Kelompok 1 Semester VI
Oleh
KELOMPOK IV
NUR SHOLEH,S.Ag
NIM. MP-2015014
AMIN FIKRI,S.Pd.I
NIM.
2015
A. Hubungan Perencanaan Pendidikan dengan Aspek Demografi
Demografi, secara etimologi (kebahasaan) berasal bahasa Latien, kata
“demograhie” terdiri dari dua kata yaitu demos dan graphien, demos artinya penduduk
dan graphien berarti catatan, bahasan tentang sesuatu. Secara etimology makna
demografi adalah catatan atau bahasan mengenai penduduk suatu daerah pada waktu
tertentu. Secara epistemology (berdasarkan ilmu pengetahuan) , pengertian
demografi tidak sesederhana seperti dalam perspektif etimology, kata demografi
diberi makna lebih spesifik tentang penduduk.1[1]
Demografi merupakan istilah yang berasal dari dua kata Yunani, yaitu demos
yang berarti rakyat atau penduduk dan graphein yang berarti menggambar atau menulis.
Oleh karena itu, demografi dapat diartikan sebagai tulisan atau gambaran tentang
penduduk , terutama tentang kelahiran, perkawinan, kematian dan migrasi. Demografi
meliputi studi ilmiah tentang jumlah, persebaran geografis, komposisi penduduk, serta
bagaimana faktor faktor ini berubah dari waktu kewaktu. Istilah ini pertama kali
dikemukakan oleh Archille Guillard pada tahun 1855 dalam karyanya yang berjudul
“elements de statistique humaine, ou demographie comparree” atau elements of human
statistics or comparative demography (dalam Iskandar,1994). 2[2]
Achille Guillard (1855) memberikan definisi demografi sebagai ilmu yang mempelajari
segala sesuatu dari keadaan dan sikap manusia yang dapat diukur ,yaitu meliputi
perubahan secara umum, fisiknya, peradabannya, intelektualitasnya, dan kondisi
moralnya (lihat juga Iskandar, 1994).
David v. Glass(1953) menekankan bahwa demografi terbatas pada studi penduduk
sebagai akibat pengaruh dari proses demografi ,yaitu fertilitas,mortalitas,dan migrasi.
United Nations(1958) dan International Union for the Scientific Study of
Population/IUSSP (1982) mendefinisikan demografi sebagai studi ilmiah masalah
penduduk yang berkaitan dengan jumlah, struktur, serta pertumbuhannya
Philip m. Hauser dan Otis Dudley Duncan(1959) berpendapat bahwa demografi
merupakan ilmu yang mempelajari jumlah, persebaran territorial, komposisi
penduduk, serta perubahannya dan sebab-sebab perubahan tersebut.
Ilmu demografi digunakan oleh para ahli umumnya terdiri dari empat tujuan
pokok, yaitu:
1. Mempelajari kuantitas dan distribusi penduduk dalam suatu daerah tertentu, mengukur
distribusi kesempatan tenaga kerja, distribusi persebaran penduduk dan merencanakan
lokasi sekolah
Dari hal itu, ada daerah-daerah yang memiliki beberapa faktor yang menyebabkan
penduduknya semakin cepat bertambah padat. Kepadatan penduduk yang tidak merata, kurang
menguntungkan dari segi pembangunan, maka salah satu usaha yang dilakukan untuk
mengurangi kepadatan penduduk, yaitu dengan pemerataan pendidikan sampai ke daerah
pedalaman untuk mengurangi arus migrasi ke pusat-pusat pendidikan.5[5]
Semakin besar jumlah penduduk, maka semakin besar jumlah sekolah, guru, sarana
prasarana yang harus disediakan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
tersebut. Keterkaitan erat antara demografi dengan pendidikan sangat berperan penting, karena
dengan ketersediaan data demografi baik dari sensus, survei maupun pencatatan kejadian-
kejadian penting akan di jadikan dasar atau pedoman dalam perencanaan pembangunan bidang
pendidikan.Faktor-faktor demografi, diantaranya melalui sensus penduduk, survei ini dapat
memberikan gambaran yang lebih jelas untuk membantu dalam perumusan kebijakan misalnya
menentukan besar anggaran untuk bidang pendidikan.
Hubungan edukatif adalah hubungan kerjasama dalam hal mendidik murid antara
guru dan orang tua. Hubungan ini mempunyai maksud agar tidak terjadi perbedaan prinsip
yang dapat mengakibatkan keragua-raguan dalam kepribadian dan sikap seorang anak.
Hubungan kerjasama yang lainnya adalah dengan berusaha memenuhi fasilitas-fasilitas yang
diperlukan dalam proses pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah. Cara kerjasama itu
Dengan adanya hubungan ini, diharapkan pihak sekolah dan orangtua murid dapat
menyelesaikan masalah-masalah yang ada di lingkungan sekolah yang dapat meningkatkan
mutu pendidikan bagi murid sehingga murid-murid dapat belajar dengan baik.
2. Hubungan Kultural
Hubungan Kultural adalah usaha kerja sama antara sekolah dan masyarakat yang
memungkinkan adanya saling membina dan mengembangkan kebudayaan masyarakat
tempat sekolah itu berada. Sekolah merupakan suatu lembaga yang seharusnya dapat
dijadikan barometer bagi maju-mundurnya kehidupan, cara berpikir, kepercayaan, kesenian,
dan adat-istiadat. Dan kemudian sekolah juga seharusnya dapat dijadikan titik pusat dan
sumber tempat terpancarnya norma-norma kehidupan yang baik bagi kemajuan masyarakat
yang selalu berubah dan berkembang maju. Jadi, bukanlah sebaliknya sekolah hanya
mengintroduksikan apa yang hidup dan berkembang di masyarakat.11[12]
Untuk itu diperlukan adanya hubungan yang fungsional antara kehidupan di
sekolah dan kehidupan dalam masyarakat. Kebutuhan-kebutuhan kurikulum sekolah
disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan dari perkembangan masyarakat. Untuk
menjalankan hubungan kerja sama ini, sekolah harus mengerahkan murid-muridnya untuk
membantu kegiatan-kegiatan sosial yang diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan-kegiatan
sosial ini berarti mendidik anak-anak berpartisipasi dan turut bertanggung jawab terhadap
masyarakat dan lingkungan.12[13]
3. Hubungan institusional
Hubungan Institusional adalah hubungan kerja sama antara sekolah dengan
lembaga-lembaga atau instasi-instasi resmi lain, baik swasta maupun pemerintahan, seperti
hubungan kerja sama antara sekolah dengan sekolah-sekolah lain, dengan kepala
pemerintahan setempat, jawatan penerangan, jawatan pemerintahan, perikanan dan
peternakan, dengan perusahaan-perusahaan Negara atau swasta, yang berkaitan dengan
perbaikan dan perkembangan pendidikan pada umumnya.13[14]
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang mendidik anak-anak yang nantinya akan
hidup sebagai anggota masyarakat yang terdiri atas bermacam-macam golongan, jabatan,
status sosial, dan bermacam-macam pekerjaan, sangat memerlukan adanya hubungan
10[11]Ibid.
11[12]www.anneahira.com/Demografi.html.
12[13] http://artikelkesmas.blogspot.co.id/2013/05/makalah-demografi.html
13[14]Ibid.
kerjasama itu. Menurut E. Mulyasa (dalam Udi Syaefuddin dan Abin Samsudin Maknun,
2009), model manajemen sekolah atau pendidikan dengan masyarakat merupakan seluruh
proses kegiatan sekolah atau pendidikan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja
dan bersungguh-sungguh, disertai pembinaan secara kontinyu untuk mendapatkan simpati
dari masyarakat pada umumnya, dan khususnya masyarakat yang berkepentingan langsung
dengan sekolah. Simpati masyarakat akan tumbuh melalui upaya-upaya sekolah dalam
menjalin hubungan secara intensif dan proaktif, disamping membangun citra lembaga yang
baik.14[15] Perencanaan pendidikan perlu mempertimbangkan aspek sosiologis seperti yang
dijelaskan diatas yaitu kebiasaan, adat istiadat dan kebudayaan serta nilai-nilai budaya
masyarakat setempat dan aspek-aspek ekonomi seperti tingkat pendapatan, pola konsumsi,
dan sebagainya.Setiap kebijakan yang dituangkan dalam rencana pendidikan yang
dilaksanakan akan mempengaruhi kehidupan sosial dan tingkah laku kelompok masyarakat,
oleh karena itu dalam perencanaan pendidikan harus memperhatikan aspek-aspek sosiologis
yang berkaitan dengan pembangunan pendidikan, di antaranya yaitu :
a. Bagaimana aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, di mana pendidikan dapat
memberikan kesempatan untuk memperbaiki mutu kehidupan;
b. Bagaimana mendapatkan pendidikan yang mudah dan murah sesuai dengan
kemampuan ekonomi masyarakat;
c. Bagaimana mempersiapkan fasilitas pendidikan dan mutu pendidikan yang baik;
d. Bagaimana menghadapi situasi dan aspirasi masyarakat yang selalu bergerak dan
berkembang.
Secara kongkrit, tujuan diselenggarakannya hubungan sekolah dan masyarakat adalah :
14[15]Ibid.
untuk masyarakat. Hal ini, secara langsung dapat disimpulkan bahwa proses pendidikan
sangat erat kaitannya dengan suatu konsep yang disebut dengan human capital.15[16]
Kegagalan sistem pendidikan selama ini mungkin karena gagalnya rencana awal.
Rencana yang tidak memperhitungkan aspek sosial, ekonomi, adat istiadat dan aspek lain
dalam masyarakat adalah kesalahan fatal dalam merumuskan konsep pendidikan. Maka dari
itu, untuk mengatasi gagalnya konsep pendidikan, maka perlu dilakukan kajian yang
mendalam terhadap masalah-masalah sosial yang berdampak terhadap perencanaan
pendidikan. Diantara solusi tersebut adalah sebagai berikut :
15[16]Ibid.
16[17]Dr.Arifin, https://drarifin.wordpress.com/2010/07/15/konsep-perencanaan-
pendekatan-dan-model-perencanaan-pendidikan/
3. Prinsip efektifitas-efisiensi, artinya dalam penyusunan perencanaan pendidikan
didasarkan pada perhitungan sumber daya yang ada secara cermat dan matang,
sehingga perencanaan itu ‘berhasil guna’ dan ‘bernilai guna’ dalam pencapaian tujuan
pendidikan.
4. Prinsip progress of change, yaitu terus mendorong dan memberi peluang kepada
semua warga sekolah untuk berkarya dan bergerak maju ke depan dengan beragam
pembaharuan layanan pendidikan yang lebih berkualitas, sesuai dengan peranan
masing-masing.
5. Prinsip objektif, rasional dan sistematis, artinya perencanaan pendidikan harus
disusun berdasarkan data yang ada, berdasarkan analisa kebutuhan dan kemanfaatan
layanan pendidikan secara rasional (memungkinkan untuk diwujudkan secara nyata),
dan mempunyai sistematika dan tahapan pencapaian program secara jelas dan
berkesinambungan.
6. Prinsip kooperatif–komprehensif, artinya perencanaan yang disusun mampu
memotivasi dan membangun mentalitas semua warga sekolah dalam bekerja sebagai
suatu tim (team work) yang baik. Disamping itu perencanaan yang disusun
harus mencakup seluruh aspek esensial (mendasar) tentang layanan pendidikan
akademik dan non akademik setiap peserta didik.
7. Prinsip human resources development, artinya perencanaan pendidikan harus
disusun sebaik mungkin dan mampu menjadi acuan dalam pengembangan sumber
daya manusia secara maksimal dalam mensukseskan program pembangunan
pendidikan. Layanan pendidikan pada peserta didik harus betul-betul mampu
membangun individu yang unggul baik dari aspek intelektual (penguasaan science
and technology), aspek emosional (kepribadian atau akhlak), dan aspek spiritual
(keimanan dan ketakwaan) , atau disebut IESQ yang unggul ( Banghart, F.W and Trull,
1990; Langgulung, H., 1992). H.I. Ansoff (1990)17 dalam bukunya “Implementing
Strategi”, mengatakan manajemen strategik adala proses manajemen, hubungan
antara perusahaan dengan lingkungan, terdiri dari perencanaan
staretgic,perencanaan kapabilitas dan manajemen perubahan. Arnoldo C. Hax &
Nichholas S. Majluk18 dalam bukunya “Strategi Manajemen”, mengatakan bahwa
manajemen strategic adalah sebagai cara menuntun perusahaan pada sasaran utama
pengembangan nilai korporasi,kapabilitas manajerial, tanggung jawab organisasi, dan
sistem administrasi yang menghubungkan pengambilan keputusan strategik dan
17 Ansoff, H. Igor & Edward Mc Donnel, Implementing Strategic Management: , Practice Hall, 1990
18 Hutabarat, Jemsly & Martani Huseini dalam buku Operasionalisasi Strategi, PT Elex Media
Komputindo, Kelompok Gramedia Jakarta,2006
tindakan operasional pada seluruh tingkat hierarki, dan melewati seluruh lini bisnis
dan fungsi otoritas perusahaan.
Menurut Banghart and Trull dalam M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (2007) ada beberapa
tahapan yang semestinya dilalui dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain:
1. Tahap need assessment, yaitu melakukan kajian terhadap beragam kebutuhan atau
taksiran yang diperlukan dalam proses pembangunan atau pelayanan pembelajaran
di setiap satuan pendidikan. Kajian awal ini harus cermat, karena fungsi kajian akan
memberikan masukan tentang: (a) pencapaian program sebelumnya; (b) sumber
daya apa yang tersedia, dan (c) apa yang akan dilakukan dan bagaimana tantangan
ke depan yang akan dihadapi.
2. Tahap formulation of goals and objective, yaitu perumusan tujuan dan sasaran
perencanaan yang hendak dicapai. Perumusan tujuan perencanaan pendidikan harus
berdasarkan pada visi, misi dan hasil kajian awal tentang beragam kebutuhan atau
taksiran (assessment) layanan pendidikan yang diperlukan.
3. Tahap policy and priority setting, yaitu merancang tentang rumusan prioritas
kebijakan apa yang akan dilaksanakan dalam layanan pendidikan. Rumusan prioritas
kebijakan ini harus dijabarkan kedalam strategi dasar layanan pendidikan yang jelas,
agar memudahkan dalam pencapaian tujuan.
4. Tahap program and project formulation, yaitu rumusan program dan proyek
pelaksanaan kegiatan operasional perencanaan pendidikan, menyangkut layanan
pedidikan pada aspek akademik dan non akademik.
5. Tahap feasibility testing, yaitu dilakukan uji kelayakan tentang beragam sumber daya
(sumber daya internal/ eksternal; atau sumber daya manusia/ material).
6. Tahap plan implementation, yaitu tahap pelaksanaan perencanaan pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan. Keberhasilan tahap ini sangat ditentukan oleh: (a)
kualitas sumber daya manusianya (kepala sekolah, guru, komite sekolah, karyawan,
dan siswa); (b) iklim atau pola kerjasama antar unsur dalam satuan pendidikan
sebagai suatu tim kerja (team work) yang handal; dan (c) kontrol atau pengawasan
dan pengendalian kegiatan selama proses pelaksanaan atau implementasi program
layanan pendidikan.
