Anda di halaman 1dari 32

LEGITIMASI KEBIJAKAN

PENDIDIKAN
Mata Kuliah Analisis Kebijakan Pendidikan

Dr. Ir. MOFIT SAPTONO, M.P.

KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA


INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALANGKA RAYA
PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM 23-10-2020
Outline
DEFINISI LEGITIMASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN

ALASAN-ALASAN PERLUNYA LEGITIMASI

BATASAN LEGITIMASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN

PROSES LEGITIMASI KEBIJAKAN PENDIDIKAN

KRISIS LEGITIMASI

PROBLEMA-PROBLEMA LEGITIMASI

KESIMPULAN
01
DEFINISI LEGITIMASI
KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Legitimasi adalah prinsip yang menunjukkan penerimaan
keputusan pemimpin pemerintah dan pejabat oleh
(sebagian besar) publik atas dasar bahwa perolehan para
pemimpin dan pelaksanaan kekuasaan telah sesuai
dengan prosedur yang berlaku pada masyarakat umum
dan nilai-nilai politik atau moral.

Legitimasi mungkin akan diberikan kepada pemegang


kekuasaan dalam berbagai cara dalam masyarakat yang
berbeda, biasanya melibatkan ritual formal serius yang
bersifat religius atau non-religius, misalnya kelahiran
kerajaan dan penobatan di monarki, pemilihan umum dan
“sumpah” dalam demokrasi dan seterusnya.

Hal ini sesuai dengan pendapat Gray bahwa legitimasi


merupakan sistem pengelolaan perusahaan yang
berorientasi pada keberpihakan masyarakat (society),
pemerintah individu dan kelompok masyarakat
Legitimasi dianggap penting bagi pemimpin
pemerintahan, karena para pemimpin
pemerintahan dari setiap sistem politik berupaya
keras untuk mendapatkan atau
mempertahankannya.

Dengan adanya legitimasi yang dimiliki oleh


seorang pemimpin dapat menimbulkan kestabilan
politik dan memungkinkan terjadinya perubahan
sosial dan membuka kesempatan yang semakin
besar bagi pemerintah untuk tidak hanya
memperluas bidang-bidang kesejahteraan yang
hendak ditangani, tetapi juga untuk meningkatkan
kualitas kesejahteraan.
Legitimasi juga merupakan konsep yang menimbulkan
hubungan antara pemimpin dan yang dipimpin. Legitimasi
dapat diartikan dalam arti luas dan arti sempit, dalam arti luas
adalah dukungan masyarakat terhadap sistem politik,
sedangkan dalam arti sempit merupakan dukungan
masyarakat terhadap pemerintah yang berwenang. Antara
kekuasaan normatif dan kualitas pribadi berkaitan erat
dengan legitimasi.

Legitimasi juga merupakan suatu tindakan perbuatan hukum


yang berlaku, atau peraturan yang ada, baik peraturan
hukum formal, etnis, adat-istiadat, maupun hukum
kemasyarakatan yang sudah lama tercipta secara sah. Jadi,
dalam legitimasi kekuasaan, bila seorang pemimpin
menduduki jabatan dan memiliki kekuasaan secara
legitimasi (legitimate power) adalah bila yang bersangkutan
dianggap absah memangku jabatannya dan menjalankan
kekuasaannya.
Kebijakan pendidikan dapat dikategorikan sebagai
kebijakan publik di bidang pendidikan yang ditujukan
untuk mencapai tujuan pembangunan negara dan
bangsa di bidang pendidikan. Kebijakan pendidikan
pada hakikatnya berupa keputusan yang subtansinya
adalah tujuan, prinsip dan aturan-aturan.
Format kebijakan biasanya dicatat dan dituliskan untuk
dipedomani oleh pimpinan, staf dan personel organisasi,
serta interaksinya dengan lingkungan eksternal.
Wujud dari kebijakan pendidikan ini biasanya berupa
undang-undang pendidikan, intruksi, peraturan
pemerintah, keputusan pengadilan, peraturan menteri,
dan sebagainya menyangkut pendidikan. Pelaksanaan
kebijaksanaan itu bertujuan menumbuhkan manusia-
manusia pembangunan yang dapat membangun dirinya
sendiri serta bersama bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa.
02
ALASAN-ALASAN
PERLUNYA
LEGITIMASI
Tujuan legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses
dasar pemerintahan. Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat
diatur oleh kedaulatan rakyat, warga negara akan mengikuti arahan
pemerintah.

Legitimasi dilakukan diantara kegiatan perumusan dan


pelaksanaan kebijaksanaan. Sebelum kebijaksanaan pendidikan
yang telah disusun dalam proses perumusan dilaksanakan,
terlebih dulu dilegitimasikan. Hal tersebut dikarenakan hasil
rumusan-rumusan kebijaksanaan tersebut perlu mendapatkan
pengakuan dari masyarakat. Dan, pengakuan tersebut dilakukan
oleh masyarakat lazimnya melalui lembaga-lembaga perwakilan
masyarakat.

Pengakuan dari masyarakat sangat penting mengingat suatu


pelaksanaan kebijaksanaan pendidikan pastilah melibatkan
masyarakat dari berbagai kalangan.  Semakin banyak masyarakat
yang berpartisipasi secara aktif dalam pelaksanaannya, maka
kebijaksanaan tersebut dinilai semakin sukses.
Bentuk pengakuan masyarakat atas kebijaksanaan, antara
lain melalui pengabsahan. Pengabsahan adalah suatu proses
di mana kebijaksanaan-kebijaksanaan pendidikan yang telah
dirumuskan tersebut diabsahkan. Dengan demikian, setelah
rumusan kebijaksanaan tersebut absah, berarti
kebijaksanaan tersebut dinyatakan dapat diberlakukan.

Otorisasi kebijaksanaan pendidikan adalah bentuk lain dari


legitimasi. Sedangkan yang dimaksud dengan otorisasi
adalah memberikan kewenangan untuk memberlakukan
kebijaksanaan. Dari otorisasi atau kewenangan inilah maka
muncul tanggung jawab untuk melaksanakan. Dengan
demikian, mereka yang diberi kewenangan untuk
melaksanakan tersebut, sekaligus juga dimintai
pertanggungjawaban atas hasil pelaksanaan
kewenangannya.
Manfaat dari legitimasi antara lain:

 Menciptakan stabilitas politik dan


perubahan sosial.
 Mengatasi masalah lebih cepat.
 Mengurangi penggunaan saran kekerasan
fisik.
 Memperluas bidang kesejahteraan atau
meningkatkan kualitas kesejahteraan.
03
BATASAN LEGITIMASI
KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Legitimasi berasal dari kata legitimacy yang berarti: memberi kuasa
atau kewenangan (otorisasi) pada dasar bekerjanya sistem politik,
termasuk proses penyusunan perencanaan, usul untuk memecahkan
problema-problema yang timbul di masyarakat. Menurut Silalahi dalam
Ali Imron Legitimasi juga berasal dari kata legitimation yang berarti:
suatu proses spesifik dimana program-program pemerintah
diotorisasikan atau diabsahkan.

Legitimasi mengandung dua makna, yang pertama menyangkut


pemberian kewenangan untuk memberikan usulan atas suatu kegiatan
(legitimacy) dan yang kedua menyangkut pemberian kewenangan
untuk melaksanakan program-program yang diusulkan (legitimation).

Oleh karena legitimacy memberikan kewenangan untuk usul, dan


legitimation memberikan kewenangan untuk melaksanakan,
maka legitimacy dilakukan terlebih dahulu dan baru kemudian
legitimation. Dalam konteks ini legitimasi berperan untuk memberi
pengakuan bahwa setiap kebijakan yang diputuskan nantinya adalah
yang terbaik untuk kepentingan masyarakat di mana kebijakan itu
disahkan
Kadar Legitimasi
a.  PRA LEGITIMASI, ada dalam pemerintahan yang baru
terbentuk yang meyakini memiliki kewenangan tapi sebagian
kelompok masyarakat belum mengakuinya

b.  BERLEGITIMASI, yaitu ketika pemerintah bisa meyakinkan


masyarakat dan masyarakat menerima dan mengakuinya.

c.  TAK BERLEGITIMASI, ketika pemimpin atau pemerintah


gagal mendapat pengakuan dari masyarakat tapi pemimpin
tersebut menolak untuk mengundurkan diri, akhirnya muncul
tak berlegitimasi. Untuk mempertahankan kewenangannya
biasanya digunakan cara-cara kekerasan.

d.  PASCA LEGITIMASI, yaitu ketika dasar legitimasi sudah


berubah.
04
PROSES LEGITIMASI
KEBIJAKAN PENDIDIKAN
Setelah kebijakan berhasil diformulasikan, sebelum diterapkan
pada masyarakat, kebijakan tersebut haruslah memperoleh
legitimasi (pengesahan) atau kekuatan hukum yang mengatur
penerapan (implementasi) kebijakan pada masyarakat.

Legitimasi sangat penting karena akan membawa pengaruh


terhadap masyarakat banyak, baik yang menguntungkan bagi
sebagian masyarakat maupun yang membawa dampak yang
merugikan kelompok lain. Selain itu setiap kebijakan juga
membawa implikasi terhadap anggaran yang harus dikeluarkan
pemerintah.

Pada umumnya wewenang melakukan legitimasi dimiliki oleh


pemerintah atau badan legislatif. Namun kalau dikaji lebih
mendalam, bahwa proses legitimasi tersebut tidak dapat
dipisahkan dari hubungan antara negara dan rakyat sebagai
sumber legitimasi yang paling utama, sebab ukuran legitimasi
yang dimiliki oleh pemerintah sangat tergantung pada
tersedianya dukungan bagi pemerintah dan apa yang ingin
diperoleh dari masyarakat.
Adapun cara-cara yang digunakan untuk mendapatkan dan
mempertahankan legitimasi dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

SIMBOLIS yaitu dengan cara menumbuhkan kepercayaan


terhadap masyarakat dalam bentuk simbol-simbol seperti
kepribadian yang baik, menjunjung tinggi nilai- budaya dan
1 tradisi. Contoh; upacara kenegaraan, pementasan wayang,
pengidentifikasian diri dengan kelompok mayoritas (misalnya
agama tertentu) merupakan sejumlah contoh penggunaan simbol-
simbol yang bersifat ritualistik.

PROSEDURAL yaitu menjanjikan kesejahteraan materiil kepada


rakyat, seperti fasilitas pendidikan dan kesehatan lebih baik, 
2 kesempatan kerja lebih besar, menjamin tersedianya pangan yang
dibutuhkan rakyat, menjanjikan sarana produksi pertanian,
sarana komunikasi dan transportasi, serta modal yang memadai.
MATERIIL yaitu dengan cara mengadakan pemilihan
umum untuk menentukan para wakil rakyat, perdana
3 menteri, presiden, dan sebagainya. Para anggota
lembaga tinggi negara atau referendum untuk
mengesahkan suatu kebijakan umum

Pada umumnya, pemimpin pemerintahan yang


mendapatkan legitimasi berdasarkan prinsip-
prinsip legitimasi tradisional, ideologi, dan kualitas
pribadi cenderung menggunakan metode
simbolik.
Menurut Andrain berdasarkan prinsip pengakuan dan dukungan
masyarakat terhadap pemerintah maka legitimasi dikelompokkan
menjadi LIMA TIPE yaitu:

Legitimasi tradisional: masyarakat memberikan pengakuan


dan dukungan kepada pemimpin pemerintahan karena
pemimpin tersebut merupakan keturunan  pemimpin ”berdarah
biru” yang dipercaya harus memimpin masyarakat.

Legitimasi ideologi: masyarakat memberikan dukungan


kepada pemimpin pemerintahan karena pemimpin tersebut
dianggap sebagai penafsir dan pelaksana ideologi. Ideologi
yang dimaksudkan tidak hanya yang doktriner seperti
komunisme, tetapi juga yang pragmatis seperti liberalisme dan
ideologi pancasila.
Legitimasi kualitas pribadi: masyarakat memberikan
pengakuan dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin
tersebut memiliki kualitas pribadi berupa kharismatik maupun
penampilan pribadi dan prestasi cemerlang dalam bidang
tertentu.

Legitimasi prosedural:  masyarakat memberikan pengakuan


dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut
mendapat kewenangan menurut prosedur yang ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan.

Legitimasi instrumental: masyarakat memberikan pengakuan


dan dukungan kepada pemerintah karena pemimpin tersebut
menjanjikan atau menjamin kesejahteraan materiil
(instrumental) kepada masyarakat.
Dalam kehidupan nyata biasanya para pemimpin pemerintahan tidak
hanya menggunakan satu tipe, tetapi juga mengkombinasikan dari
dua tipe atau lebih sesuai dengan struktur dan tingkat perkembangan
masyarakatnya.

Ada kalanya suatu kebijaksanaan yang telah dirumuskan,


dimintakan pendapat secara langsung kepada rakyat, dan rakyat
diminta memberi dukungan.

Tetapi, ada kalanya, dukungan tersebut dimintakan oleh pengurus


kebijaksanaan kepada tokoh-tokoh non formal atau kunci di
masyarakat. Dengan harapan, tokoh kunci atau non formal itulah,
yang akan mencari dukungan kepada massa atau rakyat
kebanyakan.
Tokoh-tokoh kunci atau non formal tersebut ada di berbagai bidang
agama, profesi, budaya dan seni, ekonomi, pertanian dan bahkan
sektor-sektor ekonomi dan jasa. Tokoh-tokoh non formal ini, meski
tidak menduduki jabatan apa pun di pemerintahan, umumnya
mempunyai massa banyak dan menaruh kepercayaan yang besar
terhadap tokohnya. Bahkan dalam hal-hal tertentu, sesuatu yang
dikemukakan oleh tokoh kunci tersebut, diterima dengan lapang
hati oleh rakyatnya

Di negara-negara yang menganut sistem pemerintahan liberal,


prinsip yang dipedomani berkenaan dengan legitimasi ini adalah
koalisi, dengan doktrin: mayority-coalation-building. Doktrin ini
dianggap praktis, oleh karena apa yang disuarakan oleh orang
yang lebih banyak itu dipandang sebagai suara orang banyak, dan
oleh karena itu harus didukung dan disahkan. Sungguhpun
demikian, presiden khususnya di Amerika Serikat, masih
mempunyai hak veto terhadap suara mayoritas rakyat yang
dikemukakan melalui wakil-wakilnya di parlemen. Sebab, suara
parlemen, yang dianggap pencerminan dari rakyat tersebut, tidak
mungkin mencerminkan 100% suara rakyat.
Di negara kita, voting dengan menggunakan suara terbanyak dianggap
sebagai jalan terakhir, jika tidak mungkin dicapai kesepakatan. Musyawarah
yang dilakukan oleh para wakil rakyat tersebut diupayakan agar tercapai
kemufakatan. Dengan demikian, tak ada kelompok mayoritas dan kelompok
minoritas dalam permusyawaratan. Upaya-upaya banyak dilakukan agar
kemufakatan ini bisa dicapai, misalkan dengan saling mengadakan lobi.

Kebijaksanaan yang telah diformulasikan dan disahkan secara formal


tersebut, ternyata bukanlah sesuatu yang sudah final. Masih memungkinkan
adanya revisi, perbaikan, dan penyempurnaan. Dan legitimasi tersebut
dilakukan antara lain juga dalam rangka menyempurnakan, agar ketika
dilaksanakan nantinya tidak mengalami hambatan. Sebab, dengan legitimasi
ini, rakyat akan menyatakan dukungan oleh karena sesuai dengan aspirasi
dan harapannya. Kegiatan legitimasi adalah mencari dukungan sekaligus
menyempurnakan kebijaksanaan, sedangkan hasil akhir legitimasi adalah
rumusan kebijaksanaan yang sudah sah dan dianggap final.
05
KRISIS LEGITIMASI
Suatu legitimasi dapat pula mengalami krisis bila
seseorang atau lembaga yang memiliki legitimasi itu
tidak memiliki kecakapan (skill) yang cukup untuk
melakukan pengelolaan (manajemen) Negara secara
keseluruhan

Dalam hal ini legitimasi perlu diikuti oleh kapabilitas dan


kapasitas untuk menimplementasikan program yang
langsung menyentuh rakyat, rakyat sebagai pemegang
legitimasi tertinggi, keamanan dan kesejahteraan
rakyat adalah ukuran utama dalam menilai kemampuan
legitimasi kapabilitas pemerintahan.

Dengan demikian, dapatlah disimpulkan bahwa


kekuasaan yang legitimated tidak selalu berbanding
lurus dengan kecakapannya.
Krisis legitimasi biasanya terjadi pada masa transisi. Selain itu,
perubahan yang terjadi dari suatu tingkat dan kualitas perkembangan
menuju ke tingkat dan kualitas perkembangan masyarakat berikutnya.
Masyarakat semacam ini akan cenderung mempertanyakan setiap
kewenangan yang dianggap tidak mencerminkan aspirasi hidup dalam
masyarakat. Lucyan Pye menyebutkan empat sebab krisis legitimasi:

Pertama, prinsip kewenangan beralih pada prinsip kewenangan yang


lain.
Kedua, persaingan yang sangat tajam dan tak sehat tetapi juga tak
disalurkan melalui prosedur yang seharusnya diantara para
pemimpin pemerintahan sehingga terjadi perpecahan
dalam tubuh pemerintah.
 Ketiga, pemerintah tak mampu memenuhi janjinya sehingga
menimbulkan kekecewaan dan keresahan di kalangan
masyarakat.
Keempat, sosialisasi tentang kewengan mengalami perubahan.
Krisis legitimasi akan semakin gawat manakala pihak yang berwenang tidak
tanggap atas perubahan sikap terhadap kewenangan dalam masyarakat
06
PROBLEMA-PROBLEMA
LEGITIMASI
Ada banyak problema dalam pelaksanaan legitimasi
kebijaksanaan pendidikan. Problema-problema
tersebut atara lain:

PERTAMA, terdapatnya resistensi dari eks aktor kebijaksanaan


yang kini tidak menjadi aktor lagi.  Ada semacam kecenderungan,
bahwa eks aktor-aktor kebijaksanaan tersebut, masih mempunyai
anggapan bahwa apa yang dulunya ia rumuskan, bahkan telah
dilaksanakan dapat dipertahankan hingga kini.

KEDUA, terdapat resistensi dari kelompok konservatif atas


kebijaksanaan yang baru saja dirumuskan. Ini jika kebijaksanaan
yang telah dirumuskan tersebut berbeda dengan kebijaksanaan-
kebijaksanaan sebelumnya yang sudah dianggap mentradisi.
Sesuatu yang sudah mentradisi umumnya memang sulit diubah,
dan jika bermaksud untuk mengubahnya, pada masyarakat yang
konservatif, dibutuhkan waktu lama.
KETIGA, sebagai akibat dari adanya resistensi kelompok
konservatif dan eks aktor kebijaksanaan yang tidak lagi
menjadi aktor, terbawa serta para pengikutnya.  Para
pengikut ini, umumnya juga berkecenderungan mengikuti
gerak dan langkah pemimpinnya. Oleh karena itu proses
legitimasi menjadi terhambat, atau setidak-tidaknya
membutuhkan waktu lama.
KEEMPAT, terdapatnya resistensi dari kelompok yang
punya visi, persepsi dan kepentingan yang berbeda
dengan para perumus dan legitimator kebijaksanaan.
Kelompok resisten demikian, umumnya sulit diajak
komproni, jika tidak berhasil didekati. Oleh karena itu,
legitimator harus berusaha mendekati kelompok ini, agar
mereka dapat bersama-sama memberikan dukungan
terhadap kebijaksanaan yang telah dirumuskan.
07
KESIMPULAN
Dengan adanya legitimasi yang dimiliki oleh seorang
pemimpin dapat menimbulkan kestabilan politik dan
memungkinkan terjadinya perubahan sosial dan
membuka kesempatan yang semakin besar bagi
pemerintah untuk tidak hanya memperluas bidang-bidang
kesejahteraan yang hendak ditangani, tetapi juga untuk
meningkatkan kualitas kesejahteraan, dalam konteks ini
kesejahteraan dalam bidang pendidikan.

Legitimasi sangat penting karena akan membawa pengaruh


terhadap masyarakat banyak, baik yang menguntungkan
bagi sebagian masyarakat maupun yang membawa
dampak yang merugikan kelompok lain. Selain itu setiap
kebijakan juga membawa implikasi terhadap anggaran yang
harus dikeluarkan pemerintah.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai