Anda di halaman 1dari 80

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA Nama : IRZA ANAM TARUNA

FAKULTAS TEKNIK NPM/Semester : 19031010192 / V


UPN “VETERAN” JATIM Romb./Group : E1/A
NPM/Teman Praktek : 19031010198 /
Praktikum : OPERASI TEKNIK KIMIA II
ALZA NADILA
Percobaan : DISTILASI EKSTRAKTIF
Tanggal : 9 November 2021 DRAFT
Pembimbing : Dr. Ir.Srie Muljani, MT

BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, proses
pemisahan komponen pada industri telah berubah menjadi lebih efesien. Pada
industri kimia tertentu, unit operasi pemisahan baik satu komponen maupun
Multikomponen sangat penting untuk diperhatikan. Walaupun campuran itu
ideal dan pemisahan yang sempurna terkadang sama sekali tidak mungkin
dikarenakan pembentukan azeotrop. Campuran azeotrop memiliki uap dan fase
cair yang memiliki komposisi yang identik. Terjadinya fenomena ini
menyebabkan distilasi sederhana tidak dapat digunakan untuk mencapai
pemisahan sempurna karena distilasi bergantung pada perbedaan komposisi antara
fase cair dan uap. Azeotrop terjadi karena kesetimbangan fase non ideal yang
dihasilkan dari interaksi molekul (baik tolakan atau tarik-menarik) dari komponen
kimia yang berbeda. Oleh karena itu, pada industri yang menginginkan komponen
dengan kemurnian tinggi harus menggunakan cara lain dalam pemisahan
campurannya seperti destilasi ekstraktif. Melalui destilasi ekstraktif komponen
yang ingin diambil dapat memiliki kemurnian tinggi (lebih besar dari 99%),
dimana penerapannya tetap harus memperhatikan hal-hal lain. Seperti
penggunaan plate, refluks, laju alir umpan.
Proses biofuel yang muncul biasanya memiliki produk fermentasi yang
membentuk azeotrop dengan air, yang hadir dalam jumlah besar dalam fermentor.
Sebagai contoh adalah Etanol yang membentuk azeotrop biner homogen dengan
titik didih minimum dari air. Industri perminyakan jarang menemukan azeotrop
karena komponen hidrokarbon memiliki struktur molekul yang mirip. Sedangkan
industri kimia sering berkaitan dengan komponen dari berbagai jenis, yang sering
menghasilkan azeotrop. Terdapat banyak cara untuk mencapai pemisahan
homogen azeotrope. Oleh karena itu, dilakukan praktikum distilasi ekstraktif agar
praktikan dapat memahami proses distilasi ekstraktif dan dapat
mengaplikasikannya dalam dunia industri.

I.2 Tujuan
1. Untuk menghilangkan titik azeotrope dari kedua komponen yang saling
larut pada kurva kesetimbangan
2. Untuk menentukan kurva kesetimbangan baru dari campuran azeotrope
etanol- air dengan menghilangkan titik azeotropenya
3. Untuk mendapatkan etanol dengan kemurnian tinggi pada metode distilasi
ekstraktif

I.3 Manfaat
1. Agar praktikan dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
destilasi ekstraktif.
2. Agar praktikan dapat memahami prinsip destilasi ekstraktif.
3. Agar praktikan dapat menerapkan destilasi ekstraktif dalam dunia industri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Secara Umum
Destilasi atau penyulingan adalah metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan.
Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini
kemudian didinginkan kembali kedalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik
didih lebih rendah akan menguap terlebih dahulu. sedangkan zat yang memiliki
titik didih yang lebih tinggi akan mengembun dan akan menguap apabila telah
mencapai titik didihnya. Metode ini termasuk unit operasi kimia jenis perpindahan
massa. Penerapan proses ini didasarkan pada teori bahwa pada suatu larutan,
masing-masing komponen akan menguap pada titik didihnya (Fatimura, 2014).
Distilasi merupakan proses pemisahan fisik yang tidak memerlukan reaksi
kimia. Secara komersial, distilasi memiliki sejumlah aplikasi, misalnya untuk
memisahkan minyak mentah menjadi fraksi-fraksi yang lebih ringan yang
digunakan sebagai bahan bakar dalam transportasi, pembangkit listrik, maupun
dalam proses pemanasan sehari-hari (Mustiadi, 2020). Distilasi dapat dilakukan
dengan dua metode yang utama. Metode pertama distilasi didasarkan pada
produksi uap dengan merebus campuran cairan untuk dipisahkan dan
mengembunkan uap yang dilakukan dengan cara merebus campuran cairan
kembali ke penyulingan. Pada metode kedua, didasarkan pada pengembalian
bagian kondensat ke penyimpanan dalam kondisi sedemikian rupa sehingga cairan
yang kembali dibawa kedalam kontak yang erat dengan uap dalam perjalnanan ke
kondensor (McCabe, 2005).

II.2 Prinsip Kerja Distilasi


Destilasi diartikan sebagai suatu proses pemurnian untuk senyawa padat
yaitu suatu proses yang didahului dengan penguapan senyawa cair dengan
memanaskannya, kemudian mengembunkan uap yang terbentuk yang akan
ditampung dalam wadah yang terpisah untuk mendapat destilat atau senyawa cair
yang murni. Dasar pemisahan pada destilasi adalah perbedaan titik didih cairan
pada tekanan tertentu. Pemisahan dengan destilasi melibatkan penguapan
differensial dari suatu campuran cairan diikuti dengan penampungan material
yang menguap dengan cara pendinginan dan pengembunan (Mustiadi, 2020).

