Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

LEGITIMASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:

Kebijakan Pendidikan

Dosen pengampu:

Try Heni Aprilia M. Pd.I

OLEH:

Bahrudin Yusuf

NIM: 932100119

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) KEDIRI

2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena dengan
rahmat, karunia, serta taufik dan hidayahnya lah saya dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Legitimasi Kebijakan Pendidikan” sebagai salah satu syarat mengikuti
mata kuliah Kebijakan Pendidikan dengan tepat waktu. Dan juga kami haturkan
terima kasih pada Ibu Try Heni Aprilia M.Pd.I selaku dosen pengampu mata kuliah
Kebijakan Pendidikan IAIN Kediri yang telah memberikan tugas ini.
Saya berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Legitimasi Kebijakan Pendidikan. Saya juga
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan.
Untuk itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan di masa yang
akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarana yang
membangun.
Semoga karya ilmiah ini dapat dipahami dan menambah wawasan
pembacanya.

Kediri, 1 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Legitimasi dinilai sangat penting karena akan membawa pengaruh terhadap
masyarakat banyak, baik yang menguntungkan bagi sebagian masyarakat maupun
yang membawa dampak yang merugikan kelompok lain. Selain itu setiap
kebijakan juga membawa implikasi terhadap anggaran yang harus dikeluarkan
pemerintah. Pada umumnya wewenang melakukan legitimasi dimiliki oleh
pemerintah atau badan legislatif.
Sedangkan legitimasi kebijakan pendidikan itu sendiri dibutuhkan untuk
menumbuhkan manusia-manusia yang dapat membangun dirinya sendiri serta
bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Legitimasi Kebijakan Pendidikan?
2. Bagaimana Urgensi Legitimasi Kebijakan Pendidikan?
3. Apa saja batasan Legitimasi Kebijakan Pendidikan?
4. Bagaimana proses Legitimasi Kebijakan Pendidikan?
5. Apa saja krisis yang di alami Legitimasi Kebijakan Pendidikan?
6. Problematika apa saja yang di alami Legitimasi Kebijakan Pendidikan?
C. Tujuan Masalah
1. Mengetahui definisi Legitimasi Kebijakan Pendidikan
2. Mengetahui Urgensi Legitimasi Kebijakan Pendidikan
3. Mengetahui batasan Legitimasi Kebijakan Pendidikan
4. Mengetahui proses Legitimasi Kebijakan Pendidikan
5. Mengetahui krisis Legitimasi Kebijakan Pendidikan
6. Mengetahui problem Legitimasi Kebijakan Pendidikan
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Legitimasi Kebijakan Pendidikan


Legitimasi menurut KBBI adalah keterangan yang mengesahkan atau
membenarkan bahwa pemegang keterangan adalah betul-betul orang yang
dimaksud atau pernyataan yang sah (menurut undang-undang atau sesuai dengan
undang-undang).1 Sedangkan Kebijakan Pendidikan adalah suatu penilaian
terhadap sistem nilai dan faktor-faktor kebutuhan situasional, yang dioperasikan
dalam sebuah lembaga sebagai perencanaan umum untuk panduan dalam
mengambil keputusan, agar tujuan pendidikan yang di inginkan dapat dicapai.
Jadi legitimasi kebijakan pendidikan adalah suatu pengesahan terhadap
penilaian sistem dan faktor kebutuhan situasional, yang beroperasi di sebuah
lembaga sebagai perencanaan umum untuk mengambil sebuah keputusan.
Legitimasi dianggap penting bagi pemimpin pemerintahan, karena para
pemimpin pemerintahan dari setiap sistem politik berupaya keras untuk
mendapatkan atau mempertahankannya. Dengan adanya legitimasi yang dimiliki
oleh seorang pemimpin dapat menimbulkan kestabilan politik dan memungkinkan
terjadinya perubahan sosial dan membuka kesempatan yang semakin besar bagi
pemerintah untuk tidak hanya memperluas bidang-bidang kesejahteraan yang
hendak ditangani, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas kesejahteraan.
Legitimasi juga merupakan konsep yang menimbulkan hubungan antara
pemimpin dan yang dipimpin. Legitimasi dapat diartikan secara luas dan arti
sempit, dalam arti luas adalah dukungan masyarakat terhadap sistem politik,
sedangkan dalam arti sempit merupakan dukungan masyarakat terhadap pemerintah
yang berwenang. Antara kekuasaan normatif dan kualitas pribadi berkaitan erat
dengan legitimasi. Legitimasi juga merupakan suatu tindakan perbuatan hukum
yang berlaku, atau peraturan yang ada, baik peraturan hukum formal, etnis, adat-
1
KBBI
istiadat, maupun hukum kemasyarakatan yang sudah lama tercipta secara sah. Jadi,
dalam legitimasi kekuasaan, bila seorang pemimpin menduduki jabatan dan
memiliki kekuasaan secara legitimasi (legitimate power) adalah bila yang
bersangkutan dianggap absah memangku jabatannya dan menjalankan
kekuasaannya.
Kebijakan pendidikan dapat dikategorikan sebagai kebijakan publik di bidang
pendidikan yang ditujukan untuk mencapai tujuan pembangunan negara dan bangsa
di bidang pendidikan. Kebijakan pendidikan pada hakikatnya berupa keputusan
yang subtansinya adalah tujuan, prinsip dan aturan-aturan. Format kebijakan
biasanya dicatat dan dituliskan untuk dipedomani oleh pimpinan, staf dan personil
organisasi, serta interaksinya dengan lingkungan eksternal. Wujud dari kebijakan
pendidikan ini biasanya berupa undang-undang pendidikan, intruksi, peraturan
pemerintah, keputusan pengadilan, peraturan menteri, dan sebagainya menyangkut
pendidikan. Pelaksanaan kebijaksanaan itu bertujuan menumbuhkan manusia-
manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya sendiri serta bersama
bertanggung jawab atas pembangunan bangsa.

B. Urgensi Legitimasi Kebijakan Pendidikan


Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar
pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh
kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Legitimasi
dilakukan diantara kegiatan perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan. Sebelum
kebijaksanaan pendidikan yang telah disusun dalam proses perumusan
dilaksanakan, terlebih dulu dilegitimasikan. Hal tersebut dikarenakan hasil
rumusan-rumusan kebijaksanaan tersebut perlu mendapatkan pengakuan dari
masyarakat. Dan, pengakuan tersebut dilakukan oleh masyarakat lazimnya melalui
lembaga-lembaga perwakilan masyarakat. Pengakuan dari masyarakat sangat
penting mengingat suatu pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan pastilah
melibatkan masyarakat dari berbagai kalangan. Semakin banyak masyarakat yang
berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaannya, maka kebijaksanaan tersebut
dinilai semakin sukses.
Bentuk pengakuan masyarakat atas kebijaksanaan, antara lain melalui
pengabsahan. Pengabsahan adalah suatu proses di mana kebijaksanaan-
kebijaksanaan pendidikan yang telah dirumuskan tersebut diabsahkan. Dengan
demikian, setelah rumusan kebijaksanaan tersebut absah, berarti kebijaksanaan
tersebut dinyatakan dapat diberlakukan. Otorisasi kebijaksanaan pendidikan adalah
bentuk lain dari legitimasi. Sedangkan yang dimaksud dengan otorisasi adalah
memberikan kewenangan untuk memberlakukan kebijaksanaan. Dari otorisasi atau
kewenangan inilah maka muncul tanggung jawab untuk melaksanakan. Dengan
demikian, mereka yang diberi kewenangan untuk melaksanakan tersebut, sekaligus
juga dimintai pertanggungjawaban atas hasil pelaksanaan kewenangannya.

Manfaat dari legitimasi antara lain:

a) Menciptakan stabilitas politik dan perubahan sosial.


b) Mengatasi masalah lebih cepat.
c) Mengurangi penggunaan saran kekerasan fisik.
d) Memperluas bidang kesejahteraan atau meningkatkan kualitas kesejahteraan.

C. Batasan Legitimasi Kebijakan Pendidikan


Legitimasi berasal dari kata legitimacy yang berarti: memberi kuasa atau
kewenangan (otorisasi) pada dasar bekerjanya sistem politik, termasuk proses
penyusunan perencanaan, usul untuk memecahkan problema-problema yang timbul
di masyarakat. Legitimasi juga berasal dari kata legitimation yang berarti: suatu
proses spesifik dimana program-program pemerintah diotorisasikan atau
diabsahkan.
Legitimasi mengandung dua makna, yang pertama menyangkut pemberian
kewenangan untuk memberikan usulan atas suatu kegiatan (legitimacy) dan yang
kedua menyangkut pemberian kewenangan untuk melaksanakan program-program
yang diusulkan (legitimation). Oleh karena legitimacy memberikan kewenangan
untuk usul, dan legitimation memberikan kewenangan untuk melaksanakan, maka
legitimacy dilakukan terlebih dahulu dan baru kemudian legitimation.2 Dalam
konteks ini legitimasi berperan untuk memberi pengakuan bahwa setiap kebijakan
yang diputuskan nantinya adalah yang terbaik untuk kepentingan masyarakat di
mana kebijakan itu disahkan.
D. Proses Legitimasi Kebijakan Pendidikan
Setelah kebijakan berhasil diformulasikan, sebelum diterapkan pada
masyarakat, kebijakan tersebut haruslah memperoleh legitimasi (pengesahan) atau
kekuatan hukum yang mengatur penerapan (implementasi) kebijakan pada
masyarakat. Legitimasi sangat penting karena akan membawa pengaruh terhadap
masyarakat banyak, baik yang menguntungkan bagi sebagian masyarakat maupun
yang membawa dampak yang merugikan kelompok lain. Selain itu setiap kebijakan
juga membawa implikasi terhadap anggaran yang harus dikeluarkan pemerintah.
Pada umumnya wewenang melakukan legitimasi dimiliki oleh pemerintah atau
badan legislatif. Namun kalau dikaji lebih mendalam, bahwa proses legitimasi
tersebut tidak dapat dipisahkan dari hubungan antara negara dan rakyat sebagai
sumber legitimasi yang paling utama, sebab ukuran legitimasi yang dimiliki oleh
pemerintah sangat tergantung pada tersedianya dukungan bagi pemerintah dan apa
yang ingin diperoleh dari masyarakat.

Adapun cara-cara yang digunakan untuk mendapatkan dan mempertahankan


legitimasi dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

1. Simbolis yaitu dengan cara menumbuhkan kepercayaan terhadap masyarakat


dalam bentuk simbol-simbol seperti kepribadian yang baik, menjunjung tinggi
nilai- budaya dan tradisi. Contoh; upacara kenegaraan, pementasan wayang,
pengidentifikasian diri dengan kelompok mayoritas (misalnya agama tertentu)
merupakan sejumlah contoh penggunaan simbol-simbol yang bersifat ritualistik.

2
Ali Imron, Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara, 2002)
2. Prosedural yaitu menjanjikan kesejahteraan materiil kepada rakyat, seperti
fasilitas pendidikan dan kesehatan lebih baik, kesempatan kerja lebih besar,
menjamin tersedianya pangan yang dibutuhkan rakyat, menjanjikan sarana
produksi pertanian, sarana komunikasi dan transportasi, serta modal yang
memadai.
3. Materiil yaitu dengan cara mengadakan pemilihan umum untuk menentukan para
wakil rakyat, perdana menteri, presiden, dan sebagainya. Para anggota lembaga
tinggi negara atau referendum untuk mengesahkan suatu kebijakan umum.

Pada umumnya, pemimpin pemerintahan yang mendapatkan legitimasi berdasarkan


prinsip-prinsip legitimasi tradisional, ideologi, dan kualitas pribadi cenderung
menggunakan metode simbolik.

E. Krisis Legitimasi Kebijakan Pendidikan


Suatu legitimasi dapat pula mengalami krisis bila seseorang atau lembaga
yang memiliki legitimasi itu tidak memiliki kecakapan (skill) yang cukup untuk
melakukan pengelolaan (manajemen) Negara secara keseluruhan. Dalam hal ini
legitimasi perlu diikuti oleh kapabilitas dan kapasitas untuk mengimplementasikan
program yang langsung menyentuh rakyat, rakyat sebagai pemegang legitimasi
tertinggi, keamanan dan kesejahteraan rakyat adalah ukuran utama dalam menilai
kemampuan legitimasi kapabilitas pemerintahan. Dengan demikian, dapatlah
disimpulkan bahwa kekuasaan yang legitimated tidak selalu berbanding lurus
dengan kecakapannya.
Krisis legitimasi biasanya terjadi pada masa transisi. Selain itu, perubahan
yang terjadi dari suatu tingkat dan kualitas perkembangan menuju ke tingkat dan
kualitas perkembangan masyarakat berikutnya. Masyarakat semacam ini akan
cenderung mempertanyakan setiap kewenangan yang dianggap tidak
mencerminkan aspirasi hidup dalam masyarakat. Lucyan Pye menyebutkan empat
sebab krisis legitimasi:
A) Pertama, prinsip kewenangan beralih pada prinsip kewenangan yang lain.
B) Kedua, persaingan yang sangat tajam dan tak sehat tetapi juga tak disalurkan
melalui prosedur yang seharusnya diantara para pemimpin pemerintahan
sehingga terjadi perpecahan dalam tubuh pemerintah.
C) Ketiga, pemerintah tak mampu memenuhi janjinya sehingga menimbulkan
kekecewaan dan keresahan di kalangan masyarakat.
D) Keempat, sosialisasi tentang kewengan mengalami perubahan.

Krisis legitimasi akan semakin gawat manakala pihak yang berwenang tidak
tanggap atas perubahan sikap terhadap kewenangan dalam masyarakat.

F. Problematika Legitimasi Pendidikan


Ada banyak problema dalam pelaksanaan legitimasi kebijaksanaan
pendidikan. Problema-problema tersebut yang pertama, terdapatnya resistensi dari
eks aktor kebijaksanaan yang kini tidak menjadi aktor lagi. Ada semacam
kecenderungan, bahwa eks aktor-aktor kebijaksanaan tersebut, masih mempunyai
anggapan bahwa apa yang dulunya ia rumuskan, bahkan telah dilaksanakan dapat
dipertahankan hingga kini.
Kedua, terdapat resistensi dari kelompok konservatif atas kebijaksanaan yang
baru saja dirumuskan. Ini jika kebijaksanaan yang telah dirumuskan tersebut
berbeda dengan kebijaksanaan-kebijaksanaan sebelumnya yang sudah dianggap
mentradisi. Sesuatu yang sudah mentradisi umumnya memang sulit diubah, dan
jika bermaksud untuk mengubahnya, pada masyarakat yang konservatif,
dibutuhkan waktu lama.
Ketiga, sebagai akibat dari adanya resistensi kelompok konservatif dan eks
aktor kebijaksanaan yang tidak lagi menjadi aktor, terbawa serta para pengikutnya.
Para pengikut ini, umumnya juga berkecenderungan mengikuti gerak dan langkah
pemimpinnya. Oleh karena itu proses legitimasi menjadi terhambat, atau setidak-
tidaknya membutuhkan waktu lama.
Keempat, terdapatnya resistensi dari kelompok yang punya visi, persepsi dan
kepentingan yang berbeda dengan para perumus dan legitimator kebijaksanaan.
Kelompok resisten demikian, umumnya sulit diajak komproni, jika tidak berhasil
didekati. Oleh karena itu, legitimator harus berusaha mendekati kelompok ini, agar
mereka dapat bersama-sama memberikan dukungan terhadap kebijaksanaan yang
telah dirumuskan.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
legitimasi kebijakan pendidikan adalah suatu pengesahan terhadap penilaian
sistem dan faktor kebutuhan situasional, yang beroperasi di sebuah lembaga
sebagai perencanaan umum untuk mengambil sebuah keputusan.
Legitimasi juga merupakan konsep yang menimbulkan hubungan antara
pemimpin dan yang dipimpin. Legitimasi dapat diartikan secara luas dan arti
sempit, dalam arti luas adalah dukungan masyarakat terhadap sistem politik,
sedangkan dalam arti sempit merupakan dukungan masyarakat terhadap pemerintah
yang berwenang. Antara kekuasaan normatif dan kualitas pribadi berkaitan erat
dengan legitimasi.
Legitimasi juga merupakan suatu tindakan perbuatan hukum yang berlaku,
atau peraturan yang ada, baik peraturan hukum formal, etnis, adat-istiadat, maupun
hukum kemasyarakatan yang sudah lama tercipta secara sah. Jadi, dalam legitimasi
kekuasaan, bila seorang pemimpin menduduki jabatan dan memiliki kekuasaan
secara legitimasi (legitimate power) adalah bila yang bersangkutan dianggap absah
memangku jabatannya dan menjalankan kekuasaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Imron, Ali. 2002. Kebijaksanaan Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

Lothar. 2011. Konsep Kekuasaan Kewenangan dan Legitimasi. (Online).


(http://lotharmatheussitanggang.wordpres.com/2011/07/03/konsep-kekuasaan-
kewenangan-dan-legitimasi), diakses tanggal 1 Maret 2021

KBBI, diakses tanggal 1 Maret 2021

Anda mungkin juga menyukai