Anda di halaman 1dari 13

JAWABAN DISKUSI SESI-11

TEORI ADMINISTRASI
Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Selamat Pagi, ijin menanggapi Diskusi ke-11

Topik Diskusi:

Pada awal pembahasan Modul 8MAPU5101, Anda dijelaskan mengenai konsep dasar good
governance dan good governance dalam modern state. 

Soal Latihan:

Sebutkan salah satu contoh bentuk Public Private Partnership dalam Percepatan Pembangunan
Infrastruktur di Indonesia! Analisis keuntungan yang di dapat dengan adanya privatisasi
infrastruktur!

PENGERTIAN, PRINSIP DAN PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DI INDONESIA

A. PENGERTIAN GOOD GOVERNANCE

Good Governance adalah suatu peyelegaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran
salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun secara
administratif menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal dan politican framework bagi
tumbuhnya aktifitas usaha.
Good governance pada dasarnya adalah suatu konsep yang mengacu kepada proses
pencapaian keputusan dan pelaksanaannya yang dapat dipertanggungjawabkan secara bersama.
Sebagai suatu konsensus yang dicapai oleh pemerintah, warga negara, dan sektor swasta bagi
penyelenggaraan pemerintahaan dalam suatu negara.
Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan diterapkan sejak
meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan sistem
pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang bersih sehingga Good Governance
merupakan salah satu alat Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan
tetapi, jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 15 tahun ini,
penerapan Good Governance di Indonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai
dengan cita – cita Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran
dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good
Governance.

B. Prinsip Good Governance


Kunci utama memahami good governance adalah pemahaman atas prinsip-prinsip di
dalamnya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini akan didapatkan tolak ukur kinerja suatu
pemerintahan. Baik-buruknya pemerintahan bisa dinilai bila ia telah bersinggungan dengan
semua unsur prinsip-prinsip good governance. Menyadari pentingnya masalah ini, prinsip-
prinsip good governance diurai satu persatu sebagaimana tertera di bawah ini:
Partisipasi Masyarakat (Participation)Semua warga masyarakat mempunyai suara dalam
pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan sah
yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan
kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kapasitas untuk berpartisipasi secara
konstruktif. Partisipasi bermaksud untuk menjamin agar setiap kebijakan yang diambil
mencerminkan aspirasi masyarakat. Dalam rangka mengantisipasi berbagai isu yang ada,
pemerintah daerah menyediakan saluran komunikasi agar masyarakat dapat mengutarakan
pendapatnya. Jalur komunikasi ini meliputi pertemuan umum, temu wicara, konsultasi dan
penyampaian pendapat secara tertulis. Bentuk lain untuk merangsang keterlibatan masyarakat
adalah melalui perencanaan partisipatif untuk menyiapkan agenda pembangunan, pemantauan,
evaluasi dan pengawasan secara partisipatif dan mekanisme konsultasi untuk menyelesaikan isu
sektoral.
Tegaknya Supremasi Hukum (Rule of Law) Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan
perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum.
Sehubungan dengan itu, dalam proses mewujudkan cita good governance, harus diimbangi
dengan komitmen untuk menegakkan rule of law dengan karakter-karakter antara lain sebagai
berikut: Supremasi hukum (the supremacy of law), Kepastian hukum (legal certainty), Hukum
yang responsip, Penegakkan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif, Indepedensi
peradilan. Kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk di
dalamnya hukum-hukum yang menyangkut hak asasi manusia.

Transparansi (Transparency) Transparansi adalah keterbukaan atas semua tindakan dan


kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-
balik antara pemerintah dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan
di dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai. Tranparansi dibangun atas dasar arus
informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintahan, lembaga-lembaga dan informasi perlu dapat
diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar
dapat dimengerti dan dipantau. Sehingga bertambahnya wawasan dan pengetahuan masyarakat
terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintahan, meningkatnya jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam pembangunan dan
berkurangnya pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan.

