Anda di halaman 1dari 30

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh Negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan Negara sendiri segala kegiatan badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara. Pemerintahan dalam ari sempit adalah segala kegiatan badanbadan publik yang hanya meliputi kekuasaan eksekutif. (C.F. Strong) Dalam suatu Negara tentulah ditunjanjang ditunjang oleh masyarakatnya sendiri dimana masyarakat sendirilah yang menentukan nasib bangsanya tentunya ini juga tidak akan lepas dari campur tangan pemerintah yang menjadi pengemudi dalam hal ini. Partisipasi masyarakat dalam upaya peningkatan jaminan keadilan sangat diperlukan karena berawal dari kesadaran masyarakat sendirilah sehingga menetukan nasib suatu Negara.

B. Rumusan Masalah 1. 2. Merumusan kembali apa yang dimaksud dengan pemerintahan Merumusan kembali apa yang dimaksud dengan keterbukaan , keadilan dan jaminan keadilan 3. 4. 5. Contoh wujud partisipasi warga Negara dalam upaya peningkatan jaminan keadilan Mengaitkan contoh-contoh Antransparansi pemerintahan yang salah Cara-cara yang ditempuh untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan baik

C. Landasan Teori Pemerintahan dalam arti luas adalah pemerintah/ lembaga-lembaga Negara yang menjalankan segala tugas pemerintah baik sebagai lembaga eksekutif, legislative maupun yudikatif.

[1]

Tata laksana pemerintahan yang baik adalah seperangkat proses yang diberlakukan dalam organisasi baik swasta maupun negeri untuk menentukan keputusan. Tata laksana pemerintahan yang baik ini walaupun tidak dapat menjamin sepenuhnya segala sesuatu akan menjadi sempurna - namun, apabila dipatuhi jelas dapat mengurangi penyalah-gunaan kekuasaan dan korupsi. Banyak badan-badan donor internasional, seperti IMF dan Bank Dunia, mensyaratkan diberlakukannya unsur-unsur tata laksana pemerintahan yang baik sebagai dasar bantuan dan pinjaman yang akan mereka berikan. Karakteristik dasar tata laksana pemerintahan yang baik Tata laksana pemerintahan yang baik ini dapat dipahami dengan memberlakukan delapan karakteristik dasarnya yaitu seperti: partisipasi aktif, tegaknya hukum, transparansi, responsif, berorientasi akan musyawarah untuk mendapatkan mufakat, keadilan dan perlakuan yang sama untuk semua orang, efektif dan ekonomis serta dapat dipertanggungjawabkan.Berlakunya karakteristik-karakteristik tersebut biasanya menjadi jaminan untuk: meminimimalkan terjadinya korupsi, pandangan minoritas terwakili dan dipertimbangkan, serta pandangan dan pendapat kaum yang paling lemah didengarkan dalam pengambilan keputusa Ketiga fungsi yang sekaligus menjadi misi pemerintahan di tengah tengah masyrakat. 1. Pelayanan (Service). Pelayanan akan membuahkan keadilan dalam masyarakat.masyarakat. 2. Pemberdayaan (Empower ment).Pemberdayaan (Empower ment). Pemberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat.masyarakat. 3. Pembangunan (Development).Pembangunan (Development). Pembangunan akan meningkatkan kesejahteraanmmasyarakat.masyarakat.

Menurut Peraturan Perundang-undangan D e n g a n d iu nd a ng k a nn ya U U N o . 28 t a hu n1999 tentang Penyelenggaraan Negarayang Bersih dan Bebas KKN beserta Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor XI/MPR1998/ juga arah komendasinya, Asas-asasumum pemerintahan yang baik di Indonesia diidentifikasikan dalam Pasal 3 dirumuskan sebagai Asas umumPerpenyelenggaraan negara

[2]

D. Maksud & Tujuan Maksud dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi persyaratan akademis di SMA.NEG.1 Majene Tujuan dari makalah ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan pemerintahan 2. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan keterbukaan , keadilan dan jaminan keadilan 3. Mengetahui wujud partisipasi warga Negara dalam upaya peningkatan jaminan keadilan 4. Mengetahui contoh-contoh Antransparansi pemerintahan yang salah 5. Cara-cara apa yang ditempuh untuk menciptakan pemerintahan yang bersih dan baik

[3]

BAB II PEMBAHASAN
Pemerintahan yang baik adalah tanggung jawab bersama Sebelum lebih jauh berbicara mengenai Pemerintahan yang baik merupakan tanggung jawab kita bersama telah dikemukakan sebelumnya pada lantasan Teori bahwa Pemerintah sendiri yang berarti adalah sekelompok orang yang tergabung dalam suatu komitmen dan organisasi kelompok masyarakat yang memiliki tujuan tertentu untuk mencapai kesejahteraan masyarakat seperti dalam lembaga-lembaga kenegaraan Ekskutif, Legislatif dan yudikatif serta partai-partai politik

KETERBUKAAN/transparan 1. Pengertian, sikap jujur, tidak ada yg di tutup-tutupi, komunikatif, tidak picik pandangan, mau mendengarkan usul orang lain, pe. ndapat, dan kritik yg membangun dari org lain Manfaatketerbukaan: Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap penyelenggara Negara meningkatnya persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara mencegah terjadinya KKN Menciptakan hubungan harmonis yg timbal balik antara penyelenggara negara dgn rakyat meningkatkan potensi masyarakat sesuai dengan potensi yang dimiliki dapat mengungkapkan ketidak-adilan sehingga dapat menunjang terciptanya jaminan keadilan sesuai dengan hak asasi setiap manusia

.KEADILAN 1. Pengertian, Tidak berat sebelah atau memihak. Menyadari sepenuhnya akan hak dan kewajiban, mengetahui mana yang benar dan mana yang salah, bertindak jujur dan tepat sesuai dengan peraturan atau syarat yg telah di tetapkan. a. Keadilan distributif : keadilan yang berhubungan dengan distribusi jasa dan kemakmuran menurut/sesuai dgn kerja dan kemampuan b. Keadilan komutatif : keadilan yang berhubungan dengan persamaan yang diterima tanpa melihat jasa dan kemampuannya c. Keadilan kodrat alam : keadilan yang bersumber pada hukum alam atau kodrat alam. contoh: penduduk jakarta kalau musim hujan selalu kebanjiran sedangkan puncak tidak kebanjiaran, penduduk jkt jgn menuntut keadilan, karena sudah hukum alam air mengalir ke tempat yg lebih rendah. d. Keadilan Konvensional : keadilan yg mengikat warga negara karena dinyatakan melalui suatu kekuasaan atau sudah didekritkan
[4]

Keadilan pada hakikatnya adalah memperlakukan seseorang atau pihak lain sesuai dengan haknya. Yang menjadi hak setiap orang adalah diakuai dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya, yang sama derajatnya, yang sama hak dan kewajibannya, tanpa membedakan suku, keurunan, dan agamanya. Dalam mewujudkan suatu pemerintahan atau kepemerintahan yang demokratis maka hal yang paling utama yang harus diwujudkan oleh pemerintah adalah transparansi (keterbukaan). Adapun indikasi dari suatu pemerintahan atau kepemerintahan yang transparan (terbuka) adalah apabila di dalam penyelenggaraan pemerintahannya terdapat kebebasan aliran informasi dalam berbagai proses kelembagaan. Berbagai informasi harus disediakan secara memadai dan mudah dimengerti sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi. Kepemerintahan yang tidak transparan, cepat atau lambat cenderung akan menuju ke pemerintahan yang korup, otoriter, atau diktator. Akibat penyelenggaraan pemerintahan yang tidak transparan diantaranya: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. kesenjangan antara rakyat dan pemerintah akibat krisis kepercayaan menimbulkan prasangka yang tidak baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pemerintah tidak berani bertanggungjawab kepada rakyat tidak adanya partisipasi dan dukungan rakyat sehingga menghambat proses pembangunan nasional hubungan kerjasama internasional yang kuarang harmonis ketertinggalan dalam segala bidang.

Untuk itu diperlukan suatu penyelenggaran pemerintahan yang baik dan terbuka. Penyelenggaraan negara yang baik dapat menciptakan pemerintahan yang baik (good governance). Dan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, ada beberapa asas yang perlu diperhatikan, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Asas Kepastian Hukum Asas Tertib Penyelenggaran Negara Asas Kepentingan Umum Asas Keterbukaan Asas Proposionalitas Asas profesionalitas Asas Akuntabilitas

Penyelenggaraan pemerintahan negara Republik Indonesia dilakukan oleh pemerintah atau penyelenggara negara. Penyelenggara negara menurut Undang-Undang RI No. 28 Tahun 1999 tentang Pentelenggara Negara yang Bersih, dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme adalah pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif, legislative, dan yudikatif, dan pejabat

[5]

lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

1. Mengapresiasikan Sikap Terbuka dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara. Di dalam iklim demokrasi saat ini, sikap terbuka penting untuk dilaksanakan. Sikap terbuka ini akan mendukung proses demokratisasi di Indonesia. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sikap terbuka harus dilaksanakan oleh setiap warga negara, termasuk oleh pemerintah. Hal ini penting agar keterbukaan tidak hanya terjadi di lingkungan masyarakat tetapi lebih jauh lagi keterbukaan harus juga berjalan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Setiap penyelenggaraan pemerintahan harus dilakukan secara terbuka dan dapat dipantau oleh warga negara. Dengan dilakukannya hal ini maka kemungkinan terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam penyelenggaraan negara dapat diperkecil. Sikap terbuka adalah sikap untuk bersdia memberitahukan dan sikap untuk bersedia menerima pengetahuan atau informasi dari pihak lain. Sikap terbuka ini dapat ditunjukkan dengan dukungan pemerintah terhadap kebebasan pers. Dengan adanya kebebasan pers diharapkan akses informasi warga negara terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai contoh setiap pengambilan keputusan yang diambil oleh pemerintah dapat dipantau terus oleh warga negara. Pers sendiri diharapkan dapat memberikan informasi yang aktual dan tepat kepada warga negara. Selain itu, sikap netral harus terus dipertahankan oleh pers. Pers diharapkan tidak menjadi alat bagi pemerintah untuk mempertahankan kekuasaannya. 2. Pentingnya sikap adil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Ketidakadilan dapat menciptakan kecemburuan, pertentangan, kesenjangan dan disintegrasi bangsa. Dalam kehidupan berbangsa, ketidakadilan dapat menimbulkan perilaku anarkis dan pertikaian antar golongan, bahkan dalam pertikaian antar suku bangsa dapat menyebabkan perpecahan wilayah. Sedangkan dalam kehidupan bernegara, perbuatan tidak adil dapat menyebebkan negara mengalami hambatan dalam menjalankan roda pemerintahan sehingga mengalami keterpurukan dan berdampak pada penderitaan rakyat. Dengan demikian keadilan adalah persyaratan bagi terwujudnya persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan negara kita. Negara wajib untuk menciptakan kondisi masyarakat agar mampu berprestasi serta bertanggung jawab terhadap kemajuan dari berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Keterbukaan dan jaminan keadilan merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Keterbukaan( transparan) bertolak dari kejujuran dalam melaksanakan hak dan kewajiban baik sebagai warga negara ataupun sebagai pejabat Negara.

[6]

Dengan keterbukaan dan jaminan keadilan, masyarakat akan lebih mudah dalam menyampaikan aspirasi dan pendapat yang membangun. Aspirasi dan pendapat itu ditampung dan diseleksi, kemudian dijadikan suatu keputusan bersama yang bermanfaat. Berbagai aspirasi yang telah menjadi keputusan bersama dapat menjadikan bangsa ini mudah mencapai suatu keadilan. Jika masyarakat suatu bangsa telah ikut berperan dan munyumbangkan aspirasi dan pendapatnya, persatuan akan lebih mudah terwujud. Hal itu dikarenakan mereka merasa mempunyai cita-cita, tujuan, dan peranan yang sama ketebukaan yang mensyaratkan kesediaan semua pihak untuk menerima kenyataan merupakan pluralitas. Selain itu, di dalamnya juga muncul perbedaan pendapat. Pada dasarnya kebijakan publik dan peraturan pelaksanaan yang mengikutinya memuat arahan umum serta ketentuan yang mengatur masyarakat. Sehubungan dengan itu, semua kebijaksanaan publik dan dan peraturannya membutuhkan dukungan masyarakat untuk bisa efektif. Penentangan oleh masyarakat tehadap sejumlah kebijaksanaan dan peraturan yang ada secara empirik lebih banyak dikarenakan oleh kurangnya keterlibatan publik dalam tahap kebijaksanaan. Jika hal itu dibiarkan begitu saja maka makin besar keinginan rakyat untuk selalu mengadakan pembaharuan, tetapi rakyat tidak tau arahnya sehingga mereka akan mudah kehilangan kendali dan emosianal. Rakyat cenderung ingin membentuk suatu wadah dengan kebijakan sendiri. Akibatnya, timbul konflik yang mengancam persatuan dan kesatuan bangsa. Sebaliknya, jika keterbukaan dan jaminan keadilan selalu dipupuk dan diperhatikan akan menghasilkan suatu kebijakan publik dan peratruran umum yang mengatur masyarakat dengan baik. Kemudian bahwa nilai-nilai persatuan yang dirintis oleh pemuda dan para pahlawan pejuang bangsa yang terkandung dalam sumpah pemuda, kurang dikaji dan dipahami dalam kehidupan sehari-hari oleh seluruh bangsa dan oleh setiap warga Negara. Nilai-nilai persatuan yang telah dirintis oleh pemuda dan pejuang bangsa semakin memudar. Sebagai akibatnya yang lebih jauh, timbul berbagai benih pemecahan dan sikap serta tindakan yang mengarah keinginan beberapa daerah Negara kesatuan Indonesia untuk melepaskan diri dari NKRI. Keberhasilan hati dan kejernihan pikiran dalam melaksanakan hak dan kewajiban dalam kehidupan sehari hari, terutama pemimpin bangsa ini, bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang dicita-citakan, yaitu masyarakat madani. Misalnya, korupsi, kolusi, dan nepotisme dapat merusak kesejahteraan kehidupan bangsa yang menjadi tujuan didirikannya Negara kesatuan Republik Indonesia yang terkandung dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Menghapuskan keadilan sosial akan melahirkan ketimpangan. Kurang transparannya pelaksanaan hak dan kewajiban para pemimpin masyarakat, bangsa, dan Negara adalah penyebab utama hancurnya Negara. 2. Sikap Yang Dilakukan Untuk Mencapai Keterbukaan dan Jaminan Keadilan
[7]

Masyarakat adalah salah satu komponen yang dapat menunjang terciptanya kondisi atau iklim yang kondusif dalam rangka penegakan hukum. Tampaknya hal itu memang harus digiring dan tentunya diperhatikan contoh oleh pemimpin. Pemimpin memang harus memberi contoh dari suri tauladan yang baik, karena Negara kita ini tidak memerlukan pemimpin yang hanya bisa berteriak dan memerintah tanpa pernah sekalipun mau diperintah. Hubungan pemerintah dan rakyat harus benar-benar sasling terkait dan menyatu hendaknya jangan sampai terjadi penegakan hukum. Di satu sisi, masyarakat menginginkan terlaksananya penegakan hukum (supremacy of law) bukan sebaliknya. Sering tejadi antara keduanya terjadi tarik menarik yang samgat kuat sekali. Artinya,dimensi hukum di politik saling pengaruh mempengaruhi dan tidak dapat dihindari. Untuk membenahi situasi yang cenderung tidak sehat itu.maka diperlukan sosok para pemimpin yang bertanggungjawab.Memang sangatlah sulit mencari sosok yang demikian itu. Jika kita serius melakukan penyeleksian maka hasil yang baik itu akan diperoleh. Salah atu cara yang efektif adalah membenahi dan memperbaiki sistem yang sudah ada, tetapi yang dalam proses rekrutmen calon pemimpinnya.Diantara sistem juri yang sudah banyak diterapkan adalah uji kelayakan (fit and proper test) memperhatikan pendidikan formal. Untuk memperbaiki sistem hukum dan peradilan, masih diperlukan waktu dan perjuangan extra, karena kondisi saat ini masih memprihatinkan, dimana pengadilan sebagai tempat untuk menemukan keadilan belum mencapai tujuannya, yaitu memberi rasa keadilan kepada rakyat. Untuk memangku amanah teguhnya supremasi hukum yang didambakan diperlukan pemimpin yang mampu serta mengerti seluk beluk dunia hukum dan pengadilan. Untuk itu ,wakil rakyat mengingatkan semua kandidat ketua mahkamah agung harus lulus fit and proper test agar dikemudian hari tidak muncul istilah membeli kucing dalam karung. Selain itu, kandidat haruslah seseorang yang intelektual, bisa bermasyarakat dan berakhlak yang baik. Selain keterbukaan dalam hidup berbangsa dan bernegara, tidak kalah pentingnya adalah menciptakan keadilan. Persatuan bangsa dan keutuhan negara hanya akan terwujud jika tedapat keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Keadilan merupakan unsur yang sangat esential dalam kehidupan manusia. Semua orang berharap mendapatkan jaminan dan rasa keadilan. Dalam kehidupan sekarang, musuh terbesar bangsa adalah ketidakadilan. Ketidakadilan dapat menciptakan kecemburuan, kesenjangan, pertentangan dan disintegerasi bangsa. Jika kita amati lebih jauh keadaan negara kita ini, pertentangan antar suku bangsa dalam perpecahan wilayah bersumber dari ketidakadilan. Karena diperlakukan tidak adil, antara anak bangsa dapat bertikai dan antar golongan saling berseteru. Dengan demikian, keadilan adalah prasyarat bagi terwujudnya persatuan bangsa dan keutuhan negara. 3.Upaya Peningkatan Jaminan Keadilan Ketebukaan atau sikap terbuka merupakan pertanda adanya hidayah dari Tuhan bahwa manusia itu harus senantiasa bersedia mendengarkan dan menerima pendapat ornaglain dan kemudian
[8]

memeriksa, menganalisis pendapat orang lain itu, mana yang baik sudah selayaknya dapat kita ambil dan diikuti, dan tidak baik atau tidak sesuai dengan norma kehidupan dalam masyarakat kita tinggalkan. Tentunya kita berpedoman pada ajaran dasar / pokok manusia sebagai makhluk Tuhan. Orang yang beriman harus mempunyai wawasan yang mendalam sesuai dengan hati nurani manusia sebagai makhluk ciptaan tuhan.Pemimpin masyarakat harus mau dan mampu untuk menerima dan melaksanakan pendapat orang lain yang baik dan bermanfaat. Kita menyadari bahwa manusia banyak kelemahan dan kekurangan., apalagi sebagai pemimpin yang baik yang diharapkan oleh orang banyak dalam masyarakat. Sikap dan sifat ketertutupan adalah pertanda kelemahan dan kesesatan yang menganggap diri sempurna serta tidak dapat menerima pendapat orang lain , betapapun benar dan berbahaya pendapat itu, hal itu merupakan satu cara untuk mrnutupi kelemahan yang terdapat dalam diri kita sendiri. Jika sifat dan sikap keterbukaan ini kita terapkan dalam kehidupan bermasyarakat ,berbangsa dan bernegara, maka kita tidak perlu khawatir untuk menyampaikan kebenaran karena adanya jaminan hukum bahwa yang benar itu adalah benar walaupun pahit untuk diterima pemimpin / pemuka masyarakat harus mau dan mampu untuk memberikan contoh tauladan walaupun yang berbuat tidak baik dan tidak benar itu adalah diri sendiri atau anggota keluarga sendiri. Hal ini mencerminkan adanya jaminan hukum dan jaminan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Apabila hal ini dapat kita tumbuhkembangkan, terhadap tumbuhnya masyarakat yang madani. Jadi, jelas bagi kita, apabila kita mampu menyadari bahwa makhluk ciptaan Tuhan maka masing-masing mempunyai kelemahan dan kelebihan. Kita bersedia untuk memberi dan menerima pikiran dan perasaan serta pendapat orang lain.Hal ini hendaknya tampil dalam kehidupan sehari-hari, dalam kehidupan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara. Tentunya tidak lepas dari adanya jaminan hukum dan keadilan. Terutama dari aparat penegak hukum itu sendiri., bukan jaminan hukum dan keadilan orang/golongan kelompok tertentu saja. Kita semua sebagai makhluk ciptaannya dapat dan mampu berpartisipasi dalam upaya peningkatan jaminan hukum dan keadilan dalam kehidupan sehari-hari, baik sebagai anggota masyarakat maupun sebagai warga Negara kesatuan Republik Indonesia.

3. Berpartisipasi dalam Upaya Peningkatan Jaminan Keadilan Sebagai warga negara, kita harus ikut serta secara aktif dalam upaya meningkatkan jaminan keadilan. Jaminan keadilan bukan hanya merupakan tanggung jawab pemerintah. Partisipasi warga negara juga mutlak diperlukan. Partisipasi secara dua arah diperlukan agar jaminan keadilan dapat berjalan dengan efektif. Partisipasi warga negara dalam upaya peningkatan jaminan keadilan dapat dilakukan dengan melakukan cara-cara berikut ini.
[9]

1. Menaati setiap peraturan yang berlaku di negara Republik Indonesia. 2. Menghormati setiap keputusan hukum yang dibuat oleh lembaga peradilan. 3. Memberikan pengawasan terhadap jalannya proses-proses hukum yang sedang berlangsung. 4. Memberi dukungan terhadap pemerintah dalam upaya meningkatkan jaminan keadilan. 5. Memahami dan menghormati hak dan kewajiban setiap warga negara.

Dengan partisipasi pemerintah dan warga negara dalam meningkatkan jaminan keadilan diharapkan rasa keadilan dapat benar-benar dirasakan oleh warga negara. Selain itu, terwujudnya rasa keadilan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diharapkan dapat mendorong terjadinya pemerataan kesejahteraan di Indonesia. Hal ini sangatlah penting mengingat masih banyak terjadi kesenjangan ekonomi yang cukup mencolok dalam masyarakat. Tujuan pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial harus terwujud.

Pengertian Pemerintahan Pemerintahan sebagai sekumpulan orang-orang yang mengelola kewenangan-kewenangan, melaksanakan kepemimpinan dan koordinasi pemerintahan serta pembangunan masyarakat dari lembaga-lembaga dimana mereka ditempatkan. Pemerintahan merupakan organisasi atau wadah orang yang mempunyai kekuasaaan dan lembaga yang mengurus masalah kenegaraan dan kesejahteraan rakyat dan negara. Government dari bahasa Inggris dan Gouvernment dari bahasa Perancis yang keduanya berasal dari bahasa Latin, yaitu Gubernaculum, yang berarti kemudi, tetapi diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi Pemerintah atau Pemerintahan dan terkadang juga menjadi Penguasa. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala kegiatan badan-badan publik yang meliputi kegiatan legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam usaha mencapai tujuan negara. Pemerintahan dalam ari sempit adalah segala kegiatan badan-badan publik yang hanya meliputi kekuasaan eksekutif. (C.F. Strong) Pemerintahan dalam arti luas adalah segala urusan yang dilakukan oleh Negara dalam menyelenggarakan kesejahteraan rakyatnya dan kepentingan Negara sendiri; jadi tidak diartikan sebagai Pemerintah yang hanya menjalankan tugas eksekutif saja, melainkan juga meliputi tugas-tugas lainnya temasuk legislatif dan yudikatif. Pemerintahan adalah lembaga atau badan public yang mempunyai fungsi dan tujuan Negara, sedangkan pemerintahan adalah lembaga atau badan-badan publik dalam menjalankan fungsinya untuk mencapai tujuan Negara (Ermaya Suradinata)
[ 10 ]

Pemerintah adalah organisasi yang memiliki kekuasaan untuk membuat dan menerapkan hukum serta undang-undang di wilayah tertentu. Ada beberapa definisi mengenai sistem pemerintahan. Sama halnya, terdapat bermacam-macam jenis pemerintahan di dunia. Sebagai contoh: Republik, Monarki / Kerajaan, Persemakmuran (Commonwealth). Dari bentuk-bentuk utama tersebut, terdapat beragam cabang, seperti: Monarki Konstitusional, Demokrasi, dan Monarki Absolut / Mutlak.

Salah satu bentuk bentuk Jika transparansi tidak diberlakukan oleh setiap golongan termasuk pemerintah adalah:
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.[1] Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali. Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidakseimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat
[ 11 ]

aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah Dengan yang diamanatkan oleh konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) maka dibutuhkan kepemimpinan yang transformatif (memiliki keterbukaan) dari para pejabat badan publik sebagai pelaksana penyelenggaraan negara. Sehingga sudah sepatutnya mulai menggembangkan budaya keterbukaan yang konstruktif dalam pelaksanaan manajemen negara. Tujuannya masyarakat secara pasti dapat mengetahui hak dan kewajibannya sebagai warga negara. Undang Undang No 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) telah mulai berlaku sejak 1 mei 2010. Didalamnya diatur hal-hal yang menjadi kewajiban bagi badan publik untuk menyampaikan informasi secara terbuka, transparan dan bertanggungjawab kepada masyarakat. Adapun menurut ketentuan umum dari UU KIP maksud dari istilah/pengertian badan publik adalah lembaga eksekutif, legislatif, yudikatif dan badan lain yang mempunyai fungsi dan tugas pokok yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara yang sebagian atau keseluruhan dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah atau organisasi nonpemerintah sepanjang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, sumbangan masyarakat, atau luar negeri. Dari pengertian tentang badan publik tersebut diatas, bahwa kewajiban menyampaikan informasi publik harus diberikan bukan semata-mata oleh badan pemerintah saja melainkan juga mencakup kepada organisasi non pemerintah seperti Lembaga Swadaya Masyarakat, Partai Politik, dan lain sebagainya. Lahirnya UU KIP merupakan suatu jaminan dan/atau kepastian hukum terhadap standar pelayanan informasi yang selama ini seharusnya diberikan badan publik kepada masyarakat. Masyarakat dapat terlibat sebagai pengevaluasi kegiatan kegiatan badan publik khususnya yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan. Masyarakat kiranya tidak lagi hanya semata-mata menjadi objek melainkan sekaligus menjadi subjek dalam penyelenggaran negara ini sehingga badan publik dapat mewujudkan pemerintahan yang baik, yakni transparan, efektif dan effisien, akuntabel dan bertanggungjawab sebagaimana yang tertuang dalam perundang-undangan dan perlu diingat bahwa kedaulatan berada ditangan rakyat.
[ 12 ]

Dalam UU KIP juga memberikan amanat untuk dibentuknya suatu lembaga yang mandiri untuk melaksanakan UU KIP dan peraturan pelaksananya, menetapkan petunjuk teknis standar pelayanan informasi publik dan menyelesaikan sengketa informasi publik melalui mediasi dan/atau ajudikasi nonlitigasi. Lembaga tersebut diberi nama Komisi Informasi yang awalnya telah terbentuk dipusat yakni Komisi Informasi Pusat (KI Pusat) berkedudukan di Ibukota Negara dan beranggotakan tujuh orang yang dipimpin seorang ketua dan wakil ketua yang dipilih oleh para anggota komisi tersebut, selanjutnya pembentukan komisi informasi di tingkat propinsi yakni Komisi Informasi Propinsi (KI Provinsi) yang berkedudukan di ibukota provinsi dan beranggotakan lima orang. Komisi Informasi di tiap-tiap Provinsi harus sudah dibentuk paling lambat dua tahun sejak diundangkannya UU KIP pada tanggal 30 April 2008 , berarti sejak pada tanggal 30 April 2010 lembaga ini seharusnya sudah terbentuk pada tiap propinsi di Indonesia dan apabila dibutuhkan tidak tertutup pembentukan komisi informasi kabupaten/kota yang berkedudukan di ibukota kabupaten/kota dengan masing masing beranggotakan lima orang, untuk waktu pembentukan tidak ditentukan hal ini mengingat kebutuhan pembentukan lembaga ini di tingkat kabupaten/kota. Pelaksanaan UU KIP memiliki tantangan yang cukup berat mengingat kultur badan publik yang selama ini cenderung tertutup, oleh karena itu sangat diharapkan kesadaran dari badan publik untuk mau mengubah pola standar pelayanan informasi dengan mau menyediakan dan memberikan informasi kepada masyarakat baik diminta maupun tidak diminta, bahkan untuk mendorong terlaksananya keterbukaan informasi publik oleh badan publik dalam UU KIP diatur juga sanksi baik pidana kurungan maupun sanksi denda, pidana kurungan berkisar paling lama satu tahun kurungan hingga mencapai paling lama tiga tahun kurungan sedangkan sanksi denda diberikan paling banyak Rp 5.000.000 (lima juta rupiah) sampai dengan denda paling banyak Rp20.000.000 (dua puluh juta rupiah). Selain itu tantangan lainnya, disisi lain adanya masyarakat yang selama ini tidak mau atau kurang peduli terhadap penyelenggaraan badan publik diharapkan mau untuk turut serta dan berperan aktif dalam keterlibatan proses pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan badan publik yang baik. Tantangan-tantangan yang ada haruslah dapat diatasi agar kita semua semakin dapat dapat mewujudkan penyelenggaraan negara yang baik menuju pemerintahan yang bersih sebagaimana yang senantiasa kita cita-citakan. Karena semakin terbuka penyelengaraan negara mau untuk diawasi masyarakat, maka penyelenggaraan negara tersebut makin dapat dipertanggungjawabkan. Besar harapan kita agar semua pihak dapat memahami dan mematuhi hal-hal yang tertuang diadalam UU KIP, walaupun produk ini terbilang baru, akan tetapi dengan kebersamaan kita semua dalam menjaga pengimplementasian UU KIP ini akan terlaksana dengan baik dan benar. Lembaga Komisi Informasi diharapkan mampu menjadi jembatan yang baik antara badan publik dengan masyarakat jika terjadi perselisihan informasi.Dengan adanya peraturan UU KIP hendaknya tidak memunculkan sikap saling curiga, atau digunakan sebagai alat mencari kelemahan, kesalahan, dan saling menjatuhkan satu sama lainnya. Sebaliknya, keterbukaan informasi dipergunakan untuk menata kehidupan dalam bermasyarakat, berbangsa, dan
[ 13 ]

bernegara agar lebih baik dan lebih demokrasi serta mencapai pemerintahan yang baik (good governance) dan pemerintahan yang bersih (clean governance

Kesejahteraan umum negara


Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikuspolitikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka. Secara teoretis, Presiden atau Pemerintah memiliki dua kedudukan yaitu sebagai salah satu organ negara dan sebagai administrasi negara. Sebagai organ negara, pemerintah bertindak untuk dan atas nama negara. Sedangkan sebagai administrasi negara, pemerintah dapat bertindak baik dalam lapangan pengaturan (regelen) maupun dalam lapangan pelayanan (besturen). Penyelenggaraan pemerintahan yang dimaksudkan dalam makalah ini adalah penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah sebagai administrasi negara. Bukan sebagai organ negara. Di dalam negara hukum, setiap aspek tindakan pemerintahan baik dalam lapangan pengaturan maupun dalam lapangan pelayanan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan atau berdasarkan pada legalitas. Artinya pemerintah tidak dapat melakukan tindakan pemerintahan tanapa dasar kewenangan. Ketentuan bahwa setiap tindakan pemerintahan ini harus didasarkan pada asas legalitas, tidak sepenuhnya dapat diterapkan ketika suatu negara menganut konsepsi welfare state, seperti halnya Indonesia. Dalam konsepsi welfare state, tugas utama pemerintah adalah memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Secara alamiah, terdapat perbedaan gerak antara pembuatan undang-undang dengan persoalanpersoalan yang berkembang di masyarakat. Pembuatan undang-undang berjalan lambat, sementara persoalan kemasyarakatan berjalan dengan pesat. Jika setiap tindakan pemerintah harus selalu berdasarkan undang-undang, maka akan banyak persoalan kemasyarakatan yang tidak dapat terlayani secara wajar. Oleh karena itu, dalam konsepsi welfare state, tindakan pemerintah tidak selalu harus berdasarkan asas legalitas. Dalam hal-hal tertentu pemerintah dapat melakukan tindakan secara bebas yang didasarkan pada freies Ermessen, yakni kewenangan yang sah untuk turut campur dalam kegiatan sosial guna melaksanakan tugas-tugas penyelenggaraan kepentingan umum. Meskipun pemberian freies Ermessen atau kewenangan bebas (discresionare power) kepada pemerintah merupakan konsekuensi logis dalam konsepsi welfare state, akan tetapi pemberian freies Ermessen ini bukan tanpa masalah. Sebab adanya kewenangan bebas ini berarti terbuka
[ 14 ]

peluang penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) atau tindakan sewenang-wenang (willekeur) yang dapat merugikan warga negara. Atas dasar ini penerapan fungsi Hukum Administrasi Negara (HAN) dalam konsepsi welfare state merupakan salah satu alternatif bagi penyelenggaraan pemerintahan yang bersih. Menurut Philipus M. Hadjon, HAN memiliki tiga fungsi yaitu fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Fungsi normatif menyangkut penormaan kekuasaan memerintah dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih. Fungsi instrumental berarti menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah. Adapun fungsi jaminan adalah fungsi untuk memberikan jaminan perlindungan hukum bagi rakyat. Eksistensi Pemerintah dalam konsepsi Welfare State Indonesia. Negara Hukum Indonesia

Unsur-unsur yang berlaku umum bagi setiap negara hukum, yakni sebagai berikut :
*Adanya suatu sistem pemerintahan negara yang didasarkan atas kedaulatan rakyat. *Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan. *Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (warga negara). *Adanya pembagian kekuasaan dalam negara. *Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan (rechterlijke controle) yang bebas dan mandiri, dalam arti lembaga peradilan tersebut benar-benar tidak memihak dan tidak berada di bawah pengaruh eksekutif. *Adanya peran yang nyata dari anggota-anggota masyarakat atau warga negara untuk turut serta mengawasi perbuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang dilakukan oleh pemerintah. *Adanya sistem perekonomian yang dapat menjamin pembagian yang merata sumberdaya yang diperlukan bagi kemakmuran warga negara. Unsur-unsur negara hukum ini biasanya terdapat dalam konstitusi. Oleh karena itu, keberadaan konstitusi dalam suatu negara hukum merupakan kemestian. Menurut Sri Soemantri, tidak ada satu negara pun di dunia ini yang tidak mempunyai konstitusi atau undang-undang dasar. Negara dan konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Apabila kita meneliti UUD 1945, kita akan menemukan unsur-unsur negara hukum tersebut di dalamnya, yaitu sebagai berikut; pertama, prinsip kedaulatan rakyat (pasal 1 ayat 2), kedua, pemerintahan berdasarkan konstitusi (penjelasan UUD 1945), ketiga, jaminan terhadap hak-hak asasi manusia (pasal 27, 28, 29, 31), keempat, pembagian kekuasaan (pasal 2, 4, 16, 19), kelima, pengawasan peradilan (pasal 24), keenam, partisipasi warga negara (pasal 28), ketujuh, sistem
[ 15 ]

perekonomian (pasal 33). Esensi dari negara hukum yang berkonstitusi adalah perlindungan terhadap hak asasi manusia. Oleh karena itu, isi dari setiap konstitusi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut, negara merupakan organisasi kekuasaan berdasarkan kedaulatan rakyat, agar kekuasaan ini tidak liar maka perlu dikendalikan dengan cara disusun, dibagi dan dibatasi, serta diawasi baik oleh lembaga pengawasan yang mandiri dan merdeka maupun oleh warga masyarakat, sehingga tidak terjadi pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia. Seandainya unsur jaminan terhadap hakhak asasi manusia ini ditiadakan dari konstitusi, maka penyususnan, pembagian, pembatasan, dan pengawasan kekuasaan negara tidak diperlukan karena tidak ada lagi yang perlu dijamin dan dilindungi. Karena esensi dari setiap konstitusi adalah perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, maka menuntut adanya kesamaan setiap manusia di depan hukum. Tiadanya kesamaan akan menyebabkan satu pihak merasa lebih tinggi dari pihak lainnya, sehingga akan mengarah pada terjadinya penguasaan pihak yang lebih tinggi kepada yang rendah. Situasi demikian merupakan bentuk awal dari anarki yang menyebabkan terlanggarnya hak-hak manusia, dan ini berarti redaksi perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia yang terdapat dalam setiap konstitusi menjadi tidak berarti atau kehilangan makna. Adanya kesamaan antar manusia dalam suatu negara akan memungkinkan lahirnya partisipasi aktif dari setiap orang. Partisipasi ini penting dalam suatu negara yang memiliki konstitusi, agar isi dari konstitusi sebagai hukum dasar ini merupakan kristalisasi dari keinginan-keinginan dan kehendak dari sebagian besar masyarakat, kalau tidak dapat dikatakan semua masyarakat. Partisipasi masyarakat dalam suatu negara ini merupakan esensi dari demokrasi. Eksistensi Indonesia sebagai negara hukum secara tegas disebutkan dalam Penjelasan UUD 1945; Indonesia ialah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat). Indikasi bahwa Indonesia menganut konsepsi welfare state terdapat pada kewajiban pemerintah untuk mewujudkan tujuan-tujuan negara, sebagaimana yang termuat dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, yaitu; Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan melaksanakan ketertiban dunia. Tujuan-tujuan ini diupayakan perwujudannya melalui pembangunan yang dilakukan secara bertahap dan berkesinambungan dalam program jangka pendek, menengah, dan panjang. Idealitas negara berdasarkan hukum ini pada dataran implementasi memiliki karakteristik yang beragam, sesuai dengan muatan lokal, falsafah bangsa, ideologi negara, dan latar belakang historis masing-masing negara. Oleh karena itu, secara historis dan praktis, konsep negara hukum muncul dalam berbagai model seperti negara hukum menurut Quran dan Sunnah atau nomokrasi Islam, negara hukum menurut konsep Eropa Kontinental yang dinamakan rechtsstaat,
[ 16 ]

negara hukum menurut konsep Anglo-Saxon (rule of law), konsep socialist legality, dan konsep negara hukum Pancasila. Menurut Philipus M. Hadjon, karakteristik negara hukum Pancasila tampak pada unsur-unsur yang ada dalam negara Indonesia, yaitu sebagai berikut : *Keserasian hubungan antara pemerintah dan rakyat berdasarkan asas kerukunan; *Hubungan fungsional yang proporsional antara kekuasaan-kekuasaan negara; *Prinsip penyelesaian sengketa secara musyawarah dan peradilan merupakan sarana ter-akhir; *Keseimbangan antara hak dan kewajiban. Berdasarkan penelitian Tahir Azhary, negara hukum Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berkut : *Ada hubungan yang erat antara agama dan negara; *Bertumpu pada Ketuhanan Yang Maha Esa; *Kebebasan beragama dalam arti positip; *Ateisme tidak dibenarkan dan komunisme dilarang; *Asas kekeluargaan dan kerukunan. Meskipun antara hasil penelitian Hadjon dan Tahir Azhary terdapat perbedaan, karena terdapat titik pandang yang berbeda. Tahir Azhary melihatnya dari titik pandang hubungan antara agama dengan negara, sedangkan Philipus memandangnya dari aspek perlindungan hukum bagi rakyat. Namun sesungguhnya unsur-unsur yang dikemukakan oleh kedua pakar hukum ini terdapat dalam negara hukum Indonesia. Artinya unsur-unsur yang dikemukakan ini saling melengkapi. Tindakan Pemerintahan dalam Negara Hukum Pengertian Tindakan Pemerintahan Dalam melakukan aktifitasnya, pemerintah melakukan dua macam tindakan, tindakan biasa (feitelijkehandelingen) dan tindakan hukum (rechtshandeli-ngen). Dalam kajian hukum, yang terpenting untuk dikemukakan adalah tindakan dalam katagori kedua, rechtshandelingen. Tindakan hukum pemerintahan adalah tindakan yang dilakukan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dalam rangka melaksanakan urusan pemerintahan. Tindakan pemerintahan memiliki beberapa unsur yaitu sebagai berikut : *Perbuatan itu dilakukan oleh aparat Pemerintah dalam kedudukannya sebagai Penguasa maupun sebagai alat perlengkapan pemerintahan (bestuurs-organen) dengan prakarsa dan tanggung jawab sendiri; *Perbuatan tersebut dilaksanakan dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan;
[ 17 ]

*Perbuatan tersebut dimaksudkan sebagai sarana untuk menimbulkan akibat hukum di bidang hukum administrasi; *Perbuatan yang bersangkutan dilakukan dalam rangka pemeliharaan kepentingan negara dan rakyat. Dalam negara hukum, setiap tindakan pemerintahan harus berdasarkan atas hukum, karena dalam negara negara terdapat prinsip wetmatigheid van bestuur atau asas legalitas. Asas ini menentukan bahwa tanpa adanya dasar wewenang yang diberikan oleh suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka segala macam aparat pemerintah tidak akan memiliki wewenang yang dapat mempengaruhi atau mengubah keadaan atau posisi hukum warga masyarakatnya. Asas legalitas menurut Sjachran Basah, berarti upaya mewujudkan duet integral secara harmonis antara paham kedaulatan hukum dan paham kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip monodualistis selaku pilar-pilar, yang sifat hakikatnya konstitutif. Meskipun demikian, tidak selalu setiap tindakan pemerintahan tersedia peraturan peraundangundangan yang mengaturnya. Dapat terjadi, dalam kondisi tertentu terutama ketika pemerintah harus bertindak cepat untuk menyelesaikan persoalan konkret dalam masyarakat, peraturan perundang-undangannya belum tersedia. Dalam kondisi seperti ini, kepada pemerintah diberikan kebebasan bertindak (discresionare power) yaitu melalui freies Ermessen, yang diartikan sebagai salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak bagi pejabat atau badan-badan administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat sepenuhnya pada undang-undang. Freies Ermessen ini menimbulkan implikasi dalam bidang legislasi bagi pemerintah, yaitu lahirnya hak inisiatif untuk membuat peraturan perundang-undangan yang sederajat dengan UU tanpa persetujuan DPR, hak delegasi untuk membuat peraturan yang derajatnya di bawah UU, dan droit function atau kewenangan menafsirkan sendiri aturan-aturan yang masih bersifat enunsiatif. Menurut Bagir Manan, kewenangan pemerintah untuk membentuk peraturan perundang-undangan karena beberapa alasan yaitu; Pertama, paham pembagian kekuasaan menekankan pada perbedaan fungsi daripada pemisahan organ, karena itu fungsi pembentukan peraturan tidak harus terpisah dari fungsi penyelenggaraan pemerintahan; Kedua, dalam negara kesejahteraan pemerintah membutuhkan instrumen hukum untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum; Ketiga, untuk menunjang perubahan masyarakat yang cepat, mendorong administrasi negara berperan lebih besar dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Freies Ermessen merupakan konsekuensi logis dari konsepsi welfare state, akan tetapi dalam kerangka negara hukum, freies Ermessen ini tidak dapat digunakan tanpa batas. Atas dasar itu, Sjachran Basah mengemukakan unsur-unsur freies Ermessen dalam suatu negara hukum yaitu sebagai berikut :

[ 18 ]

*Ditujukan untuk menjalankan tugas-tugas servis publik; *Merupakan sikap tindak yang aktif dari administrasi negara; *Sikap tindak itu dimungkinkan oleh hukum; *Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri; *Sikap tindak itu dimaksudkan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan penting yang timbul secara tiba-tiba; *Sikap tindak itu dapat dipertanggung jawab baik secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun secara hukum. Sumber-sumber Kewenangan Tindakan Pemerintahan Kewenangan yang dimiliki oleh pemerintah bersumbar pada tiga hal, atribusi, delegasi, dan mandat. Atribusi ialah pemberian kewenangan oleh pembuat undang-undang sendiri kepada suatu organ pemerintahan baik yang sudah ada maupun yang baru sama sekali. Menurut Indroharto, legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang itu dibedakan antara : Yang berkedudukan sebagai original legislator; di negara kita di tingkat pusat adalah MPR sebagai pembantuk konstitusi (konstituante) dan DPR bersama-sama Pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemerintah Daerah yang melahirkan Peraturan Daerah; Yang bertindak sebagai delegated legislator : seperti Presiden yang berdasarkan pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan Peraturan Pemerintah dimana diciptakan wewenangwewenang pemerintahan kepada Badan atau Jabatan TUN tertentu. Sedangkan yang dimaksud delegasi adalah penyerahan wewenang yang dipunyai oleh organ pemerintahan kepada organ yang lain. Dalam delegasi mengandung suatu penyerahan, yaitu apa yang semula kewenangan si A, untuk selanjutnya menjadi kewenangan si B. Kewenangan yang telah diberikan oleh pemberi delegasi selanjutnya menjadi tanggung jawab penerima wewenang. Adapun pada mandat, di situ tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Pejabat TUN yang satu kepada yang lain. Tanggung jawab kewenangan atas dasar mandat masih tetap pada pemberi mandat, tidak beralih kepada penerima mandat. Fungsi-Fungsi Hukum Administrasi Negara Dalam pengertian umum, menurut Budiono fungsi hukum adalah untuk tercapainya ketertiban umum dan keadilan. Ketertiban umum adalah suatu keadaan yang menyangkut penyelenggaraan
[ 19 ]

