Anda di halaman 1dari 18

BAB II

PEMBAHASAN

TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN BERSIH


(CLEAN GOVERNANCE & GOOD GOVERNANCE)

1. Pengertian Good Governance


Istilah good and clean governance merupakan wacana baru dalam kosakata ilmu politik
dan muncul pada awal 1990-an. Secara umum, istilah good and clean governance memiliki
pengetian akan segala hal yang terkait dengan tindakan atau tingkah laku yang bersifat
mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-
nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian good governance tidak sebatas
pengelolaan lembaga pemerintahan semata, tetapi menyangkut semua lembaga baik
pemerintah maupun nonpemerintah (lembaga swadya masyarakat) dengan istilah good
corporate. Dalam praktiknya, pemerintahan yang bersih adalah model pemerintahan yang
efektif, efisien, jujur, transparan dan bertanggung jawab.

2. Prinsip-prinsip Pokok Good and Clean Governance


Untuk merealisasikan pemerintahan yang profesional dan akuntabel yang bersandar
pada prinsip-prinsip good governance. Lembaga Administrasi Negara (LAN) merumuskan
sembilan aspek fundamental (asas) dalam good governance yang harus diperhatikan, yiatu:
a) Partisipasi (Participation)
b) Penegakan hukum (rule of law)
c) Transparansi (transparency)
d) Responsif (responsive)
e) Oreintasi kesepakatan (consensus orientation)
f) Kesetaraan (equity)
g) Efektivitas (effectiveness) dan efisiensi (efficiency)
h) Akuntabilitas (accountability)
i) Visi strategis (strategic vision)

1
a) Partisipasi
Asas partisipasi adalah bentuk keikutsertaan warga masyarakat dalam pengambilan
keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah yang mewakili
kepentingan mereka. Untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam seluruh aspek
pembangunan, termasuk dalam sektor-sektor kehidupan sosial lainnya selain kegiatan
politik, maka regulasi birokrasi harus diminimalisasi.

b) Penegakan Hukum
Asas penegakan hukum adalah pengelolaan pemerintahan yang profesional harus
didukung oleh penegakan hukum yang berwibawa. Sehubungan dengan hal tersebut,
realisasi wujud good and clean governance, harus diimbangi dengan komitmen pemerintah
untuk menegakkan hukum yang mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
a. Supremasi hukum, yakni setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara, dan peluang
partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada
hukum dan aturan yang jelas dan tegas, dan dijamin pelaksanaannya secara benar serta
independen. Supremasi hukum akan menjamin tidak terjadinya tindakan pemerintah
atas dasar diskresi (tindakan sepihak berdasarkan pada kewenangan yang dimilikinya).
b. Kepastian hukum, bahwa setiap kehidupan berbangsa bernegara diatur oleh hukum
yang jelas dan pasti, tidak duplikatif dan tidak bertentangan antara suku dengan
lainnya.
c. Hukum yang responsif, yakni aturan-aturan hukum disusun berdasarkan aspirasi
masyarakat luas, dan mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan publik secara adil.
d. Penegakan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakan hukum
berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu. Untuk itu, diperlukan penegak hukum
yang memiliki integritas moral dan bertanggung jawan terhadap kebenaran hukum.
e. Independensi peradilan, yakni peradilan yang independen bebas dari pengaruh
penguasa atau kekuatan lainnya.
c) Transparansi

2
Asas transparansi adalah unsur lain yang menopang terwujudnya good and clean
governance. Akibat tidak adanya prinsip transparan ini, Indonesia telah terjerembab de
dalam kubangan korupsi yang sangat parah. Dalam pengelolaan negara terdapat delapan
unsur yang harus dilakukan secara transparan, yaitu:
a. Penetapan posisi, jabatan, atau kedudukan.
b. Kekayaan pejabat politik.
c. Pemberian penghargaan.
d. Penetapan kebijakan yang terkait dengan pencerahan kehidupan.
e. Kesehatan.
f. Moralitas para pejabat dan aparatur pelayanan publik.
g. Keamanan dan ketertiban.
h. Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan masyarakat.
Dalam hal penetapan posisi jabatan publik harus dilakukan melalui mekanisme test
and proper test (uji kelayakan) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga independen yang
dilakukan oleh lembaga legislatif maupun komisi independen, seperti komisi yudisial,
kepolisian dan pajak.

