Definisi perencanaan
Definisi 1
Menurut Cunningham mengatakan bahwa perencanaan itu ialah menyeleksi dan
menhubungkan pengetahuan, fakta-fakta, imajinasi dan asumsi-asumsi untuk masa yang akan
datang untuk tujuan memvisualisasi dan memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan
yang diperlukan, dan perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima yang akan digunakan dalam
penyelesaian. Perencanaan di sini menekankan kepada usaha menyeleksi dan menghubungkan
sesuatu untuk kepentingan masa yang akan datang serta usaha untuk mencapainya.
Definsi 2
Perencanaan ialah hubungan antara apa adanya sekarang (what is) dengan bagaimana
seharusnya (what should be) yang bertalian dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas,
program, dan alokasi sumber-sumber.
Perencanaan di sini menekankan kepada usaha mengisi kesenjangan antara keadaan sekarang
dengan keadaan pada yang akan datang yang sesuai dengan apa yang akan di cita-citakan, ialah
menghilangkan jarak antara keadaan sekarang dengan keadaan mendatang yang diinginkan.
Definsi 3
Perencanaan yang dirumuskan sangat pendek ialah : suatu cara untuk mengantisipasi dan
menyeimbangkan perubahan. Disini makna perencanaan adalah usaha mengubah organisasi agar
sejalan dengan perubahan lingkungannya.
Ketiga difinisi diatas hakekatnya adalah : bermakna sama yaitu sama-sama ingin mencari
dan mencapai wujud yang akan datang, tetapi yang pertama dan kedua tidak menyatakan secara
eksplisit bahwa wujud yang dicari itu akibat dari terjadinya perubahan, termasuk perubahan dalam
cita-cita. Dari pembahasan ini dapat dibuat suatu rumusan baru yaitu : perencanaan adalah suatu
cara yang memuaskan untuk membuat organisasi tetap berdiri tegak dan maju sebagai satu sistem
dalam tenunan suprasistem yang tetap berubah.
Lingkungan Lembaga Pendidikan Yang Selalu Berubah
Yang dimaksud dengan lingkungan pendidikan ialah segala saesuatu yang ada diluar
lembaga pendidikan, antara lain: perkebunan, persawahan, cara bercocok tanam, pasar, industri,
masyarakat dengan segala pola kehidupannya, situasi masyarakat, kesenian, keakraban dan
sebagainya. Di Indonesia dikelompokkan menjadi sosial, ekonomi, politik, kebudayaan, dan
keamanan. Semua ini disebut masyarakat. Jadi lingkungan lembaga pendidikan itu adalah
masyarakat. Kalimat masyarakat berubah berarti segala sesuatu yang menyangkut diri manusia
adalah berubah.
Benarkah masyarakat selalu berubah?. Dari pengamatan se hari-hari memang benar
demikian, apa yang dikerjakan orang-orang tua sekarang pada masa kanak-kanaknya dahulu lain
dengan kegiatan kanak-kanak sekarang. Kadang-kadang orang tua suka bertindak regresi
1
mengidam-idamkan kepuasannya pada zaman dahulu, karena ia tidak merasakan kepuasan itu
sekarang sebab sekarang tidak sama dengan dahulu.
Namun untuk kepentingan perencanaan pendidikan di Indonesia tidak terlalu sukar untuk
menemukan bagaimana pola perubahan itu terjadi dimasyarakat kita. Sebab banyak studi tentang
perkembangan kemasyarakatan telah dilakukan dan ditulis konsepnya. Lebih-lebih bila
perencanaan itu bersifat lokal atau desentralisasi hal itu lebih mudah dilakukan sebab perencanaan
lokal atau para manajer pendidikan beserta stafnya telah banyak bergaul dan hidup bersama-sama
dengan masyarakat setempat.
Karena lingkungan lembaga pendidikan selalu berubah, maka diharapkan lembaga-
lembaga pendidikan meningkatkan kontak hubungannya dengan masyarakat setempat dalam
menangani problem pendidikan pada umumnya dan perencanaan pendidikan pada khususnya.
Hal-hal yang berkaitan dengan perubahan lingkungan itu lebih mudah diidentifikasikan bila dapat
bantuan sepenuhnya oleh warga masyarakat.
masyarakat
Lembaga
Masyarakat
pendidikan
2
Mengambil satu segi pendidikannya saja cukup sulit, lebih-lebih kalau sudah dipraktekkan. Hal
ini mengingatkan kepada para perencana bahwa program yang direncanakan hendaklah jelas dan
operasional. Goodlad mengemukakan halangan lain yang menghambat proses perubahan adalah
bahwa sekolah-sekolah jarang tahu bahwa membutuhkan perubahan. Hasil observasinya
menunjukkan bahwa pada umumnya sekolah-sekolah tidak tahu apa fungsi mereka sesungguhnya,
bagaimana mendistribusikan sumber-sumber pendidikan, bagaimana mengetahui perpedaan para
siswa, beberapa waktu yang seharusnya dipakai dalam pengajaran, dan apa saja seharusnya
dilakukan oleh sekolah. Namun untung, sekolah-sekolah itu tidak selalu berdiri sendiri dalam
merencanakan sesuatu untuk mengadakan perubahan. Mereka biasanya dibarengi atau dibimbing
oleh atasan mereka oleh staf perencana dari kantor-kantor pendidikan daerah dan pusat.
Dalam situasi lingkungan/masyarakat yang sangat meresahkan, perencanaan
dikembangkan dengan sifat yang amat berbeda. Mungkin banyak dikerjakan tujuan-tujuan yang
berbeda, yang keputusan-keputusannya merefleksikan kompromi, sehingga penyelesaian yang
optimal mungkin tidak dapat dicapai. Mungkin juga ada usaha untuk mengubah lingkungan.
Dalam hal seperti ini perencanaan lebih bersifat memajukan belajar organisasi secara keseluruhan.
Itulah suatu gambaran bahwa para perencana semakin menghadapi tantangan dalam pekerjaannya.
Perubahan masyarakat semakin cepat, semakin banyak faktor yang terlibat di dalamnya, yang
membuat perubahan itu semakin kompleks, yang menambah rumitnya mengadakan prediksi.
Perubahan masyarakat yang tidak hiraukan akan menggoncangkan lembaga pendidikan itu
sendiri. Hal ini merupakan tantangan bagi pendidikan sebagai mercu suar yang harus dapat
memberi kedamaian kepada masyarakat dan lembaga.
Evolusi perubahan masyarakat menuntut perubahan pula dalam perencanaan pendidikan,
agar perencanaan mampu menunjang evolusi itu dan dapat mengatasinya. Soumelis menunjukkan
faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan pendidikan berevolusi. Faktor-faktor itu ialah (1)
perubahan tujuan eksternal dan internal sistem pendidikan, (2) perubahan berpikir sosial politik,
(3) semakin berkembangnya struktur administrasi pendidikan, tiap-tiap lembaga memiliki struktur
sendiri-sendiri sehingga membutuhkan perencanaan sendiri-sendiri pula, (4) interes-interes khusus
pada para penanggung jawab perencanaan, sesuai dengan bidang studi mereka masing-masing, (5)
struktur pendek pada perencanaan yang bersifat mesin, suatu perencanaan yang terpusat
dikerjakan oleh pemerintah pusat, dan (6) tekanan dari problem-problem yang bersifat akut, yang
dulu diselesaikan dengan perencanaan jangka pendek, nanti seharusnya dikaitkan dengan
perencanaan jangka panjang. Selanjutnya Soumelis juga memberikan informasi-informasi yang
sepatutnya dipakai sebagai dasar perencanaan. Informasi-informasi yang dimaksud, pertama,
nilai-nilai masyarakat dikembangkan lewat pendidikan dapat dibenarkan, maka sesungguhnya
semua nilai itu dapat ditempatkan untuk pendidikan. Dan memang seharusnya demikian.
Pendidikan dan perencanaannya tidak dibenarkan meninggalkan nilai-nilai masyarakat.
Kedua, sikap siswa terhadap pendidikan dan pekerjaan. Setiap siswa memiliki sikap
sendiri-sendiri terhadap pendidikan dan pekerjaan. Tetapi sebagai mahkluk sosial ia terpengaruh
oleh sikap teman-temannya yang telah mendapat pengaruh pula dari lingkungannya. Ini berarti
akan terjadi kelompok-kelompok sikap baik menurut generasi maupun menurut wilayah atau
daerah. Sehingga akan menguntungkan pihak perencana pendidikan, yang tidak perlu
mengidentifikasi sikap itu secara individual satu persatu. Melainkan cukup diidentifikasikan
secara kelompok. Ditinjau dari segi ini maka cukup berbahaya bila perencanaan itu terpusat
dengan memandang sikap para siswa sama. Perlu pula diketahui bahwa variasi sikap siswa
terhadap pendidikan dan pekerjaan beragam. Ada kelompok siswa terhadap pendidikan yang
ingin belajar setinggi-tingginya, ada yang belajar hanya sebagai alat untuk bekerja, ada yang ingin
bekerja dulu belajar kemudian, ada yang asal bisa bekerja tidak perlu belajar dan sebagainya.
Variasi-variasi ini perlu dipertimbangkan oleh perencana.
Ketiga, hasil penelitian untuk pengembangan kurikulum dan pengambilan keputusan.
Yang pertama perlu diperhatikan ialah sudahkah hasil-hasil penelitian untuk pengembang
3
kurikulum dan para pengambil keputusan sudah memeriksa hasil-hasil penelitian yang dapat
dimanfaatkannya untuk keperluan pekerjaannya. Bila belum seharusnya tatakerja seperti itu
diperbiki, agar biaya penelitian dapat lebih didayagunakan disamping menyempurnakan hasil
pengembangan kurikulum dan keputusan tersebut. Dengan tatakerja yang lebih mantap ini sudah
tentu perencanaan pendidikan menjadi lebih sempurna. Kita sudah mengetahui bahwa
perencanaan yang bersumber dari hasil-hasil penelitian relatif lebih dapt dipercaya dari pada
informasi lain yang bersumber dari non penelitian. Itulah sebabnya mengapa sebelum
perencanaan dimulai para perencanaan dimulai pra perencana diharapkan melakukan survey
terlebih dahulu. Keempat, fungsi dan performan sistem pendidikan. Pendidikan kejuruan misalnya
tidak sama fungsi dan performasinya dengan pendidikan umum. Begitu pula halnya dengan
pendidikan teknik tidak sama dengan pendidikan ekonomi, juga berbeda dengan pendidikan
agama misalnya. Para perencana sudah tentu sudah bisa memilah-milah fungsi dan performan itu
pada tiap-tiap sistem pendidikan. Perencanaan tidak lebih berbeda dengan fungsi dan performan
pada sistem pendidikan yang direncanakan. Kelima, fungsi dan pengembangan pasaran tenaga
kerja pada masa mendatang. Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan pasaran tenaga kerja
dapat dikemukakan. Dua diantaranya ialah para majikan mengatakan bahwa guru-guru tahu amat
sedikit tentang kenyataan kehidupan diluar dunia pendidikan, hasil observasi pada awal penataran
guru menunjukkan bahwa benar-benar dunia pendidikan terpisah dari dunia lain-lain (termasuk
pasaran kerja, kecuali pendidikan ekonomi). Penelitian yang lain menyatakan bahwa majikan
pada umumnya lebih terganggu oleh sikap yang tidak cocok pada para pekerja dari pada
ketidakketerampilan mereka, meskipun seringkali para majikan susah menyatakan secara persis
apa yang mereka cari. Kadang-kadang mereka menyatakan pandangan bahwa guru-guru punya
sedikit kesulitan dalam bekerja sama dengan majikan. Pekerja yang mereka cari ialah yang
intelgen, fleksibel, manusia yang dapat menjelaskan dirinya sendiri, berpikir tentang apa yang
mereka kerjakan dan dapat menyesuaikannya. Hasil-hasil penelitian di atas menunjukkan
ada kesejangan antara dunia pendidikan dengan dunia usaha. Tugas pendidikan bukan satu-
satunya untuk menyiapkan manusia pekerja atau merupakan layanan terhadap dunia usaha.
Pendidikan adalah merupakan layanan terhadap segala macam kebutuhan manusia, kita ingat
bahwa manusia berkembang karena pendidikan. Namun demikian pendidikan tidak boleh
melupakan manusia sebagai calon pekerja, sebab manusia dapat hidup karena ia bekerja atau
dihidupi oleh suatu hasil pekerjaan. Karena itu pengarahan pendidikan kepada tenaga kerja perlu
diperhatikan. Perencanaan pendidikan perlu pula memperhatikan fungsi dan pengembangan
pasaran tenaga kerja pada masa yang akan datang. Keenam, kemungkinan efek proses mikro
pada teknologi pendidikan. Proses mikro ialah proses yang terjadi pada suatu lembaga pendidikan
yaitu proses mengembangkan dan menumbuhkan para siswa/mahasiswa melalui kegiatan
mengajar. Proses ini diharapkan dapat menghasilkan tujuan-tujuan pendidikan yang
diharapkan.tetapi kadang kala ada efek-efek sampingan yang muncul seperti persaingan,
permusuhan, dendam atau sebaliknya kreaktivitas kerjasma, toleransi, gotong royong, ketelitian
dan sebagainya. Semua kemungkinan efek-efek seperti timbul perlu diperhatikan oleh para
perencana pendidikan. Ketujuh, kemungkinan perkembangan ekonomi. Perkembangan
ekonomi dikaitkan dengan perencanaan pendidikan dapat disangkutkan dengan lembaga
pendidikan itu sendiri sebagai pemroses para siswa/mahasiswa, dapat pula disangkutkan dengan
arah perkembangan siterdidik. Kemungkinan perkembangan ekonomi surplus dalam bidang
pertanian misalnya dapat membuat lembaga pendidikan lebih giat berproduksi sebab dana
meningkat. Sementara itu lembaga ini akan menyiapkan petugas-petugas pertanian lebih banyak
dan lebih beragam serta dengan bekal ketrampilan teknologi pertanian yang lebih tinggi.
Itulah tujuh macam informasi yang perlu diperhatikan oleh para perencana untuk dijadikan
dasar perencanaan bagi pendidikan di masa-masa mendatang. Sementara itu Daft melengkapi
informasi-informasi di atas dengan elemen-elemen yang perlu diperhatikan dalam proses
perubahan. Elemen-elemen itu kebutuhan, ide, usul, pengambilan keputusan, implementasi, dan
sumber-sumber pendidikan, yang digambarkan sebagai berikut.
4
Organisasi pendidikan
Problem
internal
Lingkungan
atau kebutuhan
masyarakat
usul keputusan implementasi
ide
Sumber-sumber
penemuan
5
Sementara itu perubahan neomobilistic memperbaharui program-program lama dengan
yang bersifat inovatif, dan hanya terhadap program yang sudah tidak cocok dengan keadaan
lingkungan. Perubahan yang bersifat radikal adalah metamorphie, karena ia mengganti semua
programnya yang lama dengan yang baru. Namun perubahan yang seperti ini jarang terjadi. Bila
tingkat-tingkat perubahan dalam lembaga ini digambarkan adalah sebagai berikut.
Homeostatic Incremental Neomobilistic Metamorphie
- statis - bertahap - dinamis - radikal
- tidak ada - perubahan pada - program yang baru - semua
perubahan program yang ada hanya bila diperlukan prog. baru
- bertahan - perbaikan - inovasi - berubah
Bagan 3 : Tingkat-tingkat perubahan pada organisasi
Definisi Sistem
Ada beberapa pemakaian sistem misalnya sistem keuangan, sistem kepegawaian, sistem
pendidikan, sistem pengairan, sistem sosial dan sebagaianya. Dari contoh-contoh itu tampak ada
satu kesatuan pada setiap obyek yang disebut dengan predikat sistem seperti ada satu kesatuan
cara menangani keuangan, satu kesatuan memproses pengembangan siswa, satu bentuk pengairan
dan seterusnya. Dalam setiap kesatuan itu ada aparat-aparatnya yang bekerja secara rapi dan
sistematis melaksanakan tugasnya masing-masing. Namun tugas aparat yang satu dengan aparat
yang lain selalu saling berkaitan. Suatu bendungan air misalnya akan berkaitan dengan sungai inti
yang dibendung, berkaitan dengan saluran sekunder, dengan sambungan tertier, dan bagian-
bagian lainnya. Begitu pula pekerjaan guru dalam kesatuan proses pengembangan siswa,
berkaitan dengan tugas para pegawai pendidikan, berkaitan dengan pekerjaan para siswa itu
sendiri, dan tugas-tugas lainnya. Di samping berkaitan satu dengan yang lain bagian-bagian itu
teratur secara hierarkis dan logis. Rakyat selalu tempatnya paling bawah disuatu desa, sementara
itu kepala desa selalu paling di atas, dan di antaranya ada ketua RW dan ketua RT beserta stafnya.
Itulah gambaran umum yang dinamakan sistem.
Ada yang mengatakan sistem itu sebagai suatu strategi, ada pula yang mengatakan sistem
itu sebagai cara berpikir atau model berpikir. Kalau kita berkata tentang sistem pemerintah desa,
maka dalam pikiran kita terbayang bahwa ada kesatuan, bagian yang berelasi, dan sebagimana
seperti uraian diatas yang memudahkan kita membawa abstraksi itu ke dalam konsep lain atau
memudahkan kita memecahkan masalah yang ada di desa atas dasar abstraksi tersebut. Jadi
dengan menggambarkan desa itu sebagai abstraksi, berarti kita sudah membuat strategi atau
mempunyai model berpikir untuk menangani desa itu.
Mc Ashan mendifinisikan sistem sebagai strategi yang menyeluruh atau rencana yang
dikomposisi oleh satu set elemen yang harmonis, merepresentasikan kesatuan unit, masing-
masing elemen mempunyai tujuan sendiri yang semuanya berkaitan terurut dalam bentuk yang
logis. Satu set elemen yang harmonis menunjukkan sistem itu memiliki struktur atau bagian-
bagian yang berkaitan satu dengan yang lain. Sistem terdiri dari beberapa sub-sistem, setiap sub
sistem terdiri dari beberapa sub-sub sistem atau tidak dapat dibagi lagi, begitu seterusnya sampai
kepada bagiannya yang paling kecil. Bagian yang paling kecil yang tidak dapat dibagi itu disebut
komponen.
6
Jenis-jenis Sistem
Jenis-jenis sistem bisa ditinjau dari aspek-aspek tertentu. Dalam tulisan ini hanya ditinjau
dari satu aspek saja yaitu aspek terbuka atau tertutup. Sebab aspek ini yang paling banyak dipakai
orang. Dari aspek ini sebenarnya ada banyak jenis sistem, yang bersifat kontinum. Ialah dari
sistem yang paling tebuka sampai dengan sistem yang paling tertutup. Namum tidak ada sistem
yang 100 % tertutup. Sistem dikatakan terbuka kalau membuka diri terhadap lingkungannya sebab
ia membutuhkan. Sebatang pohon bunga misalnya adalah merupakan sistem terbuka. Ia hanya
bisa hidup kalau mendapatkan makanan dari tanah, air, udara selama hidupnya. Tetapi ia sebagai
tanaman adalah merupakan suatu kesatuan. Begitu pula halnya dengan pasar, ia tidak akan
berfungsi sebagai pasar tidak ada barang keluar masuk, orang-orang keluar masuk dan
sebagainya.
Sebaliknya pada sistem tertutup ia menutup diri terhadap lingkungannya. Arloji tangan
misalnya tetap akan hidup menunjukkan waktu tanpa menghiraukan apakah lingkungannya
gaduh, tenang atau bersedih hati. Dan ia tidak perlu dilayani selalu untuk dapat makan dari
lingkungannya. Begitu pula halnya dengan kipas angin misalnya. Satu kali ia di hidupkan ia akan
berjalan terus tanpa menghiraukan lingkungan sampai satu ketika ada oarng mematikannya atau
kipas itu rusak sendiri.
Jenis sistem yang separuh terbuka dan separuh tertutup sukar di identifikasi dan di
tentukan cirri-cirinya. Begitu pula halnya dengan yang tiga perempat terbuka seperempat tertutup
atau sebaliknya. Oleh sebab itu pada umumnya dikatakan ada dua jenis sistem yaitu sistem
terbuka dan tertutup. Dari contoh-contoh sistem yang telah dikemukakan dapat diketahui
sesungguhnya segala sesuatu yang ada di alam itu dapat dipandang sebagai sistem bergantung
kepada ruang lingkup pandangan kita. Misalnya peredaran darah kita adalah satu sistem,
sementara itu tubuh kita seluruhnya pun dapat pula dipandang sebagai satu sistem.
Sistem terbuka Sistem tertutup
- Kota - Pendidikan - Mesin mobil - Lampu Lalu Lintas
- Sekolah - Keluarga - Komputer - Robot
- Rombongan gajah - Dst. - Listrik - Dst.
Bagan 4 : Jinis-jenis sistem
Sesudah mengetahui apa yang disebut sistem dengan berbagai contoh dan jenisnya, maka
kini pembahasan dilengkapi dengan suprasistem seperti yang tertera pada definisi perencanaan.
Suprasistem itu adalah sistem-sistem yang berada di sekeling sistem. Kalau kita memandang
dunia kita sebagai sistem maka planet-planet lain merupakan suprasistemnya. Suprasistem rumah
kediaman kita adalah rumah-rumah para tetangga kita. Lembaga pendidikan, sekolah atau
perguruan tinggi sangat mungkin mempunyai suprasistem yang beraneka ragam, misalnya
masyarakat, perkantoran, pasar, tegalan, sawah, peternakan, lapangan olah raga dan sebagainya.
Adalah sebagai bagan berikut :
7
suprasistem
sistem
sub sistem
sub-sub sistem
komponen
8
meningkatkan penghematan operasi-operasi, (3) memusatkan diri pada tujuan, dan (4)
menyediakan fasilitas bagi kontrol. Bila perencanaan tidak dilakukan secara sistem, berarti ada
kemungkinan bagian-bagian apa yang direncanakan dalam lembaga akan berjalan sendiri-sendiri
atau kurang memperhatikan bagian yang lain. Hal yang seperti ini akan memberi peluang bagi
terjadinya ketidaktentuan, kekurangharmonisan, dan dapat mengarah kepada kekacauan.
Perencanaan dengan pendekatan sistem juga dapat meningkatkan dan menghemat operasi-
operasi. Sebab semua bagian perencanaan diperhitungkan sebelum operasi dimulai. Sementara
perencanaan itu sendiri telah pula memperhitungkan bagian-bagian lain yang tidak ikut
direncanakan. Dengan demikian tidak ada operasi yang tumpang tindih, bobotnya berimbang, dan
waktu yang terbuang dengan sia-sia.
Dalam perencanaan sistem, apa yang direncanakan dipandang sebagai sistem, sebagai
suatu kesatuan dengan tujuan tertentu. Begitu pula halnya dengan bagian-bagian sistem yang
direncanakan juga akan mengarah kepada tujuan yang satu tersebut. Itulah sebabnya perencanaan
yang seperti ini dikatakan memusatkan diri pada tujuan, sehingga semua sumber pendidikan bisa
dimanfaatkan secara efisien. Karena segalanya dilakukan secara integrasi atau terpadu dan
diarahkan kesatu tujuan, maka hal ini akan memudahkan melakukan control. Melalui desain
lebih-lebih perencanaan yang memakai PERT sudah tampak segala kegiatan itu dengan urutan
waktunya.
Dari uraian diatas mudah pula dipahami mengapa perencanaan sistem dikatakan
mempunyai fungsi (1) menghindari tumpang tindih, (2) membuat uniform, (3) meminimalkan
biaya, (4) mengurangi hal-hal kecil yang terisolasi, (5) membuat perubahan dan pertumbuhan
secara sistem, (6) membuat koordinasi yang konsisten dan komperensif, dan (7) memberikan garis
besar pengembangan yang kontinu secara sistem.
1 3
6
2
4
5
12
sebagai juara atau pemenang pertama, kedua, ketiga, juara harapan dan sebagainya. Hasil
perencanaan juara pertama biasanya diambil untuk diimplementasikan lebih lanjut/lebih luas.
Reviu Teori atau Model Perencanaan
Manakah yang terbaik yang patut untuk diambil melakukan perencanaan? Sesuai SITAR,
sesungguhnya tidak ada teori yang tidak baik, Semua teori itu baik asal dilaksanakan sesuai
dengan tempat dan waktunya yang tepat.
Diantara teori-teori itu yang dipakai karena sejalan dengan konsep sistem ialah teori
synoptic atau analisis sistem dan teori incremental. Kedua teori ini memakai pendekatan sistem,
yang satu melaksanakan secara keseluruhan dalam jangka pendek maupun jangka panjang atau
jangka pendek dijabarkan dari perencanaan jangka panjang dan yang satu lagi hanya melakukan
perencanaan pendek-pendek saja. Oleh sebab itu tampaknya kedua teori ini bisa dipakai, namun
pemakaian teori incremental tidak perlu lepas sama sekali dengan perencanaan jangka panjang.
Paling sedikit ia manfaatkan perencanaan jangka panjang sebagai umpan balik, selanjutnya ia
memiliki wewenang sendiri untuk bergerak sesuai dengan rasionalnya sendiri. Kedua perencanaan
inilah yang akan dipakai dalam uraian atau pembahasan dalam buku ini selanjutnya.
13
BAB II
PROSEDUR PERENCANAAN
Suatu kegiatan mempunyai prosedur, yaitu cara yang ditempuh dalam kegiatan itu untuk
mencapai apa yang dicita-citakan. Prosedur dalam perencanaan adalah cara yang ditempuh oleh
para perencanaan untuk merealisasi usahanya agar dapat terwujud suatu konsep perencanaan.
Prosedur perencanaan adalah langkah-langkah yang ditempuh dalam proses perencanaan.
Prosedur yang ditempuh oleh setiap perencana pendidikan seringkali bervariasi, tetapi dalam garis
besarnya adalah sama. Prosedur perencanaan pendidikan dalam bab ini membahas tentang
perencanaan partisipatori yaitu suatu perencanaan yang dikerjakan bersama oleh wakil-wakil
peminat pendidikan baik dari kalangan lembaga pendidikan maupun dari kalangan masyarakat.
Bagian lain yang dibahas adalah tentang ramalan dan pemograman (forecasting) dan pengambilan
keputusan. Ketiga bagian itu adalah merupakan langkah umum dalam membuat rencana tertentu
dalam pendidikan.
PERENCANAAN PARTISIPATORI
Kata partisipatori berasal dari kata partisipasi yaitu pelibatan seseorang atau beberapa
orang dalam suatu kegiatan. Perencanaan partisipatori berarti perencanaan yang melibatkan
beberapa orang dalam suatu kegiatan. Perencanaan partisipatori berarti perencanaan yang
melibatkan beberapa yang berkepentingan dalam merencanakan sesuatu yang diupertentangkan
dengan merencanakan yang hanya di buat oleh seseorang atau beberapa orang atas dasar
wewenang kedudukan, seperti perencana di tingkat pusat kepala-kepala kantor pendidikan di
daerah, dan para kepala sekolah. Perencanaan partisipatori banyak melibatkan orang-orang daerah
yang memiliki kepentingan atas objek yang direncanakan. Jenis perencanaan inilah yang akan
digunakan dalam buku ini.
Hubungan Lembaga Pendidikan dengan Masyarakat.
Dalam bab I sudah dibahas bahwa lembaga pendidikan (sekolah dan perguruan tinggi)
adalah milik masyarakat, dan berada di tengah-tengah masyarakat. Lembaga pendidikan adalah
suatu sistem yang tertenun dalam suprasistemnya. Gambaran ini menujukkan ada hubungan yang
erat antara lembaga pendidikan dengan masyarakat di sekitarnya, yang mengharuskan keduanya
menjalin kerjasama, saling memberi dan saling menerima.
Tanpa ada kerja sama, sebenarnya lembaga pendidikan telah kehilangan sebagian
fungsinya, begitu pula halnya dengan masyarakat. Lembaga pendidikan tidak lagi berfungsi
sebagai penerang dan pembaharuan masyarakat. Masyarakat tidak lagi memberi dukungan moral
dan material kepada lembaga pendidikan, berarti sama juga kurang menghiraukan perkembangan
putra-putrinya. Yang akhirnya dapat merugikan kedua belah pihak, malah lebih dari itu, bangsa
dan Negara akan ikut menderita. Masyarakat dan bangsa sudah tentu tidak ingin hal seperti itu
akan terjadi. Oleh sebab itu hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat perlu ditingkatkan.
Guru-guru diharapkan menjadi rantai penghubung antara rumah, para siswa, dan sekolah.
Dengan bekerja sama, para orang tua dan guru-guru dapat menyiapkan bersama situasi yang kaya
dengan informasi yang digunakan untuk membuat sekolah sebagai tempat memperoleh
pengalaman yang positif baik bagi para siswa maupun para anggota keluarga lainnya. Juga karena
pendidikan didukung secara langsung dan tidaklangsung oleh para orang tua, mereka punya hak
dan tanggung jawab untuk terlibat di dalamnya. Melalui kerja sama ini para orang tua akan
meneruskan dukungan mereka kepada sekolah baik berupa financial maupun ide-ide.
Kotler merumuskan proses hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat sebagai
berikut: (1) identifikasi manusia-manusia kunci di masyarakat, (2) perhatikan angan-angan dan
pikiran mereka terhadap lembaga pendidikan dengan kontak-kontak secara kebetulan, (3)
rumuskan tujuan hubungan lembaga dengan masyarakat yang tepat dengan angan-angan dan
pikiran mereka, (4) Nilai efektivitas biaya program itu, dan (5) implementasikan dan hasilnya.
Proses antar hubungan seperti ini ditujukan untuk membuat program tertentu yang sudah nyata
dalam waktu yang sudah ditentukan. Misalnya program latihan keterampilan tertentu bagi anak-
14
anak putus sekolah, program penbinaan pendidikan keluarga, program pemanfaatan masyarakat
sebagai lingkungan belajar lembaga pendidikan dan sebagainya.
Tetapi hubungan kerja sama yang bersifat umum yang mendukung pelaksanaan
pendidikan pada lembaga kurang tepat memakai proses seperti tersebut diatas. Karena hubungan
kerja sama lembaga pendidikan dengan masyarakat seperti ini akan berlangsumg selamanya untuk
segala usaha lembaga dalam waktu yang tidak terbatas. Bentuk antar hubungan seperti ini dapat
dilaksanakan sebagai berikut:
1. Rencanakan hubungan lembaga pendidikan dengan masyarakat dan monitor hubungan itu
dilakukan oleh suatu tim. Tim tersebut hendaklah terdiri dari wakil-wakil pengajar, orang tua,
dan siswa/mahasiswa.
2. Tentukan frekuensi dan efektifitas komunikasi. Alat-alat komunikasi dapat dipilih satu atau
beberapa dari (1) barang cetakan, (2) audiovisual, (3) media identitas lembaga seperti kartu,
uniform, lambang, gedung dan sebagainya, (4) surat kabar, (5) kejadian-kejadian seperti
pertemuan, ceramah dan kegiatan di kampus/sekolah lainnya, (6) menghadirkan ahli pidato
untuk mempulerkan lembaga, (7) layanan telepon umum, dan (8) kontak perseorangan.
Masing-masing alat komunikasi tersebut hanya cocok untuk kegiatan kerja sama tertentu.
3. Personalia sekolah perlu dimotivasi untuk berpartisipasi dan didasarkan akan pentingnya
kondisi rumah dan tentangga bagi kemajuan bagi para siswa/mahasiswa. Tim mengadakan
pertemuan-pertemuan dengan personalia itu, mengajak mereka berpartisipasi dan bergotong
royong melaksanakan tugas bersama.
4. Motivasi para orang tua/masyarakat untuk berpartisipasi dalam program hubungan dengan
lembaga pendidikan dan menyarankan kepada mereka untuk ikut mengambil keputusan.
Keputusan yang diambil bersama oleh lembaga pendidikan, masyarakat, dan wakil-wakil
siswa/mahasiswa lebih menjamin kelancaran pelaksanaannya dari pada kalau diputuskan hanya
oleh lembaga pendidikan saja.
5 Libatkan para orang tua dalam perencanaan tentang pendidikan putra-putra mereka. Dan
libatkan pula mereka dalam memonitor kemajuan putra-putra tersebut. Dengan teknik pelibatan
ini para orang tua akan merasa ikut sebagai personalia pendidikan, ikut memiliki lembaga
pendidikan itu, dan ikut memperjuangkannya untuk mensukseskan putra-putra mereka dan
kemajuan lembaga.
6. Libatkan para orang tua/masyarakat dalam pemecahan masalah yang baerkaitan dengan
performan putra-putra mereka. Misalnya kenakalan baik dirumah maupun dalam lembaga,
kelalaian melakukan tugas-tugas yang diberikan oleh lembaga, kemalasan belajar, pergaulan
yang tidak baik seperti berkelompok dengan anak-anak nakal, minum-minuman keras,
narkotika dan sebagainya. Kerja sama ini dimasudkan agar masalah itu lebih muah dipecahkan
dan para orang tua lebih memperhatikan serta waspada terhadap putra-putra mereka.
7. Beri dorongan kepada orang tua agar ikut mendidik putra-putra mereka, seperti belajar yang
teratur, selalu hadir di sekolah kecuali ada halangan yang dapat dipertanggung jawabkan,
berprilaku yang baik dan sebagainya.
8. Lembaga pendidikan harus melaporkan kemajuan para siswa/mahasiswa kepada para orang tua
secara teratur dan bermakna. Yang bermaksud bermakna di sini bukanlah hanya melaporkan
kemajuan itu dalam bentuk tertulis saja seperti raport misalnya melainkan perlu dilengkapi
dengan penjelasan-penjelasan yang dianggap penting. Umpamanya siswa yang suka
menyontoh temannya terpaksa nilai raport pada pelajaran itu dikurangi, atau seorang siswa
yang seharusnya bisa lebih maju tetapi karena kurang displin belajar ia tidak mencapai
kemajuan itu. Hal-hal seperti ini perlu diterangkan kepada orang tuanya agar orang tua bisa
ikut membantu mendidik putranya di rumah. Antara hubungan lembaga pendidikan dengan
komunikasinya merupakan dasar untuk memudahkan pelaksanaan perencanaan partisipatori
seperti ini meletakkan sikap dan kebiasaan lembaga pendidikan dan masyarakat bekerja sama
membangun pendidikan. Komunikasi antara lembaga pendidikan dengan masyarakat
merupakan realisasi teori common sense dalam komunikasi, bukan teori kompetisi atau teori
control.
15
Bentuk komunikasi yang diuraikan diatas bukan didasarkan kepada kompetisi antara
lembaga pendidikan dengan masyarakat. Lembaga pendidikan tidak bersaing dengan masyarakat
untuk memperjuangkan kepentingannaya masing-masing. Bukan pula bermaksud lembaga
pendidikan agar mengontrol dengan ilmu dan pengetahuaanya yang berlimpah atau sebaliknya
agar masyarakat mengontrol lembaga pendidikan dengan anggapan lembaga pendidikan
menyembunyikan sesuatu. Melainkan karena adanya 3 kepercayaan yaitu (1) orang tua punya hak
untuk memahami keadaan lembaga pendidikan, (2) pengetahuan/pemahaman dapat membuat
hubungan baik antara lembaga pendidikan dengan masyarakat, dan (3) hubungan baik tersebut
akan memperbaiki sikap dan belajar para siswa/mahasiswa. Hubungan yang baik antara lembaga
pendidikan dengan masyarakat atas dasar common sense dengan komunikasinya yang lancar
memberi peluang yang besar kepada para perencana melaksanakan perencanaan partisipatori.
Suatu perencanaan yang dikerjakan bersama antara personalia lembaga pendidikan dengan orang
tua siswa serta dengan tokoh-tokoh masyarakat lainnya yang berminat akan pendidikan.
Apa dan mengapa Diperlukan Perencanaan Partisipasi
Melakukan perencanaan bukanlah pekerjaan yang mudah. Merencanakan sesuatu
membutuhkan keahlian, sebab itu muncullah ahli-ahli perencanaan dalam segala bidang.
Perencanaan-perencanaan itu dikerjakan oleh ahli-ahli bersangkutan. Hal itu wajar karena
memang tugasnya yang sesuai dengan keahliannya. Mereka bekerja atas dasar data yang diperoleh
di lapangan. Namun sayang, data yang dibuat tidak pernah lengkap, lebih-lebih lengkap dalam arti
mencakup data yang subtle yang bersifat pribadi dan rahasia.
Kelamahan cara kerja di atas menimbulkan keragu-raguan para perencana sekarang,
apakah hal seperti ini masih dapat dipertahankan. Apakah data yang relevan, yang baru, yang
lengkap, yang representatif dan yang subtle bisa diperoleh dengan cara melakukan survey.
Apalagi perencanaan yang mencakup daerah yang luas, kesempurnaan data yang diperoleh sangat
meragukan. Bila data seperti ini dipaksakan dipakai bahan perencanaan, hanya akan memberikan
perencanaan yang global yang bersifat garis besar saja. Perencanaan mikro tidak menghendaki
hasil pekerjaan seperti ini. Bila demikian halnya apakah perencanaan yang dilakukan oleh para
ahli di tingkat pusat dan di tingkat propinsi tidak ada gunanya? Perencanaan makro seperti itu
tetap ada gunanya, hanya ia terbatas kepada petunjuk garis-garis besar saja terhadap perencanaan-
perencanaan mikro. Karena ia hanya sebagai pengantar, petunjuk jalan, dan sebagai rambu-rambu
saja. Perencanaan secara mendetil akan dilaksanakan oleh perencana mikro.
Tugas utama para ahli perencanaan adalah membina perencana-perencana tingkat lokal
atau daerah, agar mereka dapat merencanakan daerahnya masing-masing dengan baik. Hanya
mereka sebenarnya dapat merencanakan lembaga atau lembaga-lembaga pendidikannya dengan
baik, sebab mereka yang tahu kondisi daerahnya, cita-cita masyarakat, kemampuan masyarakat
dan lembaga mereka yang menghayati keadaan itu dan mereka pula yang sangat berkepentingan
akan hasil pembaharuan lewat perencanaan itu. Bukankah ini merupakan alasan yang rasional
untuk memberikan mereka menangani sendiri lembaga dan daerahnya? Para ahli perencanaan di
tingkat pusat dan propinsi tentu merasa gembira karena para anak buah yang di asuhnya dapat
menghasilkan karya perencanaan yang baik.
Jadi perencanaan sekarang tidak lagi memakai pendekatan tradisional yang kebutuhan
pendidikannya ditentukan dari luar seperti konsultan atau administrator tertinggi. Tetapi memakai
pendekatan baru yaitu para penentu kebutuhan itulah yang melakukan perencanaan sendiri. Inilah
yang disebut perencanaan partisipatori? Dengan asumsi para pengidentifikasi kebutuhan dapat
merencanakan perubahan secara efektif. Hasil penelitian menunjukkan motivasi-motivasi yang
paling kuat terhadap kebutuhan akan perubahan adalah bila kebutuhan itu diidentifikasi oleh
tingkat lokal. Dengan kata lain, perencanaan partisipatori melibatkan semua personalia lembaga
pendidikan dan masyarakat melalui wakil-wakilnya dari kegiatan penentuan kebutuhan sampai
dengan perencanaan itu berhasil. Penilaian dilakukan terhadap faktor-faktor yang mendasar
beserta prosedurnya. Bukan hanya bersifat permukaan atau secara garis besar saja. Dan setiap satu
sistem pendidikan merupakan satu unit perencanaan. Besar unit perencanaan maksimal satu
wilayah pendidikan kabupaten. Di samping perbedaan pada pelibatan dan waktu antara
16
perencanaan tradisional dengan yang baru oleh Hickman disebut seabagai generasi kedua, adalah
juga pada titik tolak perencanaan itu. Kalau perencanaan dahulu bertitik tolak dari pengembangan
ekonomi dan tenaga kerja, maka perenanaan sekarang betitik tolak dari tujuan sistem yang
direncanakan yang bersifat integrasi. Bila perbedaan itu digambarkan dapat dilihat pada bagan 7.
Dengan perencanaan partisipatori beberapa keuntungan akan diperoleh. Antara lain ialah
perencanaan itu dapat dimanfaatkan secara kreatif dan efektif oleh semua pimpinan baik
permimpin pendidikan maupun pemimpin masyarakat termasuk para tokoh politik. Di sini tampak
sifat menyeluruh atau integritas perencanaan partisipatori, ia tidak hanya melibatkan tokoh-tokoh
pendidikan saja melainkan juga tokoh-tokoh lain yang punya perhatian terhadap pendidikan.
Berarti bahwa ide-ide pun tidak terbatas hanya pada ide pendidikan saja, tetapi ide-ide lain yang
dapat dikaitkan dengan pendidikan. Perencanaan seperti ini adalah merealisasi konsep bahwa
pendidikan dan lembaganya tidak mengisolasi diri, melainkan menyatu dengan masyarakat,
menjadi bagian masyarakat, tertenun di dalam tenunan beberapa sistem di masyarakat.
Perencanaan tradisional Perencanaan partisipatori
1. Peranan perencana pendidikan di bawah 1. Perencanaan terintegrasi dalam proses
arahan pengembangan ekonomi. pengambilan keputusan secara menyeluruh.
2. Penilaian kuantitatif pada input output 2. Penilaian pada program dan tujuan sistem
sebagai tenaga kerja. pendidikan.
3. Perencanaan tingkat nasional. 3. Perencanaan desentralisasi.
Bagan 7 : perbedaan perencanaan tradisional dengan perencanaan partisipatori
Dengan berpartisipatori dalam perencanaan komitmen personalia terhadap pelaksanaan
pendidikan akan menjadi lebih tinggi, cita-cita mereka semakin meningkat, mereka saling bahu-
membahu, dan cinta akan pekerjaan. Mereka mengembangkan keterampilan dan pengetahuannya,
mereka bermotivasi tinggi untuk sukses. Kenyataan ini merupakan suatu hasil penelitian yang
merupakan salah satu keuntungan pula bagi perencanaan tradisional yang dapat menimbulkan
stress dan sikap negatif bila perencanaan itu dipaksakan oleh orang-orang dari luar lembaga
pendidikan. Hasil penelitian lain yang merupakan keunggulan perencanaan partisipatori
ialah (1) partisipasi yang besar/kuat tanpa memandang tingkat ekonomi, memajukan komunikasi
dalam perencanaan pendidikan dan (2) menemukan sendiri kondisi dan nilai yang berubah akan
merupakan dasar yang berarti bagi perencanaan pendidikan. Kedua hasil penelitian di atas
menunjukan kepada kira bahwa keberhasilan perencanaan itu sangat ditentukan oleh psikologi
para perencana dan pelaksana yang positif pula. Psikologi yang positif hanya dapat diperoleh
kalau mereka yang berkepentingan akan perubahan itu dilibatkan dalam perencanaan.
Para Partisipan
Siapakah yang patut diikut sertakan dalam perencanaan pendidikan ?
Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para perencana pendidikan ialah:
1. Harus tertarik akan masalah-masalah pendidikan atau menaruh perhatian terhadap dunia pendidiakan.
2. Mau belajar dari para perencana pendidikan yang sudah ahli.
3. Memiliki kemampuan intelektual untuk bekerja sebagai perencana.
4. Paham berusaha memahami masalah-masalah pendidikan.
5. Merupakan anggota kelompok yang dapat bekerja secara efektif.
Jumlah anggota kelompok yang efektif adalah sekitar 15 orang.
Anggota perencana yang memenuhi syarat tersebut di atas diambil dari guru-guru/dosen-
dosen, para manajer, dan wakil siswa/mahasiswa. Ada juga yang mengatakan anggota tersebut
diambil dari para siswa/mahasiswa, personalia lembaga pendidikan, para orang tua, dan wakil
masyarakat. Sementara itu Kaufman mengatakan dengan istilah tiga demensi penilaian kebutuhan
yaitu pendidik, masyarakat, dan siswa/mahasiswa. Dari beberapa pendapat di atas tampak ada dua
sumber perencanaan pendidikan yaitu lembaga pendidikan itu sendiri dan masyarakat. Anggota
dari lembaga pendidikan mencakup manajer/para manajer pendidikan. Para guru/dosen, dan para
wakil siswa/mahasiswa. Sedangkan anggota dari masyrakat adalah para wakil orang tua dan para
tokoh masyarakat. Dengan demikian ada lima kelompok yang menjadi anggota perencana
pendidikan, yang sebainya memiliki pengetahuan yang beragam agar pemecahan masalah dapat
ditinjau dari beberapa segi.
17
Teknik Kerja Kelompok
Ada beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam kerja kelompok antar anggota perencana
pendidikan. Tiga diantara teknik itu akan dibahas di sini yaitu (1) pertemuan kelompok, (2) proses
kelompok nominal (nominal group process) dan (3) teknik Delphi. Teknik pertama, pertemuan
kelompok sudah biasa dilakukan orang di mana-mana. Bukan saja dalam rangka melakukan
perencanaan, tetapi juga dalam usaha memecahkan pelbagai masalah pendidikan. Dalam
pertemuan ini mula-mula masalah ditujukan oleh ketua. Kemudian para peserta diberi kesempatan
menanyakan hal-hal yang kurang jelas. Sesudah mendapat penjelasan tambahan dari ketua, para
peserta diberi kesempatan memikirkan pemecahan problem itu melalui alternatif-alternatif.
Sering kali gambaran alternatif-alternatif pemecahan masalah itu dengan segala kelemahan
dan kebaikannya diberi terlebih dahulu oleh ketua, sehingga para peserta tinggal memikirkan
kembali alternatif-alternatif tersebut. Dengan cara ini diharapkan pertemuan lebih cepat selesai.
Namun demikian kalau ada beberapa peserta mengemukakan alternatif tersendiri yang lebih baik,
hal itu dapat diterima pula.
Pembahasan terhadap alternatif-alternatif itu bisa berkembang menjadi perdebatan yang
serius. Selama perdebatan itu tetap bersifat ilmiah ini adalah wajar, justru perdebatan seperti itu
menunjukkan semangat kerja yang besar pada para perencana. Tetapi kalau perdebatan itu
mengarah kepada hal-hal yang negatif seperti sentimen, tidak mau kalah, menjaga pretise pribadi
dan sebagainya sebaliknya ketua mengambil tindakan untuk mencegahnya. Dan
mengembalikannya kejalan yang benar dengan pengarahan-pengarahan tertentu.
Suatu pertemuan akan berakhir kalau kelompok sudah mendapatkan kata sepakat.
Kesepakatan ini memang diwajibkan di Indonesia sebagai Negara yang menganut falsafat
Pancasila. Tidak pada tempatnya sifat kegotong-royongan yang begitu indah dilaksanakan dalam
bentuk pemungutan suara untuk menetukan kemenangan atau kekalahan. Sebetulnya semua bisa
diselesaikan dengan musyawarah, melalui diskusi dari hati ke hati. Yang perlu dijaga jangan
sampai kesepakatan itu diterima dengan rasa terpaksa. Sebab segala bentuk paksaan akan
mempunyai ekor yang tidak baik.
Teknik kedua, yaitu proses kelompok nominal sudah lebih maju selangkah dibandingkan
dengan teknik pertemuan kelompok yang berstruktur. Individu-individu bekerja sama dengan
individu-individu yang lain tetapi dalam waktu tertentu tidak mengadakan interaksi verbal satu
dengan yang lain. Kelompok yang melaksanakan teknik-teknik ini biasanya kurang dari 15 orang.
Mula-mula ketua kelompok membacakam problem yang akan dipecahkan lengkap dengan
pertanyaan-pertanyaan tanpa penjelasan. Sesudah itu para anggota berpikir sendiri-sendiri tanpa
berkomunikasi satu dengan yang lain mencari jawaban permasalahan yang dilontarkan oleh ketua.
Sepuluh sampai 12 menit kemudian masing-masing jawaban atau ide diserahkan dalam bentuk
tulisan atau lisan. Dalam hal ini lebih baik dalam bentuk tulisan sebab bila dilakukan dengan
lisan, anggota yang dapat giliran lebih belakang akan mendapat pengaruh dari jawaban-jawaban
terdahulu. Bila hal ini terjadi maka fungsi nominal dari proses kelompok itu akan berkurang.
Jawaban-jawaban/ide-ide itu ditulis satu persatu di papan tulis oleh ketua dan sekretaris,
agar dapat dibaca oleh semua anggota. Bila beberapa anggota masih membutuhkan penjelasan
dari ide-ide itu, maka hal itu dapat dilakukan oleh pembawa ide bersangkutan. Selama penjelasan
tentang ide-ide dapat saja terjadi diskusi untuk memantapkan makna ide tersebut. Sesudah itu
setiap peserta diminta untuk memilih 5 ide terbaik dan ditulis dalam kartu/kertas menurut
rankingnya. Kartu-kartu/kertas-kertas ini tidak boleh diisi agar anggota yang dipilihnya tidak
masuk kedalam kelompok pilihan mayoritas tidak merasa malu.
Kartu-kartu ini dikumpulkan, satu persatu isinya ditulis dipapan tulis, sehingga dapat
diketahui oleh semua peserta frekuensi pilihan setiap ide. Ide atau jawaban yang mendapat suara
terbanyak, ialah ide yang dipilih. Dan ini merupakan keputusan kelompok. Bila keputusan itu
dipandang tidak memuaskan maka proses pemilihan ide dapat diulang, sampai sebagian besar
anggota merasa puas.
18
Teknik ini adalah suatu mekanisme kerja yang berusaha membuat para anggota berencana
berpikir sendiri secara maksimal. Diharapkan setiap anggota dapat menciptakan atau
mengkreasikan sesuatu yang terbaik baginya untuk memecahkan masalah tanpa dapat pengaruh
dari pemikiran orang lain. Dengan cara seperti ini ide-ide terbaik dapat dikumpulkan, kemudian
disaring pula melalui pemikiran yang terbaik bagi setiap individu, sehingga menghasilkan
pemecahan masalah yang terbaik pula.
Tekni ketiga, teknik delphi tidak jauh berbeda dengan teknik kelompok nominal. Teknik
Delphi hanya lebih rumit sebab ia memakai angket. Teknik ini juga menghindari hubungan
langsung antara satu anggota dengan anggota lainnya selama proses berlangsung. Komunikasi
antara anggota dengan ketua dilakukan lewat angket. Malah sering kali mereka tidak perlu
berkumpul, angket bisa diterima dan dikirim ke/dari rumah mereka masing-masing.
Teknik ini merupakan pengumpulan, penilaian, dan tabulasi yang sistematik terhadap
pendapat-pendapat para anggota yang berpikir sendiri-sendiri secara bebas tanpa ada diskusi
kelompok. Tujuan utama teknik ialah menghidari konfrontasi langsung antar anggota perencana.
Sama dengan teknik kelompok nominal, yaitu agar dapat menggunakan hasil pemikiran para
anggota secara maksimal sesuai dengan kemampuan, kreativitas, dan pendapatnya masing-
masing. Paling sedikit ada 4 macam angket digunakan dalam teknik ini. Angket pertama
merupakan input permulaan bagi para anggota kelompok, isinya ialah tentang topik yang akan
dibahas atau masalah yang akan dipecahkan/diselidiki. Pertanyaannya bersifat terbuka, artinya
para anggota diberi kesempatan mengkreasikan jawaban atau alternatif-alternatif sesuai dengan
pikiran masing-masing. Sesudah selesai angket itu dikembalikan kepada ketua/sekretaris. Ketua
mengolah data angket yang masuk.
Angket kedua berisi olahan data angket pertama, ialah sejumlah alternatif penyelesaian.
Alternatif-alternatif itu mungking ada yang sama atau mirip kalimatnya tetapi maksudnya sama.
Alternatif-alternatif seperti ini dikirimkan kepada peserta. Para peserta harus memberi bobot
kepada masing-masing alternatif atau memberi rate, lalu disusun menurut rankingnya. Sesudah
itu dikembalikan kepada ketua/sekretaris. Ketua mengolah data data hasil kedua.
Angket ketiga berisi hasil olahan data angket kedua yaitu berupa deskripsi statistik tentang
pelbagai alternatif di atas, misalnya interquartile range, median, dan mode. Para peserta disuruh
mencari kedudukannya pada kelompok. Apakah ia termasuk dalam mode atau kelompok
mayoritas, ataukah tersisih dari kelompoknya. Angket dikirim lagi kepada para peserta untuk
dijawab. Sesudah para peserta selesai menjawab lalu dikembalikan kepada ketua/sekretaris untuk
diolah.
Angket keempat menunjukkan data konsensus dan ringkasan pendapat para anggota yang
tersisih/minoritas. Melalui angket ini para peserta ditanya respon/pendapatnya yang final.
Maksudnya adalah ditujukan kepada pendapat minoritas. Sesudah dijawab lalu dihitung kembali
oleh ketua. Hasilnya dikaitkan dengan hasil olahan angket ketiga, dalam arti hasil olahan data
angket ketiga diperbaiki oleh hasil olahan data angket keempat. Hasil ini adalah merupakan
pendapat kelompok.
Konsensus diperoleh bila suatu ide/pendapat didukung oleh 70 sampai 90 persen dari para
anggota. Kadang-kadang bisa timbul bimodal baik sebelum maupun sesudah diadakan
konvergensi dengan pendapat terakhir. Hal ini tidak perlu dirisaukan asal perubahan itu tidak
melebihi 15 persen. Bila terjadi bimodal sudah tentu mode yang lebih besar dipakai, sedangkan
yang lebih kecil dipakai cadangan sebagai alternatif kedua.
Menurut hasil penelitian ternyata teknik Delphi adalah efektif, lebih efektif dari hasil
diskusi berhadap-hadapan. Sebab teknik ini anonim sehingga para peserta bebas berpikir mencari
alternatif yang terbaik baginya dalam masalah yang dihadapi, masing-masing tidak takut dibuat
malu oleh orang yang lain, tidak takut mendapatkan tekanan batin, dan tidak didominasi.
Dibandingkan dengan teknik diskusi dalam pertemuan kelompok, teknik diskusi ini hanya sedikit
melahirkan jenis pemecahan masalah dan beberapa saran yang berkualitas,
19
RAMALAN DAN PEMBUATAN PROGRAM (FORECASTING)
Forecasting mempunyai arti ganda. Pertama adalah ramalan yang terbatas, yaitu apa kira-
kira yang akan terjadi di lingkungan organisasi pendidikan pada masa yang akan datang. Atau
perubahan apa kira-kira yang akan terjadi dalam masyarakat di lingkungan lembaga pendidikan.
Misalnya ramalan tentang peledakkan penduduk, ramalan tentang pengaruh computer yang pesat
memasuki kehidupan manusia, ramalan tentang perubahan hubungan sosial di masyarakat dan
sebagainya. Contoh-contoh seperti itu dikatakan forecasting atau ramalan yang terbatas.
Arti forecasting yang lebih luas atau lebih lengkap adalah di samping meramalkan
keadaan perubahan dalam lingkungan organisasi, ia juga meramalkan kegiatan atau program
organisasinya yang cocok dengan hasil ramalan terhadap lingkungan. Ia berusaha mengimbangi
perubahan-perubahan yang terjadi diluar organisasi dengan perubahan-perubahan pada organisasi.
Agar organisasi pendidikan dan masyarakat sejajar, berjalan maju dalam derap yang sama.
Bila hasil ramalan jumlah kelahiran akan meningkat, maka perlu disiapkan sekolah-
sekolah yang lebih banyak dari yang sudah ada, atau sebaliknya bila program keluarga berencana
dan transmigrasi diramalkan akan berhasil jangan terus menerus memperbanyak gedung sekolah.
Begitu pula bila komputer diramalkan akan menguasai kehidupan manusia, maka pelajaran
komputer perlu diberikan di lembaga pendidikan. Dan bila pola pergaulan masyarakat diramalkan
semakin meningkat sifat kegotong-royongannya, maka lembaga-lembaga pendidikan mestinya
lebih dahulu memulai meningkatkan pola pergaulan seperti itu agar tetap menjadi menara
penerang bagi masyarakat dan sekaligus menjadi teladan bagi para siswa/mahasiswa asuhannya.
Untuk dapat membuat atau meramalkan kegiatan/program yang tepat dalam lembaga
pendidikan dalam usaha menyongsong atau mengantisipasi perubahan lingkungan perlu
mengindentifikasi kondisi organisasi yang sekarang. Artinya kekuatan, kemampuan, dan potensi
apa saja yang sudah dimiliki oleh organisasi perlu diketahui secara jelas. Begitu pula kelemahan-
kelemahan organisasi itu perlu diidentifikasi. Sesudah hasil identifikasi keadaan organisasi
pendidikan ini dikaitkan dengan hasil ramalan tentang perubahan lingkungan barulah membuat
ramalan tentang kegiatan/program untuk mengantisipasi perubahan tersebut.
Jadi forecasting dalam artinya yang lengkap atau luas mempunyai 3 macam kegiatan:
1. Meramalkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi pada lingkungan/masyarakat baik yang dekat maupun
yang jauh, yang bertalian dengan kegiatan-kegiatan lembaga pendidikan.
2. Mengidentifikasi kemampuan, potensi, dan situasi lembaga pendidikan itu sendiri termasuk sumber-sumber
pendidikannya. Begitu pula kelemahan-kelemahan yang ada dala organisasi diidentifikasi seluruhnya.
3. Meramalkan atau membuat program baru untuk menyongsong atau mengatisipasi perubahan lingkungan, agar
lembaga pendidikan dan masyarakat/lingkungan berjalan berimbang sama-sama memberi keuntungan
Ramalan lingkungan
Kondisi Ramalan
Organisasi organisasi
20
Kedudukan Ramalan/forecasting dalam Perencanaan
Lewis menyatakan bahwa asumsi-asumsi dalam pra perencanaan menunjukkan kepada
ramalan, yaitu apa yang kira-kira akan terjadi di masa yang akan datang. Sedangkan perencanaan
mengacu kepada bagaimana seharusnya masa yang akan datang itu. Bila pernyataan ini dikaitkan
dengan bagan diatas, ramalan itu menunjuk kepada ramalan tentang lingkungan sedangkan
perencanaan menunjuk kepada program yang diramalkan. Dengan kata lain ramalan tentang
program itu adalah suatu konsep perencanaan.
Memang orang merencanakan sesuatu tidak boleh atas dasar angan-angan belaka tetapi
harus didasari oleh data tentang keadaan lingkungan dan lembaga beserta dengan kecenderungan-
kecenderungannya, itu adalah merupakan ramalan kita. Di atas informasi inilah dibuat suatu
program untuk mengantisipasi lingkungan dengan kecenderungannya tadi. Program yang dibuat
itu adalah suatu konsep perencanaan.
Robbins menempatkan ramalan itu dalam proses perencanaan pada opportunities/events
atau kegiatan-kegiatan yang dibangun dalam rangka menyongsong perubahan tersebut. Kegiatan
yang dibangun itu tidak lain adalah program yang direncanakan. Suatu program baru untuk
membuat organisasi pendidikan tetap hidup dan maju tidak tergilas oleh perubahan lingkungan
atau zaman. Dari uraian di atas dapat dipahami di mana sesungguhnya ramalan/forecasting itu
ada dalam perencanaan pendidikan, ia sebelum dan pada saat pembentukan program-program
baru. Program-program ini kemudian dianalisa secara sistem untuk mendapatkan bagian-
bagiannya yang lebih kecil dan terkecil. Sesudah itu barulah penyelesaian program-program itu
dipikirkan.
presestasi
Teknik-teknik ramalan/forecasting
Ada bebearapa teknik untuk membuat ramalan/forecasting. Kotler menyebutkan ada 3
macam teknik yaitu ekstrapolasi kecenderungan, metode konsensus dengan teknik Delphi, dan
metode matrik dampak silang (cross-impect matric methods).
Teknik ramalan/forecasting
1. Matematika
2. Kencederungan
a. Ekstrapolasi kecenderungan atau kecenderungan dan sirkel
b. Kohort
3. Konsensus :
a. Delphi
b. E-T-E atau kelompok nominal
4. Amalgamasi
5. Lembaran kerja
6. Matrik dampak silang
Bagan 9 : Teknik-teknik ramalan/forecasting
Sementara itu Lewis mengatakan ada tujuh metode yaitu metode Delphi, metode ETE
(Estimate – Talk – Estimate) metode matematika, metode kecenderungan dan sirkel, metode
kohort, metode amalgamasi, dan metode lembaran kerja (Worksheet). Bila kedua pendapat ini
diintegrasikan maka akan diperoleh seperti pada bagan 9.
Teknik atau metode matematika menggunakan rumus matematika dalam meramalkan
sesuatu. Misalnya untuk menafsirkan penghasilan output pendidikan lima tahun yang akan datang
dalam rangka perencanaan cost benefit dipakai rumus pesent values sebagai berikut :
t-1
PV = C/(1 + r)
PV = harga sekarang, C = gaji yang akan diterima 5 tahun lagi (menurut peraturan gaji), r
= suku bunga, dan t = waktu dalam hal ini t = 5. dengan cara ini gaji yang diterima 5 tahun lagi
sudah dapat dihitung menurut nilai uang sekarang. Sehingga biaya pendidikan dan pendapatannya
sudah dapat dihitung sekarang, untuk menentukan apakah pendidikan akan untung atau rugi.
21
Teknik kecenderungan baik yang ekstrapolasi maupun yang kecenderungan yang sirkel
adalah sama. Teknik ini dilakukan dengan mengambil data dari grafis, formula atau model untuk
beberapa tahun yang sudah lampau sampai dengan sekarang, kemudian menentukan
kecenderungannya untuk masa yang akan datang bersifat kontinum.
Teknik kecenderungan Kohort adalah khusus digunakan untuk meramal jumlah
siswa/mahasiswa yang akan mendaftarkan di suatu lembaga pendidikan. Caranya sama dengan
metode di atas, yaitu dengan melihat kecenderungan dari data pendaftaran yang sudah lampau.
Asumsi kecenderungan ini bersifat linier.
Delphi sebagai suatu teknik konsensus sudah dijelaskan pada uraian lalu tentang metode
kerja sama dalam kelompok Teknik E-T-E hampir sama dengan teknik kelompok nominal yang
sudah dijelaskan pula sebelum uraian tentang teknik delphi. Sekelompok perencana meramalkan
sesuatu untuk masa yang akan datang. Mereka masing-masing bekerja sendiri, berpikir sendiri
secara bebas. Hasil pikiran mereka ditulis dalam kertas tanpa nama dan diserahkan kepada
ketua/sekretaris. Boleh diadakan diskusi untuk setiap buah pikiran. Sesudah jelas semua, setiap
anggota dipersilahkan menentukan buah pikiran mana yang paling baik sebagai suatu hasil
ramalan tersebut. Akhirnya pilihan-pilihan itu dikumpulkan dan dipelajari oleh ketua. Ketualah
yang menentukan ramalan terakhir. Ramalan ketua ini diterima oleh kelompok dan dipandang
sebagai pilihan yang terbaik.
Teknik amalagamasi (amalgamated) ialah teknik yang menggunakan bermacam-macam
metode untuk mendapatkan suatu ramalan. Masing-masing metode diberi bobot sesuai dengan
kecocokan metode itu dipakai meramalkan objek itu. Begitu pula masing-masing metode akan
menentukan tingkat atau persentase dangan bobotnya masing-masing, kemudian dijumlahkan dan
dibagi dengan jumlah bobot maka didapat ramalan yang tunggal.
Lembaran kerja (Worksheet) sebagai metode ramalan adalah suatu metode-metode yang
paling mudah di antara metode-metode yang lain. Caranya ialah dengan mengidentifikasi
kegiatan-kegiatan atau variabel-variabel yang mempunyai dampak berarti terhadap pendidikan.
Kemudian kegiatan atau variabel itu didaftar atau diranking menurut pentingnya bagi pendidikan.
Itulah hasil ramalan kita.
Teknik matrik dampak silang ialah meramalkan kecenderungan sesuatu tetapi berpengaruh
terhadap hal lain. Misalnya harga minyak bumi turun memberi pengaruh beasiswa dan
kesempatan belajar bagi siswa/mahasiswa yang berasal dari keluarga yang kurang mampu.
Kecenderungan beberapa kegiatan yang dipandang berpengaruh terhadap pendidikan diramalkan
dengan metode konsensus seperti Delphi, kelompok nominal, E-T-E dan sebagainya. Masing-
masing kejadian itu dicari kemungkinan persentase pengaruhnya, lalu diratakan. Hasil ini adalah
merupakan ramalan terhadap objek pendidikan tersebut.
Pengambilan Keputusan dalam Perencanaan Pendidikan
Keputusan diambil oleh anggota panitia secara keseluruhan dibawah kepemimpinan
ketuanya. Anggota perencana dituntut mempunyai kemampuan intelektual yang mensyaratkan 3
kualitas yaitu memiliki persepsi yang baik, struktur kongsi, dan nilai-nilai termasuk sikap berani
menanggung resiko.
Apa saja yang harus diputuskan oleh anggota perencana ?
Mulai dari penentuan kebutuhan, misi, tujuan. Pemecahan dan seterusnya sampai dengan reviu
yaitu apakah perencanaan itu perlu direvisi dan diuji coba lagi. Setiap tahap kegiatan harus
diputuskan dahulu sebelum dimulai tahap berikutnya. Tanner secara ekstrim mengatakan bahwa
peranan perencana sesungguhnya adalah pengambilan keputusan.
Ada 5 dasar kekuatan untuk mengambil keputusan. (1) paksaan (dilakukan dalam keadaan
darurat atau keadaan bahaya), (2) hadiah (bersumber dari rasa puas terhadap prestasi seseorang
atau kelompok), (3) referensi (terjadi karena disetujui oleh para bawahan orang yang mengambil
keputusan), (4) hukum/peraturan (atas dasar yang sah bila sejalan atau disahkan oleh peraturan
atau hukum), dan (5) ekspert (keputusan yang dilakukan oleh para ahli).
Dari kelima jenis keputusan diatas yang paling cocok dilakukan di lembaga pendidikan
adalah keputusan atas dasar peraturan referensi dan atas dasar ekspert. Sebab lembaga pendidikan
22
adalah bersifat birokratis dan kreatif, guru/dosen pada umumnya secara formal sudah ahli dan
diasumsikan mereka dapat menggunakan keahliannya dengan sebaik-baiknya.
Walaupun keputusan seperti diatas dilakukan dalam perencanaan partisipatori namun dari
beberapa wakil tokoh masyarakat/orang tua dan wakil siswa diikutsertakan. Artinya keiikutsertaan
mereka bukan semata-mata dalam proses pengambilan keputusan melainkan memberikan input
terhadap kebutuhan, misi/tujuan perencanaan, dan input terhadap sumber-sumber pendidikan yang
menjadi bahan pembentukan alternatif pemecahan.
Keputusan
Keputusan yang baik harus mempunyai dua kriteria, yaitu kualitas dan penerimaan.
Berkualitas berarti keputusan yang dapat menyelesaikan problem atau tujuan perencanaan.
Penerimaan berarti para perencana termasuk yang akan mengimplementasikannya setuju akan
keputusan tersebut. Untuk meminimalkan kemungkinan kejelekan suatu keputusan dikembangkan
struktur keputusan yang terdefinisikan secara jelas bersifat kuantitatif dan karena itu dapat
dihitung, namun tidak semua alternatif yang akan diputuskan mudah dibuat kuantatif.
Metode pengambilan keputusan
Ada tiga macam metode pengambilan keputusan secara tradisional keputusan didasarkan
(1) otoritas, (2) pengalaman dan (3) berpikir logis. Otoritas kebanyakan dilakukan oleh para
pejabat manajer atau administrator tertinggi. Pengalaman dilakukan para sebagian besar
manajer/administrator pengalaman lama dalam bidang pendidikan. Namun demikian pengalaman
yang lampau tidak mesti sama dengan apa yang dialami sekarang dan masa yang akan datang.
Sebab kondisi dahulu, sekarang, dan yang akan dating tidak persis sama. Kedua faktor ini
membuat metode tradisional dalam pengambilan keputusan tidak dapat diterapkan dalam
perencanaan partisipatori.
Metode pengambilan keputusan yang kedua adalah metode pemecahan masalah (problem
solving). Metode ini sudah bersifat ilmiah karena alternatif-alternatif pemecahannya dibuat atas
dasar data yang tersedia, yang mungkin dapat menyelesaikan masalah itu. Keputusan ini diuji
kembali dalam implementasi, bila hasilnya baik maka keputusan itu baik, untuk lebih jelasnya
mari kita lihat bagan 10.
Pengambilan keputusan
Pembuat keputusan
23
konsekuensi masing-masing alternatif, (4) memilih satu alternatif yang terbaik, dan (5)
mengimplementasikan dan mengevaluasi hasilnya.
Dari ketiga macam langkah tersebut di atas tampak bahwa satu langkah terlupakan yaitu
mengidentifikasi dan memeriksa sumber-sumber pendidikan yang akan dipakai untuk
memecahakan masalah, hampir tidak mungkin membuat alternatif-alternatif pemecahan tanpa
mengetahui sumber-sumber pendidikan yang tersedia. Salah satu untuk menguji alternatif ialah
cost-feasibility yaitu mungkinkah alternatif itu dilaksanakan ditinjau dari segi biayanya. Tanpa
mengetahui dana yang tersedia hasil pengujian cost-feasibility munkin tidak menggembirakan.
Oleh sebab itu langkah-langkah pelaksanaan metode problem solving sbb:
1. Mengidentifikasi masalah.
2. Mengumpulkan informasi/data yang relevan dengan masalah
3. Membuat alternatif-alternatif pemecahan
4. Menjelaskan konsekuensi tiap-tiap alternatif.
5. Memilih salah satu alternatif yang terbaik.
6. Mengimplementasikan dan menilai hasilnya.
Metode pengambilan keputusan yang ketiga ialah analisa keputusan pohon (decision-tree
analysis). Dikatakan analisa keputusan pohon sebab wujud analisanya menyerupai pohon. Cara
kerja metode ini ialah menggunakan langkah-langkah yang logis sebagai berikut:
1. Mengorganisasikan dan menunjukkan antonomi masalah dalam bentuk diagram pohon.
2. Menilai konsekuensi pada setiap terminal/cabang pohon.
3. Menentukan probabilitas kejadian pada setiap cabang pohon.
4. Menentukan strategi optimal.
Cunningham memberi contoh sederhana dalam pengambilan keputusan memakai metode
analisa keputusan pohon. Suatu panitia perencanaan partisipatori tentang wisuda mahasiswa
alternatif pertama dilakukan dilapangan, alternative kedua dilakukan digedung dengan diagram
pohon sbb:
Kehujanan 0,0
20% hujan
0,8
Meriah 1,0
20% hujan
Digedung
0,3
80% tidak
Sesak/pengap 0,2
Bagan 11 : Pengambilan keputusan dengan metode analisa keputusan pohon (Cunningham)
Dari bagan diatas sitiap anak cabang pohon, dalam hal ini ada 4 anak cabang. Ramalan
cuaca diperoleh data bahwa 20% kemungkinan hujan dan 80% tidak. Atas dasar itu, maka
konsekuensi pada setiap terminal/anak cabang pohon adalah kehujanan, meriah, bejejal-jejal, dan
sesak/pengap. Langkah berikutnya adalah menentukan probabilitas kejadian pada setiap anak
cabang yaitu 0 untuk kehujanan, 1 untuk meriah 0,7 untuk bejejal-jejal, dan 0,3 untuk
sesak/pengap. Langkah terakhir ialah menentukan strategi optimal yaitu menghitung beberapa
kemungkinan terjadi untuk setiap anak cabang pohon. Nilai harapan pada :
Cabang di lapangan = (0,20) 0 + (0,80) = 0,8
Cabang di gedung = (0,20) 0,7 + (0,80) 0,2 = 0,3
Dari kedua angka itu dipilih angka nilai harapan yang terbaik yaitu 0,8. berarti keputusan
jatuh pada alternatif wisuda di lapangan.
24
Bila keputusan ini tidak memuaskan administrator yang bersangkutan, maka mereka dapat
menyuruh meninjau kembali keputusan itu atau menyuruh orang lain untuk meninjaunya.
Mungkin ramalan kurang tepat atau salah hitung dan sebagainya.
BAB III
PERENCANAAN STRATEGI
Bab ini akan membicarakan perencanaan strategi yang menyangkut tujuan yang ingin
dicapai oleh perencana. Sebelum membahas tujuan maka terlebih dahulu membahas dimulai dari
kebijakan umum pendidikan yang dapat disebut sebagai perencanaan pendidikan jangka panjang.
TIPE-TIPE PERENCANAAN
1. Tipe perencanaan dari segi waktu
Ditinjau dari segi waktu ada tiga perencanaan, yaitu perencanaan jangka panjang, jangka
menengah dan jangka pendek. Perencanaan jangka panjang minimum 10 tahun, jangka menengah
diatas 1 tahun sampai 5 tahun, dan jangka pendek maksimal untuk 1 tahun. Di Indonesia
perencanaan tipe ini disamakan dengan program pelita. Jangka panjang sekitar 5 sampai 6 pelita
yaitu 25 sampai dengan 30 tahun, sebagai rambu-rambu untuk tinggal landas. Perencanaan jangka
menengah 5 tahun yaitu satu pelita. Dan perencanaan jangka pendek adalah 1 tahun anggaran.
Ketiga perencanaan ini berkaitan satu dengan lainnya, perencanaan jangka panjang
menjadi induk dari kedua tipe yang lain. Perencanaan jangka menengah menjadi sumber dari
perencanaan jangka pendek. Dengan kata lain perencanaan jangka pendek harus dijabarkan dari
perencanaan jangka menengah dan perencanaan jangka panjang. Ketiga perencanaan itu tidak
boleh terpisah satu sama lain berdiri sendiri-sendiri. Karena itu isi perencanaan jangka panjang
masih bersifat umum, fleksibel sekali. Sebaliknya isi perencanaan jangka pendek sudah spesifik
dan relatif eksak. Sementara itu perencanaan jangka menengah ada ditengah-tengah. Bila dibuat
bagan adalah sbb:
Waktu
1 th 5 th 25 th
Bagan 12 : Hubungan antara perencanaan jangka panjang, menengah, dan pendek
Tidak semua Negara menganut perencanaan seperti di atas. Bagi Negara yang menganut
paham pragmtisme lebih suka hanya memakai perencanaan jangka pendek dan jangka menengah
bergantung kepada jangkauan tujuan sementara mereka. Mereka mennghidari jangkauan yang
panjang sebab mereka tidak punya tujuan yang tepat. Tujuannya mereka mencari yang terbaik.
Yang terbaik sekarang belum tentu baik untuk satu tahun dan belum tentu juga terbaik lagi 5
tahun. Itulah sebabnya tujuan mereka disebut tujuan sementara, mereka lebih suka memakai
perencanaan yang pendek-pendek.
2. Tipe Perencanaan dari Segi Ruang Lingkup
Perencanaan dari segi rauang lingkup dibagi maenjadi 3 tipe yaitu perencanaan makro,
meso dan mikro. Perencanaan makro adalah mencakup pendidikan seluruh bangsa, perencanaan
meso mencakup wilayah tertentu, dan perencanaan mikro hanya mencakup satu lembaga
pendidikan atau sekelompok kecil lembaga yang hampir sama dan berdekatan tempatnya.
Perencanaan penerimaan siswa/mahasiswa baru adalah merupakan perencanaan makro
sebab berlaku di seluruh tanah air. Begitu pula perencanaan tentang kurikulum inti untuk SMA
misalnya adalah juga perencanaan makro. Perencanaan makro biasanya ditangani oleh pemerintah
pusat, atau sekelompok tertentu tetapi mereka ditunjuk oleh pemerintah pusat dan bertanggung
jawab kepada pemerintah pusat.
25
Badan pendidikan Negara yang bertugas menangani secara makro perencanaan mempunyai peran
sbb:
1. Memilih staf dan pemimpin yang berkompeten terhadap program dan perkembangan
pendidikan Negara serta membantu memperbaiki pendidikan agar sesuai kebutuhan.
2. Menentukan kriteria dan representasi komite/panitia untuk membantu mengembangkan
kebijakan dan program pendidikan.
3. Bekerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya
mengembangkan media pendidikan.
4. Bekerja sama dengan kelompok-kelompok yang tepat mengembangkan proses belajar
mengajar.
5. Membantu personalia pendidikan lokal dalam usaha memanfaatkan sumber-sumber pendidikan
dimasyarakat untuk memperbaiki pendidikan.
6. Mendorong pendidikan lokal dan lembaga-lembaga pendidikan berinovasi dalam pengajaran
agar lebih bermakna bagi para siswa.
Struktur perencanaan tingkat nasional adalah sebagai berikut (1) unit perencana, (2)
komisi, (3) panitia studi atau task force, dan (4) konsultan atau ekspert. Task force adalah bertugas
mengidentifikasi masalah di lapangan dan mengumpulkan informasi yang relevan dangan
masalah yang akan dipecahkan dalam perencanaan. Mereka ini terdiri dari beberapa kelompok
dengan minatnya masing-masing.
Tugas ekspert adalah memberi layanan kepada panitia studi dan unit perencana yang
membutuhkan. Layanan tersebut antara lain dalam teknik mengumpulkan data atau informasi,
macam-macam data yang diperlukan, menilai data, membuat konklusi, rekomendasi, dan
membuat alternaif-alternatif. Sedangkan yang melaksanakan pekerjaan merencana adalah unit
perencana. Mereka itu terdiri dari para ahli dengan asistennya masing-masing seperti ahli analisa
sistem, informasi sistem, ekonomi dan sosiologi. Sesudah data masuk, mereka mulai bekerja
dengan mantap sebab bahan-bahan sudah lengkap ada pada mereka.
Keputusan terahkir apakah hasil pekerjaan unit perencana bisa diterima atau tidak
ditentukan oleh komisi. Di samping itu komisi juga menentukan kebijakan-kebijakan dalam
pekerjaan mengadakan perencanaan secara umum dan kebijakan-kebijakan yang diambil oleh
perencana dalam rencananya memecahkan masalah dilapangan tersebut. Komisi ini terdiri dari
pegawai-pegawai Negara yang tepat dengan tugas itu atau kelompok professional atau gabungan
dari padanya sebagai wakil masyarakat.
Perencanaan meso adalah perencanaan yang ruang lingkupnya mencakup wilayah
pendidikan tertentu, misalnya satu propinsi. Dasar terjadinya perencanaan meso adalah akibat dari
kondisi dan situasi daerah yang berbeda-beda. Kondisi daerah nusa tenggara barat misalnya belum
tentu sama kondisinya dan situasinya dengan daerah Sumatra Selatan, begitu pula tentu tidak
sama kondisinya dengan Irian jaya atau daerah khusus Ibu Kota Jakarta. Perencanaan untuk
daerah seperti ini tidak dapat dibuat sama, melainkan harus berbeda agar cocok dengan situasi,
kondisi, dan kebutuhannya masing-masing.
Struktur perencanaan didaerah ini dapat saja sama dengan struktur perencanaan di pusat,
tetapi mungkin jumlah personalinya lebih sedikit. Dan perlu agar mereka semua adalah orang-
oarang daerah, sebab hanya orang-orang ini yang paling tahu akan kebutuhan daerahnya dan
mereka pula yang berharap paling banyak merasakan hasil perencanaan itu dengan giat. Adapun
tugas perencanaan pusat hanya sebagai pelindung, konsultan, dan penilai. Perencanaan meso
umumnya di prakarsai oleh Kepala Kantor wilayah Diknas bidang pendidikan menengah dan
dasar. Sedang untuk bidang pendidikan tinggi bisa diprakarsai oleh setiap perguruan tinggi di
wilayah itu dengan mengikutsertakan semua perguruan tinggi yang ada didaerah itu.
Sementara perencanaan mikro diprakarsai oleh manajer atau tim manajer di lembaga
pendidikan masing-masing. Dalam mengembangkan lembaga atau memperbaiki lembaga, tiap-
tiap manajer pada lembaga pendidikan mempunyai kewajiban untuk mengadakan perencanaan
mikro, mencakup segala aktifitas dalam lembaga.
26
Perencanaan partisipatori menekankan lembaga perencanaan mikro atau perencanaan
meso yang wilayhnya sempit seperti daerah Yogyakarta misalnya. Partisipasi dari segala lapisan
lebih mantap dari pada perencanaan meso atau mikro. Sebab semua lapisan orang mempunyai
permasalahan dan akan menikmati hasil perencanaan dapat diikutsertakan secara merata melalui
wakil-wakilnya. Namun demikian perencanaan mikro tidak boleh lepas sama sekali dengan
perencanaan meso dan perencanaan makro.
Perencanaan makro
Perencanaan meso
Perencanaan
mikro
27
Suatu kegiatan dikatakan perencanaan kalau kegiatan itu cukup berbobot sebagai satu unit
kegiatan, yang membutuhkan pemikiran yang mendalam (biasanya oleh sekelompok orang), dan
berbagai macam perlengkapan untuk memecahkan masalah yang cukup mendasar. Dengan
demikian tipe perencanaan strategi dan perencanaan operasional.
Perencanaan
Perencanaan strategi
operasional
Dari bagan di atas tampak bahwa perencanaan operasional ada di dalam perencanaan
strategi. Ini berarti perencanaan operasional tidak boleh keluar dari rambu-rambu yang telah
digariskan dalam perencanaan strategi. Perencanaan operasional hanya melaksanakan perintah
perencanaan strategi, ia hanya berusaha agar cita-cita perencanaan strategi bisa tercapai.
Hubungan antar Tipe-Tipe Perencanaan
Tipe-tipe perencanaan baik dari segi waktu, ruang lingkup, maupun dari segi sifat ada
kaitannya satu dengan yang lain. Perencanaan jangka panjang berkaitan erat dengan perencanaan
makro dan perencanaan strategi. Begitu pula halnya dengan perencanaan jangka pendek berkaitan
erat dengan tipe-tipe perencanaan menurut ruang lingkup terutama perencanaan mikro dengan
perencanaan operasional. Perencanaan jangka panjang sifatnya umum dan fleksibel, hampir sama
dengan perencanaan strategi yang juga sifatnya spesifik. Sebab itu perencanaan strategi juga
memikirkan untuk masa yang panjang. Misalnya perencanaan strategi tentang mutu lulusan
lembaga pendidikan juga memikirkan bagaimana usaha agar lulusan yang semakin baik
kualitasnya itu dapat dipertahankan dalam waktu lama atau selama-lamanya. Dan kalau perencana
memperbaiki dan mempertahankan mutu lulusan ini diberlakukan di seluruh tanah air, maka ia
adalah perencana makro.
Perencana operasional pada umumnya dilakukan dalam jangka pendek yang mencakup
perencanaan makro, meso, mikro. Perencanaan operasional berjangka pendek ini paling jelas
tampak pada perencanaan mikro sebab ia bergerak dalam wilayah yang sangat kecil.
Agar perencanaan dapat dilakukan secara lebih baik terutama untuk perencanaan yang
umum dan fleksibel, Cunningham mengusulkan agar memakai suatu skenario. Yaitu semacam
sejarah yang akan datang yang menceriterakan kemungkinan urutan kejadian masa-masa yang
akan dating antara 5 sampai dengan 10 tahun. Skenario ini dikembangkan atas dasar data yang
telah ada yang mencakup segala aspek pendidikan, kemudian dicari probabilitas kejadian-
kejadiannya pada setiap aspek ditambah dengan kemungkinan issue-issue yang muncul. Semua
itu diintegrasikan menjadi skenario.
Robbins tidak setuju mengadakan perencanaan yang terlalu panjang . ia memakai
komitmen sebagai dasar perencanaan. Ia mengatakan bahwa organisasi pendidikan sebaiknya
tidak merencanakan yang lebih panjang dari pada yang secara ekonomis tetap. Rencanakanlah
dalam jangka yang cukup dengan cara melihat komitmen yang dibuat sekarang. Bila komitmen
yang dipakai dasar perencanaan tampaknya mengarah kepada perencanaan yang dilakukan oleh
para penganut pragmatisme seperti yang telah diuraikan di atas. Kalau pragmatisme bertitik tolak
dari tujuan, dalam arti kalau tujuan sudah usang, suatu perencanaan baru dikembangkan maka
Robbins bertitik tolak kepada komitmen. Perencanaan akan dimulai setiap komitmen mulai
memudar.
28
Bagi Indonesia panjang perencanaan atas dasar komitmen memang diperlukan. Tetapi atas
dasar komitmen saja sukar dilaksanakan sebab pertama komitmen itu sendiri tidak mudah diukur
dan kedua pendidikan di Indonesia sudah mempunyai tujuan yang tetap. Untuk mencapai tujuan
ini perlu diprogramkan secara sistematis. Perencanaan berjangka perlu dilaksanakan sementara itu
komitmen para pelaksana pendidikan tetap diperhatikan. Bila komitmen itu menurun, maka perlu
perencanaan itu direvisi.
STRATEGI DALAM PERENCANAAN
Strategi yang dipakai dalam perencanaan ada dua macam, yaitu dalam perencanaan
strategi dan dalam analisa metode dan alat. Robbins dan Cunningham misalnya mengatakan ada
tipe perencanaan strategi dan operasional seperti diuraikan diatas, memakai istilah strategi dalam
artinya yang pertama. Sedang dalam arti yang kedua dipakai antara lain oleh Mc Ashan dan
Kaufman. Strategi di sini dimaksudkan bagaimana menyelesaikan aktivitas-aktivitas yang
dikembangkan dalam analisa sistem yaitu mencari alternatif-alternatif pemecahan. Strategi seperti
ini terjadi pada analisa metode dan alat (sesudah analisa sistem) yaitu menentukan metode beserta
alat-alatnya termasuk sumber-sumber pendidikan yang akan dilibatkan.
Kedua pengertian strategi diatas sama-sama benar, tetapi dapat membingungkan kalau
kedua-duanya dipakai dalam satu perencanaan. Sebab itu perlu dipilih salah satu pengertian saja.
Berbicara tentang pengertian strategi hampir sama dengan pembahasan tentang perencanaan
pemecahan masalah (problem solving) di atas. Kegiatan manusia pada umumnya dapat saja
dikatakan didahului oleh perencanaan, begitu pula halnya dengan kegiatan itu dapat saja
dikatakan didahului dan disertai strategi. Bila demikian halnya maka banyak sekali ada strategi.
Hampir setiap langkah manusia membutuhkan strategi.
Tampaknya strategi seperti itu dalam perencanaan pendidikan ada dua yang menonjol
yaitu pada awal dan pada penentuan alternatif-alternatif. Yang menjadi masalah mana yang lebih
penting diatara kedua strategi itu. Perencana sudah punya dasar berpikir ialah tugas-tugas yang
spesifik yang harus diselesaikan oleh alternatif-alternatif yang akan dibuat. Tetapi dalam
menentukan misi, tujuan, dan kebijakan para perencana belum memiliki pegangaan yang nyata.
Tampaknya strategi yang diambil dalam menentukan misi, tujuan dan kebijakan lebih sukar
dibandingkan dengan strategi yang diambil ketika membuat alternatif-alternatif. Begitu pula
halnya masyarakat yang menaruh perhatian terhadap pendidikan yang dapat mempengaruhi dan
dipengaruhi oleh pendidikan yang disebut stake-holder perlu diperhitungkan oleh para perencana.
Atas dasar argumentasi ini pengertian strategi yang dipakai dalam buku ini adalah dalam artinya
yang pertama yaitu saat perencanaan itu baru dimulai.
Faktor-Faktor yang perlu Dipertimbangkan dalam Perencanaan
Sistem dilingkungan pendidikan itu banyak banyak jumlahnya yang sering disebut faktor-
faktor yang mempengaruhi pendidikan. Faktor-faktor yang mendukung pendidikan pada akhir
abad ini ialah sosiologi, psikologi, ekonomi, demografi, politik, dan administrasi. Itu semua tentu
perlu dipertimbangkan dalam perencanaan agar bagian pendidikan yang direncanakan bisa
berkembang secara wajar dan menjadi lebih baik.
Sikula menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi perencanaan organisasi antara
lain ramalan bisnis, ekspansi dan pertumbuhan organisasi, perubahan desain dan struktur, filsafat
manajemen, peranan pemerintah, peranan serikat/persatuan profesi, produksi dan keterampilan
manusia, dan kompetisi internasional. Beberapa faktor itu diantaranya yang dapat dimanfaatkan
untuk perencanaan organisasi pendidikan adalah perkembangan ekonomi, filsafat manajemen
pendidikan, peranan pemerintah, peranan persatuan profesi, dan keterampilan manusia yang
dibutuhkan oleh produksi.
Cunningham mengemukakan konteks perencanaan lokal sebagai berikut (1) sosial terdiri
dari demografi, ekonomi, dan politik, (2) ideologi yaitu nilai-nilai kewarganegaraan dan minat
pribadi, (3) pemerintah dengan undang-undang statuta administrasi, kasus, dan prosedur
pemeriksaannya, dan (4) struktur yaitu kontak antar organisasi pemerintah.
Faktor-faktor diatas perlu diperhitungkan oleh para perencana pendidikan untuk dapat
diintegrasikan dan disusun kembali sebagai berikut.
29
Filsafat Negara Sosial
Politik Ekonomi
30
berpikir maupun keterampilan tangan. Para perencana perlu memperhatikan perkembangan dan
kondisi ekonomi daerah tempatnya berada. Tenaga jenis mana yang dibutuhkan, keterampilan apa
yang perlu disiapkan agar cocok dengan keadaan ekonomi tersebut adalah merupakan tugas
perencanaan partisipatori dalam pendidikan.
Cita-cita bangsa dan semangat kebangsaan serta cara-cara untuk mencapai cita-cita itu
sebagai idologi adalah merupakan faktor politik yang perlu diperhatikan oleh para perencana
pendidikan. Sebab cita-cita bangsa dan semangat paling intesif dikembangkan melalui pendidikan
semanjak masa sekolah. Perkembangan segi ini pada setiap individu berjalan perlahan-lahan
bersamaan dengan perkembangan segi-segi lain melalui pendidikan, sampai pada waktunya kelak
menjadi warga Negara yang tangguh membela dan memperjuangkan cita-cita bangsanya.
Para perencana pendidikan juga perlu memperhatikan demografi yaitu kependudukan
antara lain kepadatan penduduk di daerahnya, penyebarannya, dan besarnya jumlah warga yang
pantas masuk sekolah. Kodisi-kondisi itu perlu mendapat perhatian oleh para perencana.
Keenam macam faktor lingkungan yang mempengaruhi perencanaan partisipatori di atas,
karenanya perlu diperhatikan oleh perencana agar pendidikan hasil perencanaan tersebut dapat
berjalan lancer, tidak selalu semuanya dapat dikaitkan pada setiap kali melakukan perencanaan.
Masing-masing perencanaan adalah mengerjakan aspek tertentu suatu pendidikan, yang
diantisipasi atau yang dirasakan sebagai masalah yang perlu dicarikan penyelesainya lewat
perencanaan. Oleh sebab itu perhatian kepada faktor-faktor lingkungan oleh setiap perencanaan
tidaklah sama. Suatu perencanaan mungkin memberikan perhatian besar hanya pada satu atau dua
faktor saja, sementara itu perencanaan yang lain memberi perhatian besar kepada beberapa faktor
lainnya.
PROSES BERPIKIR DALAM PERENCANAAN STRATEGI
Terlepas dari teknik apapun yang dipakai proses berpikir itu harus mencakup analisa
intuisi yang kritis dan pertimbangan-pertimbangan semua faktor untuk sampai kepada
program/strategi, yang paling tepat. Pernyataan ini mengacu kepada dua hal penting yaitu : (1)
berpikir strategi tidak cukup hanya memakai berpikir ilmiah saja melainkan perlu pula melibatkan
berpikir intuitf dan segala pertimbangan yang diperlukan dan (2) melibatkan faktor lingkungan
yang telah diuraikan diatas.
Menurut kenyataan yang dialami oleh manajer tingkat puncak/tinggi, seringkali berpikir
secara ilmiah saja tidak cukup untuk memecahkan masalah-masalah yang komplek dan subtle.
Karena data yang mendudukung masalah-masalah seperti itu kurang mencukupi sebab sukar
didapat. Penggabungan dari berpikir ilmiah dan intuitif ini adalah wajar bagi manajer tertinggi.
Itulah kombinasi dari ilmu dan art. Cara berpikir seperti ini juga dilakukan dalam menentukan
strategi dalam perencanaan pendidikan.
Ada empat pendekatan yang dapat dipakai dalam proses berpikir yang bersifat strategi
antara lain: (1) kerangka bimbingan (guide line), (2) planajemen, (3) swot, dan (4) investigasi
(investigative). Masing-masin dibahas berikut ini.
Pendekatan kerangka Bimbingan
Pendekatan ini berdasarkan kepada instrumen yang dikonstruk secara hati-hati untuk
menganalisa keadaan agar sampai kepada penyelesaian yang paling cocok. Misalnya bila sekolah
menghadapi masalah keenganan belajar yang bertambah meluas dikalangan para siswa usaha apa
yang diambil untuk mengatasi hal itu, atau program apa yang direncanakan agar keengganan
belajar itu dapat ditanggulangi.
Bila perumpamaan di atas dipecahkan melalui pendekatan kerangka bimbingan, maka
langkah-langkah yang ditempuh adalah :
1. Tentukan tujuan jangka panjang pemecahan masalah itu. Misalnya agar keengganan belajar itu
berangsur-angsur berkurang dan hilang sama sekali serta tidak terulang lagi dikemudian hari.
2. Identifikasi faktor-faktor lingkungan yang dapat dan mungkin memberi pengaruh terhadap
timbulnya masalah. Keenggan belajar mungkin disebabkan oleh faktor sosial, ekonomi, dan
kebudayaan.
31
3. Perhatian apakah program itu dapat dikaitkan dengamn program pembaharuan yang sudah ada,
atau dengan memperbaiki pembaharuan itu, atau mengadakan inovasi yang baru sama sekali.
Keengganan belajar mungkin dapat diperbaharui atau dengan meperluas kegiatan badan itu
sebagai suatu inovasi yang melibatkan guru-guru dan para orang tua siswa.
4. Analisa semua secara jelas dan komplit program strategi yang paling baik.
5. Bandingkan program strategi yang terbaik ini dengan perencanaan jangka panjang diatas bila
kurang pas, salah satu dapat dimodifikasi. Misalnya kalau dimodifikasi perencanaan jangka
panjang yaitu menghilangkan keengganan belajar 100% tidak dapat, maka dapat ditargetkan
80% saja. Atau target menghilangkan keengganan belajar dalam 3 tahun dapat diubah menjadi
5 tahun.
6. Program strategi diimplementasikan. Perlu diketahui bahwa dalam perencanaan strategi tidak
ada implementasi, hal itu hanya dapat pada perencanaan operasional. Oleh sebab itu berpikir
strategi untuk perencanaan strategi ini hanya cukup sampai dengan langkah keenam di atas,
yaitu sampai kepada menemukan program strategi yang terbaik.
Pendekatan Planajemen
Planajemen(planagement) adalah suatu proses yang mengintegrasikan seni dan ilmu (art
and science) untuk memindahkan konsep kedalam realitas melalui metode yang praktis.
Menentukan program strategi dengan pendekatan ini adalah dengan cara mengumpulkan
informasi/data yang relevan dengan masalah yang dihadapi beserta situasinya. Kemudian
menganalisa data itu untuk membuat pertimbangan-pertimbangan tentang tindakan apa sebaiknya
yang diambil untuk mengatasi masalah tersebut.
Pendekatan planajemen ini memakai empat langkah dalam upayanya mencapai sasaran.
Langkah-langkah itu ialah:
1. Mengumpulkan semua informasi, fakta dan data yang tepat tentang masalah yang dihadapi.
Misalnya masalah kesulitan para mahasiswa membaca buku teks yang berbahasa inggris.
Informasi yang perlu dikumpulkan antara lain jumlah buku berbahas inggris yang dipinjam di
perpustakaan, keluh kesah mahasiswa, daya tangkap mereka terahadap isi buku itu, banyaknya
buku seperti itu yang ditugaskan untuk membaca, frekuensi pemberian tugas tersebut, apakah
tugas-tugas itu benar-benar dikoreksi oleh dosen, apakah tugas-tugas seperti itu dinyatakan
dalam test, kemampuan mahasiswa berbahasa inggris, kemampuan dosen berbahasa inggris,
kegiatan balai bahasa inggris dan sebagainya.
2. Data tersebut di atas dianalisa secara alamiah, dilengkapi dengan intuitif, serta pertimbangan-
pertimbangan yang matang untuk melahirkan asumsi-asumsi yang mendasari perencanaan.
Analisa data tersebut diatas munkin dapat melahirkan asumsi-asumsi seperti berikut : (1) para
mahasiswa mempunyai potensi untuk membaca buku-buku berbahasa inggris, dan (2) para
dosen menyadari pentingnya kemampuan membaca buku berbahasa inggris, maka itu mereka
mau diajak bekerja sama memotivasi para mahasiswa dan dengan sedikit memaksa untuk
membaca buku-buku seperti itu, termasuk memacu diri sendiri.
3. Ambil keputusan bagaimana usaha menyelesaikan masalah itu untuk jangka panjang. Atas
dasar asumsi di atas, kemampuan membaca buku-buku berbahasa inggris di kalangan
mahasiswa itu dapat ditingkatkan. Yang perlu dipikirkan adalah metode meningkatkan
semangat para dosen untuk memacu diri membaca buku-buku berbahasa inggris dan
memotivasi mahasiswa agar membaca buku-buku seperti itu.
4. Kembangkan program strategi. Misalnya program untuk mengatasi masalah di atas adalah
sebagai berikut : Rektor membuat peraturan yang disepakati oleh senat Universitas bahwa
setiap mata kuliah harus dilengkapi dengan paling sedikit satu buku wajib yang ditulis dalam
bahasa inggris. Isi buku itu menjadi bahan tentamen/ujian. Para dosen senior harus memonitor
pelaksanaan peraturan ini dan membimbing para dosen yunior yang membutuhkan bimbingan.
Untuk maksud itu diadakan kelompok dosen yunior yang dipimpin oleh seorang dosen senior.
Pendekatan Swot
Istilah swot adalah singkatan dari strength yaitu kekuatan (lembaga pendidikan), weakness
yaitu kelemahan (lembaga pendidikan), Opportunity yaitu peluang yang ada, dan Threat yaitu
32
tantangan yang dihadapi. Pendekatan swot ini merupakan proses mengindetifikasi kekuatan dan
kelamahan suatu kondisi atau masalah dan kesempatan baik yang ada pada kondisi itu untuk
mewujudkan program dalam upaya mencapai tujuan jangka panjang.
Misalnya suatu lembaga pendidikan disuatu desa maju bersama-sama dengan para tokoh
masayarakat ingin membuat perencanaan partisipatori yaitu usaha mengintegrasikan pendidikan
formal dengan pendidikan informal dan dengan non formal. Maksud mereka adalah memajukan
ketiga jenis pendidikan itu dibawah satu badan yang anggotanya terdiri dari guru-guru dan tokoh
masyarakat. Program ini dipikirkan melalui pendekatan swot.
Kekuatan-kekuatan yang ada di masyarakat dan disekolah ialah semangat yang besar,
dukungan dana oleh tokoh-tokoh masayarakat, balai desa terbuka untuk berdiskusi dan kegiatan-
kegiatan usaha kerajinan di desa siap membantu, dan ada rasa persatuan yang kuat. Faktor-faktor
ini dipegang sebagai modal utama mewujudkan cita-cita. Kelemahannya antara lain tingkat
ekonomi masyarakat tidak homogen, masih banyak yang hidup miskin, belum semua orang tua
menyadari bahwa bersekolah pada masa muda lebih penting dari pada mencari nafkah, dan belum
semua masuk program KB.
Peluang yang ada adalah gerakan untuk memperbaiki pendidikan dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Suatu inovasi pendidikan yang mulai muncul di
Indonesia. Masalah yang ada ialah banyak anak putus sekolah yang tidak bekerja, beberapa
anggota masyarakat tidak punya pekerjaan yang jelas, banyak orang tua terutama yang miskin
lebih suka anaknya bekerja dari pada bersekolah dan beberapa diantara mereka masih merasa
takut ikut KB. Ini semua merupakan tantangan.
Masalah-masalah dan kelemahan-kelemahan itu diatasi dengan cara membuat dan
melaksanakan program di desa itu atas dukungan kekuatan yang dimiliki oleh masyarakat dan
sekolah. Ketiga macam data ini dibahas oleh para perencana untuk mewujudkan program baru,
suatu program yang dapat memajukan pendidikan formal, informal, dan nonformal secara
serentak, dan dapat berjala cukup lama atau selama-lamanya.
Pendekatan Investigasi
Pendekatan ini memamfaatkan jasa penelitian untuk mendapatkan data tentang kegiatan,
proses, dan hasil-hasil pendidikan suatu lembaga pendidikan serta data lain diluar lembaga yang
mempunyai pengaruh terhadapnya. Data ini dapat diambil pada dokumentasi lembaga pendidikan,
surat kabar, majalah, perencanaan, lewat diskusi,wawancara dan sebagainya.
Langkah-langkah yang ditempuh pendekatan ini adalah :
1. Meneliti hasil pendidikan yang lampau, termasuk kegiatan, dan prosesnya dan juga faktor-
faktor lain di luar pendekatan yang mempengaruhi pendidikan.
2. Menilai sumber-sumber pendidikan yang tersedia seperti personalia teramsuk guru-guru/dosen-
dosen, dana material, media pendidikan, fasilitas dan prasarana.
3. Merumuskan kembali strategi yang terbaik. Dibuat atas dasar informasi/data yang diperoleh
tentang apa yang membuat organisasi pendidikan menjadi sukses, yang mencakup segala upaya
seperti manajemen, supervisi, kepemimpinan, proses belajar mengajar, penilaian, hubungan
dengan masyarakat dan sebagainya. Sampai akhirnya program strategi untuk mengatasi
masalah dapat diwujudkan dan dapat dilaksanakan cukup lama atau selamanya.
Inti perencanaan Strategi
Perencanaan strategi itu pada hakekatnya adalah proses melahirkan tujuan ideal, tujuan
yang dapat dilaksanakan, dan kebijakan. Semntara perencanaan operasional bertugas
menterjemahkan kedua macam tujuan tadi bersama kebijakannya de dalam metode, prosedur, dan
koordinasi, agar tujuan-tujuan tadi tercapai, itulah sebabnya mengapa Cunningham mengatakan
perencanaan strategi sebagai “Doing the Right Things” sedangkan perencanaan operasional
dikatakannya sebagai “Doing Things Right” Dalam perencanaan strategi kita dituntut melakukan
hal yang benar, sementara dalam perencanaan operasional dituntut mengerjakan sesuatu dengan
benar. Melakukan hal yang benar berkaitan dengan perubahan lingkungan, pengembangan
organisasi pendidikan, misi yang diemban oleh organisasi, dan tujuan perencanaan. Dan
33
mengerjakan sesuatu dengan benar berkaitan dengan pelaksanaan, performan yang ingin dicapai
dan hasil.
Perencanaan strategi yang dimulai dari mencari informasi, menganalisa, menyeleksi,
sampai dengan membentuk program untuk jangka panjang yang sumber-sumbernya belum jelas
adalah lebih sulit dari pada membuat perencanaan operasional untuk jangka pendek yang hanya
bertugas melaksanakan program dengan sumber-sumber yang sudah jelas. Selain tujuan yang
harus dijelaskan dalam perencanaan strategi, ia juga diminta memberi alasan atau rasional
mengapa program seperti itu yang dipilih untuk menyosong perubahan dan menyesaikan masalah
atau mengapa suatu misi harus dipikul. Perencanaan ini dengan misinya harus juga menjelaskan
kondisi tempat perencanaan itu akan dilaksanakan yaitu apa yang akan dikerjakan, siapa yang
akan dilibatkan dalam pekerjaan itu, bagaimana persyaratan fasilitasnya, dan kriteria hasil yang
bagaimana yang diinginkan. Misalnya strategi untuk meningkatkan hasil belajar matematika,
adalah atas dasar prestasi para siswa dibidang itu masih dapat ditingkatkan. Syarat-syarat yang
harus dipenuhi misalnya fasilitas belajar mencukupi, lingkungan belajar yang kondusif, orang tua
memberi layanan yang positif, dan guru-guru tidak mengenal putus asa/sabar. Yang akan
mengerjakan pekerjaan itu ialah para guru matematika dengan metode belajar mengajarnya yang
tepat. Dan kriteria hasil belajar yang diinginkan ialah prestasi rata-rata 70 dengan tidak ada yang
mendapat skor di bawah 40 dalam skala skor 0 sampai dengan 100.
Dengan demikian perencanaan strategi mempunyai dua sisi. Pada satu sisi membentuk
tujuan, misi dan program yang tepat, dan pada sisi lain usaha mengkreasikan organisasi yang
hangat, kerja sama yang harmonis dari segala pihak yang berkepentingan, dan semangat kerja
yang optimal para personalia pendidikan, dalam waktu yang relative lama atau untuk selamanya.
Bagaimana seharusnya
Kebutuhan
Bagan 16 : kebutuhan
Menurut Kaufman ada berbagai kebutuhan dalam pendidikan yaitu kebutuhan input,
proses, produksi, output dan outcame. Kebutuhan input misalnya meningkatkan kualitas calon
mahasiswa dari skor rata-rata hasil test masuk 70 misalnya ke skor rata-rata 80, kebutuhan
meningkat media cetak di sekolah dari 150 judul menjadi 200 judul masing-masing 50 eksemplar
misalnya dan sebagainya. Kebutuhan proses misalnya memperbaiki preoses belajar mengajar,
menertibkan ketatausahaan, menertibkan frekuensi kuliah dan sebagainya. Kebutuhan produksi
misalnya peningkatan berbagai hasil pendidikan secara kualitatif dan kuantitatif mengenai aspek
keterampilan, afeksi, kesenian dan sebagainya. Kebutuhan out put adalah peningkatan penyerahan
berbagai produksi pendidikan ke masyarakat, misalnya usaha meningkatkan jumlah pemuda yang
terampil yang dapat mencari nafkah sendiri, usaha memperbanyak jumlah anggota masyarakat
yang bisa masuk ke perguruan tinggi, usaha mengurangi jumlah pendududuk yang buta huruf dan
sebagainya. Kebutuhan out come yaitu menyangkut dampak output pendidikan itu terhadap
34
masyarakat, misalnya usaha menurunkan jumlah penggangguran, usaha mengurangi jumlah
kenakalan remaja, usaha meningkatkan kerajinan rumah tangga di masyarakat dan sebagainya.
Dua jenis kebutuhan pertama disebutnya sebagai kebutuhan kuasi sebab ia belum
merupakan kebutuhan yang sesungguhnya melainkan hanya sebagai proses mempersiapkan hasil-
hasil pendidikan, input-input dan proses dalam lembaga pendidikan memang belum dapat
dinikmati secara langsung oleh orang-orang yang berkepentingan terhadap hasil-hasil pendidikan.
Hanya ketiga kebutuhan yang terakhir dikatakan sebagai kebutuhan yang sesungguhnya. Bila
kelima macam kebutuhan itu digambarkan adalah sebagai berikut.
Yang menentukan kebutuhan atau melakukan penilaian terhadap kebutuhan adalah para
perencana partisipatori. Mereka itu adalah manajer beserta beberapa guru, para wakil
siswa/mahasiswa, dan kelompok penilai yaitu kelompok warga lembaga pendidikan dan
kelompok warga masyarakat. Namun ada yang membedakan mereka menjadi tiga kelompok yaitu
kelompok pengajar, pelajar, dan masyarakat sehingga disebut tiga dimensi penilai kebutuhan.
Karkteristik penilai kebutuhan adalah pertama data harus mempresentasikan dunia aktual
para siswa/mahasiswa dan masyarakat yang ada sekarang dan yang akan datang. Dunia aktual dan
para siswa/mahasiswa mencerminkan keadaan lembaga pendidikan itu sendiri dengan segala
perlengkapan, aktivitas, dan perilaku personalianya. Yang dinilai adalah kenyataan yang ada dan
yang mungkin dapat diadakan kelak. Bukan keinginan atau angan-angan yang tidak mungkin
dicapai.
Kedua perlu disadari bahwa tidak ada kebutuhan yang bersifat final dan
lengkap/sempurna. Tidak mungkin menentukan kebutuhan secara sempurna untuk selama-
lamanya sebab lingkungan selalu berubah. Ada yang dilihat lengkap sekarang belum tentu
lengkap untuk beberapa tahun kemudian. Kebutuhan-kebuthan itu adalah bersifat sementara.
Kebutuhan jangka panjang, menengah, dan pendek, ketiganya memakai batas waktu tertentu.
Dan ketiga kebutuhan hendaknya diidentifikasi dalam bentuk perilaku atau keadaan yang
nyata bukan dalam bentuk proses. Misalnya kebutuhan meningkatkan ketaatan beragama dalam
bentuk tindakan sehari-hari bukan dalam proses mendidik ketaatan beragama. Begitu pula
kebutuhan menambah satu ruangan belajar serba guna, bukan dalam bentuk bagaimana caranya
untuk membangun gedung tersebut dan sebagainya.
Masalah-masalah itu dapat muncul dalam berbagai bentuk sehingga menimbulkan
berbagai kebutuhan pula. Bila masalah iru muncul dalam bentuk tunggal, maka kebutuhan dapat
dengan mudah diidentifikasi dan dinilai. Tetapi tidak selalu suatu masalah muncul seperti itu. Ada
kalanya masalah itu bertimbun-timbun berkaitan yang satu dengan yang lain, ditambah dengan
beberapa antisipasi sehingga sukar diserpih satu persatu. Kemunduran iklim disekolah misalnya
sangat mungkin berakitan dengan komunikasi, kepemimpinan, klik/kelompok-kelompok
informal, dengan masyarakat setempat dan lain-lainnya.
Untuk mengidentifikasi kebutuhan yang komplek seperti contoh di atas, maka
dikembangkan suatu alat yang dapat menampung segala macam kebutuhan pada suatu lembaga
pendidikan. Alat itu bersifat multi dimensi. Dimensi-dimensi itu adalah layanan khusus yang
mencakup perilaku umum, afeksi, presepsi, kognisi, hubungan antar pribadi, dan jasmani.
Dimensi yang lain adalah dimensi lembaga sebagai sistem yang mencakup keuangan, informasi,
teknologi/pemrosesan, dan personalia. Demensi berikutnya ialah dimensi unit organisasi yang
mencakup pendidikan dasar, menengah dan perguruan tinggi.
35
Bila data sudah diperoleh lewat instrumen multi dimensi, maka masalah-masalah itu akan
tampak membentuk kerumunan-kerumunan tertentu. Dari kerumunan itu diperoleh gambaran
bagian masalah mana yang paling akut, yang membuat masalah-masalah tadi menjadi rumit.
Masalah yang akut ini perlu ditangani terlebih dahulu. Sambil melihat perkembangan
berikutnya setelah masalah akut itu ditangani, perencanaan melalui surveinya akan mendapat
gambaran baru yang tentunya diharapkan sudah lebih cerah dari pada sebelumnya. Masalah yang
sudah agak ringan ini ditangani lagi, sehingga suatu waktu tiba gilirannya semua masalah dapat
diatasi.
Ada beberapa cara bagi para perncana menentukan kebutuhan. Metode-metode itu ialah :
1. Secara individual menyatakan kebutuhan, orang-orang yang menaruh perhatian kepada
pendidikan baik personalia lembaga termasuk para siswa/mahasiswa maupun anggota
masyarakat menyatakan kebutuhannya kepada suatu badan/agen yang telah disediakan oleh
lembaga pendidikan atau para perencana. Para perencana sebelumnya sudah membuat
pengumuman lewat media masa atau lewat siswa/mahasiswa tentang maksud tersebut. Setelah
batas waktu yang sudah ditentukan habis, maka usulan-usulan yang berupa kebutuhan itu
dihitung/dinilai bila dipandang mencukupi maka kebutuhan itu diangkat menjadi bahan untuk
perencanaan pendidikan. Bila tidak diumumkan kembali alasanya.
2. Dengan mendirikan layanan pada beberapa tempat layanan akan menampung kebutuhan-
kebutuhan para peminat pendidikan. Sudah tentu tempat layanan ini dengan tujuannya perlu
diberitahukan kepada warga lembaga dan warga masyarakat. Metode ini dapat disederhana
dengan cara membuat kotak kebutuhan yang ditempatkan di lembaga pendidikan dan setiap
desa atau RW disekitarnya. Bila tiba waktunya isi kotak itu dikumpulkan dan dianalisa untuk
mengetahui apakah kebutuhan itu dapat dijadikan dasar perencanaan.
3. Mengestimasi populasi. Metode ini untuk mencari kebutuhan pada daerah-daerah yang agak
luas. Estimasi ini dilakukan melalui data yang bertalian dengan pendidikan. Data statistik dapat
diambil di kantor-kantor pemerintah seperti di kantor RT, RW dan kelurahan. Kebutuhan akan
membuka taman kanak-kanak yang baru misalnya bisa diestimasi melalui data kependudukan
yang tersedia di kantor-kantor di atas.
4. Menghitung kepala. Metode ini dilakukan mengadakan kontak langsung dengan orang demi
orang yang membutuhkan perubahan. Kebutuhan setiap orang dicatat satu persatu. Kemudian
dianalisa untuk mengetahui apakah kebutuhan itu kebutuhan yang berarti untuk segera
dipenuhi melalui perencanaan.
5. Mencari anak ( Child find ). Metode ini khusus perencanaan makro. Misalnya ingin memberi
layanan yang lebih baik terhadap anak-anak yang berkelainan. Melalui organ-organ pemerintah
dicatat jumlah dan jenis kelainan mereka, kemudian dianalisa lalu ditentukan macam-macam
kebutuhan dalam upaya peningkatan layanan tersebut.
6. Usaha terpadu (single part of entry). Metode ini didesain terlebih dahulu, sehingga dangan satu
kali kegiatan sudah dapat menemukan data tentang kebutuhan akan peningkatan pelaksanaan
bimbingan dan konseling di sekolah-sekolah sekaligus dapat menentukan sekolah-sekolah
mana yang akan dijadikan pusat-pusat percobaan.
Para perencana pendidikan dapat memilih salah satu dari metode-metode ini atau
gabunngan dari padanya. Perencanaan pertisipatori dapat menggunakan metode pertama, kedua,
atau keempat atau gabungan dari beberapa metode tersebut.
MISI, TUJUAN, DAN PROGRAM PERENCANAAN
Kebutuhan-kebutuhan yang diperoleh melalui metode atau beberapa metode gabungan
sesudah dianalisa menunjukkan suatu kebutuhan yang berarti untuk dipenuhi, maka ia diangkat
sebagai tujuan perencanaan. Kebutuhan yang diketemukan tidak selalu tunggal, kadang-kadang
jamak, bahkan ada kalanya kompleks. Untuk kebutuhan yang kompleks perlu disederhanakan
terlebih dahulu melalui alat penilaian kebutuhan yang komplek yang sudah dibahas diatas.
Kemudian kebutuhan-kebutuhan itu diranking, lalu diprioritaskan rangking paling atas atau
beberapa ranking teratas untuk dijadikan tujuan perencanaan. Begitu pula halnya dengan
kebutuhan yang jamak.
36
Setiap perencanaan pada umumnya memiliki tujuan, ada dua macam tujuan yaitu tujuan
ideal dan tujuan yang mungkin dapat dicapai. Tujuan ideal ialah ide yang dicita-citakan sebagai
sesuatu yang terbaik. Sedangkan tujuan yang mungkin dapat dicapai ialah gambaran ideal tadi
yang sudah dibahas/dikaji berdasarkan perkiraan kemampuan sumber-sumber pendidikan yang
tersedia yang diperkirakan dapat diselesaikan.
Kedua macam tujuan tadi merupakan tanggung jawab para perencana untuk
merealisasikannya. Kedua tujuan itu merupakan misi yang harus dipikul oleh para perencana
pendidikan. Untuk menyelesaikan tujuan-tujuan tersebut para perencana mengembangkan
program yang kadang-kadang disebut program strategi. Misi adalah merepresentasikan semua
tujuan (tujuan umum) dari program yang dikembangkan oleh para perencana.
Ramalan/antisipasi
- dekat
Misi
- jauh kebutuhan goal objective
pendekatan berpikir
program
misalnya SWOT
Manajemen personalia
38
MENSPESIFIKASI TUJUAN PERENCANAAN
Untuk menyelesaikan misi yang dipikul para perencana, terlebih dahulu tujuan umum
dalam program strategi perlu dispesifikasi menjadi tujuan khusus yang jelas dan dapat diukur
serta dianalisa yang bertahap.
Kaufman menyebutnya sebagai analisa misi, fungsi dan tugas. Analisa fungsi ia bagi-bagi
lagi menjadi analisa tertinggi, analisa tingkat satu, tingkat dua, tingkat tiga dan seterusnya.
Analisis Misi
Misalnya suatu misi perencanaan pendidikan untuk meningkatkan mutu lulusan SMA,
perlu membahas arti mutu itu bagi lulusan SMA. Mutu lulusan SMA harus ditinjau dari segi
tujuan pendidikan nasional, bukan hanya ditinjau dari beberapa persen yang dapat diterima di
perguruan tinggi negeri. Bukan pula ditentukan skor rata-rata mereka dalam satu kelas atau
secara individual, sebab skor yang tercantum dalam raport sekarang sebagian besar
mencerminkan kemampuan kognisi.
Tujuan pendidikan nasional Indonesia adalah membentuk manusia berkembang seutuhnya,
suatu perkembangan total yang mencakup segala aspek individu. Walaupun tujuan pendidikan di
sekolah-sekolah umum tidak sama dengan disekolah kejuruan, namun semua aspek individu itu
patut dikembangkan. Hanya bobot usaha pengembangan itu terhadap aspek-aspek tersebut tidak
sama bagi semua jenis sekolah.
Perkembangan total mencakup aspek afeksi, kognisi, dan keterampilam, atau pikiran,
perasaan, kemauan, dan karya. Afeksi sudah mencakup perasaan dan kemauan. Oleh sebab itu
misi ini dapat dibagi menjadi tiga bagian. Dengan kata lain misi yang dipikul oleh para perencana,
sebagi usaha meningkatkan mutu pendidikan SMA adalah berupa peningkatan perkembangan
para siswa secara total yang menekankan pada sapek afeksi, kognisi, dan keterampilan. Dalam hal
ini bagian-bagian misi/perkembangan total adalah afeksi, kognisi, dan keterampilan. Inilah yang
disebut analisa misi. Bagian-bagian ini disebut fungsi. Jadi fungsi perkembangan total para siswa
adalah afeksi, kognisi, dan keterampilan.
Contoh kedua adalah suatu misi yang berusaha meningkatkan kesejahteraan guru dan
personalia sekolah. Analisa disini dimulai memahami arti kesejahteraan, kesejahteraan guru
dimaksud adalah terbatas pada uang, dan material lainnya yang diterima di sekolah , tidak
mencakup kepuasan atau kebahagian rohani individu beserta keluarganya sebab hal itu sukar
diukur dan sukar diusahakan oleh sekolah. Misi kesejahteraan guru berupa uang dan materi dapat
dianalisis menjadi bagian-bagian atau fungsi-fungsi berikut : (1) gaji, (2) honorarium, (3) hasil
swausaha sekolah,. (4) hadiah-hadiah karena prestasi, dan (5) fasilitas-fasilitas lain seperti cicilan
di bank, cicilan rumah, kendaraan dan sebagainya, koperasi dan lain-lainnya. Analisa misi ini
digambarkan dengan bagan umum sebagai berikut:
Misi
40
Fungsi 3.0 Analisa teringgi
dst.
Analisa tingkat 1
3.1 3.2 3.3
dst dst.
dst. Analisa tingkat 2
3.2.1 3.2.2
dst dst.
Analisa tingkat 3
3.2.1.1 3.2.1.2
dst. dst.
Bagan 21 : Analisa fungsi
Analisis Tugas
Tugas-tugas itu adalah merupakan bagian terakhir dari fungsi yang telah diuraikan
merupakan usaha untuk mewujudkan atau merealisasi tujuan-tujuan yang paling spesifik. Perlu
diulangi disini bahwa misi/program strategi untuk merealisasi tujuan umum, fungsi untuk
merealisasi tujuan-tujuan yang paling spesifik. Dalam contoh diatas yang disebut bagian fungsi
paling kecil atau tugas ialah kemampuan mengetahui, memahami, mengaplikasi, menganalisis,
mensintesis, dan mengevaluasi. Bagian-bagian fungsi yang paling kecil tersebut di atas tidak
dapat dipecah lagi dalam arti secara wajar. Ia dapat saja dipecah secara paksa, namun tidak akan
mempunyai arti lagi sebagai unit tersendiri. Misalnya sebuah lensa proyektor kalu dipecah lagi
menjadi keping-kepingan lensa, maka ia tidak berarti sebagai lensa atau bagian dari proyektor.
Bagian-bagian fungsi yang paling kecil tersebut diatas dalam sistem disebut komponen,
inilah yang merupakan tugas-tugas nyata yang spesifik nagi para perencana untuk mereka
kerjakan agar dapat merealisasi tujuan-tujuan yang sudah spesifik pula. Kalau sudah sampai
kepada komponen-komponen ini para perencana tidak perlu lagi memperhatikan hasil-hasil
analisa fungsi yang lebih nyata diatasnya. Kalau para perencana sudah berhasil mengerjakan
komponen-komponen/tugas-tugas ini dengan sukses sehingga memberikan hasil seperti yang
diharapkan, maka berarti tugas perencana sudah selesai dan misi yang dipikulnya sudah berhasil
dengan gemilang.
Pendekatan Sistem
Bila diperhatikan analisis dalam perencanaan mulai dari analisa misi, analisis fungsi, sampai
dengan analisis tugas tampaknya ia tidak ubahnya seperti analisis yang dilakukan terhadap sistem
untuk menemukan komponen-komponennya. Perencanaan memandang tujuan perencanaan atau
misi atau program strategi sebagai suatu sistem. Dan sistem itu dianalisis menjadi sub sistim,
kemudian masing-masing sub sistem di pecah-pecah lagi menjadi bagian-bagiannya yang lebih
kecil sehingga menemukan bagian yang paling kecil yang disebut komponen. Semua komponen
mewakili sistem, mereka respresentatif terhadap sistem.
Dalam analisis tersebut diatas fungsi adalah merupakan sub sistem dari misi sebagai
sistem. Hasil analisis tingkat satu pada fungsi tertentu adalah sebagai sub-sub sistem, sedangkan
pada fungsi yang lain mungkin sudah melahirkan komponen karena tidak dapat dibagi-bagi lagi.
Hasil analsis tingkat dua dari hasil analisis tingkat satu tertentu adalah sebagai sub-sub sistem.
Begitu seterusnya samapai semua analisis tiba pada komponen-komponen masing-masing. Cara
kerja seperti ini menunjukkan perencanaan memakai pendekatan sistem.
MENENTUKAN STANDAR PERFORMAN
Tujuaan spesifik dalam pendidikan adalah membentuk perilaku tertentu pada diri setiap
siswa. Atau disebut juga dengan performan. Performan seperti itu juga dapat dikenakan kepada
para personalia lembaga pendidikan yaitu guru/dosen, sedang secara tidak lansung adalah para
administrator/manajer dan para pegawai. Dalam perencanaan pendidikan obyek yang diperbaiki,
dilengkapi, atau diubah adalah semua unsur pendidikan bukan hanya siswa/mahasiswa yang
41
ditangani, melainkan personalia, sarana, prasarana, dan masyarakat yang memberi pengaruh
terhadap proses belajar siswa/mahasiswa.
Dengan demikian pengertian dalam perencanaan dapat dikenakan semua unsur pendidikan
tidak hanya perilaku tertentu saja, melainkan juga bentuk-bentuk, sifat-sifat, dan proses-proses
tertentu. Misalnya perencanaan tentang kursi tempat duduk TK, anak SD, SMP,SMTA menuntut
bentuk dan ukuran yang berbeda-beda atau performan berbeda-beda. Begitu pula perencanaan
peningkatan lingkungan belajar akan menuntut sifat atau performan lingkungan belajar yang baik.
Jadi standar performan itu adalah suatu ukuran atau kriteria yang tepat yang dierima oleh
umum untuk tujuan perencanaan spesifik, sehingga atas dasar kriteria itu para pelaksana
program/tugas dapat mewujudkan tujuan itu secara tepat pula sesuai dengan kretirianya. Contoh
standar performan lingkungan belajar ialah iklim organisasi pendidikan yang hangat, komunikasi
yang harmonis, kerja sama yang erat/gotong royong, kaya dengan sumber belajar, dan
pembimbingan yang penuh dengan kasih sayang.
Agar standar performan dapat diwujudkan sebaik-baiknya, maka setiap tugas perlu
dilengkapi dengan persyaratannya. Cunningham memasukan ukuran juga mensyaratkan yang
diperlukan setiap tugas agar dapat dikerjakan dengan baik. Persyaratan tersebut adalah:
1. Setiap atau apa obyek tersebut, siapa atau apa yang akan diperbaiki, apakah para siswa, guru-
guru. Proses belajar, lingkungan belajar dan sebagainya.
2. Bentuk kegiatan apa yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas itu, apa belajar dengan
diskusi, memperbesar kepustakaan, belajar dengan keterampilan proses, memperkaya
lingkungan dan sebagainya. Bentuk ini harus dinyatakan dengan jelas untuk setiap tugas.
3. Ukuran/kriteria/standar performan seperti telah disebutkan diatas harus jelas pula untuk setiap
hasil tugas yang diselesaikan.
4. Kapan dan dimana masing-masing tugas dikerjakan, harus jelas pula. Apakah secara kontinu
atau berkala, hari apa, jam berapa dan sebagainya. Apakah tugas itu diselesaikan disekolah,
dimasyarakat, atau di tempat tertentu yang sudah disediakan.
5. Keahlian apa yang dibutuhkan oleh orang-orang yang akan mengerjakan tugas itu. Apakah
psikolog, konselor, ahli bidang studi tertentu atau cukup dengan instruktur saja dan sebagainya.
Apakah persyaratan keahlian itu cukup dengan ijazah formal, ijazah jenjang yang mana,
apakah perlu dilengkapi dengan pengalaman yang lama, dan beberapa pengalaman minimum
yang diperlukan. Semua harus jelas bagi setiap tugas.
ANALISIS ALAT DAN METODE
Sesudah komponen-komponen atau tugas-tugas dikemukakan, maka pekerjaan para
manajer sekarang adalah mencari jalan untuk mengerjakan setiap tugas agar menghasilkan tujuan-
tujuan spesifik yang telah digariskan bersama. Usaha seperti ini disebut analisa alat dan metode
yaitu apa yang mungkin dapat dipakai menyelesaikan tugas-tugas tersebut.
Sumber-Sumber pendidikan.
Untuk mendapatkan hasil analisa dan metode yang tepat pertama-tama diperlukan
pengetahuan yang lengkap mengenai sumber-sumber pendidikan dan pengetahuan lainnya yang
berkaitan dengan tugas-tugas yang akan dikerjakan. Pengetahuan ini bisa didapat dengan cara
mengadakan survey dalam bentuk studi dokumentasi, observasi, dan interviu.
Sumber-sumber itu dapat diambil melalui studi dokumentasi, sebab sumber-sumber itu
sebagian besar tercatat dalam arsip. Jumlah para pengajar dengan keahliannya masing-masing,
banyaknya alat peraga, besarnya uang yang tersedia dan sebagainya semua tercatat dalam
dokumentasi. Hanya kalau isi dokumen itu berbeda antara satu tempat dengan tempat lain, seperti
jumlah dosen pada catatan di pusat lembaga dengan di jurusan misalnya, barulah diadakan
interviu untuk mengecek kebenarannya. Namun demikian masih banyak pengetahuan-
pengetahuan lain yang diperlukan dalam perencanaan yang tidak dapat diambil melalui
dokumentasi.
Yang dimaksud sebagai sumber-sumber pendidikan baik dalam perencanaan maupun
dalam kegiatan mendidik sehari-hari ialah :
42
1. Personalia pendidikan terdiri dari administrator/manajer atau para staf, para guru atau dosen
dan para pegawai tata usaha. Ditambah dengan wakil siswa/mahasiswa yang duduk dalam
badan-badan kesiswaan/kemahasiswaan.
2. Materi pelajaran yang mencakup segala macam mata pelajaran/bidang studi/mata kuliah.
Materi ini dapat dituangkan dalam bentuk buku, kaset, komputer, dan film.
3. Media belajar adalah alat-alat yang dipakai untuk belajar agar para siswa/mahasiswa lebih jelas
memahaminya, lebih tepat menghitungnya, dan memahami prosesnya. Buku, kaset, komputer,
dan film diatas dapat juga dimasukkan sebagai media belajar sebab materi pelajaran di pelajari
lewat benda-benda itu. Begitu juga tutor dan instruktur/manusia terampil dapat dimasukan
kedalam kategori ini sebab pelajaran masuk lewat mereka. Mereka sebagai perantara saja,
bukan sebagai sumber materi pelajaran.
4. Lingkungan belajar yaitu iklim dan suasana lingkungan tempat para siswa/mahasiswa belajar.
Iklim atau suasana ini bisa hangat, penuh semangat gotong royong, dan kaya dengan sumber
belajar. Atau sebaliknya semangat, tidak bergairah, egois/tidak toleran, dan gersang.
5. Uang dengan pelbagai sumber, pemakaian, dan masalahnya.
6. Sarana atau fasilitas seperti bangku, meja , papan tulis, lemari, rak, peti besi, gedung, pertanian
sekolah, peternakan sekolah,koperasi, sanggar seni dan sebagainya.
7. Prasarana yaitu halaman, kebun, sanitasi, tumbuhan pelindung/penghijauan, tempat parkir,
tempat apel, tanah lapang, jalan dan sebagainya.
8. Informasi pendidikan, yaitu yang menyangkut pelbagai informasi/data/fakta tentang
pendidikan.
Analisis Alat dan Metode Tunggal
Sesudah data tentang sumber-sumber pendidikan dan data lainnya yang berkaitan dengan
tugas-tugas yang direncanakan terkumpul, maka tinggal memilih dan menyusun data itu agar
merupakan alat atau metode untuk menyelesaikan tugas-tugas. Masing-masing tugas punya
alatnya sendiri-sendiri dan metode sendiri-sendiri pula. Oleh karena alat itu terbatas, maka ia
perlu dialokasi dengan baik agar semua tugas dapat bagian yang profesional menurut
kebutuhannya.
Secara ideal setiap tugas ditentukan alat dan metodenya sendiri-sendiri. Namun secara
praktek tugas-tugas yang mirip disatukan dan ditentukan alat serta metodenya yang sama. Dalam
contoh pada halaman yang lampau tentang tugas melaksanakan layanan kepada warga sekolah
dan layanan kepada warga masyarakat misalnya dapat ditentukan alat dan metode yang sama,
selama jasa yang dilayankan sama. Layanan keharmonisan keluarga guru misalnya alat dan
metodenya relatif sama dengan layanan keharmonisan keluarga petani, tukang batu, pegawai
kotamadya dan sebagainya. Tetapi jelas berbeda metode dan alatnya dengan layanan hukum,
layanan arsitektur, layanan elektronik dan sebagainya.
Dalam menentukan alat dan metode ini untuk setiap tugas perlu diperhatikan syarat-syarat
yang sudah ditentukan yang sudah diuraikan pada halaman yang lampau. Syarat-syarat tersebut
yaitu apa/siapa obyek yang ditangani, kapan dan dimana dilaksanakan, keahlian apa yang
dibutuhkan olek pelaksana. Tugas melaksanakan latihan keterampilan membuat wayang kulit
misalnya, obyeknya ialah siswa yang melaksanakan latihan membuat wayang kulit yang baik
sehingga laku dijual. Bentuk kegiatannya berlatih dan melatih secara berulang-ulang dalam segala
aspek pekerjaan membuat wayang, mulai dari menggambar, menatah/mengukir, mewarnai,
sampai dengan mengisi tangkainya. Standar performannya ialah dapat membuat wayang
minimum 10 jenis dalam bentuknya yang tepat dan artistic. Pekerjaan itu dilkasanakan di sekolah
pada setiap hari sabtu misalnya. Keahlian yang dibutuhkan oleh orang/guru yang melatih ialah
ahli dalam membuat wayang kulit.
Deskripsi tentang alat dan metode yang sudah ditentukan untuk setiap tugas perlu diberi
nomor agar mudah dikenal. Kode nomor ini harus sama dengan kode nomor yang dipakai pada
analisa misi, analisa fungsi, dan analisa tugas (lihat bagan 21) sehingga mudah dipasangkan.
Manfaat pemberian kode nomor baik pada analisa misi, fungsi, tugas maupun pada analisa alat
dan metode adalah agar mudah dipelajari kembali oleh para perencana berikutnya bila mereka
43
akan merencanakan hal-hal yang sama atau yang mirip. Mereka dapat mempelajari konsep
perencanaan ini yang sudah berbentuk dokumentasi.
Apa yang diuraikan di atas adalah merupakan analisa alat dan metode yang bersifat
tunggal. Yaitu menentukan alat dan metode yang hanya satu kali ialah sesudah tugas-tugas itu
diketemukan secara jelas. Jadi setiap tugas diikuti oleh alat dan metodenya, bila alat dan metode
ini untuk masing-masing tugas sudah dipandang benar, maka tinggal diimplementasikan.
Sementara itu perlu pula diidentifikasi kemungkinan-kemungkinan rintangan yng
dikemukan dalam perjalanan. Baik pada waktu mengimplementasi maupun pada waktu
mengaplikasikan hasil perencanaan dalam skala yang lebih luas. Banyak macam rintangan yang
mungkin menghadang seperti nilai uang merosot, dana dipotong, melihat hasil yang tidak jelas
tampak guru-guru mulai bosan, sikap masyarakat mulai acuh, sumber-sumber pendidikan sudah
menipis sementara tambahan yang baru tidak ada dan sebagainya.
Garis titik-titik pada bagan di atas menunjukkan adanya hubungan antara satu kegiatan
dengan kegiatan lainnya yaitu tugas dengan tugas, identifikasi pelbagai alat dan metode dengan
hal yang sama pada tugas lain, begitu pula halnya dengan alat dan metode beserta dengan
kemungkinan rintangannya dengan hal yang sama pada tugas lain. Hubungan-hubungan seperti
ini sudah diadakan sejak analisa fungsi. Maksudnya adalah agar fungsi-fungsi itu tidak terlepas
satu dengan yang lain. Sebab semua fungsi fungsi sesungguhnya bertujuan mewujudkan misi,
maka sudah jelas ada kaitannya satu dengan yang lainnya. Begitu pula halnya dengan hasil-hasil
analisa fungsi sampai dengan tugas pada setiap jenjang perlu dikaitkan agar arahnya juga
kovergen terhadap fungsinya masing-masing.
dst.
dst.
Analisis Tk.1
dst.
dst.
Analisis Tk 2
dst. dst.
dst.
Analisis tugas
sama
Analisis alat & metode
horizontal
Bagan 23: Analisis alat dan metode secara parallel
45
Bila pada pemikiran awal perencanaan operasional itu terjadi ketidak cocokan antara misi
dengan alat dan metodenya, maka pemecahannya harus dicari lebih dahulu sebelum dianalisis
misi diteruskan. Misalnya suatu sekolah tidak menemukan metode dan alat untuk
mengembangkan afeksi para siswa dan tidak ada guru yang merasa mampu menangani hal itu,
maka masalah ini harus dipecahkan dahulu. Tidak ada gunanya meneruskan perencanaan yang
tidak mungkin bisa diselesaikan. Mungkin perencana partisipatori ini berkonsultasi terlebih
dahulu kepada para ahli perencana di tingkat pusat, atau pada ahli perencana di suatu perguruan
tinggi, atau belajar dari ahli kurikulum tentang cara-cara mengembangkan afeksi. Sesudah mereka
memahami dan menemukan metode beserta alat-alatnya, maka barulah perencanaan diteruskan.
Berarti misi sudah dipasangkan dengan alat dan metodenya. Dan analisis misi bisa dimulai.
Sesudah analisis misi menghasilkan fungsi-fungsi, maka setiap fungsi juga dicarikan alat
dan metodenya yang cocok. Sama halnya dengan pada misi, bila ada fungsi yang sukar dicari alat
dan metodenya hal itu perlu dibahas terlebih dahulu dicari pemecahannya, berkonsultasi bila
diperlukan, atau belajar dari ahli tertentu. Sesudah jelas tentang cara mengatasi kesulitan itu
barulah analisis diteruskan. Perlu diketahui bahwa uraian/deskrepsi atau isi alat dan metode pada
setiap fungsi sudah lebih mendetail dari pada isi alat dan metode pada misi.
Menentukan alat dan metode pada hasil-hasil analisis tingkat satu juga sama caranya
dengan menentukan alat dan metode pada fungsi dan misi. Artinya bila perencana menemui
kesulitan dalam mencari alat, menentukan metode, atau belum paham betul akan makna obyek
yang relevan. Begitu pula dalam menentukan alat dan metode pada hasil-hasil analisis berikutnya.
Perlu diingat bahwa semakin mendetail hasil-hasil analisis itu semankin mendetail pula analisis
alat dan metodenya. Sehingga bila suatu ketika analisis sudah sampai pada analisis tugas, maka
analisis alat dan metode pada tahap ini sudah spesifik, sama sepesifiknya dengan tugas itu sendiri.
Pada bagan 23 dapat dilihat bahwa alat dan metode yang dibawah selalu bersumber dari
alat dan metode di atasnya seperti ditunjukkan oleh anak panah. Tidak mungkin suatu alat dan
metode berasal dari luar yang dicari sendiri oleh perencana, hal itu tidak mungkin dilakukan,
sebab dapat membuat pekerjaan kacau tidak secara sistem. Di samping itu pekerjaan
mengumpulkan data/informasi tentang pelbagai alat dan metode yang telah dilakukan satu kali
kemudian dianalisis sehingga ia dapat dibagi-bagikan secara proposional sesuai dengan keperluan
pada setiap hasil tingkat analisis. Dan kemudian dianalisis kembali sehingga semua tugas dapat
bagian alat dan metode yang tepat. Inilah yang dimaksudkan dengan kata analisis pada analisis
alat dan metode. Pada bagian itu tampak pula bahwa pada setiap hasil tingkat analisis alat dan
metode ada anak panah menuju ke hasil-hasil analisis obyek yang ditangani. Ini berarti setiap
hasil tingkat analisis alat dan metode selalu dicocokkan dengan obyek yang ditangani, termasuk
pada setiap tugas yang harus dikerjakan. Tanda anak panah yang berupa titik-titik dari atas
maupun dari samping paling bawah menunjukkan bahwa hasil analisis alat dan metode secara
vertical itu harus sama dengan hasil analisis alat dan metode secara horizontal.
Dari uraian diatas dapatlah dipahami mengapa analisis alat dan metode secara parallel ini
sekaligus merupakan studi fisibilitas. Mengapa demikian? Karena sejak awal suatu program selalu
dicocokkan dengan alat dan metodenya yang mungkin dapat menyelesaikan program tersebut.
Baik dalam program umum, atau misi, program pada fungsi, pada bagian fungsi, maupun program
tugas. Kemungkinan kecil sekali suatu program itu sudah dirintis sejak awal sampai program
terkecil selesai. Inilah keuntungan perencanaan yang memakai analisa alat dan metode yang
bersifat parallel terutama yang vertical. Tetapi analisis seperti ini lebih banyak memakan waktu
dan pikiran sebab perencanaan harus bekerja ganda. Karena itu untuk para perencana yang baru
sebaiknya memakai analisis alat dan metode yang tunggal dahulu. Kemudian kalau pengetahuan
tentang perencanaan sudah lebih meningkat barulah memakai analisis alat dan metode yang
parallel.
Pembentukan Alternatif-alternatif Pemecahan Tugas
Bila analisa alat dan metode sudah sampai tingkat penyelesaian tugas-tugas tata usaha
menyelesaikan program pada tingkat tugas, maka gilirannya untuk membentuk alternatif-alternatif
pemecahan masing-masing tugas.
46
Mengapa pemecahan tugas itu perlu dibuatkan alternatif-alternatif? hal ini disebabkan
Pertama: karena sumber-sumber pendidikan pada umumnya terbatas, sehingga tidak mungkin
membuat alat dan metode yang ideal untuk beberapa tugas-tugas lain diberi alat dan metode
seadanya. Sebab itu alat dan metode diusahakan agar terpakai secara merata dan dikombinasikan
menurut keperluan masing-masing tugas.
Kedua, metode-metode itu banyak ragamnya dalam masing-masing menggunakan alat
yang berbeda pula. Maka dicarikan beberapa metode untuk setiap tugas yang mungkin dapat
menyelesaikan tugas tesebut dengan baik.
Dan ketiga, sebagai alasan yang paling penting ialah dengan memberikan pelbagai
kombinasi alat dan metode untuk setiap tugas, maka para perencana dengan perhitungan tertentu
mempunyai peluang untuk memilih salah satu dari kombinasi itu sebagai alternatif terbaik. Ini
berarti pemilihan alat dan metode untuk memecahkan suatu tugas sudah lebih dari satu kali.
Sudah tentu cara pemilihan seperti ini akan memberikan kemungkinan hasil yang lebih baik dari
pada pemilihan alat dan metode yang dilakukan satu kali saja (tanpa ada alternatif).
Banyak alternatif untuk setiap tugas tidak selalu sama. Ada tugas yang memakai alternatif
pemecahan empat, ada yang tiga, dan ada pula yang dua. Yang perlu dihindarkan adalah jangan
membuat alternatif yang banyak ini cenderung keluar dari hasil berpikir yang tidak cermat. Begitu
pula hindari membuat alat dan metode pemecahan hanya satu sebagai cara yang tunggal. Pada
umumnya setiap tugas dibuatkan alternaitf pemechannya sebanyak tiga buah.
Alternatif-alternatif pemecahan untuk tugas pertunjukan kesenian keliling (drama)
misalnya dalam usaha meningkatkan kesejahteraan guru-guru pada contoh permulaan bab ini,
dapat dibuat seperti pada bagan 24.
Informasi yang diperlukan pada setiap penentuan alat dan metode (alternatif) ialah (1)
efektifitas, (2) keuntungan, (3) kelemahan, (4) persyaratan waktu, (5) sumber pendidikan yang
tersedia, (6) sumber pendidikan yang diperlukan, (7) persyaratan personalia, (8) fasilitas yang
diperlukan, dan (9) biaya. Pada ketiga alternatif di atas informasi-informasi seperti itu sudah
tercakup di dalamnya. Di antara ketiga alternatif pemecahan itu ternyata alternatif kedua yang
paling efektif, sebab di samping ia akan dapat mendatangkan dana, ia juga dapat membantu
memajukan kerjasama antara sekolah dengan masyarakat setempat. Sedangkan pada alternatif
pertama dan ketiga kerjasama seperti itu tidak tampak.
Sementara itu bila ditinjau dari segi biaya, ternyata alternatif kedua justru membutuhkan
biaya paling besar sebab ia harus memberi honor para pelatih (seniman) dari masyarakat dan
membelikan perlengkapan untuk bermain. Sedangkan alternatif pertama hampir tidak
membutuhkan biaya alternaif ketiga hanya memerlukan honor untuk para seniman yang melatih.
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3
- Dimainkan oleh anak - Dimainkan oleh para - Dimainkan oleh anak-
pelajar pelajar & anak putus anak putus sekolah
sekolah
- Berlatih di sekolah - Berlatih dibalai desa - Berlatih dirumah pen-
duduk bergantian
- Dilatih oleh guru tari - Dilatih oleh guru tari & - Dilatih oleh warga desa
warga desa
- Latihan tiap hari ming- - Latihan tiap hari sabtu - Latihan 2 kali seminggu
gu & minggu
47
Atas dasar analisis tersebut alternatif mana yang dipandang paling baik untuk diambil dan
dilaksanakan? McAshan mengemukakana suatu cara untuk menyeleksi sumber-sumber
(alternatif-alternatif) sebagai berikut:
1. Pertama-tama alternatif itu harus dirank berdasarkan efektifitasnya.
2. Kemudian dirank kembali atas dasar efisiensinya terutama bila ranking efektifitasnya sama.
Effiseinsi disini ditinjau dari segi biaya, waktu, dan biaya personalia.
3. Putuskan pilih alternatif yang terbaik.
4. Lakukan analisis konteks untuk mengetahui kemungkinan halangan-halangan yang dapat
terjadi dalam pelaksanaan, baik halangan yang berasal dari dalam organisasi maupun dari luar
organisasi.
5. Laporkan kepada ketua perencana dan manajer organisasi.
Bila cara menyeleksi alternatif diatas diterapkan pada alternatif pada bagan 24 itu, ternyata
alternatif kedua yang terpilih sebagai alternatif pemecahan yang terbaik sebab ia paling efektif,
walaupun ia paling efisien. Selama perbedaan efisiensi antara ketiga alternatif itu tidak menyolok,
maka keputusan tetap jatuh pada alternatif kedua. Tetapi kalau biaya alternatif kedua terlalu tinggi
dibandingkan dengan biaya kedua alternatif lainnya, maka perlu pertimbangan lebih lanjut
sebelum keputusan diambil. Dalam hal ini dapat saja bagian-bagian alternatif-alternatif itu
direvisi.
Berbicara tentang efisiensi alternatif, berarti berbicara tentang analisa biaya (cost analisis).
Analisa macam ini memang selalu dperlukan pada setiap perbuatan dan pengambilan keputusan
alternatif. Maksudnya agar dana yang tersedia dapat diukur sebaik mungkin dengan prinsip
mengeluarkan biaya yang kecil tetapi mencapai efektifitas yang besar. Namun tidak benar kalau
mengutamakan efisiensi dan menomor duakan efektifitas. Sebaliknya juga tidak dibenarkan hanya
mengutamakan efektifitas mengabaikan effisiensi. Jadi kedua-duanya, efektifitas dan efisiensi,
perlu diperhatikan. Dengan catatan bila sukar mengambil keputusan, maka efisiensi yang
dikalahkan.
IMPLEMENTASI
Bila pemilihan alternatif pemecahan sudah selesai untuk setiap tugas, maka kini konsep
perencanaan itu telah siap diemplementasi. Implementasi atau uji coba artinya adalah suatu usaha
untuk mencoba konsep tersebut. Karena masih dalam taraf percobaan maka wilayah tempat
mencoba itu tidak boleh luas. Mengingat konsep perencanaan itu tidak mesti satu kali dicoba
langsung berhasil. Mungkin saja sesudah dua atau tiga kali revisi dan dicoba barulah konsep
perencanaan itu berhasil. Dalam keadaan seperti itu sekolah yang dipaki percobaan akan
mengalami gangguan sedikit. Itulah sebabnya mengapa tempat inplementasi itu tidak boleh luas,
dua tiga sekolah saja sudah dipandang cukup.
Sebelum melakukan implementasi perlu mengadakan persiapkan terlebih dahulu.
Persiapkan itu dikenal dengan nama action planning yang menyiapkan hal-hal berikut:
1. Menentukan kunci konsep implementasi seperti obyek, metode, alat pelaksana dan sebagainya.
2. Mengantisipasi kemungkinan hal-hal yang negative atau positif akan terjadi.
3. Memprediksi hasil dan efek bagi semua pihak.
4. Mempertimbangkan kemungkinan perubahan-perubahan biaya dan waktu, dan
kemungkinan ada sumber biaya baru.
5. Menyiapkan tahap-tahap kegiatan pada setiap tugas.
6. Menyiapkan perbekalan.
7. Menyiapkan transportasi dan sebagainya.
Lama implementasi bergantung kepada obyek yang direncanakan kalau perencanaan
memperbaiki mutu tim bola basket misalnya implementasi tiga sampai enam bulan sudah cukup.
Namun demikian implementasi perencanaan pendidikan pada umumnya dilakukan selama satu
tahun. Dan jarang sekali suatu perencanaan pendidikan satu kali implementasi langsung berhasil
seperti telah dikatakan diatas. Pada umumnya memakan waktu beberapa tahun memberi hasil
yang memadai.
48
Kebutuhan
Tujuan
Menspesifikasi reviu
tujuan
Mengimplementasi
49
BAB V
PERENCANAAN BUDGET
Setiap organisasi membutuhkan dana untuk membiayai kegiatanya. Organisasi pendidikan
mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi mengadakan perencanaan budget
secara berkala. Di Indonesia perencanaan budget dilakukan satu tahun sekali yaitu sebelum tahun
anggaran dimulai ialah awal bulan april sebagai kegiatannya. Kegiatan pendidikan baik yang baru
direncanakan maupun yang rutin menggunakan dana yang dialokasikan lewat perencanaan budget
di atas.
BUDGET RUTIN DAN BUDGET PEMBANGUNAN
Perencanaan budget rutin tidak sejelas perencanaan budget pembagunan, pengalokasian
biaya pembangunan lebih ekplesit dari pada pengalokasian rutin itu hampir sama dari waktu
kewaktu, tidak banyak variasi, sehingga pengaturan biaya juga tidak banyak variasi.sebaliknya
kegiatan pembangunan yang disebut proyek banyak sekali ragamnya, dan ragam itu bisa berganti
dari waktu kewaktu.
Kegiatan rutin pendidikan dimulai pada tahun ajaran/akademi yang baru sedangkan
kegiatan proyek pada umumnya dimulai pada awal tahun anggaran yaitu pada saat perencanaan
budget mulai diberlakukan. Kenaikan pangkat pegawai juga ditentukan pada awal april atau
oktober, peningkatan pemotongan anggaran rutin juga diumumkannya pada awal april dan lain-
lainnya. Ini menunjukkan alokasi biaya untuk kegiatan rutin juga diatur, walaupun tidak seekplisit
alokasi pada biaya proyek.
Dan ketiga, struktur dan prosedur kegitan proyek belum semantap strutur pada prosedur
kegiatan rutin. Hal ini menuntut perencanaan budget pada kegiatan proyek perlu dibuat lebih
eksplisit dari pada perencanaan budget pada kegiatan rutin, sebab perencanaan budget ini
sekaligus akan menjadi pedoman bagi pelaksana proyek maupun bagi pemeriksa proyek. Ada
sembilan kategori pembelanjaan dalam organisasi pendidikan baik untuk kegiatan rutin maupun
untuk kegiatan pembangunan . kesembilan pembelanjaan tersebut ialah sebagai berikut: (1) dana
cadangan untuk keperluan-keperluan khusus, misalnya dana sosial, untuk menerima tamu, untuk
membayar hutang dan sebagainya, (2) dana untuk membeli barang-barang termasuk gaji dan
kesejahteraan para personalia, (3) belanja untuk melaksanakan tugas-tugas oleh para petugas
pendidikan seperti barang-barang habis pakai pada waktu mengajar, (4) belanja untuk keperluan
berbagai macam layanan, komunikasi dan sebagainya, (5) belanja untuk fasilitas, seperti air,
lampu, sanitasi, pertanian sekolah, sanggar seni, dan sebagainya, (6) belanja untuk program,
misalnya program bimbingan & konseling membutuhkan psikiater dari lembaga lain, dosen
membutuhkan dosen tamu dari lembaga lain, program karya wisata dan sebagainya, (7) pajak
tahunan, (8) belanja untuk keperluan kelembagaan seperti perbaikan dan pengembangan
kurikulum, dan (9) dana untuk proyektor-proyektor seperti kontrak-kontrak dengan orang luar,
membeli alat konstruktruksinya dan sebagainya.
Dana harus dialokasikan menurut kesembilan keperluan secara adil. Yang dimaksud
secara adil disini bukanlah pembagian merata persis sama besar dana yang diterima oleh masing-
masing kategori itu, melainkan adil sesuai dengan kebutuhan fasilitas keperluan berbagai fungsi
Rp. 500.000,- sedangkan keperluan fasilitas Rp. 800.000,- kemudian dana yang dialokasikan
seperti Rp. 400.000,- dan Rp. 640.000,- maka pengalokasian seperti ini sudah dapat disebut
merata dan adil. Agar pengaturan itu bisa adil dan merata dibutuhkan data yang akurat sebelum
perencanaan budget dimulai. Data itu adalah segala informasi yang berhubungan dengan
program-program yang akan dikerjakan oleh organisasi. Data ini juga mencakup orang-
orang/personalia yang terlibat di dalamnya, biaya yang dibutuhkan oleh setiap kegiatan dan
tingkat efektifitas kerja organisasi/sistem yang diinginkan. Informasi biaya yang dibutuhkan atau
harga-harga pasar tentang kegiatan itu yang dapat dikumpulkan dan tingkat efektifitas sistem yang
diinginkan mungkin tidak dapat dijangkau oleh dana yang tersedia. Tetapi dengan gambaran ini
para perencana budget paling sedikit dapat mengalokasikan budgetnya dengan merata dan adil
seperti tersebut diatas atau menurunkan sedikit tingkat efektifitas sistem tersebut.
50
Komponen-komponen yang perlu diperhatikan dalam proses pembuatan budget adalah
sebagai berikut.
1. Aspek struktur. Dimulai dengan mengidentifikasi kelompok-kelompok program, elemen-
elemen program, untuk mendapatkan tujuan yang spesifik.
2. Aspek analisis. Sesudah mengenal struktur program baik melalui analisis sistem, maupun
melalui kategori-kategori kegiatan seperti diceriterakan diatas, kemudian mengalokasikan
biaya menurut fungsi, sub fungsi, dan tugas atau menurut jenis-jenis kegiatan dalam kategori
kegiatan, maka dilakukan analisis biaya. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat efektifitas
biaya-biaya pada setiap tugas melalui alternatif-alternatif yang disediakan untuk menyelesaikan
tugas tersebut (baca Bab IV).
3. Aspek kontrol. Perencanaan budget pada umumnya sekaligus dapat dipakai pegangan oleh para
pelaksana pendidikan dalam melakukan tugasnya menggunakan uang dan juga sebagai alat
bagi atasan untuk mengotrol pekerjaan/penggunaan dana oleh para bawahan.
4. Aspek data dan informasi. Segala data dan informasi yang bertalian dengan program yang
dibiayai baik sebelum, selama program pelaksanaan atau implementasi, maupun data tentang
kecenderungan-kecenderungan sesudahnya perlu diperhatikan oleh para perencana budget.
Bila pembuatan program budget atau perencanaan budget ini sudah selesai dikerjakan atas
dasar pertimbangan keempat komponen tersebut diatas, maka ia akan menjadi satu dokumen yang
disebut dokumen perencanaan budget.
Dengan demikian akan ada tiga macam dokumen pada setiap perencanaan pendidikan,
atau proyek, atau kegiatan pendidikan. Dokumen-dokumen itu adalah :
1. Perencanaan budget, yaitu alokasi budget untuk seluruh kegiatan. Dalam perencanaan sistem
ialah alokasi budget untuk setiap tugas, sebab program sudah diuraikan menjadi tugas-tugas.
2. Memorandum, ialah yang menyangkut issue-issue yang berkaitan dengan pemilihan alternatif.
Setiap pemilihan alternatif selalu mengandung resiko untung dan rugi dan issue-issue lainnya.
Memorandum ini merupakan catatan bagi ara pelaksana pendidikan dan para perencana untuk
siap siaga menghadapi bila resiko dan issue-isue itu menjadi kenyataan. Termasuk resiko
dalam bidang keuangan.
3. Laporan studi kasus, yaitu yang brkaitan dengan issue-issue yang penting yang perlu diteliti
lebih lanjut untuk mendapatkan data/informasi yang lebih mendalam tentang issue tersebut,
termasuk latar belakangnya. Dengan data yang relatif lengkap ini diharapkan suatu
rekomendasi terhadap issue tersebut dapat dibuat.
Budget dalam Perencanaan Pendidikan
Perencanaan budget dalam perencanaan operasional baru mulai ketika misi atau program
telah selesai dibuat dan perencanaan operasional mulai dikerjakan. Tetapi ada juga yang
menyatakan pembuatan budget itu setelah analisa sistem selesai, yaitu saat dimulai menentukan
metode dan alat. Kedua pendapat ini mempunyai dasar berpikir sendiri-sendiri.
Dasar berpikir pendapat yang kedua adalah melakukan analisa alat dan metode secara
tunggal, yaitu alat dan metode itu baru ditentukan setelah tugas-tugas yang akan dikerjakan jelas
semuanya (baca bab IV tentang analisis alat dan metode). Pada waktu pembentukan misi/program
dan menganalisis para perencana tidak perlu menghiraukan masalah biaya. Pikiran mereka
terkonsentrasi kepada perencanaan strategi dan analisis program saja. Sesudah analisis program
selesai barulah mereka memikirkan tentang biaya dan mengalokasikannya bersamaan dengan
memikirkan alternatif-alternatif pemecahan tugas.
Cara berpikir diatas dapat diterima di Negara-negara yang sudah kaya. Sebab apapun yang
direncanakan dan beberapapun biayanya mereka sanggup menanggungnya. Tetapi di Negara-
negara berkembang seperti Indonesia dananya sangat terbatas. Sehingga seringkali tejadi
perencanaan pendidikan dibuat atas dasar dana yang tersedia. Dengan kata lain biaya lebih dulu
dipikirkan sesudah itu baru perencanaanya.
Namun cara berpikir ini tidak dapat dibenarkan seluruhnya. Seolah-olah hidup mati dan
maju mundur suatu pendidikan bergantung pada dana yang ada. Tanpa memperhatikan dana,
pendidikan hendaknya tetap memajukan diri, mengantisipasi perubahan lingkungan/ masyarakat
51
agar ia tetap dalam menjalankan fungsinya sebagai pusat pembaruan dan mercu penerang bagi
lingkunganya (baca bab I). kalau pendidikan merasa perlu mengadakan perubahan ia akan
merencanakan sesuatu. Agar rencananya ini realities, maka sebelum jauh maju kedepan ia perlu
melihat dulu dana yang tersedia. Inilah dasar berpikir pendapat yang pertama di atas. Buku ini
memakai dasar berpikir seperti ini. Itulah sebabnya bagan 26 disesuaikan dengan dasar berpikir
ini.
Manajemen
pendidikan Efektivitas
(CE)
Alokasi budget
Keuntungan
(CB)
Data/ Perencana Memorandum
Masyarakat sumber an budget
dana Manfaat
(CU)
B.
Sumber dana Penerimaan Dipakai Sisa No. Kode
pemakai
1. Pemerintah Pusat 10.000.000,- 9.000.000,- 1.000.000,- 1.0
2. Pemerintah Daerah 2.000.000,- 1.950.000,- ------ 2.0
4.0
3. BP3 1.000.000,- 1.000.000,- 50.000,- 5.0
3.0
Bagan 27 : Contoh Simulasi Line Item Budget untuk perencanaan
Peningkatan kesejahteraan guru-guru (Cunningham dengan penyesuaian)
Cara menentukan besar budget pada perencanaan budget ini berdasarkan kepada besar
budget pada tahun yang lalu dengan peningkatan dan penurunannya sesuai dengan kecenderungan
yang terjadi. Dengan catatan dana yang dibutuhkan tersedia dan tidak terjadi perubahan program.
Bila dana tidak mencukupi dan ada program-program yang diubah sudah tentu prinsip
kecenderungan ini tidak sepenuhnya terpakai. Prinsip ini akan dilengkapi dengan prioritas
program bagi program yang lebih diperlukan dan disesuaikan pula dengan perubahan program
tersebut.
Perencanaan Line Item Budget ini tidak memberikan akuntabilitas, yaitu proses
menjelaskan pemanfaatan dana dalam rangka kontribusinya kepada pencapaian tujuan yang
diinginkan. Dia hanya menjelaskan berapa besar dana yang dipakai membiayai program-program
tertentu. Apakah dana ini dengan alokasinya sudah benar-benar mendukung pelaksanaan setiap
program untuk merealisasi tujuannya secara efektif dan efisien tidak dapat dijelaskan oleh
perencanaan jenis ini.
Oleh sebab itu perencanaan ini dapat menerima serangan. Namun perencanaan jenis ini
masih banyak dipakai, mungkin karena sederhana dan mudah membuatnya. Tetapi ada sebab lain
yang lebih penting, menurut hasil penelitian Line Item Budget ini mendukung perencanaan
strategi yang menggunakan pendekatan tradisional.
53
keuangan yang terintegrasi kedalam semua program yang direncanakan, diimplementasikan, dan
dievaluasi untuk menolong melakukan alokasi sumber pendidikan termasuk pembiayaan.
Cunningham menambahkan bahwa budget ini menunjukkan biaya tiap-tiap programnya
sehingga memberikan tanggung jawab kepada petugas-petugasnya, menghubungkan dengan
sumber-sumber pendidikan yang diperlukan, membuat alternatif-alternatif penyelsaian dengan
biaya yang efektif dan meminimalkan biaya serta memaksimalkan output.
Dengan cara ini perencanaan budget program memberikan pegangan dan tuntutan kerja
yang jelas bagi para petugas pendidikan, sehingga memberi bantuan baginya untuk lebih
meningkatkan tanggung jawabnya dalam menyelesaikan tugas yang dipikulnya. Begitu pula
halnya bagi para pengawas, perencanaan ini merupakan bantuan besar baginya dalam
melaksanakan tugas kontrol.
Faktor-faktor yang ditekankan oleh para perencana yang menggunakan jenis perencanaan
PPBS ini ialah.
1. Berorentasi kepada output atau efektifitas. Usaha utama penyusunan budget terarah kepada
pencapaian tujuan program. Dana dialokasikan sedemikian rupa dengan memperhitungkan
hubungannya dengan sumber-sumber yang lain yang secara bersama menyelesaikan tugas
secara efektif. Sebagai contoh misalnya suatu fakultas mendapat dana Rp. 10.000.000,- untuk
mengembangkan diri. Pemanfaatan dana ini tidak dapat dilakukan dengan menyeluruh ketiap-
tiap ketua jurusan. Sehingga biaya tersebut dperuntukkan prioritas perkembangannya satu
jurusan tertentu yang lebih efektif untuk mencapai tujuan tertentu.
2. Dana dialokasikan kepada setiap program yang akan dikerjakan yang telah disusun secara
analisis dan sistematis.
3. Pembiayaan bersifat integrasi. Unsur pembiayaan masuk kedalam analisis sistem menjadi satu
dengan analisis program dan analisis alat dan metode. Analisis program, analisis alat dan
metode, dan analisis budget menjadi satu tenunan membentuk suatu lembaran kerja yang rapi
dan indah. Dalam proses ketiganya berjalan bersama saling memberi informasi, saling
mengingatkan dalam rangka menuju pembentukan dokumentasi konsep perencanaan
pendidikan.
4. Alokasi dana diatur/disusun atas dasar realita.
5. Pengalokasian dana dibuat sedemikian rupa sehingga dana dapat dimanfaatkan secara efisien.
Berdasrkan kebutuhan nyata, prioritas dan dengan menggabungkan kegiatan-kegiatan yang
mirip menjadi kegiatan kelompok yang dikerjakan bersama dengan alat dan metode yang sama.
Kalau diperhatikan uraian bab III tentang perencanaan strategi, tampak jelas bahwa
perencanaan pendidikan itu pada umumnya untuk jangka panjang karena perencanaan strategi
selalu berorentasi kepada jangka waktu yang lama atau bahkan untuk selama-lamanya bila konsep
tetap diterima oleh dunia pendidikan. Ia menjadi berjangka pendek bila dioperasionalkan. Begitu
pula halnya dengan perencanaan budget yang telah dikatakan berintegrasi dengan perencanaan
program.
Jadi perencanaan budget jenis PPBS ini juga memiliki jangka panjang, menengah, dan
pendek. Namun demikian, walaupun perencanaan PPBS bersifat panjang dan menengah, ia juga
direncanakan kembali setiap tahun sejalan dengan pengoperasionalisasian perencanaan strategi
pada perencanaan program. Perencanaan budget jangka pendek ini selalu memanfaatkan
data/informasi budget tahun yang lampau baik dari segi konsep maupun dari segi prakteknya di
lapangan. Sehingga perencanaan budget itu tampak tidak putus-putus dari tahun-tahun, tidak
berdiri sendiri-sendiri, melainkan sebagai suatu mata rantai yang bersambungan satu dengan yang
lain. Rencana budget tahun sekarang mengambil pelajaran dari tahun yang lampu, nenyesuaikan
diri dengan dana yang ada, dan mengatisipasi masa yang akan datang. Begitu pula halnya dengan
perencanaan-perencanaan budget sebelumnya dan sesudahnya. Hal ini disebut perencanaan
budget bergulir. Bila digambarkan adalah sbb:
54
6
5
4
3
2
Tahun 1
Bagan 28 : Perencanaan budget bergulir dari tahun ketahun
Metode perencanaan budget ada bersifat langsung dan ada pula yang tidak langsung.
Bersifat langsung adalah kalau budget itu dibuat sendiri oleh para perencana pendidikan. Dan
tidak langsung kalau budget itu dibuat oleh orang/panitia lain. Perencanaan pusat umumnya sudah
dilengkapi dengan perencanaan budgetnya, jadi bersifat langsung. Sebaliknya perencanaan yang
dibuat oleh daerah atau lembaga setempat, sering kali perencanaan budgetnya dibuat pemerintah
pusat, sehingga perencanaan budget itu bersifat tidak langsung.
Metode perencanaan budget yang langsung mengharuskan para ahli perencanaan PPBS
dari pemerintah pusat membina para perencana lokal atau lembaga agar dapat merencanakan
budget sendiri bagi perencanaan-perencanaan pendidikan yang dibuatnya. Hal ini mungkin dapat
melelahkan orang-orang pusat, tetapi dapat menularkan kemampuannya kepada orang-orang lokal
sehingga mereka mampu merencanakan PPBS sendiri didaerahnya masing-masing. Sehingga
suatu saat para ahli perencanaan budget pada pemerintah pusat hanya bertindak sebagai
konsultan/pengawas saja bagi perencanaan budget di daerah-daerah/lembaga-lembaga pendidikan.
Perencanaan pendidikan partisipatori menginginkan pembuatan budget bersifat langsung,
yaitu dibuat oleh para perencana itu sendiri. Karena perencanaan partisipatori adalah melibatkan
wakil-wakil segala pihak yang menaruh perhatian kepada pendidikan didaerahnya sendiri. Bila
mereka diberi kesempatan untuk ikut mengatur dana mereka sendiri, sudah tentu dapat
meningkatkan keyakinan akan berhasil, semangat kerja, komitmen dan perjuangan mereka dalam
mewujudkan misi perencanaan. Metode perencanaan PPBS yang tidak langsung yang dilakukan
panitia pusat untuk kepentingan perencanaan-perencanaan daerah, ada kalanya kurang tepat
mengenai sasarannya. PPBS sudah menyebar kebeberapa Negara didunia, namun hasil penelitian
tidak memberikan kepuasan kepada jenis perencanaan budget ini. PPS pada masa sekarang
hanyalah suatu proses perencanaan budget sebaik metode berpikir saja. Dia hanya baik secara
konsep, namun secara realita tidak jelas menunjukkan kebaikannya.
ZBB (Zero-Base-Budgeting)
Akibat ketidak berhasilan PBBS maka munculah konsep baru perencanaan budget yang
disebut ZBB yang dipelopori Peter Pyhrr Pada tahun 1970. perbedaan adalah dalam penentuan
waktu berlakunya perencanaan budget dan dalam pemberian tambahan budget. Kalau PPS waktu
pembiayaan bisa lebih satu tahun, beberapa tahun, bahkan dapat dalam waktu yang panjang, maka
dalam ZBB hanya untuk satu masa tahun anggaran. Ini berarti menurut konsep ZBB budget untuk
tahun berikutnya adalah nol. Dengan kata lain setiap tahun anggaran dimulai selalu menentukan
anggaran belanja yang baru, walaupun untuk meneruskan program atau kegiatan pendidikan yang
sama dengan tahun lalu. Pada setiap memulai budget baru, pertama kali ditentukan biaya
minimum untuk setiap program yang dikatakan sebagai biaya dasar. Kemudian setiap biaya dasar
diberi biaya tambahannya yang disebut incremen. Masing-masing biaya dengan incremennya
untuk suatu program direviu dan diberi prioritas. Sesudah itu barulah budget disahkan.
55
Peningkatan mutu
Biaya tambahan
dan kuantitas
Penyelesaian
Biaya dasar
tugas
56
Carpenter dengan kawan-kawan mengemukakan prinsip umum menilai efektifitas sebagai
berikut :
1. Menilai efektifitas adalah berkaitan dengan problem tujuan dan alat memproses input untuk
menjadi output. Tujuan atau out put harus tepat kriteria.
2. Sistem yang dibandingkan harus sama, kecuali alat pemrosesannya. Misalnya tingkat
pendidikan siswa, kemampuan, sosial ekonomi dan sebagainya harus homogen.
3. Mempertimbangkan semua output utama. Dalam pendidikan misalnya yang dikatakan output
utama adalah jumlah siswa yang lulus, kualitas kelulusan, yang dinilai ketika meluluskan
mencakup afeksi, kognisi, dan keterampilan, dan penilaian bersifat kontinu.
4. Korelasi diharapkan bersifat kusalitas. Yaitu korelasi antara alat pemroses dengan output harus
bersifat kausalitas.
Jadi efektifitas pekerjaan mendidik terhadap beberapa kelompok siswa sama/homogen
antara kelompok satu dengan lainnya untuk mencapai tujuan yang sama, bergantung kepada alat
pemrosesnya. Bila lebih tepat mencapai tujuan dengan kelompok yang lainnya, maka pekerjaan
mendidik yang paling tepat mencapai tujuannya adalah yang paling efektif. Maka alat pemroses
inilah yang dipilih. Tetapi bila alat pemroses itu sama efektifitasnya dalam arti sama-sama
memberikan hasil pendidikan yang tepat, maka hendaknya dipilih yang memakan biaya paling
sedikit.
Alteranatif 1 Alternatif 2
Probabilitas menghasilkan tujuan 0,8 0,7
Skor hasil uji coba 9 8,5
Harapan kemanfaatan 0,8 x 9 = 7,2 0,7 x 8,5 = 5,95
Biaya 600 500
Rasio B/M 83,3 84,2
Bagan 31 : Penilaian alternatif atas dasar analisa kemanfaatan biaya
Analisa Kefisibilitasan Biaya
Analisis ini tidak bisa diukur secara kuantitatif, seperti perhitungan diatas. Analisis ini
hanya melihat apakah biaya yang dipakai oleh alternatif itu cukup apa tidak bila dihubungkan
dengan dana yang tersedia. Bila biaya alternatif melebihi dana dan sumber-sumber pndidikan
lainnya, maka rencana itu tidak dapat dilaksanakan, atau alternatif itu tidak fisibel.
Cara Menentukan Biaya
Seperti kita ketahui sebagian besar alat/sumber pendidikan itu tersebar dimana-mana dan
dipakai dimana-mana. Pemakai bisa mendapatkannya dengan cara membeli, menyewa, memberi
honorarium dan sebagainaya itu berubah dari waktu-waktu. Harganya yang sekarang disebut
sebagai harga pasar. Harga pasar inilah yang dipakai dasar untuk menentukan biaya sebagian
besar alat/sumber-sumber pendidikan dalam stiap alternatif penyelesaian tugas. Namun
adakalanya sumber pendidikan yang belum umum terpakai atau unik sukar diketemukan harga
pasarnya. Misalnya bila mendatangkan penduduk asli dari daerah terpencil untuk menceriterakan
adat istiadatnya, cukup sulit menentukan honorariumnya. Bagi kasus ini dipakailah judgement
atau penyesuaian-penyesuaian. Cara ini disebut dengan harga bayangan (shadow prices).
58
BAB VI
AKUNTABILITAS DAN KONTROL
DALAM PERENCANAAN
AKUNTABILITAS
Adalah suatu peningkatan dari rasa tanggung jawab, suatu yang lebih tinggi mutunya dari
suatu tanggung jawab sehingga memuaskan atasan. Bila tanggung jawab merupakan usaha agar
apa yang dibebankan kepada kita bisa diselesaikan sebagaimana mestinya dan dalam waktu yang
tepat pula, maka akuntabilitas harus melebihi dari kewajiban seperti itu. Akuntibilitas berkaitan
dengan perasaan puas semua pihak yang menaruh perhatian kepada pendidikan. Mulai dari pihak
siswa/mahasiswa yang diajar, pihak masyarakat, pihak atasan, sampai dengan pihak yang
memberi biaya pendidikan harus merasakan puas terhadap hasil pekerjaan petugas pendidikan bila
pendidikan ingin mendapat predikat memiliki akuntabilitas. (pengertian ini masih bersifat umum)
Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas ialah kodisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas
performannya menyelesaikan tujuan yang menjadi tanggung jawab. Penjelasan yang lebih
mendetail dijelaskan oleh Elliot yang mengatakan bahwa akuntabilitas adalah (1) cocok atau
sesuai (fittingin) dengan peranan yang diharapkan oleh orang lain dan (2) menjelaskan dan
pertimbangkan kepada orang lain tentang keputusan dan tibndakan yang diambilnya.
Akuntabilitas disini adalah suatu performan yang cocok dan meminta pertimbangan/ penjelasan
kepada orang lain.
Misalnya seorang dosen yang mengajar datang dan pulang tepat pada waktunya, frekuensi
mengajar memenuhi syarat, memakai metode mengajar yang sesuai dengan materi yang diajarkan,
memuaskan para mahasiswa karena pelajarannya dapat mereka pahami dengan baik, dan
melakukan penilaian menurut peraturan yang berlaku. Perilaku dosen ini dalam mengajar adalah
akuntabel, karena perilaku itu cocok dengan harapan warga perguruan tinggi bersangkutan yang
dicerminkan dalam buku pedoman mereka. Untuk mendapatkan akuntabilitas dosen secara utuh
perlu dipriksa pula pergaulannya dengan warga perguruan tinggi tersebut dan dengan masyarakat
lainnya, bagaimana kegiatannya dalam apel bendera dan sebagainya. Apabila perilaku dalam
tugas-tugas itu semua juga memenuhi harapan orang-orang lain, maka barulah ia sebagai dosen
secara utuh dapat disebut memiliki akuntabilitas.
Contoh kedua misalkan tindakan dekan atau kepala sekolah dalam membuat peraturan tata
tertib bagi dosen/guru dalam lembaga pendidikan. Tata tertib disini ialah sebagai pelengkap dari
tata tertib yang sudah diberikan oleh pemerintah pusat yang perlu dibuat sendiri oleh fakultas atau
di lembaga, dimana sebaiknya mengoreksi pekerjaan para mahasiswa/siswa, apakah dosen/guru
harus difakultas/sekolah selama jam-jam kerja atau cukup datang ketika mengajar dan melakukan
kegiatan-kegiatan lainnya saja dan sebagainya. Sebelum tata tertib seperti ini disahkan sepatutnya
dijelaskan dan dimintakan pertimbangan dulu kepada semua dosen/guru sebagai orang yang akan
memakai peraturan itu. Tidak cukup hanya disetujui oleh senat fakultas atau wakil-wakil kepala
sekolah saja.
Artinya akuntabilitas yang pertama diatas disebut sebagai model control, sedangkan arti
yang kedua dikatakan sebagai model dialog atau sebagai contractual assountability dan sebagai
answerbility. Sebagai model control atau model kontrak berarti akuntabilitas mempunyai suatu
ukuran atau kriteria yang relatif eksak. Sebab tanpa ada ukuran tertentu sangat sukar mengontrol
cara bekerja dan hasil pekerjaan orang lain. Para petugas pendidikan melakukan control kepada
atau menerima kontrak dari orang-orang lain dengan kriteria tertentu. Kontrak yang dijalani ini
dikontrol oleh orang lain agar tepat dengan kriteria/aturan yang sudah ditetapkan. Dari
pembahasan tentang pengertian akuntabilitas diperoleh elemen-elemen yang terkandung rasa
puas, model control, model dialog, dan ukuran. Jadi akuntablitas itu sendiri adalah suatu keadaan
performan para petugas pendidikan yang mampu bekerja dan memberikan hasil kerja yang tepat
dengan criteria yang sudah ditentukan bersama sehingga memberikan rasa puas kepada pihak-
pihak yang berkepentingan.
59
Dialog dengan Kriteria Kontrak dan Kepuasan
semua pihak kontrol semua pihak
Bagan 32 : Akuntabilitas
Untuk mewujudkan performan bekerja sesuai dengan akuntabilitas yang dianut, para
petugas pendidikan perlu digembleng dan ditangani secara lebih serius. Untuk maksud itu perlu
diketahui bahwa paling sedikit ada lima bagian atau manifestasi akuntabilitas yaitu:
1. Mengontrak performan. Performan petugas pendidikan dikontrak oleh orang-orang yang
berkepentingan dalam pendidikan. Performan itu sudah ditentukan kriterianya dan sudah
disepakati bersama. Berarti para petugas pendidikan tidak boleh menyimpang dari kriteria
tersebut, berusaha agar performannya selalu tepat dengan kriteria.
2. Memiliki kunci pembentuk arah(turn-keying) ialah biaya dan usaha untuk yang dikontrak.
3. Ada unsur pemeriksaan dari orang-orang bebas yang tidak terlibat dalam kegiatan pendidikan,
yaitu masyarakat, orang tua, termasuk kantor pendidikan propinsi, kabupaten dan kecamatan.
4 Ada jaminan pendidikan. Mutu pendidikan terjamin karena sudah memakai kriteria/ukuran
tertentu.
5. Pemberian insentif. Sebagai imbalan terhadap guru-guru yang berpotensi.
Kelima manifestasi akuntabilitas ini dapat dipandang sebagai prinsip-prinsip akuntabilitas.
Akuntabilitas dalam pendidikan adalah mencakup : (1) program dan manajemen
personalia yang mengarahkan kepada tujuan, (2) penekanan manajemen yang efektif dan efisien,
(3) pengembangan program, personalia, peningkatan hubungan dengan masyarakat, dan kegiatan-
kegiatan manajemen.
Siapakah yang harus melaksanakan akuntabilitas dalam pendidikan dan kepada siapa
akuntabilitas itu ditujukan? Yang melaksanakan (1) guru, (2) administrator, (3) kelompok
minoritas, (4) orang tua siswa, (5) ahli psikometri, dan (6) orang-orang luar lainnya. Sedangkan
akuntabilitas ditujukan menurut ranking sebagai berikut: (1) kemajuan para siswa, (2) pilihan
program para siswa, (3) pemeriksaan oleh masyarakat/kontrol, (4) aktivitas ekstra kulikuler, (5)
penyakit dan kemungkinan sakit siswa, (6) disiplin yang standar dan pakaian siswa, (7) materi
pelajaran, dan (8) metode mengajar.
Siapa yang paling akuntabel dan kepada siapa terutama akuntabilitas itu ditujukan dalam
perencanaan pendidikan? Dalam perencanaan partisipatori yang perencanaan yang menekankan
sifat lokal atau desentralisasi, yang bersifat mikro, dan yang anggotanya terdiri dari beberapa
warga lembaga dan tokoh-tokoh masyarakat/orang tua, akuntabilitas dituntut pada personalia
dengan urutan sbb:(1) Ketua perencana. Adalah orang daerah yaitu kepala sekolah atau dekan, (2)
Manajer/administrator/ketua lembaga, (3) Para anggota perencana, (4) Konsultan dari pemerintah
pusat, dan (5) Para pemberi data. Terdiri dari warga lembaga termasuk siswa/mahasiswa dan para
warga masyarakat/orang tua siswa.
Ketua
Mana jer
perencana
60
Misi
Perenc. Perenc. Perenc. Manajemen
Strategi Operasional budget Personalia
Implementasi Aplikasi
Waktu
Bagan 34 : Jenjang kegiatan yang dituju oleh akuntabilitas dalam
Perencanaan pendidikan partisipatori
Kondisi yang dibutuhkan Akuntabilitas
Akuntabilitas mengimplikasikan paling sedikit tiga kondisi yaitu (1) seseorang
diasumsikan memiliki tingkat tanggung jawab tertentu terhadap pekerjaannya, (2) seseorang harus
akuntabel terhadap orang lain, dan (3) ada penilaian performan untuk mengetahui apakah orang
bersangkutan mencapai sukses/akuntabel apa tidak.
Ada beberapa hasil penelitian yang menunjukkan bentuk akuntabel seseorang terhadap
orang lain adalah : pertama, hampir semua guru cenderung akuntabel kepada kelompok yaitu
administrator/manajer sekolah, kelompok siswa, dan kelompok orang tua. Kedua, banyak guru
melihat diri mereka secara individual akuntabel terhadap para siswanya, ketiga, kesadaran
akuntabilitas secara professional ditunjukkan oleh kecenderungan guru-guru bekerja sama/dapat
dukungan/bantuan teman-teman sejawat, dari pihak bawahan, dan dari pihak atasan(secara
horizontal dan vertical). Keempat, semakin berierarki organisasi sekolah itu, semakin kurang rasa
akuntabilitas guru-guru baik secara individual maupun kolektif terhadap para siswanya. Kelima,
semakin staf pengajar bertanggung jawab secara kolektif terhadap pekerjaan secara keseluruhan,
semakin mereka merasa akuntabel secara kolektif terhadap para siswa. Dan keenam, semakin
kurang rasa akuntabel mereka.
Dari keenam hasil penelitian di atas dapat dikatakan bahwa guru baik secara individual
maupun secara kelompok memiliki akuntabilitas terhadap usaha mengembangkan para siswanya
dan terhadap pekerjaan para guru. Semakin renggang hubungan mereka satu dengan yang lain,
baik secara informal maupun secara hierarki, semakin berkurang akuntablitas mereka. Dengan
kata lain akuntabilitas yang besar terjadi berarti mempunyai rasa persatuan yang kuat, kerjasama,
dan gotong royongan yang tinggi.
Kondisi-kondisi yang dibutuhkan para petugas pendidikan agar mereka memiliki
akuntabilitas bagi adalah sbb:
1. Ada pembinaan profesi terhadap para petugas pendidikan.
2. Lebih diinginkan pendidikan yang bersifat desentralisasi.
3. Birokrasi dan hierarki diusahakan seminimal mungkin, sebab ia menghalangi munculnya
akuntabilitas.
4. Penilaian dan control dilakukan oleh pihak atasan petugas bersangkutan bersama-sama dengan
warga masyarakat dan petugas-petugas kantor pendidikan setempat.
Langkah-langkah menentukan Akuntabilitas.
Morphet menyatakan langkah-langkah untuk menentukan akuntabilitas adalah : (1)
kembangkan kriteria performan untuk setiap program, (2) siapkan pemeriksaan yang bebas untuk
mengukur performan dan (3) siapkan laporan kepada masyarakat tentang hasil pengukuran itu.
