Istilah Good Governance makin popular seiring dengan gerakan pembersihan pemerintahan
buruk yang ditandai dengan saratnya tindakan KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).
Sebenarnya menurut pandangan Masyarakat Transparasi Indonesia wacana good governance
mendapatkan relevansinya di Indonesia paling tidak dengan 3 sebab utama: Pertama krisis
ekonomi dan krisis politik yang terus berlarut-larut dan belum ada tanda-tanda akan segera
berakhir. Kedua, masih banyaknya korupsi dan berbagai bentuk penyimpangan dalam
penyelenggaraan Negara. Dan ketiga, kebijakan otonomi daerah yang merupakan harapan
besar bagi proses demokratisasi dan sekaligus kekhawatiran bila program tersebut gagal di
tengah jalan.
Ada 4 pengertian yang menjadi arus utama dalam isitilah ini, yakni pertama. Good
governance dimaknai sebagai kinerja suatu lembaga, misalnya kinerja pemerintahan atau
suatu Negara, perusahaan atau organisasi masyarakat yang memenuhi prasyarat-prasyarat
tertentu. Pengertian ini merujuk pada arti asli kata governing yang berarti mengarahkan atau
mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik dalam satu Negara; kedua, good
governance dimaknai sebagai suatu penerjemahan kongkrit dari demokrasi dengan
meniscayakan civic culture sebagai penopang keberlanjutan demokrasi itu sendiri. Ketiga
good governance diartikan sebagai pengelolaan pemerintahan yang baik, dan keempat good
governance diartikan dengan istilah aslinya atau tidak diterjemahkan karena memandang
luasnya dimensi good governance yang tidak bisa direduksi hanya menjadi pemerintah
semata.
Jadi good governance diartikan sebagai tata tingkah laku atau tindakan yang baik didasarkan
pada kaidah-kaidah tertentu untuk pengelolaan masalah-masalah publik dalam kehidupan
keseharian.
Tuntutan subjek dari pengertian good governance diatas, berarti tidak hanya ditujukan
kepada penyelenggara Negara atau pemerintahan, melainkan juga pada masyarakat di luar
struktur birokrassi pemerintahan. Struktur luar dimaksud adalah swasta dan masyarakat
madani atau masyarakat sipil. Disini baik Negara, swasta, maupun masyarakat sipil adalah
pilar-pilar utama bagi tegaknya good governance. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
good governance sebagai sebuah paradigma baru dapat terwujud bila ketiga pilar
pendukungnya berfungsi secara baik. Negara dengan pemerintahannya dituntut untuk
merubah pola pelayanan elitis menjadi populis. Sector swasta sebagai pengelola sumber daya
di luar Negara dan birokrasi pemerintahanpun harus memberikan kontribusi dalam usaha
pengelolaan sumber daya tersebut. Sedangkan masyarakat madani berpartisipasi aktif dalam
setiap proses perumusan dan pelaksanaan kebijakan public sehingga menjadi kekuatan
penyeimbang Negara
Dari sisi bahasa (etimologis) pemerintah (government) berasal dari kata Yunani,
kubernan atau nahkoda kapal yang berarti menatap ke depan. Jadi ‘memerintah’ artinya
adalah melihat ke depan, menentukan berbagai kebijakan yang diselenggarakan untuk
mencapai tujuan masyarakat-negara, memperkirakan arah perkembangan masyarakat
pada masa yang akan datang, serta mengelola dan mengarahkan masyarakat ke tujuan
yang ditetapkan. Oleh sebab itu, kegiatan pemerintah lebih menyangkut perbuatan dan
pelaksanaan politik dalam rangka mencapai tujuan masyarakat Negara.