7. Tahap evaluation and revision for future plan, yaitu kegiatan untuk menilai
(mengevaluasi) tingkat keberhasilan pelaksanaan program atau perencanaan
pendidikan, sebagai feedback (masukan atau umpan balik), selanjutnya dilakukan
revisi program untuk rencana layanan pendidikan berikutnya yang lebih baik.
Kedudukan perencanaan pendidikan dalam proses layanan pendidikan di setiap satuan
pendidikan adalah:
1. Meningkatkan kualitas kegiatan atau aktivitas layanan pendidikan
2. Mengetahui beberapa sumber daya internal dan eksternal yang dimiliki untuk
dimanfaatkan secara maksimal, dan juga mengetahui beberapa kendala, hambatan
dan tantangan yang akan dihadapi dalam upaya pencapaian tujuan.
3. Memberi peluang pada setiap warga sekolah dalam meningkatkan beragam
kemampuan, keahlian atau ketrampilan secara maksimal, dalam rangka
mewujudkan tujuan layanan pendidikan.
4. Memberikan kesempatan bagi pelaksana program untuk memilih beberapa
alternatif pilihan tentang metode atau strategi atau pendekatan yang tepat dalam
pelaksanaan perencanaan pendidikan, agar efektif dalam upaya mencapai tujuan
pendidikan.
5. Memudahkan dalam pencapaian tujuan pendidikan, disamping itu telah disusun
skala prioritas sasaran tujuan yang akan dicapai.
6. Memudahkan dalam melakukan evaluasi tentang seberapa besar pencapaian tujuan
layanan pendidikan yang telah diraih, instrumen apa yang dipakai dalam mengukur
keberhasilan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan
7. Memudahkan dalam melakukan revisi program layanan pendidikan dan proses
penyusunan perencanaan pendidikan berikutnya, sesuai dengan dinamika dan
perkembangan kehidupan sosial-budaya (Banghart, F.W and Trull, A. 1990;
Tilaar.H.A.R. 1998; Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007).
Apabila pendekatan kebutuhan sosial ini dipakai, maka ada beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan atau diperhatikan oleh penyusun perencanaan dalam merancang
perencanaan pendidikan, antara lain: (1) melakukan analisis tentang pertumbuhan
penduduknya; (2) melakukan analisis tentang tingkat partisipasi warga masyarakatnya dalam
pelaksanaan pendidikan, misalnya melakukan analisis persentase penduduk yang
berpendidikan dan yang tidak berpendidikan, yang dapat memberikan kontribusi dalam
peningkatan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan; (3) melakukan analisis tentang
dinamika atau gerak (mobilitas) peserta didik dari sekolah tingkat dasar sampai perguruan
tinggi, misalnya kenaikan kelas, kelulusan, dan dropout; (4) melakukan analisis tentang minat
atau keinginan warga masyarakat tentang jenis layanan pendidikan di sekolah; (5) melakukan
analisis tentang tenaga pendidik dan kependidikan yang dibutuhkan, dan dapat difungsikan
secara maksimal dalam proses layanan pendidikan; dan (6) melakukan analisis tentang
keterkaitan antara output satuan pendidikan dengan tuntutan masyarakat atau kebutuhan
sosial di masyarakat (C.A.Anderson,1983;Perencanaan Pendidikan dalam konteks sosial).
1. Pendekatan ketenagakerjaan
Berbagai institusi pendidikan yang ada dalam masyarakat dapat berfungsi sebagai
alat kekuasaan dalam upaya membentuk sikap dan keyakinan politik yang dikehendaki.
Berbagai aspek pembelajaran, terutama kurikulum dan bahan-bahan bacaan, sering kali
diarahkan pada kepentingan politik tertentu.21[20]
Pendidikan dan politik merupakan dua hal yang seiring sejalan dalam
mencerdaskan bangsa. Kedua-duanya tidak berjalan sendiri-sendiri akan tetapi saling
berhubungan atau berkaitan. Pendidikan menyiapkan sumber daya manusia untuk mengurus
politik dan negara. Negara mengalokasikan biaya untuk mendukung kecancaran proses
pendidikan. Dalam perspektif Islam keterlibatan Negara untuk membangun dan mendukung
proses pembelajaran diberbagai lembaga pendidikan mutlak dibutuhkan.24[22]
Keduanya sering dilihat oleh sebagian orang tidak ada kaitan dan hubungan,
padahal politik dan pendidikan saling menopang dan saling mengisi satu sama lain.
Pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku dan moralitas masyarakat di suatu
Negara. Begitu juga sebaliknya, perilaku politik di suatu negara memberikan karakteristik
pendidikan di negara tersebut.
23[21]Ibid.
24[22]Ibid.
25[23] Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.
Kesimpulan:
Kata Demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti ’Demos’ adalah rakyat atau penduduk
dan ’Grafein’ adalah menulis. Jadi Demografi adalah tulisan atau karangan mengenai
penduduk. Istilah ini pertama kali dipakai untuk pertama kalinya oleh Achille Guilard.
Demografi mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu wilayah. Stuktur penduduk
meliputi jumlah, persebaran dan komposisi penduduk. Stuktur ini berubah-ubah yang
disebabkan oleh proses demografi yaitu kelahiran, kematian dan migarsi.
Ketiga faktor ini disebut dengan komponen pertumbuhan penduduk. Selain ketiga faktor
tersebut struktur penduduk ditentukan juga oleh faktor yang lain misal perkawinan, perceraian.
Perubahan stuktur yaitu perubahan dalam jumlah maupun komposisi akan memberikan
pengaruh sosial, ekonomi dan politis terhadap penduduk yang tinggal disuatu wilayah.2928
Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan Islam, maka memerlukan partisipasi aktif dan
dinamis dari orang tua, siswa, guru dan staf lainnya termasuk institusi yang memiliki
kepedulian terhadap pendidikan sekolah harus melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut :
1. Penyusunan basis data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid dan secara
sistimatis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (siswa, guru, staf), dan
keuangan.
2. Melakukan evaluasi diri (self assesment) utnuk menganalisa kekuatan dan kelemahan
mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan
mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek
intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.
“Perencanaan sebagai suatu proses adalah suatu cara yang sistematis untuk menjalankan suatu
pekerjaan, dalam perencanaan terkandung suatu aktivitas tertentu yang saling berkaitan untuk
mencapai hasil tertentu yang diinginkan”
beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara
lain: (a) prinsip interdisipliner; (b) prinsip fleksibel; (c) prinsip efektifitas-efisiensi; (d) prinsip
progress of change; (e) prinsip objektif, rasional dan sistematis; dan (f) prinsip kooperatif-
komprehensif; dan (g) prinsip human resources development. Kelima, beberapa tahapan yang
semestinya harus dilalui dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain: (a) tahap need
assessment; (b) tahap formulation of goals and objective; (c) tahap policy and priority setting;
(d) tahap program and project formulation; (e) tahap feasibility testing; (f) tahap plan
implementation; dan (g) tahap evaluation and revision for future plan. Keenam, ada beragam
pendekatan perencanaan pendidikan, yaitu: pendekatan kebutuhan sosial (social demand
approach); pendekatan ketenagakerjaan (manpower approach); pendekatan untung rugi (cost
and benefit approach); dan pendekatan keefektifan biaya (cost effectiveness approach).
DAFTAR PUSTAKA
29 [29] Rusli Karim, Pendidikan Islam antara Fakta dan Cita (Yogyakarta:Tiara Wacana,1991), 67
Dr.Arifin,M.Si, Konsep,Model Perencanaan Pendidikan dalam jurnal diakses tanggal
14/09/2015, https://drarifin.wordpress.com/2010/07/15/konsep-perencanaan-
pendekatan-dan-model-perencanaan-pendidikan/
Irma Haeruddin Labels: aplikasi demografi., pengertian demografi, ruang lingkup demografi,
tujuan dan manfaat demografi, ukuran-ukuran dasar demografi, variabel demografi
http://muliantiastuti.blogspot.co.id/2015/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html