Anda di halaman 1dari 69

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNIK
UPN “VETERAN” JAWA TIMUR Nama : SITI WIDAYANA
NPM/Semester : 18031010028/V
Praktikum : OPERASI TEKNIK KIMIA II Romb./Group : VI/P
Percobaan : DISTILASI EKSTRAKTIF NPM/Teman praktek : 18031010039/ITA
Tanggal : 16 NOVEMBER 2020 KURNIAWATI
Pembimbing : Dr. Ir. Srie Muljani, MT

LAPORAN RESMI

BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Pemisahan komponen sudah banyak sekali diterapkan dalam bidang
kimia,khusunya dalam hal memekatkan salah satu contohnya adalah distilasi.
Distilasi adalah suatu proses pemurnian yang didahului dengan penguapan
senyawa cair dengan cara memanaskannya, kemudian mengembunkan uap yang
terbentuk. Prinsip dasar dari denstilasi adalah perbedaan titik didih dari zat-zat
cair dalam campuran zat cair tersebut sehingga zat (senyawa) yang memiliki titik
didih terendah akan menguap terlebih dahulu, kemudian apabila didinginkan akan
mengembun dan menetes sebagai zat murni (distilat). Distilasi dapat disiasati
dengan penambahan suatu media yang mudah larut yang dapat memperbesar
perbedaan titik didih komponennya, metode ini disebut metode distilasi ekstraktif.
Distilasi ekstraktif dilakukan ketika terjadi peristiwa azeotrop, dimana peristiwa
pemisahan komponen-komponennya sulit dilakukan karena perbedaan titik didih
antar komponen berdekatan, ketika azeotrop terjadi konsentrasi produk yang
didapat tidak terlalu tinggi maka dari itu pentingnya dilakukannya distilasi
ekstrtaktif. Saat ini percobaan distilasi ekstraktif sangat banyak dijumpai didalam
dunia industri contoh nya adalah pemisahan campuran yang menunjukkan
azeotrop, seperti alkohol dan air, asam asetat dan air, aseton dan metanol, metanol
dan metil asetat, etanol dan etilasetat, aseton dan etil eter dan sebagainya.
Mengingat pentingnya distilasi ekstrakktif, kita perlu mempelajari prinsip distilasi
ekstraktif yang nantinya dapat digunakan dalam skala industri. Oleh karena itu
dilakukan percobaan distilasi ekstraktif ini.
I.2 Tujuan Percobaan
1. Untuk mengetahui pengaruh konsentrasi garam terhadap destilat yang
akan diperoleh
2. Untuk membuka titik Azeotrop pada campuran Ethanol dan air
3. Untuk memperoleh etanol dengan kemurnian tinggi melalui proses
pemisahan distilasi ekstraktif
4. Untuk membuat kurva kesetimbangan baru dari campuran azeotrop
(etanol-air)

I.3 Manfaat Percobaan


1. Agar praktikan dapat mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi dari
percobaan distilasi ekstraktif
2. Agar praktikan dapat memahami prinsip distilasi ekstraktif.
3. Agar praktikan dapat mengetahui pengaplikasian distilasi ekstraktif dalam
industri
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.I Secara Umum


Distilasi adalah suatu proses pemurnian yang didahului dengan penguapan
senyawa cair dengan cara memanaskannya, kemudian mengembunkan uap yang
terbentuk. Prinsip dasar dari distilasi adalah perbedaan titik dari zat-zat cair dalam
campuran zat cair tersebut sehingga zat (senyawa) yang memiliki titik didih
terendah akan menguap terlebih dahulu, kemudian apabila didinginkan akan
mengembun dan menetes sebagai zat murni (destilat).

II.2 Distilasi Ekstraktif


Distilasi merupakan metode pemisahan komponen larutan berdasarkan
pada distribusi senyawa pada fase uap dan fase cair di mana kedua komponen
dapat muncul di kedua fase. Pemisahan cara distilasi dapat dilakukan jika seluruh
komponen yang akan dipisahkan sama-sama volatil. Untuk mengatasi kondisi
azeotrop dapat dilakukan dengan 3 cara. Pertama dengan cara distilasi bertingkat
dimana tekanan masing-masing proses berbeda. Cara yang kedua distilasi
azeotrop adalah distilasi dengan penambahan suatu senyawa yang dapat memecah
azeotrop (entrainer). Pada distilasi azeotrop ini komponen yang ditambahkan
bersifat lebih volatil dari zat yang akan dipisahkan sehingga setelah proses,
komponen tersebut muncul sebagai hasil atas. Cara yang ketiga distilasi ekstraktif
adalah distilasi dengan penambahan entrainer bersifat lebih tidak volatil dari zat
yang akan dipisahkan sehingga kebanyakan berikut sebagai produk bawah atau
residu (Erawati,2008).
Distilasi ekstraktif didefinisikan sebagai distilasi dalam kehadiran miscible,
mendidih tinggi, komponen yang relatif non-volatile, pelarut, bahwa tidak ada
bentuk azeotrop dengan komponen lain dalam campuran. Metode yang digunakan
untuk campuran memiliki nilai volatilitas relatif rendah, mendekati kesatuan.
Campuran tersebut tidak dapat dipisahkan dengan penyulingan sederhana, karena
volatilitas dari dua komponen dalam campuran adalah hampir sama, membuat
mereka menguap pada suhu yang sama hampir pada tingkat yang sama, membuat
penyulingan normal tidak praktis (Wahyudi,2017).
Salah satu contoh distilasi ekstraktif adalah penggunaan furfural untuk
memungkinkan pemisahan butadiena dari campuran yang mengandung butana
dan butena Furfural yang merupakan pelarut yang sangat polar, menurunkan
aktivitas butadiena lebih dari pada butena atau butana, dan butadiena
terkonsentrasi di aliran kaya furfural dari bagian bawah kolom Butadiena
didistilasi dari furfural yang dikembalikan ke bagian atas kolom distilasi
ekstraktif. Kolom ini akan beroperasi dengan refluks yang mengandung butana
dan butena, tetapi laju cairan total di bagian atas kolom adalah laju refluks
ditambah laju aliran furfural Pemisahan campuran asli juga dapat ditingkatkan
dengan menambahkan pelarut yang membentuk azeotrop dengan salah satu
komponen kunci Proses ini disebut distilasi azeotropik Azeotrop membentuk
produk distilat atau dasar dari kolom dan kemudian dipisahkan menjadi pelarut
dan komponen kunci Biasanya bahan yang ditambahkan membentuk azcotrop
dengan titik didih rendah dan diambil di atas kepala, dan bahan seperti itu disebut
entrainer (Mc Cabe,2005)