d) Responsif
Asas responsif adalah dalam pelaksanaan prinsip-prinsip good and clean
governance bahwa pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat.
Sesuai dengan asas responsif, setiap unsur pemerintah harus memiliki dua etika, yakni etika
individual dan sosial. Kualifikasi etika individual menuntut pelaksana birokrasi pemerintah
agar memiliki kriteria kapabilitas dan layolitas profesional. Adapun etik sosial menuntut
mereka agar memiliki sensitivitas terhadap berbagai kebutuhan publik.

e) Konsensus
Asas konsensus adalah bahwa keputusan apa pun harus dilakukan melalui proses
musyawarah melalui konsensus. Cara pengambilan keputusan konsensus, selain dapat
memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, cara ini akan mengikat sebagian besar

3
komponen yang bermusyawarah dan memiliki kekuatan memaksa terhadap semua yang
terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut.
Semakin banyak yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara
partisipatif, maka akan semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili.
Semakin banyak yang melakukan pengawasan serta kontrol terhadap kebijakan-kebijakan
umum, maka akan semakin tinggi tingkat kehati-hatiannya, dan akuntabilitas
pelaksanaannya dapat semakin dipertanggungjawabkan.

f) Kesetaraan
Asas kesetaraan adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik. Asas
kesetaraan ini mengharuskan setiap pelaksanaan pemerintah untuk bersikap dan
berperilaku adil dalam hal pelayanan publik tanpa mengenal perbedaan keyakinan, suku,
jenis kelamin, dan kelas sosial.

g) Efektivitas dan efisiensi


Kriteria efektivitas biasanya diukur dengan parameter produk yang dapat
menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan
sosial. adapun, asas efisiensi umumnya diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan
untuk memenuhi kebutuhan semua masyarakat. Semakin kecil biaya yang terpakai untuk
kepentingan yang terbesar, maka pemerintahan tersebut termasuk dalam kategori
pemerintahan yang efisien.

h) Akuntabilitas
Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyakarat
yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Setiap pejabat
publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua kebijakan, perbuatan, moral,
maupun netralitas sikapnya terhadap masyarakat. Inilah yang dituntut dalam asas
akuntabilitas dalam upaya menuju pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

4
i) Visi Strategis
Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang
akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi good and clean
governance.

3. Good and Clean Governance dan Kontrol Sosial


Partisipasi masyarakat merupakan salah satu tujuan sari implementasi good and clean
governance. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih berdasarkan prinsip-
prinsip pokok good and clean governance, setidaknya dapat dilakukan melalui pelaksanaan
prioritas program, yakni:
1. Penguatan fungsi dan peran lembaga perwakilan.
2. Kemandirian lembaga peradilan.
3. Profesionalitas dan integritas aparatur pemerintah.
4. Penguatan partisipasi Masyarakat Madani.
5. Peningkatan kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah.
Lahirnya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah telah memberikan
kewenangan pada daerah untuk melakukan pengelolaan dan memajukan masyakarat dalam
politik, ekonomi, sosial, dan budaya dalam kerangka menjaga keutuhan NKRI. Pencapaian
tingkat kesejahteraan dapat diwujudkan secara lebih cepat yang pada akhirnya akan
mendorong kemandirian masyarakat.

4. Korupsi Penghambat Utama Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih
Tindakan penyalahgunaan Anggaran Pembangunan dan Biaya Daerah (APBD) yang
dilakukan oleh pemda dan anggota legislatif (DPRD) oleh sejumlah lembaga, seakan belum
cukup untuk mengikis tindakan korupsi di kalangan pejabat negara. Menurut Badan Pengawas
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), korupsi merupakan tindakan yang merugikan
kepentingan umum dan masyarakat luas demi keuntungan pribadi atau kelompok tertentu.
Menurut data Indeks Persepsi Korupsi 2011 yang dilansir oleh situs resmi Transparansi
Internasional, dalam hal persepsi publik terhadap korupsi sektor publik Indonesia masuk

5
urutan ke-100 dunia dengan skor rendah (3). Sementara di antara negara-negara di kawasan
Asia Pasifik-Indonesia bertandang di urutan ke-20.

5. Tata Kelola Kepemerintahan yang Baik dan Kinerja Birokrasi Pelayanan Publik
Pelayanan publik kepada masyarakat bisa diberikan secara cuma-cuma ataupun disertai
dengan pembayaran. Pelayanan publik yang bersifat cuma-cuma sebenarnya merupakan
kompensasi dari pajak yang telah dibayar oleh masyarakat itu sendiri. Adapun, pemberian
pelayanan publik yang disertai dengan penarikan bayaran, penentuan tarifnya didasarkan pada
harga pasar ataupun didasarkan menurut harga yang paling terjangkau bukan berdasarkan
ketentuan sepihak aparat atau instansi pemerintah.
Ada beberapa alasan mengapa pelayanan publik menjadi titik strategis untuk memulai
pengembangan dan penerapan good and clean governance di Indonesia, yaitu:
1. Pelayanan publik selama ini menjadi area di mana negara yang diwakili pemerintah
berinteraksi dengan lembaga nonpemerintah. Keberhasilan dalam pelayanan publik akan
mendorong tingginya dukungan masyarakat terhadap kerja birokrasi.
2. Pelayanan publik adalah wilayah di mana berbagai aspek good and clean governance bisa
diartikulasikan secara lebih mudah.
3. Pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governance, yaitu pemerintah,
maysarakat, dan mekanisme pasar.
Kinerja birokrasi adalah ukuran kuantitatif dan kualitif yang menggambarkan tingkat
pencapaian sasaran atau tujuan yang telah didtetapkan dengan memperhitungkan elemen-
elemen indikator sebagai berikut:
1. Indikator masukan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar birokrasi mampu
menghasilkan produknya, baik barang atau jasa, yang meliputi sumber daya manusia,
informasi, kebijakan, dan sebagainya.
2. Indikator proses, yaitu sesuatu yang berkaitan dengan proses pekerjaan berkaitan dengan
kesesuaian anatar perencanaan dengan pelaksanaan yang diharapkan langsung dicapai dari
suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.
3. Indikator produk, yaitu sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari suatu kegiatan yang
berupa fisik ataupun nonfisik.

6
4. Indikator hasil adalah segala sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan
kegiatan.
5. Indikator manfaat adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir dari pelaksanaan
kegiatan.
6. Indikator dampak adalah pengaruh yang ditimbulkan, baik positif maupun negatif pada
setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang telah ditetapkan.

