A. TUJUAN PEMBELAJARAN
1.1 Memahami tentang pengertian dan karakteristik Good and governance sebagai
suatu
wacana pemerintahan yang bersih dan baik.
B. URAIAN MATERI
Tujuan Pembelajaran 1.1:
Istilah good and clean governance merupakan wacana baru dalam kosakata ilmu politik. Ia
muncul pada awal 1990’an. Secara umum, istilah good and clean governance memiliki
pengertian akan segala hal yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat
mengarahkan, mempengaruhi, mengendalikan urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai
tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
atau dengan kata lain suatu system yang mengatur dan mengendalikan pemerintahan dengan
tujuan menggunakan dan melaksanakan kewenangan politik, ekonomi dan administratif agar
dapat diselenggarakan dengan baik. Oleh sebab itu dalam prakteknya, konsep good
governance harus mendapat dukungan komitmen dari semua pihak yaitu negara
(state)/pemerintah (government), swasta (private) dan masyarakat (society).
Manfaat yang akan didapat dengan adanya good governance ialah:
1. Mendorong tercapainya kesinambungan pemerintahan melalui pengelolaan yang
didasarkan pada aspek transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, serta
kesetaraan dan kewajaran.
2. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial masyarakat.
3. Meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan
pertumbuhan ekonomi nasional yang berkesinambungan.
Pelaksanaan good governance yang benar-benar jadi tantangan ialah dengan otonomi Daerah.
Bagaimana refunctioning kewenangan-kewenangan pusat daerah. Kemudian reposisi dari
para pegawai ke daerah-daerah. Di sesuaikan dengan kemampuan pendanaan daerah baik dari
taxing power dan dari tax share.
Di Indonesia, substansi wacana good governance dapat dipadankan dengan istilah
pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa. Pemerintahan yang baik adalah sikap di
mana kekuasaan dilakukan oleh masyarakat yang diatur oleh berbagai tingkatan pemerintah
negara yang berkaitan dengan sumber-sumber sosial, budaya, politik dan ekonomi. Dalam
prakteknya, pemerintahan yang bersih (clean governance) adalah model pemerintahan yang
efektif, efisien, jujur, transparan dan bertanggung jawab.
Untuk merealisasikan pemerintahan yang profesional dan akuntabel yang bersandar pada
prinsip-prinsip good governance, Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan
sembilan aspek fundamental (asas) dalam good governance yang harus diperhatikan, yaitu :
1.Partisipasi
Konsep partisipasi tentu sejalan dengan system pemerintahan yang demokrasi yang
diterapkan di Indonesia. Partisipasi secara sederhana berarti adanya peran serta dalam suatu
lingkungan kegiatan. Peran serta disini menyangkut akan adanya proses antara dua atau lebih
pihak yang ikut mempengaruhi satu sama lain yang menyangkut pembuatan keputusan,
rencana, atau kebijakan. Dalam pelayanan publik, partisipasi tidak hanya terjadi diantara
pihak pemerintah melalui birokrat yang kemudian membuat kebijakan mengenai bentuk
pelayanan yang akan diberikan, tetapi juga harus melibatkan masyarakat sehingga
mengetahui lebih lanjut apa yang sebenarnya dibutuhkan masyarakat dalam pelayanan
publik. Dalam hal ini, pemerintah melalui pihak birokrat harus berperan sebagai fasilitator
dan katalisator yang memberikan pelayanan terbaik yang memang sesuai. Tujuan utama dari
adanya partisipasi sendiri adalah untuk mempertemukan kepentingan yang sama dan berbeda
dalam suatu perumusan dan pembuatan kebijakan secara berimbang untuk semua pihak yang
terlibat dan terpengaruh. Keterlibatan masyarakat lebih kepada pengharapan akan
tertampungnya berbagai aspirasi dan keluhan masyarakat mengenai pelayanan yang diberikan
oleh birokrat selama ini. Masyarakat terlibat baik dalam bentuk perencanaan untuk
mengedepankan keinginan terhadap pelayanan publik, perumusan ataupun pembuatan
kebijakan, serta juga sebagai pengawas kinerja pelayanan. Adapun criteria yang perlu
dipenuhi dalam pengaplikasian pendekatan partisipatif ini (Lijan Poltak Sinambela, 2006),
menyangkut :
1. Pelibatan seluruh stake holder untuk setiap arena perumusan dan penetapan
kebijakan.
2. Penguatan institusi-institusi masyarakat yang legitimate untuk menyuarakan
seluruh aspirasi yang berkembang.
3. Penciptaan proses-proses politik yang negosiatif untuk menentukan prioritas atas
collective agreement.
4. Mendorong pemberdayaan masyarakat melalui pembelajaran kolektif sebagai
bagian dari proses demokrasi.
2. Rule Of Low
Rule of low berarti penegakan hukum yang adil dan tanpa pandang bulu, yang mengatur hak-
hak manusia yang berarti adanya supremasi hukum. Menurut Bargir manan (1994),
supremasi hukum mengandung arti :
1. Suatu tindakan hukum hanya sah apabila dilakukan menurut atau berdasarkan
aturan hukum tertentu (asas legalitas). Ketentuan hukum hanya dapat
dikesampingkan dalam hal kepentingan umum benar-benar menghendaki atau
penerapan suatu aturan hukum akan melanggar dasar-dasar keadilan yang berlaku
dalam masyarakat (principles of natural justice)
2. Ada jaminan yang melindungi hak-hak setiap orang baik yang bersifat asasi
maupun yang tidak asasi dari tindakan pemerintah atau pihak lainnya.
3.Transparansi
Adanya keterbukaan terhadap publik sehingga dapat diketahui oleh pihak yang
berkepentingan mengenai kebijakan pemerintah dan organisasi badan usaha, terutama para
pemberi pelayanan publik. Transparansi menyangkut kebebasan informasi terhadap publik.
Satu hal yang membedakan organisasi swasta dan publik adalah dalam masalah transparansi
sendiri. Dalam organisasi swasta, keterbukaan informasi bukanlah suatu hal yang menjadi
harus. Banyak hal yang dirasa harus dirahasiakan dari publik dan hanya terbuka untuk
beberapa pihak. Sementara itu, organisasi publik yang bergerak atas nama publik
mengharuskan adanya keterbukaan agar dapat menilai kinerja pelayanan yang diberikan.
Dengan begini, akan terlihat bagaimana suatu system yang berjalan dalam organisasi
tersebut.
4. Responsif (responsifnes)
Responsif berarti cepat tanggap. Birokrat harus dengan segera menyadari apa yang menjadi
kepentingan public (public interest) sehingga cepat berbenah diri. Dalam hal ini, Birokrasi
dalam memberikan pelayanan publik harus cepat beradaptasi dalam memberikan suatu model
pelayanan. Masyarakat adalah sosok yang kepentingannya tidak bisa disamakan secara
keseluruhan dan pada saatnya akan merasakan suatu kebosanan dengan hal yang stagnan atau
tidak ada perubahan, termasuk dalam pemberian pelayanan. Masyarakat selalu akan menuntut
suatu proses yang lebih mudah/simple dalam memenuhi berbagai kepentingannya. Oleh
karena itu, Birokrasi harus dengan segera mampu membaca apa yang menjadi kebutuhan
publik.
8. Akuntabilitas
Akuntabilitas berarti tanggung gugat yang merupakan kewajiban untuk member
pertanggungjawaban dan berani untuk ditanggung gugat atas kinerja atau tindakan dalam
suatu organisasi. Dalam pemberian pelayanan publik, akuntabilitas dapat dinilai sudah
efektifkah prosedur yang diterapkan oleh organisasi tersbut, sudah sesuaikah
pengaplikasiannya, dan bagaiman dengan pengelolaan keuangannya, dan lain-lain. Dalam
birokrasi, akuntabilitas yang berarti akuntabilitas publik menjadi sesuatu yang sepertinya
menjadi sosok yang menakutkan. Hal ini tentunya disadari dari ketidakjelasan atas kinerja
birokrat itu sendiri. Namun, ternyata, banyak cara yang sering dilakukan para birokrat dalam
menutupi kesalahan sehingga akuntabilitasnya terlihat baik. Menurut Turner dan Hulme
(Mardiasmo, 2002), menerapkan akuntabilitas memang sangatlah sulit, bahkan lebih sulit
dalam memberantas korupsi. Akuntabilitas saat ini menjadi konsep utama yang harus
diterapkan dalam organisasi publik dalam mendongkrak kinerja mereka tentunya. Tuntutan
akan akuntabilitas tidak hanya menekankan pada tanggung gugat secara vertikal dalam arti
antara bawahan terhadap atasan, tetapi juga secara horisontal yang berarti terhadap
masyarakat. Elwood (Mardiasmo,2002) menyatakan bahwa ada empat dimensi akuntabilitas
yang harus dipenuhi dalam organisasi sektor publik, yang juga termasuk birokrasi, yakni;
Akuntabilitas kejujuran dan akuntabilitas hukum (accountability for probity and
legality)
9. Strategic vision
Penyelenggara pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh kedepan. Pemerintah
dan masyarakat harus memiliki kesatuan pandangan sesuai visi yang diusung agar terciptanya
keselarasan dan integritas dalam pembangunan, dengan memperhatikan latar belakang
sejarah, kondisi sosial, dan budaya masyarakat.
Clean government berasal dari kata bahasa Inggris yang bila diterjemahkan secara
harfiah dalam bahasa Indonesia berarti “pemerintah yang bersih”. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, pemerintah adalah sekelompok orang yang secara bersama-sama memikul
tanggung jawab terbatas untuk menggunakan kekuasaan; menjalankan wewenang dan
kekuasaan mengatur kehidupan sosial, ekonomi dan politik suatu negara atau bagian-
bagiannya. Istilah clean government pada dasarnya menunjukkan pada penyelenggara
pemerintahan yang mendapatkan amanat dan tanggung jawab bersama elemen terkait untuk
merumuskan kebijakan dan melakukan tindakan atau cara untuk mengarahkan,
mengendalikan dan menyelesaikan masalah masyarakat dalam suatu negara.
Dalam pasal 1 ayat (1) dan pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 tahun
1999 tentang penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari korupsi kolusi dan nepotisme,
berkaitan dengan clean government, disebutkan bahwa penyelenggara negara adalah:
1. Pejabat negara yang menjalankan fungsi eksekutif
2. Pejabat negara yang menjalankan fungsi legislatif
3. Pejabat negara yang menjalankan fungsi yudikatif
4. Pejabat lain yang fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan ketentuan clean government sebagaimana diatur dalam pasal 1 ayat (2) dan ayat
(7) UU No. 28 tahun 1999 adalah penyelenggara negara yang :
1. Menaati asas-asas umum penyelenggaraan Negara yang bersih.
2. Bebas dari praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme,
3. Bebas dari perbuatan tercela lainnya.
4. Menjunjung tinggi norma kesusilaan, kepatutan dan norma hukum.
Merujuk pada kriteria-kriteria tersebut di atas, maka dapat di artikan clean government
sebagai para penyelenggara pemerintahan, baik eksekutif, legislatif, yudikatif maupun pejabat
lain yang diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan suatu negara yang menaati
asas-asas umum penyelenggaraan negara yang bersih, serta memiliki iktikad baik untuk
membangun negara dan bangsanya dengan tetap menjunjung tinggi norma kesusilaan,
kepatutan dan norma hukum.
Contoh yang paling menggelisahkan bangsa Indonesia adalah adanya kecenderungan untuk
berbuat korup dan menyalahkan gunakan kekuasaan. Sejarah Indonesia selama beberapa
dekade ini sarat dengan muatan korupsi dan penyalahgunaan wewenang. Atribut-atribut
mulia keagamaan di koyakkan oleh perilaku korup dan penyalahguanaan wewenang dalam
birokrasi.
Dari yang kita pelajari pada pembahasan di atas dapat disimpulkan:
1).Pendidikan dan moralitas merupakan dua pilar yang sangat penting bagi teguh dan
kokohnya suatu bangsa. Pendidikan merupakan suatu proses panjang dalam rangka
mengantarkan manusia menjadi seseorang yang memiliki kekuatan intelekual dan spiritual,
seihingga dapat meningkatkan kualitas diri dalam segala aspek kehidupan yang memiliki
tujuan pasti.
2).Krisis moral yang berkembang dalam masyarakat suatu bangsa akan sangat berbahaya bagi
kehidupan. Bahaya tersebut antara lain lahirnya budaya tamak dan korup yang akan
berakibatn pada tindakan penyalahgunaan wewenag dalam pemerintahan.
3).Pendidikan dan pencerahan moral merupakan tanggung jawab semua pihak. Namun secara
spesifik pendidik memiliki tugas khusus untuk menunjukan kemampuan prima melihat
moralitas bangsa serta mencarikan solusi-solusi yang arif dan realistis guna menghindari
bangsa ini dari kehancuran. Sifat buruk yang terdapat dalam diri seseorang harus dilawan
dengan ilmu dan akhlak yang mulia sesuai dengan tuntunan ajaran agama.
Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa baik oleh pemerintah,
pihak swasta atas nama pemerintah ataupun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau
tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan/atau kepentingan masyarakat. Dengan
demikian, yang bisa memberikan pelayanan publik kepada masyarakat luas bukan hanya
instansi pemerintah, melainkan juga pihak swasta.
Pelayanan publik kepada masyarakat bisa diberikan secara cuma-cuma ataupun
disertai dengan pembayaran. Pelayanan publik yang bersifat cuma-cuma sebenarnya
merupakan kompensasi dari pajak yang telah dibayar oleh masyarakat itu sendiri. Adapun,
pemberian pelayanan publik yang disertai dengan penarikan pembayaran, penentuan tarifnya
didasarkan pada harga pasar ataupun menurut harga yang paling terjangkau bukan
berdasarkan ketentuan sepihak aparat atau instansi pemerintah.
Ada beberapa alasan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai
pengembangan dan penerapan good and clean governance di Indonesia. Pertama, pelayanan
publik selama ini menjadi area di mana negara yang diwakili pemerintah berinteraksi dengan
lembaga nonpemerintah. Keberhasilan dalam pelayanan publik akan mendorong tingginya
dukungan masyarakat terhadap kerja birokrasi; kedua, pelayanan publik adalah wilayah di
mana berbagai aspek good and clean governance bisa diartikulasikan secara lebih mudah;
ketiga, pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governance, yaitu pemerintah,
masyarakat, dan mekanisme pasar. Dengan demikian, pelayanan publik menjadi titik pangkal
efektifnya kinerja birokrasi.
Kinerja birokrasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan
tingkat pencapaian sasaran dan tujuan yang ditetapkan dengan memperhitungkan elemen-
elemen indikator sebagai berikut :
1. Indikator masukan ( input ) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar
birokrasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang
meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan dan sebagainya.
2. Indikator proses ( process ), yaitu sesuatu yang berkaitan dengan proses
pekerjaan berkaitan dengan kesesuaian antara perencanaan dengan
pelaksanaan yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yanag
berupa fisik atau nonfisik.
3. Indikator produk ( output ), yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai
dari suatu kegiatan yang berupa fisik atau nonfisik.
4. Indikator hasil ( outcomes ) adalah segala sesuatu yang mencerminkan
berfungsinya produk kegiatan pada jangka menengah (efek langsung).
5. Indikator manfaat ( benefit ), adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir
dari pelaksanaan kegiatan
6. Indikator dampak ( impacts ) adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik positif
maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang
ditetapkan.
D. DAFTAR PUSTAKA
Basrowi, Suko Susilo, Demokrasi & HAM, Jenggala Pustaka Utama, 2006
Bintoro Tjoroamijoyo, Good Governance, LAN, 2002
Denny Indrayana, Indonesia Optimis, PT. Bhuana Ilmu Populer, 2011
Eko Prasojo, As’ad Nugroho, Erry RH dkk, Mengurai Benang Kusut Birokrasi,
Piramedia, 2006
H. Hartono Mardjono, Negara Hukum Yang Demoratis Sebagai Landasan Membangun
Indonesia Baru, Yayasan Koridor Pengabdian, 2001
M. Kusnardi, Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Gaya Media Pratama, 2008
M. Mahfud M.D, Amandemen Konstitusi menuju Reformaasi Tata Negara, 1999