu:
mengubah
atau
dan
sanksi
apa
yang sebaiknya
Kemudian,
di
Indonesia
sendiri
kemampuan
cyber
(defacement)
http://www.polri.go.id/backend/index.html
Akibatnya
mampu
terhadap
situs
milik
Polri.
mengantisipasi
penguasaan
teknik
kemampuan
berkembang
menjadi
yang
semula
hacking
oleh
Bukan
tidak
seputar defacement
serangan-serangan
yang
lebih
kriminalisasi
dalam
penyebaran
materi
yang
terorisme
memiliki
lingkup
penyebaran
rasa
kebencian,
dapat
berbentuk
elektronik,
yaitu
satu
atau
atau
lisan,
segala
maupun
bentuk
anshar.net, website
www.arrahmah.com, dan
blog:
oleh
Pepi
mempelajari
cara
Fernando.
penyidik
Fakta
Polri,
itu
bahwa
Pemberatan
penghimpunan
hukuman
dana
bagi
pelaku
5.
Pemberatan
anggota
hukuman
bagi
pelaku
perekrutan
informasi
Pemberatan
hukuman dalam
pengaturan
poin
ini
perlu
tidak
melakukan
perbuatan
ini.
Adapun
contoh
ketentuan
ini
perlu
dimasukkan
sebagai
usulan
sangatlah
sulit,
sehingga
perlu
diambil
alternatif
proteksi
bagi
masyarakat
luas.
Kemudian,
dapat
terjadinya
penghentian
lebih
tindak
arus
bersikap
pidana
proaktif
terorisme,
penyebaran
dalam
mencegah
khususnya
informasi
terorisme
terkait
lewat
2.
mengeksploitasi
keberadaan
dari
cyberspace,
diantaranya:
a.
atau
informasi
non
untuk
fsik,
misalnya
menentukan
lokasi
target
serangan,
dan
penghimpunan dana;
2).
perekrutan anggota;
3).
4).
5).
organisasi
teroris,
ekstern
organisasi
rasa
atau
kebencian,
pemujaan
penyebaran
ideologi
terorisme),
yang
terorisme
melalui
penghasutan,
terhadap
terorisme,
dan
memberikan
penggunaan
terorisme,
propaganda
dukungan
bagi
teknologi
dan
informasi;
b.
untuk
terorisme
melalui
teknologi
dan
informasi;
c. pemberatan
hukuman
bagi
pelaku
perekrutan
e.
kriminalisasi
terhadap
yang menyerang
tindak
infrastruktur
pidana
terorisme
atau
jaringan
f.
memberikan
penegak
kewenangan
kepada
aparat
B.
Kajian Terhadap
Dengan Penyusunan
Asas/Prinsip
Yang
Terkait
yang
sangat
Norma.
Menurut
Muladi
dipertimbangkan
(2003),
Asas-asas
Dan
tindak
menyediakan
atau
pidana
radioaktif
yang dilakukan
mengumpulkan harta
dan
dengan
kekayaan
(b)
yang
Aktualisasi
sudah
dari
beberapa
ketentuan
tindak
pidana
Ofences
and
Aircraft)
Montreal
1971
dan
Konvensi
certain
Other
(Convention
for
Acts
the
"
berupa
"dengan
maksud
untuk
melakukan tindak
ruang
linngkup
berlakunya
hukum
pidana,
seperti
Tahun
2002),
pengaturan
pembantuan
atau
tindak
pidana
dengan
Asas
komplementer (complementary
principle)
(internastional
berkaitan
dengan
berat
terrorism)
terorisme
terhadap
terorisme
disebabkan
domestik
karena
(domestic
trial.
Untuk
itu
diatur
secara
lengkap
tindak
pidana
of
sentencing)
tetapi,
"the
reasonable
sentencing;
Hal
ini
menyangkut
"acces
to Justice", restitusi,
kompensasi dan rehabilitasi (Pasal 31, Pasal 32, Pasal 34, Pasal
35 dan Pasal 36 Perpu No. 1 Tahun
2002);
Ketujuh, Asas harmonisasi hukum (the Pinciple of Legal
Harmonization). Dalam rangka penyusunan UU, dikaji pelbagai
konvensi
hukum
internasional
dan
pengaturan
tindak
pidana
ditampung
baik
dari
unsur
suprastruktur,
infrastruktur,
peristiwa
telah
relatif
cepat
dijawab
dengan
300 untuk menemukan dan menangkap salah satu dari pelaku yaitu
Amrozi. Pengembangan penyidikan selanjutnya terus
melalui
dokumen, alamat,
nomor
untuk
dapat
pelacakan
dari
sejumlah
berkembang
Bom
Bali
dan
jaringan
para
peristiwa
Pelaku
Polri
Terorisme
dalam
di Indonesia
mulai dari aksi Teror yang terjadi di Kedubes Philipina ,Bom Natal
pada tahun 2000,Bom Gereja HKBP St Ana, Bom Bali 1, Bom
Marriot, Bom Kuningan, Bom Bali 2 dan Bom Ritz Carlton dan
Marriot 2 dan lainnya, bahkan berdasarkan hasil penyelidikan
terhadap pelaku terror ( Peledakan Bom ) yang terjadi di Indonesia
baik sebelum maupun setelah terjadinya Bom Bali 1 yang telah
diungkap
oleh
Polri,
maka
Polri
mampu
menggambarkan
di
lapangan
maupun
terus
belajar
dari
pengalaman,
maka
proses
pengalaman
dibidang
penyidikan
proses
dengan cara-cara
yang
pidana
lainnya.
biasa
bahwa
seperti
menyidik
kasus-kasus
perhitungan seperti
penyidik
dalam hal
diperlukan
dimana tempat
hukum,
penangguhan
penahanan
dan
termasuk
perlindungan saksi.
Dalam
hal
masa
Penangkapan
dan
Penahanan
(4)
Pasal
28
Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap
orang yang
diduga keras melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan
bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26 ayat (2) untuk paling lama 7 x 24 (tujuh kali dua
puluh empat) jam.55
Sebagaimana isi pasal tersebut di atas, Penyidik hanya diberi
waktu Penangkapan
dirasakan
kurang
memadai
bagi
Penyidik
untuk
contoh
atas
nama
tanggal
Ali
24
Imron
(hukuman
Berkas
Perkara
No.
Pol.:
Abu
Rahman
dilakukan
bersangkutan
Internasional
penangkapan
penyidik
terhadap
membutuhkan
yang
kerjasama
Washington
DC
berkaitan
dengan
membutuhkan
ahli
proses
penangkapan
penerjemah
karena
penyidik
tersangka
Luar
(penerjemah)
Negeri
ditangani
Republik
oleh
Indonesia
Computer
(PC)
perlu
pemeriksaan
oleh
Begitu
pula
dalam
Penahanan
dan
atau
proses
maka
perlu
strategi
penyidikan
yang
tepat
tersebut
akan
terposisikan
sebagai
saksi
(mahkota).
Contoh kasus :
-
Laporan
Polisi
Reskrim,
(LP)/K/51/III/2010/Sat
LP/50/II/2010Dit
LP/K/160/XI/2010 Sat
Reskrim
Reskrim,
: kasus pelatihan
Kabupaten Aceh
tersangka yang
P/2082/VIII/2010/SU/TABES, LP/20/A/9/2010/Densus
: kasus teroris
CIMB
NIAGA
Tersangka
yang
ditangkap
sebanyak 18 orang.
-
a.
Untuk
rangka
memenuhi
proses
pasal
penyidikan
184
tindak
keterangan
ahli.
KUHAP
Yang
pidana
salah
dalam
teroris
satunya
dalam prosesnya
bom
Untuk
memenuhi
pasal
proses
penyidikan
rangka
184
KUHAP
tindak
dalam
pidan
teroris
Berdasarkan
Computer
penyitaan
(PC)
barang
perlu
bukti
Personal
pemeriksaan
oleh
Investigation
Washington
DC
berkaitan
ini
diawali
laboratories
sampai
dari
penyitaan,
dengan
hasil
pemeriksaan
pemeriksaan
yang
diperlukan
terjadi
kegiatan
dalam
proses
penyidikan
Sebagai
Kabupaten Aceh
melakukan
persiapan
dibeberapa
para
tempat
berkaitan
erat
menangani
masalah
terorisme
dengan
ilustrasi,
disebutkan
salah
satu
peristiwa
dengan prosedur
di
tapi
memang
kondisi
objektif.
Masa
hari.
Sementara
masa
penahanan
adalah
negara
tetangga,
aktiftas
yang
diduga
yang
untuk
melakukan
kegiatan
ditangkapnya
beberapa
individu
di
Plumpang
sekarang.
Dengan
masa
penahanan
yang
alasan
kondisi
geografs
Indonesia
yang
luas,
dan Extra
tahun 2003
tentang
sehingga
dalam
Penyidik
Polri
pemberantasan
mengalami
tindak
suatu
pidana terorisme,
cukup
banyak
untuk
melakukan
aksinya
pasti
sudah
dilakukan
karena
merupakan
kegiatan
pelatihan
di
daerah
tersebut,
oleh
karena
orang
yang
menghasut
dan
merekrut
untuk
melakukan
agama
suatu
latihan
tertentu
dengan
kedok
orang
orang
yang
merencanakan
dan
atau
ditujukan
terhadap
Actor
Yang
dimaksud
dengan
merencanakan
termasuk
kepada
Actor
Intelectual
Precusor
berbagai
Activities)
tersebut
di
Perencana
atas,
dan
kegiatan
, sehingga dalam
Undang
Undang
alat
atau
tidak
tanpa
melapor
atau
activities)
tidak
bisa
pendahuluan
hal
juga
pembuktian
bahwa
kegiatan
Pendahuluan
sudah
seharusnya
dimasukan
3.
intelijen.
mengungkap jaringan
Yang
kurang
berperan
dalam
terorisme. Peran intelijen dibatasi oleh Pasal 26 UndangUndang RI Nomor 15 Tahun 2003 yang menyatakan intelijen
hanya dapat dijadikan alat bukti permulaan setelah melalui
Proses pemeriksaan oleh Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan
Negeri. Sementara penyidik hanya terfokus menangani pelaku
lapangan dan belum menjangkau tokoh ideologis. Agar bahanbahan keterangan intelijen bisa diperoleh dari jaringan di
lembaga- lembaga intelijen, baik di tingkat pusat maupun di
tingkat daerah. Data intelijen itupun nantinya, seperti yang
sudah diusulkan, bisa dijadikan alat bukti, tidak hanya setelah
hearing, tapi juga, setelah melalui analisis oleh tim intelijen
terpadu.
Terkait penanganan masalah terorisme, penguatan peran
intelijen adalah mutlak. Di mana-mana, intelijen mutlak
dilibatkan
dalam
penanganan
Indonesia
adalah
adanya
terorisme.
trauma
Masalah
terhadap
di
kewenangan
melanggar HAM,
terorisme,
peran
Intelejen yang
ada
dan tanpa
perlu
menambah
penyandang
lapangan
dana,
koordinator
dengan
tugas
lapangan
mereka
dan
operator
masing-masing
dan
2).
3).
Sasaran
yang
diperlukan
dan
disesuaikan
baku,
berganti
selalu
dengan
berkembang,
tuntutan kerahasiaan.
4).
5).
Markas
besar
kelompok
Al
Jamaah
Al
Islamiyah
nasihat
pemberian
secara periodik
maupun
pimpinan
(secara
operasional
penggunaan
serta
baik
pengarahan
kepada
anggota
nama-nama
Sirri
alias,
ditandai
latihan
dengan
militer
dipelajari
setelah
mengerti
dimusnahkan,
mengikuti
beradaptasi
kegiatan
dalam
yang
bukan
penampilan
bidangnya,
seperti
8).
Pemilihan
kerahasiaan
dimaksudkan
untuk
mengamankan organisasi.
Menurut Kadensus 88/AT Bareskrim Polri Brigjen Polisi
Drs. M. TITO KARNAVIAN, M.A bahwa hasil penyelidikan dan
Penyidikan
suatu
temuan yang
2)
3)
Mampu
internasional
membangun
pasca
afliasi
tertangkapnya
dengan
jaringan
Hambali,
dengan
ingin membuat
kembangkan
teknik
taktik
untuk
8)
Mampu bangun sel-sel baru untuk operasi dan
persembunyian
analogi hijrah, kaum Muhajirin dan kaum
Anshor.
Hal ini menunjukkan bahwa mereka dalam bergerak
sudah sangat rapi dan sistematik supaya tidak mudah terdeksi
oleh aparat Pemerintah atau Polri, hal ini
hanya didapat
y a ng
4.
Deradikalisasi
Deradikalisasi
berarti
berasal
secara mendasar
prinsip): perubahan.56
suatu
dari
upaya
kata
(sampai
radikal
kpd
yang
hal
yg
pencegahan
yang
dilakukan
agar
para
menunjukan
bahwa
melalui
dengan
sidang
ditangkap,
Pengadilan
tidak
Hukum
dan
disertai
kegiatan Deradikalisasi
HUMANIS,
dan
berkelanjutan
pendekatan
interdisipliner.
dari
multipihak
dengan
berarti
upaya
Humanis
menurutnya,
kesejahteraan,
masyarakat,
terorisme.
harus
mampu
dan
keadilan
kesetaraan,
bagi
Soul
para
tersangka,
approach
artinya
menciptakan
bagi
ataupun
seluruh
terpidana
pemberantasan
terorisme
dilakukan
melalui
dengan
paham-paham
radikal,
serta
menanamkan
dengan
bulan
Juli
tahun
2010
terhadap
Para
Indonesia
dan
hasil
dari
kegiatan
di
tersebut
b).
c).
Sasaran
kegiatan
mendapatkan
dukungan
Kegiatan
57
Lembaga Pemasyarakatan
Masyarakat
2).
dalam
persatuan:
yg
lebih
besar
b.
Manfaat Deradikalisasi
Manfaat / Keuntungan yang didapat dari Program
Deradikalisasi adalah sebagai berikut :
-
Counter Terorisme
Cegah Radikalisme
Perbandingan Faham
Mengelak dari
Permusuhan
Provokasi
Kebencian,
Atas nama
Agam
a.
-
c.
59
60
Sasaran (objek).
Sasaran
dalam
rehabilitasi
program
pembinaan,
Keluarga
dari
narapidana
tersangka
dan
kasus terorisme.
Masyarakat.
2).
Pelaksana program.
Pelaksana
reintegrasi
dari
program
rehabilitasi,
deradikalisasi adalah :
Penyidik kasus terorisme, dibantu
bersama,
agama,
Tokoh
Tersangka
atau
napi
yang
telah
sadar
kepolisian
dalam
mengungkap
jaringan.
Dari pihak akademisi terutama dibidang
psikologi.
3).
Metode.
Tahapan kegiatan program pembinaan dilakukan
secara
sistematis
tersangka
dan
ditangkap
terencana
sejak
kemudian
para
dilakukan
dan
di
vonis
selanjutnya
Lembaga
menjalani
Pemasyarakatan
Lembaga Pemasyarakatan
untuk
kembali
kemasyarakat. Pada
Bantuan
sosial
atau
ekonomi,
termasuk
Gabungkan
yang
pertemukan
dengan
dan
ke
Lembaga
Rutan. Dilakukan
Diskusi.
Melakukan
tukar
menukar
informasi,
penjernihan fkiran
yang
sel
di Lembaga Pemasyarakatan
tahanan
ataupun di
atau
luar
di
sel
dilakukan
program
di
dalam
Lembaga Pemasyarakatan.
-
6).
7).
perhatian
memecahkan
masalah
dan
sosial
membantu
dan
ekonomi
agar
mereka
kasus
mengetahui bahwa
program hijrah melalui penjernihan paham benarbenar untuk menuju kearah yang lebih
baik
sekolah
anak-anak, membuka
dan
mengunjungi
kegiatan
kehidupan
fikiran
bahwa
masyarakat
berhak
atas
meningkatkan
kualitas
kehidupan.
Pondok
9).
dimasukkan
dalam
UndangUndang
5.
Kasus Posisi
Nama Lengkap
H.
Amrozi Bin
Nurhayim
Tempat/Tanggal Lahir
Juli 1962
Jenis Kelamin
Lamongan, 5
:
Laki-laki
Kebangsaan/Kewarganegaraan
Tempat Tinggal
:
:
Islam
Bengkel
Dakwaan
Premair :
Melanggar Pasal 14 jo Pasal 6 PERPU No. 1 Tahun
2002 jo
Pasal 1 UU No. 15 Tahun 2003 jo Pasal 1 PERPU No. 2
Tahun
2002 jo Pasal 1 UU No. 16 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat
(1) ke1 KUHP.
Subsidiair :
Melanggar Pasal 6 PERPU No. 1 Tahun 2002 jo Pasal 1
UU No.
15 Tahun 2003 jo Pasal 1 PERPU No. 2 Tahun 2002 jo
Pasal 1
UU No. 16 Tahun 2003 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Lebih Subsidiair Lagi :
Melanggar Pasal 15 jo Pasal 6 PERPU No. 1 Tahun
2002 jo
Pasal 1 UU No. 15 Tahun 2003 jo Pasal 1 PERPU No. 2
Tahun
2002 jo Pasal 1 UU No. 16 Tahun 2003.
Lebih Subsidiair Lagi :
Melanggar Pasal 9 PERPU No. 1 Tahun 2002 jo Pasal 1
UU No.
AMROZI
bin
H.
ALI
ALIK
IMRON alias
alias
perkara
lain),
DR.
ZULKARNAIN
AZAHARI
(yang
alias
keenam
ALAN
tersangka
dan
belum
mengadili,
terorisme
merencanakan
dengan
sengaja
atau
ancaman
menimbulkan
suasana
teror
orang
menimbulkan
dengan
cara
korban
kekerasan,
atau
secara
rasa
meluas
yang
merampas
pidana
menggunakan
kekerasan
terhadap
tindak
takut
atau
bersifat massal,
kemerdekaan
atau
kerusakan
fasilitas
PDAM,
bahan-bahan
berbahaya
lainnya
dan
pembelian mobil Mitsubishi L-300 No. Pol. DK-1822CW, sepeda motor merk Yamaha F1ZR No. Pol. DK5228-PE, merakit atau membuat bom atau bahan
peledak atau bahan-bahan lain yang berbahaya
serta mempersiapkan SDM yaitu orang yang akan
melaksanakan pengeboman atau peledakan dan
atau
mempersiapkan
finansial
atau
keuangan
berupa uang kurang lebih sebesar RP 74.950.000,(tujuh puluh empat juta sembilan ratus lima puluh
ribu rupiah) yang diterima terdakwa dari IDRIS alias
JHONI
HENDRAWAN
dan
atau
dari
UTOMO
berbahaya
dan
untuk
pembelian
mobil
Badung,
yang
secara
meluas,
yaitu
masyarakat,
perbuatan
terdakwa
tersebut
perbuatan/kegiatan
yang
dilakukan
terdakwa
ALI
IMRON
GHUFRON
alias
alias
ALIK, UTOMO
alias
ARNASAN
alias
JIMI
dan
dilakukan
Malaysia
semenjak
maupun
setelah
terdakwa
berada
di
terdakwa
berada
di
mengikuti
ataupun
MARJUKI,
NOORDIN
MOHE
ALAN
yang
TOP
dan
membahas
terhadap kepentingan
sekutunya
WAN
MIN
DR.
operasi
Amerika
MUKHLAS,
WAN
AZAHARI
MAT,
alias
pengeboman
Serikat
dan
sebagai
yang
pertemuan
dituakan,
yang
terdakwa adalah :
diikuti
sedangkan
atau
pertemuan-
dilakukan
oleh
Pada
sekitar
bulan
Agustus
2002,
terdakwa
Muslim
terhadap
Muslim
lainnya yang
di
Halmahera,
Afganistan,
Ambon
Palestina,
termasuk
Kasmir,
Irak.
Dalam
alias
IMAM
menyatakan
Serikat
dan
perang
dalam
terhadap
Amerika
pertemuan
tersebut
yang
sasaran
tepatnya
akan
ditentukan
kemudian.
Bertempat di Mesjid Agung Klewer Surakarta,
yang
dihadiri
oleh
terdakwa,
pada
IDRIS
alias
JHONI
AZIZ
alias
IMAM
saat
itu direncanakan
tugas,
yaitu
terdakwa
bertugas
alias
menyiapkan
JHONI
HENDRAWAN
transportasi
dan
bertugas
akomodasi,
sedangkan ABDUL
AZIZ
alias
IMAM
menyiapkan
SAMUDRA
SAMUDRA
mencetuskan
ide
AZIZ
alias
dirumah
Hernianto
di
Desa
serta
tersebut
DULMATIN,
bertujuan
dimana
untuk
pertemuan
mematangkan
merencanakan
demonstrasi
terhadap
mengikuti
beberapa
pertemuan
sebagai
untuk
membeli
bahan
peledak
juta
rupiah),
sebagai
Sekitar
setelah
empat
pertemuan
sampai
dengan
lima
tersebut
diatas,
di
hari
rumah
No.
L-300
No.
Pol.
DK-
Mesin
dengan
mengendarai
mobil
kijang
serta
Paddys
Pub
dan
Sari
Club
uang
sebesar
Rp
20.000.000,-
dari
Dalam
rangka
pelaksanaan
pengeboman
atau
mempersiapkan
Kclo3
sebanyak
sarana
1
ton
fisik
dengan
seharga
Rp
Pada
tanggal
23
September
2002
terdakwa
100
kg belerang seharga Rp
200.000,Pada tanggal
terdakwa
dilakukan
25
September
pertemuan
untuk
2002
dirumah
mematangkan
terdakwa
pertama
dengan menggunakan
kedua
dengan
dilakukan
menggunakan kendaraan mobil Vitara No. Pol. L731-GB warna hijau mengangkut 4 buah kardus dari
rumah terdakwa menuju Surabaya lalu melalui agen
bus Setiawan, kardus tersebut dikirim ke Denpasar.
Pengiriman
terdakwa
ketiga
dengan
dilakukan
menggunakan kendaraan mobil Vitara No. Pol. L731-GB warna hijau mengangkut 5 buah kardus dari
rumah terdakwa menuju Surabaya lalu melalui agen
bus Gunung Harta, kardus tersebut dikirim ke
Denpasar.
Pengiriman keempat : dilakukan terdakwa dengan
menggunakan kendaraan mobil Vitara No. Pol. L731-GB warna hijau mengangkut 4 buah kardus dari
rumah terdakwa menuju Surabaya lalu melalui agen
bus Setiawan, kardus tersebut dikirim ke Denpasar.
Pengiriman
kelima
: dilakukan terdakwa
Tanggal
menerima
Oktober
2002
terdakwa
membeli
filling
kabinet plastik
untuk
UTOMO
Hotel
Harum
di
Jalan
Teuku
Umar,
Denpasar.
Pada sekitar tanggal 7 Oktober 2002 diadakan
pertemuan di sebuah rumah di Jalan Pulau
Menjangan No. 18 Denpasar yang
terdakwa,
ABDUL
AZIZ
alias
dihadiri
oleh
IMAM SAMUDRA,
melaksanakan
peledakan
bom
dilaksanakan
atau
Kantor
Konsulat
AS,
sementara
yang
dikenakannya
pada
FERI
baju
ledakan
telah
bom
di
tiga
tempat
khususnya
Bali.
Dan
menimbulkan
Menghancurkan
sejumlah
publik
422
atau
unit
umum
bangunan
lainnya
kerusakan
jaringan
dan
Ratio
Terdakwa
Legis
Putusan
Teori
Subyektif
Obyektif
Pertimbangan
No.
dan
Hakim
Perkara
AMROZY
objektif
dengan
menguraikan
Jaksa
Penuntut
dan
perkara
ini
dalam
mencari
dan
subyektif
sebagaimana
digariskan
Mr.
TRAPMANN.
4.
Teori Hirarchi Perundang-undangan Asas Lex
Specialis
Derogat
Generalis
Asas
Lex
Legi
Posterioris
Derogat
Legi
Priori
menilai
Majelis
Hakim
didalam
181
Azas
Lex
Specialis
de
rogat
Lex
ASAS
RETRO
AKTIF
dalam
menolak
Majelis
hakim
mencoba menggabungkan
pencegahan
atau
teori
detterence
doktrina
NAWIASKY dengan
berdasarkan
hukum
teori
jenjang
dari
HANS
norma
hukum
diatasnya
lagi.
Kedua
pada
norma
teori tersebut
yang
dalam
menjalankan
hak
dan
pertimbangan
moral,
nilai-nilai
agama,
karena
aspek
ini
secara
berlaku
implisit
dan
terperinci
sebenarnya
kontradiktif
akan
pembatasan
dan
tetapi
tidak
yang
ada
nuansa
ada
adalah
spesifikasi/kekhususan
antara
yang
berat
yang
terjadi
sebelum
dan
spesifikasi
ditataran
UUD
1945
Perubahan Kedua yaitu antara ketentuan Pasal 28
I dengan
Pasal 28 J ayat (2). Oleh karena itu, dari persepktif
dan optik UU dan dalam konteks ajaran Hukum
Tata
Negara
timbulnya
asas
Lex
Specialist
Derogat
Lex
dari
hak
toetsingrechts)
akan
dari
terbentuk
terbentuk
uji
materiil
(materiiele
nantinya
dan
karena
hingga
sekarang
masih
yurisdiksi dari MA
Republik
Indonesia.
belum
merupakan
Bahwa
asas
berlaku
surut
nullum
delictum
timbul
sesudah
jaman
Mencermati
Hakim
arah
pertimbangan-pertimbangan
formil
dan
materiil
yang
gabungan
dapat bersifat
ada
kemampuan
bertanggung
jawab
menentukan lain.
Menurut Tim mencermati pembuktian unsur
setiap
orang
Majelis
mensyaratkan
Hakim
perkara
hal-hal
tertentu
AMROZY
sebagai
tidak
tindak
umum,
yaitu
siapa
saja
tidak
itu
Andi
Hamzah
menegaskan
untuk
adanya
Bahwa
disamping
pandangan dari
Mr.
SOEMODIPRADJA,
Bandung,
SH.
hal.
berpandangan
pengertian
Penerbit
43-44.
didalam
Alumni,
Bahwa
Hakim
pertimbangannya
merencanakan
menurut
Blacks Law
Dictionary dan
ditinjau
aspek
dari
melingkupinya
maka
the
Blacks Law
tumbuh
dan
Saxon
atau
Case
Law
ke
Kontinental
merencanakan tersebut
dalam
rumpun
sebagaimana
hukum
sistem
Eropa
hukum
Indonesia.
2).
Bahwa lebih jauh Hakim mengaitkan Pasal
14 PERPU
No. 1 Tahun 2002 jo UU No. 15 tahun 2003
tidak memberikan batasan secara
limitatif
tantang
pengertian
merencanakan,
akan
SDM.
Di
dengan
satu
sisi
Majelis
sependapat
dan
gramatikal
bahwa
kata
dalam
perundang-
Bahwa
walaupun
sependapat
di
dengan
satu
sisi
Majelis
Penasihat
Hukum
pengertian
unsur
merencanakan
Kontinental. Oleh
dan
teknik
yuridis
sebagaimana
pengertian
kata
adalah
membuat
rencana,
mengupayakan,
sehingga
merencanakan
merancang,
menguraikan
terdapat
sesuatu
adanya
j ar ak
merumuskan
perbuatan
da n
baik
melakukan
secara
fisik,
yaitu
dengan
AMROZY
ada
bin
H.
rencana,
dan
ikutnya
NURHASYIM
merancang,
pertemuan
mulai
bulan
Juli,
2002
baik
di
rumah
saksi
HERNIYANTO
alias
MUKHLAS
dan
ALI
IMRON,
finansial,
maupun
SDM
berupa
mobil
sedemikian
rupa,
tersebut
membeli
dimodifikasi
bahan
kimia
di
dari
Toko Tidar
saksi
SILVESTER
Kimia,
Surabaya,
bahan
melalui Bus
SAMUDRA
dan
IDRIS
alias
alias
JHONI
Teuku
Umar
Barat
Denpasar
9.300.000,
-.
5).
Menimbang,
bahwa
berdasarkan
pengertian
kata
membuat
merencanakan
rencana,
mengupayakan,
sehingga
merancang,
menguraikan
terdapat
adanya
berpikir
dengan
perencana
merumuskan
perbuatan
yaitu
dan
sesuatu
jarak
waktu
tenang
untuk
melakukan
secara
sesuatu
dan
sehingga
meyakinkan
unsur
menurut
alternatif
hukum
lainnya
yaitu
diatas
Pertimbangan-pertimbangan
mengenai
pembuktian
merencanakan mencoba
memperluas
perencanaan
menurut
yang
unsur
unsur
team
juga
Tim
menilai
kesengajaan
pembuktian
Kehendak
seorang
Jerman dan
unsur
(Willens
Guru
Teori
yakni
besar
di
Gottingen
Bayangan/Pengetahuan
di
Tubingen
Waarschijnljkheids
Praduga/Teori
Jerman
atau
atau
Teori
Theory
Prakiraan)
dari
PROF.
VAN
BEMMELEN dan
POMPE
kemudian
teori
kesengajaan.
Hal
ini
terlihat
dalam
menganalisa,
dan
menggunakan
dengan
kekerasan
atau
(weten)
akan
akibat
daripada
perbuatan itu.
3)
Teori
(Voorstelling
seorang
Bayangan/Pengetahuan
Theory)
Guru
besar
dari
FRANK
di Tubingen
atau
Teori
Praduga/Teori Prakiraan)
a.
Kesengajaan
(Opzet
sebagai
maksud
SATOCHID
KARTANEGARA,
SH
dalam
als
zekerheidesbewustzijn)
menurut
PROF.
Dr.
PROJODIKORO, SH
WIRJONO
Kesengajaan
akan
sebagai
kemungkinan
kesadaran
(Opzet
mogelijkheidsbewustzijn
voorwaardeijk
bij
atau
opzet
atau
dolus
HAMEL
para
rangka
pelaku
pengeboman di
telah
Bali
mengetahui
AMROZY
bin
H.
Bali
NURHASYIM,
ALI
GUFRON,
IDRIS,
UTOMO
Pertimbangan Unsur
Menimbulkan Suasana
Meluas
atau
Menimbulkan
Korban
yang
bersifat masal
a).
MENIMBULKAN
PERTIMBANGAN
SUASANA
TEROR
ATAU
RASA
TAKUT
YANG
BERSIFAT
teror
dan rasa
takut
dapat
oleh
SUASANA
Majelis.
TEROR
Pembuktian
ATAU
RASA
unsur
TAKUT
KORBAN
YANG
BERSIFAT
dalam
hal
apa
dapat
dikatakan
dan
psikologis
secara
umum
dari
Menimbang,
JOHAN
bahwa
DUKA,
berdasarkan
H.
AGUS
keterangan
BAMBANG
NUGRA,
DR.
NENGAH
KUNING
Direktur
Denpasar bahwa
RSU
Sanglah
dampak
ledakan
bom
yang
dilakukan
atau
Mengakibatkan
Kehancuran
Strategis
terhadap
atau
Kerusakan
Cbyek
Lingkungan
atau
Vital
yang
Hidup
atau
MERAMPAS
KEMERDEKAAN
ATAU
PUBLIK
ATAU
FASILITAS
bobot
pertimbangan
Majelis
hukum
kerugian
akibat
tindakan
materil
tetapi
ini
pertimbangan
Majelis
kerugian
juga
luput
justru
diatasnya
menilai
Pertimbangan
kontradiksi dengan
atau
setidaknya
kerugian
mental
dapat
diberikan
pijakan
LLM
tentang
konsepsi
keseimbangan
sebagai
prospektif
doktrin
kejahatan
antisipatif
terorisme
dan
baik yang
unsur-unsur
tersebut
oleh
Menimbang,
bahwa
sekarang
akan
diteliti
harta
benda
orang
lain,
atau
obyek-obyek
vital
yang strategis
H.
AGUS
EKA
MERTHAWAN,
IMRON,
GUSTI
menghancurkan
Pub
dan
bangunan
Sari
Club,
gedung
kerusakan
dengan
perincian
kerugian
Kerugian
materiil
sebesar Rp
Bina
Marga
sebesar Rp
224.305.000,-. Kerugian
PDAM
a.
Menurut
Tim
pertimbangan
pertimbangan-
Majelis Hakim
mengenai
tanggal
29
Juni
1931
No.
1047
pelaku
adalah
mereka
yang
perbuatan
itu
tidak
masing-masing
akan
dicapai.
saja
Adapun
bahwa
Majelis
akan
dan
alternatif, akan
sifatnya
tetapi
demi
HAZEWINKEL
ZURINGA
ada
beberapa
orang
yang
bahwa
SATOCHID
pendirian
PROF.
bersama-sama
Memorie
van
melakukan
Toelichting
oleh
Wetboek
van
Harus
atau
adanya
kerjasama
secara
jasmania
h.
b).
d.
Dengan
Memorie van
tolak
ukur
doktrin
dan
tanggal
28
Juni
1990
66,
dalam
Edisi
e.
atau
bersama-sama
melakukan
ALI
IMRON,
ABDUL
AZIZ,
BAP
keterangan
UTOMO
saksi
PAMUNGKAS
ALI
GUFRON,
terdakwa
sendiri
didepan
persidangan
DULMATIN
pertama di
Dusun
melakukan
pertemuan
Kecamatan
Grogol,
pertemuan
pembahasan
rencana
tersebut
adalah
pertemuan
antara
pemimpin Agama Kristen di Hotel LOR INNSOLO dan pelaksanaan teror pengeboman di
Bali.
Kemudian
sekitar
bulan September
pertama
kali
ke
Bali
tentang
ABDUL
AZIZ.
Kemudian
keterangan
ALI
IMRON
pertemuan
tersebut
berdasarkan
bahwa
dipimpin
oleh
pada
IMAM
kendaraan L-300
bahan-bahan
untuk
kimia,
diledakkan
dan
terdiri dari
Alumunium
Potassium
Chlorida,
Belerang,
Powder
.
f.
DR.
AZAHARI
bersama
DULMATIN,
rekonstruksi
saksi
ALI
IMRON,
BAP
antara
terdakwa
dengan
Menimbang,
bahwa
pertimbangan tersebut
serta
atau
dengan
maka
unsur
dasar
turut
lainnya
irrelevant
untuk
dipertimbangkan lagi.
i.
Berdasarkan
pertimbangan
pertimbangan-
dan
terdakwa
serta
tidak
bertentangan
dakwaan
primair
dan
untuk
itu
s/d
230
menjatuhkan
pidana
mati
Justice
model penjatuhan
strafrecht
dengan
dengan
pidana
yang
bersifat
berorientasi
pada
melakukan
sentencing
atau
pemidanaan
teori
rehabilitasi,
Pertimbangan-
dan
teori
pertimbangan
Menimbang, bahwa
eksistensi
terhadap dimensi
pidana
mati
(capital
penalty)
maka
Majelis
dan
punishment/death
mempertimbangkan
1).
kriminolog
THORSTEN
dibenarkan.
terhadap
aspek
pidana
mati
ini
Pada
asasnya
maka
eksistensi
menurut
Amnesty
dengan
aspek
HAM.
dan I
Perubahan Kedua
ketentuan
Pasal
Perubahan
Kedua
UUD
28
1945
menegaskan
bahwa,
Dalam
menjalankan
hak
dan
kebebasannya,
setiap
constitutum/ius
operatum)
maka
dengan
teori
tujuan
theorien)
yang
ingin
kebijakan
formulatif.
Kedua,
mujarab
dalam
menahan
dari
pidana (strafsoort)
Pasal 6
segi
maka
perumusan
ketentuan
mempergunakan
sistem
singkat
tahun
dan
b.
pidana
mati
dalam
konteks
bertentangan
dengan
HAM,
sebagai
policy),
mempunyai
dasar
pijakan
secara
kejahatan
terhadap
selektif
hanya
kemanusiaan
untuk
(crime
(extra
yang
menjadi
fundamental
ordinary
crime)
maka
permasalahan
adalah
apakah
krusial
pidana
luar
disini
dan
mati
telah
dilakukan
terdakwa
AMROZY
2003
Pemberantasan
yang
berbunyi,
tindak
pidana
bahwa
terorisme
memiliki
cita
perdamaian
dan
UU
No.
15
Tahun
2003,
tidak
semata-mata
masalah
hukum
dan
merupakan
penegakan
hukum
ketahanan
kebijakan
dan
bangsa
langkah
pemberantasannya
sehingga
pencegahan
pun
ditujukan
dan
untuk
kedaulatan
dan
negara,
saksi,
hak
serta
hak
asasi
asasi
tersangka/terdakwa.
e.
yang
maka
dianut
pada
sistem
hukum
dasarnya
pidana
retributif)
semata-mata
akan
tetapi
(teori
rehabilitasi dan
integratif,
sedangkan
dengan
dikaji dari
kasuistik
hendaknya
terjadi
disparitas
dalam
Menimbang,
dan
bahwa
jika
dilihat
dari
yang
ditimbulkannya,
berpendirian
bahwa
maka
tindak
Majelis
pidana
yang
pemidanaan
tersebut
bukanlah
seseorang
akan
tetapi
bersifat
Menimbang,
bahwa
dengan
bertitik
tolak
manusia
korban
beradab,
dan
aspek
keadilan
masyarakat,
aspek
aspek
agamis/religius,
aspek
atau
berdasarkan
dari
aspek
lebih
tegasnya
pertimbangan-
lagi
pertimbangan
dan
berpendirian
social
bahwa
justice
maka
tentang
Majelis
jenis
dan
bahwa
dengan
2).
Bahwa akibat perbuatan terdakwa membawa
sebuah
derita panjang bagi para korban dan keluarga
yang
ditinggalkannya,
membuat
kondisi
dan
berdampak
terpuruk,
membuat
berkurangnya
domestik
dan
modalnya
di
asing
bidang
para
untuk
dan
investor
menanamkan
pariwisata
sehingga
perbuatan
terdakwa
merupakan
5).
akan
Bahwa
terdakwa
tidak
pernah
menyesal
rujukan yang
Undang No. 4
jelas.
Team
melihat
Undang-
2004
putusan,
memuat
Pasal
tidak
mengadili.
tertulis
yang
Penjelasan
Pasal
dijadikan
28
dasar
ayat
(2)
dijatuhkan
setimpal
kesalahannya.
Prof Oemar Seno Adji, Sh dalam berbagai
tulisannya
dan
praktek
yurisprudensinya
menuntut
suatu
lingkungannya
pribadi
sebagaimana kenyataan
dan
dampaknya
terhadap
keuangan
negara.
Seperti telah diuraikan terdahulu bahwa terorisme merupakan
kejahatan kemanusiaan yang bersifat lintas negara, terorganisasi
dan mempunyai jaringan luas, sehingga mengancam perdamaian
dan keamanan nasional maupun internasional,
memerlukan
terkoordinasi.
penangganan
secara
oleh
karena
itu
berada dibawah
dan
wajib
terorisme
mengalokasikan
melalui
anggaran
anggaran
untuk
pendapatan
dan
dana
pembangunan
berdasarkan
prinsip
dan
penanggulangan
keadilan,
efesiensi,
BAB
III EVALUASI
DAN ANALISIS
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
TERKAIT
A.
(WvSNI)
dengan
Undang-undang
RI
tertentu
saja.
Pemerintah
telah
menyelesaikan
di
atas
menunjukan
bahwa
sejak
mengenai
hukum
pelaksanaan pidana,
Indonesia
Pidana
(KUHAP),
sedangkan
Pidana
"lex
specialis"
Korupsi,
Terorisme,
UU
UU
termasuk
UU
Pemberantasan
Pencegahan,
dan
61
pemberIakuan
catatan
Undang-undang
ketentuan
pidana
di
mengenai asas-asas
luar
KUHP
dengan
Khusus
pada
level
internasional
telah
merujuk
pada
12
law",
dan
Rekomendasi
khusus
tentang
Pendanaan
Pasal 103 KUHP:"Ketentuan dalam Bab I sampai Bab VIII buku ini
juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang ol e h ke t e n tu a n Pe r un d a
ng -u n d a n ga n l ai n n y a di a nc am d e ng a n p i d a n a , k ec u al i j ik a
ol e h un d a ng - u n da n g ditentukan lain".
62
Laporan Panel Tingkat Tinggi Sekjen PBB Tahun 2004
yang
tanpa
kemanusiaan;
dan
pendudukan
asing,
dan
terorisme
mengambil
ancaman
termasuk
keenam
ancaman
sebagaimana
di
mencegah
dan
5,6,7,
dan
Statuta
ICC).
Atas
dasar
peristiwa
korban massal
yang
tidak
dapat diprediksi
sekalipun
antara
yang
lain,
pertama
bersifat
belum
komprehensif
ada
(a
satu
konvensi
comprehensive
sipil.
Dua
masalah
inilah
yang
menghambat
a .
di
dalam
mukadimah,
bahwa
instrumen
b.
pernyataan
bahwa
terorisme
adalah
kejahatan
Merujuk
pada
defnisi
yang
the
dicantumkan
dalam
Suppression of the
the
Geneva
Conventions
and
that
is
intended to
cause death
or
ini
masih
diakui
secara
universal.
65
Civil
Law,
yang
dikehendaki
adalah
hukum
maupun
dari
sisi
PBB
khususnya
"Collective Security
anggota
PBB
mengenai
Responsibility"
tiga
pilar
(CSR)
penting
konsep
semua
negara
dari
"mens rea" dan "actus reus"; suatu perbuatan jahat harus terbukti
dari selain niatnya juga tindakan dan akibatnya. Prinsip dasar
hukum pidana konvensional ini mewujudkan suatu penegakan
hukum
dasar
"reaktif"
melindungi
praktek
penegakan
hukum
pidana
yang
bersifat
hukum
konsekuensi hukum
proaktif
yaitu
terhadap
perubahan
terorisme
prinsip
menuntut
hukum pidana
67
Ibid
paradigma
hukum
baru
dalam
memerangi
enforcement)
yang
menggunakan
pendekatan
"forward-
UU
RI
Pemberantasan
Tindak
Nomor
15
Tahun
2003
tentang
68
RI
Nomor
15
Tahun
2003
tentang
Keseimbangan
batas
waktu
penangkapan
dan
penahanan
yang
laporan
intelijen
sebagai
petunjuk
yang
harus
dan
pemeriksaan
di
sidang
pengadilan,
yang
sidang
pengadilan
tetap
menggunakan
RI
jurisdiction",
dan
Pasal
43
mengenai
kerjasama
internasional.71. Keberhasilan Polri sejak diberlakukannya UU RI
Nomor 15
70
Tahun
2003
landasan
sampai
saat
ini
membuktikan
bahwa,
memadai.
Namun
demikian
dalam
praktek
pencegahan
terorisme
Hak
kebijakan
Asasi
dan
Ketimpangan
Manusia
strategi
tersebut
PBB;
telah
menghadapi
adalah,
bahwa
terjadi
terorisme
ketimpangan
internasional.
pengalaman
penegakan
berhasil secara
selama
penahanan,
dan
ini
lebih
mengutamakan penangkapan,
kepada
ketimpangan
kebijakan
dan
strategi
atau
"proactive
law
enforcement"
tanpa
"proactive
law
enforcement"
dalam
menghadapi
dan
dapat
terorisme
efisien dan
dari
tindak pidana
dijalankan secara
yang
belum
dapat
digolongkan
sebagai
tindak
pidana
menurut asas-asas umum hukum pidana
formil,
73
R e p u bl ik I n d o ne s i a m e l a k s an a k a n k er j a s am a internasional
dengan negara lain di bidang intelijen,kepolisian dan kerjasam a teknis
lainnya..". Penjelasan Pasal 43 menegaskan bahwa kerjasama dimaksud
termasuk dalam bidang penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan tindak pidana
terorisme
72
Marjanne T."Princip;e of Legality"; bahan penataran Hk Pidana dan
Kriminologi, Bandung,
tahun
2006.
73
Pe rb u a ta n a wa l d ima k su d se ca ra l en g ka p d iu ra ika n d a la m Ba
b I I I B . Asas umum hk
diperlukan
luas
ketentuan
mengenai
sehingga mencakup
intelligence).
Kedua
penyelidikan
mengenai
yang
informasi
lebih
(information
proaktif
ini
sesungguhnya
Jika
merujuk
kepada
tergolong,
"perbuatan
melakukan suatu
"proactive
tindak
law enforcement"
Korban
dan
di
kejahatan transnasional
khususnya
terorisme.
dalam
pencegahan
dan
pemberantasan
Karakter
"transnasional"
dari
terorisme
menyebabkan
salah
satu
efektivitas
kerjasama
faktor
penghambat
internasional
dalam
efsiensi
dan
pencegahan
dan
pemberantasan terorisme.
Bentuk kerjasama internasional yang diakui berdasarkan
hukum internasional adalah ekstradisi, bantuan timbal balik dalam
masalah pidana, transfer terpidana, transfer hukum acara pidana,
kerjasama
penegakan
hukum
dan
joint-investigation.
Bentuk
lingkungan
negara
anggota
Asean
telah
Malaysia,
Myanmar,
Filipina,
Singapura,
Thailand,
dam
terhadap
mereka
yang
mengenai
program
sampai
saat
suatu
ini
petunjuk
teknis
yang
jelas
pada
14
(empat
belas)
instrumen
internasional
Nuclear
dan
penerbangan,
dalam.
protokol
dan
Konvensi
berkaitan
pelayaran
Asean
di
dengan
keselamatan
sekalipun
merupakan
perjanjian
tanggung
jawab
kolektif
untuk
keamanan
bersama
dalam
negara
atas
pentingrya
menjaga
dan
memelihara
mencerminkan
"sikap
dan
tanggung
jawab
kolektif"
termasuk
hak
urtuk
meminta
ybs
diekstradisi
ke
Pencegahan
Tindak
disebut
"reactive
law
dan
penghukuman
enforcement",
sedangkan
strategi
dan
memberikan
dorongan
kuat
negara
untuk
Terrorism
Branch-UNDOC
(2006)
dan
menghukum"
perlu
dikembangkan
dan
politik
serta
prinsip
"due
process
of
sipil
law"
dan
dalam
b.
c.
d.
untuk
mengkriminalisasi
tindakan
terorisme
hukum
pidana
materiel
dilaksanakan
a.
b.
dan
ICCPR
Kewajiban
c.
mutlak
pendanaan
Merumuskan
d.
untuk
mengkriminalisasi
untuk terorisme
kembali
ketentuan
tentang
"partisipasi"
dan
"conspiracy"
e.
f.
Menegaskan
untuk
kembali
kepemilikan
barang-barang
Perlindungan saksi
memperkuat
implementasinya,
diperlukan
mekanisme
Memperkuat landasan
internasional
a.l.
hukum
kerjasama
menyelesaikan masalah
terorisme di
tanah air
diluar
untuk
mencegah
agar
sesorang
tidak
b.
sebagai
menimbulkan
lainnya.
reaksi negatif
Apalagi
semacam
itu
pelaku
tiap
terorisme
dari
tetapi
kelompok-kelompok
seringkali
bukannya
mengobati
dan
Indonesia
dipandang
sebagai
negara
yang
pandai
jika
dibiarkan
akan
mempengaruhi
tingkat
kepercayaan
B.
KUHP
b.
c.
d.
e.
Perbankan Syariah f.
tentang Pertahanan
g.
h.
i.
Pencucian Uang j.
tentang Penerbangan
k.
Senjata Api l.
3)
4)
Undang-Undang
Informasi dan
No.
11
Tahun
2008
tentang
Transaksi Elektronik
5)
Undang-undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan
Informasi
Publik
C.
bagi
landasan
penyusunan
pembentukan Undang-Undang.
flosofs
menjadi bahan
dan
yuridis
dari
BAB
IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS
DAN YURIDIS
Landasan Filosofis
Landasan flosofs adalah pandangan hidup bangsa Indonesia
dalam berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila. Penjabaran nilainilai
Pancasila
dalam
hukum
mencerminkan
suatu
keadilan,
masyarakat
dalam pembukaan
cocok
dalam
konteks
kultur
politik
yang
Peraturan
Perubahan
keempat
UUD
Peraturan
Pengganti Undang-Undang
Pemberantasan Tindak
Nomor
Tahun
2002
tentang
Pemerintah
megeluarkan
Peraturan
Pemerintah
hal
inipun politik
dipengaruhi oleh
hukum
berkembangnya
pemerintah
telah
kejahatan-kejahatan
pula
modern
yang terjadi diseluruh dunia. Hal ini telah banyak dilakukan oleh
pemerintah dengan telah diberlakukannya Undang-Undang yang
bersifat khusus, diantaranya;
1.
Perpu
Nomor
Tahun
2002
Tentang
RI
Nomor
15
Tentang
Tahun
International
Convention
for
the
Suprression
of
sampai
6 (enam) konvensi
belas)
konvensi
yang
terkait
dengan
terorisme.
Yang
2.
The 1999 UN Convention for the Suprression of the
Financing of
Terrorism;
3.
Convention on Ofences and Certain Other Acts Committed
on Board
Aircraft 1963;
4.
Convention for the Supprresion of Unlawful Seizure of Aircraft
1970;
5.
6.
8.
Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the
Safety of
Maritime Navigation (1988),
9.
Protocol for the Suppression of Unlawful Acts Against the
Safety of
Fixed Platforms Located on the Continental Shelf (1988),
13.
Organization of
of
the
Organization
of
the
Islamic
Undang-undang
tentang
Pemberlakuan
Undang-Undang
tersebut, serta pemberlakuan surut dengan Undangundang RI Nomor 16 Tahun 2003, dan,
20. Putusan
tentang
Mahkamah
Konstitusi
Republik
Indonesia
Landasan Sosiologis
Ritz-Carlton di
terjadi
di
kompleks
Perguruan
Cikini
dalam
upaya
2001,
yang
memakan
menjadi
untuk
memerangi
Terorisme
titik
tolak
persepsi
Internasional.
Pasca
tragedi
11
September
2001
keamanan seperti
aksi
12
Oktober
2002
yang
merupakan
tindakan
teror,
BAB
JANGKAUAN, ARAH
PENGATURAN,
Awal
mula
gagasan
pembentukan
undang-undang
anti
draft
undang-
undang pemberantasan terorisme. Ketika penyusunan undangundang tengah dilakukan, muncul peristiwa Bom Bali I (Tahun
2002)
sehingga
dipercepat
dan
penyusunan
diubah
pemerintah
pengganti
pemerintah
berhasil
draft
rancangan
bentuknya
undang-
menjadi
undang
menyelesaikan
undang-undang
draft
peraturan
(perpu).
Akhirnya
telah
menetapkan
tiga
paradigma
yang
harus
yaitu
perlindungan
kepentingan
negara
(national
kenyakinan
dengan
defnisi
penegakan
dihubungkan
dengan
hukum)
masalah
sekalipun
aktivitas
kegiatan
keagamaan.
terorisme
Defnisi
para
pelakunya.
Keberhasilan
pemerintah
tersebut
yang
anti
persatuan
dan
kesatuan
bangsa
yang
2003
masyarakat
jauh
berbeda
serta
peristiwa
dengan
situasi
terorisme
dan
yang
kondisi
melatar
persiapan,
internasional
baik
pada
aplikasinya;
3. Bahwa tidak dapat dinafkkan faktor-faktor non-hukum seperti
faktor ketidak-adilan sosial, kemiskinan dan ketidakpastian
hukum
khususnya
berbasis
Islam
merupakan
penyebab
5.
Bahwa
keberhasilan
penegakan
hukum
dalam
mengabaikan
reactive
law
enforcement
2)
dimaksud
terorisme
di
Indonesia
dapat
digolongkan
margin
mengedepankan
of
prinsip
appreciation
(WMA)
exceptional
threat
yang
sebagai
Implikasi
penegakan
penerapan
prinsip
hukum proactive
law
WMA,
model
enforcement
dan
preemptive
law
tinggi
akan
menghilangkan
bahaya
sikap
ancaman
permisif
terorisme
yang
dan
cenderung
Perubahan
paradigma
tersebut
di
atas
harus
yang
berbeda
secara
perubahan
paradigma
terhadap
RUU
Anti
2.
Hukum materiel meliputi ketentuan
tentang :
2.1.Defnisi terorisme dari aspek hukum dan aspek non
hukum;
2.2. Perbuatan persiapan dan perencanaan terorisme
diperluas dengan prinsip lex certa
2.3. Perlu dimasukkan defnisi tentang organisasi terorisme.
saja
dapat
dipidana
bahwa
sebagai terorisme;
Kegiatan
intelijen
sebagai
tindakan
penyelidikan
lembaga
praperadilan
khusus
untuk
Perlu
dimasukkan
prinsip
wide
margin
of
perlindungan
HAM
tersangka
dengan
atau
imminent
threat
dan
prinsip
penyidikan
dan
penggunaan
alat
bukti
4.5.
4.6.
(conspirasi)
yang
mempertimbangkan
lebih
penafsiran
luas
berdasarkan
dengan
sistem
Jangkauan
Arah pengaturan penangan terorisme dalam satu UndangUndang adalah terbentuknya suatu peraturan perundang-undangan
Terorisme
yang
menjadi lex
generalis
dari
pencegahan
dan
dan
pencegahan
Peraturan
tindak pidana
perundang-undangan yang
bagi
terorisme
di
kuat adalah
Materi
Sesuai dengan jangkauan dan arah pengaturan dari UndangUndang Terorisme ini maka ruang lingkup materi yang diatur dalam
susunan sistematika sebagai berikut:
A.
Ketentuan umum: memuat pengertian
istilah, dan frase.
Teror
adalah
segala
ancaman
kekerasan
atau
tindak
atau
kehancuran
terhadap
obyek
vital
yang
strategis,
(well
organized),
bersifat
trans-nasional
dan
tindak
pidana
sesuai
dengan
adalah
setiap
perbuatan
penyalahgunaan
kekuatan
dilakukan
untuk
memberikan
pertanda
atau
Deradikalisasi
adalah
kegiatan
yang
dilakukan untuk
kesadaran, sikap
terorisme,
kelompok
atau
lingkungan
sosial
yang
penindakan,
pemulihan,
penegakan
menfasilitasi
atau
melakukan
kegiatan
terorisme
apapun.
Kegiatan Terorisme adalah suatu kegiatan organisasi yang
bergerak
secara
mempersiapkan
langsung/tidak
perencanaan,
langsung
terlibat
membantu
dalam
datam
atau
atau
kehancuran
lingkungan
adalah
perilakuknya,
yang
mempengaruhi
kelangsungan
adalah
tindakan
memberikan
bantuan
baik
perencanaan
direncanakan
untuk
adalah
segala
mempersiapkan
baik
sesuatu
secara
yang
fsik,
adalah
suatu
kegiatan
untuk
melakukan
Laporan
Intelijen
adalah
laporan
yang
berkaitan
dan
Kemneterian
Indonesia,
Tentara
Keuangan,
Nasional
Hukum
dan
Indonesia,
Kejasaan
Agung
Negeri
adalah
Pengadilan
Negeri
tempat
didasarkan
pada
pertimbangan
dapat
harta
kekayaan
adalah
perampasan
harta
adalah
pemulihan
pada
kedudukan
semula,
termasuk penyembuhan
dan
pemulihan
fsik
atau
melawan
setiap
hukum
serangan atau
terhadap
komputer,
ancaman
jaringan
TINDAKAN
TERORISME
PIDANA
pemeriksaan
penghukuman terhadap
di
sidang
pelakunya.
dan
pengadilan
Ketentuan
efektiftas
dan
ini
juga
perjanjian
antara
Pemerintah
Republik
Indonesia
dengan
di
wilayah
melakukan
tindak
pidana
Negara
lain
mempunyai
yurisdiksi,
apabila:
negara yang
dilakukan
di
warga
negara
negara
yang
bersangkutan;
kejahatan
dilakukan
dengan
kekerasan
atau
ancaman
di
luar
tempat
kediaman
Republik
Indonesia;
pejabat
dengan
luar
negeri
diplomatik
dan
kekerasan
atau
tidak
melakukan
sesuatu;
untuk
memaksa
organisasi
atau
pendahuluan
mengenai:
Melakukan
(Precusor
Latihan
Activities)
Militer
ijin
Pejabat
Rekruitment
yang
standar
melapor
berwenang
dapat
memuat
)
baik
atau
dapat dipidana;
Dipidana;
Memberikan
dipidana.