II.2.1 Jenis – Jenis Metode Distilasi


1. Distilasi Sederhana
Distilasi sederhana adalah salah satu proses distilasi yang paling
sederhana, di mana bahan utama yang dimurnikan akan menguap
bersama dengan bahan campuran pada suhu tinggi, dan uap yang
dihasilkan dipindahkan ke dalam wadah, di mana uap akan
berkondensasi pada saat suhu diturunkan

Gambar II.1 Distilasi Sederhana


2. Distilasi Uap
Distilasi uap adalah proses yang bertujuan untuk memurnikan,
memisahkan, atau mengisolasi suhu yang sensitif seperti senyawa
aromatik alami. Uap atau air harus ditambahkan ke peralatan distilasi
dan dengan menggunakan properti dan cairan yang tidak dapat
dicampur proses dapat dilakukan pada suhu yang lebih rendah (di
bawah titik dekomposisi).
Gambar II.2 Distilasi Uap
3. Distilasi Vakum
Distilasi vakum adalah distilasi yang dioperasikan dibawah
tekanan 1 atm dan dalam kondisi tertutup. Menurut teori yang
mendasari distilasi ini tidak dapat digunakan pada pelarut dengan titik
didih yang rendah (Gezer, 2020).

Gambar II.3 Distilasi Vacuum


4. Destilasi Fraksionasi (Bertingkat)
Sama prinsipnya dengan destilasi sederhana, hanya destilasi
bertingkat ini memiliki rangkaian alat kondensor yang lebih baik,
sehingga mampu memisahkan dua komponen yang memiliki perbedaan
titik didih yang berdekatan. Untuk memisahkan dua jenis cairan yang
sama mudah menguap dapat dilakukan dengan destilasi bertingkat.
Destilasi bertingkat adalah suatu proses destilasi berulang. Proses
berulang ini terjadi pada kolom fraksional. Kolom fraksional terdiri atas
beberapa plat dimana pada setiap plat terjadi pengembunan. Uap yang
naik plat yang lebih tinggi lebih banyak mengandung cairan yang lebih
atsiri (mudah menguap) sedangkan cairan yang sulit menguap akan
lebih banyak menagndung kondensat.

Gambar II.4 Destilasi Bertingkat


5. Destilasi Azeotrop
Distilasi azeotrop dapat difenisikan distilasi dengan menguapkan
zat cair tanpa perubahan komposisi. Jadi ada perbedaan komposisi
antara fase cair dan fase uap, dan hal ini merupakan syarat utama supaya
pemisahan dengan distilasi dapat dilakukan. Apabila komposisi fase uap
sama dengan komposisi fase cair, maka pemisahan dengan distilasi
tidak bisa digunakan. Faktanya, distilasi ini sering digunakan dalam
proses isolasi komponen, pemekatan larutan, dan juga pemurnian
komponen cair (Setiawan, 2018). Memisahkan campuran azeotrop
(campuran dua atau lebih komponen yang sulit di pisahkan), biasanya
dalam prosesnya digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan
azeotrop tersebut atau dengan menggunakan tekanan tinggi
Gambar II.5 Destilasi Azeotrop
(Walangare, 2013)

II.2.2 Modifikasi pada Metode Distilasi


1. Distilasi Ekstraktif
Distilasi ekstraktif digunakan untuk memisahkan azeotrop dan
campuran yang hampir mendidih. Jika feed itu adalah azeotrop yang didihkan
minimum, suatu pelarut, dengan volatilitas yang lebih rendah daripada
komponen-komponen utama campuran feed, ditambahkan pada nampan
hanya beberapa nampan di bawah bagian atas kolom sehingga pelarut berada
dalam cairan yang mengalir ke bawah, dan pelarut kecil terkelupas dan hilang
karena berada pada keadaan overhead vapor. Jika feed adalah azeotrop didih
maksimum, pelarut memasuki kolom dengan feed. Komponen-komponen
dalam feed harus memiliki daya tarik yang berbeda sehingga pelarut
menyebabkan peningkatan komponen utama, sehingga pemisahan menjadi
layak dan ekonomis. Pelarut tidak boleh membentuk azeotrop dengan
komponen apapun dalam feed.
2. Distilasi Garam
Variasi dari distilasi ekstraktif di mana salah satu komponen utama
diubah dengan menambahkan pada refluks atas sebuah zat yang larut dan
garam ionik yang tidak mudah menguap, yang tetap dalam fase cair saat
melewati kolom
3. Distilasi Pressure-Swing
Distilasi yang digunakan untuk memisahkan campuran yang
membentuk tekanan yang sensitif pada azeotrop dengan menggunakan dua
kolom secara berurutan pada tekanan yang berbeda.
(Seader, 2013)

II.2.3 Distilasi Ekstraktif


Distilasi biasa tidak bisa digunakan untuk memisahkan campuran yang
membentuk titik azeotrop. Modifikasi distilasi bisa dilakukan dengan
menambahkan komponen lain yang dikenal dengan distilasi azeotropik heterogen
dan distilasi ekstraktif. Campuran azeotrop yang banyak dijumpai dalam industri
kimia yaitu campuran aseton dan metanol. Entrainer yang digunakan yaitu air
karena zat yang paling murah jika dibandingkan entrainer yang lain (Hartanto,
2017).
Distilasi ekstraktif yaitu proses penguapan parsial dengan adanya zat
pemisah massa nonvolatil yang larut, mendidih tinggi, biasanya disebut pelarut,
yang ditambahkan ke campuran umpan azeotropik atau non-azeotropik untuk
mengubah volatil. Distilasi ekstraktif digunakan pada industri petrokimia dan
pengolahan kimia untuk pemisahan sistem close-boiling, pinched, atau azeotropik
untuk distilasi umpan tunggal sederhana terlalu mahal atau tidak mungkin. Ini
juga dapat digunakan untuk mendapatkan produk yang merupakan kurva residu
sadel, tugas yang umumnya tidak mungkin dilakukan dengan distilasi umpan
tunggal (Perry, 2008).
Gambar II.6 Proses Destilasi Ekstraktif
(Erawati, 2008)

II.2.4 Azeotrop dan Macam Senyawa yang Membentuk Titik Azeotrop


Azeotrop merupakan campuran komponen pada komposisi tertentu dimana
komposisi tersebut tidak bisa berubah hanya melalui distilasi biasa. Ketika
campuran azeotrop dididihan, fasa uap yang dihasilkan memiliki komposisi yang
sama dengan fasa cairnya. Campuran azeotrop ini sering disebut juga constant
boiling mixture, karena komposisinya yang tidak berubah oleh pendidihan,
azeotrop dikenal dengan istilah campuran didih tetap. Adapun gambar dari grafik
Azeotrop adalah sebagai berikut:

Gambar II.7 Grafik Azeotrop


Titik A pada pada kurva merupakan boiling point campuran pada kondisi
sebelum mencapai azeotrop. Campuran kemudian dididihkan dan uapnya
dipisahkan dari sistem kesetimbangan uap cair (titik B). Uap ini kemudian
didinginkan dan terkondensasi (titik C). Kondensat kemudian dididihkan,
didinginkan, dan seterusnya hingga mencapai titik azeotrop. Pada titik azeotrop,
proses tidak dapat diteruskan karena komposisi campuran akan selalu tetap. Pada
gambar di atas, titik azeotrop digambarkan sebagai pertemuan antara kurva
saturated vapor dan saturated liquid. (ditandai dengan garis vertikal putus-putus)
(Batutah, 2017).

II.2.5 Perbedaan Distilasi Ekstraktif dan Distilasi Azeotrop


Perbedaan antara distilasi ekstraktif dan distilasi azeotrop yaitu volatilitas
pelarut yang ditambahkan ke kolom distilasi. Di mana, pada distilasi azeotrop
terdapat pembentukan azeotrop baru di sistem yang tidak terjadi pada distilasi
ekstraktif (Ferreira da Silva, 2017). Pemisahan cara distilasi dapat dilakukan jika
seluruh komponen yang akan dipisahkan sama-sama volatil. Untuk mengatasi
kondisi azeotrop dapat dilakukan dengan 3 cara. Pertama dengan cara distilasi
bertingkat dimana tekanan masing-masing proses berbeda. Cara yang kedua
distilasi azeotrop adalah distilasi dengan penambahan suatu senyawa yang dapat
memecah azeotrop (entrainer). Pada distilasi azeotrop ini komponen yang
ditambahkan bersifat lebih volatil dari zat yang akan dipisahkan sehingga setelah
proses, komponen tersebut muncul sebagai hasil atas. Cara yang ketiga distilasi
ekstraktif adalah distilasi dengan penambahan entrainer bersifat lebih tidak volatil
dari zat yang akan dipisahkan sehingga kebanyakan terikut sebagai produk bawah
(residu) (Erawati, 2008).

II.2.6 Hubungan Titik Azeotrop dengan Distilasi Ekstraktif


Metoda penyulingan ekstraktif ini menggunakan suatu pelarut pemisahan,
yang biasanya non-volatil, yang mempunyai titik didih tinggi dan dapat
bercampur dengan campuran itu, tetapi tidak membentuk suatu campuran
azeotrop. Distilasi ekstraktif merupakan proses pemisahan campuran yang
terkendala titik azeotrop dengan menambahkan zat ketiga yang bersifat non-
volatile dan biasanya disebut sebagai solvent atau entrainer. Hubungan antara titik
azeotrop dengan distilasi ekstraktif adalah berbanding terbalik (Rahima, 2020).
Pelarut berinteraksi dengan cara berbeda dengan komponen-komponen
dari campuran itu sehingga menyebabkan volatilitasnya relatif berubah. Ini
membolehkan tiga bagian campuran baru dapat dipisahkan dengan penyulingan
biasa. Komponen asli dengan volatilitas terbesar terpisahkan sebagai produk
puncak. Produk paling bawah terdiri dari suatu campuran dari pelarut dan
komponen lain, yang dapat dipisahkan lagi dengan mudah karena pelarutnya tidak
membentuk azeotrop dengan komponen itu. Metode destilasi ekstraktif ini dengan
penambahan garam dapat mengubah titik komponen yang terikat sehingga
perbedaan menjadi lebih signifikan, sehingga yang tadinya titik didihnya saling
berdekatan (azeotrop) satu sama lain dapat dipisahkan menjadi 2 komponen atau
lebih (Wijaya, 2017).

II.2.7 Refluks
Refluks adalah teknik distilasi yang melibatkan kondensasi uap dan
berbaliknya kondensat ini ke dalam sistem asalnya. Ini digunakan dalam distilasi
industri dan laboratorium. Refluks juga digunakan dalam bidang kimia untuk
memasok energi pada reaksi untuk waktu yang panjang.
Fungsi refluks, adalah memperbesar L/V di enriching section, sehingga
mengurangi jumlah equibrium stage yang diperlukan untuk product quality yang
ditentukan, atau, dengan jumlah stage yang sama, akan menghasilkan product
quality yang lebih baik dengan menggandakan kontak kembali antara cairan dan
uap agar panas yang digunakan efisien. Refluks /destruksi ini bisa dimasukkan
dalam macam-macam destilasi walau pada prinsipnya agak berkelainan
(Fatimura,2014).

II.2.8 Rasio Refluks


Rasio refluks didefinisikan sebagai rasio dari jumlah tetesan kondensat
yang kembali ke dalam kolom dan labu didih dengan jumlah tetesan yang
dikumpulkan sebagai distilat. Rasio refluks akan mempengaruhi kemurnian suatu
distilat yang dihasilkan dari proses distilasi fraksinasi, sehingga fraksi distilat
yang dihasilkan akan memiliki karakteristik berbeda sesuai dengan jenis dan
kemurnian komponen yang terdapat dalam distilat tersebut. Rasio refluks yang
terlalu kecil menyebabkan terjadinya pemisahan komponen yang tidak tepat dan
akan menghasilkan fraksi yang belum murni karena masih memiliki kandungan
komponen lain yang tidak diinginkan. Sedangkan rasio refluks yang terlalu besar
menghasilkan pemisahan komponen yang berlangsung lambat dan tidak efisien,
walaupun mampu menghasilkan kemurnian komponen yang tinggi (Amrullah,
2017).

II.2.9 Operasi Kolom Distilasi


Pemisahan komponen-komponen dari campuran liquid melalui destilasi
bergantung pada perbedaan titik didih masing-masing. komponen. Juga
bergantung pada konsentrasi komponen yang ada. Campuran liquid akan memiliki
karakteristik titik didih yang berbeda. Oleh karena itu, proses destilasi bergantung
pada tekanan uap campuran liquid. Tekanan uap suatu liquid pada temperatur
tertentu adalah tekanan keseimbangan yang dikeluarkan oleh molekul-molekul
yang keluar dan masuk pada permukaan liquid (Fatimura, 2014).

II.2.10 Kurva Kesetimbangan


Kurva kesetimbangan adalah diagram yang menyatakan hubungan antara
temperatur atau titik didih dengan komposisi uap dan cairan yang
berkeseimbangan. Didalam kurva kesetimbangan terdapat dua garis yaitu kurva
cair jenuh dan uap jenuh. Kedua kurva ini membagi daerah didalam diagram
menjadi 3 bagian, yaitu :
1. Daerah fase cair yaitu daerah cairan yang terletak dibawah kurva cair jenuh
2. Daerah fase uap yaitu daerah yang terletak diatas kurva uap jenuh
3. Daerah dua fase yaitu daerah uap jenuh dan cair jenih yang terletak diantara
kurva cair jenuh dan kurva uap jenuh
Gambar II.8 Kurva Kesetimbangan
(Komariah, 2009)

II.2.11 Kondisi Aliran Uap


Kondisi-kondisi aliran vapor yang tidak baik, dapat menyebabkan:
1. Foaming
Foaming adalah ekspansi liquid karena adanya aliran vapour atau gas.
Meskipun hal ini memberikan kontak antarmuka liquid vapour yang tinggi,
foaming yang berlebihan sering mengakibatkan penumpukan liquid dalam
tray. Dalam hal tertentu, foaming juga bisa berdampak buruk, karena foam
bercampur dengan liquid yang ada di tray di atasnya.
2. Entertainment
Liquid yang terbawa oleh vapour ke tray diatasnya dan disebabkan oleh
laju aliran vapour yang tinggi. Hal ini bersifat merusak karena efisiensi
pemisahan menjadi berkurang, karena material volatil rendah terbawa ke
plate yang memiliki volatilitas yang lebih tinggi. Entrainment juga dapat
mengkontaminasi highpurity distillate. Entrainment yang berlebihan dapat
menyebabkan flooding (Fatimura, 2014).
II.2.12 Hukum Relative Volatility
Relative volatility adalah sebuah persamaan yang digunakan untuk
penghitungan tahap equilibrium, faktor pemisahan, didefinisikan dengan
membentuk rasio dari equilibrium ratios. Untuk kasus penguapan, relatif
ketidakstabilan, antara komponen i dan j diberikan oleh
Ki
αij= ……………………………………………….……………………....…(1)
Kj
Keterangan:
αij = relative volatility pada komponen i dan j
Ki = konstanta pada komponen i
Kj = konstanta pada kompone j
(Seader, 2013)

II.2.13 Hukum Raoult


Hukum Raoult menyatakan bahwa pada suhu dan tekanan tertentu, tekanan
parsial uap komponen A (PA) dalam campuran sama dengan hasil kali antara
tekanan uap komponen murni A (PA murni) dan fraksi molnya XA
PA =PA murni . XA…………………………………………………….(2)
Sedangkan tekanan uap totalnya :
Ptot = PA murni . XA + PB murni . XB …………………….......………(3)
Keterangan :
PA : Tekanan parsial uap komponen A
PA murni, PB murni : Tekanan parsial uap komponen murni A,B.
XA : fraksi mol
PB : tekanan parsial komponen B
P : tekanan uap cairan
XB : fraksi mol A atau B
Ptot : tekanan uap total
(Fatimura, 2014)
II.2.14 Hukum Henry
Pada tekanan rendah dan kelarutan solut gas dalam fasa cair kecil, hukum
Henry digunakan untuk mendapatkan hubungan antara konsentrasi kesetimbangan
solut di fasa gas terhadap yang di fasa cair. Dengan mengasumsikan fasa gas
sebagai gas ideal, nilai konstanta Henry tak berdimensi dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan
Cg
H= …………………………………………………………………………...(4)
Cl
Keterangan :
Cg = Konstanta gas
Cl = Konstanta liquid
Hukum Henry juga dapat dinyatakan sebagai kelarutan dalam besaran fraksi berat
solut gas di dalam cairan penyerap pada tekanan parsial tertentu (Suhartono,
2009).

II.2.15 Syarat Pemilihan Entrainer


Suatu pelarut digunakan sebagai entrainer, lebih disukai, harus memiliki
karakteristik sebagai berikut:
a. Relative volatility dari key component harus ditingkatkan.
b. Rasio pelarut dengan non-pelarut harus cukup sedikit.
c. Mudah larut dengan komponen umpan dan tidak membentuk dua fase
bersamanya.
d. Mudah dipisahkan dari produk bawah.
e. Murah dan tersedia.
f. Stabil pada suhu operasi kolom distilasi.
g. Tidak reaktif dengan komponen dalam campuran umpan.
h. Titik didih tinggi.
i. Tidak korosif dan tidak beracun
(Bisowarno, 2015)

II.2.16 Perhitungan Neraca Massa dan Stage Ideal


Perhitungan neraca massa komponen pada kolom distilasi dinyatakan
sebagai berikut :
Input = Output
Fxf =Dxd+ Bxb…………………………………………...………………….(5)
Keterangan :
F = Feed
xf = Fraksi Feed
D = Distilat
xd = Fraksi Distilat
B = Bottom Produk
xb = Fraksi Bottom Produk

Gambar II.9.Perhitungan jumlah stage dengan metode McCabe Thiele


Dari perhitungan yang telah dilakukan, didapatkan jumlah stage secara
teoritis sebanyak 8 buah terlihat pada Gambar 2 dimana jumlah perhitungan ini
telah sesuai dengan kondisi aktual pada menara distilasi pada pabrik. Sedangkan
untuk stage umpan dari perhitungan teoritis menunjukkan bahwa umpan masuk
pada stage ke-5, karena pada stage ke-5 merupakan titik pertemuan antara
enriching line dan operating line. Hal ini berbeda dengan kondisi aktual di pabrik,
dimana umpan pada kondisi aktual memasuki kolom distilasi pada stage ke-1.
Stage umpan sendiri ditentukan oleh garis operasi (q-line operation) dimana garis
operasi dipengaruhi oleh temperature didih dari light key, adanya perbedaan yang
terlalu besar antara titik didih octanol pada fraksi 0,125 dan suhu umpan masuk
kolom dapat mempengaruhi sudut dari garis operasi sendiri (Amalia, 2019).
II.2.17 Metode untuk Mengatasi Kondisi Azeotrop
Azeotrop merupakan keadaan yang terjadi pada larutam non ideal dimana
dew point sama dengan bubble point sehingga tidak memungkinkan untuk
melakukan pemisahan lebih lanjut. Untuk melewati sebuah kondisi azeotrope
dalam distilasi, ada beberapa cara yang dapat digunakan dan salah satu
diantaranya adalah dengan metode extractive distillation melalui penambahan
solvent tertentu. Metode ini menggunakan solvent (pelarut) yang memiliki titik
didih lebih tinggi dari komponen campuran sehingga relative volatilitas dari
komponen semakin besar serta akan mengubah komposisi azeotrope cairan
sehingga senyawa dalam cairan dapat dipisahkan (Siregar, 2019).

II.2.18 Kurva Keseimbangan Ethanol-Air


Pada setiap plate menara distilasi terjadi keseimbangan antara fasa uap dan
cair. Menara distilasi dioperasikan pada suhu antara bubble point dan dew point.
Dew point adalah suhu pada suatu senyawa campuran mulai membentuk embunan
kali pertama, sedangkan bubble point adalah suatu senyawa campuran mulai
membentuk gelembung pertama kali. Komponen yang mudah menguap akan lebih
banyak menguap dibandingkan komponen yang tidak menguap. Komponen yang
tidak menguap tersebut dapat dipungut sebagai hasil bawah (bottom). Selanjutnya
uao yang kaya akan komponen lebih volatil akan naik sepanjang kolom membawa
panas dengan jumlah tertentu (Budiman, 2017)
Gambar II.10 Kurva Keseimbangan
Dari grafik kurva kesetimbangan sistem biner etanol-Air dari data literatur
bahwa semakin besar fraksi mol umpan etanol, maka temperatur pada dew point
dan bubble point semakin menurun, hal ini disebabkan karena komponen etanol
bersifat volatil dengan titik didih diatas 70˚C, sebaliknya untuk komponen air
yang bersifat non-volatile dengan titik didih 100˚C. Semakin besar fraksi mol
umpan etanol makin besar, mendekati titik azeotrop (Sari, 2012).

II.2.19 Kelebihan dan Kekurangan Distilasi Ekstraktif


Adapun kelebihan metode distilasi ekstraktif yaitu lebih sering digunakan,
untuk ketersediaan entrainer yang lebih baik. Kemudian konsumsi energi yang
baik, tidak seperti distilasi azeotrop yang diperlukan untuk menguapkan dua
pelarut dan komponen bagian atas kolom. Selain itu, terdapat pula kelemahan dari
penggunaan metode distilasi seperti tidak dapat menghasilkan produk yang sangat
murni, karena pelarut bagian bawah kolom mengandung kotoran yang
mempengaruhi proses pemisahan dan juga jenis entrainer dan dan laju alirnya
terdiri dari tambahan derajat kebebasan (Mahdi, 2015).

II.2.20 Aplikasi Destilasi Ekstraksi dalam Industri


1. Distilasi ekstraksi simultan dapat digunakan pada ekstraksi minyak atsiri.
Teknik ekstraksi jenis ini memakan sedikit waktu dan memungkinkan
pengurangan volume pelarut yang lebih besar karena daur ulang terus
menerus. Dalam kondisi tertentu hasil yang lebih tinggi dan bahan yang
lebih kaya dapat dicapai dan ekstrak yang diperoleh oleh distilasi ekstraksi
simultan bebas dari bahan non-volatil. Minyak esensial ini memiliki
keuntungan dalam hasil, bahan bioaktif dan aktivitas antimikroba, yang
memenuhi syarat bahwa minyak ini bisa menjadi kandidat pengawet yang
baik untuk industri makanan (Guan, 2019).
2. Distilasi petrochemical engineering. Salah satu aplikasi distilasi jenis ini
untuk memisahkan hidrokarbon pada campuran C4 dan memisahkan
campuran azeotrop dalam campuran etanol-air (Erawati, 2008).
3. Pemisahan patchouli alkohol dari minyak nilam dengan menggabungkan
proses ekstraksi dan distilasi dalam satu kolom menggunakan pelarut
minyak goreng bekas. Proses ini dikenal dengan distilasi ekstraktif.
Keunggulan proses ini adalah: biaya peralatan lebih murah, hemat energi,
dapat mengubah relatif volatil, dapat menggeser kesetimbangan fasa,
warna produk lebih jernih dan kadar patchouli alkohol yang dicapai lebih
tinggi. (Hidayatna, 2015).
4. Di industri kimia, campuran aseton-metanol sering dijumpai untuk diolah
menjadi suatu produk. Aseton metanol merupakan suatu campuran larutan
yang membentuk titik minimum-boiling azeotrop pada sistem biner.
Minimum boiling azeotrope terjadi karena penolakkan (repulsion), dimana
adanya penarikkan dapat meningkatkan efektivitas tekanan uap dan
menghasilkan koefisien aktivitas yang lebih tinggi dari komponen lain
(Raytama, 2021)
II.3.Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Distilasi Ekstraktif
Terdapat 4 faktor yang mempengaruhi Saline Extractive Distillation adalah
variasi suhu umpan, laju alir garam,refluk rasio, dan feed stage
1. Suhu Umpan
Suhu umpan sangat mempengaruhi campuran azeotropik dalam Extractive
Distillation. Tetapi pada suhu yang sama konsumsi energi yang
dibutuhkan di reboiler adalah turun.
2. Laju Alir Garam
Semakin tinggi laju alir garam maka akan menghasilkan kemurnian yang
lebih tinggi dibandingkan dengan ketiga jenis garam tersebut.
3. Refluk Rasio
Berdasarkan penelitiam dengan refluk rasio dari 1-10 dengan
menggunakan empat jenis garam. Dengan meningkatnya refluk rasio
kemurnian etanol akan turun.
4. Feed Stage
Feed Stage berpengaruh terhadap fraksi Etanol di produk. Berdasarkan
gambar pada stage ke-2, kemurnian etanol di distilat menurun. Pada stage
ke-3 sampai S kemurnian etanol naik.
(Erawati,2008)
5. Volume larutan, semakin banyak volume larutan yang digunakan dalam
distilasi maka semakin banyak volume produk yang akan diperoleh.
6. Jenis Larutan, pada proses distilasi menggunakan bahan yang memiliki
sifat yang tidak mudah atau mudah menguap antara kedua bahan tersebut
memiliki perbedaan titik didih yang berbeda.
7. Jumlah garam / entrainer
Kemurnian garam yang digunakan pada proses distilasi mempengaruhi
hasil etanol yang diperoleh, pada penambahan garam tersebut pada proses
distilasi dapat mempengaruhi relative volatility, karena garam memiliki
efek dehidrasi yang dapat membuat merubah komposisi fase uap dan fase
liquid dari etanol. Dengan adanya komponen lain dalam garam yang
digunakan pada saat proses akan mempengaruhi koefisien aktivitas baik
pelarut maupun distilat.
(Adani, 2017)
II.4.Sifat Bahan
II.4.1 Aquadest
a. Sifat Fisika
1. Fase : Cair
2. Warna : Tidak berwarna
3. Titik lebur : 0° C
4. Titik didih : 100°C
b. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : H2O
2. Berat molekul : 18,02 gr/mol
3. Specific Gravity :1
(Perry,2008 “Aquadest”)
c. Fungsi
Sebagai pelarut serta menjadi media untuk pemanasan dan pendinginan
dalam proses distilasi ekstraktif

II.4.2 Kalsium Klorida


a. Sifat Fisika
1. Fase : Padat
2. Warna : Putih
3. Titik lebur : 772° C
4. Titik didih : > 1600° C
b. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : CaCl2
2. Berat molekul :110,98 gr/mol
(Perry,2008”Calcium Chloride”)
c. Fungsi
Sebagai zat yang ditambahkan untuk membuat perbedaan titik didih
antar komponen menjadi signifikan
II.4.3 Natrium Klorida
a. Sifat Fisika
1. Fase : Padat
2. Warna : Putih
3. Titik didih : 1413° C
4. Titik lebur : 800,4° C
b. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : NaCl
2. Berat molekul : 58,44 gr/mol
(Perry,2008”Sodium Chloride”)
c. Fungsi
Sebagai media yang ditambahkan untuk memperbesar perbedaan titik
didih antar komponen didalam campuran

II.4.4 Etanol
a. Sifat Fisika
1. Fase : Cair
2. Warna : Tidak berwarna
3. Titik didih : 78,4° C
b. Sifat Kimia
1. Rumus molekul : C2H5OH
2. Berat molekul : 46,07 gr/mol
(Perry,2008”Ethyl Alcohol”)
c. Fungsi
Sebagai bahan yang dimurnikan
II.5 Hipotesa
Pada percobaan destilasi ekstraktif diharapkan etanol dapat mencapai
konsentrasi diatas 95% dan dapat memperbesar perbedaan titik didih dengan
menambahkan garam pada campuran etanol-air dengan menghilangkan titik
azeotrop dari campuran ethanol air. Dengan begitu diperoleh konsentrasi pada
distilat yang semakin besar.
II.6 K3 Alat Skala Industri
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan upaya perlindungan
agar tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan
pekerjaan di tempat kerja K3 pengoperasian peralatan proses distilasi, yaitu
tercapainya kondisi kerja yang maksimal dari peralatan distilasi.
Pemeriksaan K3 pra-pengoperasian peralatan distilasi diantaranya :
1. Memeriksa larutan dan pereaksi
2. Memeriksa instalasi listrik alat distilasi
3. Memeriksa kondisi alat distilasi
4. Memeriksa bagian-bagian peralatan distilasi
5. Memastikan peralatan distilasi tidak kekurangan daya atau terputus daya
listrik
Pemeriksaan kondisi peralatan distilasi diantaranya :
1. Memeriksa rangkaian alat distilasi
2. Memeriksa sambungan air pendingin, kondisi pompa air, dan kondisi kran
yang digunakan
3. Memeriksa sambungan steam, kondisi pompa pemanas, dan kondisi kran
yang digunakan
4. Memeriksa kondisi kolom distilasi
5. Memeriksa kondisi tangki destilat dalam keadaan siap untuk digunakan
6. Memastikan tangki sampel diisi dengan sampel distilasi sesuai dengam
proses yang akan dijalankan
7. Memastikan air yang digunakan untuk pendingin dan pembangkit uap
tidak mengandung pengotor
8. Memeriksa tombol peralatan berfungsi dengan baik.
(Darmia, 2018)
BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
III.1. Bahan
1. Etanol
2. Natrium klorida
3. Kalsium klorida
4. Aquadest

III.2. Alat
1. Neraca analitik
2. Piknometer
3. Kondensor
4. Erlenmeyer
5. Selang air
6. Thermometer
7. Labu leher tiga
8. Divider
9. Spatula
10. Pipet tetes
11. Gelas ukur
12. Beaker glass
13. Statif dan klem
14. Heating mantel
15. Corong kaca
16. Packed coloumn
17. Labu ukur
III.3. Gambar alat

Neraca analitik Piknometer Kompor listrik Erlenmeyer

Kondensor Labu leher tiga Selang Gelas ukur

Divider
Beaker
glass
Termometer
Spatula Pipet tetes Statif Klem Packed coloumn

Heating mantel Labu ukur


III.3.1. Rangkaian alat

Air

Kondensor

Air

divider

Distilat

Packed Column

Labu leher 3

Residu

Pemanas

Gambar rangkaian alat distilasi


III.4. Prosedur percobaan

Membuat larutan etanol (20-40 %) sebanyak 500 ml ditambah dengan garam sebagai
media, jenis garam yang dipergunakan CaCl2 atau NaCl, jumlah garam yang
ditambahkan dihitung berdasarkan kelarutan garam dalam air.

Masukan larutan etanol garam kedalam labu leher tiga

Pastikan air pendingin sudah mengalir kedalam kondensor

Lakukan pengaturan jumlah (volume) refluks

Panaskan larutan etanol garam pada suhu diatas titik didihnya

Lakukan pengamatan pada saat distilat sudah mencapai 15 ml, dan lakukan
pengamatan konsentrasi etanol pada distilat (Xd) dan Residu (bottom) (Xw), suhu
bottom, suhu ditengah packed column dan suhu uap. Lakukan pengamatan,
pengukuran dan analisa konsentrasi etanol selama 5 atau 6 kali pengamatan

Data hasil pengamatan dipergunakan untuk membuat kurva keseimbangan dan


perhitungan jumlah plate.
DAFTAR PUSTAKA
Adani, S 2017, ‘Pengaruh Suhu Dan Waktu Operasi Pada Proses Distilasi Untuk
Pengolahan Aquadest Difakultas Universitas Mulawarman’, Jurnal
chemical, vol. 1, no. 1, hh. 31-32.
Amalia, Y, Erdiyanti, F, S & Dewajani, H 2019, ‘Analisa Jumlah Stage Teoritis
Pada Kolom Distilasi Pabrik Plasticizer’, Jurnal Teknologi Separasi, Vol.5,
No.1, Hal 13-18.
Amrullah, R, Nurjanah, S, Widyasanti, A & Muhaemin, M 2017, ‘Kajian
Pengaruh Raasio Refluks Terhadap Karakteristik Minyak Nilam Hasil
Distilasi Fraksinasi’, Jurnal Teknotan, Vol. 11, No. 2, hh 77-88.
Batutah, M, A 2017, ‘Distilasi Bertingkat Bioetanol Dari Buah Maja (Aegle
Marmelos L)’, Jurnal IPTEK, Vol.21, No.2, Hal 9-17.
Bisowarno, B, H, Girisuta, B, & Wijaya, P 2010, ‘Simulasi Proses Dehidrasi
Etanol dengan Kolom Distilasi Azeotrop Menggunakan Isooktan’, Jurnal
Teknik Kimia, Vol.1, No.1, Hal 1-6.
Budiman, A 2017, Distilasi Teori dan Pengendalian Operasi, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Erawati, E 2008, ‘Pengaruh Refluk Rasio dan Suhu Pemasukan CaCl2 Terhadap
Kemurnian Etanol dengan Pelarut Acetonitrile’, Jurnal Teknik Kimia, Vol.1,
No.2, Hal 22-26.
Fatimura, M 2014, ‘Tinjauan Teoritis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Operasi
Pada Kolom Destilasi’, Jurnal Media Teknik, Vol.11, No.1, Hal 23-31.
Ferreira da Silva, L 2017, 'Simulation of the Extractive Distillation Process of
Ethanol-Water- Propylene Glycol System', Journal of Thermodynamics &
Catalysis, Vol. 8, No. 3, hh. 1.
Gezer, B,Yilmaz, Z, & Kanat, G 2020, ’Distillation Types and Application A
Review Kinetics and Reaction Design’, International Journal of
Engineering and Natural Science, Vol.1, No.1, Hal 1-14.
Guan X, Depeng Ge, Sen Li, Kai H, Jing L, dan Fan Li 2019, ‘Chemical
Composition and Antimicrobial Activities of Artemisia argyi Levl. Et Vant
Essential Oils Extracted by Simultaneous Distillation-Extraction,
Subcritical Extraction, and Hydrodistillation’, Molecules, Vol.24, No. 483,
Hh 1-12.
Hartanto, Yansen & Santoso, Herry 2017, ‘Distilasi ekstraktif pada pemisahan
aseton dan metanol’, Jurnal Integrasi Proses, vol. 6, no. 4, hh. 168-175.
Hidayatna, D 2015, ‘Pemanfaatan Minyak Jelantah untuk Pemisahan Patchouli
Alkohol Minyak Nilam dengan Destilasi Ekstraktif’, Jurnal Metan, vol. 11,
hh.22.
Komariah, L, N 2009, ‘Tinjauan Teoritis Peracangan Kolom Distilasi untuk Pra -
Rencana Pabrik Skala Industri’, Jurnal Teknik Kimia, Vol. 16, No. 4, Hal.
20-22.
Mahdi, dkk 2015, 'State-of-the-art technologies for separation of azeotropic
mixtures', Journal of Separation and Purification Reviews, Vol. 4, No. 4,
hh. 312.
Mc.Cabe, Warren, L 2005, Unit Operation of Chemical Engineering , Mc Graw
Hill, New York.
Mustiadi, L, Astuti, S, & Purkuncoro, A, E 2020, Buku Ajar Distilasi Uap dan
Bahan Bakar Pelet Arang Sampah Organik, CV. IRDH, Malang
Perry, R, H & Green, D, W 2008, Perry’s Chemical Engineers Handbook,
McGraw-Hill, New York.
Rahima, A, A, & Dewi, E, N 2020, ‘Simulasi Pengaruh Reflux Ratio Pada Proses
Pemurnian Etil Asetat dengan Distilasi Ekstraktif Menggunakan Chemcad’,
Jurnal Chemurgy, Vol.4, No.1, Hal 6-11.
Raytama, R, R, Santoso, H, & Hartanto, H 2021, ‘Pengaruh Jenis Pelarut Pada
Destilasi Ekstraktif Pemisahan Campuran Dengan Dinding Pemisah’,
Jurnal Eksergi, Vol.1, No.1, Hal 1-5.
Sari, Ni, K 2012, ‘Data Kesetimbangan Uap-Air Dan Ethanol-Air Dari Hasil
Fermentasi Rumput Gajah’, Jurnal Teknik Kimia, Vol. 6, No. 2, Hh 4-12.
Seader, J, D, Henley, E, J, & Roper, D, K 2013, Separation Process Principles,
John Willey & Sons.Inc, New York.
Setiawan, T 2018, ‘Rancang Bangun Alat Distilasi Uap Bioetanol Dengan Bahan
Baku Batang Pisang’, Jurnal Media Teknologi, Vol. 04, No. 02, Hal. 120-
123.
Suhartono 2009, ‘Pengukuran Konstanta Henry Toluen dan Benzen Dalam
Minyak dan Air’, Jurnal Teknik Kimia, Vol.1, No.1, Hal 1-5.
Siregar, Z & Masdania, Z 2019, Teknologi dan Terapan Dalam Perspektif
Industri Kecil dan Menengah, CV. Penerbit Qiara Media, Jawa Timur.
Walangare, K 2013, ‘Rancang Bangun Alat Konversi Air Laut Menjadi Air
Minum Dengan Proses Destilasi Sederhana Menggunakan Pemanas
Elektrik’, e-Jurnal Teknik Elektro dan Komputer, Vol.1.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai