Anda di halaman 1dari 17

A.

Judul Buku

Identitas Buku Utama

Judul : Kebijakan Publik di Bidang Pendidikan

Identitas Buku Pembanding

Judul : Kebijakan Publik

B. Pengarang
Buku Utama

Penulis : Muhammad Munadi dan Barnawi

Buku Pembanding

Penulis : Prof. Sahya Anggara, M.Si

C. Tahun/Penerbit/Kota/No. ISBN

Buku Utama

Tahun Terbit : 2011

Penerbit : Perpustakaan Nasional Katalog dalam Terbitan (KDT)

Kota Terbit : Jakarta

ISBN : 978-979-25-4896-9

Buku Pembanding

Tahun Terbit : 2018

Penerbit : Pustaka Setia

Kota Terbit : Bandung

ISBN : 978-979-076-487-3
D. Jumlah Bab/Bagian Buku/Jumlah halaman
Buku Utama

Cetakan :1

Jumlah Bab : 8 Bab

Jumlah Hal : 184

Buku Pembanding

Cetakan :2

Jumlah Bab : 11 Bab

Jumlah Hal : 317

E. Ringkasan Isi Buku Setiap Bab

Bab I Pendahuluan

Era reformai membawa perubahan yang mendasar dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Perubahan yang dimaksud terutama menyangkut kehidupan sosial yang sntralistik ke
desentralistik. Sawedi Muhammad menyatakan bahwa desentralisasi menawarkan ruang yang
luas bagi rakyat untuk berpatisipasi dalam wilayah politik lokal. Pendapat ini juga disepakati
Hetifah Syaifuddin bahwa desentralisasi itu memberi peluang keterlibatan komunitas dalam
penyelenggaran urusan publik dan mempunyai implikasi signifikan dibukanya ruang politik
untuk proses perencanaan dan pengambilan keputusan yang demokratis dan berorintasi pada
kebutuhan warga. Adapun pendapat pesimis dinyatakan Sutandyo Wignyusubroto bahwa
demokrasi merupakan model kehidupan baru dari homo hierarchius yang sudah mendarah
daging dalam masyarakat Indonesia ke homoaequalis. Agus Dwiyanto, dkk melakukan survey
tentang desentralisasi di berbagai daerah di Indonesia. Secara umum, program ataupun kebijakan
pendidikan hanya disusun oleh Dinas Pendidikan tanpa adanya transparansi dan partisipasi dari
bawah. Beberapa temuan khusus di bidang pendidikan dan selama ini pemerintah daerah tidak
pernah mempunyai kebijakan yang signifikan, khususnya dlaam penentuan anggaran pendidikan.
Secara konseptual, Armida mengindentifikasi dua jenis desentralisasi pendidikan yaitu
desentralisasi kewenangan dalam hal kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah, serta desentralisasi pendidikan dengan fokus pemberian,
kewenangan yang lebih besar di tingkat sekolah. Diantara aspek yang diotonomikan adalah
bidang pendidikan seperti tercantum dalam pasal 11 dari Undang-Undang tersebut yang
mengamanatkan bahwa kewenangan daerah kabupaten dan kota mencakup semua bidang
pemerintahan, yaitu pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan, dll. Akibatnya,
banyak calon anggota parlemen daerah maupun pusat yang terpilih tidak banyak yang memiliki
kualifikasi untuk memenuhi janji politik dan berupaya mengaspirasikan kehendak rakyat. Akibat
lanjutannya, kebijakan publik yang diambil lebih banyak memeperkuat peran negara
dibandingkan peran masyarakat. Dengan demikian, penerapan otonomi atau desentralisasi
pendidikan tidak semata-mata menjadikanisu pendidikan sebagai alat kepentingan politik, tetapi
menjadi isu politik. Pendidikan yang dijadika isu politik membutuhkan pranata sosial dan
masyarakat yang memiliki partispasi aktif dengan kemampuan untuk menyampaikan aspirasi.
Kondisi itu merupakan hal yang utama dalam mendukung terwujudnya kebijakan yang adil dan
demokrasi.

BAB II

MAKNA KEBIJAKAN PUBLIK BIDANG PENDIDIKAN

Kebijakan publik menurut Winarno adalah kebijakan yang dikembangkan oleh lembaga-
lembaga pemerintah dan pejabat-pejabat pemerintah yang dipengaruhi oleh aktor-aktor dan
faktor-faktor, bukan pemerintah. Adapun pengertian yang berbeda dapat dilihat dari Dye yang
mendefenisikan bahwa kebijakan publik sebagai whatever government choose to do or not to do.
Maksudnya adalah pilihan tindakan apapun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh
pemerintah. Titik tekan pendapat ini adalah kebijakan tidak hanya rumusan kebijakan diatas
kertas saja, tetapi pilihan tindakan yang akan diambil oleh pemerintah, baik dilakukan maupun
tidak dilakukan tanpa dipengaruhi oleh pihak non-pemerintah.

Kebijakan pendidikan menurut Nugroho dilihat dari empat kuadran tersebut termasu
dalam kuadran I sehingga diperlukan partisipasi aktif sektor di luar pemerintah. Argumentasi
yang bisa dibangun bahwa pendidikan sebenarnya bisa dilakukan oleh masyarakat, tetapi
pemerintah menganggap bahwa pendidikan merupakan kegiatan strategis bagi perkembangan
sebuah negara karena penentu kualitas sebuah bangsa terletak pada tingkat pendidikan yang
dicapai penduduknya. Keterlibatan masyarakat dan pemerintah mliputi perencanaan, pembuatan,
implementasi, monitoring, dan evaluasi kebijakannya. Berdasarkan uraian diatas, kebijakan
publik bidang pendidikan dapat didefenisikan sebagai keputusan bersama antara pemetintah dan
aktor di luar pemerintah dan mempertimbangkan faktor-faktor yang memengaruhinya untuk
dilaksanakan pada bidang pendidikan bagi seluruh warga masyarakat. Kebijakan publik bidang
pendidikan meliputi anggaran pendidikan, kurikulum, rekrutmen, dan kebijakan lain yang
bersentuhan langsung maupun tidak langsung atas pendidikan. Kebijakan pendidikan menurut
Devine memiliki empat dimensi pokok yaitu dimensi normatif, struktural, konsituentif, dan
teknis. Dimensi normatif terdiri atas nilai, standar, dsan filsafat. Dimensi ini memaksa
masyarakat untuk melakukan peningkatan dan perubahan melalui kebijakan pendidikan yang
ada. Dimensi tersebut perlu dukungan dari dimensi struktural. Dimensi ini berkaitan dengan
ukuran pemerintah (desentralisasi, entralisasi, federal atau bentuk lain) dan satu struktur
organisasi, metode, dan prosedur yang menegaskan dan mendukung kebijakan bidang
pendidikan. Dimensi konstituentif terdiri dari individu, kelompok kepentingan dan penerima
yang menggunakan kekuatan untuk memengaruhi proses pembuatan kebiajkan. Dimensi teknis
menggabungkan pengembangan, praktik, implementasi, dan penilaian dari pembuatan kebijakan
pendidikan.

BAB III

POLITIK DEMOKRATIK DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Perlibatan pemerintah, aktor-aktor di luar pemerintah dan faktor-faktor di luar


manusia dalam kebijakan pubik tidak secara otomatis dilakukan, tetapi menyesuaikan tahapan
yang telah dicapai dalam proses demokrasi. Desentralisas dari dua gambaran tersebut
menjadikan ada beberapa model desentralisasi yang disampaikan oleh beberapa ahli yaitu:

- Dekonsentrasi, pembagian wewenangan dan tanggung jawab administratif antara


departemen pusat dan pejabat pusat di lapangan tanpa adanya penyerahan kewenangan
untuk mengambil keputusan atau keluasaan untuk membuat keputusan.
- Delegasi, pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan manajerial untuk
melakukaan tugas-tugas khusu pada suatu organisasi tidak secara langsung berada di
bawah pengawasan pemerintah pusat.
- Devokusi, transfer kewenangan untuk pengambilan keputusan, keuangan dan manajemen
kepad aunit otonomi daerah.
- Privatisasi, tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan-badan
sukarela, swasta dan swadaya masyarakat.

Devolusi memiliki lima keistimewaan, yaitu melatih tanggung jawab secar legal dari
departemen pusat, tidak di bawah pengawasan hierarki departemen pusat, dapat melatih
kekuasaan yang diberikan oleh hukum, dapat bertindak sesuai wilayah hukumnya, serta
departemen pusat tidak bertanggung jawab untuk tindakan lembaga lokal. Lima
keistimewaan inilah yang membawa konsekuensi penting pada kemandirian pendanan dan
tanggung jawab atas semua tindakan yang dilajukan sesuai bidang yang didesntralisasikan.

Ada dua hal yang perlu diperhatoikan dalam emgkaji pemaknaan partisipasi masyarakat.
Pemaknaan pertama, partisipasi masyarakat sebagai tujuan. Menurut Suci Handayani
partisipasi semacam ini akan membelenggu, mendistorsi, dan menghilangkan hak warga
negara untuk terlibat pro aktif dalam setiap kebijakan yang diambil. Pemaknaan yang kedua,
partisipasi dimaknai sebagai alat. Pemaknaan tersebut mengandung maksud bahwa setiap
tindakan partisipasi menjadi sebuah keniscayaan. Pemaknaan pertama hanya menekankan
pada aspek partisipasi formal atas masyarakat, sedangkan makna kedua mengandung maksud
keterlibatan masyarakat harus pro aktif. Partisipasi lebih bersifat aktif dalam memengaruhi
keputusan dari semua pihak dalam segala hal yang ebrkaitan dengan sekolah, baik kebijakan
sekolah, formasi kepegawaian, pengembangan profesional staf, anggaran tanah, dan
bangunan, pengelolaan sumber daya, serta kurikulum sekolah. Partispiasi masyarakat adalah
suatu cara melakukan interaksi kelompok non-elite pengambilan keputusan. Kelompok non-
elite adalah kelompok yang selama ini tidak diikutsertakan dalam proses pengambilan
keputusan dan kelompok elite adalah kelompo yang selama ini melakukan pengambilan
keputusan.

BAB IV
PRAKSIS PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM KEBIJAKAN PENDIDIKAN

A. Fakta Temuan Lapangan


1. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Bidang Pendidikan Kota
Surakarta

Pendapat menunujukkan bahwa bidang pendidikan meang secara riil dilauakn


perencanaan tingkatan mikro (kelurahan) sampai dengan tingkat yang paling atas, yaitu
kota. Pembahasannya berada di komisi sosial dan busaya dalam setiap musren di tingkat
apapun. Hal tersebut berkaitan dengan pendidikan banyak yangs sesuai dengan kondisi
riil disebababkan partisipasi aktif paar komponen pendidikan dalam setiap kegiatan
musren. Demikian seperti yang diungkapkan Trjn. Sebenarnya bisa saja penyerapan
aspirasi tidak hanya dilkakukan secara formal sjaa, tetapi juga non-formal. Media menjad
penting bagi kanal untuk penyaluran aspurasi yang belum terdeteksi oleh pihak yang
berkepmtingan sehingag menjadikan efektivitas aspirasi semakin bisa didengar semua
kalangan. Partisipasi masyarakat yang ada menunjukkan bahwa tidak semata-mata karena
aturan main yang dibuat pihak eksekutif saja, tetapi juga aturan main yang dibuat pihak
legislatif. Disamping itu pula karena masyarakat merasa peduli terhadap kebijakan.
Aspirasi dan partispasi masyarakat dalam menyuarakan pendidikan tidak terbatas pada
acara resmi DPRD secara kelembagaan partai yang diwakili anggota DPRD.
Penyampaian aspirasi dan yang berpastisipasi tidak sebatas lembaga formal saja, namun
juga kelompok pinggiran yang selama ini belum terakomodasikan suaraanya dalam
memabngun pendidikan di Kota Solo.

Partisipasi dalam penelitain ini menunjukkan bahwa ini tidak sekadar partisipasi
politik yang terbatas pada kampanye dan pemilihan umum, tetapi juga mencakup akses
warga untuk mengindentifikasi prioritas lokal merencanakan dan melaksanakan program
dengan mendudukkan warga sebagai aktor kunci pembuat kebijakan lokal. Proses
pembuatan kebijakan pubkik di kota Surakarta terlihat menjadikan partisipasi publik
sebagai sesuatu yang sangat penting, tidak hanya tidak langsung, tetapi juga secara
langsung, keadaan demikian menunjukkan upaya mempertahankan sebuah demokratisasi
berbasis pada desentralisasi. Pendidikan untuk mendapatkan informasi pelaksanaan
pendidikan yang terjadi secara riil di masyarakat bisa emnilai kebutuhan masyarakat atas
pendidikan. Langkah ini bisa memaksimalkan peran stakeholder dan meminimalisir peran
birokrasi pendidikan dalam pembuatan kebijakan.

BAB V

PRAKSIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN

Pengaturan peran serta masyarakat sepertinya kurang dihiraukan oleh beberapa


kabupaten. Hal ini cukup memprihatinkan karena daya didukung masyarakat diperlukan
tindak lanjut perda ini. Tanpa dukungan masyarakat dan lembaga kemasyarakatan., perda
bisa tidak bermakna apa-apa. Dua kabupaten yang emngatur serta peran masyarakat
terlihat sangat memahami bahwa sektor di luar pemerintah sangat membantu
terealisasinya program-program yang bagus. Walaupun tingkat kabupaten tidak mengatur
peran serta masyarakat dan pemeritahan dibawahnya untuk merealisasikan kebijakan
pengembangan mutu SDM di bidang keislamaan, tidak serta-merta itu terjadi.

Perda yang memerlukan daya dukung seluruh komponen agar bisa terlaksana. Hal ini
memerlukan pengaturan tentang peran serta masyarakat, namun ada yang kurang
menghiraukannya yaitu empat kabupaten. Hal in cukup memprihatinkan karena daya
dukung masyarakat sangat diperlukan dalam tindak lanjut perda ini. Tanpa dukungan
masyarakat dan lembaga kemasyarakatan, perda bisa tidak bermakna aa-apa. Dua
kabupaten yang mengatur peran sera masyarakat terlihat sangat memahami bahwa sektor
di luar pemerintah membantu terealisasinya program-program yang bagus. Apalagi,
kabupaten pesisir selatan mengharuskan terutama pemerintahan terbawahnya, yaitu
pemerintahan negeri harus bisa membantu program bagus bagi peningkatan mutu sumber
daya manusia. Pembuatan perda pendidikan keagamaan yang sesuai dengan jebutuhan
masyarakat di daerah dan di dukung sebelunnyaa atau sesudahnya dengan peraturan
dibawahnya maupun diatasnya merupakan bentuk rekonstruksi sektor pendidikan
sehingga dapat tercipta local capability yakni meningkatkan kemampuan pemerintah
daerah dalam memperbaiki hak-hak komunitasnya.

Sebenarnya desentralisasi akan terealisasi mewujudkan hak-hak masyarakat,


terutama penetapan perda pendidikan keagamaan. Dua kebjakan tersebut tidak akan
bermakna apa-apa jika tidak ada daya dukung utama, dari proses perencanaan,
perumusan, pembuatan, dan implementasi. Daya dukung tersebut adalah filosofi daerah,
visi, dan misi daerah serta kebijakan pusat yang sangat relevan. Tanpa daya dukung
tersebut, desentralisasi kurag bisa mempan kebijakan desentralisasi sebuah penasea obat
bagi semua penyakit di birokrasi pemerintahan

BAB VI

PRAKSIS KEBIJAKAN PENDIDIKAN KEAGAMAAN PROVINSI

Pendidikan di Aceh memiliki tujuan yang sangat luas dan tidak hanya ingin
emmenuhi kebutuhan di tingkat individual tetapi regional, nasional, global dan universal.
Yang mana pada pasal 11 dan 13 merupakan bentuk penyatuan antara sekolah dan
madrasah yang selama ini didikotomikan. Artinya, sekolah berada di bawah binaan
Departemen Pendidikan Nasional dan madrasah dibawah binaan Departemen Agama.
keduanya dileburkan menjadi satu dengan nama tunggal madrasah. Ini bisa disadari
karena keduanya berarti sama yaitu sekolah. Pasal tersebut belum operasional sehigga
masih mendasarkan peraturan di atasnya yang belum jelas peraturan yang mengatur
tentang apa dan bagaimana pengaturannya. Pada sisi ini, perda menjadi aneh karena
semestinya mengatur secara operasional, tetapi justru mengatur sesuatu yang belum jelas.

Pendidikan keagamaan dalam melaksanakan fungsi yanga ada diperlukan bantuan


berupa daya dukung dari pemerintah, terutama pemerintah daerah. Walaupun belum
jelas, masih ada wilayah aman dalam perda ini karena menyebutkan masih ada peraturan
yang lebih operasional yang mengatur tata cara penyelenggaraan pendidikan keagamaan.
Pelaksanaan perda sesuai aturan tersebut menujukkan ada upaya sinergi antara
pendidikan formal, masyarakat dan pemerintah daerah. Ketiga komponen ini akan tidak
bisa berjalan jika pelaksana di tingaktan pendidikan formal tidak jelas.

Implementasi perda mengeni tenaga kependidikan sebagai garda terdepan ini sudah
sangat kaku dan memiliki tugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan,
pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan Al-Quran. Tugas
ini tidak hanya berlangsung pada pendidikan formal saja, tetapi juga pendidikan
nonformal maupun informal. Karena luasnya kancah yang harus dilaksanakan tenaga
kependidikan,tenaganya dapat berasal daru guru agama Islam atau tenaga pendidik yang
khusus diangkat untuk pendidikan Al-Quran. Pengangkatan tenaga kependidikan pada
pendidikan formal untuk implementasi perda ini didasarkan pada perundang-undangan
kepegawaian. Dan juga sarana dan prasarana yang juga sangat diperlukan dalam
implementasi perda ini adalah faktor dana.

BAB VII

KEBIJAKAN PEMBERANTASAN KORUPSI DI LEMBAGA PENDIDIKAN

Korupsi merupakan masalah yang banyak dihadapi di semua negara, baik maju,
berkembang, maupun negara miskin. Akan tetapi, ayng paling mengkhawatirkan adalah korupsi
yang terjadi di negara berkembang maupun negara miskin. Negara tersebut berkategori
mengkhawatirkan karena lemahnya sistem dan mekanisme kontrol dari pemegang kekuasaan
tertinggi yaitu rakyat. Kalaupun ada sistem dan mekanisme kontrol baru sebatas kontrol formal
yang tidak jelas standarnya. Artinya, kontrol terbatas pada kuitans-kuitansi pembayarans esuai
dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang ada. Kalau sudah sesuai dengan
ketentuan yang sudah dianggap sah walaupun tidak jelas peruntukannya secara riil. Akibatnya
banyak kuitansi pembiayan yang bertumpuk, tetapi senyatanya tidak sesuai dengan riilnya.