A. Reformasi Birokrasi
1. Pengertian Reformasi Birokrasi
Reformasi merupakan proses upaya sistematis, terpadu, dan komprehensif, dengan
tujuan untuk merealisasikan tata pemerintahan yang baik. Good governance (tata
pemerintahan yang baik) adalah sistem yang memungkinkan terjadinya mekanisme
penyelenggaraan pemerintahan negara yang efektif dan efisien dengan menjaga sinergi
yang konstruktif di antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat.
Birokrasi menurut pemahamannya sebagai berikut.
a. Birokrasi merupakan sistem penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan pegawai
negeri berdasarkan peraturan perundang-undangan.
b. Birokrasi adalah struktur organisasi yang digambarkan dengan hierarki yang
pejabatnya diangkat dan ditunjuk, garis tanggung jawab dan kewenangannya diatur
oleh peraturan yang diketahui (termasuk sebelumnya), dan justifikasi setiap keputusan
membutuhkan referensi untuk mengetahui kebijakan yang pengesahannya ditentukan
oleh pemberi mandat di luar struktur organisasi itu sendiri.
c. Birokrasi adalah organisasi yang memiliki jenjang diduduki oleh pejabat yang
ditunjuk/diangkat disertai aturan kewenangan dan tanggung jawabnya, dan setiap
kebijakan yang dibuat harus diketahui oleh pemberi mandat.
d. Birokrasi adalah suatu organisasi formal yang diselenggarakan berdasarkan aturan,
bagian, unsur, yang terdiri atas pakar yang terlatih. Wujud birokrasi berupa organisasi
formal yang besar, merupakan ciri nyata masyarakat modern dan bertujuan
menjalankan tugas pemerintahan serta mencapai keterampilan dalam bidang

7
kehidupan. Reformasi birokrasi adalah upaya pemerintah meningkatkan kinerja
melalui berbagai cara dengan tujuan efektivitas, efisiensi, dan akuntabilitas.
Dengan demikian, reformasi birokrasi berarti:
a. perubahan cara berpikir (pola pikir, pola sikap, dan pola tindak);
b. perubahan penguasa menjadi pelayan;
c. mendahulukan peranan dari wewenang;
d. tidak berpikir hasil produksi tetapi hasil akhir;
e. perubahan manajemen kerja;
f. mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih, transparan, dan profesional, bebas
korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), melalui penataan kelembagaan, penataan
ketatalaksanaan, penataan sumber daya manusia, akuntabilitas kinerja yang berkualitas
efisien, efektif, dan kondusif, serta pelayanan yang prima (konsisten dan transparan).

2. Visi dan Misi Reformasi Birokrasi


a. Visi
Terwujudnya pemerintahan yang amanah atau terwujudnya tata pemerintahan
yang baik.
b. Misi
Mengembalikan cita dan citra birokrasi pemerintahan sebagai abdi negara dan
abdi masyarakat serta dapat menjadi suri teladan dan panutan masyarakat dalam
menjalani kehidupan sehari hari.

3. Tujuan Reformasi Birokrasi


Secara umum tujuan reformasi birokrasi adalah mewujudkan pemerintahanyang
baik, didukung oleh penyelenggara negara yang profesional, bebas korupsi, kolusi dan
nepotisme, dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga tercapai pelayanan
prima.
4. Sasaran Reformasi Birokrasi

8
a. Terwujudnya birokrasi profesional, netral dan sejahtera, mampu menempatkan diri
sebagai abdi negara dan abdi masyarakat guna mewujudkan pelayanan masyarakat
yang lebih baik.
b. Terwujudnya kelembagaan pemerintahan yang proporsional, fleksibel, efektif, efisien
di lingkungan pemerintahan pusat dan daerah.
c. Terwujudnya ketatalaksanaan (pelayanan publik) yang lebih cepat tidak berbelit,
mudah, dan sesuai kebutuhan masyarakat.
Agar reformasi birokrasi dapat berjalan dengan baik dan menunjukkan cepatnya
keberhasilan, faktor sukses penting yang perlu diperhatikan dalam reformasi birokrasi
adalah:
a. Faktor Komitmen pimpinan; karena masih kentalnya budaya paternalistik dalam
penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
b. Faktor kemauan diri sendiri; diperlukan kemauan dan keikhlasan penyelenggara
pemerintahan (birokrasi) untuk mereformasi diri sendiri.
c. Kesepahaman; ada persamaan persepsi terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi
terutama dari birokrat sendiri, sehingga tidak terjadi perbedaan pendapat yang
menghambat reformasi.
d. Konsistensi; reformasi birokrasi harus dilaksanakan berkelanjutan dan konsisten,
sehingga perlu ketaatan perencanaan dan pelaksanaan.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Birokrasi


Faktor-faktor yang memperngaruhi kinerja birokrasi antara lain : manajemen
organisasi dalam menerjemahkan dan menyelaraskan tujuan birokrasi; budaya kerja dan
organisasi pada birokrasi; kualitas sumber daya manusia yang dimiliki birokrasi; dan
kepemimpinan birokrasi yang efektif dan koordinasi kerja pada birokrasi. Faktor-faktor ini
akan menentukan lancar tidaknya suatu birokrasi dalam mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Selain itu, kinerja birokrasi di masa depan akan dipengaruhi oleh faktor-faktor
sebagai berikut:
1. Struktur birokrasi sebagai hubungan internal, yang berkaitan dengan fungsi yang
menjalankan aktivitas birokasi.

9
2. Kebijakan pengelolaan, berupa visi, misi, tujuan, sasaran, dan tujuan dalam
perencanaan strategis pada birokrasi.
3. Sumber daya manusia, yang berkaitan dengan kualitas kerja dan kapasitas diri untuk
bekerja dan berkarya secara optimal.
4. Sistem informasi manajemen, yang berhubungan dengan pengelolaan database dalam
kerangka mempertinggi kinerja birokrasi.
5. Sarana dan prasarana yang dimiliki, yang berhubungan dengan penggunaan teknologi
bagi penyelenggaraan birokrasi pada setiap aktivitas birokrasi.

B. Program Kementerian Kesehatan dalam Upaya Pencegahan Korupsi


Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional (Stratanas)
Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK), diimplementasikan ke dalam 6 (enam) strategi
nasional yang telah dirumuskan, yakni:
1. melaksanakan upaya upaya pencegahan;
2. melaksanakan langkah langkah strategis dibidang penegakan hukum;
3. melaksanakan upaya upaya harmonisasi penyusunan peraturan perundangundangan di
bidang pemberantasan korupsi dan sektor terkait lainnya;
4. melaksanakan kerja sama internasional dan penyelamatan aset hasil Tipikor;
5. meningkatkan upaya pendidikan dan bidaya antikorupsi;
6. meningkatkan koordinasi dalam rangka mekanisme pelaporan pelaksanaan upaya
pemberantasan korupsi.
Sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2012 tentang Strategi
Nasional (Stratanas) Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi (PPK), Kementerian Kesehatan
telah melaksanakan upaya percepatan reformasi birokrasi melalui berbagai cara dan bentuk,
antara lain:
1. Disiplin kehadiran menggunakan sistem fingerprint, ditetapkan masuk pukul 8.30 dan
pulang kantor pukul 17.00, untuk mencegah pegawai melakukan korupsi waktu.

10
2. Setiap pegawai negeri Kemenkes harus mengisi Sasaran Kinerja Pegawai (SKP), dan
dievaluasi setiap tahunnya, agar setiap pegawai mempunyai tugas pokok dan fungsi yang
jelas, dapat diukur dan dipertanggungjawabkan kinerjanya.
3. Melakukan pelayanan kepada masyarakat yang lebih efisien dan efektif ramah dan santun,
diwujudkan dalam pelayanan prima.
4. Penandatanganan pakta integritas bagi setiap pelantikan pejabat di kementerian kesehatan.
Hal ini untuk mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi (WBK), Wilayah Birokrasi Bersih dan
Melayani (WBBM).
5. Terlaksananya Strategi Komunikasi pendidikan dan Budaya Anti-Korupsi melalui
sosialisasi dan kampanye antikorupsi di lingkungan internal/seluruh Satker Kementerian
Kesehatan.
6. Sosialisasi tentang larangan melakukan gratifikasi, sesuai dengan Pasal 12 b Ayat (1) UU
Nomor 31 Tahun 1999, menyatakan “Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri sipil atau
penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya
dan yang berlawanan kewajiban atau tugasnya”.
7. Pemberlakuan Sistem Layanan Pengadaan Barang dan Jasa Secara Elektronik (LPSE).
8. Layanan Publik Berbasis Teknologi Informasi seperti seleksi pendaftaran pegawai melalui
online dalam rekrutmen Calon Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Tidak Tetap
(PTT).
9. Pelaksanaan LHKPN di lingkungan Kementerian Kesehatan didukung dengan Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 03.01/ Menkes/066/I/2010, tanggal 13 Januari
2010.
10. Membentuk Unit Pengendalian Gratifikasi, berdasarkan Surat Keputusan Inspektorat
Jenderal Kementerian Kesehatan Nomor 01.TPS.17.04.215.10.3445, tanggal 30 Juli 2010.
11. “Tanpa Korupsi”, “Korupsi Merampas Hak Masyarakat untuk Sehat”, “Hari Gini Masih
Terima Suap”, dll.

C. Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP)

11
Pelaksanaan SPIP adalah amanat PP 60 tahun 2008 yang mengamatkan bahwa
pelaksanaan kebijakan/program dilakukan secara integral antara tindakan dan kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan
efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan asset negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan.
Dengan penerapan pelaksanaan SPI pada setiap unit kerja, diharapkan dapat
mendorong seluruh unit kerja/satuan kerja untuk melaksanakan seluruh kebijakan/program
yang telah ditetapkan yang bermuara terhadap tercapainya sasaran dan tujuan organisasi.
Disamping itu setiap satuan kerja diharapkan dapat melakukan identifikasi kemungkinan
terjadinya deviasi atau penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan dengan membandingkan
antara perencanaan dan pelaksanaan kegiatan tersebut, sebagai umpan balik untuk
melaksanakan tindakan koreksi atau perbaikan bagi pimpinan dalam mencapai tujuan
organisasi.
Dengan diberlakukannya PP 60 tahun 2008 ini, pimpinan instansi atau unit kerja akan
bertanggungjawab penuh terhadap pelaksanaan kebijakan/program yang terurai dalam
beberapa kegiatan demi tercapainya tujuan organisasi yang dimulai sejak dari perencanaan,
pelaksanaan kegiatan, dan pelaporan/pertanggungjawaban keuangan yang akuntabel. SPIP
dilandasi oleh pemikiran bahwa pengawasan intern melekat sepanjang kegiatan, dipengaruhi
oleh sumberdaya manusia, serta hanya memberikan keyakinan memadai, bukan keyakinan
mutlak.
Penerapan SPI dalam unit kerja dilaksanakan melalui penegakan integritas dan nilai
etika, komitmen kepada kompetensi, kepemimpinan yang kondusif, pembentukan struktur
organisasi sesuai dengan kebutuhan, pendelegasian wewenang dan sehat tentang pembinaan
sumber daya manusia, perwujudan peran pengawasan intern pemerintah yang efektif serta
hubungan kerja yang baik dengan instansi pemerintah terkait.
Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) terdiri dari 5 (lima) unsur yakni :
1. Lingkungan Pengendalian, merupakan kondisi dalam instansi pemerintah yang
mempengaruhi efektivitas pengendalian intern. Dalam hal ini, pimpinan instansi
pemerintah dan seluruh pegawai harus menciptakan dan memelihara lingkungan dalam

12
keseluruhan organisasi yang menimbulkan perilaku positif dan mendukung terhadap
pengendalian intern dan manajemen yang sehat.
2. Penilaian Risiko, adalah kegiatan penilaian atas kemungkinan kejadian yang mengancam
pencapaian tujuan dan sasaran instansi pemerintah. Dengan demikian, pengendalian intern
harus memberikan penilaian atas risiko yang dihadapi unit organisasi baik luar maupun
dari dalam.
3. Kegiatan Pengendalian adalah tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko serta
penetapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur untuk memastikan bahwa tindakan
mengatasi risiko telah dilaksanakan secara efektif. Kegiatan pengendalian membantu
memastikan bahwa arahan pimpinan instansi pemerintah dilaksanakan. Kegiatan
pengendalian harus efisien dan efektif dalam pencapaian tujuan organisasi.
4. Informasi dan komunikasi proses pengolahan data yang telah diolah dan dapat digunakan
untuk pengambilan keputusan serta tersampaikan informasi harus dicatat dan dilaporkan
kepada pimpinan instansi pemerintah dan pihak lain yang ditentukan. Informasi disajikan
dalam suatu bentuk dan sarana tertentu serta tepat waktu sehingga memungkinkan
pimpinan instansi pemerintah secara berjenjang melaksanakan pengendalian dan
tanggungjawab.
5. Pemantauan pengendalian Intern, pemantauan harus dapat menilai kualitas kinerja baik
secara kualitatif dan kuantitatif dari waktu ke waktu dan memastikan bahwa rekomendasi
hasil audit dan reviu lainnya dapat segera ditindaklanjuti.

D. Pembangunan Zona Integritas


Komitmen Pimpinan dan seluruh jajaran Kemenkes untuk mewujudkan WBBM
diwujudkan dengan pencanangan Zona Integritas pada tanggal 18 Juli 2012 di lingkungan
Kementerian Kesehatan. Pencanangan Zona Integritas merupakan bagian dari Gerakan
Nasional Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan sebagai
bentuk implementasi dari pelaksanaan Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Percepatan Pemberantasan Korupsi. Pencanangan ZI ini dilanjutkan dengan pencanangan ZI
di seluruh Unit Utama dan Satker di lingkungan Kemenkes.

13
Dalam upaya pembangunan Zona Integritas menuju WBBM, Kemenkes telah
melakukan penilaian terhadap calon Satker WBK yang memenuhi syarat indikator hasil dan
indikator proses Satker WBK serta pada tanggal 30 Agustus 2013 telah mengusulkan 3 Satuan
Kerja ke Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk ditetapkan
sebagai Satker WBK.
Proses pembangunan Zona Integritas yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan
dengan melakukan 2 (dua) cara penilaian, yakni sebagai berikut.

1. Penilaian Satuan Kerja Berpredikat WBK


Penilaian Satuan Kerja berpredikat yang berpredikat WBK di lingkungan
Kementerian Kesehatan dilakukan oleh Tim Penilai Internal (TPI) yang dibentuk oleh
Menteri Kesehatan. Penilaian dilakukan dengan dengan menggunakan indikator proses
(nilai di atas 75) dan indikator hasil yang mengukur efektivitas kegiatan pencegahan
korupsi yang telah dilaksanakan.
Dalam upaya pencapaian predikat Wilayah Bebas Korupsi (WBK) dan Wilayah
Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) kriteria utama yang harus dipenuhi adalah
pencapaian opini laporan keuangan kementerian/ lembaga oleh BPK-RI, harus
memperoleh hasil penilaian indikator proses di atas 75 dan memenuhi syarat nilai
indikator hasil WBK seperti tabel berikut ini.

Tabel 5.1
Unsur Indikator Hasil WBK

BOBOT
NO UNSUR INDIKATOR PROSES
(%)
1. Penandatanganan pakta integritas 5
2. Pemenuhan kewajiban LHKPN 6
3. Pemenuhan akuntabilitas kinerja 6
4. Pemenuhan kewajiban laporan keuangan 5
5. Penerapan kewajiban disiplin PNS 5
6. Penerapan kode etik khusus 4

14
7. Penerapan kebijakan pelayanan publik 6
8. Penerapan whistle blower sistem tindak pidana korupsi 6
9. Pengendalian gratifikasi 6
10. Penanganan benturan kepentingan (conflict of interest) 6
11. Kegiatan pendidikan, pembinaan, dan promosi anti korupsi 6
12. Pelaksanaan saran perbaikan yang diberikan oleh 5
BPK/KPK/APIP
13. Penerapan kebijakan pembinaan purna - tugas 4
14. Penerapan kebijakan pelaporan transaksi keuangan yang tidak 6
sesuai dengan profil PPATK
15. Promosi jabatan secara terbuka 3
16. Rekrutmen secara terbuka 3
17. Mekanisme pengaduan masyarakat 6
18. E – procurement 6
19. Pengukuran kinerja individu 3
20. Keterbukaan informasi publik 3