II.2.1 Jenis-jenis Distilasi


Berdasarkan kegunaan dan ketelitian dalam pemisahan dua zat yang
berbeda, destilasi dibedakan menjadi beberapa jenis sebagai berikut :
1. Destilasi sederhana
Destilasi sederhana digunakan untuk memisahkan zat cair yang titik
didihnya rendah, atau memisahkan zat cair dengan zat padat atau minyak.
Proses ini dilakukan dengan mengalirkan uap zat cair tersebut melalui
kondensor lalu hasilnya ditampung dalam suatu wadah, namun hasilnya tidak
benar-benar murni atau biasa dikatakan tidak murni karena hanya bersifat
memisahkan zat cair yang titik didih rendah atau zat cair dengan zat padat atau
minyak.

2. Destilasi bertingkat (fraksionasi)


Proses ini digunan untuk komponen yang memiliki titik didih yang
berdekatan. Pada dasarnya sama dengan destilasi sederhana, hanya saja
memiliki kondensor yang lebih banyak sehingga mampu memisahkan dua
komponen yang memiliki perbedaan titik didih yang bertekanan. Pada proses
ini akan didapatkan substansi kimia yang lebih murni, kerena melewati
kondensor yang banyak.
3. Destilasi vakum (destilasi tekanan rendah)
Distilasi vakum adalah distilasi yang tekanan operasinya 0,4 atm (300
mmHg absolut). Distilasi yang dilakukan dalam tekanan operasi ini biasanya
karena beberapa alasan yaitu :
a. Sifat penguapan relatif antar komponen biasanya meningkat seiring dengan
menurunnya boiling temperature.
b. Distilasi pada temperatur rendah dilakukan ketika mengolah produk yang
sensitif terhadap variabel temperatur.
c. Proses pemisahan dapat dilakukan terhadap komponen dengan tekanan uap
yang sangat rendah atau komponen dengan ikatan yang dapat terputus pada
titik didihnya.
d. Reboiler dengan temperatur yang rendah yang menggunakan sumber energi
dengan harga yang lebih murah seperti steam dengan tekanan rendah atau
air panas.
4. Refluks / destruksi
Refluks / destruksi ini bisa dimasukkan dalam macam-macam distilasi
walaupun prinsipnya agak berkelainan. Refluks dilakukan untuk mempercepat
reaksi dengan jalan pemanasan tetapi tidak akan mengurangi jumlah zat yang
ada.
5. Distilasi azeotrop
Digunakan dalam memisahkan campuran azeotrop (campuran campuran
dua atau lebih komponen yang sulit di pisahkan), biasanya dalam prosesnya
digunakan senyawa lain yang dapat memecah ikatan azeotrop tsb, atau dengan
menggunakan tekanan tinggi.Banyak metode yang bisa digunakan untuk
menghilangkan titik azeotrop pada campuran heterogen. Contoh campuran
heterogen yang mengandung titik azeotrop yang paling populer adalah
campuran etanolair, campuran ini dengan metode distilasi biasa tidak bisa
menghasilkan etanol teknis (99% lebih) melainkan maksimal hanya sekitar
96,25%. Hal ini terjadi karena konsentrasi yang lebih tinggi harus melewati
terlebih dahulu titik azeotrop, dimana komposisi kesetimbangan cair-gas
etanol-air saling bersilangan. Beberapa metode yang populer digunakan
adalah :
1. Pressure Swing Distillation
Dalam pemisahan campuran propanolethyl acetate, digunakan metode
pressure swing distillation. Prinsip yang digunakan pada metode ini yaitu
pada tekanan yang berbeda, komposisi azeotrop suatu campuran akan
berbeda pula. Berdasarkan prinsip tersebut, distilasi dilakukan bertahap
menggunakan 2 kolom distilasi yang beroperasi pada tekanan yang
berbeda. Kolom distilasi pertama memiliki tekanan operasi yang lebih
tinggi dari kolom distilasi kedua. Produk bawah kolom pertama
menghasilkan ethyl acetate murni sedangkan produk atasnya ialah
campuran propanol-ethyl acetate yang komposisinya mendekati komposisi
azeotropnya. Produk atas kolom pertama tersebut kemudian didistilasi
kembali pada kolom yang bertekanan lebih rendah (kolom kedua). Produk
bawah kolom kedua menghasilkan propanol murni sedangkan produk
atasnya merupakan campuran propanol-ethyl acetate yang komposisinya
mendekati komposisi azeotropnya.(Wahyudi,2017)

II.2.2 Aplikasi Distilasi Ekstraktif


Distilasi ekstraktif umumnya diterapkan di industri, dan ini menjadi metode
pemisahan yang lebih penting dalam teknik petrokimia. Skala produk dalam
peralatan industri beragam, daribeberapa kiloton (diameter kolom sekitar 0,5m)
sampai ratusan kiloton (kolomdiameter sekitar 2,5m) per tahun. Salah satu
aplikasinya adalah memisahkan hidrokarbon dengan titik didih dekat, seperti
campuran C4, C5, C6 dan sebagainya, yang lainnya adalah pemisahan campuran
yang menunjukkan azeotrop, seperti alkohol dan air, asam asetat dan air, aseton
dan metanol, metanol dan metil asetat, etanol dan etilasetat, aseton dan etil eter
dan sebagainya (Lei,2003).

II.2.3 Perhitungan menentukan neraca massa dan stage ideal


Metode matematika-grafis untuk menentukan jumlah baki atau tahapan
teoretis yang diperlukan untuk pemisahan tertentu dari campuran biner A dan B
telah dikembangkan oleh McCabe dan Thiele. Metode ini menggunakan
keseimbangan material di sekitar bagian tertentu dari menara, yang memberikan
jalur operasi yang agak mirip dengan Persamaan. (10.3-13), dan kurva
ekuilibrium xy untuk sistem. Asumsi utama yang dibuat dalam metode McCabe-
Thiele adalah bahwa harus ada ekuimolar overflow melalui menara antara
masukan umpan dan baki atas dan saluran masuk umpan dan baki bawah. Hal ini
dapat ditunjukkan pada Gambar 2.1, di mana aliran cairan dan uap memasuki
baki, disetimbangkan, dan keluar. Neraca material total menghasilkan:
Vn+1 + Ln+1 = Vn + Ln …………………………………..………(1)
Dan untuk neraca komponen nya adalah :
Vn+1 . Yn+1 + Ln-1 . Xn+1 = Vn Yn ……………………...…………(2)
Keterangan :
Vn+1 : uap dari tray n+1 (mol/h)
Ln : Liquid dari tray n (mol/h)
Yn+1 : Fraksi mol di dalam Vn+1
Dalam Gambar 2.2 kolom distilasi kontinyu ditunjukkan dengan umpan
dimasukkan ke kolom pada titik antara dan produk distilat overhead dan produk
dasar ditarik. Bagian atas menara di atas pintu masuk umpan disebut bagian
pengayaan, karena umpan masuk dari komponen biner A dan B diperkaya di
bagian ini, sehingga distilat lebih kaya daripada umpan Menara berada pada
kondisi stabil. Keseimbangan bahan keseluruhan di sekitar seluruh kolom pada
Gambar. 2.2 menyatakan bahwa umpan yang masuk dari F mol / jam harus sama
dengan distilat D dalam mol / jam ditambah bagian bawah W dalam mol / jam.
Sehingga persamaanya adalah :
F=D+W ………………………………..………….....(3)
dan neraca komponen dari neraca massa diatas adalah :
FXf = DXd + WXw ……………………...…………..……..(4)

