Anda di halaman 1dari 16

“HUKUM WARIS”

Dosen Pengampu : Sri Hadiningrum, S.H, M.H

Disusun Oleh :

Kelompok 7 Reguler D PPKn 2018

Ika Nurhanifah Dalimunthe (318311025)

Rama Panjaitan (3181111017)

Sinta Nurlia (3183311018)

Sri Yulina Br. Damanik (3183311029)

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2021
KATA PENGANTAR

Puji dan sykukur selalu kami ucapkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan cucuran karunia yang telah diberikan-Nya kami bisa menyusun
laporan makalah ini. Tak lupa juga kami mengucapkan terimakasih kepada dosen
penganpu mata kuliah Hukum Perdata, Ibu Sri Handiningrum, S.H, M.H. Dan juga
kepada kepada teman-teman serta pihak-pihak lain yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini.

Kami berharap bawah makalah ini mengenai “Hukum Waris” ini dapat
bermanfaat bagi orang yang membacanya dan dapat menjadi referensi dalam makalah
lainya. Mohon maaf apabila ada kesalahan-kesalahan dalam penulisan makalah ini,
sekali lagi kami ucapkan terima kasih kepada parah pembaca karya kami ini, kami
sangat mengharapkan kritik dan saran dalam memperbaiki karya kami ini.

Medan , 14 April 2021

Kelompok 7

i
DAFTAR ISI

Cover
KATA PENGANTAR ..............................................................................................................i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................................1
PENDAHULUAN ...................................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 3
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................... 3
BAB II .....................................................................................................................................4
PEMBAHASAN ......................................................................................................................4
A. Pengaturan Pewarisan .................................................................................................... 4
B. Pewaris, Ahli Waris dan Harta Warisan ......................................................................... 6
BAB III .................................................................................................................................. 11
PENUTUP ............................................................................................................................. 11
A. KESIMPULAN...................................................................................................................11

B. SARAN................................................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Hukum waris perdata dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,
termasuk dalam lapangan atau bidang hukum perdata. Semua cabang hukum yang
termasuk dalam bidang hukum perdata yang memiliki kesamaan sifat dasar, antara
lain bersifat mengatur dan tidak ada unsur paksaan. Namun untuk hukum waris
perdata, meski letaknya dalam bidang hukum perdata, ternyata terdapat unsur
paksaan didalamnya.

Unsur paksaan dalam hukum waris perdata, misalnya ketentuan pemberian


hak mutlak (legitime portie) kepada ahli waris tertentu atas sejumlah tertentu dari
harta warisan atau ketentuan yang melarang pewaris telah membuat ketetapan
seperti menghibahkan bagian tertentu dari harta warisannya, maka penerima hibah
mempunyai kewajiban untuk mengembalikan harta yang telah dihibahkan
kepadanya ke dalam harta warisan guna memenuhi bagian mutlak (legitimeportie)
ahli waris yang mempunyai hak mutlak tersebut, dengan memperhatikan Pasal
1086 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tentang hibah-hibah yang wajib
inbreng (pemasukan).

Meskipun di dalam hukum waris perdata, terdapat unsur paksaan, namun


posisi hukum waris perdata, sebagai salah satu cabang hukum perdata yang
bersifat mengatur tidak berpengaruh. Konsekwensi dari hukum waris perdata,
sebagai salah satu cabang hukum perdata yang bersifat mengatur, adalah apa saja
yang dibuat oleh pewaris terhadap hartanya semasa ia masih hidup adalah
kewenangannya, namun kalau pelaksanaan kewenangan itu melampui batas yang
diperkenankan oleh Undang-Undang, maka harus ada resiko hukum yang
dikemudian hari akan terjadi terhadap harta warisannya setelah ia meninggal
dunia.

1
Hukum waris perdata, sangat erat hubungannya dengan hukum keluarga,
maka dalam mempelajari hukum waris perlu dipelajari pula sistem hukum waris
yang bersangkutan seperti sistem kekeluargaan, sistem kewarisan, wujud dari
barang warisan dan bagaimana cara mendapatkan warisan. Sistem kekeluargaan
dalam hukum waris perdata adalah system kekeluargaan yang bilateral atau
parental, dalam sistem ini keturunan dilacak baik dari pihak suami maupun pihak
isteri. Sistem kewarisan yang diatur dalam hukum waris perdata adalah sistem
secara individual, ahli waris mewaris secara individu atau sendiri-sendiri, dan ahli
waris tidak dibedakan baik laki-laki maupun perempuan hak mewarisnya sama.

Dalam hukum waris perdata, berlaku suatu asas, yaitu apabila seseorang
meninggal dunia (pewaris), maka demi hukum dan seketika itu juga hak dan
kewajibannya beralih kepada para ahli warisnya, sepanjang hak dan kewajiban
tersebut termasuk dalam lapangan hukum harta kekayaan atau dengan kata lain
hak dan kewajiban yang dapat dinilai dengan uang. Sistem hukum waris perdata
memiliki ciri khas yang berbeda dengan sistem hukum waris lainnya, yaitu
menghendaki agar harta peninggalan pewaris sesegera mungkin dapat dibagi-bagi
kepada mereka yang berhak atas harta tersebut.

Kalaupun harta peninggalan pewaris hendak dibiarkan dalam keadaan


tidak terbagi, maka harus melalui persetujuan oleh seluruh ahli waris, adapun
perbedaan antara harta warisan dan harta peninggalan adalah harta warisan belum
dikurangi hutang dan biaya-biaya lainnya, sedangkan harta peninggalan sudah
dikurangi hutang dan telah siap untuk dibagi.

Pewaris sebagai pemilik harta, adalah mempunyai hak mutlak untuk


mengatur apa saja yang dikehendaki atas hartanya. Ini merupakan konsekwensi
dari hukum waris sebagai hukum yang bersifat mengatur. Ahli waris yang
mempunyai hak mutlak atas bagian yang tidak tersedia dari harta warisan, disebut
ahli waris Legitimaris. Sedangkan bagian yang tidak tersedia dari harta warisan
yang merupakan hak ahli waris Legitimaris, dinamakan Legitime Portie. Jadi hak
Legitime Portie adalah, hak ahli waris Legitimaris terhadap bagian yang tidak
tersedia dari harta warisan disebut ahli waris legitimaris. Di dalam hukum waris
perdata, dikenal ada dua cara untuk memperoleh warisan, yaitu : Ketentuan

2
undang-undang atau wettelijk Erfrecht atau Abintestato, yaitu ahli waris yang
telah diatur dalam undang-undang untuk mendapatkan bagian dari warisan, karena
hubungan kekeluargaan atau hubungan darah dengan si meninggal. Testament
atau wasiat atau testamentair erfrecht, yaitu ahli waris yang mendapatkan bagian
dari warisan, karena ditunjuk atau ditetapkan dalam suatu surat wasiat yang
ditinggalkan oleh si meninggal.

Ahli waris menurut undang-undang (abintestato), yaitu karena


kedudukannya sendiri menurut undang-undang, demi hukum dijamin tampil
sebagai ahli waris, sedangkan ahli waris menurut surat wasiat (ad Testamento),
yaitu ahli waris yang tampil karena “ kehendak terakhir” dari si pewaris, yang
kemudian dicatatkan dalam surat wasiat (testament). Ahli waris yang tampil
menurut surat wasiat, atau testamentair erfrecht, dapat melalui dua cara yaitu
Erfstelling, yang artinya penunjukan satu/beberapa orang menjadi ahli waris untuk
mendapatkan sebagian atau seluruh harta peninggalan, sedangkan orang yang
ditunjuk dinamakan testamentair erfgenaam, yang kemudian dicatat dalam surat
wasiat, cara kedua yaitu Legaat (hibah wasiat), adalah pemberian hak kepada
seseorang atas dasar testament/wasiat yang khusus, orang yang menerima legat
disebut legataris. Pemberian dalam wasiat tersebut baru dapat dilaksanakan,
setelah pemberi hibah wasiat (pewaris) meninggal dunia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka adapun rumusan masalah
dalam pembuatan tugas makalah ini “Hukum Waris” dapat diuraikan yaitu:

A. Bagaimana pengaturan pewarisan?


B. Bagaimana yang dimaksud dengan pewaris, ahli waris, dan harta warisan?

C. Tujuan Penulisan
A. Untuk mengetahui pengaturan pewarisan .
B. Untuk mengetahui pengertian pewaris, ahli waris, dan harta warisan

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengaturan Pewarisan
Di indonesia sendiri hukum waris berlakun secara nasional,adanya
hukum waris di Indonesia adalah hukum waris adat,hukum waris Islam.hukum
waris perdata,Masing-masing memiliki aturan yang berbeda beda,adapun
sebagai berikut:.

1. Hukum Waris Perdata

Hukum waris perdata atau yang sering disebut hukum waris barat
berlaku untuk masyarakat nonmuslim, termasuk warga negara Indonesia
keturunan, baik Tionghoa maupun Eropa yang ketentuannya diatur
dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata).Hukum
waris perdata menganut sistem individual di mana setiap ahli waris
mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-
masing.

Dalam hukum waris barat terdapat dua unsur penting yaitu:

a. Unsur individual (menyangkut diri pribadi seseorang). Pada


prinsipnya seseorang pemilik atas suatu benda mempunyai
kebebasan yang seluas-luasnya sebagai individu untuk berbuat
apa saja atas benda yang dimilikinya termasuk harta
kekayaannya menurut kehendaknya.
b. Unsur sosial (menyangkut kepentingan bersama). Perbuatan
yang dilakukan pemilik harta kekayaan sebagaimana
dijelaskan dalam unsur individual dapat mengakibatkan
kerugian pada ahli waris sehingga Undang-undang
memberikan pembatasan-pembatasan terhadap kebebasan
pewaris demi kepentingan ahli waris
Dalam hukum waris perdata ada dua cara untuk mewariskan:

4
a. Mewariskan berdasarkan undang-undang atau mewariskan
tanpa surat wasiat yang disebut sebagai Ab-instentato,
sedangkan ahli warisnya disebut Ab-instaat. Ada 4 golongan
ahli waris berdasarkan undang-undang:
 Golongan I terdiri dari suami istri dan anak-anak beserta
keturunannya;
 Golongan II terdiri dari orang tua dan saudara-saudara
beserta keturunannya
 Golongan III terdiri dari kakek, nenek serta seterusnya ke
atas;
 Golongan IV terdiri dari keluarga dalam garis
menyamping yang lebih jauh, termasuk saudara-saudara
ahli waris golongan III beserta keturunannya.
b. Mewariskan berdasarkan surat wasiat
yaitu berupa pernyataan seseorang tentang apa yang dikehendakinya
setelah ia meninggal dunia yang oleh si pembuatnya dapat diubah
atau dicabut kembali selama ia meninggal dunia yang oleh
pembuatnya kembali selama ia masih hidup sesuia dengan kitab
Undang-Undang Hukum Perdata pasal 992 .cara pembatalannya
harus dengan wasiat abru atau dilakukan dengan notaris .Syarat
dalam pembuatan surat wasiat ini berlaku bagi mereka yang sudah
berusia 18 tahun atau lebih.

Undang-undang menyebut empat hal yang menyebabkan seseorang ahli


waris menjadi tidak patut mewaris karena kematian, yaitu:

1. seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dipidana


karena dipersalahkan membunuh atau setidaktidaknya mencoba
membunuh pewaris
2. seorang ahli waris yang dengan putusan hakim telah dipidana
karena dipersalahkan memfitnah dan mengadukan pewaris bahwa

5
pewaris difitnah melakukan kejahatan yang diancam pidana empat
tahun atau lebih
3. ahli waris yang dengan kekerasan telah nyata-nyata menghalangi
atau mencagah pewaris untuk membuat atau menarik kembali
surat wasiat
4. seorang ahli waris yang telah menggelapkan, memusnahkan, dan
memalsukan surat wasiat.
Seseorang yang akan menerima sejumlah harta peninggalan
terlebih dahulu harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 1) Harus
ada orang yang meninggal dunian (Pasal 830 BW),Harus ada ahli waris
atau para ahli waris harus ada pada saat pewaris meninggal dunia,
Seorang ahli waris harus cakap serta berhak mewaris

B. Pewaris, Ahli Waris dan Harta Warisan


Pewaris adalah seseorang yang telah meninggal dunia yang memiliki
harta kekayaan yang oleh hukum memiliki hak dan kewajiban untuk diwariskan.
Menurut Erman Suparman seseorang yang meninggal dunia, baik laki-laki
maupun perempuan yang meninggalkan sejumlah harta kekayaan baik berupa
hak dan kewajiban yang harus dilaksanakan selama hidupnya, baik dengan surat
waisat maupun tanpa surat wasiat. Hak dan Kewajiban dalam hal ini adalah hak
dan kewajiban yang dilakukan oleh pewaris sebelum meninggal dunia terhadap
harta kekayaannya. Maka dapat diketahui bahwa tidak semua orang yang
meninggal dunia, disebut pewaris, karena syarat untuk dapat disebut sebagai
pewaris adalah orang yang meninggal dunia tersebut meninggalkan pelbagai hak
dan kewajiban yang harus dipenuhi pada pihak ketiga yang dapat dinilai dengan
uang yang disebut dengan harta peninggalan.
Ahli waris adalah orang yang menggantikan kedudukan pewaris atau
orang yang mendapat/menerima harta peninggalan pewaris, yang berarti berarti
orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan pewaris. H.M. Idris
Ramulyo, mengatakan ahli waris adalah orang orang tertentu yang secara
limitatif diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Selanjutnya H.M.
Idris Ramulyo, mengatakan bahwa ahli waris tersebut tampil sebagai ahli waris
karena :

6
1. Ahli waris yang tampil dalam kedudukannya sendiri (uit eigen hoofde) atau
mewaris secara langsung, misalnya jika ayah meninggal dunia, maka sekalian
anak anaknya tampil sebagai ahli waris;
2. Ahli waris berdasatkan penggantian (bij plaatsvervulling) dalam hal ini
disebut ahli waris tidak langsung, baik penggantian dalam garis lurus
kebawah maupun penggantian dalam garis samping (zijlinie), penggantian
dalam garis samping juga melibatkan penggantian anggota anggota keluarga
yang lebih jauh.
3. Pihak ketiga yang bukan ahli waris dapat menikmati harta.

Ahli waris dapat juga tidak dapat mewarisi harta warisan dari sipewaris
bila ahli waris tersebut melakukan hal yang dilarang undang-undang untuk
menerima warisan. Ahli waris yang tidakdapat menjadi ahli waris atau tidak
patut jadi ahli waris (pasal 838 BW) yaitu: Orang yang telah dihukum karena
membunuh atau mencoba membunuh pewaris. Dalam hal ini sudah ada
keputusan hakim, akan tetapi jika sebelum keputusan hakim dijatuhkan,
sipembunuh telah meninggal dunia, maka ahli warisnya dapat menggantikan kedudukan
nya. Pengampunan (grasi) tidak dapat menghapuskan keadaan tidak dapat patut
mewaris. orang yang dengan keputusan hakim, pernah dipersalahkan memfitnah
pewaris, berupa fitnah dengan ancaman hukuman lima tahun atau lebih berat.
Dalam hal ini harus ada keputusan hakim yang menyatakan, bahwa yang
bersangkutan bersalah karena memfitnah. Orang yang karena kekerasan atau
perbuatan telah mencegah si pewaris untuk membuat atau mencabut surat
wasiatnya. Orang yang menggelapkan, merusak atau memalsukan surat wasiat
pewaris. Akan tetapi selain hal tersebut ada juga akibat penolakan warisan, yaitu ahli
waris melakukan penetapan pengadilan (Pasal 1057 BW) tidak menginginkan warisan
dari si pewaris (pasal 1058 BW) yaitu si waris yang menolak warisannya, dianggap
tidak pernah telah menjadi waris.

Untuk menetapkan ahli waris dari seseorang yang meninggal, dibagi


dalam berbagai golongan, yaitu:
1. Golongan Pertama, yaitu: suami/istri yang hidup terlama dan anak/keturunannya
(Pasal 852 KUH Perdata). Jika orang-orang dari golongan pertama masih hidup,

7
maka merekalah yang berhak mewarisi semua harta peninggalan, sedangkan
anggota keluarga lain-lainnya tidak mendapat bagian apapun. Dalam golongan
pertama, dimasukkan anak-anak beserta turunan-turunan dalam garis lencang ke
bawah, dengan tidak membedakan laki-laki atau perempuan dan dengan tidak
membedakan urutan kelahiran. Jika tidak terdapat anggota keluarga dari
golongan orang-orang pertama, maka golongan kedua yang tampil sebagai
ahliwaris. Bagian seorang anak yang lahir di luar perkawinan, tetapi diakui dan
tergantung kepada berapa adanya ang-gota keluarga yang sah. Jika ada ahli
waris dari golongan pertama, maka bagian anak yang lahir di luar perkawinan
tersebut, 1/3 (sepertiga) dari bagian yang akan diperolehnya seandainya ia
dilahirkan dari perkawinan yang sah. Jika ia bersama-sama mewarisi dengan
anggota-anggota keluarga dari golongan kedua, bagiannya menjadi 1/2
(seperdua) dari bagian yang akan diperolehnya seandainya ia dilahirkan dari
perkawinan yang sah. Pembagian warisan, harus dilakukan sedemikian rupa,
sehingga bagian anak yang lahir di luar perkawinan itu, harus dihitung dan
dikeluarkan lebih dahulu, barulah sisanya dibagi antara ahliwaris yang lainnya,
seolah-olah sisa itu warisan yang masih utuh.
2. Golongan Kedua, yaitu: orang tua dan saudara kandung pewaris.
Dalam golongan kedua dimasukkan orang tua dan saudara-saudara dari si
meninggal. Pada asasnya orang tua itu dipersamakan dengan saudara, tetapi bagi
orang tua diadakan peraturan-peraturan yang menjamin bahwa ia pasti mendapat
bagian yang tidak kurang dari seperempat harta peninggalan. Jika tidak terdapat
sama sekali anggota keluarga dan golongan kedua, harta peninggalan itu dipecah
menjadi dua, Satu untuk para anggota keluarga pihak ayah dan satu bagian untuk
para anggota keluarga pihak ibu
3. Golongan Ketiga, yaitu: keluarga dalam garis lurus ke atas sesudah bapak dan
ibu pewaris dan keturunannya (Pasal 853 KUH Perdata
4. Golongan Keempat, yaitu: paman dan bibi pewaris baik dari pihak bapak
maupun dari pihak ibu, yaitu:
a. keturunan paman dan bibi sampai derajat keenam dihitung dari pewaris
b. saudara kakek dan nenek beserta keturunannya sampai derajat keenam
dihitung dari pewaris.

8
Harta warisan adalah seluruh harta benda beserta hak dan kewajiban
pewaris dalam lapangan Hukum harta kekayaan yang dapat dinilai dengan uang.
Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek), dari
manapun harta itu asalnya tetap merupakan satu kesatuan yang secara
keseluruhan beralih dari tangan si yang meninggal dunia kepada para ahli
warisnya. Harta peninggalan adalah harta yang ditinggalkan pewaris untuk
dibagi bagikan kepada orang yang berhak mewarisinya. Namun demikian tidak
semua harta yang ditinggalkan pewaris secara otomatis bisa dibagi bagikan
kepada orang yang berhak mewarisinya, karena harus dilihat terlebih dahulu
apakah harta yang ditinggalkan pewaris tersebut harta campur atau bukan.
Jika harta yang ditinggalkan pewaris tersebut adalah harta campur
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 119 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata, maka berdasarkan Pasal 128 Kitab Undang Undang Undang Hukum
Perdata, harta campur perkawinan tersebut terlebih dahulu harus dibagi dalam
dua bagian yang tidak terpisahkan, setengah bagian yang tidak terpisahkan
adalah untuk pasangan kawin (suami/isteri) pewaris, setengah bagian lagi adalah
harta peninggalan pewaris untuk dibagi-bagikan kepada orang yang berhak
mewaris. Jika tidak terjadi harta campur, dimana sebelum perkawinan, pewaris
dengan pasangan kawin (suami/isteri) pewaris tidak dibuat perjanjian kawin
sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 139 Kitab Undang Undang Hukum
Perdata, maka harta tetap dibawah penguasaan masing masing pihak, tidak
dibagi dua.