Sementara itu McAshan menulis tentang proses terjadinya akuntabilitas sebagai berikut: (1)
tentukan tujuan secara jelas dan nyatakan siapa yang bertanggung jawab, (2) tujuan itu dijabarkan
sespesifik mungkin sehingga dapat diukur, (3) garis otoritas ditentukan, (4) kondisi tempat
tanggung jawab itu terjadi ditentukan secara spesifik, dan (5) penilaian dilakukan untuk
menentukan akuntabilitas seseorang. Bila kedua pendapat diatas diintegrasikan dan disusun
kembali maka langkah-langkah yang ditempuh untuk menentukan akuntabilitas seseorang dalam
melaksanakan tugas-tugas pendidikan adalah sebagai berikut :
61
1. Tentukan tujuan program yang dikerjakan. Dalam perencanaan disebut misi atau tujuan
perencanaan.
2. Program dioperasionalkan sehingga menimbulkan tujuan-tujuan yang spesifik.
3. Kondisi tempat bekerja ditentukan.
4. Otoritas atau kewenangan setiap petugas pendidikan ditentukan.
5. Kriteria performan pelaksana yang dikontrak itu dibuat sejelas mungkin.
6. Tentukan pengukur yang bersifat bebas, yaitu orang-orang yang tidak terlibat dalam
pelaksanaan program/tugas tersebut.
7. Pengukuran dilakukan sesuai dengan syarat pengukuran umum yang berlaku yaitu secara
incidental, berkala, dan terahkir. Yang diukur adalah performan orang-orang yang dikontrak
dan hasilnya apakah sudah memenuhi syarat tujuan spesifik yang sudah ditentukan apa belum.
8. Hasil pengukuran dilaporkan kepada orang-orang yang berkaitan akan pendidikan/
pengontrak seperti warga masyarakat, pemerintah, dan para manajer/administrator pendidikan.
PANDANGAN HUMANISME TERHADAP AKUNTABILITAS
Humanisme adalah suatu paham yang mengagumkan martabat manusia sebagai individu.
Bagaimanapun kualitas individu itu patut dihargai sesuai dengan kemampuannya. Pendidikan
harus memperhatikan masing-masing individu yang unik ini, memberikan kesempatan dan
bantuan secara sama dengan cara membantu mereka untuk berkembang merealisasi potensinya
masing-masing. Humanisme berbicara tentang kebebasan, pengarahan diri sendiri, dan mencintai
orang-orang. Yang utama dikerjakan oleh pendidikan ialah membuat setiap orang berusaha secara
pasti agar tujuan program yang dibebankan kepadanya terselesaikan. Yang harus dikerjakan
dalam pendidikan ialah membina para siswa agar mereka dapat berpikir, bertindak intelegen,
merespon secara sempurna, dan efektif. Begitu pula dalam melakukan penilaian, guru-guru tidak
perlu memakai test. Penilaian yang benar adalah melalui judgement para guru. Salah satu tujuan
pendidikan adalah memperbaiki judgement seseorang.
Pada akuntabilitas yang dilaksanakan para pendidikan adalah suatu penciptaan manusia
buruh, sebagai korban mesin, inilah yang menyebabkan timbulnya sarikat buruh. Dalam
pendidikan tidak pada tempatnya muncul manusia buruh dan sarikat buruh seperti itu. Sebab
pendidikan adalah suatu proses kasih sayang, proses kebebasan, pengarahan diri sendiri, dan
perkembangan yang wajar.
Bagaimana memanfaatkan Akuntabilitas dalam Pendidikan.
Ada beberapa hasil penelitian yang dapat dikaitkan dengan pandangan Humanisme dan
Akuntabilitas. Dua diantaranya ialah majikan pada umumnya lebih terganggu oleh sikap para
pekerja yang tidak cocok dari pada ketidak terampilan mereka, meskipun para majikan ini
seringkali sukar mengatakan secara persis apa yang mereka cari. Pekerja yang mereka cari ialah
inteligen, fleksibel, manusia sumber yang mengerti tentang dirinya sendiri, berpikir tentang apa
yang ia kerjakan, dan dapat menyesuaikan cara kerjanya dengan kondisi yang dihadapinya. Hasil
penelitian yang kedua ialah cara majikan mengatakan bahwa guru-guru tahu amat sedikit tentang
kenyataan kehidupan diluar pendidkan. Hasil observasi pada awal latihan guru menunjukkan
bahwa benar-benar dunia pendidikan terpisah dari dunia lain-lain.
Hasil pertama mendukung praktek Humanisme dalam lembaga-lembaga pendidikan.
Sebaliknya hasil penelitian yang kedua mendukung praktek akuntabilitas, sebab guru-guru
diharapkan dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan-kebutuhan diluar pendidikan termasuk
dunia bisnis. Ini berarti produksi pendidikan perlu dispesifikasi menurut kebutuhan-kebutuhan
tersebut.
Kesimpulan kedua pandangan itu yaitu humanisme dan akuntabilitas dapat dimanfaatkan
oleh dunia pendidikan dalam batas-batas tertentu, termasuk dalam perencanaan pendidikan.
Prinsip-prinsip yang baik dari kedua pandangan ini dapat dimanfaatkan dan diintegrasikan dalam
proses mendidik dan merencanakan sesuatu. Pelaksanaan akuntabilitas dalam pendidikan dan
perencanaan dibatasi oleh pandangan humanisme.
Pelaksanaan atau pemanfaatan akuntabilitas dalam pendidikan dan perencanaan
pendidikan adalah sebagai berikut :
62
1. Kebutuhan akan tujuan program sesuai dengan lapangan kerja diidentifikasi dan program
dioperasionalkan dengan tujuan-tujuan yang spesifik.
2. Kriteria performan para petugas pendidikan dan para pelaksana implementasi perencanaan
ditentukan.
3. Pemeriksaan secara tepat tentang proses pendidikan dan implementasi perencanaan serta hasil-
hasil yang dicapai sesuai dengan rencana semua perlu diadakan.
4. Mutu dan kualitas pendidikan dalam lembaga termasuk perencanaan pendidikannya harus
dijaga betul agar tidak sampai merosot malah sedapat mungkin ditingkatkan, seperti halnya
dengan mutu dan kualitas hasil-hasil produksi dalam dunia bisnis.
5. Insentif bukan hanya untuk membayar tenaga dan pikiran para pelaksana pendidikan dan para
perencana, tetapi juga menghargai jasa-jasa mereka sebagai professional.
Akuntabilitas Pemanfaatan Akuntabilitas
1. Program yang operasional dan 1. Program yang operasional, tujuan yang spesifik, dan
tujuan yang spesifik. program-program pilihan (kecuali dalam perencanaan)
2. Kriteria performan pelaksana pendidikan & implementasi
2. Kriteria performan pelaksana perencanaan ditentukan . tetapi dapat direvisi sesuai
pendidikan sudah dengan situasi medan.
pasti/ditentukan. 3. Kontrol diadakan agar tepat dengan rencana, tetapi
3. Kontrol dilakukan oleh pihak bersifat pembinaan dan kerjasama untuk kepentingan
pengotrak pelaksana pendidikan. bersama.
4. Mutu dan kualitas lulusan 4. Mutu dan kualitas lulusan terjamin atas tanggungjawab
terjamin atas tanggung jawab bersama lembaga, orang tua dan masyarakat (kecuali
lembaga pendidikan. dalam perencanaaan).
5. Insentif untuk membayar tenaga 5. Insentif untuk membayar dan menghargai jasa para
dan pikiran pelaksana professional pendidikan.
pendidikan.
63
BAB VII
MANAJEMEN PERSONALIA
Kepemimpinan Koordinasi/
Tujuan
efektif oganisasi organisasi
Pengen-
dalian
Orientasi
Hub. man
Kepemimpinan yang efektif selalu memanfaatkan kerjasama dengan para bawahan untuk
mencapai cita-cita organisasi. Karena dengan cara begitu para manajer/administrator akan banyak
dapat bantuan pikiran, semangat, dan tenaga dari para bawahannya.
Pekerjaan pendidikan yang dilakukan oleh para pemimpin secara efektif ini dikatakan oleh
Cunningham sebagai perencanaan dan manajemen kontinum yaitu (1) manajer berdiskusi dengan
para bawahan, (2) manajer dibantu oleh para bawahan, (3) manajer dibantu para bawahan untuk
mendapatkan cara penyelesaian masalah yang terbaik, dan (4) tindakan manajer disetujui oleh
para bawahan. Fiedler menyebutkan cara kerja seperti ini sebagai model situasional atau
contingency.
65
Iklim organisasi yang hangat
Kegiatan tidak terikat
Kebebasan mimbar :
- menemukan
- mengajarkan
- mepublikasikan
66
MENINGKATKAN PARTISIPASI PERSONALIA
Kepemimpinan yang efekktif dan pembentukan iklim organisasi yang hangat serta dengan
disiplinnya yang fleksibel tidak otomotis dapat meningkatkan partisipasi para personalia
pendidikan. Masih dibutuhkan beberapa cara untuk menggugah hati para personalia agar aktif
berpartisipasi. Kepemimpinan, iklim organisasi, dan disiplin lebih bersifat sarana dari pada
metode untuk meningkatkan partisipasi. Dalam sarana yang sudah bagus ini, metode-metode
untuk meningkatkan partisipasi akan lebih mudah mencapai sasarannya.
Ada beberapa metode yang dipandang sebagai usaha untuk mendiagnosa keadaan para
personalia pendidikan dan mengintervensi mereka agar partisipasinya meningkat dalam kegiatan-
kegiatan pendidikan termasuk dalam perencanaan. Cunningham menyebutkan ada tujuh macam
yaitu metode survey umpan balik, pertemuan konfrontasi, tim pembangun, saling memberi data
secara terbuka, proses konsultasi, model struktur (termasuk teknik analisis peranan dan
memperkaya tugas), dan kelompok T. sementara itu Daft hanya menyebutkan tiga macam saja
yaitu survei umpan balik, tim pembangunan dan siklus kualitas. Semua metode ini dibahas satu
persatu dalam uraian berikut.
Survei Umpan Balik
Mula-mula para personalia pendidikan disurvei dengan memberikan angket yang
menanyakan tentang kepuasan kerja mereka, sikap, performan, perilaku pemimpin mereka, iklim
organisasi, dan hubungan kerja mereka satu dengan yang lain. Data ini lalu dianalisa, bila perlu
oleh seorang konsultan yang ahli manajemen personalia, dan didiskusikan bersama dengan
kelompok yang disurvei. Diskusi ini bermaksud mengidentivikasi masalah-masalah yang ada serta
membentuk strategi untuk memperbaikinya.
Jadi metode ini berusaha memecahkan masalah atas dasar data. Melalui data yang baru
dan relevan ini masalah-masalah lebih mudah diinterprestasi bersama. Dengan berdiskusi bersama
diharapkan diharapkan pikiran para personalia, terutama yang bersangkutan dengan masalah yang
dibahas, mulai terbuka dan berusaha ikut mencari sebab-sebabnya. Diskusi seperti ini biasanya
bisa membuka jalan untuk menemukan pemecahannya. Ketidakmampuan berpartisipasi atau
keragu-raguan mulai terbuka terkikis baik dalam pendidikan pada umumnya maupun khususnya
dalam perencanaan pendidikan.
Pertemuan Konfrontasi
Metode ini digunakan untuk organisasi pendidikan sedang keadaan kritis dan tegang.
Misalnya menghadapi tuntutan masyarakat yang tidak setuju akan kebijakan lembaga pendidikan
tertentu, merencana menumpas narkotika dan kenakalan remaja yang semakin melanda para
siswa, menhadapi kecenderungan pendaftaran siswa baru semakin sedikit serta upaya untuk
mengembalikan nama baik lembaga di mata masyarakat dan sebagainya. Untuk situasi-situasi
krisis seperti ini dikmbangkan mobilisasi umum dikalangan para personalia pendidikan. Semua
personalia dilibatkan dan dibuat kelompok-kelompok dengan tugasnya sendiri-sendiri.
Dengan demikian semua personalia terlibat langsung dengan masalah yang dihadapi
lembaga. Masing-masing orang dalam kelompok mengindentifikasi masalah yang menjadi
tanggung jawab kelompoknya, kemudian mereka penyelesaian. Pada waktu-waktu tertentu dua
atau tiga kelompok yang membahas masalah yang berkaitan mengadakan pertemuan bersama,
untuk menemukan pandangan dan jalan keluar yang sama. Dengan demikian melali pertemuan-
pertemuan yang berantai ini suatu ketika semua masalah lembaga pendidikan dapat diselesaikan.
Tim Pembangun (Team Building)
Tim pembangun merealisasi suatu ide bahwa seseorang yang bekerja sama dengan orang-
orang lain dapat dilatih untuk bekerja sebagai tim. Dengan cara membuat agar setiap orang
memeriksa diri mereka masing-masing tentang bagaimana mereka berfungsi bersama, cara
mereka bekomunikasi, norma kelompok, sistim hadiah dan sebagainya. Semua didiskusikan
bersama dalam suatu kelompok yang disebut tim pembangun/pengembang.
Tim ini memperbaiki performan para anggota yang bertindak sebagai ketua dan sebagai
anggota. Maksudnya ialah performan seseorang sebagai ketua dan sebagai anggota diperbaiki
dalam tim ini. Para anggota/peserta belajar membangun antar hubungan yang baik, berusaha
67
dengan senang hati ikut dalam pemecahan masalah, mengurangi ketegangan satu dengan yang
lain, memperbaiki komunikasi, meningkatkan kreatifitas, dan pengambilan keputusan. Untuk
mencapai tujuan itu, maka perlu dimasukkan orang-orang baru kedalam tim ini, yaitu orang dari
luar lembaga pendidikan itu sendiri, orang tersebut bisa dari kantor pendidikan, dari lembaga
pendidikan lain dan dari pemerintah pusat, sebagai tenaga tetap/pindahan maupun sebagai tenaga
sementara. Orang-orang ini diharapkan dapat memberikan pemikiran baru yang obyektif. Tim
dengan orang-orang baru ini membentuk suatu norma-norma baru, semacam kontrak sosial, dalam
usaha meningkatkan performan dan partisipasi baik dalam tugas-tugas pendidikan pada umumnya
maupun dalam perencanaan pendidikan khususnya. Norma-norma baru yang mereka setujui
bersama ini belum tentu tepat dapat diaplikasikan. Sebab itu seringkali tim melakukan penelitian
tindakan(action research) dalam usaha membuat norma-norma itu dapat dilaksanakan. Sambil
berjalan dan melaksanakannya, norma-norma itu perlahan-lahan diperbaiki.
Saling Memberi Data Secara Terbuka (Open data sharing)
Mula-mula para peserta yaitu para personalia pendidikan diharuskan mengisi angket
tentang nama-nama personalia pendidikan tersebut lengkap dengan sifat-sifatnya yang baik dan
yang kurang baik. Angket tanpa nama lalu dikumpulkan. Satu persatu isi angket itu dituliskan
pada papan yang besar yang ditaruh didepan para anggota. Sehingga semua nama anggota tercatat
dipapan tulis yang masing-masing dikelilingi oleh sifat-sifat yang baik dan kurang baik. Langkah
berikutnya adalah menganalisa dan mendiskusikan perilaku setiap nama itu. Perilaku yang baik
tidak banyak mendapatkan perhatian. Yang menjadi sasaran adalah perilaku yang kurang baik
sebab perilaku itu harus diperbaiki. Diskusi dan perdebatan mulai terjadi, semua mengarah kepada
usaha memperbaiki perilaku yang jelek. Dengan cara ini para anggota personalia pendidikan
saling menolong satu sama lain memperbaiki kelemahan mereka masing-masing, temasuk yang
kurang berpartisipasi menjadi lebih giat berpartisipasi dalam perencanaan pendidikan.
Proses Konsultasi
Adalah suatu cara yang menggunakan jasa-jasa seorang atau beberapa konsultan. Yaitu
seorang yang mampu dan bertugas menunjukkan kemungkinan jalan yang dapat ditempuh oleh
orang yang menghadapi masalah dalam usaha memecahkan masalah itu. Kemungkinan atau ide
itu keluar atas dasar informasi yang diterimanya dari pihak yang menghadapi masalah. Tetapi
konsultan ini tidak mempunyai wewenang untuk memutuskan ide mana yang pantas dipakai.
Keputusan itu pada pihak yang menghadapi masalah.
Para personalia satu persatu dihadapkan kepada konsultan atau bila masalah yang dihadapi
hampir sama dapat dilakukan konsultasi bersama. Dari proses konsultasi ini diharapkan para
personalia pendidikan dapat memahami, mengerti, dan bertindak secara tepat terhadap kejadian
dilingkungan kerjanya baik terhadap teman sekerja, terhadap para siswa/mahasiswa, masyarakat,
maupun terhadap pekerjaan-pekerjaan di kantor.
Model Struktur
Mula-mula struktur oarganisasi diidentifikasi, kemudian ditentukan bagian-bagiannya
yang strategi yang dapat mempengaruhi perilaku para personalia, dan dicari pula kaitannya satu
dengan yang lain. Struktur-struktur yang bersifat strategis dan struktur-struktur yang berkaitan
dengannyalah yang dirubah untuk menghasilkan perbaikan performan. Mengubah struktur
organisasi berarti mengubah lingkungan individu sebagai alat mengubah perilakunya. Misalnya
mengubah besarnya pendapatan atas dasar partisipasi yang nyata dalam pendidikan, model
kontrak, tim kerja umpamanya setiap pekerjaan pada kantor tertentu dikerjakan bersama oleh para
pegawai di kantor itu dan sebagainya. Pengubahan struktur ini tidak dilakukan dengan coba-coba
tetapi melalui analisa yang teliti.
Salah satu bentuk struktur ialah teknik analisis peranan (Role Analysis Technique disingkat
RAT). Teknik ini bertujuan meningkatkan pengertian para personalia pendidikan tentang
peranannya pada lembaga pendidikan. Satu persatu para personalia pendidikan yang dipandang
belum aktif bekerja dihadapkan kepada tim untuk ditanya. Pertanyaan itu berkisar tentang
peranannya dalam lembaga, kedudukannya, apa sebab ia dibutuhkan oleh lembaga, dan
68
bagaimana semua itu bila dikaitkan dengan hubungan kerja dengan sesama personalia. Tanya
jawab atau diskusi terjadi antara anggota tim dengan personalia yang bersangkutan.
Teknik Tanya jawab yang dipakai ialah semacam metode Sokrates yaitu pertanyaan-
pertanyaan yang bersifat membangkitkan pemahaman oleh diri sendiri. Mula-mula pertanyaan itu
berusaha membuat personalia ini mengerti akan kekurangannya dan kemudian pertanyaan
diarahkan agar personalia yang bersangkutan dapat menemukan sendiri cara memperbaiki
kekurangannya. Sampai disini diskusi dihentikan berarti kedua belah pihak sudah mendapat
kesepakatan. Menemukan cara memperbaiki diri sendiri mengimplikasikan ada struktur yang akan
berubah.
Bentuk model struktur lain ialah memperkaya tugas(job enrichment). Tujuan teknik ini
ialah melayani dan mengembangkan psikologi para personalia pendidikan. Para personalia
diberikan kesempatan melakukan sesuatu yang dapat memuaskan dirinya dalam melaksanakan
tugas pekerjaan. Melalui kepuasan kerja ini diharapkan ia dapat berpartisipasi secara aktif
sehingga memberikan produksi pendidikan secara maksimum, dengan asumsi individu yang suka
kepada pekerjaannya akan lebih produktif. Memperkaya tugas adalah memberi kesempatan
kepada individu untuk merencanakan dan mengontrol performannya sendiri.
Untuk mencapai maksud tersebut setiap personalia pendidikan diizinkan menstruktur
tugasnya sendiri-sendiri termasuk tugas dalam perencanaan pendidikan, sampai mereka merasa
puas mengerjakannya. Contohnya ialah seorang guru/dosen diizinkan mendalami materi pelajaran
dan membuat persiapan mengajar dimana saja, tidak perlu dikantor, asal materi yang dihidangkan
adalah baru dan dapat dipahami, dihayati, dan dilaksanakan oleh para siswa/mahasiswa. Contoh
lain ialah seorang perencana dibolehkan mengambil data kapan saja asal dengan cara yang benar
dan tidak melewati batas waktu yang sudah ditentukan.
Kelompok T (T Group)
Metode ini dikenakan kepada kelompok yang memiliki nilai-nilai yang bertentangan
dengan tujuan lembaga pendidikan atau misi perencanaan sehingga menimbulkan hubungan yang
tidak harmonis, partisipasi yang kurang efektif, dan tata kerja yang rusak. Ada tiga macam
kelomok yaitu kelompok asing bila anggota-anggotanya tidak kenal satu dengan yang lainnya,
kelompok misan bila anggota-anggotanya dari satu organisasi tetapi tidak bekerja bersama, dan
kelompok keluarga dan anggotanya berasal dari satu unit kerja. Usaha meningkatkan partisipasi
personalia pendidikan dalam dunia pendidikan pada umumnya dan perencanaan khususnya
kebanyakan memakai dua kelompok terakhir.
Tiap-tiap kelompok maksimum anggotanya 12 orang dan satu orang professional lebih
ahli sebagai fasilitator. Kelompok ini seolah-olah ada dalam suatu laboratorium eksperimen.
Mereka bereksperimen bersama dengan perilaku mereka. Fasilitator bertindak agar setiap anggota
kelompok aktif berbicara, mengemukakan pendapatnya, memberi penjelasan tentang nilai-nilai
dan sebagainya. Fasilitator juga berusaha agar ada sanggahan dari teman-temannya dengan
mengemukakan argumentasi-argumentasi tertentu atau bukti-bukti nyata yang dilihatnya
dimasyarakat dan sebagainya.
Sanggahan, informasi, dan umpan balik dari teman-temannya diharapkan dapat
menimbulkan kecemasan dan ketegangan individu yang menjadi sasaran sehingga membuat ia
mulai sadar akan sikap, nilai, dan perilakunya yang keliru. Kini ia mulai berekperimen dengan
perilaku yang baru yang didukung oleh teman-temannya. Demikianlah melalui kelompok ini
setiap anggota memodifikasi nilai-nilai dan perilakunya secara besar atau kecil sesuai dengan
penyimpangannya masing-masing agar cocok dengan tugas merealisasi tujuan perencanaan dan
tujuan organisasi pendidikan.
Siklus Kualitas (Quality Cirles)
Metode siklus kualitas dikatakan satu di antara usaha yang terbanyak dilakukan untuk
meningkatkan kreaktivitas dan partisipasi para personalia pendidikan. Tujuannya adalah
memperbaiki kualitas performan/tatakerja, memajukan produksi (kualitas dan kuantitas), dan
meningkatkan partisipasi baik dalam perencanaan maupun dalam tugas-tugas pendidikan pada
umumnya.
69
Siklus kualitas merupakan satu kelompok yang terdiri 6 sampai dengan 12 personalia
pendidikan yang bekerja pada jenis pekerjaan yang sama. Kelompok ini bertemu secara berkala
untuk mendiskusikan dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kegiatan kerja. Semua
anggota mengidentifikasi masalah dan kemudian menyarankan menyelesaikan untuk
memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil pendidikan. Saran-saran dimusyawarahkan untuk
mendapatkan kesepakatan.
Seringkali para anggota diberi pendidikan dan latihan tambahan baik secara formal
maupun informal untuk memperdalam konsep dan keterampilan mereka dalam melaksanakan
tugas. Juga sering diskusi kelompok ini dihadiri oleh seorang professional yang lebih ahli yang
bertindak sebagai fasilitator yang membantu memberi bimbingan kepada para anggota. Kelompok
bertemu dahulu selalu menjadi umpan balik terhadap pertemuan-pertemuan berikutnya agar dapat
menghasilkan konsep dan keterampialan yang lebih efektif dan efisien.
KERJASAMA DENGAN MASYARAKAT
Dalam kaitan ini konsep dan kenyataan para manajer personalia diharapkan meningkatkan
usahanya membina para personalia pendidikan agar lebih giat dan lebih terampil mengadakan
kontak hubungan dengan orang tua dan warga masyarakat. Manajer personalia di perguruan tinggi
dijabat oleh pembantu Rektor II dan para pembantu Dekan II, sedangkan manajer di sekolah-
sekolaj dirangkap oleh para kepala sekolah atau wakilnya, berinisiatif dan bertindak paling
didepan meningkatkan partisipasi warganya terhadap kerjasama dengan masyarakat.
Masyarakat
Satu set kegiatan
Tugas rutin pendidikan
Dalam lembaga
pendidikan Tugas non rutin yang
Bertalian dengan
masyarakat
71
DAFTAR PUSTAKA
Gay Su Pinnel and William W. Wayson, “Staff Roles for Creating Quality Integrated Schools”, A
Journal of Steps, Volume I, May 1980, Indianapolis, h. 33.
Richard L. Daff, Organization Theory and Design, West Publishing Company, New York, 1986,
h. 285.
William G. Cunninham, Systematic planning for Educational Change, First Edition, Mayfield
Pubblishing Company, California, 1982, h.199-201.
William G. Cunninham, Systematic planning for Educational Change, First Edition, Mayfield
Pubblishing Company, California, 1982, h.111.
William W. Wayson, et al., Handbook for Developing Schools With Good Discipline, Phi Delta
Kappa, Indiana, 1982, h. 10-27.
William G. Cunninham, Systematic planning for Educational Change, First Edition, Mayfield
Pubblishing Company, California, 1982, h. 209-225.
William G. Cunninham, Systematic planning for Educational Change, First Edition, Mayfield
Pubblishing Company, California, 1982, h. 216 diambil dari Schiem.
“What can Principals Do To Reward Staff Members? A Journal Of Strp, Volume I, March 1980.
Indianapolis, h.37.
Steven M. Chan, Saints and Scamps Ethics in Academia, Rowman & Littlefied Publisher, New
York, 1984, h. 17.
Shirley F. Heck and C. Ray Williams, The Complex Roles of the Teacher, Teacher College Press,
New York, 1984, h. 17.
Paul C. Nutt and Robert W Backoff, “A Strategic management Process for Public and Third
Sector Organizations” A Journal of American Psychological Assosiation, Winter 1987, h. 49
72
73