Anda di halaman 1dari 18

HUBUNGAN PERENCANAAN PENDIDIKAN DENGAN ASPEK

DEMOGRAFI, SOSIAL, EKONOMI DAN POLITIK

MAKALAH DISKUSI PERENCANAAN PENDIDIKAN


DOESEN PENGAMPU : DR.ARDI ADRI,M.Ag

Makalah diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok


Mata kuliah perencanaan pendidikan pada jurusan tarbiyah

Program studi manajemen pendidikan Islam

Kelompok 1 Semester VI

Oleh

KELOMPOK IV

NUR SHOLEH,S.Ag

NIM. MP-2015014

AMIN FIKRI,S.Pd.I

NIM.

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KUDUS

PROGRAM PASCA SARJANA S2 MPI

2015
A. Hubungan Perencanaan Pendidikan dengan Aspek Demografi
Demografi, secara etimologi (kebahasaan) berasal bahasa Latien, kata
“demograhie” terdiri dari dua kata yaitu demos dan graphien, demos artinya penduduk
dan graphien berarti catatan, bahasan tentang sesuatu. Secara etimology makna
demografi adalah catatan atau bahasan mengenai penduduk suatu daerah pada waktu
tertentu. Secara epistemology (berdasarkan ilmu pengetahuan) , pengertian
demografi tidak sesederhana seperti dalam perspektif etimology, kata demografi
diberi makna lebih spesifik tentang penduduk.1[1]
Demografi merupakan istilah yang berasal dari dua kata Yunani, yaitu demos
yang berarti rakyat atau penduduk dan graphein yang berarti menggambar atau menulis.
Oleh karena itu, demografi dapat diartikan sebagai tulisan atau gambaran tentang
penduduk , terutama tentang kelahiran, perkawinan, kematian dan migrasi. Demografi
meliputi studi ilmiah tentang jumlah, persebaran geografis, komposisi penduduk, serta
bagaimana faktor faktor ini berubah dari waktu kewaktu. Istilah ini pertama kali
dikemukakan oleh Archille Guillard pada tahun 1855 dalam karyanya yang berjudul
“elements de statistique humaine, ou demographie comparree” atau elements of human
statistics or comparative demography (dalam Iskandar,1994). 2[2]
 Achille Guillard (1855) memberikan definisi demografi sebagai ilmu yang mempelajari
segala sesuatu dari keadaan dan sikap manusia yang dapat diukur ,yaitu meliputi
perubahan secara umum, fisiknya, peradabannya, intelektualitasnya, dan kondisi
moralnya (lihat juga Iskandar, 1994).
 David v. Glass(1953) menekankan bahwa demografi terbatas pada studi penduduk
sebagai akibat pengaruh dari proses demografi ,yaitu fertilitas,mortalitas,dan migrasi.
 United Nations(1958) dan International Union for the Scientific Study of
Population/IUSSP (1982) mendefinisikan demografi sebagai studi ilmiah masalah
penduduk yang berkaitan dengan jumlah, struktur, serta pertumbuhannya
 Philip m. Hauser dan Otis Dudley Duncan(1959) berpendapat bahwa demografi
merupakan ilmu yang mempelajari jumlah, persebaran territorial, komposisi
penduduk, serta perubahannya dan sebab-sebab perubahan tersebut.

1[1]rizqi dwi Alfiyanto, Pengertian Demografi dan Kependudukan, http://rakyat-


sejahtera.blogspot.com/2013/06/pengertian-demografi-dan-kependudukan.html, diakses pada tanggal 8
April 2015.

2 [2] Bowo setyo, Definisi Demografi menurut para ahli dalam


http://bowosu.blogspot.co.id/2012/10/faktor-demografi.html diakses pada tanggal 16 /10/2012
 Donald j. Bougue(1969) mendefinisikan demografi sebagai ilmu yang mempelajari
secara statistik dsan matematik jumlah,komposisi,distribusi penduduk,dan
perubahan- perubahannya sebagai akibat bekerjanya komponen-komponen
pertumbuhan penduduk, yaitu kelahiran (fertilitas), kematian(mortalitas),
perkawinan, migrasi, dan mobilitas social.
 George w. Brclay(1970) mendefinisikan demografi sebagai ilmu yang memberikan
gambaran secara statistik tentang penduduk. Demografi mempelajari perilaku
penduduk secara menyeluruh bukan perorangan. Dengan definisi-definisi diatas,
dapat disimpulkan bahwa ilmu demografi merupakan suatu ilmu untuk mempelajari
perubahan-perubahan kependudukan dengan memanfaatkan data dan statistik dari
data penduduk terutama mengenai perubahan jumlah, persebaran pada
kommponen-komponen utama pertumbuhan penduduk, yaitu = fertilitas, mortalitas,
migrasi, yang pada gilirannya menyebabkan perubahan pada jumlah, struktur, dan
persebaran penduduk.

Ilmu demografi digunakan oleh para ahli umumnya terdiri dari empat tujuan
pokok, yaitu:
1. Mempelajari kuantitas dan distribusi penduduk dalam suatu daerah tertentu, mengukur
distribusi kesempatan tenaga kerja, distribusi persebaran penduduk dan merencanakan
lokasi sekolah

2. Menjelaskan pertumbuhan penduduk masa lampau, penurunannya dan persebarannya


dengan sebaik-baiknya dan dengan data yang tersedia.

3. Mengembangkan hubungan sebab akibat antara perkembangan penduduk dengan


bermacam-macam aspek pembangunan sosial, ekonomi, budaya politik, lingkungan
keamanan dan fungsi organisasi sosial.

4. Mencoba meramalkan pertumbuhan pendukuduk di masa yang akan datang dan


mempelajari cara mengatasi kemungkinan-kemungkinan konsekuensinya.3 [3]

Pada akhirnya, keempat tujuan pokok tersebut akan bermanfaat untuk:

1. Perencanaan pembangunan yang berhubungan dengan pendidikan, perpajakan,


kemiliteran, kesejahteraan sosial, perumahan, pertanian dan lain-lain yang dilakukan
pemerintah menjadi lebih tepat sasaran jika mempertimbangkan komposisi penduduk
yang ada sekarang dan yang akan datang.