Peduli pada Stakeholder/Dunia Usaha, Lembaga-lembaga dan seluruh proses


pemerintahan harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan. Dalam konteks
praktek lapangan dunia usaha, pihak korporasi mempunyai tanggungjawab moral untuk
mendukung bagaimana good governance dapat berjalan dengan baik di masing-masing
lembaganya. Pelaksanaan good governance secara benar dan konsisten bagi dunia usaha adalah
perwujudan dari pelaksanaan etika bisnis yang seharusnya dimiliki oleh setiap lembaga korporasi
yang ada didunia. Dalam lingkup tertentu etika bisnis berperan sebagai elemen mendasar dari
konsep CSR (Corporate Social Responsibility) yang dimiliki oleh perusahaan. Pihak perusahaan
mempunyai kewajiban sebagai bagian masyarakat yang lebih luas untuk memberikan
kontribusinya. Praktek good governance menjadi kemudian guidence atau panduan untuk
operasional perusahaan, baik yang dilakukan dalam kegiatan internal maupun eksternal
perusahaan. Internal berkaitan dengan operasional perusahaan dan bagaimana perusahaan
tersebut bekerja, sedangkan eksternal lebih kepada bagaimana perusahaan tersebut bekerja
dengan stakeholder lainnya, termasuk didalamnya publik. Berorientasi pada Konsensus
(Consensus), Menyatakan bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah
melalui konsesus. Model pengambilan keputusan tersebut, selain dapat memuaskan semua pihak
atau sebagian besar pihak, juga akan menjadi keputusan yang mengikat dan milik bersama,
sehingga ia akan mempunyai kekuatan memaksa (coercive power) bagi semua komponen yang
terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut. Paradigma ini perlu dikembangkan dalam
konteks pelaksanaan pemerintahan, karena urusan yang mereka kelola adalah persoalan-
persoalan publik yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Semakin banyak yang
terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara partisipasi, maka akan semakin banyak
aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili. Tata pemerintahan yang baik menjembatani
kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam
hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam
hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur.

Kesetaraan (Equity), Kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Semua
warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan
mereka. Prinsip kesetaraan menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di dalam memperoleh
informasi yang akurat dan memadai. Informasi adalah suatu kebutuhan penting masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pengelolaan daerah. Berkaitan dengan hal tersebut pemerintah daerah perlu
proaktif memberikan informasi lengkap tentang kebijakan dan layanan yang disediakannya
kepada masyarakat. Pemerintah daerah perlu mendayagunakan berbagai jalur komunikasi seperti
melalui brosur, leaflet, pengumuman melalui koran, radio serta televisi lokal. Pemerintah daerah
perlu menyiapkan kebijakan yang jelas tentang cara mendapatkan informasi

Efektifitas dan Efisiensi (Effectiveness and Efficiency), Untuk menunjang prinsip-prinsip


yang telah disebutkan di atas, pemerintahan yang baik dan bersih juga harus memenuhi kriteria
efektif dan efisien yakni berdaya guna dan berhasil-guna. Kriteria efektif biasanya di ukur
dengan parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan masyarakat dari
berbagai kelompok dan lapisan sosial. Agar pemerintahan itu efektif dan efisien, maka para
pejabat pemerintahan harus mampu menyusun perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan
kebutuhan nyata masyarakat, dan disusun secara rasional dan terukur. Dengan perencanaan yang
rasional tersebut, maka harapan partisipasi masyarakat akan dapat digerakkan dengan mudah,
karena program-program itu menjadi bagian dari kebutuhan mereka. Proses-proses pemerintahan
dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan
menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.
Akuntabilitas (Accountability), Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik
terhadap masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka. Para
pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta dan organisasi-organisasi masyarakat
bertanggung jawab baik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang
berkepentingan. Bentuk pertanggungjawaban tersebut berbeda satu dengan lainnya tergantung
dari jenis organisasi yang bersangkutan. Instrumen dasar akuntabilitas adalah peraturan
perundang-undangan yang ada, dengan komitmen politik akan akuntabilitas maupun mekanisme
pertanggungjawaban, sedangkan instrumen-instrumen pendukungnya adalah pedoman tingkah
laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara pemerintahan dan sistem pengawasan dengan
sanksi yang jelas dan tegas.

Visi Strategis (Strategic Vision), Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis


untuk menghadapi masa yang akan datang. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif
yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta
kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu
mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya dan sosial yang
menjadi dasar bagi perspektif tersebut.

C. Penerapan Good Governance di Indonesia

Good Governance diIndonesia sendiri mulai benar – benar dirintis dan diterapkan sejak
meletusnya era Reformasi yang dimana pada era tersebut telah terjadi perombakan sistem
pemerintahan yang menuntut proses demokrasi yang bersih sehingga Good Governance
merupakan salah satu alat Reformasi yang mutlak diterapkan dalam pemerintahan baru. Akan
tetapi, jika dilihat dari perkembangan Reformasi yang sudah berjalan selama 12 tahun ini,
penerapan Good Governance diIndonesia belum dapat dikatakan berhasil sepenuhnya sesuai
dengan cita – cita Reformasi sebelumnya. Masih banyak ditemukan kecurangan dan kebocoran
dalam pengelolaan anggaran dan akuntansi yang merupakan dua produk utama Good
Governance.

Akan tetapi, Hal tersebut tidak berarti gagal untuk diterapkan, banyak upaya yang
dilakukan pemerintah dalam menciptaka iklim Good Governance yang baik, diantaranya ialah
mulai diupayakannya transparansi informasi terhadap publik mengenai APBN sehingga
memudahkan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menciptakan kebijakan dan dalam
proses pengawasan pengelolaan APBN dan BUMN. Oleh karena itu, hal tersebut dapat terus
menjadi acuan terhadap akuntabilitas manajerial dari sektor publik tersebut agar kelak lebih baik
dan kredibel kedepannya. Undang-undang, peraturan dan lembaga – lembaga penunjang
pelaksanaan Good governance pun banyak yang dibentuk. Hal ini sangatlah berbeda jika
dibandingkan dengan sektor publik pada era Orde Lama yang banyak dipolitisir
pengelolaannya dan juga pada era Orde Baru dimana sektor publik di tempatkan sebagai
agent of development bukannya sebagai entitas bisnis sehingga masih kental dengan rezim
yang sangat menghambat terlahirnya pemerintahan berbasis Good Governance.

Diterapkannya Good Governance diIndonesia tidak hanya membawa dampak positif


dalam sistem pemerintahan saja akan tetapi hal tersebut mampu membawa dampak positif
terhadap badan usaha non-pemerintah yaitu dengan lahirnya Good Corporate Governance.
Dengan landasan yang kuat diharapkan akan membawa bangsa Indonesia kedalam suatu
pemerintahan yang bersih dan amanah.

Sebutkan salah satu contoh bentuk Public Private Partnership dalam Percepatan
Pembangunan Infrastruktur di Indonesia! Analisis keuntungan yang di dapat dengan
adanya privatisasi infrastruktur!

Tantangan Indonesia sebagai negara berkembang yang mampu bersaing dengan Negara-
negara lainnya adalah bagaimana Indonesia dapat mengatasi masalah pembangunan
Infrastruktur. Kenapa yang diukur harus Infrastruktur? Karena Infrastruktur merupakan hal yang
penting bagi sebuah negara baik negara maju maupun negara berkembang, dan perlu diketahui
bahwa penilaian terhadap sebuah negara yang dinilai salah satunya adalah infrastruktur.
Kemudian bagaimana cara yang dapat dilakukan Indonesia menyikapi hal tersebut? Salah satu
upaya yang dapat dilakukan adalah dengan cara Kerjasama antar Pemerintah dan Swasta.           
Dalam hal pembangunan infrastruktur pihak pemerintah telah melakukan dorongan terhadap
pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam masalah kerja sama yang menggunakan system
public private partnership (PPP). Pengertian public private partnership yaitu bentuk perjanjian
jangka panjang (biasanya lebih dari 20 tahun) antara pemerintah, baik pusat ataupun daerah
dengan mitra swasta.
Konsep Publik Private Partnership (PPP) dapat dijadikan sebagai alternatif penyediaan
infrastruktur. Publik Private Partnership dapat memunculkan hubungan antara publik dan private
untuk bekerjasama dalam pembangunan. Keuntungan yang dapat diperoleh pada hubungan ini
adalah inovasi, kemudahan keuangan, kemampuan teknologi, dan pengaturan efisiensi.
Bentuk kerja sama dalam pembangunan infrastruktur yang dilakukan antara pemeritah pusat dan
daerah dengan menggunakan system public private partnership (PPP) tidak semua proyek dapat
menggunakan kerja sama dengan system public private partnership (PPP). Bentuk keja sama
tersebut terjadi karena adanya keterbatasan pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) sementara kebutuhan infrastruktur di Indonesia masih tinggi.
Pada saat kebutuhan membangun sangat mendadak, namun kesempatam terbatas, pada
saat yang sama maka harus melihat sektor yang ada tidak hanya bisa membawa uang, tetapi juga
disiplin tata kelola dan manajemen proyek yang ingin dikerjasamakan.
Menurut sri mulyani, ada beberapa syarat proyek yang dapat menggunakan skema public private
partnership (PPP). Proyek tersebut antara lain proyek berbasis sumber daya manusia (SDM),
infrastruktur keras, dan perlindungan bagi kalangan yang miskin dan tertinggal. SDM itu
mencakup pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar. Sedangkan infrastruktur kerasnya
seperti pengadaan listrik, jalan raya, sistem transportasi, pelabuhan udara dan laut. Dalam
implementasinya pihak Kementerian Keuangan akan melihat satu per satu proyek yang diajukan
untuk menilai apakah sejalan dengan keinginan pemerintah dan memiliki manfaat bagi
masyarakat banyak.
Dalam hal ini public private partnership (PPP) diyakini merupakan sebagai alternatif
pembiayaan pembangunan infrastruktur yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
pelaksanaan pembangunan beserta peningkatan kualitas dari produk dan pelayanan publik
melalui pembagian modal, risiko, dan kompetensi atau keahlian sumber daya manusia secara
bersama-sama untuk menghasilkan nilai uang bagi pembangunan infrastruktur di Indonesia.
Untuk mensukseskan public private partnership (PPP) di Indonesia, Pemerintah telah mengambil
berbagai strategi dan perubahan kebijakan untuk mendukung percepatan pembangunan semua
infrastruktur yang ada di Indonesia.
Salah satu kota di Indonesia yang ingin menggunakan model public private partnership
seperti yang telah diterapkan di Negara maju yaitu kota bandung. Menurut ridwan kamil,
menyampaikan bahwa akan mengadakan konferensi kelas internasional untuk mengampanyekan
agar kota-kota di Indonesia menggunakan konsep public private partnership (PPP). Hal ini
dikarenakan agar pembangunan kota-kota di indonesia dan kabupaten dibantu pihak swasta, serta
tidak belanja 100 persen APBD yang selama ini telah terjadi.
Menurut Ridwan kamil, menyampaikan bahwa akan menargetkan realisasi PPP di Kota
Bandung yang segera mulai bergulir tahun 2016 mendatang, saat ini pihaknya sudah membuat
daftar-daftar proyek yang dibutuhkan untuk membuat Bandung juara. Besarannya mencapai 85
triliun, sementara APBD Kota Bandung 2015 saja hanya Rp 5,9 triliun. Selain itu, Bahwa kota
bandung akan membangun banyak hal melalui uang dari pihak swasta, kita cicil ke pihak swasta
25-30 tahu.
Dengan hal tersebut pihak pemerintah kota bandung optimis penerapan PPP di Kota
Bandung akan berjalan lancar, pasalnya Kota Bandung punya kelebihan yakni memiliki perda
multiyears yang menjamin bayar cicilan tidak akan menunggak. Yang lebih ditekankan dalam
hal tersebut yaitu prioritas pembangunannya. Priotritas infrastrutur dan pelayanan dasar yaitu
sekolah dan pelayanan kesehatan. Paling mahal infrastruktur. Mengorong-gorongkan seluruh
Bandung, mengaspalkan seluruh Bandung, lampu, 150 puskesmas, sekolah, rumah sakit,
monorail, puskesmas dan lainnya.
Oleh karena itu pembangunan infrastruktur ini akan terwujud ketika ada kerjasama antara
pemerintah, sektor privat dalam investasi. Kerja sama dengan sektor privat mampu membuat
tujuan tersebut tercapai sehingga cara tersebut lebih efektif dan akan menjadi tren yang penting.
Tanpa itu, pemerintah butuh banyak dana untuk pembangunan. Pemerintah perlu jeli melihat
peluang di tahun-tahun mendatang sehingga proyek pembangunan dapat dipercepat dan dapat
tercapai dalam hal infrastruktur untuk menuju Infrastruktur Indonesia yang lebih baik.
Berbagai akibat krisis ekonomi yang mendera bangsa Indonesia sejak tahun 1998 yang
silam salah satunya adalah jumlah penduduk yang miskin di indonesia semakin meningkat.
Menurut data dari Bappenas bahwa jumlah pengangguran akan meningkat dari 8,8 persen
menjadi 9,1 persen pada tahun 2003. Ini berarti apabila masalah pengangguran tidak
terselesaikan maka akan dapat menambah jumlah penduduk miskin. Di samping itu banyak
perusahaan yang tidak mampu lagi beroperasi karena ketidakmampuan financial dan manajemen
yang handal. Sehingga mau tidak mau terpaksa harus merumahkan sebagian besar karyawannya.
Padahal tahun 2003 kran perdagangan bebas tingkat ASIA atau AFTA sudah di buka lebar-lebar,
sehingga perusahaan yang sudah siap menghadapi kompetisi yang sangat ketat saja yang akan
mampu untuk bertahan. Belajar dari pengalaman bahwa untuk memajukan dan mengembangkan
usaha haruslah dilakukan dengan sungguhsungguh dengan segala kemampuan yang optimal dan
tidak boleh setengahsetengah
Oleh karena pemerintah Indonesia mendirikan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
dengan dua tujuan utama, yaitu tujuan yang bersifat ekonomi dan tujuan yang bersifat sosial.
Dalam tujuan yang bersifat ekonomi, BUMN dimaksudkan untuk mengelola sektor-sektor bisnis
strategis agar tidak dikuasai pihak-pihak tertentu. Bidang-bidang usaha yang menyangkut hajat
hidup orang banyak, seperti perusahaan listrik, minyak dan gas bumi, sebagaimana diamanatkan
dalam pasal 33 UUD 1945, seyogyanya dikuasai oleh BUMN. Dengan adanya BUMN
diharapkan dapat terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang
berada di sekitar lokasi BUMN. Tujuan BUMN yang bersifat sosial antara lain dapat dicapai
melalui penciptaan lapangan kerja serta upaya untuk membangkitkan perekonomian lokal.
Penciptaan lapangan kerja dicapai melalui perekrutan tenaga kerja oleh BUMN. Upaya untuk
membangkitkan perekonomian lokal dapat dicapai dengan jalan mengikut-sertakan masyarakat
sebagai mitra kerja dalam mendukung kelancaran proses kegiatan usaha. Hal ini sejalan dengan
kebijakan pemerintah untuk memberdayakan usaha kecil, menengah dan koperasi yang berada di
sekitar lokasi BUMN. Namun dalam kurun waktu 50 tahun semenjak BUMN dibentuk, BUMN
secara umum belum menunjukkan kinerja yang menggembirakan. Perolehan laba yang
dihasilkan masih sangat rendah. Sebagai contoh, pada tahun 2000 BUMN memiliki total asset
sebesar Rp 861,52 trilyun hanya mampu menghasilkan keuntungan sebesar Rp 13,34 Trilyun,
atau dengan tingkat Return on Assets (ROA) sebesar 1,55%. (Laporan Perkembangan Kinerja
BUMN – Dirjen Pembinaan BUMN, 2001). Data tahun 2000 menunjukkan bahwa hanya 78,10%
(107 perusahaan) BUMN yang beroperasi dalam keadaan sehat. Sedangkan sisanya, 16,06% (22
perusahaan) dalam kondisi kurang sehat, dan 5,84% (8 perusahaan) dalam keadaan tidak sehat.
(Laporan Perkembangan Kinerja BUMN”, Dirjen Pembinaan BUMN, Departemen Keuangan
R.I., April 2001). Agar dapat menjalankan fungsinya, BUMN yang ada dalam kondisi kurang
sehat dan tidak sehat perlu dibantu oleh pemerintah, dalam bentuk penyertaan modal pemerintah.
Sementara itu, saat ini Pemerintah Indonesia masih harus berjuang untuk melepaskan diri dari
belitan krisis ekonomi yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997. Berbagai upaya sebagaimana
yang disarankan IMF telah dijalankan, misalnya perubahan format Angaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) dari T-Account menjadi I-Account, yang memungkinkan adanya defisit
pada APBN. Dengan format baru tersebut, jelas terlihat bahwa sejak tahun 2000 APBN
Indonesia mengalami defisit anggaran. Salah satu upaya yang ditempuh pemerintah untuk
menutup defisit anggaran tersebut adalah melakukan privatisasi BUMN. Namun demikian,
privatisasi BUMN telah mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat. Sebagian
masyarakat berpendapat bahwa BUMN adalah aset negara yang harus tetap dipertahankan
kepemilikannya oleh pemerintah, walaupun tidak mendatangkan manfaat karena terus merugi.
Misalnya kasus penjualan saham PT. Semen Gresik Group kepada Cemex. Kebijakan ini ditolak
oleh serikat pekerja Semen Gresik (SPSG) dengan melakukan mogok kerja. (Komisi V
DPR:Tunda Privatisasi BUMN”, Kompas, 9 Januari 2002). Sementara itu, ada sebagian
masyarakat berpikir secara realistis. Mereka berpendapat bahwa pemerintah tidak perlu
sepenuhnya memiliki BUMN, yang penting BUMN tersebut dapat mendatangkan manfaat yang
lebih baik bagi negara dan masyarakat Indonesia. Permasalahan Pelaksanaan privatisasi BUMN
yang dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia ternyata tidak dapat berjalan mulus sebagaimana
yang diharapkan. Realisasi privatisasi BUMN tahun 2001 hanya mampu mencapai 50% dari
target. Sembilan BUMN yang seharusnya diprivatisasi pada tahun 2001 terpaksa di carry over ke
tahun 2002. Sementara itu, untuk tahun 2002 sendiri, pemerintah mentargetkan privatisasi untuk
15 BUMN. Pelaksanaan privatisasi yang terjadi sampai saat ini masih terkesan ruwet, berlarut-
larut, dan tidak transparan. Dikatakan ruwet karena tidak adanya aturan yang jelas tentang tata-
cara dan prosedur privatisasi. Proses privatisasi dari setiap BUMN dilakukan dengan prosedur
dan perlakuan yang berbeda. Pelaksanaan privatisasi juga terkesan berlarut-larut. Keputusan
yang sudah diambil pemerintah tidak bisa dengan segera dilaksanakan, karena berbagai alasan.
Keputusan untuk menentukan pemenang tender privatisasi juga tidak ada aturan atau formula
yang jelas, sehingga terkesan pemerintah kurang transparan dalam proses privatisasi. Kegagalan
pelaksanaan privatisasi juga disebabkan adanya penolakan terhadap privatisasi BUMN.
Penolakan terhadap privatisasi BUMN dapat dilihat dari maraknya demo-demo untuk menentang
privatisasi BUMN, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun karyawan BUMN. Penolakan
terhadap privatisasi juga datang dari pihak-pihak tertentu seperti Direksi BUMN, Pemerintah
Daerah, DPR, dll. Berbagai alasan dikemukakan oleh pihak-pihak tertentu untuk menolak
privatisasi BUMN, antara lain (1) privatisasi dianggap merugikan negara, (2) privatisasi kepada
pihak asing dianggap tidak nasionalis, (3) belum adanya bukti tentang manfaat yang diperoleh
dari privatisasi. Di samping alasan-alasan tersebut, masing-masing pihak memiliki alasan yang
spesifik. Direksi BUMN mengkhawatirkan, privatisasi akan menyebabkan hilangnya jabatan,
fasilitas dan kemudahan yang mereka miliki selama ini, serta hilangnya peluang untuk
melakukan korupsi. Pemerintah Daerah mengkhawatirkan privatisasi BUMN akan menyebabkan
Pemerintah Daerah kehilangan sumber penerimaan pendapatan. Sementara anggota DPR dan elit
politik ada yang memanfaatkan isu privatisasi untuk kepentingan pribadi atau
golongan/partainya. Penolakan terhadap privatisasi BUMN, terutama privatisasi kepada investor
asing, mengesankan bahwa mereka adalah kelompok nasionalis yang menentang penjualan aset
negara. Mereka berharap tindakan mereka akan mendapat simpati dari masyarakat, yang
merupakan modal untuk memenangkan pemilu tahun 2004 nanti. Makalah ini dimaksudkan
untuk melakukan analisis dalam rangka mencari bentuk privatisasi BUMN yang mampu
mendatangkan manfaat bagi pemerintah dan masyarakat Indonesia, serta mencari strategi
privatisasi yang dapat diterima oleh berbagai pihak, tertutama pihak-pihak yang terkait dengan
BUMN. Privatisasi yang dilaksanakan pada tahun 2002 diharapkan dapat mendatangkan banyak
manfaat, antara lain menghasilkan dana untuk menutup defisit APBN 2002, meningkatkan
kinerja BUMN yang diprivatisasi, terselenggaranya prinsip-prinsip good governance dalam
pengelolaan BUMN, meningkatnya kemampuan BUMN untuk mengakses peluang di pasar
internasional, terjadinya transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dari investor ke BUMN yang
diprivatisasi, serta terjadinya perubahan budaya kerja yang mengarah kepada peningkatan kinerja
BUMN. Sementara itu, dari sisi pelaksanaan privatisasi hendaknya dicari strategistrategi agar
pelaksanaan privatisasi tidak menimbulkan resistensi dari pihak-pihak yang terkait. Pembahasan
Pada era mendatang, BUMN akan dihadapkan pada suatu pasar yang semakin luas, dengan
persaingan yang semakin ketat. Potensi pasar tidak hanya terbatas di pasar dalam negeri, tetapi
juga di pasar luar negeri. Namun sebaliknya, pesaing dari luar negeri juga akan memperebutkan
pasar yang ada di dalam negeri. Untuk mengantisipasi peluang dan ancaman tersebut, BUMN
harus mempersiapkan diri dengan menciptakan produk barang atau jasa yang sesuai dengan
selera konsumen, memiliki kualitas yang baik, dengan harga yang kompetitif. Dengan
bermodalkan kemampuan di bidang keuangan saja, belum cukup memberikan jaminan bahwa
BUMN akan mampu bertahan hidup dan bersaing di pasar global. BUMN harus mampu
menjaring dan melayani konsumen dengan kualitas pelayanan yang lebih baik. BUMN harus
mampu memanfaatkan teknologi yang tepat untuk menciptakan produk yang berkualitas baik.
Dengan teknologi tersebut, BUMN harus mampu menciptakan proses bisnis internal yang efisien
agar dapat menghasilkan produk dengan harga yang bersaing. Dan yang tidak kalah pentingnya,
para karyawan BUMN harus memiliki motivasi yang kuat untuk selalu mengupgrade diri dan
meningkatkan kemampuan mereka, sejalan dengan perkembangan teknologi yang digunakan.
Balanced scorecard merupakan kerangka kerja komprehensif untuk menerjemahkan visi dan
strategi perusahaan ke dalam seperangkat ukuran kinerja yang terpadu, yang tersusun dalam
empat perspektif yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal, serta pembelajaran dan
pertumbuhan. (Mulyadi, 2001). Balanced scorecard bukan hanya dipakai sebagai sistem
pengendalian, tetapi juga dipakai sebagai sarana untuk mengartikulasikan misi dan strategi
bisnis, untuk mengkomunikasikan strategi bisnis, serta menyelaraskan berbagai inisiatif
perorangan, unit kerja, dan perusahaan untuk mencapai tujuan bersama. Ukuran kinerja
keuangan memberikan petunjuk apakah strategi organisasi serta implementasinya mampu
memberikan kontribusi dalam meningkatkan pendapatan keuangan organisasi. Keberhasilan
organisasi dalam perspektif keuangan dapat diukur antara lain dengan mengukur tingkat laba
operasi, return on capital employed (ROCE), atau economic value added. Perspektif pelanggan
memberikan identifikasi pelanggan dan segmen pasar yang dituju oleh organisasi. Berbagai
ukuran dapat digunakan untuk mengetah keberhasilan organisasi, antara lain kepuasan
pelanggan, retensi pelanggan, perolehan pelanggan baru, profitabilitas pelanggan, dan pangsa
pasar di segmen sasaran. Dalam perspektif proses bisnis internal perlu diidentifikasi proses
internal penting yang harus dikuasai oleh organisasi, yang akan berdampak besar kepada
kepuasan pelanggan serta pencapaian tujuan finansial organisasi. Proses bisnis internal yang
efisien dapat dicapai dengan memanfaatkan teknologi yang tepat dan dioperasikan oleh
karyawan yang memiliki kemampuan dan kemauan kerja yang memadai. Perspektif
pembelajaran dan pertumbuhan mengidentifikasi infrastruktur yang harus dibangun perusahaan
dalam menciptakan pertumbuhan dan peningkatan kinerja jangka panjang. Hal ini dapat dicapai
melalui proses pembelajaran karyawan yang berkesinambungan, serta pemanfaatan teknologi
yang tepat dalam proses bisnis internal
Apakah Perlu Privatisasi BUMN Dilakukan? Pro dan kontra terhadap kebijakan
privatisasi BUMN masih terus berlanjut dengan argumentasi masing-masing pihak. Pihak yang
setuju dengan privatisasi BUMN berargumentasi bahwa privatisasi perlu dilakukan untuk
meningkatkan kinerja BUMN serta menutup devisit APBN tahun 2002. Dengan adanya
privatisasi diharapkan BUMN akan mampu beroperasi secara lebih profesional lagi. Logikanya,
dengan privatisasi di atas 50%, maka kendali dan pelaksanaan kebijakan BUMN akan bergeser
dari pemerintah ke investor baru. Sebagai pemegang saham terbesar, investor baru tentu akan
berupaya untuk bekerja secara efisien, sehingga mampu menciptakan laba yang optimal, mampu
menyerap tenaga kerja yang lebih banyak, serta mampu memberikan kontribusi yang lebih baik
kepada pemerintah melalui pembayaran pajak dan pembagian dividen. Pihak yang tidak setuju
dengan privatisasi berargumen bahwa apabila privatisasi tidak dilaksanakan, maka kepemilikan
BUMN tetap di tangan pemerintah. Dengan demikian segala keuntungan maupun kerugian
sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah. Mereka berargumentasi bahwa devisit anggaran tahun
2002 harus ditutup dengan sumber lain, bukan dari hasil penjualan BUMN. Mereka memprediksi
bahwa defisit APBN juga akan terjadi pada tahun-tahun mendatang. Apabila BUMN dijual
setiap tahun untuk menutup defisit APBN, suatu ketika BUMN akan habis terjual dan defisit
APBN pada tahun-tahun mendatang tetap akan terjadi.

Terima kasih
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Referensi :
Suwitri,Sri, Materi Teori Administrasi; 1-9; MAPU5101. Cet.3; Ed.2. Tangerang Selatan. 2019.
https://elearning.ut.ac.id/mod/url/view.php?id=843472468
https://elearning.ut.ac.id/mod/url/view.php?id=843472469
https://www.google.com/search?
q=jelaskan+mengenai+konsep+dasar+good+governance+dan+good+governance+dalam+modern
+state&oq=jelaskan+mengenai+konsep+dasar+good+governance+dan+good+governance+dala
m+modern+state&aqs=chrome..69i57.3620j0j7&sourceid=chrome&ie=UTF-8
https://www.kompasiana.com/lailulabsas/5cf1014bfc75a171761a67fd/peran-public-private-
partnership-ppp-dalam-pembangunan-infrastruktur-indonesia?page=all
https://media.neliti.com/media/publications/23360-ID-dampak-privatisasi-bumn-bagi-
masyarakat-ekonomi-di-indonesia.pdf

Anda mungkin juga menyukai