Gambar 2.1 aliran masuk dan keluar uap dan liquid pada tray

Gambar 2.2 kolom distilasi menunjukan kesetimbangan pada McCabe dan Thiele
metode
(Geankoplis,1993)
Jumlah Pelat Ideal; Metode McCabe-Thiele Jumlah pelat yang dibutuhkan
untuk masalah distilasi tertentu dapat ditemukan oleh program desain komputer
seperti ASPEN, yang biasanya menggunakan perhitungan pelat ke pelat yang
melibatkan keseimbangan material dan entalpi. Dalam program seperti itu,
jumlah pelat ditentukan terlebih dahulu; kemudian, untuk komposisi overhead
dan rasio refluks tertentu, nilai komposisi bagian bawah dihitung. Jika ini tidak
memuaskan, rasio refluks Cothe jumlah pelat diubah sampai komposisi yang
diinginkan ditemukan.
Prosedur grafis yang disederhanakan untuk menghitung jumlah pelat
adalah metode McCabe-Thiele. Metode ini juga dapat diadaptasi untuk
perhitungan komputer. Ketika garis operasi diwakili oleh Persamaan.
Sebelumnya diplotkan dengan kurva ekuilibrium pada diagram xy, prediksi
langkah demi langkah McCabe-Thiele dapat digunakan untuk menghitung jumlah
pelat ideal yang diperlukan untuk mencapai perbedaan konsentrasi ánite baik di
memperbaiki atau bagian pelepasan. "Fouations (21.17) dan (21.20),
bagaimanapun, menunjukkan bahwa kecuali L, dan L konstan, garis operasi
melengkung dan dapat diplot hanya jika perubahan dalam aliran internal dengan
konsentrasi ini diketahui. Keseimbangan entalpi diperlukan dalam kasus umum
untuk menentukan posisi garis operasi melengkung, dan metode untuk melakukan
ini dijelaskan nanti dalam bab ini.
Limpahan molal konstan Untuk sebagian besar distilasi, laju aliran molar
uap dan cairan hampir konstan. stant di setiap bagian kolom, dan garis operasi
hampir lurus.Hal ini dihasilkan dari panas penguapan molar yang hampir sama,
sehingga setiap mol boiler tinggi yang mengembun saat uap bergerak ke atas
kolom memberikan uap energi ukurannya sekitar l mol boiler rendah. Sebagai
contoh, kalor molar penguapan toluena dan benzena masing-masing adalah 7,960
dan 7,360 kal / mol, sehingga 0,92 mol toluena sama dengan 1,0 mol benzena. *
Perubahan entalpi aliran cairan dan uap serta kehilangan panas dari kolom sering
membutuhkan sedikit lebih banyak uap untuk dibentuk di bagian bawah, sehingga
rasio molar aliran uap di bagian bawah penampang kolom dengan yang di bagian
atas bahkan mendekati 1,0. Dalam mendesain kolom atau menafsirkan kinerja
pabrik, konsep luapan molal konstan sering digunakan, yang artinya dalam
Persamaan sebelumnya subskrip n. dan m +1 pada L dan V dapat dihilangkan,
dan L dan V sekarang mengacu pada aliran di bagian atas kolom, dan L dan V
menunjukkan aliran di bagian bawah. Dalam model sederhana ini persamaan
material-balance adalah linier dan garis operasi lurus. Garis operasi dapat diplot
jika koordinat dua titik di atasnya diketahui. Kemudian metode McCabe-Thiele
digunakan tanpa membutuhkan keseimbangan entalpi. Namun metode ini dapat
dimodifikasi untuk memasukkan keseimbangan entalpi.

II.2.4 Perhitungan Rasio Refluks


Rasio refluks Analisis kolom fraksionasi difasilitasi dengan penggunaan
kuantitas dan rasio refluks. Dua kuantitas seperti itu digunakan. Salah satunya
adalah rasio refluks terhadap produk overhead, dan yang lainnya adalah rasio
refluks ke uap. Kedua rasio mengacu pada kuantitas di bagian perbaikan.
Persamaan untuk rasio ini adalah:
L V −D L L
Rd= = dan Rv= =
D D V L+ D
…………………………………..(5)

Dalam teks ini hanya R, yang akan digunakan. Jika pembilang dan
penyebut suku-suku di sisi kanan Persamaan tersebut dibagi dengan D, hasilnya
adalah, untuk luapan molal yang konstan,
Rd Xd
Yn+1 = Xn+ …………………………………………..…….(6)
Rd +1 Rd+1
Persamaan (6) adalah persamaan untuk garis operasi dari sekuo perbaikan
Kemiringannya adalah Rp / (Rp + 1); dengan substitusi L = V - D dari
Persamaan. (5), terbukti sama dengan L / V. Perpotongan y dari garis ini adalah
xo / (Rp + 1). Nilai x, ditentukan oleh kondisi desain, dan Rp, rasio refluks,
adalah variabel operasi yang dapat dikontrol sesuka hati dengan menyesuaikan
pemisahan antara produk refluks dan overhead atau dengan mengubah jumlah uap
yang terbentuk di reboiler untuk laju aliran tertentu dari produk overhead.
Sebuah titik di ujung atas dari garis operasi dapat diperoleh dengan mengatur x,
sama dengan Xp dalam Persamaan. (6):
Rd Xd Xd (Rd +1)
Yn+1 = Xd + = = Xd …………………………….(7)
Rd +1 Rd +1 ( Rd+1)
Keterangan :
Rd :Rasio refluks distilat
Rv:Rasio refluks uap
L/D :Rasio refluks operasi
Yn+1 : Fraksi mol di dalam Vn+1
Xn : Fraksi mol terhadap n
Xd : Fraksi mol distilat
Garis operasi untuk penampang rektifikasi kemudian memotong diagonal
pada titik (Xp, Xp). Hal ini berlaku baik untuk kondensor parsial atau total (Mc
Cabe,2005)

II.2.5 Jenis-Jenis Pelarut yang Digunakan Pada Distilasi Ekstraktif


Hingga saat ini terdapat empat macam pelarut yang digunakan dalam
destilasi ekstraktif,yaitu pelarut cair,garam padat,kombinasi pelarut cair serta
cairan ionic. Contoh khas pelarut cair klasik yang efektif adalah 1,5-pentanediol,
dimetilsulfoksida, n-heksanol , dioktil fitalat N,N dimethylacetamide, dll. Telah
terbukti bahwa air dan etilen glikol juga merupakan entrainer yang layak
digunakan untuk menggantikan metanol. - aseton azeotrope. Kelompok kedua,
garam padat, adalah garam anorganik (natrium iodida, kalsium bromida, litium
nitrat, natrium tiosianat, kalium tiosianat, zine klorida dan litium bromida); efek
mereka resp. nilai minimum fraksi mol entrainer yang diperlukan untuk
memecahkan azeotrop aseton-metanol (Graczova,2018).

II.2.6 Kelebihan dan Kekurangan Destilasi Ekstraktif


Destilasi Ekstraktif pada kondisi Vakum mempunyai beberapa keunggulan
yaitu dapt menurunkan titik didih dehingga waktu yang dibutuhkan untuk operasi
lebih pendek, dapat menggeser kesetimbangan fasa, biaya peralatan lebih murah,
warna produk lebih jernih dan hasil yang dicapai lebih tinggi. Kerugian
menggunakan Destilasi Ekstraktif pada kondisi Atmosfer adalah tidak bisa
menurunkan titik didih sehingga waktu yang dibutuhkan lebih lama dan warna
produk yang dihasilkan tidak begitu jernih tetapi agak keruh dan berwarna
kekuningan. Hal ini terjadi karena pada destilasi atmosfer produk/destilat akan
teroksidasi dengan udara luar sehingga akan memecah ikatan rangkap 2 pada
terpen, karena pemecahan ikatan rangkap 2 pada terpen inilah ang menyebabkan
produk berwarna kekuningan (Kurniawan,2011).

II.2.7 Pengaruh distilasi ekstraktif terhadap azeotrop


Distilasi adalah proses pemisahan yang paling banyak digunakan pada
industri kimia. Proses pemisahan ini didasarkan oleh perbedaan kemudahan
menguap relatif antara komponen yang akan dipisahkan .Distilasi biasa tidak bisa
digunakan untuk memisahkan campuran yang membentuk titik azeotrop. Distilasi
harus dimodifikasi terlebih dahulu untuk memisahkan campuran azeotrop.
Modifikasi distilasi bisa dilakukan dengan menambahkan komponen lain yang
dikenal dengan entrainer. Distilasi termodifikasi dengan penambahan entrainer ini
dikenal dengan distilasi azeotropik heterogen dan distilasi ekstraktif. Distilasi juga
bisa dilakukan menggunakan dua kolom yang dioperasikan pada tekanan berbeda.
Hal ini bisa dilakukan jika tekanan berpengaruh secara signifikan terhadap titik
azeotrop (Hartanto,2017).

II.2.8 Syarat-Syarat Entrainer


Entrainer harus memenuhi syarat yaitu:
1. murah dan mudah diperoleh
2. stabil secara kimia (tidak reaktif selama pemisahan berlangsung)
3. tidak korosif
4. tidak beracun
5. memiliki panas penguapan yang rendah
6. viskositas rendah untuk memberikan efisiensi tinggi pada tray
(Bisowarno,2010)

II.2.9 Refluks Minimum


Distilasi refluks minimum dicirikan oleh konsumsi daya minimal dalam
memproduksi produk kualitas yang ditentukan. Penentuan uap minimum dan laju
aliran cairan dalam kolom memainkan peran utama dalam desain kolom yang
optimal untuk memisahkan campuran dengan distilasi karena rasio refluks yang
sebenarnya harus mendekati minimum. Saat kondisi refluks minimum dicirikan
dengan jumlah tak terbatas dari baki di setiap bagian, untuk itu penelitian harus
menentukan jumlah yang agak besar baki untuk bagian kolom dalam simulasi
kondisi operasi dekat dengan refluks minimum. Nomor ini tidak dapat dengan
mudah ditentukan sebelumnya, yang dikaitkan dengan fitur khusus dari
kesetimbangan uap-cair untuk setiap campuran tertentu akan dipisahkan. Apalagi
saat distilasi yang sangat nonideal, terutama azeotropik, campuran disimulasikan,
ada banyak kesulitan berkenaan dengan konvergensi perhitungan. Untuk
campuran seperti itu, perlu untuk menentukan profil awal dari konsentrasi
komponen di atas tinggi kolom, yang tidak bisa dilakukan di maju tanpa
mengetahui konfigurasi distilasi jalur (lintasan) di ruang konsentrasi. Akibatnya,
dengan menggunakan sistem simulasi, penelitian tidak dapat memiliki peluang
nyata untuk mendekati kondisi refluks minimum. Ini mengarah ke biaya
pemisahan yang terlalu tinggi secara signifikan. (Danilov, 2007)

II.2.10 Kurva Keseimbangan Ethanol – Air


Dari grafik kurva kesetimbangan sistem biner Etanol-Air dari data literatur bahwa
semakin besar fraksi mol umpan etanol, maka temperature pada dew point dan
bubble point semakin menurun, hal ini disebabkan karena komponen etanol
bersifat volatile dengan titik didih diatas 70oC, sebaliknya untuk komponen air
yang bersifat nonvolatile dengan titik didih 100oC. Semakin besar fraksi mol
umpan ethanol makin besar, mendekati titik azeotropic.
Gambar 2. 3 Kurva keseimbangan X, Y, T etanol – air
(Sari, 2012)
II.2.11 Relative Volativity
Relatif volativity adalah ukuran keefektifan ratio konsentrasi zat A dalam
fase uap terhadap konsentrasi zat A dalam fase liquid dibagi dengan ratio
konsentrasi zat B dalam fasa uap terhadap konsentrasi zat B dalam fase liquid.
Secara matematis, relative volativity adalah perbandingan antara fraksi mol
komponen yang lebih volatile pada fase gas dan cair dengan fraksi mol komponen
yang tidak volatile pada fase gas dan cair, sehingga persamaanya dapat dituliskan
sebagai berikut :
YA/ XA YA / XA
𝛼𝐴𝐵= =
YB/ XB (1−YA)/(1−XA)
……………………………....(8)
Jika system mengikuti Hukum Roult, maka berlaku persamaan :
PA XA PB XB
𝑌𝐴= ; 𝑌𝐵= ……………………………...
P P
……………...(9)
untuk sistem gas ideal , didapat :
PA
𝛼𝐴𝐵= ……………………..……………...…...
PB
(10)
Sehingga persamaan dapat disusun menjadi :
∀A
Y𝐴= ………………………………....
1+( ∀−1) XA
(11)
Keterangan:
αAB = relative volativity A terhadap B dalam system biner
P = Tekanan
X = fraksi liquid
Y = fraksi vapor
Pemisahan mungkin dilakukan nilai ∀ dibawah 1.0 atau diatas 1.0. ∀AB= ∀.
Nilai relative volativity akan berubah seiring dengan perubahan konsentrasi
komponen. Jika system biner mengikuti hukum roult, relative volativity sering
berubah-berubah pada range konsentrasi yang luas pada tekanan total konstan.
(Billah, 2009)

II.2.12 Hukum Dalton


Campuran uap akan mengikuti hukum dalton hingga tekanan setinggi 100
mpa. hukum dalton menyatakan
pt = p*a = p*b………….…….........................................(12)
Dimana :
p*a : tekanan partial komponen a
p*b: tekanan partial komponen b
pt : tekanan total
n1 p∗tv
Berdasarkan definisi 𝑦𝑖 = dimana 𝑛𝑖 = . Hal ini berlaku untuk gas ideal
nt RT
dimana i menunjukan komponen. Dengan subtitusi didapatkan:
V
( p∗i= ) p∗i
𝑦𝑖 = RT = pt ...........................
¿¿
……………............(13)
𝑝∗𝑡 = 𝑦𝑖 …………………...…………………................(14)
Hukum Raoult memberikan hubungan antara komposisi dan tekanan parsial untuk
campuran cairan ideal. Pada kenyataanya suatu campuran dianggap ideal apabila
mengukuti Hukum Raoult. Campuran senyawa homolog biasanya bersifat ideal.
Seperti campuran paraffin dengan olefin, campuran senyawa aromatis seperti
benzene dan toluene dan campuran gas – gas tak terembunkan seperti nitrogen
dan oksigen.
Hukum Raoult dapat dituliskan:
𝑝 ∗𝑡= 𝑥𝑖 𝑝𝑖𝑣………………….................………….........(15)
Dimana:
P v i : Tekanan uap
xi : fraksi mol i dalam fase air
Pt : Tekanan total
Untuk suatu campuran cair biner, kita dapatkan persamaan dari persamaan (1) dan
(4), hubungan – hubungan untuk tekanan total, Pt sebagai berikut:
𝑝𝑡 = 𝑝′𝐴 + 𝑝′𝐵 = 𝑥𝐴𝑝𝑣𝐴 + 𝑥𝐵𝑝𝑣…………….……......(16)
Dengan menyubtitusikan xB = 1 – x A dan mengatur ulang persamaan diperoleh
𝑝𝑡 = 𝑝𝑣𝐵 + 𝑥𝐴(𝑝𝑣𝐴 + 𝑝𝑣𝐵)…………………...…….......... (17)
Persamaan (3) dan (4) dapat digabungkan untuk memberoleh
pv A
𝑦∗𝐴 = ( )𝑥𝐴…………………………….……….........
p
(18)
Dengan menggunakan y B = 1- y A dan xB = 1- xA yang berlaku untuk campuran
biner
1− pbv
pt − pbv pt 1−KB
𝑥𝐴 = = = …………….
pAv− pBv pAv pBv KA−KB

pt pt
….....… (19)
Suatu bentuk yang telah dimodifikasi dari hukum raoult digunakan untuk
campuran cairan non ideal (campuran alcohol dengan air atau hidrokarbon).
Ketidakidealan diperhitungkan dalam bentuk suatu koefisien aktivitas. Koefisien
ini didapatkan secara eksperimental. Sejumlah korelasi, yang beberapa
diantaranya memiliki dasar teoritis, dapat digunakan untuk memprediksi
perubahan koefisien tersebut terhadap perubahan komposisi maupun suhu. Kita
dapat mendefinisikan aktivitas, y A , sebagai
p∗A
𝑦𝐴 = …………………………….………......…....
XAPVA
(20)
Perhatikan bahwa jika yA > 1, akan terjadi deviasi positif dari kondisi ideal,
sedangkan apabila yA < 1, akan terjadi deviasi negatif dari kondisi ideal. Secara
eksperimental kita ketahui bahwa
𝑦𝐴 = 𝑦(𝑃, 𝑇, , 𝑥𝐴, 𝑥𝐵, 𝑥𝐶)……………….……......…....(21)
Karena α AB = K A / K B, maka
γA PAV
𝛼𝐴 = ( ¿ /( )..........................................................…
γB PBV
(22)
Dengan demikian, α AB dipengaruhi oleh komposisi melalui koefisien aktivitas
γA, γb. (Erawati, 2008)