2. Evaluasi kinerja pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah dengan melihat


perubahan komposisi penduduk yang ada sekarang dan yang lalu beserta faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
3. Melihat peningkatan standar kehidupan melalui tingkat harapan hidup rata-rata
penduduk, sebab tidak ada ukuran yang lebih baik kecuali lamanya hidup sesorang di
negara yang bersangkutan.

4. Melihat seberapa cepat perkembangan perekonomian yang dilihat dari ketersediaan


lapangan pekerjaan, persentase penduduk yang ada di sektor pertanian, pendidikan,
industri dan jasa.3[3]

Di daerah-daerah yang menjadi pusat pendidikan banyak didatangi penduduk yang


ingin melanjutkan pendidikan sehingga kepadatan penduduk semakin meningkat. Contohnya,
Yogyakarta sebagai kota pendidikan banyak didatangi pelajar dan mahasiswa dari penjuru
tanah air untuk melanjutkan pendidikan.4[4]

Dari hal itu, ada daerah-daerah yang memiliki beberapa faktor yang menyebabkan
penduduknya semakin cepat bertambah padat. Kepadatan penduduk yang tidak merata, kurang
menguntungkan dari segi pembangunan, maka salah satu usaha yang dilakukan untuk
mengurangi kepadatan penduduk, yaitu dengan pemerataan pendidikan sampai ke daerah
pedalaman untuk mengurangi arus migrasi ke pusat-pusat pendidikan.5[5]

Semakin besar jumlah penduduk, maka semakin besar jumlah sekolah, guru, sarana
prasarana yang harus disediakan oleh pemerintah untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
tersebut. Keterkaitan erat antara demografi dengan pendidikan sangat berperan penting, karena
dengan ketersediaan data demografi baik dari sensus, survei maupun pencatatan kejadian-
kejadian penting akan di jadikan dasar atau pedoman dalam perencanaan pembangunan bidang
pendidikan.Faktor-faktor demografi, diantaranya melalui sensus penduduk, survei ini dapat
memberikan gambaran yang lebih jelas untuk membantu dalam perumusan kebijakan misalnya
menentukan besar anggaran untuk bidang pendidikan.

Faktor demografi dalam perencanaan pendidikan adalah kajian setrategis meliputi


usia, jenis kelamin ( Gender ), pekerjaan, pendidikan dan pendapatan. Perencanaan keuangan
yang baik dapat membantu seseorang maupun keluarga untuk dapat menyesuaikan
perubahan hidup dengan mudah dan memberikan rasa aman akan kepentingan beaya hidup
dan beaya pendidikan dengan tujuan finansial dimasa mendatang. Sikap seseorang berbeda
terhadap suatu obyek atau atribut yang dipengaruhi oleh jenis pekerjaan. Setiap pekerjaan
memberikan pengalaman pribadi, pengaruh budaya tempat kerja dan lingkungan setrata
sosial cenderung mempengaruhi pilihan perencanaan yang berbeda, seperti jenis pekerjaan

3[3]Rizki Dwi Alfiyanto, Ibid. Lihat pula buku 9_Aspek-aspek demografi,unisco,1986


4[4]Yudi Kustina, Makalah Keterkaitan antara demografi dan pendidikan,
https://yudikustiana.wordpress.com/2011/05/16/makalah-keterkaitan-antara-demografi-dan-
pendidikan/, diakses pada tanggal 8 April 2015.
5[5]Dr.Arifin,M.Si.,Perencanaan Pendidikan,2012,hal.8
sebagai pegawai negri sipil atau pegawai swasta terkait jaminan kesejahteraan dan dana
pensiun. Pendidikan yang berhail diselesaikan seseorang juga menentukan besarnya
pendapatan dan kelas sosial, juga berkontribusi bagi perencanaan keuangan. Jadi perbedaan
jenis kelamin, umur, pekerjaan dan pendidikan berpengaruh signifikan dalam perencanaan
dan beaya pendidikan, proses pencapaian tujuan hidup seseorang melalui manajemen
keuangan antara lain keperluan sewa rumah, mobil, menyediakan dana pendidikan anak,
beaya kesehatan dan tunjangan pensiun hari tua. Penelitian yang dilakukan Cole ( 2009 ) dan
Connoly ( 2005 ) mengemukakan bahwa adanya hubungan antara pendapatan dan tingkat
pendidikan seseorang dengan pengelolaan perencanaan keuangan.
Demografi adalah studi ilmiah tentang penduduk, terutama tentang jumlah,
sturuktur dan perkembangannya. Penduduk adalah hasil tingkat kelahiran, tingkat migrasi
dan tingkatkematian. Demograsi lajim digunakan untuk mnyebut studi tentang sipat terhadap
komposisi dan pertumbuhan penduduk.dan demograsi adalah suatu studi statistik dan
matematis tentang jumlah, komposisi san persebaran penduduk, serta perubahan faktor
faktor ini setelah melewati kurun waktu yang yang disebabkan oleh lima proses yaitu fertilitas,
moralitas, perkawinan, migrasi dan mobilitas sosial.

B. Hubungan Perencanaan Pendidikan dengan Aspek Sosial dan Ekonomi


Dalam kehidupan bermasyarakat kita mengenal dua istilah penting yang saling
berhubungan, yaitu sosial dan ekonomi masyarakat. Masyarakat adalah lingkungan sosial.
Pengertian lingkungan sosial adalah semua orang lain yang mempengaruhi orang lain itu
sendiri, termasuk cara pergaulan, adat-istiadat, agama dan kepercayaan. Masyarakat atau
lingkungan sosial yang menjadi fokus hubungan sekolah dan masyarakat adalah lingkungan
sosial yang mencakup manusia dan kebudayaannya.6[7]
Selain itu ekonomi masyarakat juga ada hubungannya dengan perencanaan
pendidikan. Umumnya masyarakat yang mempunyai penghasilan yang kecil atau dibawah
rata-rata, mereka berupaya hasil dari pekerjaannya hanya untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Untuk keluarga yang berpenghasilan menengah mereka lebih terarah kepada
pemenuhan kebutuhan pokok yang layak seperti makan, pakaian, membangun rumah,
pendidikan dan lain-lain. Sedangkan keluarga yang berpenghasilan tinggi dan berkecukupan
mereka akan memenuhi segala keinginan yang mereka inginkan termasuk keinginan untuk
menyekolahkan anak mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.Itulah gambaran