2. Penilaian dan Penetapan Satuan Kerja Berpredikat WBBM


Penilaian satker yang berpredikat Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani
(WBBM), dilakukan oleh Tim Penilai Nasional (TPN) melalui evaluasi atas kebenaran
material hasil self-assessment yang dilaksanakan oleh TPI termasuk hasil self-assesament
tentang capaian indikator hasil WBBM. Untuk mencapai Indikator Hasil WBK dan
WWBM dapat dinilai mengacu pada penilaian seperti tabel berikut ini.

Tabel 5.2
Indikator Hasil WBK dan WWBM

WBB
NO UNSUR INDIKATOR HASIL WBK KETERANGAN
M
1. Nilai Indeks Integritas >7,0 >7,5 Skala 0 – 10 berdasarkan
intrumen KPK

15
2. Penilaian kinerja unit pelayanan >550 >750 Skala 0 – 1000 berdasarkan
public
3. Penilaian kerugian Negara (KN) 0% 0% Penilaian APIP dan BPK
yang belum diselesaikan (%) dalam dua tahun terakhir
4. Persentase maksimum temuan 3% 2% 0% jika jumlah pegawai 100
inefektif orang
5. Persentase minimum temuan 3% 2% <1% jika jumlah pegawai
inefisien lebih dari 100 orang
6. Persentase maksimum jumlah 1% 0% Idem
pegawai yang dijatuhi hukuman
disiplin karena penyalahgunaan
keuangan
7. Persentase pengaduan 5% 0% Idem
masyarakat yang belum ditindak
lanjuti
8. Persentase pegawai yang 0% 0% Pengaduan yang telah >60
melakukan tindak pidana hari dalam dua tahun terakhir
korupsi berdasarkan keputusan
pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hokum
tetap

16
BAB III
PENUTUP

3.1 SIMPULAN
Good and clean governance memiliki pengetian akan segala hal yang terkait dengan
tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan, atau mempengaruhi
urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian
good governance tidak sebatas pengelolaan lembaga pemerintahan semata, tetapi menyangkut
semua lembaga baik pemerintah maupun nonpemerintah (lembaga swadya masyarakat)
dengan istilah good corporate. Dalam praktiknya, pemerintahan yang bersih adalah model
pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, transparan dan bertanggung jawab.
Partisipasi masyarakat merupakan salah satu tujuan sari implementasi good and clean
governance. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih berdasarkan prinsip-
prinsip pokok good and clean governance, setidaknya dapat dilakukan melalui pelaksanaan
prioritas program.

3.2 SARAN

Dengan dibuatnya makalah ini diharapkan nantinya pembaca dapat memberikan kami
masukan agar makalah ini menjadi lebih baik lagi. Selain itu setelah membaca makalah ini
pembaca juga akan lebih memahami mengenai korupsi dan ikut serta membangun masyarakat
yang bebas korupsi

17
DAFTAR PUSTAKA

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan.2014.Buku Ajar Pendidikan dan Budaya
Antikorupsi.Jakarta: Pusat Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kesehatan

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.2011.Pendidikan Anti Korupsi untuk Perguruan


Tinggi/Anti Korupsi.Jakarta: Kemendikbud

Ramadhani,Yola. Tata Kelola Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good and Clean
Governance).Academia.edu:
http://www.academia.edu/9966363/BAB_9_Tata_Kelola_Pemerintahan_yang_Baik_dan_Bersih
_good_and_clean_governance_ Diakses pada Senin, 11 Mei 2015 Pk. 15.00 WITA

18

Anda mungkin juga menyukai