Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KEPEMIMPINAN

ANALISA GAYA KEPEMIMPINAN PRESIDEN INDONESIA

Disusun Oleh:
KELOMPOK 3 KELAS G415

1. Raden Bramantia R 18032010180


2. Izaaz Daffa Ulhaq 19031010179
3. Dimas Anugrah Ramadhan 19031010193
4. Farhan Azka Nashuha 19031010195
5. Alza nadilla S 19031010198
6. Achmad Baizuny 19031010211
7. Ajiguna Wijaya 19031010200

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL”VETERAN”


JAWA TIMUR
2021
A. Gaya Kepemimpinan Presiden Ir. Soekarno

Soekarno lahir pada 6 Juni 1902 di Jawa Timur, dari Raden Sukemi
Sosrodihardjo dan R.A Ida Nyoman Rai, yang saat itu termasuk dalam keluarga
bangsawan dan merupakan keluarga terhormat jika dilihat secara struktur sosial.
Sebagai seorang pemimpin, Soekarno disebut sebagai sosok yang sempurna, terlebih
dalam memimpin negara Indonesia yang sangat luas dan beragam ini. Soekarno tidak
hanya berkharisma dan berwibawa, tetapi ia juga seorang cendekiawan dan ideolog.
Jika melihat dari gaya kepemimpinannya, tidak diragukan lagi kalau Soekarno masuk
dalam golongan pemimpin bergaya kharismatik, yang mana dirinya memiliki daya
tarik, berwibawa serta energi yang luar biasa sehingga mampu mempengaruhi orang
lain untuk menjadi pengikutnya. Soekarno sangat ahli dalam mengubah presepsi
orang lain sehingga menjadi sama dengannya, serta mampu membuat mereka agar
mau mengikuti perintah dan keinginannya dengan senang hati. Presiden Pertama
Indonesia ini juga dikenal sebagai seorang dengan temperamen yang meledak-ledak,
tetapi mampu menularkan semangatnya yang besar ini kepada orang lain. Ia mampu
membakar semangat seluruh rakyat dan menginspirasi mereka semua untuk berani
melakukan hal yang diinginkan.
Ivancevich, dkk, (2007:209) mengatakan bahwa pemimpin karismatik
adalah pemimpin yang mewujudkan atmosfer motivasi atas dasar komitmen dan
identitas emosional pada visi, filosofi, dan gaya mereka dalam diri bawahannya.
Setiap orang yang mengikuti pemimpin dengan gaya yang sama dengan Presiden
Soekarno biasanya memiliki keyakinan yang kuat bahwa pemimpinnya selalu benar,
merasa sayang dan bangga dengan pemimpinnya, memiliki motivasi yang kuat untuk
terlibat dalam misi kelompoknya, mau mematuhi pemimpin dan yakin bahwa mereka
dapat berkontribusi bagi kelompoknya. Tentu saja menjadi hal yang sangat baik jika
bawahannya memiliki cara berfikir yang seperti ini, karena dengan demikian maka visi
yang telah ditetapkan oleh pemimpin akan menjadi lebih mungkin untuk
direalisasikan, karena pemimpin mendapat dorongan yang kuat dari bawah.
Gaya kepemimpinan kharismatik sendiri dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe
kharismatik di masa krisis yang mana pemimpin ini akan menunjukan pengaruhnya di
saat menghadapi situasi krisis seperti misalnya ketika informasi dan prosedur yang
ada tidak mencukupi, serta saat tipe visioner yang mampu mengekspresikan visi
bersama mengenai masa depan. Pemimpin kharismatik dengan tipe visioner biasanya
mampu melihat gambaran yang besar untuk masa yang akan datang, serta mampu
melihat peluang yang ada dalam gambaran besar tersebut, serta memiliki
kemampuan komunikasi yang sangat baik.

B. Gaya kepemimpinan presiden Soeharto

Gaya kepemimpinan mantan presiden Soeharto merupakan gabungan dari


Proaktif-Ekstraktif dengan Adaptif-Antisipatif, yaitu gaya kepemimpinan yang
mampu menangkap peluang dan melihat tantangan sebagai suatu yang berdampak
positif serta mempunyai visi yang jauh ke depan dan sadar akan perlunya langkah-
langkah penyesuaian. Pada awalnya sifat kepemimpinan yang baik dan menonjol dari
mantan presiden Soeharto adalah kesederhanaan, keberanian dan kemampuan
dalam mengambil inisiatif dan keputusan, kuat mental dalam menghadapi bahaya
serta konsisten dengan segala keputusan yang diterapkan.
Kompetensi yang dimiliki Soeharto didasari latar belakangnya sebagai
seorang perwira TNI-AD, bahwa ia punya pribadi yang tegas tetapi santun. Beliau
terkenal sebagai “The Smiling General” yang murah senyum tetapi di balik itu semua
dia tegas terhadap apa yang sudah dijalankan. Beliau memiliki drive yaitu dorongan
agar semua misi yang dia cita-citakan dalam Repelita tercapai, dan juga motivasi
untuk memimpin orang lain terutama semua pejabat menteri dan TNI yang dekat
dengan dirinya. Namun dia tidak punya knowledge of the business karena seringkali
dia hanya mendengar apa kata para bawahannya saja sehingga terciptalah kultur
“Asal Bapak Senang” (ABS). Dari segi perilaku Soeharto lebih condong ke Task
Oriented Style, fokus pada hasil dan bukan orang-orang yang dipimpinnya. Terbukti
dengan bagaimana ia dengan mudahnya memasukkan orang-orang yang tak searah
dengan dirinya ke dalam penjara.
Dari sisi transformasi, Soeharto cukup banyak mengubah haluan bangsa
Indonesia setelah beliau menggantikan Soekarno. Di antaranya dengan memulihkan
hubungan dengan Malaysia (setelah era “Konfrontasi”) tetapi justru memutus
hubungan diplomatik dengan negara-negara komunis seperti Tiongkok dan Uni
Soviet. Kemudian di tengah masa kepemimpinannya, Soeharto juga memiliki rencana
untuk fokus ekonomi ke bidang industri, setelah sebelumnya lebih fokus pada sektor
pertanian. Secara implisit, dari semua hasil kerja dan keputusan yang dibuat oleh
Soeharto, masyarakat memandangnya sebagai seorang presiden yang ditakuti, tetapi
sampai saat ini jasanya di bidang ekonomi dan pembangunan masih dikenang.
Walaupun begitu, banyak pihak yang masih punya dendam terhadap dirinya karena
kebijakan-kebijakannya yang cukup ekstrim seperti memenjarakan tahanan politik,
penembakan secara misterius

C. Gaya Kepemimpinan Presiden BJ Habibie

Presiden ketiga Republik Indonesia, Bacharuddin Jusuf Habibie. Langkah-


langkah Habibie banyak dikagumi, penuh kontroversi, banyak pengagum namun tak
sedikit pula yang tak sependapat dengannya. Setiap kali, peraih penghargaan
bergengsi Theodore van Karman Award, itu kembali dari “habitat”-nya Jerman, beliau
selalu menjadi berita. Habibie hanya setahun kuliah di ITB Bandung, 10 tahun kuliah
hingga meraih gelar doktor konstruksi pesawat terbang di Jerman dengan predikat
Summa Cum laude. Panggilan Presiden Soeharto untuk kembali ke Indonesia.
Di Indonesia, Habibie 20 tahun menjabat Menteri Negara Ristek/Kepala BPPT,
memimpin 10 perusahaan BUMN Industri Strategis, dipilih MPR menjadi Wakil
Presiden RI, kemudian menjadi Presiden RI menggantikan Soeharto. Sampai
akhirnya Habibie dipaksa pula lengser akibat refrendum Timor Timur yang memilih
merdeka. Pidato Pertanggung jawabannya ditolak MPR RI. Tidak dipermasalahkan
lagi bahwa BJ Habibie memang seorang idealis yang dengan keras kepala tidak mau
beranjak dari citranya mengenal Indonesia modern dan cara mencapainya. Ia seorang
pemimpin yang mampu membakar semangat ribuan orang muda di dalam dan diluar
badan organisasi yang dipimpinnya. BJ Habibie juga sorang pekerja keras, orang
polos yang tidak tahan pada keruwetan yang dibuat-buat, suka menolong orang lain,
tahu membayar hutang budi, taat pada agama, suami dan ayah penuh kasih sayang,
dan nasionalis dalam arti cinta tanah air.
BJ Habibie seorang yang perfeksionis yang heran melihat orang yang tidak
berusaha mencapai yang sesempurna mungkin dan dengan tabiat yang details selalu
memperhatikan sampai yang kecil-kecil. Seseorang yang selalu berusaha memberi
motivasi pada anak buahnya, yang jika perlu tampil kedepan menunjukkan jalan, dan
yang pada saat-saat tepat memberikan peluang pada prakarsa anak buah dan hanya
mengikuti saja perkembangan keadaan. Gaya kepemimpinan seseorang juga
dibentuk oleh watak dan lingkungan kita patut heran kalau BJ Habibie sepenuhnya
mengikuti gaya kepemimpinan raja-raja melayu dalam melaksanakan pekerjaan, lebih
masuk akal ia lebih menghayati dan menerapkan prinsip-prinsip yang berlaku di dalam
industri modern. Di dalam organisasi pekerjaan, kepemimpinan menyangkut sikap
dan perbuatan, sikap dan perbuatan di dalam bekerja dan terhadap manusia. Dalam
melaksanakan pekerjaan, BJ Habibie berpegang pada prinsip, “Bersikaplah rasional
bertindaklah konsisten, berlakulah adil.”
Mengetahui BJ Habibie details dan perfeksionis, ia menganut prinsip bahwa, “
Mutu keseluruhannya ditentukan oleh mutu setiap detail”, Kesempurnaan tidak datang
dengan sendirinya. Kesempurnaan harus diupayakan. Kesempurnaan harus dinilai.
Proses dan hasil pekerjaan harus selalu diawasi. Maka lahirlah prinsip; “ Percaya itu
baik tetapi mengecek lebih baik lagi.” Mengecek itu tidak ada hubungannya dengan
sikap terhadap perorangan. Mengecek menyangkut tanggung jawab atas pekerjaan
dan perbuatan semua anggota sistem kerja terhadap hasil kerja keseluruhan sistem.
Namun tingginya konsentrasi pengambilan keputusan dan ketatnya
pengawasan BJ Habibie memiliki sifat yang khas. Gaya kepemimpinan BJ Habibie
mengandung unsur-unsur kepemimpinan bisnis modern: di situlah ia dibesarkan.
Perpaduan antara ke-Islamannya, nasionalismenya, kejawaannya, kesulawesiannya,
ilmu dan teknologi serta internasionalnya, dan lugasan bisnisnya, menjadikan BJ
Habibie sebagai bagian dari Indonesia modern. Banyak gagasan dan keputusan yang
sangat fundamental lahir atas inisiatif BJ Habibie. Berdasarkan uraian diatas tipologi
kepemimpinan BJ Habibie identik dengan tipologi kepemimpinan yang demokratis.
Dalam tipologi kepemimpinan yang demokratik biasanya memandang peranannya
selaku koordinator dan integrator dari berbagai unsur dan komponen organisasi
sehingga bergerak sebagai suatu totalitas.

D. Gaya kepemimpinan Presiden KH. Abdurrahman Wahid

Semenjak berkuasa menjadi presiden RI (1998-2001), Gus Dur memiliki


sejarah besar membangun demokrasi, kebebasan pers dan berbicara, serta
perjuangan hak-hak kaum minoritas. Gus Dur membuktikan gagasan progresifnya,
terutama ketika masyarakat diminta untuk bersikap independen dan tidak tergantung
pada negara. Bagi Gus Dur Negara tidak mesti mengatur seluruh aktivitas warga
negaranya, sehingga dalam pemerintahanya, kebebasan masyarakat benar-benar
berlangsung. Tipe kepemimpinan Gus Dur adalah Kharismatik - Transformasional,
Tipe kharismatik adalah tipe kepemimpinan yang merujuk pada kepribadian
seseorang yang memiliki daya tarik dalam berpenampilan dan berkomunikasi.
Seseorang yang berkharisma memiliki daya pikat yang luar biasa, bahkan kadang
dianggap memiliki kemampuan supranatural. Pemimpin semacam ini sangat percaya
diri, tegas, menonjol dalam banyak hal, otentik, fokus, serta memiliki keahlian
berpidato yang membuat audiensinya seakan-akan tersihir
Gus Dur pada saat menjabat sebagai seorang pemimpin politik cenderung
mengarah pada pola komunikasi kharismatik yang dimiliki oleh seorang kiyai atau
ulama, sebanyak apapun pengalaman oraganisasi serta latar belakang pendidikan
yang dimiliki oleh Gus Dur, tetap saja bahwa sosok Gus Dur merupakan sosok yang
paling penting dalam perkembangan suatu organisasi (dalam hal ini NU) keagamaan
terbesar di Indonesia, hal ini dikarenakan dari latar belakang keluarga Gus Dur lahir
dari dua tokoh besar (KH. Hasyim Asyari dan KH. Bisri Syansuri) pendiri organisasi
tersebut. Kharisma yang dimiliki oleh Gus Dur dimanfaatkan semaksimal mungkin
sebagai upaya untuk memotivasi para bawahan serta kolega yang berada pada
struktur dibawahnya dengan membuat mereka menyadari pentingya hasil tugas yang
akan dicapai.
Pola transformasional biasanya dipakai oleh pemimpin-pemimpin yang
mempunyai kharisma yang tinggi serta mempunyai pengaruh yang optimal terhadap
pengikutnya, sehingga motivasi yang diberikan untuk menyelesaikan tugas akan
menjadi efektif. Pola transformasional yang muncul ini berdasarkan kebijakan Gus
Dur yang cukup visioner, seperti pembubaran Departemen Penerangan dan
Departemen Sosial, membuka hubungan dagang dengan Israel, pemisahan TNI-
POLRI, seringnya melakukan reshuflle kabinet, mengeluarkan Dekrit Presiden, serta
seringnya melakukan kunjungan ke luar negeri. Meskipun Gus Dur dalam mengambil
kebijakan tersebut cenderung mengandalkan sikap kharismatik yang dimilikinya,
namun Gus Dur tidak pernah melakukan tekanan serta ancaman dengan
menggunakan kekerasan atau kekuatan militer.

E. Gaya Kepemimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri

Megawati Soekarnoputri sosok wanita yang terkenal dengan karismatiknya,


pada tahun 1999 rakyat percaya bahwa Megawati Soekarnoputri memiliki karakter
karismatik turunan dari bapaknya presiden RI-1 Soekarno. Karakter karismatik itu
dibuktikan dengan terpilihnya Megawati Soekarno Putri menjadi presiden-5 secara
aklamasi oleh MPR RI dan dibuktikan sampai saat ini Megawati terpilih sebagai ketua
umum Partai Demokrasi Perjuangan (PDI-P). Karakter karismatik dan gaya
kepemimpinan Mega Wati soekrano putri diantaranya:
1) Memiliki gaya ketimuran. Ia menonjol dengan gaya ketimurannya yang mana ia
cukup lama dalam mengambil keputusannya namun ketika keputusan itu telah ia
putuskan maka pantang keputusannya untuk diganggu gugat.
2) Gaya kepemimpinannya lebih banyak mengeluarkan uneg-uneg dibanding solusi,
Megawati Soekarnoputri tak lepas dari kiprahnya sebagai perempuan, yang mana
setiap adanya permasalahan ia lebih suka berlarut larut untuk menyelesaikan
masalah dan lebih mengedepannya nalurinya , seringkali curhat didepan umum
dengan mengeluarkan uneg unegnya didepan publik, sehingga kesan dari rakyat
Bu Mega hanya bisa curhat sama rakyat dan tak banyak memberikan solusi.
3) Gaya memimpin dengan menanamkan anti kekerasan, bercermin dari masa
kelamnya yakni masa rezim orde baru Soeharto yang mana tindak kekerasan dan
pelanggaran HAM lalu lalang bak sudah menjadi tontonan masyarakat yang biasa
biasa saja, dengan dalih keamanan nasional, dan tak hanya itu Megawati bersih
keras untuk menamakan anti kekerasan mengingat masyarakat Indonesia adalah
masyarakat pluralisme, perbedaan Suku budaya ras dan juga kepercayaan
(agama) menjadi rawan akan kekerasan sparatisme atau radikalisme. Sehingga
Megawati memerintahkan kepada seluruh kadernya husunya masyarakat luas agar
menanamkan sikap anti kekerasan guna menjaga harkat martabat manusia dan
menjaga keutuhan bangsa dan negara.
4) Cukup demokratis, Megawati Soekarnoputri dinilai kurang demokrasi dalam
mengambil kebijakan. Klaim itu dibenarkan bahwa memang ia sering kali
memutuskan kebijakannya yang bersifat final. Sehingga tak jarang masyarakat
luas menilai bahwa ia kurang akan nilai demokrasi, ia yang dikenal lebih banyak
diem ketika adanya permasalahan dan cukup lama untuk memutuskan dan
menyelesaikan permasalahan. Dikenal dengan sikapnya yang tenang dan
pemikirannya yang sistematis logis diselaraskan dengan nalurinya dalam
memutuskan permasalahan sehingga tak jarang setiap kebijakannya bersifat final.

F. Gaya Kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

a. Tipe Militeristik
Dari segi pendidikan dan pengalaman inilah yang mengindikasikan bahwa
Susilo Bambang Yudhoyono memiliki gaya militeristik karena Susilo Bambang
Yudhoyonomerupakan lulusan AKABRI terbaik dan mengabdi sebagai perwira TNI
selama 27 tahun, serta meraih pangkat Jendral TNI tahun 2000. Meskipun SBY
telah lama menyesuaikan diri dengan kepemimpinan sipil yang egaliter dan
demokratis tetapi budaya militer kepemimpinan SBY tidak bisa hilang begitu saja.
Dapat kita lihat dari beberapa contoh kasus gaya kepemimpinan militeristik SBY
yang masih melekat, seperti beberapa kali memarahi menterinya didepan umum,
memarahi para bupati dan walikota seluruh Indonesia yang tidur ketika SBY
sedang berpidato. Selain itu gaya militeristik SBY tergambar dari tindakan-
tindakannya SBY dalam pelaksanaan administrai negara yang formalitas dan kaku.
Ini merupakan salah satu karakteristik dari gaya kepemimpinan militeriktik yaitu
segala sesuatu bersifat formal. Terlihat dari pelaksanaan pemerintahan SBY yang
berjalan dengan prinsip bahwa segala sesuatunya sesuai dengan peraturan artinya
setiap pikiran baru harus bersabar untuk menunggu sampai peraturannya berubah
dulu, terobosan menjadi barang langka.
b. Tipe Karismatik
SBY memiliki kharisma yang berkarakter. Karakter seorang pemimpin masa
depan yang mampu memimpin rakyatnya dengan baik. Karisma beliau bukan
hanya tebar pesona. Karisma yang ada dalam diri beliau adalah karisma yang telah
menyatu karena memiliki kepribadian yang unggul. Unggul dalam segala bidang.
Baik bidang ideologi, politik, ekonomi, budaya, sosial, ataupun pendidikan.
c. Tipe Demokratis
Kepemimpinan SBY juga masuk dalam tipe demokratik mungkin disebabkan
karena tuntutan reformasi, situasi dan kondisi saat ini yang semakin liberal. Dimana
tipe pemimpin dengan gaya ini dalam mengambil keputusan selalu mengajak
beberapa perwakilan bawahan, namun keputusan tetap berada di tangannya.
Selain itu pemimpin yang demokratis berusaha mendengar berbagai pendapat,
kemudian mengambil keputusan yang tepat. Tidak jarang hal ini menimbulkan
persepsi bahwa SBY seorang yang lambat dalam mengambil keputusan dan tidak
jarang mengurangi tingkat determinasi dalam mengambil keputusan.
SBY yang mempunyai tipe kepemimpinan yang lebih dari satu dan tidak hanya
seperti yang sudah dijelaskan diatas tetapi lebih dari itu, seperti tipe supportif,
partisifatif, instrumental dan yang lainnya, kesemuanya itu disesuaikan dengan
situasi, dan perkembangan zaman yang ada.

G. Gaya Kepemimpinan Presiden Joko Widodo


Sebagai mantan Wali Kota Solo dan Gubernur DKI Jakarta, ia lebih suka terjun
langsung untuk berinteraksi dengan rakyat, atau yang lebih dikenal dengan istilah
"blusukan". Kepemimpinannya tersebut membuat kita sebagai rakyat tentu merasa
seakan tidak ada sekat antara seorang presiden dengan masyarakat di negara ini.
Dengan begitu, kondisi masyarakat dapat terlihat secara langsung sehingga ia dapat
mendengar keluh kesah yang dirasakan oleh mereka.
Berdasarkan pendekatan kepemimpinan, sosok Jokowi menggunakan the
situasional approach yaitu mengambil kebijakan sesuai dengan kondisi nyata yang
ada pada lingkungan. Pada masa kepemimpinannya, masalah tersebut dapat
terselesaikan secara perlahan melalui kebijakan–kebijakan dan inovasi yang dibuat
seperti melakukan Program Indonesia Pintar melalui Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Selain itu, pendekatan kepemimpinan juga tidak lepas dari pemimpin yang
karismatik. Dalam hal ini, Jokowi telah berhasil membuat masyarakatnya patuh
dalam melakukan kebijakan yang ia dibuat. Pernyataan tersebut dapat dibuktikan dari
tingkat jumlah dan persentase penduduk miskin Indonesia berdasarkan data BPS
menurun sebesar 1,14%. Berdasarkan 4 gaya kepemimpinan situasional yang
dicanangkan oleh Hersey dan Blanchard, Jokowi telah memenuhi keempatnya pada
setiap langkah kebijakan yang ia ambil yaitu directing, coaching, supporting, dan
delegating.
Berdasarkan gaya kepemimpinan directing (mengarahkan), terlihat pada
tradisi blusukan Jokowi ke desa di Jambi dan mendapatkan banyak masukan
mengenai tunjangan operasional dan kinerja yang diterima Babinsa dirasa tidak
cukup. Untuk gaya kepemimpinan coaching (pembinaan), tercermin dari pemberian
pengarahan kepada masyarakat oleh Jokowi di Kota Makassar, Sulawesi Selatan saat
acara Evaluasi Kebijakan Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Tahun 2018. Gaya kepemimpinan supporting (dukungan) Jokowi direalisasikan
dengan dukungan yang diberikannya kepada Babinsa di seluruh Indonesia yang
dilaksanakan melalui kebijakan peningkatan tunjangan operasional hingga 1,2 juta
dan tunjangan kinerja sebesar 1 juta setiap bulannya pada Babinsa. Kemudian gaya
kepemimpinan delegating (pendelegasian) terlihat pada Program Perhutanan Sosial
yang dilaksanakan di daerah hutan Jambi dengan memberikan tunjangan kepada
8,165 kepala keluarga yang tinggal di sekitar hutan di Jambi
Terdapat tiga tipe kepemimpinan yang efektif dalam suatu organisasi termasuk
lembaga pemerintahan salah satunya yaitu tipe kepemimpinan partisipatif
merupakan tipe kepemimpinan yang menumbuhkan rasanya keterlibatan anggota
organisasi dalam proses pengambilan keputusan. Jokowi memanfaatkan sistem
blusukannya untuk lebih melibatkan partisipasi masyarakat dalam melaksanakan
pembangunan nasional sekaligus perwujudan dari demokrasi sejati. Sedangkan
karismatik adalah ketika pemimpin mampu menyelesaikan suatu masalah dengan
cara yang dapat menarik perhatian orang di sekelilingnya. Kebiasaan blusukan yang
dimiliki Jokowi telah membuktikan ia dapat lebih dekat dengan masyarakat dan
kesederhanaan yang dimilikinya inilah yang menjadi sumber karisma dan sebagai
modal dalam pembentukan tata pemerintahan yang bersih juga transparan.
Kepemimpinan transformasional, Jokowi menyatakan bahwa koordinasi merupakan
kunci dari semua kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Sehingga, ia memberi
perintah kepada setiap kementerian/lembaga untuk menghilangkan ego sektoral, ego
kementerian, maupun ego lembaga.

Anda mungkin juga menyukai