JEPANG
( MOBIL TIMOR)
Oleh:
C-1
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………
ABTRAK……………………………………………………………………………………...
BAB I:
PENDAHULUAN…………………………………………………………………………….
1.1 LATAR BELAKANG…………………………………………………………....
BAB III:
ANALISIS…………………………………………………………………………………….
BAB IV:
PENUTUP…………………………………………………………………………………….
4.1 KESIMPULAN…………………………………………………………………...
4.2 SARAN……………………………………………………………………………
BLIBIOGRAPHY……………………………………………………………………………
ABSTRAK
yang memiliki pengaruh terhadap perekenomian nasional dalam menghadapi era globalisasi
Agreement on Tariff and Trade (GATT). Dalam hal ini masih sering terjadi sengketa
antarnegara. Salah satu sengketa perdagangan internasional yang pernah dialami Indonesia
adalah terkait program Mobil Nasional. Indonesia diduga telah melanggar ketentuan
mengenai prinsip-prinsip dasar WTO. Dalam kasus ini yang menjadi fokus gugatan adalah
mengenai prinsip Most Favored Nation (MFN) dan National Treatment (NT). Adapun
beberapa negara yang merasa dirugikan dengan adanya kebijakan ini yakni Jepang, Uni
Eropa, dan Amerika Serikat. Indonesia sebagai negara pengimpor dinilai melanggar karena
mobil. Selain itu Indonesia diangggap melindungi produksi mobilnya sendiri agar menguasai
pasar otomotif dalam negeri sehingga jelas dengan adanya kebijakan tersebut akan
PENDAHULUAN
menjadi prioritas utama. Guna menunjang pertumbuhan ekonomi nasional maka Negara
melakukan berbagai cara dan strategi ekonomi yang tepat dan pertumbuhan ekonomi tersebut
akan menjadi gambaran tingkat kesejahteraan dan kemakmuran bagi setiap warga Negaranya.
Perdagangan lintas batas merupakan salah satu jalan bagi Negara guna memenuhi
kebutuhan Nasional yang tidak dapat dipenuhi oleh hasil produksi Negara itu
adanya spesialisasi, yakni suatu Negara dapat mengekspor komoditi yang ia produksi untuk
dipertukarkan dengan apa yang dihasilkan Negara lain dengan biaya yang lebih rendah.
Negara akan memperoleh keuntungan secara langsung melalui kenaikan pendapatan Nasional
dan pada akhirnya akan menaikkan laju output dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan untuk
barang-barang yang mempunyai pertumbuhan rendah dengan barang-barang luar negeri yang
Sehubungan dengan perdagangan lintas batas, Kebijakan khusus merupakan hal yang
masalah yang kompleks dan juga dibutuhkan pertimbangan dalam segala aspek guna
perekonomian antar Negara maka dirasa perlu untuk menjembatani perbedaan kepentingan
tersebut.
badan internasional yang mengatur perdagangan antarnegara. WTO didirikan tahun 1995
melalui proses negosiasi Uruguay Round tahun 1986-1994 serta rangkaian perundingan
General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) sejak tahun 1948. WTO dibentuk untuk
bantuan teknis dan pelatihan bagi negara-negara berkembang serta kerjasama dengan
1
Athiah, Ramadhani Siregar 2010. Analisis faktor-faktor yang memperanguhi impor Indonesia. Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
organisasi internasional lain. Mengingat pentingnya perdagangan terhadap kepentingan
negara, maka terdapat berbagai selisih paham antar anggota WTO mengenai interpretasi serta
aplikasi peraturan-peraturan tersebut. Meski telah ada peraturan-peraturan hukum dalam hal
menjadi sengketa antar negara tidak dapat dihindari. Negara-negara diharapkan menggunakan
di antara dua metode yang tersedia untuk menyelesaikan sengketa dengan didasari prinsip
penyelesaian sengketa secara damai, antara lain perundingan atau negosiasi diplomatik antara
negara-negara yang bersengketa (dengan tingkatan intervensi dan bantuan negara ketiga yang
beragam), dan sistem pengadilan oleh entitas yang independen (melalui arbitrase dan
mengenai hak dan kewajiban mereka di bawah persetujuan-persetujuan WTO. World Trade
dalam banyak hal terbukti unik dan berhasil dan juga sistem ini terdapat dalam kesepakatan
Menurut Pasal 3.7 Dispute Settlement Understanding (DSU), sasaran dan tujuan utama
sistem penyelesaian sengketa WTO adalah menjamin penyelesaian yang positif bagi suatu
sengketa dan sistem ini sangat cenderung menyelesaikan sengketa melalui konsultasi
daripada proses pengadilan. Berdasarkan Pasal 3.2 DSU, sistem penyelesaian sengketa WTO
penegakan kewajiban anggota WTO. Peranan penting ini dikarenakan adanya kepentingan-
2
Dyan F. D. Sitanggang, “POSISI, TANTANGAN, DAN PROSPEK BAGI INDONESIA DALAM SISTEM
PENYELESAIAN SENGKETA WTO”, Jurnal Perdagangan Internasional, Vol 3, No. 1, 2015
kepentingan disetiap negara anggota, sehingga dapat melindungi kepentingan yang akan
WTO. Kasus yang melibatkan Indonesia dengan Uni Eropa, Jepang, dan Amerika Serikat ini
tentang permasalah Mobil Timor yang dalam aturannya terlalu menguntungkan beberapa
pihak saja dan Indonesia sendiri. Sehingga, Indonesia dibawa ke DSU untuk
makalah ini kelompok kami akan membahas lebih lanjut mengenai analisis terhadap kasus
Mobil Timor.
BAB II
LEGAL ISSUE
konvensi WTO melalui Undang-undang No. 7 tahun 1994 terikat dengan ketentuan General
Agreement on Tarrif and Trade. Kasus mengenai Mobil Nasional antara Indonesia yang
dituntut oleh Jepang, Amerika dan Uni Eropa. Kasus ini bermula dari inisiatif pemerintah
Indonesia dalam mendukung dan ingin meningkatkan industri mobil nasional, sehingga
Inpers No. 2 Tahun 1996 mengenai program Mobil Nasional yang menunjuk PT Timor Putra
Nusantara (TPN) sebagai pionir dari proses produksi mobnas. Karena keterbatasan produksi
dalam negeri sehingga dikeluarkan Keppres No. 42 tahun 1996 yang mengizinkan PT TPN
untuk mengimpor mobnas dari Korea Selatan yang kemudian diberi merek “Timor”3.
Pemerintah juga mengeluarkan kebijakan bagi PT TPN untuk diberikan hak istimewa berupa
Hak pembebasan pajak barang mewah dan bebas bea masuk barang impor diberikan
kepada PT TPN dengan syarat menggunakan kandungan lokal hinggal 60 persen dalam tiga
tahun terakhir sejak mobnas pertama dibuat. Namun, bila penggunaan kandungan lokal yang
ditentukan secara bertahap yakni 20 persen pada tahun pertama dan 60 persen pada tahun
ketiga tidak terpenuhi, maka PT TPN harus menanggung beban pajak barang mewah dan bea
masuk barang impor. Kasus ini mengundang reaksi dari negara negara lain seperti Jepang,
Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa karena negara negara tersebut menguasai pasar
tersebut belum berhasil karena bertolak belakang dengan keinginan masing masing negara.
berdasarkan pasal 22 ayat 1 GATT. Tuduhan tersebut berdasarkan tiga poin yakni: 5
1. Adanya perlakuan khusus impor mobil dari KIA Motor Korea berupa perlakuan
bebas tariff masuk barang impor yang hanya memberi keuntungan pada satu negara.
2. Perlakuan bebas pajak atas barang mewah yang diberikan kepada produsen Mobnas
3
https://www.wto.org/english/tratop_e/dispu_e/54r01.pdf, diakses pada tanggal 16 September 2018,
pukul 16:10, h.2.
4
Aurora Jillena Meliala, “Penyelesaian Sengketa Dalam Perdagangan Internasional: Studi Tentang
Sengketa Indonesia Versus Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang mengenai Mobil Nasional”, SKRIPSI, Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2011, h. 27.
5
Ibid.
3. Perimbangan muatan lokal, pembebasan tarif impor, dan pembebasan pajak barang
Inti dari pengaduan tersebut adalah pemerintah Jepang ingin masalah sengketa Indonesia
diselesaikan sesuai dengan kesepakatan perdagangan multilateral sesuai dengan aturan yang
Indonesia sebagai anggota WTO harus tunduk pada prinsip prinsip dari WTO tersebut
yang mana dalam kasus ini Prinsip prinsip WTO yang dilanggar Indonesia adalah:
Prinsip National Treatment article III, paragraph 4 GATT 1994 pada dasarnya
adalah keharusan suatu negara untuk memberikan perlakuan yang sama terhadap
ketentuan ini karena pemberian fasilitas penghapusan bea masuk dan penghapusan
menggunakan bahan baku, bahan setengah jadi, dan komponen dan suku cadang
produksi dalam negeri dalam proses produksi otomotif dalam negeri yaitu industri
penghapusan bea masuk dan penghapusan pajak barang yang hanya diberlakukan
2. Apakah kebijakan indonesia dalam menggunakan bahan baku, bahan setengah jadi,
dan komponen dan suku cadang produksi dalam negeri dalam proses produksi
BAB III
ANALISA KASUS
3.1 Prinsip Most Favoured Nation ( MFN ) dalam Kasus Mobil Timor
Prinsip Most Favoured Nations merupakan prinsip dasar (utama) WTO yang
nondiskriminatif, yakni semua negara harus diperlakukan atas dasar yang sama dan semua
negara menikmati keuntungan dari suatu kebijaksanaan perdagangan6 Prinsip ini diatur dalam
Pasal I ayat (1) GATT 1947, yang berjudul General Favoured Nation Treatment, merupakan
6
“GATT Dan WTO”, Sumber: http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/hubungan
internasional/gatt-dan-wto. Diakses tanggal 18 September pukul 21.00
prinsip Non Diskriminasi terhadap produk sesama negara-negara anggota WTO. Maksud dari
prinsip ini adalah apabila suatu negara pertama (pengimpor) memberikan kemudahan atau
serupa harus pula diberikan kepada negara ketiga, keempat, dan seterusnya (pengekspor
(MFN),sebagaimana diatur Pasal XXIV GATT 1947, bahwa prinsip ini tidak berlaku:
Union dengan negara-negara yang bukan anggota, misalnya antara negara anggota
Merujuk kepada kasus mobil Timor antara Indonesia dengan Jepang, Indonesia dinilai
diskriminasi kepada produsen mobil lain khususnya Jepang, Uni Eropa, dan Amerika Serikat
dengan cara membebaskan bea masuk kepada Korea Selatan saja karena Mobil Timor
sebagai rencana mobil nasional bekerjasama dengan produsen mobil Korea Selatan yaitu
KIA. Pembebasan bea masuk yang dilakukan Indonesia kepada Korea Selatan sebagai
produsen mobil Timor itu melanggar pada pasal 10 GATT Agreement tentang non tariff
measures dan juga melanggar pasal 1 GATT Agreement tentang MFN. Dalam GATT
Agreement dan juga dalam prinsip umum WTO, sebuah negara harus melakukan perlakuan
sama terkait perdagangan barang pada negara satu dan negara lain. Tindakan Indonesia ini
berimbas kepada adanya Trade Barrier atau hambatan perdagangan. Hambatan perdagangan
itu sendiri nantinya akan memperlambat terwujudnya tujuan dari WTO yang menginginkan
perdagangan internasional yang bebas dan adil. Penghapusan bea masuk barang dari Korea
Selatan itu dilakukan Indonesia dengan tujuan ingin membuat biaya produksi dan juga harga
Mobil Timor lebih murah di pasaran. Hal ini sangat merugikan investor lain yang bergerak
sama dibidang otomotif khususnya mobil. Ketika biaya produksi murah dan harga juga
murah di pasaran, nantinya terjadi tidak sehatnya persaingan pasar otomotif di Indonesia
yang juga merugikan pihak investor yang sudah ada sejak lama di Indonesia.
Tindakan pelanggaran prinsip MFN pada pasal 1 GATT yang dilakukan Indonesia akan
menimbulkan dampak buruk pada keuangan negara juga. Ketika Jepang, Amerika Serikat dan
Uni Eropa menang di DSU, Indonesia diwajibkan membayar kerugian perdagangan yang
diakibatkan oleh Indonesia itu sendiri. Pembayaran kerugian yang dilakukan Indonesia ini
merupakan penerapan prinsip retaliasi atau pembalasan oleh Amerika Serikat, Jepang, dan
Uni Eropa kepada Indonesia karena telah mengakibatkan kerugian pada bidang perdagangan
mobil.
Prinsip National Treatment merupakan salah satu prinsip non discrimination dalam
GATT 1994. Prinsip ini tercantum dalam pasal III GATT 1994. Sebagai prinsip yang ada
dalam hukum perdagangan dunia, makna yang mendasari prinsip national treatment itu
sendiri tetap tidak terlepas dari makna yang mendasari prinsip national treatment dalam
hukum internasional,, yaitu prinsip yang membangun sebuah hubungan kewajiban dari
suatu ngara kepada WNA di dalam negeri. Berkenaan dengan hal ini, GATT mencantumkan
prinsip national treatment ke dalam pasal III ketentuannya yang mana diantarannya terdiri
dari 10 ayat yang saling berkorelasi antara satu dengan yang lainnya. Prinsip national
treatment yang diterapkan oleh GATT dalam hal ini, sesuai dengan bidang GATT itu
sendiri, berlaku bagi suatu barang atau produk sehingga prinsip national treatment dalam
GATT adalah lebih mengarah kepada perlakuan yang diberikan terhadap baik barang
produksi domestic atau dalam negeri dan terhadap barang produksi asing atau luar negeri.
Pasal III GATT tentang National Treatment pada dasarnya lebih mengarah kepada
bentuk tindakan yang dianggap bertentangan dengan prinsip national treatment. Pasal
“The contracting parties recognize that internal taxes and other internal charges,
and laws, regulations and requirements affecting the internal sale, offering for sale,
Prinsip National Treatment pada dasarnya adalah mengenai pemberian “perlakuan yang
sama”. Berkenaan dengan hal mendasar tersebut, “perlakuan yang sama” yang tersirat dalam
ketentuan pasal III:I GATT ditunjukan dalam bentuk memberikan perlindungan yang sama
atau setara terhadap produk domestic dan produk impor. Perlindungan yang sama ini
dilakukan dengan cara tidak melakukan tindakan tindakan internal baik terhadap produk
domestic dan atau pun terhadap produk impor sebagai jaaln atau dengan tujuan untuk lebih
“The products of the territory of any contracting party imported into the territory of
any other contracting party shall not be subject, directly or indirectly, to internal
taxes or other internal charges of any kind in excess of those applied, directly or
tindakan internal berupa pengenaan pajak dan biaya-biaya pungutan lain terhadap suatu
produk baik impor maupun domestic. Produk sejenis berdasarkan pasal III;2 GATT tidak
cukup hanya dipahami dengan pemahaman sebatas produk yang sama “secara fisik” saja.
Dalam kasus mobil Timor ini Indonesia sebagai negara produsen mobil Timor
dianggap telah melanggat prinsip National Treatment. Pemberian penghapusan pajak mobil
mewah kepada produsen mobil local dengan syarat memakai bahan-bahan dan suku cadang
dari dalam negeri sebesar 60 persen ini dinilai sebagai tindakan diskriminataif terhadap
produk otomotif import lain. Indonesia dituduh terkesan melindungi produk mobilnya sendiri
agar menguasai pasar otomotif dalam negeri dengan melakukan kebijakan pengapusan pajak
mewah tersebut. Dalam pasal 3 ayat 2 GATT, pemberian pajak dalam negeri harus diberikan
sema kepada produk domestic dan produk impor baik langsung maupun tidak langsung. Hal
ini jelas sekali melanggar prinsip National Treatment dan malah meningkatkan hambatan
perdagangan seperti pada pembahasan mengenai MFN diatas. Melindungi produk local itu
boleh apabila diperlukan dan penting namun harus diberitahukan kepada forum negara
naggota WTO dengan alasan yang jelas terkait pemberian perlindungan itu. Kebijakan
pemerintah Indonesia terkait pembebasan pajak dan juga terkait kandungan local itu bukan
lah merupakan tindakan pembenar sebagai alas an produk local bersaing dengan produk
import. Seharusnya upaya pemerintah terhadap produk local agar dapat bersaing denan
produk asing adalah dengan melakukan peningkatan standard dan juga kualitas mobil timor
itu.
Prinsip perlakuan nasional atau National treatment ini dapat di aplikasikan melalu
regulasi atau peraturan dari negara pengimpor sehingga dapat menimbulkan keadaan yang
seimbang antara produk local dan import. Untuk pemilihan barang local maupun impor itu
diserahakan kepada pasar yang dimana dalam hal ini adalah masyarakat konsumen produk
otomotif. Masyarakat atau konsumen ini yang memilih apakah kualitas barang impor dan
Pelanggaran terhadap prinsip Most Favoured Nation dan National Treatment adalah
merupakan kesaslahan fatal. Dua prinsip itulah yang membentuk WTO sendiri dan membantu
BAB IV
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) GATT 1947 mengenai General Favoured Nation
anggota WTO. Maksud dari prinsip ini adalah apabila suatu negara pertama (pengimpor)
(pengekspor), maka kemudahan serupa harus pula diberikan kepada negara ketiga, keempat,
dan seterusnya (pengekspor lainnya). Berdasarkan kasus mobil Timor antara Indonesia
dengan Jepang, Indonesia dinilai melanggar ketentuan ini dikarenakan Indonesia sebagai
negara pengimpor melakukan diskriminasi kepada produsen mobil lain khususnya Jepang,
Uni Eropa, dan Amerika Serikat dengan cara membebaskan bea masuk kepada Korea Selatan
saja karena Mobil Timor sebagai rencana mobil nasional bekerjasama dengan produsen mobil
Korea Selatan yaitu KIA. Adanya perlakuan khusus impor mobil dari KIA Motor Korea
berupa perlakuan bebas tariff masuk barang impor yang hanya memberi keuntungan pada
satu negara. Perlakuan tersebut melanggar pasal 10 GATTAgreement tentang non tariff
measures dan juga melanggar pasal 1 GATT Agreement tentang MFN. Penghapusan bea
masuk barang dari Korea Selatan itu dilakukan Indonesia dengan tujuan ingin membuat biaya
Selain itu terhadap prinsip lain yakni mengenai National Treatment. National
Treatment pada dasarnya adalah mengenai pemberian “perlakuan yang sama”. Berkenaan
dengan hal mendasar tersebut, “perlakuan yang sama” yang tersirat dalam ketentuan pasal
III:I GATT ditunjukan dalam bentuk memberikan perlindungan yang sama atau setara
terhadap produk domestic dan produk impor. Perlindungan yang sama ini dilakukan dengan
cara tidak melakukan tindakan tindakan internal baik terhadap produk domestic dan atau pun
terhadap produk impor sebagai jaaln atau dengan tujuan untuk lebih memproteksi produk
domestic itu sendiri. Mengenai Pasal III:2 GATT melengkapi ketentuan Pasal III:I GATT
sehubungan dengan tindakaninternal berupa pengenaan pajak dan biaya-biaya pungutan lain
terhadap suatu produk baik impor maupun domestik. kebijakanMobil Nasional dianggap
telah melanggar ketentuan ini karena pemberian fasilitas penghapusan bea masuk dan
penghapusan pajak barang mewah hanya diberlakukan pada PT Timor Putra Nasional.
4.2 SARAN
Kami sebagai penulis menyadari bahwa penulisan ini masih jauh dari kata sempurna,
hal ini dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca sangat kami harapkan untuk perbaikan ke
depannya.
BLIBIOGRAPHY
JURNAL / ARTIKEL
- Athiah, Ramadhani Siregar, Analisis faktor-faktor yang memperanguhi impor Indonesia.
21.00