Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di era globalisasi yang menyentuh berbagai bidang kehidupan di seluruh

wilayah pemerintahan negara menurut reformasi sistem perekonomian dan

pemerintahan, termasuk birokrasinya, sehingga memungkinkan interaksi

perekonomian antardaerah dan antarbangsa berlangsung lebih efisien. Kunci

keberhasilan pembangunan perekonomian adalah daya saing, dan kunci dari daya

saing adalah efisiensi proses pelayanan, serta mutu ketepatan dan kepastian

kebijakan publik.

Dalam upaya menghadapi tantangan tersebut, salah satu prasyarat yang

perlu dikembangkan adalah prinsip tata kelola (good governance) dalam

mewujudkan cita-cita dan tujuan negara, sebagaimana diamanatkan dalam

Pembukaan UUD 1945.

Good Governance adalah kinerja suatu lembaga yang mengarahkan,

mengendalikan, atau memengaruhi masalah publik. Latar belakang tuntutan good

governance adalah tuntutan eksternal serta tuntutan internal yakni pengaruh

globalisasi dan tuntutan terhadap pemerintahan untuk menerapkan nilai

transparansi, akuntabilitas, partisipasi, dan demokrasi.

Good governance yang diterjemahkan sebagai tata pemerintahan yang baik

merupakan tema umum kajian yang populer, baik di pemerintahan, civil society

maupun di dunia swasta. Kepopulerannya adalah akibat semakin kompleksnya

1
permasalahan, seolah menegaskan tidak adanya iklim pemerintahan yang baik di

negeri ini. Di pemerintahan (public governance), tema ini begitu menyentuh.

Keberhasilan penyelenggaraan tata pemerintahan yang baik sangat

ditentukan oleh keterlibatan dan sinergi tiga aktor utama yaitu aparatur

pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta. Dalam penyelenggaraan pemerintahan,

aparatur pemerintah merupakan salah satu aktor penting yang memegang kendali

proses berlangsungnya governance.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Good Governance

Istilah Good Governance secara langsung menjadi populer baik di kalangan

pemerintah, swasta maupun masyarakat secara umum. Di Indonesia, istilah ini

diterjemahkan dengan pemerintah yang baik. Ada juga yang tetap memakai istilah

aslinya karena memandang luasnya dimensi Governance yang tidak bisa direduksi

hanya menjadi pemerintah semata. Meskipun istilah Good Governance sering

disebut dalam berbagai kesempatan, istilah tersebut dimaknai secara berlainan.

Satu sisi ada yang memaknai Good Governance sebagai kinerja suatu lembaga,

misalnya kinerja suatu pemerintah, perusahaan atau organisasi kemasyarakatan.

Menurut MM. Billah, istilah ini merujuk pada arti asli kata Governing yang

berarti mengarahkan atau mengendalikan atau mempengaruhi masalah publik

dalam satu negeri. Karena itu Good Governance dapat diartikan sebagai tindakan

atau tingkah laku yang didasarkan pada nilai-nilai yang bersifat mengarahkan,

mengendalikan, atau mempengaruhi masalah publik untuk mewujudkan nilai-nilai

itu dalam tindakan dan kehidupan keseharian.

Terdapat beberapa pendapat tentang pengertian good governance.

OECD dan World Bank mengartikan good governance sebagai “Penyelenggaraan

manajemen pembangunan solid dan bertanggung jawab yang sejalan dengan

demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi yang

langka, dan pencegahan korupsi secara politik dan administratif, menjalankan

3
disiplin anggaran serta menjalankan kerangka kerja politik dan hukum bagi

tumbuhnya aktivitas kewiraswastaan.”

United Nations Development Program (UNDP) dalam dokumen

kebijakannya yang berjudul “Governance for sustainable human development”,

(1997), mendefinisikan good governance sebagai: “Hubungan yang sinergis dan

konstruktif di antara negara, sektor swasta dan masyarakat.”

Pendapat lain, yaitu menurut Lembaga Administrasi Negara (2000)

menyimpulkan bahwa wujud Good Governance sebagai:

“Penyelenggaraan pemerintahan negara yang solid dengan

bertanggungjawab, serta efektif dan efisien, dengan menjaga “kesinergian”

interaksi yang konstruktif diantara domain-domain negara, sektor swasta, dan

masyarakat.”

Dari pendapat-pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud

dengan good governance adalah penyelenggaraan kekuasaan negara dan

administrasi yang melibatkan aktor pemerintah, swasta dan masyarakat guna

mewujudkan kepemerintahan yang bersih, efektif dan efisien.

2.2 Pelaku Good Governance

Good Governance tidak terbatas pada negara atau birokrasi pemerintahan,

tetapi juga pada masyarakat sipil yang direpresentasikan oleh organisasi non-

pemerintah seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan juga sektor swasta.

Tuntutan terhadap Good Governance tidak selayaknya ditujukan hanya kepada

penyelenggara negara atau pemerintah, melainkan juga pada masyarakat di luar

struktur birokrasi pemerintahan.

Sedarmayanti menjelaskan aktor-aktor good governance sebagai berikut:

4
a) Negara atau pemerintah, konsepsi kepemerintahan pada dasarnya adalah

kegiatan-kegiatan kenegaraan, tetapi labih jauh dari itu melibatkan pula sektor

swasta dan kelembagaan masayarakat madani. Negara sebagai salah satu unsur

governance, di dalamnya termasuk lembaga politik dan lembaga sektor publik.

Peran pemerintah melalui kebijakan publiknya sangat penting dalam

memfasilitasi terjadinya mekanisme pasar yang benar sehingga penyimpangan

yang terjadi di dalam pasar dapat dihindari.

b) Sektor swasta, pelaku sektor swasta mencakup perusahaan swasta yang

aktif dalam interaksi dalam sistem pasar, seperti industri pengolahan perdagangan,

perbankan, koperasi termasuk kegiatan sektor informal.

c) Masyarakat madani atau civil society kelompok masyarakat dalam

konteks kenegaraan pada dasarnya berada diantara atau di tengah-tengah antara

pemerintah dan perseorangan, yang mencakup baik perseorangan maupun

kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial, politik dan ekonomi.

Bagan 1. Hubungan Tiga Aktor dalam Good Governance

SSEKTOR SWASTA

Sumber: Sedarmayanti (2009) Reformasi Administrasi Publik, Reformasi


Birokrasi, dan Kepemimpinan masa Depan

5
Budiati menjelaskan, Good governance hanya bermakna bila keberadaannya

ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik (pilar- pilar good

governanace). Jenis lembaga tersebut dan perannya adalah sebagai berikut:

a) Negara

1. Menciptakan kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang stabil;

2. Membuat peraturan yang efektif dan berkeadilan;

3. Menyediakan public service yang efektif dan akuntabel;

4. Menegakkan HAM;

5. Melindungi lingkungan hidup;

6. Mengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publik.

b) Sektor swasta

1. Menjalankan industri;

2. Menciptakan lapangan kerja;

3. Menyediakan insentif bagi karyawan;

4. Meningkatkan standar kehidupan masyarakat;

5. Memelihara lingkungan hidup;

6. Menaati peraturan

7. Melakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi pada

masyarakat;

8. Menyediakan kredit bagi pengembangan UKM.

c) Masyarakat madani:

1. Manjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi;

2. Mempengaruhi kebijakan;

3. Berfungsi sebagai sarana Checks and balances pemerintah;

6
4. Mengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah;

5. Mengembangkan SDM;

6. Berfungsi sebagai sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat.

Ketiga lembaga di atas merupakan pendukung utama dalam terciptanya

good governance. Sistem pemerintahan yang baik dapat diwujudkan apabila

terciptanya sinergi antara pemerintah, swasta dan masyrakat dalam

mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Negara harus mampu

menciptakan suatu kondisi yang kondusif bagi terselenggaranya suatu

pemerintahan yang baik. Adanya perbaikan mengenai sistem politik, sistem

pemerintahan dan lebih memperhatikan pelayanan publik. Kondisi seperti ini

dapat menarik minat kalangan swasta untuk berkembang lagi. Jika usaha swasta

ini meningkat maka pengangguran dapat teratasi dengan adanya investasi

di negeri ini. Dan masyarakat harus lebih kritis terhadap pemerintah mengenai

apa yang dilakukan dalam pembangunan ini.

2.3. Prinsip-prinsip Good Governance

Prinsip atau asas disini adalah padanan kata principles (Inggris) atau

beginsel (Belanda) diartikan sebagai “an accepted or professed rule of action or

conduct” atau “a basic law, axiom, or doctrine” atau “basic knowledge or

conceptual foundations”. Prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik dapat

diibaratkan rambu lalu lintas, marka jalan, peta jalan dan pedoman perjalanan.

Ada beberapa pendapat mengenai prinsip-prinsip good governance, UNDP

dalam Sedarmayanti mengemukakan bahwa karakteristik atau prinsip-prinsip

yamg harus dianut dan dikembangkan dalam praktek penyelenggaraan

kepemerintahan yang baik, adalah meliputi:

7
a) Partisipasi (Participation), setiap orang atau setiap warga masyarakat,

baik laki-laki maupun perempuan harus memiliki hak suara yang sama dalam

proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga

perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing.

Partisipasi yang luas ini perlu dibangun dalam suatu tatanan kebebasan berserikat

dan berpendapat, serta kebebasan untuk berpartisiapsi secara konstruktif.

b) Aturan Hukum (Rule of Law): kerangka aturan hukum dan perundang-

undangan haruslah berkeadilan, ditegakkan, dan dipatuhi secara utuh

(impartially), terutama aturan hukum tentang Hak-hak asasi manusia.

c) Transparansi (Transparency): Transparansi harus dibangun dalam

kerangka kebebasan aliran informasi. Berbagai proses, kelembagaan, dan

informasi harus dapat diakses secara bebas oleh mereka yang membutuhkannya,

dari informasinya harus dapat disediakan secara memadai dan mudah dimengerti,

sehingga dapat digunakan sebagai alat monitoring dan evaluasi.

d) Daya tanggap (Responsiveness): setiap institusi dan prosesnya harus

diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan

(Stakeholders);

e) Berorientasi Konsensus (Consensus Orientation): pemerintahan yang

baik (good governance) akan bertindak sebagai penengah (mediator) bagi

berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesepakatan

yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak, dan jika dimungkinkan juga

dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan

ditetapkan pemerintah;

8
f) Berkeadilan (Equity): pemerintahan yang baik akan

memberikan kesempatan yang sama baik terhadap laki-laki maupun perempuan

dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya;

g) Efektivitas dan Efesiensi (Effectiveness and Efficiency): setiap proses

kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-

benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik- baiknya

berbagai sumber-sumber yang tersedia;

h) Akuntabilitas (Accountabilty): para pengambil keputusan (decision

makers) dalam organisasi sector public (pemerintah), swasta, dan masyarakat

madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik (masyarakat

umum), sebagaimana halnya kepada para pemilik (stakeholders).

Pertanggungjawaban tersebut berbeda-beda, tergantung apakah jenis keputusan

organisasi itu bersifat internal atau bersifat eksternal;

i)Bervisi Strategis (Strategic Vision): para pemimpin dan masyarakat

memiliki persepktif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan

pemerintahan yang baik (good governance) dan pembangunan manusia (human

development). Bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan

tersebut. Mereka juga memahami aspek-aspek histori, cultural, dan kompleksitas

yang mendasari perspektif mereka;

Berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan

Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme,

menetapkan tujuh asas penyelenggaraan negara yang baik, yaitu:

9
a) Asas Kepastian Hukum, yaitu asas yang mengutamakan

landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap

kebijakan penyelenggaraan negara.

b) Asas tertib penyelenggaraan negara, yaitu asas yang mengutamakan

keteraturan, keserasian dan keseimbangan dalam pengendalian dan

penyelenggaraan negara.

c) Asas Kepentingan umum, yaitu asas yang mendahulukan kesejahteraan

umum dengan yang aspiratif, akomodatif dan selektif.

d) Asas keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap hak

masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur dan tidak diskriminatif

tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan

atas hak asasi pribadi, golongan dan rahasia negara.

e) Asas proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keseimbangan

antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.

f) Asas profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan keahlian

yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

g) Asas akuntabilitas, yaitu asas dimana setiap kegiatan dan hasil akhir dari

kegiatan penyelengaraan negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada

masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pendapat lain oleh Lembaga Administrasi Negara (LAN) dalam

Sedarmayanti mengungkapkan prinsip-prinsip good governance antara lain yaitu

akuntabilitas, transparansi, kesetaraan, supremasi hukum, keadilan, partisipasi,

10
desentralisasi, kebersamaan, profesionalitas, cepat tanggap, efektif dan efisien,

dan berdaya saing.

Sedarmayanti (2009) menyebutkan bahwa ada empat prinsip utama dalam

pelaksanaan good governance, yaitu:

a) Akuntabilitas (pertanggunggugatan) politik, terdiri dari:

Pertama, pertanggunggugatan politik, yakni adanya mekanisme

penggantian pejabat atau penguasa secara berkala, tidak ada usaha membangun

monoloyalitas secara sistematis, dan adanya definisi dan penanganan yang jelas

terhadap pelanggaran kekuasaan di bawah kerangka penegakkan hukum.

Kedua, pertanggunggugatan publik, yakni adanya pembatasan dan

pertanggungjawaban tugas yang jelas. Akuntabilitas merujuk pada pengembangan

rasa tanggung jawab publik bagi pengambil keputusan di pemerintahahan, sektor

privat dan organisasi kemasyarakatan sebagaimana halnya kepada pemilik

(stakeholder). Khusus dalam birokrasi, akuntabilitas merupakan upaya

menciptakan sistem pemantauan dan mengontrol kinerja kualitas, inefisiensi,

dan perusakan sumber daya, serta transparansi manajemen keuangan, pengadaan,

akunting, dan dari pengumpulan sumber daya.

b) Transparansi (keterbukaan) dapat dilihat dari 3 aspek: (1)

adanya kebijakan terbuka terhadap pengawasan, (2) adanya akses informasi

sehingga masyarakat dapat menjangkau setiap segi kebijakan pemerintah, (3)

berlakunya prinsip check and balance antar lembaga eksekutif dan legislatif.

Tujuan transparansi membangun rasa saling percaya antara pemerintah dengan

publik dimana pemerintah harus memberi informasi akurat bagi publik yang

membutuhkan. Terutama informasi handal berkaitan masalah hukum, peraturan,

11
dan hasil yang dicapai dalam proses pemerintahan, adanya mekanisme yang

memungkinkan masyarakat mengakses informasi yang relevan, adanya peraturan

yang mengatur kewajiban pemerintah daerah menyediakan informasi kepada

masyarakat, serta menumbuhkan budaya di tengah masyarakat untuk mengkritisi

kebijakan yang dihasilkan pemerintah daerah.

c) Partisipasi (melibatkan masyarakat terutama aspirasinya) dalam

pengambilan kebijakan atau formulasi rencana yang dibuat pemerintah, juga

dilihat pada keterlibatan masyarakat dalam implementasi berbagai lebijakan dan

rencana pemerintah, termasuk pengawasan dan evaluasi. Keterlibatan dimaksud

bukan dalam prinsip terwakilinya aspirasi masyarakat melalui wakil di DPR

melainkan keterlibatan secara langsung atau tidak, usulan dan pendapat dalam

proses pengambilan keputusan. Terutama memberi kebebasan kepada

rakyat untuk berkumpul, berorganisasi, dan berpartisipasi aktif dalam

menentukan masa depan.

d) Supremasi hukum aparat birokrasi, berarti ada kejelasan dan

prediktabilitas birokrasi terhadap sektor swasta, dan dari segi masyarakat sipil

berarti ada kerangka hukum yang diperlukan untuk menjamin hak warga negara

dalam menegakkan pertanggunggugatan pemerintah. Persyaratan konsep

supremasi hukum adalah:

1) Supremasi hukum: setiap tindakan negara harus dilandasi hukum

bukan didasarkan pada tindakan sepihak dengan kekuasaan yang dimiliki.

2) Kepastian hukum: disamping erat kaitannya dengan rule of law juga

mensyaratkan adanya jaminan bahwa masalah diatur secara jelas, tegas dan

12
tidak duplikatif, serta bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang

lainnya.

3) Hukum yang responsif: hukum harus mampu menyerap aspirasi

masyarakat luas dan mampu mengakomodasi kebutuhan masyarakat dan bukan

dibuat untuk kepentingan segelintir elit.

4) Penegakkan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif: upaya yang

mensyaratkan adanya sanksi, mekanisme menjalankan sanksi, serta sumber daya

manusia/penegak hukum yang memiliki integritas.

5) Independensi peradilan: yakni prinsip yang melekatkan efektivitas

peradilan sebagai syarat penting perwujudan rule of law.

2.4 Prinsip-prinsip Penerapan Good Governance Pada Sektor Pemerintah,

Sektor Swasta, dan Sektor Publik

a. Prinsip-Prinsip Penerapan Good Governance pada Sektor Pemerintah

Good governance menyentuh 3 (tiga) pihak yaitu pihak pemerintah

(penyelenggara negara), pihak korporat atau dunia usaha (penggerak ekonomi),

dan masyarakat sipil (menemukan kesesuaiannya). Ketiga pihak tersebut saling

berperan dan mempengaruhi dalam penyelenggaraan negara yang baik.

Sinkronisasi dan harmonisasi antar pihak tersebut menjadi jawaban besar. Namun

dengan keadaan Indonesia saat ini masih sulit untuk bisa terjadi.

Dengan berbagai statement negatif yang dilontarkan terhadap pemerintah

atas keadaan Indonesia saat ini. Banyak hal mendasar yang harus diperbaiki, yang

berpengaruh terhadap clean and good governance, diantaranya:

1. Integritas Pelaku Pemerintahan

13
Peran pemerintah yang sangat berpengaruh, maka integritas dari para pelaku

pemerintahan cukup tinggi tidak akan terpengaruh walaupun ada kesempatan

untuk melakukan penyimpangan misalnya korupsi.

2. Kondisi Politik dalam Negeri

Bagi terwujudnya good governance konsep politik yang tidak/kurang

demokratis yang berimplikasi pada berbagai persoalan di lapangan.

3. Kondisi Ekonomi Masyarakat

Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak

teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh.

4. Kondisi Sosial Masyarakat

Masyarakat yang solid dan berpartisipasi aktif akan sangat menentukan

berbagai kebijakan pemerintahan.

5. Sistem Hukum

Kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap kinerja

pemerintahan secara keseluruhan. Good governanance tidak akan berjalan

dengan baik di atas sistem hukum yang lemah.

b. Prinsip-Prinsip Penerapan Good Governance pada Sektor Swasta

Di dalam berbagai analisis dikemukakan, ada keterkaitan antara krisis

ekonomi, krisis finansial dan krisis yang berkepanjangan di berbagai negara

dengan lemahnya corporate governance. Corporate governance adalah

seperangkat tata hubungan diantara manajemen, direksi, dewan komisaris,

pemegang saham dan para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya yang

mengatur dan mengarahkan kegiatan perusahaan.

14
Kemampuan yang tinggi dalam menerapkan prinsip-prinsip GCG telah

diwujudkan oleh perusahaan diantaranya dengan dibentuknya fungsi pengelolaan

GCG di bawah sekretaris perusahaan yang secara khusus menangani dan

memantau efektivitas penerapan GCG di perusahaan. Perusahaan secara

berkesinambungan melakukan langkah-langkah perbaikan baik dari sisi soft

structure maupun dari sisi infrastructure GCG dalam rangka meningkatkan

kualitas penerapan GCG. Perusahaan telah menerbitkan dokumen-dokumen

pendukung dalam penerapan GCG seperti Pedoman GCG, Board Manual, dan

Pedoman Perilaku (Code of Conduct). Dewan komisaris juga telah memiliki

organ pendukung yaitu Komite-komite Dewan Komisaris yang berperan dalam

membantu meningkatkan efektivitas pelaksaaan fungsi pengawasan yang

dilakukan oleh Dewan Komisaris.

c. Prinsip-Prinsip Penerapan Good Governance pada Sektor Publik

Di dalam berbagai analisis dikemukakan, ada keterkaitan antara krisis

ekonomi, krisis finansial dan krisis yang berkepanjangan di berbagai negara

dengan lemahya corporate governance. Corporate governance adalah seperangkat

tata hubungan diantara manajemen, direksi, dewan komisaris, pemegang saham

dan para pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya yang mengatur dan

mengarahkan kegiatan perusahaan.

Good Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk menjaga

kelangsungan hidup perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas

transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan

kesetaraan. Di tahun 2007 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan PT

Multi Utama Indojasa melaksanakan kegiatan studi Implementasi Good Corporate

15
Governance (GCG) di Sektor swasta, BUMN dan BUMD. Studi ini ditujukan

untuk memperoleh gambaran awal (baseline) yang komprehensif tentang

pelaksanaan prinsip-prinsip GCG di Sektor swasta, BUMN dan BUMD di

Indonesia yang dari waktu ke waktu bisa digunakan sebagai data pembanding

dengan kondisi di masa depan.

Hal ini berarti secara rata-rata, hampir 90% dari prinsip-prinsip GCG

sudah dilaksanakan oleh perusahaan responden. Dari prinsip-prinsip GCG, ada

satu prinsip yang relatif lemah yaitu responsibilitas. Lemahnya implementasi

prinsip ini berkenaan dengan masih lemahnya implementasi dalam pembentukan

komite-komite fungsional di bawah Komisaris. Sebagian perusahaan responden

hanya memiliki Komite Audit, Komite Nominasi dan Remunerasi serta Komite

Manajemen Resiko, sedangkan komite-komite lainnya seperti Komite Asuransi,

Komite Kepatuhan, Komite Eksekutif, dan Komite GCG, masih banyak yang

belum memilikinya. Adapun prinsip yang sudah relatif kuat adalah prinsip

transparansi dan fairness.

Ini menunjukkan perusahaan telah berupaya untuk lebih transparan dan fair

kepada stakeholder. Jika dilihat berdasarkan kerangka kerja GCG, aspek yang

masih lemah adalah aspek compliance pada sisi Board dan conformance pada sisi

Karyawan. Pada sisi Board, kelemahannya selain pada pembentukan komite-

komite, juga pada implementasi pencegahan benturan kepentingan, dan

peningkatan kerjasama dengan penegak hukum. Sedangkan pada sisi karyawan,

berkaitan dengan penandatanganan pernyataan kepatuhan kepada Pedoman

Perilaku dan Peraturan Perusahaan. Indeks code of conduct adalah 88,77. Artinya

secara umum perusahaan telah memiliki code of conduct dan telah memuat

16
beberapa hal yang berkaitan dengan implementasi prinsip-prinsip GCG. Namun

yang masih perlu diperbaiki dalam code of conduct ini adalah sosialisasi kepada

pihak eksternal seperti pelanggan, pemasok dan perusahaan asuransi.

Pembagian ini untuk memudahkan analisis serta agar perbandingan antar

perusahaan dapat dilakukan lebih fair. Hasil studi menunjukkan bahwa swasta

lembaga keuangan memiliki indeks yang paling tinggi dibanding kelompok yang

lain, baik berdasarkan prinsip-prinsip GCG maupun berdasarkan compliance,

conformance, dan performance. Selain itu, kelompok ini juga memiliki indeks

yang paling tinggi untuk code of conduct dan pencegahan korupsi.

Selain itu, perlu diterbitkan peraturan yang dapat memaksa perusahaan

sawsta yang belum terbuka dan BUMD untuk menerapkan GCG. Implementasi

Good Goverment dan Clean Goverment pada institusi pemerintah terutama yang

berkaitan dengan pelayanan publik seperti Ditjen Pajak, Bea Cukai, Imigrasi,

BPN, Institusi yang mengeluarkan perizinan, dan institusi penegak hukum. Hal ini

untuk mendorong badan usaha lebih konsisten dalam menerapkan GCG serta

untuk menciptakan iklam usaha yang lebih sehat, kondusif dan kompetitif. Dalam

rangka meningkatkan kerjasama perusahaan dengan lembaga penegak hukum

dalam upaya pencegahan korupsi, diperlukan rumusan bentuk dan metode

kerjasama yang dapat dilakukan dan mendorong perusahaan untuk melakukan

kerjasama dengan lembaga penegak hukum.

Perlu adanya sosialisasi yang intensif tentang pedoman umum GCG,

penyusunan code of conduct, kaitan GCG dengan pencegahan korupsi, dan best

practises dalam penerapan GCG melalui berbagai media.

17
Pelayanan umum atau pelayanan publik adalah pemberian jasa, baik oleh

pemerintah, pihak swasta atas nama pemerintah maupun pihak swasta kepada

masyarakat, dengan atau tanpa pembayaran guna memenuhi kebutuhan atau

kepentingan masyarakat. Ada beberapa alasan mengapa pelayanan publik menjadi

titik strategis untuk memulai pengembangan dan penerapan Good Governance di

Indonesia:

1. Pelayanan publik selama ini menjadi area dimana negara yang diwakili

pemerintah berinteraksi dengan lembaga nonpemerintah. Keberhasilan

dalam pelayanan publik akan mendorong tingginya dukungan masyarakat

terhadap kerja birokrasi.

2. Pelayanan publik adalah wilayah dimana berbagai aspek Good and Clean

Governance bisa diartikulasikan secara lebih mudah.

3. Pelayanan publik melibatkan kepentingan semua unsur governance, yaitu

pemerintah, masyarakat, dan mekanisme pasar. Dengan demikian,

pelayanan publik menjadi tidak pangkal efektifnya kinerja birokrasi.

2.5. Dasar Hukum Good Governance di Indonesia

1. Keputusan Menpan no 81/Kep/M/M.Pan/7/1993 tentang pedoman umum

Penyelenggaraan Pelayanan Publik.

2. Instruksi Presiden RI tahun 1995 tanggal 6 Maret 1995 tentang Perbaikan

dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur kepada Masyarakat

3. Instruksi Menteri Dalam Negeri No 25 tahun 1998 tentang Pelayanan

Perijinan satu atap di daerah.

18
4. Keputusan Menko Was Bang Pan No 56/MK/WASPAN/6/98 tanggal 1

Juni 1998 tentang Langkah Nyata Memperbaiki Pelayanan Masyarakat

Sesuai dengan Aspirasi Reformasi

5. UU no 25 tahun 2000 tentang Propenas yang mempertegas bahwa

pelayanan publik sbg salah satu program nasional yang hrs dilaksanakan

tahun 2000-2004

6. UU no 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

2.6 Latar Belakang Good Governance di Indonesia

Pentingnya penerapan Good Governance di beberapa negara sudah mulai

meluas pada tahun 1980, dan di Indonesia Good Governance mulai dikenal secara

lebih dalam pada tahun 1990 sebagai wacana penting yang muncul dalam

berbagai pembahasan, diskusi, penelitian, dan seminar, baik di lingkungan

pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat termasuk di lingkungan para

akademisi. Sejak terjadinya krisis moneter dan krisis kepercayaan yang

mengakibatkan perubahan dramatis pada tahun 1998, Indonesia telah memulai

berbagai inisiatif yang dirancang untuk mempromosikan Good Governance,

akuntabilitas dan partisipasi yang lebih luas. Perancangan ini sebagai awal yang

penting dalam menyebarluaskan gagasan yang mengarah pada perbaikan

governance dan demokrasi di Indonesia. Good Governance dipandang sebagai

paradigma baru dan menjadi ciri yang perlu ada dalam sistem administrasi publik.

Desentralisasi berpotensi menciptakan transparansi dan akuntabilitas dan

bisa menjadi modal untuk menumbuhkan demokrasi lokal. Akan tetapi,

kenyataannya kebijakan desentralisasi di dalamnya tidak otomatis

mengandung prinsip tata kelola pemerintahan yang baik. Terselenggaranya

19
pemerintahan yang efektif dan lebih demokratis menuntut adanya paraktek

kepemerintahan lokal yang lebih baik yang membuka peran serta masyarakat.

Pemerintahan lokal memiliki peluang besar untuk mendorong demokratisasi,

karena proses desentralisasi lebih memungkinkan adanya pemerintahan yang lebih

responsif, representatif, dan akuntabel.

Desentralisasi harus simultan membawa penguatan kapasitas institusi

lokal dan membangun sistem pemerintahan yang responsif, artinya tidak hanya

memperkuat pemerinthan lokal saja, tetapi juga memastikan bagaimana

pemerintah dapat menjalankan fungsi pelayanan publiknya secara akuntabel.

Potensi demokratisnya desentralisasi sangat mungkin tercapai apabila terdapat

institusionalisasi peran serta masyarakat di tingkat lokal. Karena kalau tidak,

maka pemerintah telah terdesentralisasi, dapat mengakibatkan kalangan elit lokal

yang mendapatkan kekuasaan baru, akan lebih berpotensi mendapatkan

keuntungan untuk dirinya sendiri. Oleh sebab itu masyarakat harus secara

sistematis ikut terlibat dalam proses perumusan kebijakan, pengambilan

keputusan, dan evaluasi program.

Isu Governance mulai memasuki arena perdepatan pembangunan di

Indonesia didorong oleh adanya dinamika yang menuntut perubahan, baik di

lingkungan pemerintah dunia usaha swasta maupun masyarakat. Peran pemerintah

sebagai pembangun maupun penyedia jasa pelayanan dan infrastuktur akan

bergeser menjadi badan pendorong terciptanya lingkungan yang mampu

memfasilitasi pihak lain di komunitas dan sektor swasta ikut untuk aktif

melakukan upaya tersebut.

20
Keterbatasan dan kelemahan pemerintah serta perkembangan lingkungan

global berujung pada ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah sekaligus

menunjukan adanya gejala kegagalan pemerintah dalam mengelola pembangunan

nasional di berbagai sektor. Kegagalan pemerintah dipicu pula oleh penyala

gunaan wewenang aparatur pemerintah, sentralistik, top-down, selforiented,

monopolistik, tidak efektif dan tidak efisien, represif dan kurang peka terhadap

aspirasi masyarakat yang mendorong suburnya praktik korupsi, kolusi, dan

nepotisme (KKN). Variabel ini berkembang dalam pola interaksi antara

pemerintah dengan swasta dan masyarakat sehingga terbentuk pola

kepemerintahan yang buruk. Pemerintah yang baik dan bersih pada umumnya

terjadi pada masyarakat yang memiliki kontrol sosial efektif yang merupakan ciri

masyarakat demokratis di mana kekuasaan pemerintahannya terbatas dan tidak

bisa bertindak sewenang-wenang dan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Realitas tersebut mengakibatkan perubahan paradigma hubungan antara

pemerintah, swasta dan masyarakat, yaitu bagaimana melakukan perubahan cara

pengelolaan jalannya pemerintahan dan pembangunan di satu sisi dan sisi lain

berkaitan dengan berbagai upaya menangani apa yang harus diatur. Diharapkan

terjadi pergeseran dari pemerintah (government) menjadi pemerintahan

(governance).

Setelah era reformasi diawali dengan pergantian kepemimpinan

nasional dari Soeharto ke Habibie, selanjutnya berturut-turut kepada

Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri, pemerintah mulai memiliki

komitmen melakukan perubahan paradigma dan government ke governance.

Tiga hal yang melatar belakangi munculnya good governance, yaitu:

21
1. Muncul fenomena yang disebut Samuel P. Hutington sebagai

“gelombang demokratisasi berskala global”. Gelombang ini mulanya muncul di

Korea Selatan dan di beberapa negara Amerika Latin yang menenggelamkan

politik birokratik otoriter pada dasawarsa tahun 1980-an dan berikutnya menyapu

bersih sosialisme di eropa pada awal dasawarsa tahun 1990-an.

2. Terjadinya kehancuran antara sistematik berbagai dasar institusional

bagi proses pengelolaan distribusi sumber ekonomi pada sebagian besar

masyarakat dunia ketiga. Institusi bisnis dan politik yang seharusnya memiliki

prinsip pengelolaan berbeda telah berubah menjadi sekutu dan melipat gandakan

tumbuhnya kronisme. Transparansi, akuntabilitas publik dan alokasi berbagai

sumber ekonomi gagal berkembang dalam dunia bisnis.

3. Terakumulasinya kegagalan struktural adjusment program yang

diprakarsai IMF dan bank dunia. Program ini memiliki dan menganut asumsi

dasar bahwa negara merupakan satu-satunya lembaga penghambat proses

terjadinya globalisasi ekonomi.

Pada era reformasi, pemerintah (legislatif dan sekutif) berhasil

menyelesaikan 3 produk perundang-undangan yang mengundang wajah sistem

pemerintahan di Indonesia:

Pertama, Undang-ndang Nomor 22 tahun 1999, mengatur pelaksanaan

Otonomi daerah, dengan fokus utama pada pemberian wewenang lebih besar

kepada daerah kabupaten dan kota dalam mengelola pemerintahan dan

pembangunan.

Kedua, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, mengatur pelaksanaan

Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dengan fokus utama

22
pada pengalokasian dana dan wewenang untuk mengelolanya yang lebih besar

kepada daerah kabupaten/kota.

Ketiga, Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999, mengatur pelaksanaan

pemerintahan yang baik, dengan fokus pada upaya menghilangkan korupsi,

kolusi, nepotisme (KKN) dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan,

baik di daerah maupun di pusat. (Sedarmayanti)

2.7 Langkah Mewujudkan Good Governance

Kita telah membahas berbahagai pengertian, prinsip dan latar belakang

diperlukannya penegakan good governance di Indonesia. Lebih lanjut menurut

Santosa, untuk mencapai Good Governance, maka elemen-elemen negara yang

meliputi pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat maupun lembaga peradilan harus

berfungsi optimal dan efektif. Masyarakat sipil harus mampu menjalankan

peranannya sebagai penyalur aspirasi rakyat dan public watchdog. Sektor swasta

harus diberikan jaminan bahwa kegiatan ekonomi dapat berjalan dengan baik, dan

menaati norma-norma sosial serta aturan hukum. Dengan demikian, good

governance mensyaratkan lima hal, sebagai berikut:

1. Lembaga perwakilan yang mampu menjalankan fungsi kontrol dan penyalur

aspirasi rakyat yang efektif (effective representative system). Fungsi kontrol

yang optimal terhadap penggunaan kekuasaan negara dan keberadaan wakil

rakyat yang aspiratif akan sangat menentukan penyelenggaraan pemerintah

yang efisien, tidak korup dan selalu berorientasi pada aspirasi rakyat (yang

diwakilinya).

2. Pengadilan yang independen (judicial independence). Pengadilan yang

independen (mandiri, bersih dan profesional) merupakan komponen strategis

23
dari sistem penegakan hukum dan rumah keadilan bagi korban ketidakadilan

untuk mendapatkan pemulihan hak yang terlanggar.

3. Aparatur pemerintah (birokrasi) yang memiliki integritas yang kokoh dan

responsif terhadap kebutuhan masyarakat (strong, reliable and responsive

bureaucracy).

4. Masyarakat sipil yang kuat sehingga mampu melaksanakan fungsi kontrol

publik (strong and participatory civil society).

5. Desentralisasi dan lembaga perwakilan di daerah yang kuat (democratic

desetralization). Kebijaksanaan lokal sebagai konsekuensi dari desentralisasi

dan atau otonomi daerah diasumsikan akan lebih mudah menyerap aspirasi

sertsa kebutuhan masyarakat lokal dibandingkan kebijakan yang dikeluarkan

oleh pemerintah pusat. Secara teori, oleh karena kebijaksanaan publik produk

desentralisasi akan lebih partisipatoris dan aspiratif

2.8 Mewujudkan Good Governance di Indonesia

Mewujudkan konsep good governance dapat dilakukan dengan mencapai

keadaan yang baik dan sinergi antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat

sipil dalam pengelolaan sumber-sumber alam, sosial, lingkungan dan ekonomi.

Prasyarat minimal untuk mencapai good governance adalah adanya transparansi,

akuntabilitas, partisipasi, pemberdayaan hukum, efektifitas dan efisiensi, dan

keadilan. Kebijakan publik yang dikeluarkan oleh pemerintah harus transparan,

efektif dan efisien, serta mampu menjawab ketentuan dasar keadilan. Sebagai

bentuk penyelenggaraan negara yang baik maka harus keterlibatan masyarakat di

setiap jenjang proses pengambilan keputusan.

24
Human interest adalah faktor terkuat yang saat ini mempengaruhi baik

buruknya dan tercapai atau tidaknya sebuah negara serta pemerintahan yang baik.

Sudah menjadi bagian hidup yang tidak bisa dipisahkan bahwa setiap manusia

memiliki kepentingan. Baik kepentingan individu, kelompok, dan/atau

kepentingan masyarakat nasional bahkan internasional. Dalam rangka

mewujudkan setiap kepentingan tersebut selalu terjadi benturan. Begitu juga

dalam merealisasikan apa yang namanya “good governance” benturan

kepentingan selalu lawan utama. Kepentingan melahirkan jarak dan sekat antar

individu dan kelompok yang membuat sulit tercapainya kata “sepakat”.

Dengan berbagai statement negatif yang dilontarkan terhadap pemerintah

atas keadaan Indonesia saat ini. Banyak hal mendasar yang harus diperbaiki, yang

berpengaruh terhadap clean and good governance, diantaranya (Efendi, 2005):

1. Integritas Pelaku Pemerintahan

Peran pemerintah yang sangat berpengaruh, maka integritas dari para

pelaku pemerintahan cukup tinggi tidak akan terpengaruh walaupun ada

kesempatan untuk melakukan penyimpangan misalnya korupsi.

2. Kondisi Politik dalam Negeri

Jangan menjadi dianggap lumrah setiap hambatan dan masalah yang

dihadirkan oleh politik. Bagi terwujudnya good governance konsep

politik yang tidak/kurang demokratis yang berimplikasi pada berbagai

persoalan di lapangan. Maka tentu harus segera dilakukan perbaikan.

3. Kondisi Ekonomi Masyarakat

Krisis ekonomi bisa melahirkan berbagai masalah sosial yang bila tidak

teratasi akan mengganggu kinerja pemerintahan secara menyeluruh.

25
4. Kondisi Sosial Masyarakat

Masyarakat yang solid dan berpartisipasi aktif akan sangat menentukan

berbagai kebijakan pemerintahan. Khususnya dalam proses

penyelenggaraan pemerintahan yang merupakan perwujudan riil good

governance. Masyarakat juga menjalankan fungsi pengawasan yang

efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan. Namun jika

masyarakat yang belum berdaya di hadapan negara, dan masih banyak

timbul masalah sosial di dalamnya seperti konflik dan anarkisme

kelompok, akan sangat kecil kemungkinan good governance bisa

ditegakkan.

5. Sistem Hukum

Menjadi bagian yang tidak terpisahkan disetiap penyelenggaraan

negara. Hukum merupakan faktor penting dalam penegakan good

governance. Kelemahan sistem hukum akan berpengaruh besar terhadap

kinerja pemerintahan secara keseluruhan. Good governanance tidak

akan berjalan dengan baik di atas sistem hukum yang lemah. Oleh

karena itu penguatan sistim hukum atau reformasi hukum merupakan

kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance.

Fenomena pelayanan publik oleh birokrasi pemerintahan sarat dengan

permasalahan, misalnya prosedur pelayanan yang bertele-tele, ketidakpastian

waktu dan harga yang menyebabkan pelayanan menjadi sulit dijangkau secara

wajar oleh masyarakat. Hal ini menyebabkan terjadi ketidakpercayaan kepada

pemberi pelayanan dalam hal ini birokrasi sehingga masyarakat mencari jalan

alternatif untuk mendapatkan pelayanan melalui cara tertentu yaitu dengan

26
memberikan biaya tambahan. Dalam pemberian pelayanan publik, disamping

permasalahan diatas, juga tentang cara pelayanan yang diterima oleh masyarakat

yang sering melecehkan martabatnya sebagai warga Negara. Masyarakat

ditempatkan sebagai klien yang membutuhkan bantuan pejabat birokrasi, sehingga

harus tunduk pada ketentuan birokrasi dan kemauan dari para pejabatnya. Hal ini

terjadi karna budaya yang berkembang dalam birokrasi selama ini bukan budaya

pelayanan, tetapi lebih mengarah kepada budaya kekuasaan.

Faktor-faktor penyebab buruknya pelayanan publik selama ini:

 Kebijakan dan keputusan yang cenderung menguntungkan para elit

politik dan sama sekali tidak pro rakyat.

 Kelembagaan yang dibangun selalu menekankan sekedar teknis-

mekanis saja dan bukan pedekatan pe-martabat-an kemanusiaan.

 Kecenderungan masyarakat yang mempertahankan sikap “nrimo”

(pasrah) apa adanya yang telah diberikan oleh pemerintah sehingga

berdampak pada sikap kritis masyarakat yang tumpul.

 Adanya sikap-sikap pemerintah yang berkecenderungan

mengedepankan informality birokrasi dan mengalahkan proses

formalnya dengan asas mendapatkan keuntungan pribadi.

Secara garis besar, permasalahan penerapan Good Governance meliputi:

 Reformasi birokrasi belum berjalan sesuai dengan tuntutan masyarakat;

 Tingginya kompleksitas permasalahan dalam mencari solusi perbaikan;

 Masih tingginya tingkat penyalahgunaan wewenang, banyaknya praktek

KKN, dan masih lemahnya pengawasan terhadap kinerja aparatur;

27
 Makin meningkatnya tuntutan akan partisipasi masyarakat dalam

kebijakan publik;

 Meningkatnya tuntutan penerapan prinsip-prinsip tata kepemerintahan

yang baik antara lain transparansi, akuntabilitas dan kualitas kinerja

publik serta taat pada hukum;

 Meningkatnya tuntutan dalam pelimpahan tanggung jawab,

kewenangan dan pengambilan keputusan dalam era desentralisasi;

 Rendahnya kinerja sumberdaya manusia dan kelembagaan aparatur;

sistem kelembagaan (organisasi) dan ketatalaksanaan (manajemen)

pemerintahan daerah yang belum memadai

2.9 Good Governance sebagai Upaya untuk Mencapai Good Government

Good governance sebagai upaya untuk mencapai pemerintahan yang baik

maka harus memiliki beberapa bidang yang dilakukan agar tujuan utamanya dapat

dicapai, yang meliputi (Efendi, 2005):

1. Politik

Politik merupakan bidang yang sangat riskan dengan lahirnya msalah

karena seringkali menjadi penghambat bagi terwujudnya good

governance. Konsep politik yang kurang bahkan tidak demokratis yang

berdampak pada berbagai persoalan di lapangan. Krisis politik yang saat

ini terjadi di Indonesia dewasa ini tidak lepas dari penataan sistem politik

yang kurang demokratis. Maka perlu dilakukan pembaharuan politik

yang menyangkut berbagai masalah penting seperti:

a. UUD NRI 1945 yang merupakan sumber hukum dan acuan pokok

penyelenggaraan pemerintahan maka dalam penyelenggaraannya

28
harus dilakukan untuk mendukung terwujudnya good governance.

Konsep good governance itu dilakukan dalam pemilihan presiden

langsung, memperjelas susunan dan kedudukan MPR dan DPR,

kemandirian lembaga peradilan, kemandirian kejaksaan agung dan

penambahan pasal-pasal tentang hak asasi manusia.

b. Perubahan UU Politik dan UU Keormasan yang lebih menjamin

partisipasi dan mencerminkan keterwakilan rakyat.

c. Reformasi agraria dan perburuhan.

d. Mempercepat penghapusan peran sosial politik TNI.

e. Penegakan supremasi hokum.

2. Ekonomi

Ekonomi Indonesia memang sempat terlepas dari krisis global yang bahkan

bisa menimpa Amerika Serikat. Namun keadaan Indonesia saat ini masih

terbilang krisis karena masih banyaknya pihak yang belum sejahtera dengan

ekonomi ekonomi rakyat. Hal ini dikarenakan krisis ekonomi bisa melahirkan

berbagai masalah sosial yang bila tidak teratasi akan mengganggu kinerja

pemerintahan secara menyeluruh. Permasalahan krisis ekonomi di Indonesia

masih berlanjut sehingga perlu dilahirkan kebijakan untuk segera .

3. Sosial

Masyarakat yang sejahtera dengan terwujudnya setiap kepentingan masyarakat

yang tercover dalam kepentingan umum adalah perwujudan nyata good

governance. Masyarakat selain menuntut perealisasikan haknya tetapi juga

harus memikirkan kewajibannya dengan berpartisipasi aktif dalam menentukan

berbagai kebijakan pemerintahan. Hal ini sebagai langkah nyata menjalankan

29
fungsi pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan penyelenggaraan

pemerintahan. Namun keadaan Indonesia saat ini masih belum mampu

memberikan kedudukan masyarakat yang berdaya di hadapan negara. Karena

diberbagai bidang yang didasari kepentingan sosial masih banyak timbul

masalah sosial. Sesuai dengan UUD NRI Pasal 28 bahwa “Kemerdekaan

berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan

sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Masyarakat diberikan

kesempatan untuk membentuk golongan dengan tujuan tertentu selama tidak

bertentangan dengan tujuan negara. Namun konflik antar golongan yang masih

sering terjadi sangat kecil kemungkinan good governance bisa ditegakkan.

Maka good governance harus ditegakkan dengan keadaan masyarakat dengan

konflik antar golongan tersebut.

4. Hukum

Dalam menjalankan pemerintahan pejabat negara memakai hukum sebagai

istrumen mewujudkan tujuan negara. Hukum adalah bagian penting dalam

penegakan good governance. Setiap kelemahan sistem hukum akan

memberikan influence terhadap kinerja pemerintahan secara keseluruhan,

karena good governanance tidak akan dapat berjalan dengan baik dengan

hukum yang lemah. Penguatan sistem hukum atau reformasi hukum merupakan

kebutuhan mutlak bagi terwujudnya good governance. Hukum saat ini lebih

dianggap sebagai komiditi daripada lembaga penegak keadilan dan kalangan

kapitalis lainnya. Kenyataan ini yang membuat ketidakpercayaan dan

ketidaktaatan pada hukum oleh masyarakat.

30
Manfaat Good Government

Manfaat dari terwujudnya Good Goverment antara lain:

1. Berkurangnya secaranyata praktik KKN di birokrasi yang antara lain

ditunjukan hal-hal berikut :

 Tidak adanya manipulasi pajak.

 Tidak adanya pungutan liar.

 Tidak adanya manipulasi tanah

 Tidak adanya manipulasi kredit.

 Tidak adanya penggelapan uang Negara.

 Tidak adanya Pemalsuan dokumen.

 Tidak adanya pembayaran fiktif.

 Proses pelelangan (tender) berjalan dengan fair.

 Tidak adanya penggelembungan nilai kontrak (mark up).

 Tidak adanya uang komisi.

 Tidak adanya penundaan pembayaran kepada rekanan

 Tidak adanya kelebihan pembayaran

 Tidak adanya ketekoran biaya.

2. Terciptanya Sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintah yang

bersih, efisien, efectif, transparan, professional dan akuntable.

 Sistem kelembagaan lebih efektif, ramping, fleksibel.

 Kualitas tata laksana dan hubungan kerja antarlembaga di pusat dan

antara pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten/kota lebih baik.

 Sistem Administrasi pendukung dan kearsipan lebih efektif dan efisien.

31
 Dokumen/arsip Negara dapat di selamatkan, dilestarikan dan

terpelihara.

3. Terhapusnya peraturan perundang-undangan dan tindakan yang bersifat

diskriminatif terhadap warganegara, kelompok, atau golongan

masyarakat.

 Kualitas pelayanan kepada masyarakat dan dunia usaha swasta

meningkat.

 Sumber daya manusia, prasarana dan fasilitas pelayanan menjadi lebih

baik.

 Berkurangnya hambatan terhadap penyelenggaraan pelayanan public.

 Prosedur dan mekanisme serta biaya yang di perlukan dalam pelayanan

publik lebih baku dan jelas.

 Penerapan system merit dalam pelayanan.

 Pemanfaatan tekhnologi informasi dan komunikasi dalam pelayanan

public.

 Penangan pengaduan masyarakat lebih intensif.

4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilkan kebijakan

public.

 Berjalannya mekanisme dialog dan musyawarah terbuka dengan

masyarakat dalam perumusan program dan kebijakan layanan public

(seperti forum konsultasi public).

5. Terjaminnya konsistensi dan kepastian hokum seluruh peraturan

perundang undangan, baik ditingkat pusat maupun daerah.

32
 Hukum Menjadi landasan bertindak bagi aparatur pemerintah dan

masyarakat untuk mewujudkan pelayanan publik yang baik.

 Kalangan dunia usaha swasta akan meraa lebih aman dan terjamin

ketika menanamkan modan dan menjalankan usahanya karena ada

aturan main (rule of the game yang tegas, jelas dan mudah di pahami

oleh masyarakat.

 Tidak akan ada kebingungan di kalangan pemerintah daerah dalam

melaksanakan tugasnya serta berkurangnya konflik antar pemerintah

daerah serta anatara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

33
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

3.1 Penerapan Good Governance pada DPMPTSP Kabupaten Siak

 Profil Singkat DPMPTSP Kabupaten Siak

Pemerintah harus bisa menyediakan dan meningkatkan kinerja pelayanan

publik bagi masyarakat. Pelayanan publik adalah segala bentuk jasa

pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada

prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi

Pemerintah di Pusat, di Daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik

Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan

kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan

peraturan perundang-undangan. Keberadaan Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu merupakan salah satu bentuk kesungguhan

Pemerintah Kabupaten Siak menciptakan pelayanan publik yang baik

menuju pelayanan prima dalam rangka terwujudnya Tata Kepemerintahan

yang baik atau Good Governance.

DPMPTSP Kabupaten Siak merupakan unsur pelaksanaan tugas

Pemerintah Daerah yang mempunyai tugas pokok melaksanakan koordinasi

dan menyelenggarakan pelayanan administrasi dibidang penanaman modal,

perizinan secara terpadu dengan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi,

simplikasi, keamanan dan kepastian, dipimpin oleh seorang Kepala Dinas

yang bertanggung jawab kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah. Pada

tahun 2018 DPMPTSP Kabupaten Siak memiliki kewenangan atas 43 jenis

34
perizinan dan non perizinan. Kepala Dinas Penanaman Modal dan

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Siak saat ini adalah

HERIYANTO, SH.

Kondisi penanaman modal, pelayanan perizinan dan non perizinan

selama ini ”image”nya sangat buruk, tidak ada kepastian, sistem dan

prosedurnya tidak jelas, persyaratan banyak dan beragam, proses berbelit-

belit, lama dan tidak ada limit waktu, mahal dan syarat dengan nuansa

korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) serta pungli. Buruknya kondisi ini

berdampak dengan terganggunya iklim investasi dan aktivitas kegiatan

usaha perekonomian masyarakat di Kabupaten Siak khususnya. Image

buruk ini hanya dapat dihilangkan dengan cara memberikan kualitas

pelayanan yang terbaik kepada masyarakat, dan diharapkan pelayanan prima

diharapkan akan berimbas pada peningkatan iklim investasi di Kabupaten

Siak.

Dalam upaya mewujudkan pelayanan prima, DPMPTSP Kabupaten Siak

memiliki motto “CINTA-Cepat, Inovatif, Nyaman, Transparan, dan

Akuntabel” filosofi diatas dapat diartikan bahwa DPMPTSP Kabupaten

Siak berkomitmen untuk melakukan pelayanan pada masyarakat yang

benar-benar dapat diproses dengan cepat apabila persyaratan telah lengkap,

dan diselesaikan sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan dengan

suasana kantor yang nyaman sehingga dapat melakukan pelayanan terbaik

dan dilaksanakan dengan akuntabel dan penuh rasa tanggungjawab.

35
DPMPTSP Kabupaten Siak berusaha menerapkan Standar Pelayanan

Minimal yang disusun bersamaan dengan penyusunan ISO (International

Standart Organization) 9001:2008.

 Prestasi DPMPTSP Kabupaten Siak

DPMPTSP Kabupaten Siak mulai dari tahun 2013 berhasil meraih

beberapa prestasi, diantaranya:

1. Juara I Riau Investment Award Tahun 2013

2. Special Achievement Riau Investment Award Kategori Kebijakan

dan Peraturan Daerah Terbaik untuk mendukung Investasi Tahun

2013

3. Nominasi Penyelenggaran PTSP Bidang Penanaman Modal

Kabupaten Terbaik Tahun 2013

4. Juara I Stand Terbaik, Nusa Dua Fiesta Bali Tahun 2013

5. Juara II Penyelenggaraan PTSP Bidang Penanaman Modal

Kabupaten Terbaik Tahun 2014

6. Kadin Riau Award Kategori Best Business Climate Tahun 2014

7. 9 (Sembilan) Daerah Tujuan Investasi Pilihan Majalah Tempo Tahun

2014

8. TOP 99 Inovasi Pelayanan Publik dari KemenPANRB Tahun 2015

9. PTSP Kabupaten Terbaik Pertama dari BKPM RI Tahun 2016

10. Menjadi Percontohan oleh KPK RI di seluruh Provinsi Riau tentang

Pelayanan Perizinan Secara Online dengan berbasis Aplikasi Sistem

Informasi Perizinan Terpadu (SIPT) Tahun 2017

11. PTSP Kabupaten Terbaik Pertama dari BKPM RI Tahun 2018

36
12. Unit Penyelenggara Pelayanan Publik Kategori Sangat Baik (A-)

dari KemenPANRB Tahun 2018

 Sistem Online Terintegrasi

Untuk mewujudkan kemudahan dalam pengurusan perizinan investasi,

DPMPTSP Siak telah menyediakan sarana informasi secara online terkait

pelayanan perizinan, diantaranya:

1. Sistem Perizinan Online

2. Tracking System

3. Warning System

4. QRCode Sertifikat Perizinan

5. Pengaduan Online

6. Arsip Digital

7. Survey Kepuasan Masyarakat Online

8. SMS Gateway/ Center

9. Tanda tangan dan stempel elektronik

10. Sertifikat Digital/ Elektronik

 Penerapan prinsip Good Governance di DPMPTSP Kabupaten Siak

Berikut kami akan membahas penerapan prinsip Good Governance yang

diterapkan pada DPMPTSP Kabupaten Siak:

1. Transparansi

Prinsip transparansi yaitu adanya kebebasan informasi dalam berbagai

lembaga sehingga gampang diketahui oleh masyarakat. Dengan menambah

wawasan dan pengetahuan masyarakat terhadap penyelenggaraan

pemerintahan akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap

37
pemerintahan, meningkatkan jumlah masyarakat yang berpartisipasi dalam

pembangunan dan mengurangi pelanggaran terhadap peraturan perundang-

undangan.

Dalam mewujudkan prinsip transparansi, DPMPTSP merilis Website

DPMPTSP Kabupaten Siak di Halaman : http://dpmptsp.siakkab.go.id.

Website ini dimaksudkan sebagai sarana publikasi untuk memberikan

Informasi dan gambaran Pelayanan Pemerintah Daerah Kabupaten Siak

dalam melaksanakan pelayanan Publik, khususnya Pelayanan Perizinan dan

nonperizinan. Dalam website masyarakat dapat memperoleh informasi

mengenai persyaratan perizinan, mekanisme perizinan dan lama

penyelesaian. Selain itu pada website kita dapat melihat informasi lain

seputar peluang investasi, SOP, Laporan Kinerja, Rekapitulasi Perizinan,

dan lain-lain.

Selama ini banyak masyarakat yang enggan mengurus sendiri perizinan

usahanya karena tidak memahami syarat dan prosedur dan lebih memilih

menggunakan jasa calo. Dengan menerapkan prinsip transparansi,

diharapkan juga akan dapat menutup jalan bagi para calo karena pemerintah

telah menyediakan layanan yang cepat, sederhana dan nyaman.

2. Kesetaraan

Kesetaraan yakni kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan. Prinsip

kesetaraan akan menciptakan kepercayaan timbal-balik antara pemerintah

dan masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin kemudahan di

dalam memperoleh informasi yang akurat dan memadai.

38
Sesuai dengan prinsip kesetaraan, dengan adanya website seluruh

lapisan masyarakat akan memperoleh informasi yang sama mengenai syarat

dan prosedur perizinan. Informasi disajikan dengan cara yang jelas dan

mudah dimengerti. Masyarakat yang bertempat tinggal jauh dari kota Siak

Sri Indrapura akan memperoleh informasi yang sama dengan masyarakat

yang tinggal di kota. Website juga mencantumkan biaya setiap perizinan,

yaitu Rp 0,- dan berlaku untuk seluruh masyarakat.

3. Efektifitas dan efisien

Efektivitas dan efisiensi yaitu segala proses dan lembaga yang

diarahkan untuk menghasilkan sesuatu benar-benar dibutuhkan dan sesuai

dengan sumber daya yang dimiliki. Seiring dengan berkembangnya

teknologi dan kebutuhan masyarakat, DPMPTSP melakukan beberapa

inovasi berbasis IT yang diharapkan dapat meningkatkan efektivitas dan

efisiensi layanan. Pada tahun 2015 DPMPTSP Kabupaten Siak memperoleh

penghargaan TOP 99 Inovasi Pelayanan Publik dari KemenPANRB di

Bidang System Perizinan Online Tracking System (SPOTS). System

Perizinan Online dan Tracking Sistem (SPOTS) merupakan aplikasi

pelayanan perizinan secara online dan penelusuran posisi perizinan sehingga

pemohon tidak perlu datang langsung ke kantor DPMPTSP untuk

melakukan pengurusan perizinan dan pemohon juga bisa mengetahui sudah

sejauh manakah status perizinan yang mereka urus. Menurut kami SPOTS

meruoakan bentuk penerapan prinsip efektifitas, dengan adanya sistem ini

akan memperingkas sistem birokrasi yang selama ini dinilai ribet dan

bertele-tele.

39
Kemampuan DPMPTSP menyesuaikan diri dengan kemajuan TI

meningkatkan efektifitas dan efisiensi. DPMPTSP telah menerapkan

database Arsip Digital sehingga kita dapat dengan mudah mencari berkas

yang dibutuhkan dengan cepat tanpa harus membongkar gudang arsip.

Selain itu dengan adanya Tanda tangan dan Stempel Elektronik

memungkinkan waktu proses yang terdapat pada SOP dapat terwujud,

karena proses penandatangan perizinan dapat dilakukan dengan cepat dan

mudah. Meskipun Kepala Dinas sedang tidak berada di kantor atau sedang

melaksanakan perjalanan dinas, penandatangan sertifikat perizinan dan non

perizinan tetap dapat dilakukan.

4. Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik terhadap

masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan

mereka. Akuntabilitas dalam pelayanan publik dapat dilihat dari sikap

profesionalitas petugas, kelengkapan sarana prasarana dan kejelasan aturan.

Menurut pengamatan kami, poin-poin ini sudah diterapkan dengan baik

di DPMPTSP Kabupaten Siak. DPMPTSP Siak memiliki SOP yang jelas

untuk setiap pengurusan perizinan dan non perizinan yang dipatuhi oleh

setiap petugas sehingga proses perizinan dapat diselesaikan sesuai standar

dan jangka waktu yang telah ditetapkan.

DPMPTSP memiliki sistem Survey Kepuasan Masyarakat online yang

di update tiap triwulan, sehingga jika masyakarat merasa tidak puas dengan

layanan yang diberikan dapat langsung memberi penilaian secara online dan

hasilnya survey ditampilkan pada website DPMPTSP.

40
Selain itu DPMPTSP juga memiliki Fraud Control Plan yang di

dalamnya adalah melaksanakan program Whistle Blowing System (WBS).

Masyarakat atau pelaku usaha dapat melaporkan dan mengungkapkan

pelanggaran, kecurangan, penyalahgunaan wewenang, dan korupsi yang

terjadi di DPMPTSP Kabupaten Siak ke Sekretariat Anti Korupsi melalui

telepon atau langsung ke website DPMPTSP Kabupaten Siak, identitas

pelapor dirahasiakan.

5. Saling Terkait (Sinergi)

Untuk memberikan layanan prima terutama dalam hal penerbitan

perizinan usaha dan non perizinan , sinergi antara DPMPTSP dengan

Organisasi Perangkat Daerah lainnya sangat dibutuhkan. DPMPTSP telah

bekerja sama dengan OPD tekait dalam hal perizinan dan non

perizinan,antara lain PUTARUKIM dan DLH yang telah menempatkan tim

teknis masing-masing di kantor DPMPTSP.

3.2. Kasus Korupsi Suap Wisma Atlet

1. Latar Belakang Kasus Korupsi Wisma Atlet

Pembangunan wisma atlet untuk SEA Games 2011 di Jaka Baring,

Palembang-Sumatera Selatan diwarnai kasus suap dari direksi PT. Duta Graha

Indah yang memenangkan tender proyek. Sekretaris Menteri Pemuda dan

Olahraga (Sesmenpora) Wafid Muharram resmi dijadikan tersangka karena

pengusutan KPK yang mendapati adanya uang Rp 3,2 miliar dan dollar. Wafid

Muharram tidak hanya mendapatkan dana talangan dari petinggi PT. Duta Graha

Indah, Mohamad El Idris, yang juga menjadi tersangka dalam kasus itu. Tetapi

41
juga pengusaha-pengusaha lain yang turut memberi dana talangan untuk

pelaksanaan SEA Games kepada Sekretaris Kemenpora itu.

Salah satu tersangka lain dalam kasus ini, Mindo Rosaline Manullang,

mengungkapkan, Wafid pernah meminta bantuannya untuk mencarikan dana.

Wafid, menurut Rosa, membutuhkan dana talangan untuk operasional SEA

Games ke-26 yang akan berlangsung di Palembang, Sumatera Selatan. Dalam

penangkapan ketiganya, penyidik KPK menyita tiga cek senilai Rp 3,2 miliar

yang diduga sebagai uang suap. Wisma atlet yang dibangun di area kompleks

olahraga Jaka Baring, Pelembang, itu dipastikan menghabiskan dana Rp 200

miliar. Pada saat itu KPK terus memeriksa beberapa orang lainnya yang

dimungkinkan terlibat dalam kasus ini salah satunya adalah Nazaruddin, hingga

saat ini pengadilan telah memvonis Nazaruddin sebagai pelakunya.

2. Yang Terlibat dalam Kasus Wisma Atlet

1. Wafid Muharram (Tersangka) - Sekretaris Menteri Pemuda dan

Olahraga (Sesmenpora) yang tertangkap oleh petugas KPK. KPK

menyita uang Rp 3,2 miliar, juga mengamankan uang ribuan dollar dari

ruangan Sekretaris Kemenpora Wafid Muharam. Pihak Wafid, menyebut

uang tersebut merupakan kumpulan tunjangan uang perjalanan ke luar

negeri yang dipilah-pilah dalam berbagai amplop. Penyelidik KPK Herry

Muryanto bersaksi untuk Wafid di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

(Tipikor). Bukti permulaan yang KPK peroleh berupa alat komunikasi

antara Dudung dan El Idris.

2. Mohammad El Idris (Tersangka) - Manager Marketing PT. Duta

Graha Indah. Mohammad El Idris dinyatakan bersalah melakukan tindak

42
pidana korupsi dalam kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet. Ia

dijatuhi hukuman pidana penjara selama dua tahun penjara dan denda

200 juta. Idris terbukti melanggar ketentuan pasal 5 ayat 1 huruf b UU

No 31 tahun 1999 jo UU No 20 tahun 2001 pasal 55 ayat 1 jo Pasal 65

ayat 1 KUHP. Majelis hakim menjelaskan kalau Idris terbukti

memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara berupa cek kepada

Seskemenpora Wafid Muharram sebesar Rp 3,28M dan mantan anggota

Komisi III DPR RI Muhammad Nazaruddin sebesar Rp 4,34M.

3. Mindo Rosalina Manulang (Tersangka) - Marketing PT. Anak Negeri.

Rosa ditetapkan menjadi tersangka karena dalam kesaksiannya di sidang

selalu menyebut bahwa uang itu diminta sebagai pinjaman untuk biaya

operasional kementrian karena anggaran DIPA belum cair. Mindo

Rosalina Manulang alias Rosa akhirnya divonis 2,5 tahun penjara dan

denda Rp 200 juta oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi

Jakarta. Mantan Direktur Pemasaran PT. Anak Negeri itu dinyatakan

terbukti menyuap dua penyelenggara negara, Nazaruddin dan Wafid

Muharram. Dalam amar putusan itu, Rosa dinyatakan terbukti bersama

saksi Mohamad El Idris memberikan 3 lembar cek senilai Rp 3,2 miliar

kepada Sesmenpora Wafid Muharam untuk mengikutsertakan PT. Duta

Graha Indah (DGI) sebagai pelaksana proyek pembangunan wisma atlet

dan gedung serbaguna di Provinsi Sumatera Selatan. Rosa bersama Idris

juga terbukti melakukan kesepakatan mengenai adanya komitmen fee

sebesar 14 persen kepada anggota DPR, Muhammad Nazaruddin, dalam

bentuk pemberian 4 lembar cek senilai Rp 4,3 miliar atas ditetapkannya

43
PT. DGI sebagai pelaksana proyek pembangunan wisma atlet di

Palembang.

4. Muhammad Nazarudin (Tersangka) - Muhammad Nazarudin, mantan

bendahara umum Partai Demokrat ini ditetapkan Komisi Pemberantasan

Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus suap proyek wisma atlet Sea

Games Palembang dan proyek pengadaan alat-alat kesehatan. Nazarudin

berpindah-pindah tempat, awalnya dalam sebuah lansiran berita

Nazaruddin diduga kuat berada di Singapura. Namun, kemudian

dikabarkan Nazaruddin berpindah-pindah negara bahkan disebut pernah

singgah di Argentina. Selama pelariannya, Nazaruddin kerap mengirim

pesan pendek atau Blackberry Messenger yang berisi tudingan korupsi

kepada sejumlah petinggi Partai Demokrat, termasuk ketua umumnya

Anas Urbaningrum. Nazaruddin bahkan menuding beberapa pimpinan

KPK juga terlibat korupsi.

5. Wayan Koster, Angelina Sondakh dan Mirwan Amir – Muhammad

Nazarudin menyebutkan bahwa politisi Angelina Sondakh, Mirwan Amir

dan Wayan Koster adalah orang yang mengatur pembagian uang di DPR,

hal tersebut diperiksa di TPF (Tim Pencari Fakta).

6. Anas Urbaningrum - Ketua Umum partai Demokrat ini dituding oleh

Muhammad Nazaruddin menerima uang hasil suap kemenpora yang juga

menjerat dirinya sebagai tersangkanya. Kasus ini tidak lepas dari

terungkapnya kasus suap proyek transmigrasi yang menyeret Nazarudiin

sebagai tersangkanya.

44
7. Andi Mallarangeng - Berikut adalah pernyataan dari Muhammad

Nazarudin tentang keterlibatan Menpora pada tanggal 3 Oktober 2011 :

Apa yang dilakukan oleh Wafid Muharam, adalah berdasarkan instruksi

dari Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora), hal ini dikarenakan

semua proyek yang berjumlah di atas Rp 50 M berdasarkan Keppres No.

80 Tahun 2003 beserta Perubahannya, harus mendapatkan persetujuan

dari Menteri dan yang bertanggung jawab atas proyek tersebut adalah

Menteri yang bersangkutan (yang pada saat itu dijabat oleh Andi

Mallarangeng selaku Menpora).

8. Wafid Muharam hanya melaksanakan perintah dari Menpora. Andi

mengakui bahwa dirinya memang mendelegasikan beberapa urusan di

kementrian ke Wafid selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

Kemenpora. Mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk

Pemilu 1999 itu pun mengaku tak tahu tentang konsultan pelaksana

proyek Wisma Atlet SEA Games di Palembang.

9. M. Nasir - Adik dari Muhammad Nazarudin ini diperiksa sebagai saksi.

3. Penyebab dari Kasus Wisma Atlet

Penangkapan Sekretaris Menpora, Wafid Muharram dan dua tersangka

lainnya dalam kasus dugaan korupsi pembangunan wisma atlet SEA Games di

Palembang ternyata berawal dari penyadapan yang dilakukan KPK terhadap

percakapan telepon antara Direktur Utama PT. Duta Graha Indah (PT DGI)

Dudung Purwadi dan tersangka Manager Marketing PT DGI, Mohammad El

Idris. Dalam rekaman penyadapan terjadi pembicaraan terkait adanya pemberian

45
ke Kemenpora dan Senayan. Selain itu katanya, dalam pembicaraan juga ada soal

kontrak.

KPK melakukan pengumpulan bahan dan keterangan (pulbaket) ada proyek

Rp 191M. Dari pulbaket itulah akhirnya diketahui peranan Seskemenpora Wafid

Muharram. Sehingga begitu mendapat informasi akan adanya pertemuan di kantor

Kemenpora, KPK bersama penyidik lainnya menuju lokasi dan menangkap

mantan Direktur Marketing PT. Anak Negeri Mindo Rosalina Manullang,

Manager Marketing PT. DGI Muhammad El Idris dan Seskemenpora Wafid

Muharam.

Dalam dakwaan Rosa ataupun Idris, nama Dudung Purwadi ikut disebut-

sebut. Keduanya pun didakwa secara sendiri atau bersama-sama dengan Dudung

telah melakukan pemberian sejumlah cek kepada Sekertaris Kementerian Pemuda

dan Olahraga, Wafid Muharram selaku Kuasa Pengguna Anggara (KPA) dan

Muhammad Nazarudin selaku anggota DPR RI. Pemberian adalah bentuk tanda

terima kasih atas dimenangkannya PT. DGI sebagai pelaksana proyek.

4. Kronologi Kasus Wisma Atlet

Berikut kronologi terungkapnya kasus wisma atlet yang menyeret Menteri,

Anggota DPR, dan Perusahaan yaitu:

Pada 21 April 2011, KPK menangkap Sekretaris Menteri Pemuda dan

Olahraga Wafid Muharam, pejabat perusahaan rekanan Mohammad El Idris, dan

perantara Mindo Rosalina Manulang karena diduga sedang melakukan tindak

pidana korupsi suap menyuap. Penyidik KPK menemukan 3 lembar cek tunai

dengan jumlah kurang lebih sebesar Rp 3,2 milyar di lokasi penangkapan.

46
Keesokan hari, ketiga orang tersebut dijadikan tersangka tindak pidana korupsi

suap menyuap terkait dengan pembangunan wisma atlet untuk SEA Games ke-

26 di Palembang, Sumatera Selatan. Mohammad El Idris mengaku sebagai

manajer pemasaran PT. Duta Graha Indah, perusahaan yang menjalankan proyek

pembangunan wisma atlet tersebut, dan juru bicara KPK Johan Budi menyatakan

bahwa cek yang diterima Wafid Muharam tersebut merupakan uang balas jasa

dari PT. DGI karena telah memenangi tender proyek itu.

Pada 27 April 2011, Koordinator LSM Masyarakat Anti Korupsi

Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyatakan kepada wartawan bahwa Mindo

Rosalina Manulang adalah staf Muhammad Nazaruddin. Nazaruddin menyangkal

pernyataan itu dan mengatakan bahwa ia tidak mengenal Rosalina maupun

Wafid. Namun, pernyataan Boyamin tersebut sesuai dengan keterangan Rosalina

sendiri kepada penyidik KPK pada hari yang sama dan keterangan kuasa hukum

Rosalina, Kamaruddin Simanjuntak, kepada wartawan keesokan harinya. Kepada

penyidik KPK, Rosalina menyatakan bahwa pada tahun 2010 ia diminta

Nazaruddin untuk mempertemukan pihak PT. DGI dengan Wafid, dan bahwa PT.

DGI akhirnya menang tender karena sanggup memberi komisi 15% dari nilai

proyek, 2% untuk Wafid dan 13% untuk Nazaruddin. Akan tetapi, Rosalina lalu

mengganti pengacaranya menjadi Djufri Taufik dan membantah bahwa

Nazaruddin adalah atasannya. Ia bahkan kemudian menyatakan bahwa

Kamaruddin sebagai mantan pengacaranya, berniat menghancurkan Partai

Demokrat sehingga merekayasa keterangan sebelumnya, dan pada 12 Mei 2011

Rosalina resmi mengubah keterangannya mengenai keterlibatan Nazaruddin

dalam berita acara pemeriksaannya. Namun demikian, Wafid menyatakan bahwa

47
ia pernah bertemu beberapa kali dengan Nazaruddin setelah dikenalkan kepadanya

oleh Rosalina. Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum memutuskan

memberhentikan Muhammad Nazaruddin dari posisinya sebagai kader partai itu

pada Senin, 18 Juli 2011. Keputusan itu telah disetujui Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono selaku ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. Muhammad

Nazaruddin ditangkap di Cartagena de Indias, Kolombia pada tanggal 7 Agustus

2011. Nazar diketahui menggunakan paspor sepupunya, Syarifuddin, untuk

berpergian ke luar Indonesia setelah paspornya telah lama dicabut oleh Imigrasi.

5. Akibat dari Kasus Wisma Atlet

Kasus wisma atlet ini menyebabkan sejumlah penyumbang untuk proyek

pembangunan Wisma Atlet di Palembang, Sumatera Selatan, mengurungkan niat

mereka memberikan dana untuk wisma atlet. Hal ini, akibat dari ekspose media

massa yang luar biasa terhadap kasus dugaan suap pembangunan wisma atlet

untuk SEA Games ke XXVI. Selain itu keterlambatan penyelesaian pembangunan

gedung Wisma Atlet.

6. Upaya-upaya yang sudah dilakukan oleh KPK

Menemukan keganjalan mengenai dana pembangunan Wisma atlet yang

kini sudah selesai. Penyidik KPK mendapati cek uang 3,2 M dan uang dollar yang

kemudian diusut terus menerus hingga kini KPK bisa berlega karena kasus wisma

atlet ini telah terselesaikan dengan cukup baik.

7. Analisis Kasus Wisma Atlet

Setelah mengetahui kronologi kasus wisma atlet yang banyak menyeret

aparatur pemerintah dan organisasi jelaslah bahwa kasus ini telah menghambat

48
perekonomian karena dengan terungkapnya kasus ini membuat para penyumbang

dana Sea Games di Palembang 2011 mengurungkan niatnya. Selanjutnya kami

akan menganalisis apa-apa saja prinsip yang dilanggar dalam kasus wisma atlet

sehingga menghambat terbentuknya good governance di Indonesia.

1. Tegaknya Supremasi Hukum

Sehubungan dengan mewujudkan cita good governance, harus diimbangi

dengan komitmen untuk menegakkan rule of law/tertib hukum. Ketaatan hukum

memberikan landasan bagi pemerintah dalam menjalankan visi dan misi yang

diemban, sekaligus memperlihatkan tingkat aksebilitas masyarakat terhadap

pemerintah. Semakin rendahnya kepatuhan hukum masyarakat menunjukkan

semakin rendah pula tingkat penerimaan masyarakat terhadap

pemerintahnya. Tertib hukum dimaksudkan untuk menciptakan social order,

yaitu suatu kondisi tertib bermasyarakat, sadar akan aturan yang diperuntukkan

bagi kepentingan masyarakat itu sendiri. Dalam hubungan itu, dibutuhkan

kesadaran pemimpin untuk memberikan contoh sehingga mampu mendorong

terwujudnya tertib hukum. Dalam kasus ini para tersangka yang merupakan

pejabat aparatur negara seharusnya menjadi contoh atau panutan masyarakat

dalam hal kesadaran hukum, akan tetapi dalam kasus ini para tersangka terbukti

melanggar hukum dengan menerima suap dari PT. Duta Graha Indah. Selain

terbukti menerima suap, Nazaruddin juga terbukti melanggar hukum karena

berpergian ke luar negeri menggunakan passpor sepupunya setelah paspornya

dicabut oleh pihak imigrasi. Pelanggaran hukum yang terjadi ini mengindikasikan:

a. Kurang Tegas nya hukum yang berlaku di Indonesia

49
b. Rendahnya iman dan moral yang dimiliki seorang pemegang

kekuasaan publik sehingga mudah terpengaruh dan tergoda untuk

melakukan praktik korupsi.

c. Kurang tegasnya peraturan perundang-undangan menekan atau

memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme serta sanksi yang kurang

tegas bagi pelaku KKN sehingga tidak menimbulkan efek jera dan

tidak mencegah munculnya koruptor – koruptor baru.

d. Lemahnya pengawasan dan kontrol terhadap kinerja aparat negara

sehingga memberikan peluang korupsi dan penyalahgunaan

kekuasaan.

e. Gaji yang relatif rendah. Faktor inilah yang sering menjadi alasan

utama seseorang melakukan korupsi, karena ia menganggap bahwa

gaji yang ia dapat belum cukup untuk mendapatkan kehidupan yang

berkecukupan. Selain itu, tingkat pendapatan juga dianggap tidak

sebanding dengan tingkat kebutuhan hidup yang semakin meningkat

dan semakin kompleks.

f. Rendahnya pengetahuan dan partisipasi masyarakat dalam hal kontrol

kinerja aparat pemerintahan serta kebijakan – kebijakan yang diambil,

sehingga rentan penyelewengan kekuasaan oleh oknum-oknum yang

tidak bertanggung jawab.

g. Budaya korupsi yang sudah berkembang dimasyarakat. Warisan

budaya korupsi yang sudah ada sejak zaman kolonial yang terus

berlanjut hingga masa pasca Indonesia merdeka, bahkan hingga era

reformasi menjadikan korupsi semakin sulit untuk diberantas secara

50
menyeluruh. Tidak adanya rasa nasionalisme dalam diri pejabat

publik, dan lain-lain.

2. Transparansi

Prinsip transparansi menciptakan kepercayaan timbal-balik antara

pemerintah dan masyarakat. Perencanaan yang transparan meyakinkan

masyarakat tentang sejauh mana kepentingan mereka mampu didokumentasikan

secara jujur oleh pemerintah. Kasus ini menunjukkan :

a. Rendahnya transparansi pemerintah berkenaan dengan perencanaan

dan implementasi pembangunan wisma atlet. Perencanaan pemerintah

membangun wisma atlet kehilangan koneksitas dengan kepentingan

masyarakat. Gagalnya pemerintah menerapkan sistem transparansi ini

berakibat pada berkurangnya kepercayaan masyarakat terhadap

pemerintah.

b. Adanya politik yang tidak transparan diantara pejabat/partai politik,

seharusnya dengan adanya kasus korupsi tersebut, pemerintah

seharusnya menunjukkan kinerja dimana pengusutan kasus tersebut

sesuai prinsip yang transparansi.

c. Kasus yang juga tidak rampung dengan banyak nya berbagai pihak

yang sudah terlibat dalam hal ini membuat Pemerintah tidak peduli.

Dengan keadaan yang demikian masyarakat tidak akan percaya

dengan proyek yang dikelola Pemerintah kedepannya akan mendatang

manfaat masa depan untuk kepentingan negara dan masa depan negara

ini. Transparansi juga akan sulit dicapai jika semua pihak tidak

melakukan prinsip ini.

51
3. Akuntabilitas Publik

Akuntabilitas adalah pertangungjawaban pejabat publik terhadap

masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan mereka.

Tanggungjawab merupakan nilai yang mampu menjembatani relasi antara

pemerintah dan masyarakat untuk menjamin keberlangsungan pemerintahan.

Dalam kasus ini para tersangka telah melanggar akuntabilitas publik karena

terbukti menggunakan kekuasaannya dengan penyalahgunaan jabatannya untuk

kepentingan pribadi dan menyebabkan kerugian negara. Dalam hal ini para

tersangka gagal mempertanggungjawabkan kewenangannya terhadap masyarakat:

a. Adanya Penyalahgunaan Jabatan yang dilakukan oleh para pelaku

korupsi. Dalam kasus wisma atlet ini, banyaknya pihak yang telah

menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan melalui tindakan uang

rakyat, pengawasan yang dilakukan sejumlah Lembaga seakan belum

cukup untuk mengurangi tindakan korupsi tersebut. Dengan

penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang mengindikasikan

terabaikan norma-norma etika dalam birokrasi pemerintahan dalam

pembentukan Good Governance.

b. Perbedaan pendidikan/jabatan seseorang yang menyebabkan

kesewenang- wenangan. Kasus wisma atlet ini memberikan gambaran

yang cukup jelas bagi kita bahwa dengan berbagai ragam pendidikan

terhadap jabatan seseorang akan perpengatuh terhadap sikapnya dalam

menjalan kepercayaan yang telah diberikan masyarakat. Apalagi kasus

suap dan korupsi sudah menjadi budaya turun menurun dalam suatu

proyek, mengakibatkan hal itu menjadi hal yang biasa dilakukan oleh

52
semua orang. Tergantung posisi jabatan yang dimiliki juga akan

mempengaruhi suatu keputusan dalam suatu proyek yang dipercayai

terhadap Aparatur Negara tersebut. Dengan hukum yang masih lemah

di Negara Indonesia ini masih belum bisa memberantas kasus kasus

korupsi yang terjadi karena efek jera terhadap pelaku masih belum

ada.

8. Kesimpulan Kasus Wisma Atlet

Kasus Wisma Atlet adalah kasus politik yang paling menyita perhatian

masyarakat. Pasalnya KPK juga kesulitan mengusut kejadian tersebut. Disamping

itu orang yang ditetapkan menjadi tersangka Muhammad Nazarudin, pernah pergi

ke luar negeri dan tak kunjung mau pulang sebelum Anas Urbaningrum ketua

umum partai demokrat juga diperiksa. Dari berbagai media Nazarudin

menyatakan ketidaksediaannya untuk pulang ke Indonesia padahal saksi utama

saat itu adalah Nazarudin. Saat pulang ke Indonesia pun Nazarudin dikawal dan

dihadirkan sebagai saksi untuk tersangka lainnya.

Kejadian Wisma Atlet merugikan keuangan negara disamping karena

mengurangi kepercayaan para penyumbang untuk Sea Games dan Sea Games juga

diminta oleh masyarakat untuk ditunda. Berdasarkan Keseluruhan Proses Analisis

dan Pembahasan atas kasus suap wisma Atlet SEA GAMES kami mengambil

kesimpulan berikut :

1. Adanya politik yang tidak transparan diantara pejabat/partai politik

2. Adanya Penyalahgunaan Jabatan yang dilakukan oleh para pelaku

korupsi

3. Kurang tegasnya hukum yang berlaku di Indonesia

53
4. Kurang tanggapnya pemerintah dalam menyelesaikan kasus korupsi di

Indonesia

5. Perbedaan pendidikan/jabatan seseorang menyebabkan kesewenang-

wenangan.

Dengan ditegakkannya hukum di Indonesia secara jelas dan tepat maka

segala macam masalah yang ada di Indonesia ini dapat terselesaikan dengan baik.

54
BAB IV

PENUTUP

Kesimpulan

Pemerintah yang baik itu adalah pemerintah yang baik dalam ukuran

proses maupun hasil-hasilnya. Semua unsur pemerintah bisa bergerak secara

sinergis, tidak saling berbenturan, memperoleh dukungan dari rakyat dan lepas

dari gerakan-gerakan anarkis yang bisa menghambat proses dan lajunya

pembangunan.

Good Governance sebagai sebuah paradigma dapat berwujud bila ketiga

pilar pendukungnya dapat berfungsi secara baik yaitu negara, sektor swasta, dan

masyarakat madani (civil society). Negara dengan birokrasi pemerintahannya

yang dituntut untuk merubah pola pelayanan dari birokrasi elitis menjadi birokrasi

populis. Sektor swasta yang berperan sebagai pengelola sumber daya di luar

negara dan birokrasi pemerintahan pun harus memberikan kontribusi dalam usaha

pengelolaan sumber daya tersebut. Penerapan cita Good Governance pada

akhirnya mensyaratkan keterlibatan organisasi kemasyarakatan sebagai kekuatan

penyeimbang negara.

Berbagai permasalahan nasional menjadi alasan belum maksimalnya good

governance. Dengan melaksanakan prinsip-prinsip good governance maka tiga

pilarnya yaitu pemerintah, korporasi, dan masyarakat sipil saling menjaga, support

dan berpatisipasi aktif dalam penyelnggaraan pemerintahan yang sedang

dilakukan. Terutama antara pemerintah dan masyarakat menjadi bagian penting

tercapainya good governance. Tanpa good governance sulit bagi masing-masing

pihak untuk dapat saling berkontribusi dan saling mengawasi. Good governance

55
tidak akan bisa tercapai apabila integritas pemerintah dalam menjalankan

pemerintah tidak dapat dijamin. Hukum hanya akan menjadi bumerang yang bisa

balik menyerang negara dan pemerintah menjadi lebih buruk apabila tidak dipakai

sebagaimana mestinya. Konsistensi pemerintah dan masyarakat harus terjamin

sebagai wujud peran masing-masing dalam pemerintah. Setiap pihak harus

bergerak dan menjalankan tugasnya sesuai dengan kewenangan masing-masing.

56
DAFTAR PUSTAKA

Sedarmayanti. Good Governance 1. Penerbit Mandar Maju

Santoso, Akhmad. 2001. Good governance dan hukum lingkungan. Jakarta :

Indonesian Center for enverontmental Law

Profil DPMPTSP Kabupaten Siak. DPMPTSP Siak

http://ekaferiana.blogspot.com/2017/01/good-government-dan-good-governance.html

http://dpmptsp.siakkab.go.id.

57

Anda mungkin juga menyukai