kehidupan manusia sebagai kehidupan bersama. Keadaan tertib yang umum menyiratkan suatu keteraturan yang diterima secara umum sebagai suatu kepantasan minimal yang diperlukan, supaya kehidupan bersama tidak berubah menjadi anarki. Menurut Sjachran Basah ada lima fungsi hukum dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat, yaitu sebagai berikut : *Direktif, sebagai pengarah dalam membangun untuk membentuk masyarakat yang hendak dicapai sesuai dengan tujuan kehidupan bernegara. *Integratif, sebagai pembina kesatuan bangsa. *Stabilitatif, sebagai pemelihara (termasuk ke dalamnya hasil-hasil pembangunan) dan penjaga keselarasan, keserasian, dan keseimbangan dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. *Perfektif, sebagai penyempurna terhadap tindakan-tindakan administrasi negara, maupun sikap tindak warga negara dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat. *Korektif, baik terhadap warga negara maupun administrasi negara dalam mendapatkan keadilan. Secara spesifik, fungsi HAN dikemukakan oleh Philipus M. Hadjon, yakni fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Ketiga fungsi ini saling berkaitan satu sama lain. Fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah jelas berkaitan erat dengan fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan pada akhirnya norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat. Fungsi Normatif Hukum Administrasi Negara Penentuan norma HAN dilakukan melalui tahap-tahap. Untuk dapat menemukan normanya kita harus meneliti dan melacak melalui serangkaian peraturan perundang-undangan.28 Artinya, peraturan hukum yang harus diterapkan tidak begitu saja kita temukan dalam undang-undang, tetapi dalam kombinasi peraturan-peraturan dan keputusan-keputusan TUN yang satu dengan yang lain saling berkaitan.29 Pada umumnya ketentuan undang-undang yang berkaitan dengan HAN hanya memuat norma-norma pokok atau umum, sementara periciannya diserahkan pada peraturan pelaksanaan. Penyerahan ini dikenal dengan istilah terugtred atau sikap mundur dari pembuat undang-undang. Hal ini terjadi karena tiga sebab, yaitu : Karena keseluruhan hukum TUN itu demikian luasnya, sehingga tidak mungkin bagi pembuat UU untuk mengatur seluruhnya dalam UU formal; Norma-norma hukum TUN itu harus selalu disesuaikan de-ngan tiap perubahan-perubahan keadaan yang terjadi sehubungan dengan kemajuan dan perkembangan teknologi yang tidak mungkin selalu diikuti oleh pembuat UU dengan mengaturnya dalam suatu UU formal;
[ 20 ]

Di samping itu tiap kali diperlukan pengaturan lebih lanjut hal itu selalu berkaitan dengan penilaian-penilaian dari segi teknis yang sangat mendetail, sehingga tidak sewajarnya harus diminta pembuat UU yang harus mengaturnya. Akan lebih cepat dilakukan dengan pengeluaran peraturan-peraturan atau keputusan-keputusan TUN yang lebih rendah tingkatannya, seperti Keppres, Peraturan Menteri, dan sebagainya.30 Seperti disebutkan di atas bahwa setiap tindakan pemerintah dalam negara hukum harus didasarkan pada asas legalitas. Hal ini berarti ketika pemerintah akan melakukan tindakan, terlebih dahulu mencari apakah legalitas tindakan tersebut ditemukan dalam undang-undang. Jika tidak terdapat dalam UU, pemerintah mencari dalam berbagai peraturan perundangundangan terkait. Ketika pemerintah tidak menemukan dasar legalitas dari tindakan yang akan diambil, sementara pemerintah harus segera mengambil tindakan, maka pemerintah menggunakan kewenangan bebas yaitu dengan menggunakan freies Ermessen. Meskipun penggunaan freies Ermessen dibenarkan, akan tetapi harus dalam batas-batas tertentu. Menurut Sjachran Basah pelaksanaan freies Ermessen harus dapat dipertanggung jawabkan, secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,31 dan secara hukum berdasarkan batas-atas dan batas-bawah. Batas-atas yaitu peraturan yang tingkat derajatnya lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan peraturan yang tingkat derajatnya lebih tinggi. Sedangkan batas-bawah ialah peraturan yang dibuat atau sikap-tindak administrasi negara (baik aktif maupun pasif), tidak boleh melanggar hak dan kewajiban asasi warga.32 Di samping itu, pelaksanaan freies Ermessen juga harus memperhatikan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Berdasarkan keterangan singkat ini dapat dikatakan bahwa fungsi normatif HAN adalah mengatur dan menentukan penyelenggaraan pemerintahan agar sesuai dengan gagasan negara hukum yang melatarbelakanginya, yakni negara hukum Pancasila. Fungsi Instrumental Hukum Administrasi Negara Pemerintah dalam melakukan berbagai kegiatannya menggunakan instrumen yuridis seperti peraturan, keputusan, peraturan kebijaksanaan, dan sebagainya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa dalam negara sekarang ini khususnya yang mengaut type welfare state, pemberian kewenangan yang luas bagi pemerintah merupakan konsekuensi logis, termasuk memberikan kewenangan kepada pemerintah untuk menciptakan berbagai instrumen yuridis sebagai sarana untuk kelancaran penyelenggaraan pemerintahan. Pembuatan instrumen yuridis oleh pemerintah harus didasarkan pada ketentuan hukum yang berlaku atau didasarkan pada kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan. Hukum Administrasi Negara memberikan beberapa ketentuan tentang pembuatan instrumen yuridis, sebagai contoh mengenai pembuatan keputusan. Di dalam pembuatan keputusan, HAN menentukan syarat material dan syarat formal, yaitu sebagai berikut :

[ 21 ]

Syarat-syarat material : *Alat pemerintahan yang mem buat keputusan harus berwenang; *Keputusan tidak boleh mengandung kekurangan-kekurangan yuridis seperti penipuan, paksaan, sogokan, kesesatan, dan kekeliruan; *Keputusan harus diberi bentuk sesuai dengan peraturan dasarnya dan pembuatnya juga harus memperhatikan prosedur membuat keputusan; *Isi dan tujuan keputusan itu harus sesuai dengan isi dan tujuan peraturan dasarnya. Syarat-syarat formal : *Syarat-syarat yang ditentukan berhubung dengan persiapan dibuatnya keputusan dan berhubung dengan cara dibuatnya keputusan harus dipenuhi; *Harus diberi dibentuk yang telah ditentukan; Syarat-syarat berhubung de-ngan pelaksanaan keputusan itu dipenuhi; *Jangka waktu harus ditentukan antara timbulnya hal-hal yang menyebabkan dibuatnya dan diumumkannya keputusan itu dan tidak boleh dilupakan. Berdasarkan persyaratan yang ditentukan HAN, maka peyelenggarakan pemerintahan akan berjalan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku dan sejalan dengan tuntutan negara berdasarkan atas hukum, terutama memberikan perlindungan bagi warga masyarakat. Fungsi Jaminan Hukum Ad-ministrasi Negara Menurut Sjachran Basah, perlindungan terhadap warga diberikan bilamana sikap tindak administrasi negara itu menimbulkan kerugian terhadapnya. Sedangkan perlindungan terhadap administrasi negara itu sendiri, dilakukan terhadap sikap tindaknya dengan baik dan benar menurut hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. Dengan perkataan lain, melindungi administrasi negara dari melakukan perbuatan yang salah menurut hukum.34 Di dalam negara hukum Pancasila, perlindungan hukum bagi rakyat diarahkan kepada usaha-usaha untuk mencegah terjadinya sengketa antara pemerintah dan rakyat, menyelesaikan sengketa antara pemerintah dan rakyat secara musayawarah serta peradilan merupakan sarana terakhir dalam usaha menyelesaikan sengketa antara pemerintah dengan rakyat.35 Dengan adanya UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, menurut Paulus E. Lotulung, sesungguhnya tidak semata-mata memberikan perlindungan terhadap hak-hak perseorangan, tetapi juga sekaligus melindungi hak-hak masyarakat, yang menimbulkan kewajiban-kewajiban bagi perseorangan. Hak dan kewajiban perseorangan bagi warga masyarakat harus diletakan dalam keserasian, keseimbangan, dan keselarasan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan masyarakat, sesuai dengan prinsip yang terkandung dalam falsafah negara dan bangsa kita, yaitu Pancasila.