6[7]Cah Kudus, Korelasi Perencanaan Pendidikan,


http://www.cahkudus.tk/2013/06/korelasi-perencanaan-pendidikan-dengan.html, diakses pada
tanggal 8 April 2015.
dinamika ekonomi masyarakat. Hal tersebut tentu akan menghambat perencanaan
pendidikan pada umumnya.7[8]
Maka dari itu, mulai dari sekarang kita harus bisa merubah pemikiran-pemikiran
yang kurang pas tersebut, khususnya bagi masyarakat yang berekomoni rendah. Kita harus
bisa meyakinkan mereka bahwa pendidikan itu sangat penting dan paling utama yang harus
di prioritaskan untuk kelangsungan hidup di waktu yang akan datang, sehingga perencanaan
pendidikan dapat berjalan dengan lancar sesuai yang diharapkan.8[9]
Perencanaan pendidikan berdasarkan permintaan masyarakat digunakan dalam
penelitian-penelitian dimana faktor penentu target jumlah peserta didik pada masa
mendatang adalah terbatasnya ruang kelas, standar mutu yang dikombinasi dengan jatah
penerimaan, kebijakan beasiswa dan beban uang pendidikan, jangkauan geografi,
karakteristik kepercayaan calon peserta didik, standar mutu yang diterima, ujian dan
kebijakan khusus, ataupun kebijakan umum dalam sistem penerimaan terbuka atau
penerimaan terseleksi.
Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan ketiga dalam proses pembentukan
kepribadian anak-anak sesuai dengan keberadaannya. Lingkungan masyarakat akan
memberikan sumbangan yang sangat berarti dalam diri anak, apabila diwujudkan dalam
proses dan pola yang tepat. Tidak semua ilmu pengetahuan, sikap, keterampilan maupun
performan dapat dikembangkan oleh sekolah ataupun dalam keluarga. Karena keterbatasan
dana dan kelengkapan lembaga tersebut. Kekurangan yang dirasakan akan dapat diisi dan
dilengkapi oleh lingkungan masyarakat dalam membina pribadi anak didik atau individual
secara utuh dan terpadu.9[10]
Menurut Purwanto (1990) ada tiga jenis hubungan antara sekolah dan masyarakat,
yaitu :
1. Hubungan edukatif

Hubungan edukatif adalah hubungan kerjasama dalam hal mendidik murid antara
guru dan orang tua. Hubungan ini mempunyai maksud agar tidak terjadi perbedaan prinsip
yang dapat mengakibatkan keragua-raguan dalam kepribadian dan sikap seorang anak.
Hubungan kerjasama yang lainnya adalah dengan berusaha memenuhi fasilitas-fasilitas yang
diperlukan dalam proses pembelajaran baik di sekolah maupun di rumah. Cara kerjasama itu

7[8] Cah Kudus,Ibid.


8[9]Cah Kudus,Ibid.
9[10]Ibid.
dapat direalisasikan dengan pertemuan rutin orangtua murid ke sekolah demi membahas
masalah murid yang ada.10[11]

Dengan adanya hubungan ini, diharapkan pihak sekolah dan orangtua murid dapat
menyelesaikan masalah-masalah yang ada di lingkungan sekolah yang dapat meningkatkan
mutu pendidikan bagi murid sehingga murid-murid dapat belajar dengan baik.

2. Hubungan Kultural
Hubungan Kultural adalah usaha kerja sama antara sekolah dan masyarakat yang
memungkinkan adanya saling membina dan mengembangkan kebudayaan masyarakat
tempat sekolah itu berada. Sekolah merupakan suatu lembaga yang seharusnya dapat
dijadikan barometer bagi maju-mundurnya kehidupan, cara berpikir, kepercayaan, kesenian,
dan adat-istiadat. Dan kemudian sekolah juga seharusnya dapat dijadikan titik pusat dan
sumber tempat terpancarnya norma-norma kehidupan yang baik bagi kemajuan masyarakat
yang selalu berubah dan berkembang maju. Jadi, bukanlah sebaliknya sekolah hanya
mengintroduksikan apa yang hidup dan berkembang di masyarakat.11[12]
Untuk itu diperlukan adanya hubungan yang fungsional antara kehidupan di
sekolah dan kehidupan dalam masyarakat. Kebutuhan-kebutuhan kurikulum sekolah
disesuaikan dengan kebutuhan dan tuntutan dari perkembangan masyarakat. Untuk
menjalankan hubungan kerja sama ini, sekolah harus mengerahkan murid-muridnya untuk
membantu kegiatan-kegiatan sosial yang diperlukan oleh masyarakat. Kegiatan-kegiatan
sosial ini berarti mendidik anak-anak berpartisipasi dan turut bertanggung jawab terhadap
masyarakat dan lingkungan.12[13]
3. Hubungan institusional
Hubungan Institusional adalah hubungan kerja sama antara sekolah dengan
lembaga-lembaga atau instasi-instasi resmi lain, baik swasta maupun pemerintahan, seperti
hubungan kerja sama antara sekolah dengan sekolah-sekolah lain, dengan kepala
pemerintahan setempat, jawatan penerangan, jawatan pemerintahan, perikanan dan
peternakan, dengan perusahaan-perusahaan Negara atau swasta, yang berkaitan dengan
perbaikan dan perkembangan pendidikan pada umumnya.13[14]
Sekolah sebagai lembaga pendidikan yang mendidik anak-anak yang nantinya akan
hidup sebagai anggota masyarakat yang terdiri atas bermacam-macam golongan, jabatan,
status sosial, dan bermacam-macam pekerjaan, sangat memerlukan adanya hubungan