Suatu wasiat atau testament ialah suatu pernyataan dari seseorang


tentang apa yang dikehendaki setelaknya ia meninggal. Pada asasnya suatu
pernyataan yang demikian, adalah keluar dari suatu pihak saja (eenzijdig) dan
setiap waktu dapat ditarik kembali oleh yang membuatnya. Dengan sendirinya,
dapat dimengerti bahwa tidak segala yang dikhendaki oleh seseorang,
sebagaimana diletakkan dalam wasiatnya itu, juga diperbolehkan atau dapat
dilaksanakan. Pasal 874 B.W. yang menerangkan tentang arti wasiat atau
testament, memang sudah mengandung suatu syarat, bahwa isi pernyataan itu

9
tidak boleh bertentangan dengan undang-undang. Pembatasan penting, misalnya
terletak dalam pasal-pasal tentang "legitieme portie" yaitu bagian warisan yang
sudah ditetapkan menjadi hak para ahliwaris dalam garis lencang dan tidak dapat
dihapuskan oleh orang yang meninggalkan warisan. Surat wasiat merupakan
keinginan terakhir dari pewaris mengenai harta pewaris, yang mana kehendak
terakhir itu dapat berupa pengangkatan ahli waris, hibah wasiat, pengangkatan
executeur testamenter, dan terkadang ada juga memasukan pengakuan anak di
dalam wasiat.

Fidei-commis, ialah suatu pemberian warisan kepada seorang waris


dengan ketentuan, ia wajib menyimpan warisan itu dan setelah lewat suatu
waktu atau apabila si waris itu sendiri telah meninggal, warisan itu harus
diserahkan kepada seorang lain yang sudah ditetapkan dalam testament. Orang
yang akan menerima warisan terkemudian ini, dinamakan "verwachter." Karena
ia menerima warisan itu dengan melewati tangan waris yang pertama, maka cara
pemberian warisan semacam ini oleh undang-undang, dinamakan juga
erfstelling over de hand," yaitu suatu pemberian warisan secara melangkah.
Perkataan fidei-commis berasal dari "fides" yang berarti kepercayaan. Warisan
itu seolah-olah dipercayakan pada waris yang pertama ditunjuk.

10
BAB III

PENUTUP

A. KESMPULAN
Dari isi pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Hukum waris
perdata atau yang sering disebut hukum waris barat berlaku untuk masyarakat
nonmuslim, termasuk warga negara Indonesia keturunan, baik Tionghoa maupun
Eropa yang ketentuannya diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(KUHPerdata).Hukum waris perdata menganut sistem individual di mana setiap
ahli waris mendapatkan atau memiliki harta warisan menurut bagiannya masing-
masing. Yang mana diketahui bahwa Pewaris adalah seseorang yang telah
meninggal dunia yang memiliki harta kekayaan yang oleh hukum memiliki hak dan
kewajiban untuk diwariskan. Sedangkan Ahli waris adalah orang yang menggantikan
kedudukan pewaris atau orang yang mendapat/menerima harta peninggalan pewaris,
yang berarti berarti orang-orang yang berhak menerima harta peninggalan pewaris.
Adapun pengertian dari Harta warisan adalah seluruh harta benda beserta hak dan
kewajiban pewaris dalam lapangan Hukum harta kekayaan yang dapat dinilai
dengan uang.
B. SARAN
Sebagai penulis kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak
kekurangan dalam pembuatannya, baik dari segi penulis serta pembahasan yang
memuat serta hal lainnya, untuk itu penul.is memohon maaf apabila ada
kesalahan dan kami sangatlah mengharap kritik yang membangun dari pembaca
agar kemudiaan pembuatan makalah ini semakin lebih baik dan bermanfaat dan
juga memperluas wawasan dan pengetahuan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Anisitu s Amanat. (2001). Membagi Warisan Berdasarkan Pasal-Pasal Hukum-Hukum


Perdata BW. Jakarta: Raja Grafindo Persada hal 9

Subekti. 2008. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT. Intermasa


Yulia. 2015. Hukum Perdata. Lhokseumawe : CV Biena Edukasi
Sagala, Elviana. 2018. Hak Mewarisi Menurut Ketentuan Hukum Waris Perdata. Jurnal
Ilmiah Advokasi. 6 (2)
Wati Rahmi, 2018. Hukum Waris. Bandar Lampung.

12

Anda mungkin juga menyukai