[ 22 ]

Berdasarkan pemaparan fungsi-fungsi HAN ini, dapatlah disebutkan bahwa dengan menerapkan fungsi-fungsi HAN ini akan tercipta pemerintahan yang bersih, sesuai dengan prinsip-prinsip negara hukum. Pemerintah menjalankan aktifitas sesuai dengan ketentuan yang berlaku atau berdasarkan asas legalitas, dan ketika menggunakan freies Ermessen, pemerintah memperhatikan asas-asas umum yang berlaku sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan hukum. Ketika pemerintah menciptakan dan menggunakan instrumen yuridis, maka dengan mengikuti ketentuan formal dan material penggunaan instrumen tersebut tidak akan menyebabkan kerugian terhadap masyarakat. Dengan demikian, jaminan perlindungan terhadap warga negarapun akan terjamin dengan baik. Aktualisasi fungsi hukum administrasi negara dalam mewujudkan perintahan yang baik. Mewujudkan Pemerintahan yang Baik Meskipun diketahui bahwa penyelenggaraan negara dilakukan oleh beberapa lembaga negara, akan tetapi aspek penting penyelenggaraan negara terletak pada aspek pemerintahan. Dalam sistem pemerintahan Indonesia, Presiden memiliki dua kedudukan, sebagai salah satu organ negara yang bertindak untuk dan atas nama negara, dan sebagai penyelenggara pemerintahan atau sebagai administrasi negara. Sebagai administrasi negara, pemerintah diberi wewenang baik berdasarkan atribusi, delegasi, ataupun mandat untuk melakukan pembangunan dalam rangka merealisir tujuan-tujuan negara yang telah ditetapkan oleh MPR. Dalam melaksanakan pembangunan, pemerintah berwenang untuk melakukan pengaturan dan memberikan pelayanan terhadap masyarakat. Agar tindakan pemerintah dalam menjalankan pembangunan dan melakukan pengaturan serta pelayanan ini berjalan dengan baik, maka harus didasarkan pada aturan hukum. Di antara hukum yang ada ialah Hukum Administrasi Negara, yang memiliki fungsi normatif, fungsi instrumental, dan fungsi jaminan. Seperti telah disebutkan di atas, fungsi normatif yang menyangkut penormaan kekuasaan memerintah berkaitan dengan fungsi instrumental yang menetapkan instrumen yang digunakan oleh pemerintah untuk menggunakan kekuasaan memerintah dan norma pemerintahan dan instrumen pemerintahan yang digunakan harus menjamin perlindungan hukum bagi rakyat. Ketika pemerintah akan menjalankan pemerintahan, maka kepada pemerintah diberikan kekuasaan, yang dengan kekuasaan ini pemerintah melaksanakan pembangunan, pengaturan dan pelayanan. Agar kekuasaan ini digunakan sesuai dengan tujuan diberikannya, maka diperlukan norma-norma pengatur dan pengarah. Dalam Penyelenggaraan pembangunan, pengaturan, dan pelayanan, pemerintah menggunakan berbagai instrumen yuridis. Pembuatan dan pelaksanaan instrumen yuridis ini harus didasarkan pada legalitas dengan mengikuti dan mematuhi persyaratan formal dan metarial. Dengan didasarkan pada asas legalitas dan mengikuti persyaratan, maka perlindungan bagi administrasi negara dan warga masyarakat akan terjamin. Dengan demikian, pelaksanaan fungsi-fungsi HAN adalah dengan membuat penormaan kekuasaan, mendasarkan pada asas legalitas dan persyaratan, sehingga memberikan jaminan
[ 23 ]

perlindungan baik bagi administrasi negara maupun warga masyarakat. Upaya Meningkatkan Peme-rintahan yang Baik Penyelenggaraan pemerintahan tidak selalu berjalan sebagaimana yang telah ditentukan oleh aturan yang ada. Bahkan sering terjadi penyelenggaraan pemerintahan ini menimbulkan kerugian bagi rakyat baik akibat penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) maupun tindakan sewenang-wenang (willekeur). Perbuatan pemerintah yang sewenang-wenang terjadi apabila terpenuhi unsur-unsur; pertama, penguasa yang berbuat secara yuridis memeliki kewenangan untuk berbuat (ada peraturan dasarnya); kedua, dalam mempertimbangkan yang terkait dalam keputusan yang dibuat oleh pemerintah, unsur kepentingan umum kurang diperhatikan; ketiga, perbuatan tersebut menimbulkan kerugian konkret bagi pihak tertentu.37 Dampak lain dari penyelenggaraan pemerintahan seperti ini adalah tidak terselenggaranya pembangunan dengan baik dan tidak terlaksananya pengaturan dan pelayanan terhadap masyarakat sebagaimana mestinya. Keadaan ini menunjukan penyelenggaraan pemerintahan belum berjalan dengan baik. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan adalah antara lain dengan mengefektifkan pengawasan baik melalui pengawasan lembaga peradilan, pengawasan dari masyarakat, maupun pengawasan melalui lembaga ombusdman. Di samping itu juga dengan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Kesimpulan Pelaksanaan fungsi-fungsi HAN adalah dengan membuat penormaan kekuasaan, mendasarkan pada asas legalitas dan persyaratan, sehingga memberikan jaminan perlindungan baik bagi administrasi negara maupun warga masyarakat. Upaya meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan antara lain dengan pengawasan lembaga peradilan, pengawasan masyarakat, dan pengawasan melalui lembaga ombusdman. Di samping itu juga dengan menerapkan asas-asas umum pemerintahan yang baik. Paling t idak ada empat kata yang harus menjadi perhat ian kita kalau membicarakan good and clean governance, yait u (1) good government, (2) clean government, (3) good governance, dan (4) clean governance. Dari empat pembagian tersebut dilihat bahwa yang menjadi perhat ian adalah good (baik), clean (bersih), government (pemerint ahan), dan governance(penyelenggara pemerint ahan). Artinya paradigma yang hendak dikembangkan adalah pemerintahan yang baik dan bersih yang juga didukung oleh penyelenggara pemerint ahan yang baik dan bersih. Dengan demik ian government lebih memberikan perhat ian terhadap sistem, sedangkan governance lebih memberikan perhat ian terhadap sumber daya manusia yang bekerja dalam sistem tersebut. Tanpa menjaga keseimbangan terhadap dua hal ini

[ 24 ]

akan muncul ket impangan dalam praktek peyelenggaraan pemerint ahan yang pada akhirnya akan menimbulkan kehancuran terhadap sistem bernegara. Meskipun upaya menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih telah dimulai sejak tahun 1970-an tetapi t idak mampu membawa perubahan dalam praktek penyelenggaran negara. Hal ini terjadi karena doctrine AAUPB tidak mempunyai kekuatan hukum yang memaksa. Oleh karena itu para pelanggarnya t idak dapat dikenakan sanksi hukum. Keinginan menjadi good and clean governance ke dalam norma hukum baru dimulai setelah kita mengalami krisis pada tahun 1997 yang diikut i dengan kejatuhan rezim otoriter Orde Baru pada bulan Mei 1998. Upaya ini dapat dilihat dengan adanya Ketetapan MPR No. XI/ MPR/ 1998 tentang Penyelengaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).Kemudian diikut i dengan pemberlakuan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenngaraan Negara yang Bersih dan (KKN) yang diikut i dengan empat Peraturan Pemerintah sebagai pelaksana UU No. 28 yaitu PP No. 65/ 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara, PP No. 66/ 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa, PP No. 67/ 1999 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa, dan PP No. 68/ 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Peyelenggaraan Negara. P r i n s i p - p r i n s i p P e m e r i nt a ha n ya ng B a i k d a n B e r s i h Kalau d iperhat ikan unsur-unsur yang dihasilkan dalam Annual Meeting ADB d i Fokuoka Jepang tahun 1997, perubahan peranan pemerintah dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentangPemerintahan Daerah, serta UU No. 28 tahun 1999 ada beberapa prinsip dalam penyelenggaraan pemerint ahan yang baik dan bersih tersebut : 1. Akuntabilitas Menurut penjelasan Pasal 3 angka 7 UU No. 28 Tahun 1999 akuntabilitas diart ikan sebagai berikut : adalah asas yang menentukan bahwa set iap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan negara dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

[ 25 ]

Dari rumusan tersebut dapat diketahui bahwa akuntabilitas pertanggungjawaban set iap proses dan hasil akhir penyelenggaraan negara. Menurut Willian C. Johnson (1998)pertanggungjawaban tersebut dapat dilakukan dalam berbagai sifat atau cara. Pertama, bersifat internal-formal dilakukan dalam bentuk (1) executive control, (2) budget preparation and management, (3) rulemaking procedures, (4) inspector general and auditors, (5) chief financial officers, dan (6) investigative commission. Kedua, external-formal dilakukan dalam bentuk (1) legislative oversight, (2) budgetary review and enactment, (3) legislative rule-making, (4) legislative veto, (5) legislative investigation, (6) legislative casework, (7) legislative audits, (8) ratification and appointments, (9)judicial review and takeover, (10) intergovernmental controls, dan (11) electoral process.Ketiga, external-informal dilakukan dalam bentuk (1) monitoring by interest/ clientele groups, (2) professional communities, (3) informational media, dan (4) freedom of information law. Keempat, int ernalinformal dilakukan dalam bentuk (1) professional standars, (2) ethical codes and values, dan (4) whistle-blowers. Munculnya beberapa sifat atau cara dalam melakukan pertanggungjawaban karena ada anggapan bahwa satu sarana saja dirasakan t idak memadai untuk dapat mengenal secara past i kegiatan yang dilakukan oleh para penyelenggara negara. Misalnya pendirian komisi Ombudsman adalah salah satu usaha untuk mewujudkan pertanggungjawaban pelaksanaan pemerintahan yang bersifat external-informal. 2. Transparans Menurut penjelasan Pasal 3 angka 4 UU No. 28 tahun 1999 prinsip transparan diart ikan sebagai berikut : asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan t idak diskriminat if tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhat ikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara. Dari pengertian tersebut terlihat bahwa masyarakat berhak mempero leh informasi yang benar dan jujur tentang penyelenggaraan negara. Ini adalah peran serta masyarakat secara nyata dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih. Secara lebih jelas peran serta masayarakat ini dit entukan dala m PP No. 68 Tahun 1999. Dalam Pasal 2 ayat (1) dikatakan peran serta masyarakat untuk mewujudkan penyelenggara negara yang bersih dilaksanakan dala m bentuk :
[ 26 ]

