Anda di halaman 1dari 10

Nama : Rizki Hidayat

NIM : 501232896

1. Pendahuluan
Indonesia, sebagai negara berkembang dan berlandaskan demokrasi, memiliki potensi
yang besar namun juga tantangan yang unik dalam penerapan Good Governance. Sebagai negara
berkembang, Indonesia terus berusaha untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya melalui
berbagai program pembangunan.
Dalam era globalisasi dan modernisasi seperti saat ini, konsep Good Governance atau tata
kelola yang baik menjadi semakin penting. Tata kelola yang baik adalah suatu kondisi di mana
proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan keputusan tersebut dilakukan dengan cara yang
transparan, efektif dan efisien, bertanggung jawab, dan berpartisipasi, serta menjunjung tinggi
hukum dan keadilan.
Indonesia, sebagai negara yang berada di jalur demokrasi, perlu untuk menerapkan konsep
Good Governance ini dalam semua aspek pemerintahannya. Hal ini bukan hanya penting untuk
memastikan bahwa pemerintah berfungsi secara efektif dan efisien, tetapi juga untuk membangun
kepercayaan publik dan mempromosikan pertumbuhan dan pembangunan yang berkelanjutan.
Good Governance dalam konteks ini berarti bahwa semua warga negara harus memiliki
kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan publik, dan
bahwa pemerintah harus bertanggung jawab dan dapat dipertanggungjawabkan atas tindakan dan
kebijakannya. Oleh karena itu, penerapan Good Governance di Indonesia bukan hanya menjadi
sebuah kebutuhan, tetapi juga sebuah komitmen terhadap demokrasi dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
Namun, penerapan Good Governance di Indonesia bukanlah tugas yang mudah. Ada
berbagai tantangan dan hambatan yang perlu dihadapi, mulai dari isu korupsi, kapasitas
institusional yang belum optimal, hingga rendahnya partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, perlu
ada upaya yang serius dan berkelanjutan dari semua pihak, baik pemerintah, masyarakat sipil,
sektor swasta, maupun masyarakat umum, untuk mewujudkan Good Governance di Indonesia.
Makalah ini akan membahas lebih lanjut tentang apa itu Good Governance, mengapa
konsep ini penting, bagaimana kondisi penerapan Good Governance di Indonesia saat ini, dan apa
saja langkah-langkah yang bisa diambil untuk mendorong penerapan Good Governance yang lebih
baik. Harapannya, melalui diskusi ini, kita semua dapat memiliki pemahaman yang lebih baik
tentang pentingnya Good Governance dan bagaimana kita dapat berkontribusi dalam
mewujudkannya.

2. Landasan teori
Istilah "pemerintahan yang baik" berasal dari dua kata: "baik" dan "pemerintahan." "Baik"
adalah kata sifat yang berasal dari bahasa Inggris yang berarti "baik." Namun, dalam hal tata kelola
pemerintahan yang baik, Majelis Nasional dan Dewan Pengembangan Keuangan dan Infrastruktur
dalam Rangka Akuntabilitas dan Tata Kelola Pemerintahan Nasional memberikan manfaat sebagai
berikut: pertama, kemampuan rakyat untuk mencapai tujuan dan aspirasi mereka; kedua,
kemampuan rakyat untuk meningkatkan kapasitasnya dalam mencapai tujuan nasional seperti
kemandirian, berkelanjutan, dan pembangunan sosial; dan terakhir, kemampuan fungsional
pemerintah yang efektif dan efisien dalam melaksanakan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut.
Di sisi lain, "pemerintahan" berasal dari kata Persia "gouvernance," yang berarti "kontrol" dan
beberapa kondisi urusan yang dalam keadaan fluks (sedang diatur). Metafora yang paling umum
digunakan untuk menggambarkan esensi penelitian adalah untuk menggambarkan dan
menggambarkan kapal kapal, atau gagasan kemudi atau kapten kapal (Farrar, 2001 dalam
Syakhroza, 2005).
Singkatnya, tata kelola perusahaan dan pemerintah yang sangat baik adalah dua kategori
berbeda yang dapat digunakan untuk menggambarkan tata kelola yang baik. Tata kelola
perusahaan yang baik berasal dari sudut pandang korporasi atau perusahaan swasta, sedangkan
tata kelola pemerintah yang baik berasal dari sudut pandang pemerintah. Dalam esai ini, good
governance didefinisikan sebagai good government governance karena merupakan konsep yang
sekarang sedang dibahas lebih mendalam berkaitan dengan sudut pandang kepemerintahan.
The exercise of political, economic, and administrative authority to manage a nation's affair
at all levels adalah bagaimana Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP)
mendefinisikannya. Karena itu, definisi ketiga pemerintahan terdiri dari tiga komponen: politik,
administrasi, dan ekonomi. Tata kelola ekonomi mengacu pada langkah-langkah yang terlibat
dalam menciptakan kebijakan yang mendukung kegiatan ekonomi di dalam suatu negara dan
interaksi di antara pembuat kebijakan ekonomi. Tata kelola ekonomi memiliki implikasi terhadap
keadilan, kemiskinan, dan kualitas hidup. Pemerintahan politik adalah proses menciptakan
undang-undang melalui perumusan undang-undang.
Sistem yang digunakan untuk mencapai proses kebijakan disebut tata kelola administratif.
Karena itu, lembaga pemerintahan terdiri dari tiga domain: negara (juga dikenal sebagai
pemerintah), sektor swasta (juga dikenal sebagai sektor bisnis) dan masyarakat (kadang-kadang
dikenal sebagai masyarakat umum), yang semuanya terus-menerus berinteraksi dan menjalankan
fungsinya masing-masing. Peran aparatur pemerintah adalah menciptakan lingkungan politik dan
sosial yang mengikat secara hukum; sektor swasta menciptakan lapangan kerja dan pendapatan;
dan masyarakat meningkat dalam interaksi sosial, ekonomi, dan politik, termasuk mendorong
masyarakat umum untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik, sosial, dan ekonomi.
Menurut Ahmad Syakhroza (2003), tata kelola yang baik adalah pendekatan untuk
mengelola organisasi dengan baik yang didasarkan pada prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi,
dan fleksibilitas dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Struktur organisasinya sehat, terlepas
dari apakah itu didasarkan pada mekanisme internal atau eksternal. Mekanisme eksternal lebih
menekankan kepada bagaimana interaksi organisasi dengan pihak eksternal berjalan secara
harmonis dan mengabaikan pencapaian tujuan organisasi, sebelumnya mekanisme internal lebih
fokus kepada suatu organisasi mengatur jalannya organisasi sesuai dengan ketiga prinsip diatas.
Agar supaya Good Governance bisa diterapkan dalam suatu organisasi maka dibutuhkan
adanya aturan main yang membatasi/mengarahkan aktifitas maupun keputusan top manajemen
organisasi selalu berorientasi kepada pencapaian tujuan organisasi. Selanjutnya aturan main
apakah peraturan dan kebijakan internal organisasi ataupun hukum dan perundang-undangan. yang
mengatur organisasi maupun perangkat pelaksananya membuat top manajemen tersebut menjadi
lebih independen dalam menjalankan roda organisasi.
Dengan menegakkan sistim Good Governance dalam suatu organisasi diharapkan terjadi
peningkatan dalam hal:
1) Efisiensi, efektifitas, dan kesinambungan suatu organisasi yang memberikan kontribusi
kepada terciptanya kesejahteraan masyarakat,pegawai, dan stakeholder lainnya dan
merupakan solusi yang elegan dalam menghadapi tantanganorganisasi ke depan.
2) Legitimasi organisasi yang keloladengan terbuka, adil, dan dapat dipertanggungjawabkan.
3) Mengakui dan melindungi hak dan kewajiban para stakeholder.
4) Pendekatan yang terpadu berdasarkan kaidah-kaidah demokrasi, pengelolaan dan
partisipasi organisasi secara legitimate.
Good Governance lebih ditekankan kepada proses, sistim, prosedur dan - peraturan yang
formal ataupun informal yang menata organisasi dimana aturan main yang ada diterapkan dan di
taati. Good Governance berorientasi kepada penciptaan keseimbangan antara tujuan ekonomis dan
sosial atau antara tujuan individu dan masyarakat (banyak orang) yang diarahkan kepada
peningkatan efisiensi dan efektifitas dalam hal pemakaian sumber daya organisasi sejalan dengan
tujuan organisasi. Lebih khusus lagi, Profesor Akhmad Syakhroza (2003) menjelaskan tata kelola
yang baik secara lugas dengan menekankan pentingnya membangun kerangka kerja ekonomi dan
kelembagaan serta undang-undang primer yang menyediakan organisasi dengan sarana untuk
meningkatkan produktivitas karyawan, memaksimalkan pengembangan SDM, dan juga
mempertimbangkan kebutuhan berbagai pemangku kepentingan, lingkungan, dan masyarakat
umum. UNDP mengajukan 9 karakteristik Good Governance sebagai berikut:
1) Berpartisipasi. Baik secara langsung maupun melalui intermediasi institusi yang mewakili
kepentingannya, setiap warga negara memiliki suara dalam pembuatan keputusan.
Keterlibatan seperti ini didasarkan pada prinsip kebebasan berbicara, berasosiasi, dan
berpartisipasi secara konstruktif
2) Kerangka hukum. hal ini harus dilaksanakan secara adil dan tidak diskriminatif, terutama
dalam hal hukum yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
3) Transparansi. Kebebasan arus informasi adalah dasar transparansi. Orang-orang yang
membutuhkan dapat secara langsung mendapatkan proses, lembaga, dan informasi. Tidak
hanya informasi harus dapat dipahami tetapi juga dapat dipantau.
4) Responsivitas: Organisasi dan prosedur harus berusaha melayani semua pemegang saham.
5) Orientasi Konsens: Manajemen yang baik menggabungkan kepentingan yang berbeda
untuk mencapai kepentingan umum dalam hal kebijakan dan prosedur.
6) Keadilan: setiap warga negara, baik pria maupun wanita, memiliki kesempatan untuk
memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
7) Efisiensi dan Keberhasilan. Proses dan lembaga menghasilkan sesuai dengan garis besar
dengan menggunakan sumber daya yang tersedia sebaik mungkin.
8) Tanggung jawab. Pembuat keputusan di pemerintahan, sektor swasta, dan masyarakat
umum (civil society) bertanggung jawab kepada lembaga-lembaga yang terlibat dan
publik. Akuntabilitas ini bergantung pada organisasi dan jenis keputusan yang dibuat,
apakah itu untuk kepentingan organisasi atau eksternal.
9) Strategi Visi: Pemimpin dan masyarakat umum harus memiliki perspektif yang luas dan
jauh ke depan tentang pengembangan manusia dan pemerintahan yang baik. Perspektif ini
harus sesuai dengan apa yang diperlukan untuk pembangunan jenis ini.
Kesembilan karakteristik tersebut di atas saling memperkuat dan tidak berdiri sendiri.
Berdasarkan Acuan Umum Penerapan Good Governance pada Sektor Publlik oleh
Lembaga Administrasi Negera Republik Indonesia, 2005, terdapat 7 asas penerapan Good
Governance, yaitu:
1) Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggara
negara;
2) Asas Tertib Penyelenggaraan Negara adalah asas yang menjadi landasan keteraturan,
keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.
3) Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan
cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
4) Asas Keterbukaan adalah prinsip yang mengakui hak masyarakat untuk mendapatkan
informasi yang akurat, adil, dan tidak menyimpang tentang penyelenggaraan negara,
sambil mempertahankan hak asasi pribadi, kelompok, dan rahasia negara.
5) Asas proporsionalitas mengutamakan keseimbangan hak dan tanggung jawab
penyelenggara negara.
6) Asas Profesionalitas adalah dasar yang mengutamakan keahlian yang didasarkan pada
standar moral dan peraturan peradilan yang berlaku.
7) Asas Akuntabilitas mengatakan bahwa masyarakat atau rakyat, sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi negara, harus bertanggung jawab atas semua tindakan dan hasil
penyelenggaraan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Analisis
Mencoba menganalisis bagaimana prinsip-prinsip Good Governance menurut United
Nations Development Programme (UNDP) diaplikasikan dalam konteks Indonesia.
a. Partisipasi.
Partisipasi adalah elemen kunci dari Good Governance. Prinsip ini menekankan
pentingnya melibatkan semua stakeholder dalam proses pengambilan keputusan. Dalam konteks
Good Governance, partisipasi tidak hanya berarti mengekspresikan pendapat, tetapi juga memiliki
akses ke informasi dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam diskusi dan negosiasi.
Di Indonesia, partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan sering kali
dihadapkan pada tantangan, terutama pada tingkat lokal. Misalnya, dalam proses penganggaran
partisipatif, meskipun telah diatur dalam Undang-Undang, partisipasi masyarakat masih kurang
optimal. Hal ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk kurangnya akses ke informasi,
kurangnya pemahaman tentang proses pengambilan keputusan, dan hambatan struktural seperti
birokrasi dan korupsi.
Namun, ada dorongan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat umum. Misalnya,
penggunaan platform dan teknologi digital dapat membantu masyarakat umum berpartisipasi lebih
aktif dalam proses pengembangan kebijakan. Selain itu, pemerintah telah meluncurkan banyak
inisiatif dan program untuk meningkatkan partisipasi publik, seperti forum komunitas dan sistem
pesan publik akses terbuka. Meskipun demikian, masih ada hambatan tertentu yang perlu diatasi
untuk mencapai ambang partisipasi yang ideal. Peningkatan partisipasi publik membutuhkan
komitmen dari semua pihak terkait, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat umum.
Selain itu, perlu ada upaya untuk memastikan bahwa semua kelompok dalam masyarakat,
termasuk kelompok marginal dan rentan, memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi
dalam proses pengambilan keputusan.

b. Supremasi Hukum.
Supremasi hukum adalah prinsip dasar yang menekankan bahwa semua individu dan
institusi, termasuk pemerintah, tunduk pada hukum. Ini adalah fondasi penting bagi masyarakat
yang adil dan beradab. Supremasi hukum mencakup beberapa aspek kunci, seperti keadilan,
penegakan hukum yang konsisten, dan perlindungan hak asasi manusia.
Di Indonesia, meski ada peningkatan dalam penegakan hukum, masalah seperti korupsi
dan penyalahgunaan kekuasaan masih menjadi tantangan. Kasus korupsi yang melibatkan pejabat
tinggi, misalnya, menggarisbawahi tantangan dalam penegakan supremasi hukum. Hal ini dapat
merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum dan pemerintah.
Selain itu, penegakan hukum yang tidak konsisten juga bisa menjadi masalah. Misalnya,
ada kasus di mana hukum diterapkan secara berbeda tergantung pada status sosial atau politik
individu. Hal ini juga bisa mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.
Dalam konteks hak asasi manusia, tantangan lain adalah perlindungan terhadap kelompok-
kelompok rentan dan minoritas. Di Indonesia, masih ada laporan tentang pelanggaran hak asasi
manusia, termasuk diskriminasi terhadap kelompok minoritas.
Namun, ada upaya yang sedang dilakukan untuk memperkuat supremasi hukum di
Indonesia. Misalnya, reformasi hukum dan penegakan hukum, serta upaya untuk memerangi
korupsi. Selain itu, ada inisiatif untuk memperkuat perlindungan hak asasi manusia dan
mempromosikan keadilan sosial.
Untuk mencapai supremasi hukum yang sejati, perlu ada komitmen yang kuat dari semua
pihak, termasuk pemerintah, sistem hukum, dan masyarakat. Selain itu, perlu ada pemahaman yang
kuat tentang pentingnya supremasi hukum bagi demokrasi dan Good Governance.

c. Transparansi.
Transparansi adalah prinsip utama dalam Good Governance. Transparansi berarti bahwa
informasi harus tersedia secara bebas dan mudah diakses oleh masyarakat. Hal ini memungkinkan
masyarakat untuk mengawasi pemerintah, membuat pemerintah bertanggung jawab, dan
berpartisipasi secara efektif dalam proses demokrasi.
Di Indonesia, ada upaya untuk meningkatkan transparansi, salah satunya melalui
penerapan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik. UU ini bertujuan untuk memastikan
bahwa informasi publik dapat diakses oleh semua orang. Ini termasuk informasi tentang kebijakan
pemerintah, penggunaan anggaran, dan proses pengambilan keputusan.
Namun, implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik masih menghadapi tantangan.
Misalnya, akses informasi publik sering kali terhambat oleh birokrasi dan keterbatasan teknologi.
Selain itu, masih ada lembaga pemerintah yang kurang transparan dalam menyediakan informasi
publik, baik karena kurangnya pemahaman atau ketidakmauan untuk membagikan informasi.
Selain itu, transparansi juga penting dalam konteks korupsi. Korupsi sering kali terjadi di
lingkungan yang kurang transparan, di mana pengambilan keputusan dan penggunaan sumber daya
publik tidak dapat dipantau oleh masyarakat. Oleh karena itu, peningkatan transparansi dapat
membantu dalam pemberantasan korupsi.
Untuk meningkatkan transparansi, perlu ada komitmen yang kuat dari pemerintah dan
semua pihak terkait. Ini termasuk penerapan teknologi dan sistem yang memungkinkan akses yang
mudah dan cepat ke informasi publik, serta pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat tentang hak mereka untuk mendapatkan informasi.

d. Responsif.
Responsivitas adalah salah satu prinsip penting dalam Good Governance yang menekankan
pada kemampuan pemerintah dalam merespons kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas
pemerintah dapat diukur dari seberapa cepat dan tepat pemerintah dalam merespon masalah dan
keluhan masyarakat, serta sejauh mana pemerintah mampu mengadopsi perubahan dan inovasi
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Di Indonesia, responsivitas pemerintah masih perlu ditingkatkan, terutama dalam hal
penanganan keluhan masyarakat. Misalnya, proses penanganan pengaduan melalui LAPOR!,
sebuah layanan pengaduan online yang dijalankan oleh pemerintah, sering kali dianggap lambat
dan tidak efektif. Masalah serupa juga ditemukan dalam penanganan keluhan dan pertanyaan
masyarakat mengenai layanan publik lainnya.
Selain itu, responsivitas pemerintah juga dapat dilihat dari sejauh mana pemerintah mampu
beradaptasi dengan perubahan dan inovasi. Misalnya, dalam konteks digitalisasi dan penggunaan
teknologi dalam layanan publik, pemerintah perlu menunjukkan responsivitas yang tinggi untuk
memastikan bahwa layanan publik dapat disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan
kebutuhan masyarakat.
Untuk meningkatkan responsivitas, pemerintah perlu membangun mekanisme yang
memungkinkan masyarakat untuk menyampaikan keluhan dan saran, dan memastikan bahwa
mekanisme tersebut berfungsi dengan baik. Selain itu, pemerintah juga perlu menjaga komunikasi
yang baik dengan masyarakat, dan berusaha untuk memahami dan merespons kebutuhan dan
aspirasi mereka.
Konsensus.
Prinsip konsensus dalam Good Governance merujuk pada proses mencapai kesepakatan
yang luas dalam masyarakat tentang apa yang dianggap sebagai kepentingan terbaik dan
bagaimana hal itu dapat dicapai. Konsensus berarti bahwa berbagai pihak yang berkepentingan
dapat mencapai kesepakatan bersama melalui dialog dan negosiasi, bukan melalui paksaan atau
dominasi oleh satu pihak.
Di Indonesia, mencapai konsensus sering kali menjadi tantangan, terutama dalam konteks
yang plural dan beragam. Misalnya, isu-isu seperti RUU Cipta Kerja sering kali memicu
perdebatan dan polarisasi di masyarakat. Ini menunjukkan bahwa proses mencapai konsensus
membutuhkan dialog yang inklusif, adil, dan transparan.
Selain itu, mencapai konsensus juga memerlukan pemahaman dan penghormatan terhadap
perbedaan pendapat. Dalam masyarakat yang beragam seperti Indonesia, penting untuk
memastikan bahwa suara-suara minoritas dan kelompok-kelompok rentan juga didengar dan
dihargai dalam proses pengambilan keputusan.
Untuk mencapai konsensus, diperlukan komunikasi yang baik dan dialog yang terbuka
antara pemerintah dan masyarakat. Pemerintah perlu memfasilitasi proses ini dengan menyediakan
ruang bagi dialog dan partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Selain itu,
proses ini juga memerlukan komitmen dari semua pihak untuk mendengarkan dan menghormati
perbedaan pendapat, dan berusaha mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.
Kesetaraan.
Prinsip kesetaraan dalam Good Governance berarti bahwa semua orang harus memiliki
akses yang sama dan adil ke layanan publik dan kebijakan pemerintah, tanpa diskriminasi
berdasarkan faktor seperti jenis kelamin, ras, agama, atau status sosial. Kesetaraan ini mencakup
kesetaraan dalam hal hak dan peluang, serta perlakuan yang adil dan tidak diskriminatif.
Di Indonesia, meski telah ada kemajuan dalam beberapa aspek kesetaraan, masih ada
tantangan yang perlu diatasi. Misalnya, dalam konteks gender, meskipun telah ada upaya untuk
meningkatkan peran dan partisipasi perempuan dalam berbagai aspek kehidupan publik, masih ada
ketidaksetaraan dalam hal akses ke pendidikan, pekerjaan, dan partisipasi politik. Selain itu,
diskriminasi terhadap kelompok minoritas dan kelompok rentan, seperti masyarakat adat dan
komunitas LGBT, masih menjadi masalah.
Untuk mencapai kesetaraan, perlu ada komitmen yang kuat dari pemerintah dan semua
pihak terkait. Ini termasuk penerapan hukum dan kebijakan yang mendukung kesetaraan, serta
upaya untuk mengubah norma dan sikap sosial yang mendukung diskriminasi dan ketidaksetaraan.
Selain itu, perlu ada upaya untuk memastikan bahwa semua kelompok dalam masyarakat,
termasuk kelompok minoritas dan rentan, memiliki akses yang sama dan adil ke layanan publik
dan proses pengambilan keputusan.

e. Efektivitas dan Efisiensi.


Prinsip efektivitas dan efisiensi dalam Good Governance merujuk pada bagaimana
pemerintah mencapai hasil yang diinginkan dengan menggunakan sumber daya secara optimal.
Efektivitas berarti mencapai tujuan atau hasil yang diharapkan, sedangkan efisiensi berarti
mencapai hasil tersebut dengan menggunakan sumber daya sekecil mungkin, atau dengan kata
lain, mendapatkan 'value for money'.
Di Indonesia, isu efektivitas dan efisiensi sering kali muncul dalam konteks penggunaan
anggaran publik dan implementasi program pemerintah. Misalnya, ada kekhawatiran bahwa
anggaran publik sering kali tidak digunakan dengan efisien, baik karena korupsi, ketidakcakapan,
atau birokrasi yang berlebihan. Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa program pemerintah
sering kali tidak efektif dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi, pemerintah perlu memperbaiki sistem
pengawasan dan akuntabilitas, serta meningkatkan transparansi dalam penggunaan anggaran
publik. Selain itu, penting juga untuk melakukan evaluasi dan penilaian kinerja secara teratur untuk
memastikan bahwa program dan kebijakan pemerintah mencapai hasil yang diharapkan. Teknologi
dan inovasi juga dapat berperan penting dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas
pemerintahan.

f. Akuntabilitas.
Prinsip akuntabilitas dalam Good Governance berarti bahwa pemerintah harus
bertanggung jawab atas tindakan dan keputusannya, dan harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat. Akuntabilitas ini mencakup akuntabilitas politik, yaitu pertanggungjawaban
pemerintah kepada masyarakat melalui mekanisme demokratis seperti pemilihan umum, serta
akuntabilitas administratif, yaitu pertanggungjawaban pemerintah atas penggunaan sumber daya
publik dan implementasi kebijakan dan program.
Di Indonesia, isu akuntabilitas sering kali muncul dalam konteks korupsi dan
penyalahgunaan kekuasaan. Misalnya, ada kekhawatiran bahwa banyak pejabat publik yang
terlibat dalam korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan tidak diadili atau dihukum. Selain itu, ada
juga kekhawatiran bahwa proses pengawasan dan penegakan hukum terhadap pejabat publik
sering kali tidak transparan dan tidak adil.
Untuk meningkatkan akuntabilitas, perlu ada sistem pengawasan yang kuat dan efektif,
serta mekanisme penegakan hukum yang adil dan transparan. Selain itu, penting juga untuk
mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengawasan dan pengambilan keputusan, serta
meningkatkan transparansi dalam penggunaan sumber daya publik dan implementasi kebijakan
dan program pemerintah. Teknologi dan inovasi juga dapat berperan penting dalam meningkatkan
akuntabilitas pemerintah.

g. Startegic vision.
Prinsip strategic vision dalam Good Governance berarti bahwa pemerintah harus memiliki
visi strategis jangka panjang tentang apa yang ingin dicapai dan bagaimana mencapainya. Visi ini
harus jelas, realistis, dan dapat dipahami oleh semua pihak yang berkepentingan, dan harus
mencerminkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat.
Di Indonesia, visi strategis pemerintah dapat dilihat dalam berbagai rencana dan inisiatif
jangka panjang, seperti Jangka Menengah Nasional Rencana (RPJMN) atau visi Indonesia 2045,
yang bertujuan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang matang dengan PDB per kapita
rata-rata $ 32.000 USD. Visi ini mencakup beberapa aspek, seperti pembangunan ekonomi,
peningkatan kesejahteraan sosial, perlindungan lingkungan, dan memajukan demokrasi dan hak
asasi manusia.
Namun, tantangan dalam penerapan visi strategis ini termasuk memastikan bahwa visi ini
diterjemahkan menjadi kebijakan dan program yang efektif dan efisien, dan bahwa ada mekanisme
yang efektif untuk memantau dan mengevaluasi implementasinya. Selain itu, penting juga untuk
memastikan bahwa visi ini mencerminkan aspirasi dan kebutuhan semua kelompok dalam
masyarakat, termasuk kelompok minoritas dan rentan. Untuk melakukan ini, perlu ada dialog yang
terbuka dan inklusif dengan semua pihak yang berkepentingan dalam proses perencanaan dan
pengambilan keputusan.Secara keseluruhan, penerapan Good Governance di Indonesia masih
menghadapi tantangan, namun ada upaya dan progres dalam menerapkan prinsip-prinsip Good
Governance tersebut.
4. Keismpulan
Good Governance, atau tata kelola yang baik, merupakan elemen penting dalam
memastikan pemerintahan yang efisien, efektif, dan bertanggung jawab. Di Indonesia, meski
penerapan prinsip-prinsip Good Governance telah terlihat dalam berbagai aspek, masih ada
tantangan yang perlu ditangani.
Prinsip kesetaraan menuntut bahwa semua warga negara harus memiliki akses yang sama
dan adil terhadap layanan publik dan kebijakan pemerintah, tanpa adanya diskriminasi. Namun,
dalam prakteknya, masih ada beberapa ketidaksetaraan dalam akses ke pendidikan, pekerjaan, dan
partisipasi politik. Diskriminasi terhadap kelompok minoritas dan rentan juga masih menjadi isu
yang harus diatasi.
Efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya publik dan implementasi program
pemerintah juga menjadi isu penting dalam Good Governance. Kekhawatiran muncul bahwa
anggaran publik tidak selalu digunakan dengan cara yang paling efisien, baik karena korupsi,
ketidakcakapan, atau birokrasi yang berlebihan. Seringkali, program dan kebijakan pemerintah
tidak efektif dalam mencapai tujuan yang diharapkan.
Akuntabilitas pemerintah adalah isu sentral dalam Good Governance. Pemerintah harus
bertanggung jawab atas tindakan dan keputusannya, dan harus dapat dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat. Meski Indonesia memiliki sistem pengawasan dan akuntabilitas, sering kali
proses ini dianggap tidak transparan dan tidak adil. Banyak pejabat publik yang terlibat dalam
korupsi atau penyalahgunaan kekuasaan tidak diadili atau dihukum.
Prinsip suara minoritas menekankan bahwa dalam proses pengambilan keputusan, suara
dari berbagai kelompok etnis, agama, dan sosial harus didengar dan diperhitungkan, dan tidak
boleh diabaikan atau ditindas oleh mayoritas. Namun, perlindungan dan penghormatan terhadap
suara minoritas sering kali menjadi tantangan.
Visi strategis pemerintah terlihat dalam berbagai rencana dan kebijakan jangka panjang,
seperti Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) atau visi Indonesia 2045.
Namun, tantangan dalam penerapan visi ini termasuk memastikan bahwa visi ini diterjemahkan
menjadi kebijakan dan program yang efektif dan efisien, dan bahwa ada mekanisme yang efektif
untuk memantau dan mengevaluasi implementasinya.
Untuk mengatasi tantangan-tantangan ini, diperlukan komitmen yang kuat dari pemerintah
dan semua pihak terkait untuk menerapkan prinsip-prinsip Good Governance. Langkah-langkah
yang dapat dilakukan meliputi memperbaiki sistem pengawasan dan akuntabilitas, meningkatkan
transparansi dalam penggunaan anggaran publik, mempromosikan dialog dan pemahaman antara
berbagai kelompok dalam masyarakat, dan memanfaatkan teknologi dan inovasi untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pemerintahan. Dengan demikian, Good Governance dapat
menjadi kenyataan di Indonesia.
Mewujudkan konsep Good Governance (Tata Kelola yang Baik) di Indonesia memerlukan
komitmen dan aksi yang konsisten dari pemerintah, lembaga publik, dan masyarakat. Berikut
adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mewujudkan konsep Good Governance di
Indonesia:
1) Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas: Pemerintah dan lembaga publik harus
meningkatkan keterbukaan dan aksesibilitas informasi, dan memberikan
pertanggungjawaban atas tindakan dan keputusan yang diambil. Hal ini dapat dilakukan
melalui penerapan undang-undang dan peraturan yang mendukung transparansi dan
akuntabilitas.
2) Meningkatkan partisipasi masyarakat: Masyarakat harus diberikan kesempatan untuk
terlibat dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Pemerintah dan
lembaga publik dapat mendorong partisipasi masyarakat melalui mekanisme konsultasi
publik, forum diskusi, dan partisipasi dalam lembaga-lembaga yang menangani urusan
publik.
3) Meningkatkan responsivitas pemerintah: Pemerintah dan lembaga publik harus mampu
merespons tuntutan dan kebutuhan masyarakat dengan cepat dan efektif. Hal ini dapat
dilakukan dengan meningkatkan kualitas layanan publik dan memastikan bahwa kebijakan
publik memenuhi kebutuhan masyarakat.
4) Meningkatkan keadilan: Pemerintah harus memastikan bahwa kebijakan dan layanan
publik disediakan secara merata dan tanpa diskriminasi. Pemerintah juga harus mampu
melindungi hak-hak minoritas dan kelompok rentan dalam masyarakat.
5) Meningkatkan efektivitas dan efisiensi: Pemerintah harus mencapai tujuan yang ditetapkan
dengan cara yang efektif dan efisien, sehingga sumber daya publik digunakan secara
optimal. Pemerintah juga harus mengukur dan mengevaluasi hasil kebijakan dan layanan
publik secara teratur.
6) Membangun kapasitas dan integritas lembaga: Pemerintah harus membangun kapasitas
dan integritas lembaga publik, termasuk pemberdayaan pegawai negeri dan peningkatan
kualitas kepemimpinan. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan, pengembangan
kebijakan dan prosedur, dan pengawasan dan penegakan hukum yang tegas.
7) Mengembangkan kultur dan nilai-nilai Good Governance: Pemerintah, lembaga publik,
dan masyarakat harus membangun kultur dan nilai- nilai yang mendukung konsep Good
Governance. Hal ini dapat dilakukan melalui pendidikan dan kampanye sosialisasi, serta
mempromosikan partisipasi aktif masyarakat dan menjunjung tinggi etika dan integritas
dalam berbagai aspek kehidupan.

5. Referensi.
1)

Anda mungkin juga menyukai