PENANGANAN
TERORISME
Penangan terorisme
dengan cara :
dapat
dilakukan
mengeliminasi
terorisme
dengan
jaringan,
tetap
pendukung dan
mempertimbangkan
yang
dilaksanakan
dengan
rehabilitasi
dan
ini
merupakan
tindakan
dan
upaya
untuk
mencakup
hal
adalah
(dengan lingkup
penyebaran
ideologi
pemberatan
hukuman
bagi
pelaku
penghimpunan
PENYIDIKAN,
PENUNTUTAN
DAN
PEMERIKSAAN
DI
SIDANG PENGADILAN
Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang
pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme, dilakukan
berdasarkan hukum acara yang berlaku, kecuali ditentukan
lain
dalam
penyidikan
Undang-undang
dan
penuntutan,
ini. Untuk
penyidik
kepentingan
diberi wewenang
memperoleh
bukti
bahwa
sudah
permulaan
setiap
yang
laporan
cukup,
intelijen.
Proses
Ketua
Pengadilan
dilaksanakan penyidikan.
Alat
bukti
pemeriksaan
tindak
pidana
terorisme
dikirimkan,
berupa
diterima,
informasi
yang
Intelejen
disini
demikian
tetapi
adalah
Hukum
Laporan
,bukan
Intelijen
intelijen
yang
tidak
menimbulkan
sikap
resistensi
dapat
melakukan
penangkapan
terhadap
penyidik,
penuntut
umum,
atau
hakim
wajib
hari
kerja
terhitung
sejak
tanggal
pelaksanaan
lembaga
ketentuan
dikenai
jasa
sanksi
keuangan yang
administratif
melanggar
sesuai
dengan
jasa
keuangan
keterangan
dari
bank
dan
terorisme.
Dalam
penyidik, penuntut
ketentuan
umum,
meminta
atau
keterangan
hakim
tidak
terhadap
berlaku
harus
menyebutkan secara
jabatan
diajukan
jelas
secara
mengenai
tertulis
:
1.
dengan
nama
dan
Surat
permintaan
ditandatangani oleh
pejabat
yang
untuk
memperoleh
keterangan
setingkat
harus
atau
2. Kepala
hubungan
terorisme
yang
dengan
sedang
perkara
diperiksa;
tindak
2.
pidana
menyadap
Ketua
Pengadilan
harus
dilaporkan
atau
dipertanggungjawabkan
pemeriksaan,
saksi
memberikan
keterangan
tindak
pidana
terorisme
bersangkutan
dilarang menyebutkan
wajib
kemungkinan
diberi
ancaman
perlindungan
yang
oleh
negara
membahayakan
diri,
dari
jiwa,
aparat
keamanan
keamanan
pribadi
dari
berupa
aparat penegak
:
ancaman
1.
fsik
hukum
perlindungan
dan
atas
mental;
2.
dengan
tersangka.
Ketentuan
mengenai
tata
cara
Dalam
hal
berikutnya
sebelum
terdakwa hadir
putusan
pada
dijatuhkan,
sidang
maka terdakwa
dalam
sidang
dijatuhkan
tanpa
kehadiran
penuntut
kantor
umum
Pemerintah
kuasanya.
kasasi
pada
yang
terdakwa
papan
Daerah,
Terdakwa
atau
sekarang.
Putusan
yang
diumumkan
oleh
pengumuman pengadilan,
atau
diberitahukan
kuasanya
dapat
kepada
mengajukan
perampasan
tidak
dapat
dimohonkan
upaya
kepada
pengadilan
yang
telah
menjatuhkan
Ketentuan Sanksi.
Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan
atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau
rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan
korban
yang
kemerdekaan
bersifat
atau
massal,
hilangnya
dengan cara
nyawa
dan
merampas
harta
benda
atau
menghancurkan,
atau
membuat
tidak
dapat
dipakai
udara atau
bangunan tersebut;
2.
gagalnya
usaha
untuk
pengamanan
bangunan
tersebut;
3.
4.
5.
6.
dengan sengaja dan melawan hukum mencelakakan,
menghancurkan,
membuat tidak dapat dipakai atau merusak pesawat udara;
7.
karena
kealpaannya
menyebabkan
pesawat
udara
8.
kebakaran
atau
ledakan,
kecelakaan
kehancuran,
muatan
tersebut
telah
diterima
uang
tanggungan;
9.
mempertahankan
perampasan
atau
menguasai
dengan
mengakibatkan
kerusakan
luka
pada
membahayakan
direncanakan
berat
terlebih
seseorang,
pesawat
udara
penerbangannya,
dahulu,
mengakibatkan
sehingga
dilakukan
dapat
dengan
dengan
perbuatan
sengaja
dan
kekerasan
melawan
terhadap
hukum
seseorang
melakukan
di
dalam
membahayakan
keselamatan
pesawat
udara
tersebut;
13. dengan sengaja dan melawan hukum merusak pesawat
udara dalam dinas atau menyebabkan kerusakan atas
pesawat udara tersebut yang menyebabkan tidak
dapat
sengaja
dan
melawan
hukum
udara
atau
yang
membuatnya
tidak
dapat
terbang
menyebabkan
yang
kerusakan
pesawat
udara
tersebut
penerbangan;
15. melakukan secara bersama-sama 2 (dua) orang atau
lebih,
sebagai
melakukan
kelanjutan
dengan
dari
permufakatan
direncanakan
lebih
dahulu,
jahat,
dan
dalam
yang
pesawat
udara
melakukan
perbuatan
menyerahkan
atau
mencoba
menyerahkan,
menguasai,
atau
mengeluarkan
ke
dan/atau
dari
mikroorganisme,
radioaktif
atau
komponennya,
sehingga
menimbulkan
suasana
teror,
atau
rasa
takut
terhadap
atau
kehidupan,
keamanan,
dan
hak-hak
orang,
15
yang
dengan
(lima
belas)
tahun,
setiap
orang
singkat 3
(tiga)
tahun dan
paling
tindakan
memiliki,
secara
melawan
menggunakan,
hukum
menerima,
menyerahkan,
mengubah,
mengakibatkan
atau
dapat
mengakibatkan
mencuri
kimia,
atau
merampas
bahan
nuklir,
senjata
penggelapan atau
bahan
memperoleh
secara
tidak
sah
5.
mengancam :
1)
internasional,
atau
negara
lain
untuk
2.
menyembunyikan
tindak
pelaku
pidana
tindak pidana
dilakukan
oleh
orang-orang
baik
hal
tuntutan
pidana
dilakukan
terhadap
suatu
dengan
pidana
denda
paling
banyak
Rp
yang
terlibat
tindak
pidana
terorisme
dapat
Ketentun Peralihan.
Bab
tentang
mengantisipasi
ketentuan
terjadinya
penanggulangan dan
dengan
peralihan
ini
kekosongan
ditetapkan
hukum
untuk
dalam
mengakomodir
peraturan
perundang-
undangan
BAB
VI
PENUTU
P
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan Bab-bab sebelumnya, maka dapat
yang
Permulaan,
dapat
dikategorikan
serta
batasan
apa
sebagai
saja
Bukti
yang
dapat
sebenarnya
hakikat
Laporan
Intelijen
perampasan
kemerdekaan
yaitu
Tindak
Pidana
Terorisme,
kejelasan
Belum
dirumuskannya
tentang
pengaturan,
cara
f.
diaturnya
kegiatan/program
ketentuan
deradikalisasi
mengenai
sebagai
upaya
g.
diaturnya
cyberterrorisme
ketentuan
mengenai
belum
terorisme
terkoordinasinya
baik
internasional
secara
yang
penanganan
nasional,
berdampak
regional
terhadap
masalah
maupun
keamanan
yang
telah
2.
strategi
penegakan
enforcement) perlu
proprosional
hukum
disertai
dengan
reaktif
secara
penegakan
(reactive
law
berimbang dan
hukum
proaktif
(proactive
law
enforcement)
pendekatan forward-looking
dengan
menggunakan
Tindak
prinsip
Pidana
Terorisme
keseimbangan,
belum
efsiensi
dan
B. Rekomendasi
1.
prinsip
rule
of
law
dan
legally
dari
penyimpangan
atau
atau
kekuasaan
yang
penyalahgunaan
telah
ditetapkan
undangan
dan
menjadi
pedoman
dalam
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana, Percobaan dan
Penyertaan. Raja
Gravisindo Persada Tahun
2002
2.
Adhie S.,Terorisme, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 2005.
3.
Ardison Muhammad, Terorisme Ideologi Penebar
Ketakutan, Surabaya, Liris, 2010.
4.
Bari Muchtar, Undang-Undang Anti Terorisme Sangat
Mengkhawatirkan.
<http://www.rnw.nl>. 28 Januari
2002.
5.
Budi Hardiman. 2003 Terorisme, Paradigma dan Defensi.
Imparasasi, Koalisi untuk Keselamatan Masyarakat Sipil.
Jakarta.
6.
BPHN : Pemberantasan Terorisme di Indonesia"; Penerbit BPHN;
2009
7.
Conway. Muara. Terrorism and IT : Cyberterrorism and
Terrorist
Organisations
Online.
2003
Diakses:
http://doras.dcu.ie/502/1/terrorism_it_2003.pdf. 20 Juni 2011.
8.
Counter Terrorism Task Council of Europe. Cyberterrorism-The
Use of The
Internet for Terrorist Purposes. France: Council of Europe
Publishing.
2007
.
9.
Computer Crime Research Center. What is Cyber-terrorism?.
Diakses:
http://www.crime-research.org/library/Cyber-terrorim.htm.
20
Juni
2011
.
10.
Denning,
Dorothy
E.
Cyberterrorisme1.
Diakses:
www.cs.georgetown.edu/dening/infosec/ cyberteeoe-GD.doc.
20 Juni
2011
.
11.
Emong Komariah, Dampak Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Terhadap
Pembentukkan
Asas-Asas
Hukum
Pidana,
Makalah
disampaikan pada Seminar
Asas-Asas
Hukum
Pidana
Nasional, Oleh BPHN, bekerja sama dengan FH Univ.
Diponegoro, Semarang, 26-27 April 2004.
12.
Engellbrecht, 1960.
13.
Henry S.A. Becket, The Dictionary of Espionage, New York, Stein
and Day
Publisher,
1986.
14. International Cyber Threat task Force. Strategy to Combat
Cyberterrorisme-Part1.
Diakses:
http://www.icttf.org/blogs/927/56/
strategy-to-combatcyberterroris?PHPSESSUD=9ba81efd3c5210205f8ea
63dbfca 922a. 20 Juni
2011.
15.
Indriyanto Seno Adji, Terorisme Perpu No. 1
Tahun 2002 dalam Perspektif Hukum Pidana, dalam O.C.
Kaligis (Penyusun), Terorisme : Tragedi Umat Manusia, Jakarta,
O.C. Kaligis & Associates, 2003.
16.
Janczewski. Lech J. and Colarik, Andrew M. Cyber Warfare
and Cyber terrorism. New York: Information Science
Reference. 2008.
17.
Kompas, 11 Maret 2003.
18.
Kompasiana.com, prayitnoramelan, 26 September 2009 : Awas,
Teroris
Dilepas Di Malaysia, oleh Prayitno
Ramelan.
19.
Lamintang, Delik-delik Pidana di luar KUHP Politia, Bogor 1994
20.
Loebby Loqman,
Analisis Hukum dan PerundangUndangan Kejahatan terhadap Keamanan Negara di
Indonesia, Jakarta, Universitas Indonesia,
1990.
21.
Laporan Panel Tingkat Tinggi Sekjen PBB Tahun 2004
22.
Marjanne T."Princip;e of Legality"; bahan penataran Hk
Pidana dan
Kriminologi, Bandung, tahun 2006.
23.
Muladi dan Barda Nawawi, Teori-teori dan kebijakan Pidana.
PT. Alumni, Bandung
24.
Muladi, Demokrasi hak Asasi Manusia dan Reformasi Hukum.
Habibie
Center 2002
25.
Martha Crenshaw, Pertanyaan Yang Harus Dijawab, Riset
Yang Harus Dikerjakan, Pengetahuan Yang Harus Diterapkan,
dalam Walter Reich (Editor), Origin of Terrorism: Tinjauan
Psikologi, Ideologi, Teologi, dan Sikap Mental, penerjemah :
Sugeng Haryanto, Jakarta, PT Rajagrafndo Persada, 2003.
26.
Mulyana W. Kusumah, Terorisme dalam Perspektif Politik dan
Hukum,
Jurnal Kriminologi Indonesia FISIP UI, vol 2 no III (Desember 2002).
27.
Mala in se are the ofences that are forbidden by the
laws that are immutable: mala prohibita, such as are
prohibited by laws that are not immutable. Jeremy Bentham,
Of the Influence of Time and Place in Matters of
Legislation
Chapter
5
Influence
of
Time.
<http://www.la.utexas.edu/research/poltheory/bentham/timeplace/ti
me
place.c05.s02.html>
28.
Mompang L. Panggabean, Mengkaji Kembali Perpu
Antiterorisme dalam
Mengenang Perppu Anti Terorisme, Jakarta, Suara Muhamadiyah,
Agustus
2003.
29.
Muladi, Hakekat Terorisme dan Beberapa Prinsip
Pengaturan dalam
Kriminalisasi, tulisan dalam Jurnal Kriminologi Indonesia
FISIP UI, vol 2 no III (Desember 2002).
30.
Petrus Reinhard Golose, Deradikalisasi Terorisme, 2009, YPKIK
Yayasan
Pengembangan Ilmu Kepolisian
31.
Prevention Terrorism Branch-Undoc-2006
32.
Romli Atmasasmita, Masalah Pengaturan Terorisme Dan
Perspektif
Indonesia, Jakarta, Badan Pembinaan Hukum Nasional
Departemen
Kehakiman dan HAM RI, 2002.
33.
Romli Atmasasmita, Hukum Pidana Internasional Dalam
kerangka
Keamanan dan Perdamaian Dunia"; Penerbit Fikahati; Jakarta, 2010
34.
Rudi Satrio M. Kehati-hatian Pengggunaan Hukum
Pidana untuk Terorisme, Makalah dalam Work Shop 28-30
35.
36.
37.
Januari
2006
di
Fakultas
Hukum
Universitas
BrawijayaMalang.
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar,
Yogyakarta, Liberty, 1996.
Sutan Remy Syahdeini. Kejahatan dan Tindak Pidana
Komputer. Jakarta: Pustaka Utama Grafti; 2009.
Thachrah, John Richard. Dictionary of terrorism, 2nd edition.
New York: Routlegde. 2004.
38.
LAPORAN AKHIR
LAMPIRAN I
Sekelumit
Masukan
PERUBAHAN UU NO. 15/2003 TENTANG
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME
(Catatan kecil ini dibuat atas permintaan BPHN Kementerian
Hukum dan HAM RI untuk Penyusunan Naskah Akademik tentang
Perubahan UU No. 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme) pada rapat tanggal 14 Juni 2011.
Catatan : Prof. Dr. H. Mohammad
Komisi Hukum dan
Perundang-undangan Majelis Ulama
Indonesia).
Baharun,
SH.,MA,
Ketua
kala ketika
berlangsung penjajahan
kolonial
Belanda
secara
ambivalen.
termasuk
dalam
Perang
dingi
tahun
1970-an
ketika
AS
dunia
untuk
cerdas
kemudian
membahas
dendam.
mulai mencerminkan
dipopulerkannya
dengan
akar
saya,
punya
superpower
sini
kita
harus
kekerasan
yang
Dari
terhadap
Barat
aksi-aksi
lainnya
yang
solusi
menurut
(kadang
meminjam
meneguhkan
narasumber
Islam
liberal
untuk
kata
jihad
dikaitkan
secara
tidak adil.
dengan terorisme
padahal
pekik
Allahu
Akbar
sumbangan
perekonomian
yang
cukup
nasional. Termasuk
signifikan
perda-perda
dalam
syariah
yang
oleh
Nabi
LilAlamien
yang
Muhammad SAW
secara
dalam
sempurna
kelembagaan
harus
diluruskan,
karena
term
yang
digunakan
dan
membonceng
isu
deradikalisasi
orang
mengerti,
bahwa
yang
terhadap
Islam
sesungguhnya
Islam.
Padahal
sebagai ajaran
dan
Islam
dalam
bisa saja
tindakan
sangat
berbeda.
Islam
dalam
tindakan
diselewengkan,
Oleh
karena
tapi
ajaran
senantiasa
membawa
bimbingan.
Islam ini kini kemudian menjadi beban bagi umat Islam, khususnya di
Indonesia.
Selain itu pula petugas dan pejabat harus lebih waspada
terhadap berbagai bantuan asing, hingga kita tidak mudah didikte
dan taken for granted begitu saja menerima data-data tentang
terorisme dari luar, khususnya dari AS dan Australia yang konon
pernah
membantu
secara
penanggulangan terorisme.
finansial
Kita
harus
kepada
cerdas
polisi
untuk
mengantisipasi
rimbanya.
global di balik
Kecurigaan
patut dicermati.
Maka
tentang
dalam
kegiatan
penyusunan
naskah
akademik
Nabi
Mujahidu
Thaatillah (Seorang
man
Jahada
Nafsahu
fi
bersabda
Al-
(jihad
fisik)
dilakukan
hanya
untuk
menghindari
Dalam
ayat
lain
disebutkan,
bahwa
Diwajibkan
atas
kamu
pula
makna
syahid
yang
selalu
dengan
kematian. Padahal,
syahid
dengan
syahadat
maknanya kesaksian.
adalah
yang
satu
dikaitkan
akar
kata
Orang yang
selalu
dikenang
sebagai
syahid
alias
manfaat.
saksi
dalam
karunianya
(yakni
pahala
yang
tetap
mengalir