a. hak mencari, memperoleh, dan memberikan informasi mengenai penyelenggaraan negara; b. hak memperoleh pelayanan yang sama dan adil dari penyelenggara negara; c. hak menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggung jawab terhadap kebijakan penyelenggaraan negara. Pengunaan hak dalam but ir a, b dan c tersebut rakyat mendapat perlindungan hukum. Untuk itu semua, menurut ketentuan Pasal 3 dan 4 dalam mempergunakan hak tersebut rakyat berhak mempertanyakan langsung kepada instansi terkait atau komisi pemeriksa. Hal itu dapat dilakukan secara langsung ataupun t idak langsung. Penyampaian itu dapat dilakukan secara lisan ataupun tertulis. Kalau dibandingkan dengan negara lain yang telah lama memberikan perhat ian terhadap penyelenggaraan pemerint ahan yang baik dan bersih, Indonesia masih agak tertinggal karena pada negara tersebut akses informasi masyarakat (public access to information) terhadap penyelenggaraan negara diakui dengan undang-undang atau information act. Dibandingkan dengan PP, pengaturan dengan UU tentu mempunyai kewibawaan yang lebih tinggi untuk dipatuhi. 3. Partisipasi Pengert ian ini t idak dit emui dalam UU No. 28 Tahun 1999, tetapi kalau dipahami misi UU No. 22 Tahun 1999 maka part isipasi masyarakat adalah hal yang hendak diwujudkan dalam penyelenggaraan pemerint ahan. Dengan agak ringkas Sukardi (2000)menterjemahkan partisipasi sebagai upaya pembangunan rasa keterlibatan masyarakat dalam berbagai proses yang dilakukan o leh pemerintah. Pendapat ini adalah upaya melibatkan masyarakat dalam set iap proses pengambilan keputusan. Dalam teori pengambilan keputusan semakin banyak part isipasi dalam proses kelahiran sebuahpolicy maka dukungan akan semakin luas terhadap kebijaksanaan tersebut (Dunn, 1997). Bahkan David Osborne dan Ted Gaebler (1996) menyatakan bahwa pemerintah sebaiknya berperan sebagai katalis. Hal ini dapat dipahami karena kecenderungan ke depan pemerintah yang mempunyai peranan terbatas dapat mempercepat pembangunan masyarakat. 4. Kepastian Hukum Pengert ian kepast ian hukum dapat ditemui dalam Pasal 3 angka 1 UU No. 28 Tahun 1999 yang menyatakan :

[ 27 ]

adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dala m set iap pelaksanaan penyelenggaraan negara. Prinsip keempat ini mengarahkan agar penyelenggara negara bekerja sesuai dengan ketentuan yang berlaku (taat asas). Kepatuhan terhadap norma hukum adalah bukt i bahwa adanya keinginan untuk menegakkan supremasi hukum dala m penyelenggaraan negara. Adalah sesuatu yang t idak masuk akal kalau keinginan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih t idak didukung dengan penghormatan terhadap norma hukum yang telah disepakat i sebagai kaedah landasan hukum. Oleh karena itu, kepastian hukum adalah prinsip yang harus dipelihara Otonomi Daerah dan Upaya Menciptakan Pemerintahan yang Baik dan Bersih Perubahan paradigma hubungan pusat dan daerah melalui UU No. 22 Tahun 1999 adalah merupakan upaya melakukan reformasi total penyelenggaraan negara d i daerah. Dampak reformasi total ini dit injau dari segi polit ik ketatanegaraan membukt ikan telah terjadi pergeseran paradigma dari pemerint ahan yang bercorak highly centralized menjadi pola yang lebih terdesentralisasi dengan memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mewujudkan otonomi daerah secara lebih luas sesuai dengan karakter khas yang dimiliki daerah. Hal ini dilakukan untuk mengatur dan mengurus kepent ingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi yang berkembang di tengah masyarakat sesuai dengan potensi wilayahnya. Perubahan yang dilakukan ini adalah untuk mewujudkan masyarakat madani dala m kehidupan berpemerintahan, bermasyarakat dan bernegara yang memiliki nilainilai good governance atau behoorlijk bestuur (Koswara, 2000). Hal ini sangat diperlukan karena berkurangnya secara signifikan peranan pemerintah pusat di daerah terutama dalam melakukan pengawasan prevent if. Oleh karena itu, unsurunsur pelaksanaan pemerintahan yang baik dan benar dapat memainkan peranan pent ing di daerah. Apalagi UU No. 22 Tahun 1999 secara terang mengatakan bahwa aspirasi rakyat akan menjadi roh pelaksanaan pemerint ahan daerah. Sehubungan dengan good governance dalam pelaksanaan otonomi daerah, ada tiga hal pent ing yang harus dilakukan di t ingkat daerah. Pertama, transparasi kebijakan. Pendapat ini muncul karena pada era Orde Baru nafas birokrasi sebagai alat kekuasaan yang represif sangat menonjol. Perumusan kebijakan pembangunan dan pemerintahan yang cenderung elit is, tertutup, dan berbau nepotis. Oleh karena itu, dalam era otonomi daerah, kondisi ini diharapkan t idak muncul lagi karena perilaku

[ 28 ]

penyelenggara negara harus mengedepankan terjadinya transparasi kebijakan publik (Hadimulyo 2000). Kedua, part isipasi masyarakat. Walaupun UU No. 22 Tahun 1999 memberikan peluang kepada DPRD untuk melakukan kontrol kepada eksekut if tapi hal it u dirasakan belum cukup karena adanya indikasi bahwa DPRD dan pihak eksekut if bermain mata dalam menyikapi kebijakan-kebijakan polit ik yang strategis d i daerah. Untuk mencegah ini diperlukan peranan yang optimal dari masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap pelaksanaan pemerint ahan. John Fenwick (1995) mengatakan bahwa dalam penataan pemerintahan daerah sudah waktunya diperlakukan prinsip the public as consumers. Hal ini dilakukan agar pemerintah lebih mengambil posisi sebagai fasilitator dan advokator kepent ingan masyarakat. Dalam pelaksanaan otonomi daerah prinsip ini sudah pada tempatnya dilaksanakan di daerah karena dari dulu masyarakat hanya dilibatkan secara terbatas dalam memanajemen pemerint ahan dan pembangunan. Bahkan dalam waktu yang lama rakyat lebih banyak dijadikan sebagai objek pembangunan. Peranan masyarakat hanya sebatas retorika, kepent ingan birokrasi lebih menonjol dan birokrasi berubah menjadi personifikasi sekelompok elit birokrat Subari Sukardi bekas Walikota Sawahlunto Sumatra Barat berpendapat ada t iga alasan meengedepankan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan otonomi daerah untuk mewujudkan good governance. Pertama, kualitas program akan meningkat karena dengan part isipasi masyarakat yang besar akan memberikan jaminan bahwa t idak ada kepent ingan masyarakat yang t idak dipert imbangkan dalam proses penentuan kebijakan pemerintah. Kedua, akan diperoleh legit imasi yang lebih besar karena dengan part isipasi masyarakat yang lebih besar maka rakyat akan mempunyai tanggung jawab terhadap kebijakan tersebut. Dan dukungan masyarakat akan menjadi lebih besar dalam pelaksanaan kebijakan pemerintahan. Ketiga, part isipasi masyarakat merupakan cara yang efekt if untuk meningkatkan perkembangan intelektual dan moral masyarakat. Yang past i, membiasakan diri untuk memberikan akses informasi penyelenggaraan negara terhadap masyarakat. Kebiasaan instansi pemerintah tertutup terhadap pihak luar (terutama yang ingin menadapatkan informasi) harus segera dihilangkan. Ketertutupan ini dapat menimbulkan rasa curiga yang berlebihan masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Sikap arogan sudah tidak masanya lagi karena ini dapat menimbulkan sikapvis a vis antara masyarakat dengan jajaran penyelenggara negara di daerah. Dan, kalau ini berlanjut, ia akan menimbulkan krisis kepercayaan dari masyarakat terhadap pemerintah.

[ 29 ]

BAB III Penutup


Bagaimana menumbuhkan etos good governance tersebut ? Sebaiknya dimulai dar i sikap individu penyelenggara negara. Pada kutipan awal tulisan ini saya kut ipkan pidato pertama Abu Bakar Siddig ket ika ia pertama menjadi kalifah. Ini adalah bukt i bahwa ia memulai pelaksanaan pemerintahan yang baik dan bersih dari dir i sendiri. Meskipun pewaris Nabi, ia t idak segan menagatakan : I am not the best of you, if I do ill put me right, false applause is treachery. Terakhir, pemerintah di sini t idak hanya diterjemahkan sebagai eksekut if saja. Tetapi harus dilihat dalam pengert ian yang lebih luas yaitu semua pihak yang mempero leh amanah dari rakyat sepert i legislat if, yudikat if, dan bahkan termasuk kalangan pengajar di perguruan t inggi.

[ 30 ]

Anda mungkin juga menyukai