10[11]Ibid.
11[12]www.anneahira.com/Demografi.html.
12[13] http://artikelkesmas.blogspot.co.id/2013/05/makalah-demografi.html
13[14]Ibid.
kerjasama itu. Menurut E. Mulyasa (dalam Udi Syaefuddin dan Abin Samsudin Maknun,
2009), model manajemen sekolah atau pendidikan dengan masyarakat merupakan seluruh
proses kegiatan sekolah atau pendidikan yang direncanakan dan diusahakan secara sengaja
dan bersungguh-sungguh, disertai pembinaan secara kontinyu untuk mendapatkan simpati
dari masyarakat pada umumnya, dan khususnya masyarakat yang berkepentingan langsung
dengan sekolah. Simpati masyarakat akan tumbuh melalui upaya-upaya sekolah dalam
menjalin hubungan secara intensif dan proaktif, disamping membangun citra lembaga yang
baik.14[15] Perencanaan pendidikan perlu mempertimbangkan aspek sosiologis seperti yang
dijelaskan diatas yaitu kebiasaan, adat istiadat dan kebudayaan serta nilai-nilai budaya
masyarakat setempat dan aspek-aspek ekonomi seperti tingkat pendapatan, pola konsumsi,
dan sebagainya.Setiap kebijakan yang dituangkan dalam rencana pendidikan yang
dilaksanakan akan mempengaruhi kehidupan sosial dan tingkah laku kelompok masyarakat,
oleh karena itu dalam perencanaan pendidikan harus memperhatikan aspek-aspek sosiologis
yang berkaitan dengan pembangunan pendidikan, di antaranya yaitu :
a. Bagaimana aspirasi masyarakat terhadap pendidikan, di mana pendidikan dapat
memberikan kesempatan untuk memperbaiki mutu kehidupan;
b. Bagaimana mendapatkan pendidikan yang mudah dan murah sesuai dengan
kemampuan ekonomi masyarakat;
c. Bagaimana mempersiapkan fasilitas pendidikan dan mutu pendidikan yang baik;
d. Bagaimana menghadapi situasi dan aspirasi masyarakat yang selalu bergerak dan
berkembang.
Secara kongkrit, tujuan diselenggarakannya hubungan sekolah dan masyarakat adalah :

a. Mendapatkan pentingnya sekolah bagi masyarakat.


b. Mendapatkan dukungan dan bantuan moral maupun financial yang diperlukan bagi
pengembangan sekolah.
c. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang isi dan pelaksanaan program
sekolah.
d. Memperkaya atau memperluas program sekolah sesuai dengan perkembangan dan
kebutuhan masyarakat.
e. Mengembangkan kerja sama yang lebih erat antara keluarga dan sekolah dalam
mendidik anak-anak.
Pendidikan dapat dipandang sebagaai investasi karena pendidikan yang berhasil
akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, kemajuan ekonomi mendorong
perkembangan pendidikan, dan pendidikan yang maju merupakan salah satu persyaratan
untuk perkembangan ekonomi selanjutnya. Pendidikan merupakan suatu investasi yang
berguna bukan saja untuk perorangan atau individu saja, tetapi juga merupakan investasi

14[15]Ibid.
untuk masyarakat. Hal ini, secara langsung dapat disimpulkan bahwa proses pendidikan
sangat erat kaitannya dengan suatu konsep yang disebut dengan human capital.15[16]

Kegagalan sistem pendidikan selama ini mungkin karena gagalnya rencana awal.
Rencana yang tidak memperhitungkan aspek sosial, ekonomi, adat istiadat dan aspek lain
dalam masyarakat adalah kesalahan fatal dalam merumuskan konsep pendidikan. Maka dari
itu, untuk mengatasi gagalnya konsep pendidikan, maka perlu dilakukan kajian yang
mendalam terhadap masalah-masalah sosial yang berdampak terhadap perencanaan
pendidikan. Diantara solusi tersebut adalah sebagai berikut :

a. Mengetahui tingkat kemiskinan. Dengan mengetahui tingkat kemiskinan pihak


pemerintah dapat menentukan tingkat pemerataan yang sudah direncanakan.
b. Membangun kepercayaan masyarakat melalui sosialisasi pentingnya pendidikan serta
memberi beasiswa kepada anak-anak miskin untuk turut mengenyam pendidikan.
c. Dalam merencanakan pendidikan harus memperhatikan dan menerapkan pembentukan
karakter peserta didik.
d. Pemerintah memberikan bekal ketrampilan sesuai dengan lingkungan kerja.
e Penyelanggaraan kerja lebih menekankan kepada keahlian sesuai dengan
kompetensinya, ini terkait masalah sosial yang berhubungan dengan aspek pendidikan.
Jika hal ini diterapkan, pendidikan tidak hanya menekankan pada sisi kognitifnya saja,
melainkan lebih berfokus pada sisi karakter dan keterampilan setiap individu.16[17]
Prinsip-prinsip perencanaan pendidikan. Ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam
penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain:
1. Prinsip interdisipliner, yaitu menyangkut berbagai bidang keilmuan atau beragam
kehidupan. Hal ini penting karena hakikat layanan pendidikan kepada peserta didik
harus menyangkut berbagai jenis pengetahuan, beragam ketrampilan dan nilai-
norma kehidupan yang berlaku di masyarakat.
2. Prinsip fleksibel, yaitu bersifat lentur, dinamik dan responsif terhadap perkembangan
atau perubahan kehidupan di masyarakat. Hal ini penting, karena hakikat layanan
pendidikan kepada peserta didik adalah menyiapkan siswa untuk mampu
menghadapi perkembangan Ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) dan beragam
tantangan kehidupan terkini.

15[16]Ibid.
16[17]Dr.Arifin, https://drarifin.wordpress.com/2010/07/15/konsep-perencanaan-
pendekatan-dan-model-perencanaan-pendidikan/
3. Prinsip efektifitas-efisiensi, artinya dalam penyusunan perencanaan pendidikan
didasarkan pada perhitungan sumber daya yang ada secara cermat dan matang,
sehingga perencanaan itu ‘berhasil guna’ dan ‘bernilai guna’ dalam pencapaian tujuan
pendidikan.
4. Prinsip progress of change, yaitu terus mendorong dan memberi peluang kepada
semua warga sekolah untuk berkarya dan bergerak maju ke depan dengan beragam
pembaharuan layanan pendidikan yang lebih berkualitas, sesuai dengan peranan
masing-masing.
5. Prinsip objektif, rasional dan sistematis, artinya perencanaan pendidikan harus
disusun berdasarkan data yang ada, berdasarkan analisa kebutuhan dan kemanfaatan
layanan pendidikan secara rasional (memungkinkan untuk diwujudkan secara nyata),
dan mempunyai sistematika dan tahapan pencapaian program secara jelas dan
berkesinambungan.
6. Prinsip kooperatif–komprehensif, artinya perencanaan yang disusun mampu
memotivasi dan membangun mentalitas semua warga sekolah dalam bekerja sebagai
suatu tim (team work) yang baik. Disamping itu perencanaan yang disusun
harus mencakup seluruh aspek esensial (mendasar) tentang layanan pendidikan
akademik dan non akademik setiap peserta didik.
7. Prinsip human resources development, artinya perencanaan pendidikan harus
disusun sebaik mungkin dan mampu menjadi acuan dalam pengembangan sumber
daya manusia secara maksimal dalam mensukseskan program pembangunan
pendidikan. Layanan pendidikan pada peserta didik harus betul-betul mampu
membangun individu yang unggul baik dari aspek intelektual (penguasaan science
and technology), aspek emosional (kepribadian atau akhlak), dan aspek spiritual
(keimanan dan ketakwaan) , atau disebut IESQ yang unggul ( Banghart, F.W and Trull,
1990; Langgulung, H., 1992). H.I. Ansoff (1990)17 dalam bukunya “Implementing
Strategi”, mengatakan manajemen strategik adala proses manajemen, hubungan
antara perusahaan dengan lingkungan, terdiri dari perencanaan
staretgic,perencanaan kapabilitas dan manajemen perubahan. Arnoldo C. Hax &
Nichholas S. Majluk18 dalam bukunya “Strategi Manajemen”, mengatakan bahwa
manajemen strategic adalah sebagai cara menuntun perusahaan pada sasaran utama
pengembangan nilai korporasi,kapabilitas manajerial, tanggung jawab organisasi, dan
sistem administrasi yang menghubungkan pengambilan keputusan strategik dan

17 Ansoff, H. Igor & Edward Mc Donnel, Implementing Strategic Management: , Practice Hall, 1990
18 Hutabarat, Jemsly & Martani Huseini dalam buku Operasionalisasi Strategi, PT Elex Media
Komputindo, Kelompok Gramedia Jakarta,2006
tindakan operasional pada seluruh tingkat hierarki, dan melewati seluruh lini bisnis
dan fungsi otoritas perusahaan.
Menurut Banghart and Trull dalam M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam (2007) ada beberapa
tahapan yang semestinya dilalui dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain:
1. Tahap need assessment, yaitu melakukan kajian terhadap beragam kebutuhan atau
taksiran yang diperlukan dalam proses pembangunan atau pelayanan pembelajaran
di setiap satuan pendidikan. Kajian awal ini harus cermat, karena fungsi kajian akan
memberikan masukan tentang: (a) pencapaian program sebelumnya; (b) sumber
daya apa yang tersedia, dan (c) apa yang akan dilakukan dan bagaimana tantangan
ke depan yang akan dihadapi.
2. Tahap formulation of goals and objective, yaitu perumusan tujuan dan sasaran
perencanaan yang hendak dicapai. Perumusan tujuan perencanaan pendidikan harus
berdasarkan pada visi, misi dan hasil kajian awal tentang beragam kebutuhan atau
taksiran (assessment) layanan pendidikan yang diperlukan.
3. Tahap policy and priority setting, yaitu merancang tentang rumusan prioritas
kebijakan apa yang akan dilaksanakan dalam layanan pendidikan. Rumusan prioritas
kebijakan ini harus dijabarkan kedalam strategi dasar layanan pendidikan yang jelas,
agar memudahkan dalam pencapaian tujuan.
4. Tahap program and project formulation, yaitu rumusan program dan proyek
pelaksanaan kegiatan operasional perencanaan pendidikan, menyangkut layanan
pedidikan pada aspek akademik dan non akademik.
5. Tahap feasibility testing, yaitu dilakukan uji kelayakan tentang beragam sumber daya
(sumber daya internal/ eksternal; atau sumber daya manusia/ material).
6. Tahap plan implementation, yaitu tahap pelaksanaan perencanaan pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan. Keberhasilan tahap ini sangat ditentukan oleh: (a)
kualitas sumber daya manusianya (kepala sekolah, guru, komite sekolah, karyawan,
dan siswa); (b) iklim atau pola kerjasama antar unsur dalam satuan pendidikan
sebagai suatu tim kerja (team work) yang handal; dan (c) kontrol atau pengawasan
dan pengendalian kegiatan selama proses pelaksanaan atau implementasi program
layanan pendidikan.
7. Tahap evaluation and revision for future plan, yaitu kegiatan untuk menilai
(mengevaluasi) tingkat keberhasilan pelaksanaan program atau perencanaan
pendidikan, sebagai feedback (masukan atau umpan balik), selanjutnya dilakukan
revisi program untuk rencana layanan pendidikan berikutnya yang lebih baik.
Kedudukan perencanaan pendidikan dalam proses layanan pendidikan di setiap satuan
pendidikan adalah:
1. Meningkatkan kualitas kegiatan atau aktivitas layanan pendidikan
2. Mengetahui beberapa sumber daya internal dan eksternal yang dimiliki untuk
dimanfaatkan secara maksimal, dan juga mengetahui beberapa kendala, hambatan
dan tantangan yang akan dihadapi dalam upaya pencapaian tujuan.
3. Memberi peluang pada setiap warga sekolah dalam meningkatkan beragam
kemampuan, keahlian atau ketrampilan secara maksimal, dalam rangka
mewujudkan tujuan layanan pendidikan.
4. Memberikan kesempatan bagi pelaksana program untuk memilih beberapa
alternatif pilihan tentang metode atau strategi atau pendekatan yang tepat dalam
pelaksanaan perencanaan pendidikan, agar efektif dalam upaya mencapai tujuan
pendidikan.
5. Memudahkan dalam pencapaian tujuan pendidikan, disamping itu telah disusun
skala prioritas sasaran tujuan yang akan dicapai.
6. Memudahkan dalam melakukan evaluasi tentang seberapa besar pencapaian tujuan
layanan pendidikan yang telah diraih, instrumen apa yang dipakai dalam mengukur
keberhasilan dalam kegiatan untuk mencapai tujuan
7. Memudahkan dalam melakukan revisi program layanan pendidikan dan proses
penyusunan perencanaan pendidikan berikutnya, sesuai dengan dinamika dan
perkembangan kehidupan sosial-budaya (Banghart, F.W and Trull, A. 1990;
Tilaar.H.A.R. 1998; Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007).

C. Beberapa model Pendekatan Perencanaan Pendidikan hubungannya dengan aspek


sosial budaya, ekonomi dan politik

Menurut para ahli, ada beragam pendekatan perencanaan pendidikan, yaitu:


pendekatan kebutuhan sosial (social demand approach); pendekatan ketenagakerjaan
(manpower approach); pendekatan untung rugi (cost and benefit approach); dan pendekatan
keefektifan biaya (cost effectiveness approach). Berikut ini akan dijelaskan secara singkat
keempat pendekatan perencanan pendidikan tersebut

1. Pendekatan kebutuhan sosial

Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan kebutuhan sosial, oleh


para ahli disebut pendekatan yang bersifat tradisional, karena fokus atau tujuan yang hendak
dicapai dalam pendekatan kebutuhan sosial ini lebih menekankan pada: (1) tercapainya
pemenuhan kebutuhan atau tuntutan seluruh individu terhadap layanan pendidikan dasar;
(2) pemberian layanan pembelajaran untuk membebaskan populasi usia sekolah dari tuna
aksara (buta huruf); dan (3) pemberian layanan pendidikan untuk membebaskan rakyat dari
rasa ketakutan dari penjajahan, dari kebodohan dan dari kemiskinan. Oleh karena itu
pendekatan kebutuhan sosial ini biasanya dilaksanakan pada negara-negara yang baru
meraih kemerdekaan dari penjajahan, dengan kondisi masyarakat pribumi yang terbelakang
pendidikannya dan kondisi sosial ekonominya.

Apabila pendekatan kebutuhan sosial ini dipakai, maka ada beberapa hal yang
perlu dipertimbangkan atau diperhatikan oleh penyusun perencanaan dalam merancang
perencanaan pendidikan, antara lain: (1) melakukan analisis tentang pertumbuhan
penduduknya; (2) melakukan analisis tentang tingkat partisipasi warga masyarakatnya dalam
pelaksanaan pendidikan, misalnya melakukan analisis persentase penduduk yang
berpendidikan dan yang tidak berpendidikan, yang dapat memberikan kontribusi dalam
peningkatan layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan; (3) melakukan analisis tentang
dinamika atau gerak (mobilitas) peserta didik dari sekolah tingkat dasar sampai perguruan
tinggi, misalnya kenaikan kelas, kelulusan, dan dropout; (4) melakukan analisis tentang minat
atau keinginan warga masyarakat tentang jenis layanan pendidikan di sekolah; (5) melakukan
analisis tentang tenaga pendidik dan kependidikan yang dibutuhkan, dan dapat difungsikan
secara maksimal dalam proses layanan pendidikan; dan (6) melakukan analisis tentang
keterkaitan antara output satuan pendidikan dengan tuntutan masyarakat atau kebutuhan
sosial di masyarakat (C.A.Anderson,1983;Perencanaan Pendidikan dalam konteks sosial).

1. Pendekatan ketenagakerjaan

Perencanaan pendidikan yang menggunakan pendekatan ini lebih mengutamakan


keterkaitan antara output (lulusan) layanan pendidikan di setiap satuan pendidikan dengan
tuntutan atau keterserapan akan kebutuhan tenaga kerja di masyarakat. Apabila pendekatan
ini dipakai oleh para penyusun perencanaan pendidikan, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, antara lain: (1) melakukan kajian atau analisis tentang beragam kebutuhan yang
diperlukan oleh dunia kerja yang ada di masyarakat secermat mungkin; (2) melakukan kajian
atau analisis tentang beragam bekal pengetahuan dan ketrampilan apa yang perlu dimiliki
oleh peserta didik terutama pada masyarakat ekonomi berkeembang.

1. Pendekatan keefektifan biaya

Pendekatan ini berorientasi pada konsep Investment in human capital (investasi


pada sumber daya manusia). Pendekatan ini sering disebut pendekatan untung rugi. Diantara
ciri-ciri pendekatan ini antara lain: (1) pendidikan memerlukan biaya investasi yang besar,
oleh karena itu perencanaan pendidikan yang disusun harus mempertimbangkan aspek
keuntungan ekonomis; (2) pendekatan ini didasarkan pada asumsi, bahwa:
(a) kualitas layanan pendidikan akan menghasilkan output yang baik dan secara langsung
akan memberi kontribusi pada pertumbuhan ekonomi masyarakat; (b) sumbangan seseorang
terhadap pendapatan nasional adalah sebanding dengan tingkat pendidikannya; (c)
perbedaan pendapatan seseorang di masyarakat, ditentukan oleh kualitas pendidikan bukan
ditentukan oleh latar belakang sosialnya; (3) perencanaan pendidikan harus betul-betul
diorientasikan pada upaya meningkatkan kualitas SDM (penguasaan Iptek), dan dengan
tersedianya kualitas SDM, maka diharapkan income masyarakat akan meningkat; dan (4)
program pendidikan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi akan menempati prioritas
pembiayaan yang besar.18[19]

Mungkin yang terpenting dari fungsi-fungsi tersebut bahwa sekolah-sekolah dan


lembaga pendidikan lainnya menjadi agen-agen sosialisasi politik. Lembaga-lembaga
pendidikan menjadi tempat dimana individu-individu, terutama anak-anak dan generasi
muda, mempelajari sikap-sikap dan perasaan tentang sistem politik, dan sejenis peran politik
yang diharapkan dari mereka.20[19]

Berbagai institusi pendidikan yang ada dalam masyarakat dapat berfungsi sebagai
alat kekuasaan dalam upaya membentuk sikap dan keyakinan politik yang dikehendaki.
Berbagai aspek pembelajaran, terutama kurikulum dan bahan-bahan bacaan, sering kali
diarahkan pada kepentingan politik tertentu.21[20]

Menambahkan bahwa salah satu komponen terpenting pendidikan, kurikulum,


misalnya, dapat menjadi media sosialisasi politik. Menurutnya, kurikulum disuatu lembaga
pendidikan memiliki tiga sumber utama. Pertama, pendapat kelompok profesional
pendidikan yang sangat dipengaruhi oleh institusi-institusi pelatihan guru dan sering kali
merefleksikan atau mengadaptasi ide dari individu-indovidu yang didewa-dewakan, seperti
John Dewey, John Lock, dan Wiliam Stern.22[20]

Di banyak negara totaliter dan negara berkembang, pemimpin politik sangat


menyadari fungsi pendidikan dalam mencapai tujuan-tujuan politik. Mereka melakkan

19 [18] Dr.Arifin, https://drarifin.wordpress.com/2010/07/15/konsep-perencanaan-pendekatan-


dan-model-perencanaan-pendidikan/ diakses tanggal 14/09/2015

20[20]Amriani Hamzah, Hubungan Politik dengan Pendidikan,


http://amrianihamzah.blogspot.com/2013/01/hubungan-politik-dengan-pendidikan.html,
dikases pada tanggal 8 April 2015.
21[19]Ibid.
22[20]Ibid.
berbagai cara untuk mengontrol sistem pendidikan dan menitipkan pesan-pesan politik
melalui metode an bahan ajar (curriculum content) pendidikan. Dinegara-negara komunis,
misalnya, metode brain washing digunakan secara luas untuk membentuk pola pikir kaum
muda, agar sejalan dengan doktrin komunisme.23[21]

Pendidikan dan politik merupakan dua hal yang seiring sejalan dalam
mencerdaskan bangsa. Kedua-duanya tidak berjalan sendiri-sendiri akan tetapi saling
berhubungan atau berkaitan. Pendidikan menyiapkan sumber daya manusia untuk mengurus
politik dan negara. Negara mengalokasikan biaya untuk mendukung kecancaran proses
pendidikan. Dalam perspektif Islam keterlibatan Negara untuk membangun dan mendukung
proses pembelajaran diberbagai lembaga pendidikan mutlak dibutuhkan.24[22]

Transformasi nilai-nilai politik melalui institusi pendidikan melalui intervensi dalam


perbuatan kebijakan pendidikan di Indonesia sangat kuat, bahkan institusi pendidikan
merupakan wilayah politik negara dan pemerintahan, Pendidikan adalah suatu tindakan sosial
yang pelaksanaanya dimungkinkan melalui suatu jaringan hubungan- hubungan kemanusiaan.
Jaringan-jaringan inilah bersama dengan hubungan-hubungan dan peranan peranan individu di
dalamnyalah yang menentukan watak pendidikan di suatu masyarakat. Politik adalah bagian
dari paket kehidupan lembaga- lembaga pendidikan Hal ini menegaskan bahwa pendidikan dan
politik adalah dua hal yang saling berhubungan erat dan saling mempengaruhi. Berbagai aspek
pendidikan selalu mengandung unsur- unsur politik, begitu juga sebaliknya setiap aktivitas
politik ada kaitanya dengan aspek- aspek kependidikan.25[23]

Keduanya sering dilihat oleh sebagian orang tidak ada kaitan dan hubungan,
padahal politik dan pendidikan saling menopang dan saling mengisi satu sama lain.
Pendidikan berperan penting dalam membentuk perilaku dan moralitas masyarakat di suatu
Negara. Begitu juga sebaliknya, perilaku politik di suatu negara memberikan karakteristik
pendidikan di negara tersebut.

Hubungan erat antara pendidikan dengan politik dapat memberikan dampak


positif dan negatif bagi perkembangan pendidikan. Dampak positif yang dapat dihasilkan dari
hubungan keduanya adalah pemerintah sebagai pemegang peranan penting dalam politik

23[21]Ibid.
24[22]Ibid.
25[23] Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media.

Muhaimin, dkk. 2012. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan


Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.
dapat memberikan subsidi kepada pendidikan. Dengan adanya subsidi tersebut pendidikan
bisa berkembang sebagaimana mestinya.26[24]

Hubungan antara politik pendidikan dapat memberikan dampak negatif atau


positif bergantung pada pemegang peranan penting dalam politik tersebut. Jika pemegang
tanggung jawab pendidikan dalam politik tidak mempunyai kompeten dalam bidang
pendidikan, Jika kita melihat realitas politik di Indonesia saat ini, maka hendaknya pendidikan
dijadikan satu hal yang netral. Dan ini akan memecahkan konsentrasi lembaga terhadap
pendidikan, yang pada akhirnya akan merusak nilai-nilai mulia pendidikan.27[28]

Kesimpulan:
Kata Demografi berasal dari bahasa Yunani yang berarti ’Demos’ adalah rakyat atau penduduk
dan ’Grafein’ adalah menulis. Jadi Demografi adalah tulisan atau karangan mengenai
penduduk. Istilah ini pertama kali dipakai untuk pertama kalinya oleh Achille Guilard.

Demografi mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu wilayah. Stuktur penduduk
meliputi jumlah, persebaran dan komposisi penduduk. Stuktur ini berubah-ubah yang
disebabkan oleh proses demografi yaitu kelahiran, kematian dan migarsi.

Ketiga faktor ini disebut dengan komponen pertumbuhan penduduk. Selain ketiga faktor
tersebut struktur penduduk ditentukan juga oleh faktor yang lain misal perkawinan, perceraian.
Perubahan stuktur yaitu perubahan dalam jumlah maupun komposisi akan memberikan
pengaruh sosial, ekonomi dan politis terhadap penduduk yang tinggal disuatu wilayah.2928

Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan Islam, maka memerlukan partisipasi aktif dan
dinamis dari orang tua, siswa, guru dan staf lainnya termasuk institusi yang memiliki
kepedulian terhadap pendidikan sekolah harus melakukan tahapan kegiatan sebagai berikut :

1. Penyusunan basis data dan profil sekolah lebih presentatif, akurat, valid dan secara
sistimatis menyangkut berbagai aspek akademis, administratif (siswa, guru, staf), dan
keuangan.

2. Melakukan evaluasi diri (self assesment) utnuk menganalisa kekuatan dan kelemahan
mengenai sumber daya sekolah, personil sekolah, kinerja dalam mengembangkan dan
mencapai target kurikulum dan hasil-hasil yang dicapai siswa berkaitan dengan aspek-aspek
intelektual dan keterampilan, maupun aspek lainnya.

3. Berdasarkan analisis tersebut sekolah harus mengidentifikasikan kebutuhan sekolah


dan merumuskan visi, misi, dan tujuan dalam rangka menyajikan pendidikan yang berkualitas/
bermutu bagi siswanya sesuai dengan konsep pembangunan pendidikan nasional yang akan
dicapai. Hal penting yang perlu diperhatikan sehubungan dengan identifikasi kebutuhan dan

26[24]Imamam harmaini, http://visualheritageblog.blogspot.co.id/2010/12/aspek-


sosial-budaya-arsitektur.htmlLabel
27[28]Dr.Arifin,M.Si. https://drarifin.wordpress.com/2010/07/15/konsep-perencanaan-
pendekatan-dan-model-perencanaan-pendidikan/

28 www.anahera.com/demografi sosial, lihat Irma Haeruddin,


http://artikelkesmas.blogspot.co.id/2013/05/makalah-demografi.html
perumusan visi, misi dan tujuan adalah bagaimana siswa belajar, penyediaan sumber daya dan
pengeloaan kurikulum termasuk indikator pencapaian peningkatan mutu tersebut.29[29]

“Perencanaan sebagai suatu proses adalah suatu cara yang sistematis untuk menjalankan suatu
pekerjaan, dalam perencanaan terkandung suatu aktivitas tertentu yang saling berkaitan untuk
mencapai hasil tertentu yang diinginkan”

beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara
lain: (a) prinsip interdisipliner; (b) prinsip fleksibel; (c) prinsip efektifitas-efisiensi; (d) prinsip
progress of change; (e) prinsip objektif, rasional dan sistematis; dan (f) prinsip kooperatif-
komprehensif; dan (g) prinsip human resources development. Kelima, beberapa tahapan yang
semestinya harus dilalui dalam penyusunan perencanaan pendidikan, antara lain: (a) tahap need
assessment; (b) tahap formulation of goals and objective; (c) tahap policy and priority setting;
(d) tahap program and project formulation; (e) tahap feasibility testing; (f) tahap plan
implementation; dan (g) tahap evaluation and revision for future plan. Keenam, ada beragam
pendekatan perencanaan pendidikan, yaitu: pendekatan kebutuhan sosial (social demand
approach); pendekatan ketenagakerjaan (manpower approach); pendekatan untung rugi (cost
and benefit approach); dan pendekatan keefektifan biaya (cost effectiveness approach).

DAFTAR PUSTAKA

Alfiyanto, Rizqi dwi.Pengertian Demografi dan Kependudukan, http://rakyat-


sejahtera.blogspot.com/2013/06/ pengertian-demografi-dan-kependudukan.html,
diakses pada tanggal 8 April 2015.
Hamzah, Amriani. Hubungan Politik dengan Pendidikan,
http://amrianihamzah.blogspot.com/2013/01/hubungan-politik-dengan-
pendidikan.html, dikases pada tanggal 8 April 2015.
Langgulung, H., 1992. Asas-asas Pendidikan Islam. Pustaka Al Husna. Jakarta
Mulyasa, E. 2003, Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Remaja Rosdakarya. Bandung.
Sa’ud, S. dan Makmun A,S. 2007. Perencanaan Pendidikan, Suatu Pendekatan Komprehensif.
Remaja Rosdakarya. Jakarta.
Sagala, S. 2009. Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Alfabeta.
Bandung.
Dr. Hj.Nirva Diana, M.Pd, Ml kuliah Fungsodui Perencanaan, Program pasca sarjana
Menejemen Pendidikan, IAIN Bandar Lampung,2012
Mulyono. 2008. Manajemen Administrasi dan Organisasi Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.

29 [29] Rusli Karim, Pendidikan Islam antara Fakta dan Cita (Yogyakarta:Tiara Wacana,1991), 67
Dr.Arifin,M.Si, Konsep,Model Perencanaan Pendidikan dalam jurnal diakses tanggal
14/09/2015, https://drarifin.wordpress.com/2010/07/15/konsep-perencanaan-
pendekatan-dan-model-perencanaan-pendidikan/
Irma Haeruddin Labels: aplikasi demografi., pengertian demografi, ruang lingkup demografi,
tujuan dan manfaat demografi, ukuran-ukuran dasar demografi, variabel demografi

Muhaimin, dkk. 2012. Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan


Agama Islam di Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Kudus, Cah. Korelasi Perencanaan Pendidikan, http://www.cahkudus.tk/2013/06/korelasi-


perencanaan-pendidikan-dengan.html, diakses pada tanggal 8 April 2015.
Kustina, Yudi. Makalah Keterkaitan antara demografi dan pendidikan,
https://yudikustiana.wordpress.com/2011/05/16/ makalah-keterkaitan-antara-
demografi-dan-pendidikan/, diakses pada tanggal 8 April 2015.

Diposkan oleh mulianti astuti di 02.25

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Label: PERENCANAAN PENDIDIKAN

http://muliantiastuti.blogspot.co.id/2015/05/v-behaviorurldefaultvmlo.html

Anda mungkin juga menyukai