II.3 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi


1. Kondisi Umpan
Ada 4 macam aliran pada proses distilasi :
a. Aliran umpan (feed)
b. Aliran internal
c. Aliran produk
d. Aliran refluks
(Fatimura, 2014).
2. Suhu
Jika pemanasan terlalu besar dikhawatirkan akan terjadi flooding
(banjir) dan apabila terjadi flooding maka aliran tidak dapat mengalir
kebawah lagi, tetapi akan terkontaminasi sehingga destilasi harus
dihentikan.
3. Volume larutan
Dimana semakin banyak volume larutan yang digunakan dalam
destilasi maka semakin banyak volume produk yang akan diperoleh.
4. Jenis Larutan
Dimana pada proses destilasi menggunakan bahan yang memiliki sifat
yang tidak mudah atau mudah menguap antara kedua bahan tersebut
memiliki perbedaan titik didih yang berbeda (Adani,2017)
Dua faktor yang penting dalam Extractive Distillation adalah tahap
pemisahan dan pelarut yang digunakan. Extractive Distillation dengan
garam dikenal dengan Saline Extractive Distillation merupakan metode
baru untuk memisahkancampuran etanol dan air dengan kemurnian yang
tinggi. Ada 4 faktor yang mempengaruhi Saline Extractive Distillation
adalah variasi suhu umpan, laju alir garam, refluk rasio dan feed stage
(Erawati,2008)

II.4 Sifat Bahan


1. Aquadest
A. Sifat fisika
1. Fase = Cair
2. Warna = Tidak berwarna
3. Titik didih = 100 oC
4. Densitas = 1 gr/ml
B. Sifat kimia
1. Rumus molekul = H2O
2. Berat molekul = 18,02 gr/mol
(Perry, 2008 ”Water”)
C. Fungsi = Sebagai pelarut umum dan pengisi
kondensor

2. Etanol
A. Sifat fisika
1. Fase = Cair
2. Warna = Tidak berwarna
3. Titik didih = 78,4 oC
4. Densitas = 0,789 gr/ml
B. Sifat kimia
1. Rumus molekul = C2H5OH
2. Berat molekul = 46,07 gr/mol
(Perry, 2008 ”Ethanol”)
C. Fungsi = Sebagai bahan yang akan dimurnikan

3. Kalsium Klorida
A. Sifat fisika
1. Fase = Padat
2. Warna = Berwarna Putih
3. Titik didih = 1600oC
4. Densitas = 2,152 gr/ml
B. Sifat kimia
1. Rumus molekul = CaCl2
2. Berat molekul = 110,95 gr/mol
(Perry, 2008 ”Calcium Chloride”)
C. Fungsi = Sebagai bahan yang ditambahkan untuk
membuat perbedaan titik didih antar
komponen dalam campuran.

4. Natrium Klorida
A. Sifat fisika
1. Fase = Padat
2. Warna = Berwarna Putih
3. Titik didih = 1413oC
4. Titik leleh = 800.4oC
B. Sifat kimia
1. Rumus molekul = NaCl
2. Berat molekul = 58,45 gr/mol
(Perry, 2008 ”Sodium Chloride”)
C. Fungsi = Sebagai bahan yang ditambahkan untuk
membuat perbedaan titik didih antar
komponen dalam campuran.

II.5 Hipotesa
Pada percobaan distilasi ekstraktif ini, diharapkan penambahan garam atau
kalsium klorida pada campuran etanol-air dapat memperluas jarak titik didih dan
membuka titik azeotrop antara kedua campuran etanol-air. Sehingga konsentrasi
yang didapat pada destilat akan semakin besar.
II.6 Keselamatan Kerja
Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan upaya perlindungan agar
tenaga kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat selama melakukan pekerjaan
di tempat kerja K3 pengoperasian peralatan proses distilasi, yaitu tercapainya
kondisi kerja yang maksimal dari peralatan distilasi.
 Pemeriksaan k3 pra-pengoperasian peralatan distilasi diantaranya :
1. Memeriksa larutan dan pereaksi
2. Memeriksa instalasi listrik alat distilasi
3. Memeriksa kondisi alat distilasi
4. Memeriksa bagian-bagian peralatan distilasi
5. Memastikan peralatan distilasi tidak kekurangan daya atau
terputus daya listrik
 Pemeriksaan kondisi peralatan distilasi diantaranya :
1. Memeriksa rangkaian alat distilasi
2. Memeriksa sambungan air pendingin, kondisi pompa air, dan
kondisi kran yang digunakan
3. Memeriksa sambungan steam, kondisi pompa pemanas, dan
kondisi kran yang digunakan
4. Memeriksa kondisi kolom distilasi
5. Memeriksa kondisi tangki destilat dalam keadaan siap untuk
digunakan
6. Memastikan tangki sampel diisi dengan sampel distilasi sesuai
dengam proses yang akan dijalankan
7. Memastikan air yang digunakan untuk pendingin dan
pembangkit uap tidak mengandung pengotor
8. Memeriksa tombol peralatan berfungsi dengan baik.
(Buntarto, 2015)

