Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH MODEL PEMBELAJARAN : SOCRATIC SEMINAR

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Analisis Model-Model Pembelajaran


Dosen Pengampu : Novi Trilisiana, S.Pd., M.Pd

Disusun oleh :
Akhmad Makhasin (18110241011)
Nibras Putri Mumpuni (18110241026)
Prasetya Aji Wicaksono (18110244003)
Kurnia Indriani (18110244005)
Eka Oktaviani (18110244009)
Ayusti Nur Utami (18110244015)

PROGRAM STUDI KEBIJAKAN PENDIDIKAN


JURUSAN FILSAFAT DAN SOSIOLOGI PENDIDIKAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah subhanahuwata’ala yang telah memberikan rezeki dan
karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan sebaik-baiknya. Makalah ini di
susun dengan judul “Model Pengembangan Kurikulum: Socratic Seminar” yang disusun dalam
rangka memenuhi tugas mata kuliah Analisis Model-model Pembelajran dengan dosen
pengampu adalah ibu Novi Trilisiana, S.Pd., M.Pd
Makalah ini dibuat agar menambah pengetahuan penulis dan pembaca mengetahui
tentang model pembelajaran socratic seminar. Penulis menyadari sepenuh hati, bahwa penulisan
makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kekurangan dalam penyusunan nya.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan dan akan
diterima dengan senang hati untuk perbaikan lebih lanjut. Demikian yang dapat saya sampaikan,
saya berharap semoga makalah yang sederhana ini bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak
yang membutuhkan.

Yogyakarta, 25 April 2021

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan
bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang. Pendidikan
pokok dilaksanakan lewat penyelenggraan pembelajaran di satuan pendidikan formal baik dari
tingkat sekolah dasar hingga menengah atas. Tujuan hakiki dengan penyelengaraan pendidikan
merupakan mencerdaskan bangsa seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Dalam penyenggelaran pendidikan peserta didik diadakan pembelajran dalam kelas atau
biasa diseut dengan pendidikan formal. Dalam pelaksanaan pembelajaran dikembangakan model
pembelajaran guna menyukseskan pembelajran itu sendiri. Istilah “model” diartikan sebagai
kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam melakukan kegiatan. Pada
pembelajaran istilah model diartikan sebagai kerangka konseptual yang melukiskan prosedur
yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar
tertentu. Model berfungsi sebagai pedoman dalam merencanankan dan melaksanakan aktivitas
pembelajaran. Model dapat diartikan sebagai suatu pola yang digunakan dalam menyusun
kurikulum, merancang dan menyampaikan materi, mengorganisasikan, dan memilih media dan
metode dalam suatu kondisi pembelajaran. Model menggambarkan tingkat terluas dari praktek
pembelajaran dan berisikan orientasi filosofi pembelajaran, yang digunakan untuk menyeleksi
dan menyusun strategi pengajaran, metode, keterampilan, dan aktivitas pebelajar untuk
memberikan tekanan pada salah satu bagian pembelajaran (topik konten).

Beberapa model pembelajaran inovatif telah dikembangkan oleh para ahli. Salah satu
model pembelajaran untuk orang dewasa yang tersedia bagi guru adalah model pembelajaran
seminar Socrates. Model pembelajaran ini diarahkan oleh guru menggunakan pertanyaan-
pertanyaan terbuka (Ulnanir & Ultanir, 2010:9). Model pembelajaran ini menggunakan ide-ide
Socrates. Socrates adalah sorang filosuf Yunani yang dikenal memiliki pemikiran kritis yang
ideal.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Metode Pembelajaran Socratic Circles ?
2. Bagaimana Langkah-langkah metode Socratic Circles?
3. Bagaimana Pengaruh Model Seminar Socrates terhadap Hasil Belajar?
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan dari Metode Socratic Circles ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Metode Pembelajaran Socratic Circles.
2. Untuk mengetahui Langkah-langkah metode Socratic Circles.
3. Untuk mengetahui Pengaruh Model Seminar Socrates terhadap Hasil Belajar.
4. Untuk mengetahui kelebihan dan kekurangan dari Metode Socratic Circles .

D. Manfaat
Manfaat pembuatan makalah ini adalah dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran di
bidang pendidikan maupun di bidang penelitian-penelitian.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Metode Pembelajaran Socratic Circles

Socratic diturunkan dari nama Socrates, seorang filosofi yang sangat terkenal dan
berpengaruh pada pengembangan keterampilan berpikir kritis. Selama berabad-abad, ia dikagumi
sebagai orang yang memiliki integritas dan intelektual dan dianggap sebagai seorang pemikir
kritis. Karena kemampuannya berpikir kritis, namanya diabadikan sebagai pertanyaan Socratic
untuk pertanyaan-pertanyaan kritis Redhana (2012, hlm. 352).

Julian, P. (2013) Metode Socrates (Socrates Method), yaitu suatu metode pembelajaran yang
dilakukan dengan percakapan, perdebatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang saling
berdiskusi dan dihadapkan dengan suatu deretan pertanyaan-pertanyaan, yang dari serangkaian
pertanyaan-pertanyaan itu diharapkan siswa mampu/ dapat menemukan jawabannya, saling
membantu dalam menemukan sebuah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang sulit. Secara
historis sokrates banyak bergulat soal isu-isu yang terkait dengan kehidupan manusia yang
mempertanyakan soal-soal yang terkait dengan kebaikan, moral, dan keadilan.

Metode pembelajaran Socrates bukanlah dengan cara menjelaskan, melainkan dengan cara
mengajukan pertanyaan, menunjukkan kesalahan logika dari jawaban, serta dengan menanyakan
lebih jauh lagi, sehingga para siswanya terlatih untuk mampu memperjelas ide-ide mereka
sendiri dan dapat mendefinisikan konsep-konsep yang mereka maksud dengan mendetail.

Metode Socratic Cicrles atau dikenal sebagai Seminar Socrates adalah salah satu metode
pembelajaran yang bertujuan agar siswa mampu berpikir kritis di dalam pembelajaran. Didalam
pelaksanaannya, metode Socratic Circles termasuk metode pembelajaran yang membantu siswa
untuk melakukan pemecahan masalah secara nyata dan mandiri, membangkitkan minat bertanya
siswa, dan melibatkan siswa secara aktif dalam menyelidiki sesuatu melalui percakapan yang
dihadapkan dengan suatu deretan pertanyaan-pertanyaan (Peterson, 2009; Copeland, 2005).
Socratic Circles merupakan metode yang memiliki 4 komponen (teks, pertanyaan, instruktur, dan
peserta) yag jika diterapkan dengan benar akan membantu siswa membangun keterampilan baik
akademik maupun sosial (Copeland, 2005). Keterampilan akademik meliputi keterampilan
membaca, menulis, berbicara, mendengar, berpikir kritis, merefleksi, dan mendorong berpikir
divergen. Keterampilan sosial meliputi building skills, conflic resolution, dan community-
building skills (Copeland 2005; Seitz 2005; Ihda dkk., 2012).

2. Langkah-langkah metode Socratic Circles

Menurut Yunarti (2016 dalam Johnson, D. W. dan Johnson R. T. 2002, hlm. 194) proses
pembelajaran yang menerapkan metode Socratic circles adalah pembelajaran yang dibangun
dengan memberikan serangkaian pertanyaan yang tujuannya mengetahui sesuatu isi terkait
materi tertentu. Metode ini memudahkan peserta didik mendapatkan pemahaman secara
berangkai dari bentuk tanya jawab yang dilakukan. Bentuk-bentuk tahapan prosedural dalam
melaksanakan tanya jawab diantaranya:

a. Guru menyiapkan deretan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada peserta


didik, dengan memberi tanda atau kode-kode tertentu yang diperlukan.
b. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada peserta didik dan peserta didik
diharapkan dapat menemukan jawabannya yang benar
c. Guru mengajarkan mengapa pengetahuan itu penting dan bagaimana pengetahuan itu
dapat diterapkan untuk pemecahan masalah.
d. Guru menuntun eksplorasi peserta didik dengan melaksanakan perannya sebagai berikut:
1) Membiarkan eksplorasi peserta didik tak terintangi, partisipasi aktif, dan bertanya.
2) Membantu peserta didik dalam menghubungkan pengetahuan baru dan pengetahuan
terdahulu.
3) Membantu peserta didik membentuk dan menginternalisasi representasi masalah atau
tugas.
4) Membantu peserta didik mengidentifikasi persamaan antara masalah baru dan
pengalaman yang lalu yang berisikan masalah yang serupa.
e. Guru memberikan umpan balik mengenai benar atau salahnya jalan pikiran dan jalur
pemecahan masalah. Penekanan teknik bertanya ala Socrates adalah penjelasan konsep-
konsep dan gagasan-gagasan melalui penggunaan pertayaan-pertayaan pancingan.
Sebagai suatu teknik pembelajaran, yang harus dipikirkan dan ditatar dengan baik.
Instruktur yang menggunakan teknik ini harus belajar bagaimana mendengar dengan hati-
hati apa yang di tanyakan dan di bahas.
f. Jika pertanyaan yang diajukan itu terjawab oleh peserta didik, maka guru dapat
melanjutkan/mengalihkan pertanyaan berikutnya hingga semua soal dapat selesai
terjawab oleh Peserta didik.
g. Jika pada setiap soal pertanyaan yang diajukan ternyata belum memenuhi tujuan, maka
guru hendaknya mengulangi kembali pertanyaan tersebut. Dengan cara memberikan
sedikit ilustrasi, apersepsi dan sekedar meningkatkan dan memudahkan berpikir Peserta
didik, dalam menemukan jawaban yang tepat dan cermat.

3. Pengaruh Model Seminar Socrates terhadap Hasil Belajar

Paraskevas dan Wickens (2007:6) menyatakan bahwa seminar Socrates melibatkan


pengunaan pertanyaan sistematik, berpikir induktif, dan formulasi definisi umum. Siswa
dipresentasikan dengan skenario dan guru mengajukan sederetan pertanyaan secara sistematik.
Pertanyaan dirancang untuk membimbing siswa mengkonstruksi pengetahuannya. Siswa perlu
menggunakan pengalaman dan pengetahuan yang mereka miliki untuk memecahkan masalah
sederhana dan kompleks atau isu-isu yang diajukan melalui pertanyaan. Berikutnya, teknik
induktif digunakan untuk membantu siswa mempelajari materi secara lebih luas. Sekali ide
generik dan konsep dipahami, guru menggunakan pertanyaan untuk membantu siswa
mengembangkan rasional atau definisi yang lebih universal dari suatu konsep. Dengan cara ini,
siswa mempunyai kesempatan untuk menunjukkan pemahaman yang komprehensif terhadap
materi yang dipelajari.

Dengan pertanyaan terbuka, siswa ditantang untuk berusaha menemukan jawaban dari
pertanyaan tersebut. Selain itu, siswa juga berusaha untuk menghasilkan jawaban dari pertanyaan
dan/atau mengajukan pertanyaan kepada siswa lain. Dengan demikian, proses pembelajaran
berlangsung dalam dialog yang saling menghargai di antara siswa. Berkaitan dengan dialog ini,
King (2011:7) menyatakan bahwa seminar Socrates menekankan pada pertanyaan guru, dialog,
dan produksi pengetahuan sendiri. Dalam usaha menjawab pertanyaan terbuka ini, siswa
berusaha menerapkan dan mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi khususnya
keterampilan berpikir kritis dan keterampilan berpikir kreatif.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi ini merupakan tiga level atas dalam taksonomi Bloom,
yaitu analisis, sintesis, dan evaluasi. Untuk mencapai keterampilan berpikir tingkat tinggi, guru
harus melakukan reformasi pembelajaran, yaitu melakukan pergeseran dari pengajaran
tradisional (keterampilan berpikir tingkat rendah) ke pembelajaran yang menekankan pada
keterampilan berpikir tingkat tinggi (Lubezky, Dori, & Zoller, 2004:175). Item-item
keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah pertanyaan, latihan, atau masalah-masalah ill-
defined/ill-structured, yaitu pertanyaan, latihan, atau masalah yang baru bagi siswa dan
memerlukan solusi lebih dari sekadar aplikasi pengetahuan. Solusi memerlukan analisis, sintesis,
berpikir sistem, pembuatan keputusan, keterampilan pemecahan masalah, pembuatan hubungan,
dan berpikir evaluatif kritis. Item-item keterampilan berpikir tingkat tinggi ini meliputi aplikasi
teori atau pengetahuan pada situasi yang tidak mirip. Dengan keterampilan berpikir tingkat tinggi,
siswa mampu mengindarkan diri dari penipuan, indokrinasi, dan pencucian otak (brainwashing)
(Lipman, 2003:209).

Pengembangan keterampilan berpikir tinggi ini sangat penting dilakukan dalam proses
pembelajaran karena keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan jantung dari masa depan
semua masyarakat di seluruh dunia (Zoller, Ben-Chaim, & Ron, 2000:572). Candy (1991:328)
melaporkan bahwa keterampilan berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu tujuan yang paling
penting dari semua sektor pendidikan. Oleh karena pembelajaran merupakan alat untuk
menyiapkan siswa menjadi anggota masyarakat agar dapat hidup bertanggung jawab dan aktif
dalam masyarakat berbasis teknologi, sekolah pada semua tingkatan seharusnya memokuskan
pada pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi siswa. Dengan demikian, tujuan utama
dari pembelajaran adalah untuk mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi
(keterampilan berpikir kritis) dari siswa dalam konten dan proses sains (Zoller, Ben-Chaim, &
Ron, 2000:572). Elam (McTighe & Schollenberger, 1985:3) menyatakan bahwa keterampilan
berpikir tingkat tinggi merupakan tujuan pendidikan tertinggi. Ernst dan Monroe (2004:509)
menyatakan bahwa tujuan perbaikan keterampilan berpikir tingkat tinggi adalah untuk
menciptakan penduduk yang literasi terhadap lingkungan (environmental literacy).

Pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi selama pembelajaran dapat mendorong


terjadinya peningkatan terhadap hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan oleh hasil belajar
merupakan ranah dari taksonomi Bloom. Keterampilan berpikir tingkat tinggi yang merupakan
tiga level atas (analisis, sintesis, dan evaluasi) dalam taksonomi Bloom didasari oleh tiga level di
bawahnya (ingatan, pemahaman, dan aplikasi). Dengan kata lain, peningkatan hasil belajar siswa
terjadi karena siswa memperoleh pengalaman menjawab pertanyaan yang menuntut penerapan
dari keterampilan berpikri tingkat tinggi.

Hasil-hasil penelitian tentang pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi khususnya


keterampilan berpikir kritis, melalui penerapan model pembelajaran seminar Socrates telah
dilaporkan oleh beberapa ahli. Conklin (2007:12) menyatakan bahwa seminar Socrates
merupakan alat yang sangat baik untuk meningkatkan kemampuan berpikir siswa. Dalam
seminar Socrates, proses yang berlangsung adalah diskusi intelektual. Picciano (2009:12)
menyatakan bahwa seminar Socrates merupakan model pembelajaran utama yang digunakan
dalam pembelajaran. Masih menurut Picciano, guru-guru sangat senang karena pertanyaan yang
mereka ajukan dapat membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir kritis siswa.

Sementara itu, Tucker dan Neely (2010:15) menyatakan bahwa seminar Socrates dapat
membantu guru memotivasi siswa dalam dialog yang menantang siswa berpartisipasi dalam
pembelajaran aktif. Tujuan seminar Socrates adalah memotivasi siswa menjadi seorang pemikir
kritis dan pemecah masalah. Seminar Socrates ini menekankan pada belajar aktif dalam usaha
untuk menciptakan pengalaman belajar yang bermakna. Di lain pihak, Luther (2006:72)
menyatakan bahwa seminar Socrates mampu mengembangkan kesadaran kritis siswa karena
mereka dikonfrontasikan dengan kontradiksi ekonomi, politik, dan sosial. Alfonsi (2008:69)
mengungkapkan pernyataan siswa berkaitan dengan implementasi seminar Socrates: “....I could
never understand people when I was closed in and not open with others about my ideas. Now
that I have learned to share, my mind has opened a new doorway for my life.”

Selain pengembangan aspek kognitif dan keterampilan, model pembelajaran seminar


Socrates juga mampu mengembangkan kerja tim, tanggung jawab belajar, serta menciptakan
lingkungan belajar sosial yang positif. Hal ini dimungkinkan karena model pembelajaran seminar
Socrates mengembangkan belajar kooperatif. Pada diskusi kelompok ini terjadi pengajaran
teman sejawat (peer tutoring). Siswa yang kemampuan akademiknya baik mengajari siswa yang
kemampuan akademiknya kurang. Demikian juga terjadi pertukaran ide-ide di antara siswa.
Dengan demikian, proses ini menghasilkan jawaban atau solusi terbaik terhadap pertanyaan atau
masalah yang diajukan oleh guru. Melalui proses kooperatif ini, juga dapat mengembangkan
keterampilan berpikir kritis siswa.

Hal senada juga diungkapkan oleh Mandal (2009:98) yaitu bahwa pembelajaran kooperatif
dapat mengembangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi, menciptakan lingkungan belajar
yang aktif, memperbaiki kinerja siswa yang kemampuan akademiknya kurang, dan mentolerasi
gaya belajar yang berbeda di antara siswa. Sementara itu, Akhtar, dkk. (2012:144) menyatakan
bahwa dalam pembelajaran kooperatif, setiap anggota kelompok memunyai komitmen dan
tanggung jawab yang tinggi untuk keberhasilan kelompok. Selain itu, pembelajaran kooperatif
dapat meningkatkan kemampuan siswa bersosialisasi dengan siswa yang lain dan mereka dapat
menyelesaikan tugas-tugas dengan baik dan belajar lebih baik daripada jika mereka belajar
secara individu.

Dalam model pembelajaran seminar Socrates tidak terjadi persaingan antarkelompok. Hal ini
disebabkan proses pembelajaran seminar Socrates diatur oleh beberapa prinsip, seperti:(1) siswa
tidak boleh melakukan interupsi ketika siswa lain sedang berbicara; (2) semua peserta
mendengarkan dengan baik apa yang disampaikan oleh siswa lain; (3) pendapat harus didasarkan
atas bukti yang kuat; dan (4) proses diskusi harus dalam suasana dialogis, bukan debat.

4. Kelebihan Metode Socratic Circles

Menurut Yunarti (2016 dalam Johnson, D. W. dan Johnson R. T. 2002, hlm. 194)metode
Socratic circles memiliki kelebihan sebagai berikut:

a. Membimbing Peserta didik berpikir rasional dan ilmiah.


b. Mendorong Peserta didik untuk aktif belajar dan menguasai ilustrasi pengetahuan
c. Menumbuhkan motivasi dan keberanian dalam mengemukakan pendapat dan pikiran
sendiri
d. Memupuk rasa percaya pada diri sendiri
e. Meningkatkan partisipasi Peserta didik dan berlomba-lomba dalam belajar yang
menimbulkan persaingan yang dinamis
f. Menumbuhkan disiplin.
5. Kekurangan Metode Socratic Circles

Menurut Yunarti (2016 dalam Johnson, D. W. dan Johnson R. T. 2002, hlm. 194)metode
Socratic circles memiliki kekurangan sebagai berikut:

a. Metode Socratic circles dalam pelaksanaannya masih sulit dilaksanakan, pada sekolah
tingkat rendah. Sebab Peserta didik belum mampu berpikir secara mandiri
b. Metode Socratic circles terlalu bersifat mekanis, dimana anak didik dapat dipandang
sebagai mesin, yang selalu siap untuk digerakkan
c. Lebih menekankan dari segi efektif (aspek berfikir) daripada kognitif
(penghayatan/perasaan). Padahal pengajaran agama sangat menonjolkan segi perasaan
dan penghayatan ini
d. Kadang-kadang tidak semua guru selalu siap memakai metode Socratic circles, karena
metode Socratic circles menuntut dari semua pihak baik guru maupun Peserta didik
sama-sama aktif untuk belajar dan menguasai bahan/ilmu pengetahuan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Metode pembelajaran Socratic circles dicetuskan oleh Socrates. Metode Socrates


(Socrates Method), yaitu suatu metode pembelajaran yang dilakukan dengan percakapan,
perdebatan yang dilakukan oleh dua orang atau lebih yang saling berdiskusi dan dihadapkan
dengan suatu deretan pertanyaan-pertanyaan, yang dari serangkaian pertanyaan-pertanyaan itu
diharapkan siswa mampu/ dapat menemukan jawabannya, saling membantu dalam menemukan
sebuah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang sulit.

Dalam model pembelajaran seminar Socrates tidak terjadi persaingan antarkelompok. Hal
ini disebabkan proses pembelajaran seminar Socrates diatur oleh beberapa prinsip, seperti:(1)
siswa tidak boleh melakukan interupsi ketika siswa lain sedang berbicara; (2) semua peserta
mendengarkan dengan baik apa yang disampaikan oleh siswa lain; (3) pendapat harus didasarkan
atas bukti yang kuat; dan (4) proses diskusi harus dalam suasana dialogis, bukan debat.

B. Saran

Sangat penting bagi sekolah dan para guru untuk melaksanakan pembelajaran model
seminar socrates dikarenakan dalam model ini anak aktif untuk saling berinteraksi dan berdiskusi
sehingga memicu anak untuk aktiv dalam pembelajaran dan berani dalam mengemukakan
pendapat. Tentunya pula sebelum melaksanakan model pembelajaran seminar socrates ini, guru
sudah harus memiliki bahan pengajar yang siap untuk di aplikasikan dalam model pembelajaran
ini.
DAFTAR PUSTAKA

Redhana, I. W. (2014). Pengaruh model pembelajaran seminar socrates terhadap hasil belajar
siswa. Cakrawala Pendidikan, (1), 84752.

.... . BAB II Kajian Teori dan Kerangka Pemikiran. (diakses pada tanggal 28 April 2021 melalui
http://repository.unpas.ac.id/29209/7/BAB%20II%20%28NEW%29.pdf)

Rizkasanti, N. H., Susilana, R., & Dewi, L. (2018). Efektivitas penerapan metode pembelajaran
socratic circles terhadap peningkatan kemampuan berpikir kritis siswa. Educational
Technologia, 2(2), 112-121. (di akses pada 28 April 2021).

- http://staffnew.uny.ac.id/upload/132231574/pendidikan/Komponen%20Model%20Pembe
lajaran(2).pdf

Anda mungkin juga menyukai