Indonesia mengalami kenyataan tersebut. Maka tidak heran uang dari amnapun tetap saja
ada yang berupaya mengorupnya. Era otonomi daerah semakin memperburuk kondisi Indonesia
karena penyebaran korupsi menggurota ke seluruh elemen birokrasi, dari puncak pimpinan
sampai pegawai yang paling rendah atau disebut denagn istilah metastarik. Korupsi ini tidak
hanya terjadi di tingkatan eksekutif saja, tetapi juga terjadi di lembaga lain., baik legislatif
maupun yudikatif. Maka, tak heran jika saat ini banyak muncul berita terjadi pengungkapan
kasus korupsi di kalangan tersebut. Adapun defenisi yang menunjukkan bahwa korupsi memiliki
maksud yaitu segala proses, tindakan, dan perilaku yang tidak jujur dan jahat yang berimplikasi
untuk mendapatkan keuntungan uang maupun personal.

Adapun transparasi internasional yang menyatakan bahwa korupsi dalam bidang


pendidikan yaitu sangat merugikan karena membahayakan masa depan sosial, ekonomi, dan
politik suatu bangsa.
1. Korupsi dalam dunia pendidikan itu lebih merusak/membahayakan ketimbang korupsi di
dalam bidang yang lain karena dampak jangka panjangnya.
2. Korupsi ini mengancam persamaan akses, kuantitas, dan kualitas pendidikan.
3. Pihak yang paling merasakan akibat utamanya adalah orang-orang miskin yang bila tanpa
akses pendidikan atau hanya dengan pendidikan kualitas renda, emreka hanya memiliki
sedikit kesempatan untuk keluar dari kemiskinannya.
4. Korupsi ini bertentangan dengan salah satu tujuan utama pendidikan, yaitu menciptakan
masyarakat yang hormat/tunduk pada hukum dan hak asasi manusia.
5. Apabila generasi muda akhirnya percaya bahwa usaha dan kejujuran seseorang tidak
menjamin, serta kesuksesan dapat diraih dengan manipulasi/penyalahgunaan, pilih kasih,
dan penyuapan, fondasi sosial yang paling mendasar telah terguncang.

Korupsi dalam bidang pendidikan dapat berupa beberapa hal, diantaranya seperti uang
sogokan yang diberikan oleh oragtua untuk mendapatkan nilai dan hasil ujian uang bagus,
uang suap yang diberikan oleh para guru kepada kantor pemerintah untuk mendapatkan
penempatan atau jabatan tertentu, penyelewengan dana alokasi untuk memperoleh alat-alat
pengajaran, aatu untuk membangun sekoalh.

BAB VIII

IDENTIFIKASI PENERAPAN NEOLIBERALISME DAN PRIVATISASI PADA


SEKTOR PENDIDIKAN DI INDONESIA

Saat kampanye pemilihan Presiden 2009, ada dua calon yang mengusung neoliberalisme.
Calon yang pertama dianggap sangat proneoliberal dan yang satunya anti neo-liberalisme.
Masyarakat secaar umum sebenarnya kurang paham atas persoalan neoliberalime. Untuk
pembahasan tersebut, tulisan ini akan membahas tentang neoliberalisme, privatisasi, dan
kaitannya dengan sektor pendidikan.

Akar privatisasi adalah neoliberalisme. Yang mana neoliberalisme merujuk pada fiksafat
ekonomi politik yang berimplikasi sangat kuat dalam kebijakan pemerintah mulai tahun
1970-an dan semakin pesat di tahun 1980, yang menolak atau memgurangi tekanan campur
tangan pemerintah di bidang ekonomi. Sebagai penggantinya, untuk mencapai pertumbuhan
dan keadilan sosial, yaitu dengan mendorong metode pasar bebas dan pembatasan yang lebih
sedikit pada operasi bisnis dan pembangunan ekonomi.

Pemerintahan neoliberal menawarkan perhatian pada pasar terbuka, perdagangan bebas,


penghilangan sektor publik, pengurangan intervensi negara dlaam bidang ekonomi dan
pengurangan pengaturan pasar. Penerapan neoliberalisme yang berimbas pada pelaksanaan
privatisasi pendidikan di Indonesia tercermin dalam pemberlakuan Peraturan Presiden No.77
tahun 2007 tentang daftar bidang usaha yang tertutup dan bidnag usaha yang terbuka dengan
persyaratan di bidang penanaman modal.

Ada juga idjelaskan mengenai bidang administrasi pendidikan menghadapi tantangan


sekaligus peluang dalam penyelenggaraan lembaga pendidikan di era privatisasi. Peluang dan
tantangan meliputi hal-hal berikut:

1. Pengembangan pusat unggulan pada masing-masing lembaga pendidikan milik


pemerintah sehingga ada diferensiasi proses dan produk yang dihasilkan.
2. Pengembangan kualitas layanan di semua komponen lembaga pendidikan milik
pemerintah.
3. Perluasan otonomi lembaga pendidikan milik pemerintah agar bisa lincah menghadapi
perubahan.
4. Membangun kinerja lembaga pendidikan milik pemerintah yang bagus, kuat dan
profesional sehingga tidak memunculkan aptisme masyarakat untuk menyebabkan
anaknya.
5. Pengembangan akuntabilitas dan transparansi di semua komponen lembaga pendidikan
milik pemerintah, kpegawaian, keruangan dan yang lainnya.
6. Membangun kerja sama antara lembaga pendidikan milik pemerintah dan lembaga
laindalam peningkatan mutu proses dan produknya.

F. Pembahasan Isi Buku Secara Keseluruhan

Pada buku utama yang berjudul Kebijakan Publik di Bidang Pendidikan yang ditulis oleh
Muhammad Munadi dan Barnawi memuat pembahasan mengenai Bab 1 Pendahuluan yang
membahas mengenai otonomi dan desentralisasi pendidikan. Pada Bab 2 Makna dan
Kebijakan Publik di Bidang Pendidikan membahas mengenai pengertian kebijakan
pendidikan, dan dimensi kebijakan pendidikan. Pada Bab 3 Politik Demokratik Dalam
Kebijakan Pendidikan membahas mengenai politik demokratik dalam kebijakan public serta
paerisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik. Pada Bab 4 Praksis Partisipasi
Masyarakat Dalam Kebijakan Pendidikan membahas mengenai fakta temuan dilapangan
terhadap penyusunan anggaran pendapatan dan belanja daerah bidang pendidikan, serta
interpretasi temuan penelitian. Pada Bab 5 Praksis Kebijakan Pendidikan Keagamaan
membahas mengenai bagaimana gambaran perda pendidikan keagamaan serta kebijakan
pendidikan keagamaan. Pada Bab 5 Praksis Kebijakan Pendidikan Keagamaan Provinsi
membahas mengenai pendidikan keagamaan dalam melaksanakan fungsi yanga ada
diperlukan bantuan berupa daya dukung dari pemerintah, terutama pemerintah daerah. Pada
Bab 6 Kebijakan Pemberantasan Korupsi Di Lembaga Pendidikan membahas mengenai
bagaiamana korupsi di bidang pendidikan di Indonesia. Pada Bab 7 Identifikasi Penerapan
Neoliberalisme Dan Privatisasi Pada Sektor Pendidikan Di Indonesia membahas mengenai
peluang dan tantangan bidang administrasi pendidikan menghadapi penyelenggaraan
lembaga pendidikan di era privatisasi. Secara keselurahan buku utama ini membahas
mengenai bagaimana kebijakan publik di bidang pendidikan dan juga sudah dijelaskan
bagaimana contoh permasalahan kebijakan publik di bidang pendidikan. Namun saja buku ini
belum menjelaskan pembahasan bagaimana perumusan kebijakan publik di bidang
pendidikan.

Sedangkan pada buku pembanding yang berjudul Kebijakan Publik yang ditulis
oleh Prof. Sahya Anggara, M.Si memuat pembahasan mengenai Bab 1 Pendahuluan yang
memuat materi mengenai filosofi kebijakan publik, nilai-nilai dasar demokrasi: telaah
filosofis dalam perumusan kebijakan, landasan kebijakan: wawasan nusantara sebagai landas
kebijakan nasional, kebijakan publik dan permasalahannya, dinamika kkebijakan publik.
Pada Bab 2 Konsep Dasar Kebijakan Publik membahas mengenai pengertian dan hakikat
kebijakan publik, aspek-aspek penting dalam kebijakan publik, materi substansi kebijakan,
kebijakan publik dan kepercayaan publik, ruang lingkup kebijakan publik. Pada Bab 3 Teori
Pengambilan Keputusan : Kebijakan Publik membahas mengenai pengambilan kkeputusan
kebijakan publik, model-model pengambilan keputusan, sebuah model subsistem dalam
pengambilan keputusan publik. Pada Bab 4 Teori Negara dan Kebijakan Publik membahas
mengenai hakikat negara dan teori terbentuknya negara, teori negara menurut AL-Quran,
aspek-aspek negara, pemerintah, negara, dan kebijakan publik, hubungan administrasi negara
dengan kebijakan publik dan level kebijakan. Pada Bab 5 Isu-Isu Kebijakan Publik
membahas mengenai pengertian dan hakikat isu kebijakan publik, tahap-tahap kebijakan
publik, penyusunan agenda, kekuasaan terhadap pengambilan keputusan, meta-analisis dan
isu kebijakan publik. Pada Bab 6 Komponen, Aktor, dan Faktor yang Memengaruhi
Kebijakan Publik dimana membahas mengenai komponen kebijakan publik, faktor yang
berpengaruh dalam pembuatan kebijakan, faktor-faktor strategis yang berpengaruh dalam
perumusan kebijakan, aktor kebijakan dan hubungan antar aktor. Pada Bab 7 Pendekatan dan
Proses Pembuatan Kebijakan Publik dimana membahas mengenai hakikat pembuatan
kebijakan publik, pendekatan dalam pembuatan kebijakan publik, tahapan proses pembuatan
kebijakan publik, faktor-faktor yang memengaruhi pembuatan kebijakan, kesalahan umum
dalam pembuatan kebijakan. Bab 8 Model Formulasi Kebijakan Publik dimana membahas
mengenai hakikat model formulasi kebijakan, tipologi model kebijakan publik, komponen
proses formulasi kebijakan, proses formulasi kebijakan, jaringan aktor dalam formulasi
kebijakan publik. Pada Bab 9 Good Governance dan Partisipasi Publik dimana membahas
mengenai hakikat dasar good governance , konsep penyelengaraan pemerintahan, paradigm
good governance dalam pelayanan publik, partisipasi dalam good governance, upaya
penguatan civil society. Pada Bab 10 Pendekatan Pelaksanaan Implementasi Kebijakan
Publik dimana membahas mengenai hakikat pendekatan implementasi kebijakan, sejarah
perkembangan studi implementasi kebijakan, pendekatan rasional top-down dalam
implementasi kebijakan, faktor yang memengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan,
kriteria pengukuran implementasi kebijakan, model-model implementasi kebijakan negara.
Bab 11 Evaluasi Implementasi Kebijakan publik dimana membahas mengeai lingkup studi
implementasi dan studi evaluasi kebijakan publik, dimensi evaluasi, evaluasi formatif,
evaluasi sumatif, studi evaluasi kebijakan. Secara keselururuhan buku pembanding sudah
membahas bagaimana kebijakan publik dan materi yang dijelaskan juga sudah cukup meluas
dibandingkan dengan buku utama, hal in dikarenakan buku pembanding sudah memuat 11
sub bab yang materinya lebih terperinci. Namun saja dengan luas nya materi dibuku
pembanding ini banyak sekali memuat bahasa yang sulit dipahami oleh pembaca karena
cakupan materi nya tersebut.

G. Kelebihan dan Kekurangan Buku

Kelebihan isi buku

Adapun kelebihan buku utama dari segi aspek isi yang mana menjelaskan secara terperinci
mengenai permasalahan yang dibahas didalam buku sehingga sangat memudahkan para pembaca
untuk mendapatkan contoh permasalahan mengenai kebijakan publik. Dari aspek bahasa juga
lumayan bisa dimengerti oleh para pembaca. Dari tata letak sudah 97% sudah bagus, dan juga
tampilan cover buku sangat menarik dan juga biodata buku sangat lengkap sehingga bisa
dijasikan bahan referensi.

Adapun kelebihan dari buku pembanding dari aspek tampilan yaitu juga sudah bagus dan
indah untuk dilihat. Dari aspek bahasa juga mudah dimengerti penggunaaan katanya sudah bagus
sehungga memudahkan para pembaca untuk memahami is buku tersebut. Dari tata letak sudah
lumayan bagus dan juga dari aspek isi bukunya juga sudah sangat lengkap sehingga bisa
menambah wawasan para pembaca mengenai kebijakan publik secara umum seperti apa.

Kelemahan Isi Buku

Adapun kelemahan buku utama yaitu dari aspek penulisan pada halaman 14 terletak penulisan
huruf kapital yang salah. Dari segi is kebanyakan tabel yang dicantumkan dan seharusnya
diperbanyak pernyataan-pernyataan umum. Dari segi bahasa juga banyak menggunakan bahasa
asing dan juga bahasa ilmiah sehingga agak sulit untuk dipahami para pembaca.

Adapun kelemahan buku pembanding yaitu dari segi isi ada beberapa sheet yg kosong
yang tidak diisi dengan materi buku dan juga cover buku belakang kurang menarik seharusnya
diletakkan rincian mengenai kebijakan publik dan juga aspek-aspeknya seperti apa sehingga bisa
menarik para pembaca untuk membaca buku ini.

H. Tujuan Penulisan Buku


Adapun tujuan penulisan buku ini yaitu,
1. Laporan ini dibuat untuk memenuhi tugas Critical Book Riview mata kuliah Kebijakan
Publik
2. Untuk menambah pengetahuan terkait materi Kebijakan Publik
3. Untuk menambah Referensi dan menguatkan daya pikiran penulis terkait sumber yang
diambil dan apa isi dalam laporan terkait materi yaitu Kebijakan Publik.
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan buku

I. Manfaat Penulisan Buku


Adapun Manfaat Penulisan yaitu:

1. Manfaat Teoritis, diharapkan dapat menjadi landasan kita menjadi masyarakat yang baik,
mengerti apa dan bagaimana Kebijakan Publik dan juga mengetahui bentuk dan tahapan
kebijakan publik.
2. Manfaat Praktis, Dapat menambah wawasan khususnya saya dan Pembaca dalam
memahami Kebijakan Publik agar dapat menginplementasikan dalam kehidupan secara
baik sesuai aturan yang telah ditetapkan..

J. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari CBR ini yaitu, Kebijakan publik adalah kebijakan yang dikembangkan
oleh lembaga-lembaga pemerintah dan pejabat-pejabat pemerintah yang dipengaruhi oleh aktor-
aktor dan faktor-faktor, bukan pemerintah. Perlibatan pemerintah, aktor-aktor di luar pemerintah
dan faktor-faktor di luar manusia dalam kebijakan pubik tidak secara otomatis dilakukan, tetapi
menyesuaikan tahapan yang telah dicapai dalam proses demokrasi. Desentralisas dari dua
gambaran tersebut menjadikan ada beberapa model desentralisasi yang disampaikan oleh
beberapa ahli yaitu:

- Dekonsentrasi, pembagian wewenangan dan tanggung jawab administratif antara


departemen pusat dan pejabat pusat di lapangan tanpa adanya penyerahan kewenangan
untuk mengambil keputusan atau keluasaan untuk membuat keputusan.
- Delegasi, pelimpahan pengambilan keputusan dan kewenangan manajerial untuk
melakukaan tugas-tugas khusu pada suatu organisasi tidak secara langsung berada di
bawah pengawasan pemerintah pusat.
- Devokusi, transfer kewenangan untuk pengambilan keputusan, keuangan dan manajemen
kepad aunit otonomi daerah.
- Privatisasi, tindakan pemberian kewenangan dari pemerintah kepada badan-badan
sukarela, swasta dan swadaya masyarakat.

Mengenai permasalahan yang dibahas didalam buku sehingga sangat memudahkan para
pembaca untuk mendapatkan contoh permasalahan mengenai kebijakan publik. Kebijakan
publik ini sangat membantu kita terutama bagi mahasiswa jikalau suatu saat kita menjadi
pemimpin kita bisa mengetahui kebijakan yang tepat untu suatu permasalahan yang ada dan
harus bersifat terbuka dan juga menegakkan kebijakan yang telah ada. Kedua buku ini juga
menjelaskan bahwa pemerintah juga sangat berperan penting dalam kebijakan publik ini
sehingga pemerintah harus secara matang menetapkan sebuah kebijakan dan tidak ada yang
dirugikan satu sama lain sehingga akan tercipta sebuah kebijakan yang menciptakan warga
negarana yang sejahtera dan juga damai dan juga menciptakan negara yang adil.

K. Penilaian anda terhadap buku ini

Dari buku utama dan pembanding dapat dinilai bahwa setiap buku menjelaskan
materinya secara lengkap dan juga dicantumkan contoh-contoh mengenai kebijakan publik.
Yang mana ini bisa memudahkan untuk memahami mengenai kebijakan publik bisa memberikan
wawasan yang luas mengenai kebijakan-kebijakan yang ditetapkan pemerintah. Buku kebijakan
publik ini sangat layak untuk dibaca para mahasiswa dikarenakan dari buku ini kita bisa
mengetahui bagaimana kebijakan-kebijakan yang ada dinegara kita dan bagaimana pula
penerapannya. Penjelasan dari keseluruhan buku sangat menarik untuk dibahas mengenai aspek-
aspeknya seperti apa dan juga bagaimana solusi dari permasalahan yang ada. Kebijakan publik
ini sangat membantu kita terutama bagi mahasiswa jikalau suatu saat kita menjadi pemimpin kita
bisa mengetahui kebijakan yang tepat untu suatu permasalahan yang ada dan harus bersifat
terbuk. Kedua buku ini juga menjelaskan bahwa pemerintah juga sangat berperan penting dalam
kebijakan publik ini sehingga pemerintah harus secara matang menetapkan sebuah kebijakan dan
tidak ada yang dirugikan satu sama lain sehingga akan tercipta sebuah kebijakan yang
menciptakan warga negaranay sejahtera dan juga damai. Pentingnya kebijakan publik ini adalah
agar kita selalu megikuti aturan yang ada dan mengikuti kebiajkan kbijkana yang telah dibuat
pemerintah apabila ada suatu permasalahan pemerintah bisa melakukan suatu kebijakan yang
baru.

Tautan Google Drive


Belum ada

Anda mungkin juga menyukai