3. Bentuk pemerintahan
2.7 Perwujudan Good Governance Melalui Format Reformasi Birokrasi Publik dalam
Perspektif Hukum Administrasi Negara
Ketiga elemen di atas merupakan suatu proses kegiatan yang saling me-lengkapi. Namun
menurut konsep Weber, konsep birokrasi hanyalah merupakan sebuah mesin yang disiapkan
untuk men-jalankan dan mewujudkan tujuan-tujuan negara yang masuk dalam ranah
administrative governance. Dengan demikian, setiap pekerja atau pejabat dalam pelayanan public
pemerintah merupakan pemicu dan penggerak dari sebuah mesin yang tidak mempunyai
kepentingan pribadi (each individual civil servant is a cog in the machine with no personalities
interest). Dalam kaitan ini, maka setiap pejabat pemerintah tidak mempunyai tanggung jawab
publik, kecuali pada bidang tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Pemikiran
seperti ini menjadikan pelayanan publik pemerintah bertindak sebagai kekuatan yang netral dari
pengaruh kepentingan kelas atau kelompok tertentu Didasarkan pada pembagian di atas, maka
birokrasi publik sebagai bagian dari Hukum Administrasi Negara merupakan aspek penting
dalam pelaksanaan fungsi pelayanan publik guna menciptakan good governance. Sehubungan
dengan agenda reformasi nasional, Bintoro Tjokroamidjojo mengutarakan bahwa keberhasilan
pembangunan aparatur negara dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang baik dalam era
reformasi dewasa ini, paling tidak dapat dilihat dari seberapa jauh keberhasilan pencapaian
tujuan reformasi sebagaimana tercantu dalam Bab III TAP MPR No.VIII/MPR/ 1998 yang
mencakup:
Sedangkan, agenda reformasi pemerintahan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan yang
baik perlu diarahkan kepada:
1. Perubahan sistem politik ke arah sistem politik yang demokratis, partisipatif dan
egalitarian;
2. Reformasi dalam sistem pelayanan public militer (TNI) dimana kekuatan militer ini
harus menjadi kekuatan yang profesiona dan independen, bukan menjadi alat politi partai
atau kekuasaan pemerinta yang mendudukannya sebagai kekuatan pertahanan negara;
3. Reformasi dalam bidang administrasi publik perlu diarahkan pada peningkatan.
Profesionalisme pelayanan publik pemerintah dalam rangka meningkatkan pengabdian
umum, pengayoman, dan pelayanan publik;
4. Reformasi pemerintahan yang juga penting adalah perubahan dari pola sentralisasi ke
desentralisasi, bukan dalam rangka separatism atau federalisme;
Agenda aksi reformasi lainnya yang juga strategis adalah menciptakan pemerintahan yang bersih
(clean government) yang terdiri dari tiga pokok agenda, yaitu :
Berdasarkan hal di atas, maka prinsip dasar yang melandasi perbedaan antara konsepsi tata
pemerintahan (governance) dengan pola pemerintahan yang tradisonal adalah terletak pada
adanya tuntutan yang demikian kuat agar peranan pemerintah dikurangi dan peranan masyarakat
ditingkatkan dan semakin terbuka aksesnya. Perspektif good governance tersebut meng-
implikasikan adanya pengurangan peran dari pemerintah, namun hal ini tidak serta merta
meninggalkan peran pemerintah begitu saja.
1. Pengaruh di bidang kelembagaan adalah menata ulang struktur organisasi dengan prinsip
rasional dan realistik (sesuai kebutuhan) dan perangkat kelembagaan yang lebih efektif
serta efisien yang berorientasi pada peningkatan pelayanan masyarakat. Hal ini menuntut
pula pada penyediaan sarana dan prasarana pemerintahan yang dapat mendukung
terwujudnya pelayanan prima bagi masyarakat. Contoh peraturan yang selaras dengan
nuansa kelembagaan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
2. Di bidang ketatalaksanaan, pengaruhnya adalah penyempurnaan kualitas dan transparansi
pelayanan masyarakat terhadap perubahan-perubahan dan tuntutan-tuntutan masyarakat,
oleh karena itu diperlukan penyempurnaan sistem ketatalaksanaan dalam
penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan. Contoh peraturan
yang selaras dengan nuansa ketatalaksanaan adalah Undang-undang tentang Pelayanan
Publik
3. Bidang sumber daya manusia aparatur sebagai pilar utama penyelenggaraan
pemerintahan berpengaruh pada pengembangan sistem perencanaan Sumber Daya
Manusia aparatur pemerintah sesuai hasil penataan struktur dan perangkat kelembagaan
daerah. Konsekuensinya adalah pembentukan disiplin, etika dan moral di tingkat
pelaksana yaitu Pegawai Negeri Sipil yang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas
kerja dan tuntutan terhadap perwujudan aparatur pemerintah yang bebas Korupsi Kolusi
dan Nepotisme (KKN) dan lebih profesional. Contoh peraturan yang selaras dengan
nuansa sumber daya manusia aparatur adalah Undang-Undang No.43 tahun 1999 tentang
Pokok-Pokok Kepegawaian.
4.