BAB III
PELAKSANAAN PRAKTIKUM

III. 1 Bahan
1. Aquadest
2. Etanol
3. Kalsium klorida
4. Natrium klorida

III.2 Alat
1. Kondensor
2. Neraca Analitik
3. Piknometer
4. Erlenmeyer
5. Selang Air
6. Heating Mantel
7. Termometer
8. Labu Leher Tiga
9. Divider
10. Statif dan Klem
11. Spatula
12. Pipet
13. Gelas ukur

III.3 Gambar Alat

Erlenmeyer Piknometer Kondensor Labu Leher Tiga

Statif dan Klem Thermometer Selang Air Divider


Neraca Analitik Heating Mantle Gelas ukur

Pipet Spatula
III.3.1 Rangkaian Alat

Air
Kondensor

Termometer
Divider

Distilat

Packed Column
Termometer
Labu Leher Tiga

Gambar III.1 Rangkaian Alat Distilasi Ekstraktif

Residu

Heating Mantel
III.4 Prosedur

Membuat larutan etanol (20-40%) ditambah dengan garam sebagai


media, jenis garam yang digunakan yaitu CaCl2.

Masukkan larutan etanol garam kedalam labu leher tiga.

Pastikan air pendingin sudah mengalir kedalam kondensor.

Atur jumlah (volume) refluks.

Panaskan larutan etanol garam pada suhu diatas titik didihnya.

Lakukan pengamatan pada destilat mencapai 15 ml dan lakukan


pengamatan konsentrasi etanol. Lakukan pengamatan, pengukuran
dan analisa etanol selama 5 atau 6 kali pengamatan.

Membuat kurva kesetimbangan dan perhitungan jumlah plate.


DAFTAR PUSTAKA
Adani, S & Pujiastuti, Y 2017, ‘Pengaruh Suhu Dan Waktu Operasi Pada Proses
Destilasi Untuk Pengolahan Aquades Di Fakultas Teknik Universitas
Mulawarman’, Jurnal Chemurgy, vol. 1, no. 1, hh. 32.
Billah, M 2009, ‘Produksi Alkohol Fuel Grade dengan Proses Distilasi
Ekstraktif’, Jurnal Penelitian Ilmu Teknik, vol. 9, no.1, hh. 25.
Bisowarno, B, Girisuta, B, Wijaya, P & Yunita, A 2010, ‘Simulasi Proses
Dehidrasi Etanol dengan Kolom Distilasi Azeotrop Menggunakan
Isooktan’, hh. 2.
Buntarto 2015, ‘Panduan Praktis Keselamatan & Kesehatan Kerja untuk
Industri’, Pustaka Baru Press, Yogyakarta.
Danilov, R, Petlyuk, F & Serafimov, L 2007, ‘Minimum-Reflux Regime of
Simple Distillation Columns’, vol. 41, no. 4, hh. 371.
Erawati, E 2008, ‘Pemurnian Etanol dengan Metode Saline Extractive
Distillation’, Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Surakarta.
Erawati, E 2008, 'Pengaruh Refluk Rasio dan Suhu Pemasukan CaCl2 Terhadap
Kemurnian Etanol dengan Pelarut Acetonitrile', hh. 23.
Fatimura, M 2014, ‘Tinjauan Teoritis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Operasi
Pada Kolom Destilasi’, Jurnal Media Teknik, vol. 11, no.1, hh. 24-25.
Geankoplis, C 1983, Transport Processes and Separation Process Principle, 4th
edn, Pearson Education International, New Jearsey.

Graczová, E & Vavrušová, M 2018, 'Extractive distillation of acetone - Methanol


mixture using 1-ethyl-3-methylimidazolium trifluoromethanesulfonate',
Journal Chemical Engineering Transactions. vol. 70, hh.1189.
Hartanto, Y, Santoso, H, Wijaya, S, & Mardone, A 2017. ' Distilasi Ekstraktif
Pada Pemisahan Aseton dan Metanol', Jurnal Integrasi Proses, vol. 6, no. 4,
hh. 169.
Kurniawan, D, Endy, M, Dwi, H & Ade, Y 2011, 'Pemanfaatan Minyak Goreng
Bekas untuk Pemisahan Patchouli Alkohol Minyak Nilam dengan Distilasi
Ekstraktif', hh. 5.
Lei, Z, Li, C & Chen, B 2003, 'Extractive distillation: A review. Separation and
Purification Reviews', vol. 32, no. 2, hh. 123.
McCabe, W, Smith, J, & Peter, H 2005, ‘Unit Operation of Chemical
Engineering’. 7th Edition, McGraw Hill Book Company, London.
Perry, Robert, H & Don, W 2008, ‘Perry's Chemical Engineers' Handbook’, 8th
edn, McGraw Hill Book Company, New York.
Sari, N 2012, 'Data Kesetimbangan Uap-Air dan Ethanol-Air dari Hasil
Fermentasi Rumput Gajah', Jurnal Teknik Kimia, vol. 6, no. 2, hh. 67-68
Wahyudi, J.J., Gusmarwani, S.R. 2017. ‘Pemurnian Bioetanol Fuel Grade Dari
Crude Ethanol (Variabel Distilasi-Ekstraksi)’, Jurnal Inovasi Proses. vol. 2,
no. 2, hh. 44-45.

Anda mungkin juga menyukai