Anda di halaman 1dari 23

(Simulasi 1)

Merumuskan masalah kebijakan


Pendidikan Fajar Sidik, MPA
Beberapa prinsip dan mekanisme kerja yang perlu diperhatikan
apabila menggunakan pendekatan teori William N. Dunn dalam
bukunya berjudul “Public Policy Analysis: An Introduction”
• Memahami perumusan masalah
- Perumusan masalah adalah suatu proses menghasilkan dan menguji
konseptualisasi-konseptualisasi alternatif atas suatu kondisi masalah.
Masalah yang tidak jelas, kabur, dan sulit didefinisikan menjadi tugas
seorang analis yaitu menformulasikan masalah itu dendiri.
Perumusan masalah kebijakan publik digunakan sebagai landasan
penting/dasar pemecahan masalah publik.
• Memahami karakteristik masalah publik:
- Permasalahan kebijakan Pendidikan bukanlah masalah yang berdiri sendiri.
Masalah publik ini biasanya merupakan bagian dari seluruh rangkaian
masalah yang terkait satu sama lain. Oleh karena itu, pendekatan holistik
perlu diaplikasikan untuk melihat lebih jelas setiap permasalahan yang
muncul sebagai (sebab-akibat) yang tak terpisahkan.
- Catat: (1) menyangkut kepentingan masyarakat luas dan serius (2) potensial
menjadi serius dalam arti bahwa suatu masalah mungkin pada saat ini belum
berkembang cukup serius, tetapi dalam jangka panjang akan menjadi sangat
serius, (3) ada peluang untuk memperbaiki”.
• Kategori masalah
- Dunn mengelompokkan masalah kebijakan ke dalam tiga kategori,
yakni masalah yang sederhana (well structured), masalah yang
agak sederhana (moderately structured), dan masalah yang rumit
(ill structured).
- Catat: kenyataanya masalah yang diselesaikan biasanya rumit.
• Tantangan bagi para analis kebijakan Pendidikan dalam merumuskan
masalah kebijakan:
1. Mampu melihat masalah publik
2. Mengidentifikasi masalah dengan tepat,
3. Memiliki data yang kuat dan fokus pada inti permasalahan,
4. Menghilangkan bahan atau informasi yang tidak relevan,
5. Menemukan faktor-faktor penting, dan
memastikan agar definisi masalah jauh dari
ambiguitas
6. Memberikan alternatif solusi dalam menyelesaikan masalah
Metode-Metode Perumusan
Masalah
Tahapan/fase perumusan masalah:
• Fase 1. Pencarian masalah (problem search-meta problem): melihat
rangkaian situasi yang menimbulkan rasa ketidakpuasan publik atau merasa
ada sesuatu yang salah.
• Fase 2. Pendefinisian masalah (problem definition): mendefinisikan masalah
substantif dalam istilah yang paling mendasar dan umum. Masalah yang
dilihat apakah masalah ekonomi, politik, sosial, dll untuk menentukan
kerangka konseptual.
• Fase 3. Spesifikasi masalah (problem specification). Pada fase ini, masalah
substantif berubah menjadi formal. Masalah telah dirumuskan secara spesifik
dan jelas.
• Fase 4. Pengenalan masalah (problem sensing).
Simulasi 1
Kasus di Kabupaten Ngawi, Provinsi Jawa Timur

Artikel publikasi
https://journal.uny.ac.id/index.php/foundasia/article/view/32097/13747
https://journal.uny.ac.id/index.php/jppfa/article/view/32210
Menemukan masalah
problematisnya
• Dalam tiga tahun terakhir (tahun 2016-2018), Kabupaten Ngawi mampu
menurunan angka kemiskinan wilayah, yaitu 15,61 pada tahun 2015
menjadi 14,83 pada tahun 2018 (Badan Pusat Statistik Kabupaten Ngawi,
2020).
• Namun, angka kemiskinan ini masih dalam kategori tinggi karena berada
di atas rata-rata angka Nasional (9,3%) dan Provinsi Jawa Timur (10,98%)
(Suara Indonesia, 2020). Kab Ngawi masuk 10 besar di Jatim.
• Masalah yang muncul, IPM rendah Kab Ngawi berdampak pada
lambatnya perkembangan (pembangunan dan kemajuan perekonomian)
wilayahnya. Sebab, tinggi rendahnya IPM dapat mengambarkan kualitas
suatu daerah.
Mendefinisikan Masalah
Subtantif
• IKakwani dan Silber menjelaskan bahwa pergeseran penelitian tentang
kemiskinan telah terjadi: dari pengukuran yang sifatnya unidimensi menjadi
multidimensi dengan mengarah pada empat pokok dasar kemiskinan
multidimensional: dari terbatasnya peluang ekonomi, berketerampilan rendah,
ketidakpastian hidup berkelanjutan, dan ketidakberdayaan.
• Situasi dan kondisi kemiskinan dipengaruhi dari beberapa dimensi yang berbeda,
salah satunya pendidikan. Dalam konteks ini, kemiskinan adalah kondisi
penduduk dalam kondisi yang mencerminkan kegagalan seseorang untuk
mendapatkan akses dan kualitas Pendidikan yang berkualitas dari pemerintah
(Sumargo & Simanjuntak, 2019: 161).
• Indikator kemiskinan multidimensional dalam IPM salah satunya dapat
dimanfaatkan sebagai dasar mengidentifikasi dan mengukur aspek-aspek sektor
pendidikan yang dipengaruhi persoalan kemiskinan.
Versi
BPS
• IPM menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses
hasil
pembangunan dalam memperoleh pendapatan,kesehatan,
pendidikan, dan sebagainya.
• IPM dibentuk oleh 3 (tiga) dimensi dasar: Umur panjang dan hidup
• sehat,
Manfaat: IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan
dalam upaya membangun
Pengetahuan, kualitas
Standar hidup layak.hidup manusia
IPM dapat menentukan peringkat atau level pembangunan suatu
(masyarakat/penduduk).
wilayah/
negara. Bagi Indonesia, IPM merupakan data strategis karena
selain
• sebagai ukuran
Keunggulan IPMkinerja Pemerintah,
Metode IPM juga digunakan
Baru: (1) mengganti sebagai
angka buta huruf salah
dengan
satu alokator indikatorrata-ratalama
memasukkan penentuan Dana Alokasi Umum
sekolah(DAU), seperti
dan angka DAU
harapan
sekolah, dapat diperoleh gambaran yang lebih relevan dalam pendidikan
Pendidikan.
lama
dan perubahan yang terjadi, (2) PNB menggantikan
PDB karena lebih menggambarkan pendapatan masyarakat pada
suatu wilayah.
• Pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat tidak
hanya dipandang dari aspek ekonomi saja, tetapi juga dari aspek
sosial lainnya, salah satunya adalah aspek pendidikan.
• Indikator kinerja di bidang pendidikan dapat digunakan terutama
oleh pembuat kebijakan untuk mengidentifikasi tantangan ke depan
dan sebagai bahan evaluasi dalam rangka mencapai kesejahteraan
rakyat.
• Semakin tinggi jenjang pendidikan ditamatkan oleh penduduk miskin
pada suatu daerah secara tidak langsung dapat menunjukkan
tingkat kemajuan suatu daerah.
Spesifikasi
masalah
Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin tinggi IPM
suatu daerah (Maulana & Bowo, 2013) atau sebaliknya.
Rendahnya capaian IPM berkaitan dengan persoalan program-program
kebijakan dalam mengatasi kemiskinan (sektor pendidikan) yang
belum optimal ditangani Pemerintah Kabupaten Ngawi (Mirza, 2012;
Novita Dewi dkk., 2017).
• Kinerja Pemda Ngawi dalam mengatasi angka putus sekolah ditingkat
jenjang SD-SMP belum tercapai. Artinya, program pendidikan wajib
belajar 9 tahun belum berhasil di wilayah tersebut.
• Lihat data: http://statistik.data.kemdikbud.go.id/index.php/page/sd#
Pengenalan masalah (problem
sensing).
• Angka buta huruf menunjukkan persentase penduduk 10 tahun ke
atas yang tidak bisa membaca dan menulis di Ngawi terdapat sekitar
11,8 persen, dari 11, 81 persen penduduk 15 tahun keatas yang
masih buta huruf sebagian besar berjenis kelamin permepuan yaitu
sebesar 15,62 persen dan 7,80 persen laki-laki. (Setiap tahunnya
meningkat).
• Rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Ngawi hanya mencapai
6,54 tahun. (Masih dibawah wajib belajar 9 tahun).
• APTS untuk kelompok umur 7-12 tahun menunjukkan 0 persen
karena kontribusi dari adanya program dana BOS. APTS untuk
kelompok umur 13-15 tahun menunjukkan 1,25 persen. APTS
kelompok umur 16-18 menunjukkan sangat tinggi, yaitu 32,94
persen. (rerata angka putus sekolah tingkat SMA/SMK tinggi
menyebabkan tingkat pengangguran meningkat).
Diskus
William N Dunn
i
Syarat untuk memecahkan masalah rumit adalah tidak sama dengan syarat
untuk memecahkan masalah yang sederhana. Masalah yang sederhana
memungkinkan analis menggunakan metode-metode konvensional, semetara
masalah yang rumit menuntut analis untuk mengambil bagian aktif dalam
mendefinisikan hakekat dari masalah itu sendiri. Dalam mendefinisikan secara
aktif hakekat suatu masalah para analis harus tidak hanya menghadapkan diri
mereka pada keadaan problematis tetapi juga harus membuat penilaian dan
pendapat secara kreatif. Hal ini berarti bahwa analisis kebijakan dibagi ke
dalam dua jenis analisis secara seimbang, yaitu perumusan masalah dan
pemecahan masalah. Dengan kata lain, pemecahan masalah hanyalah salah
satu bagian dari kerja analisis kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai