Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Tujuan Percobaan


1. Menentukan karakteristik partikel
-

Spesific surface area

Sphericity

Equivalent diameter

2. Menentukan efektivitas ayakan

I.2. Prinsip Percobaan


Pengayakan campuran partikel yang bervariasi ukurannya dalam satu
set ayakan ukuran standar, jumlah massa partikel yang lolos dan yang tertahan
ditentukan untuk menentukan karakteristik partikel. Memilih ayakan yang
akan ditentukan efektivitasnya, kemudian dilakukan pengayakan sehingga
terpisah overflow dan underflow-nya lalu masing-masing diayak untuk
menghitung efektivitasnya.

I.3. Teori Dasar


Screening atau pengayakan adalah salah satu metode pemisahan secara
mekanik yang didasarkan pada ukuran partikel. Saat partikel padatan
dilewatkan melalui ayakan, fraksi yang dapat melewati ayakan disebut
underflow dan fraksi yang tertahan pada ayakan disebut overflow. Umpan
dilewatkan melalui beberapa screening dengan berbagai ukuran dan
dipisahkan, akan diperoleh fraksi berat yang tertinggal dalam screen.
Proses pemisahan sering digunakan utnuk mendapatkan produk yang
lebih murni atau produk yang sesuai standar. Pemisahan ini dibagi dalam dua
jenis yaitu pemisahan secara difusional yang meliputi transfer materi antar
fase (mass transport) dan pemisahan secara mekanik. Pemisahan secara
mekanik digunakan untuk campuran heterogen yang dipisahkan berdasarkan
perbedaan fisik antar partikel seperti ukuran, bentuk, dan massa jenisnya.

I-1

Prinsip screening adalah melewatkn bahan pada urutan-urutan ayakan


yang sesuai. Urutan ayakan dimulai dari bukaan paling besar sampai bukaan
paling kecil. Diameter partikel yang melewati ayakan tertentu dan tertahan
pada ayakan berikutnya merupakan arithmatic average dari dua bukaan
ayakan tersebut dan disebut sebagai diameter rata-rata.

=
dimana:

+1
2

(1)

Dp,n-1 = besar bukaan ayakan sebelumnya


Dp,n

= bukaan dari ayakan n

Sreen Interval dan Mesh


Screen interval adalah urutan bukaan ayakan dalam satu seri ayakan
yang dipakai. Bila dipakai ukuran bukaan ayakan dengan interval 1, yaitu
10, 9, 8, , 2, 1 in, maka akan ada perbedaan relatif ukuran partikel 1 dan
2 in besar (2 kali lipat), sedangkan untuk perbandingan bukaan ayakan 9
dan 10 in hampir sama (1,11x lipat). Untuk itu, screen interval biasanya
diatur agar perbedaan relatif untuk setiap fraksi sama besarnya, yaitu dengan
urutan bukaan ayakan dimana bukaan yang satu merupakan kelipatan angka
tertentu dari bukaan sebelumnya. Misalnya dipakai 8, 4, 2, 1, in, maka
kelipatan yang digunakan adalah in. Standar yang dipakai adalah Tyler
standard screen scale yang diadopsi dari National Bureau of Standard.
Kelipatan yang digunakan adalah 2. Contohnya, clear opening dari 35
mesh (0,0164 in) adalah clear opening dari 48 mesh (0,0116 in) dikali
dengan 2; yaitu 0,0116 in x 2 = 0,0164 in.
Mesh meripakan cara untuk menyatakan banyaknya lubang dalam
ayakan tiap 1 in2 luas. Ayakan 100 mesh berarti tiap 1 in2 luas terdapat 100
lubang. Bila diameter kawat pada ayakan diketahui, maka ukuran clear
opening-nya dapat ddihitung dengan persamaan berikut :
() =

1
()

I-2

Karakteristik Partikel
Benda padat yang berbentuk partiel umumnya lebih sulit untuk
ditangani, karena bentuk dan ukurannya yang beragam. Dalam perencanaan
suatu proses atau peralatan proses yang menyangkut partikel solid,
penentuan karakteristik partikel ini sangat diperlukan. Beberapa hal yang
perlu diketahui saat melakukan pengayakan adalah :
1. Densitas

True density : massa padatan tiap satuan volume, tetapi tidak


dipengaruhi adanya rongga.

Bulk density : massa padatan setiap satuan volume, bergantung


pada adanya rongga. Jika padatan tidak berpori/berongga, maka
bulk density = true density.

2. Sphericity
Bentuk partikel dinyatakan dalam sphericity (). Sphericity
partikel

tunggal

didefinisikan

sebagai

perbandingan

luas

permukaan bola dengan luas permukaan partikel dimana volume


bola sama dengan volume partikel. Untuk partikel berbentuk bola
dengan diameter Dp, nilai = 1. Sphericity tidak bergantung pada
ukuran partikel.
=

(2)

dimana :
Dp

= diameter ekivalen partikel (diameter bola yang volumenya


sama dengan volume partikel)

Sp

= luas permukaan sebuah partikel

Vp

= volume sebuah partikel

Untuk campuran partikel yang ukurannya tidak seragam, campuran partikel


dipisahkan menjadi fraksi-fraksi dengan ukuran dan densitas yang seragam
tiap fraksinya.

I-3

Analisa ayakan yang digunakan untuk analisa karakteristik


campuran partikel ada dua macam yaitu analisa differensial dan analisa
kumulatif. Kedua analisa menggunakan satu set ayakan standart yang
tersusun berurutan. Analisa differensial hanya menabelkan fraksi yang
tertahan pada masing-masing ayakan terhadap ukuran bukaan ayakan,
sedangkan analisa kumulatif didapat dengan menambahkan (secara
kumulatif) data dari analisa differensial sehingga diperoleh fraksi total dari
partikel-prtikel yang berukuran lebih besar dari bukaan ayakan.
1. Metode differensial (frational plot)
Metode ini menganalisa ukuran partikel dengan menghitung
massa atau fraksi yang ada di setiap bukaan ayakan sebagai fungsi
ukuran partikel rata-rata di dalam bukaan ayakan tersebut. Hasilnya
disajikan dalam bentuk hostogram dengan menggunkana kurva
kontinyu sebagai pendekatan terhadap distribusi sehingga fraksi
massa tiap increment diplotkan terhadap diameter rata-rata.

Gambar I.3-1. Grafik fraksi massa vs diameter partikel


2. Metode Kumulatif
Metode ini menjumlahkan partikel dalam bukaan ayakan secara
berurutan, dimulai dari yang mengandung partikel terkecil lalu
memetakan jumlah kumulatif tersebut terhadap diameter rata-rata
dari pertikel yang terdapat dalam suatu bukaan ayakan diplotkan
terhadap diameter partikel rata-rata.

I-4

Gambar I.3-2. Grafik x vs diameter partikel


Secara teoritis, metode analisa kumulatif lebih akurat
daipada differensial karena pada anlisan kumulatif tidak perlu
pengandaian bahwa semua partikel yang terdapat dalam satu fraksi
tertentu mempunyai ukuran sama.
Ukuran partikel dapat dinyatakan dengan berbagai cara,
misalnya untuk bola dinyatakan dalam besar diameter, luas
proyeksi, volume, dan luas permukaannya merupakan dimensidimensi penting dalam menyatakan ukuran partikel, sedangkan
untuk partikel kubus dinyatakan dalam besarsisi, luas proyeksi,
volume serta luas permukaannya. Berikut ini adalah penjabarannya:
a. Spesific surface area dari campuran, Aw
Spesific surface area adalah luas permukaan campuran partikel
tiap satuan masaa campuran. Spesific surface area dapat
dihitung menggunakan persamaan berikut:
Luas permukaan partikel setiap fraksi = A
= =

(3)

Bila setiap fraksi hasilnya dijumlah, maka didapat A yang


merupakan luas permukaan spesifik (dengan & konstan):
A=

6 1

Dp1

6 2

Dp2

I-5

+ +

6 xn

Dpn

(4)

Berdasarkan analisa differensial

=1

(5)

Dimana :
nT

= jumlah ayakan

= fraksi masaa yang tertahan pada ayakan ke-n

= sphericity

= massa jenis ayakan

= diameter rata-rata partikel = diameter rata-rata


aritmatika

Berdasarkan analisa kumulatif

(6)

Dimana :
d

= fraksi massa yang tertahan

Dp,n

= opening dari ayakan n

(, + ,+1 )
2

Spesific surface area juga dapat dicari berdasarkan kalkulasi


dari actual surface. Actual surface merupakan luas permukaan dari
suatu partikel dengan diameter rata-rata tertentu. Actual surface
dapat diperkirakan dari grafik pada literatur Brown.

I-6

Gambar I.3-3. Hubungan antara Dn dan actual surface pada macammacam jenis padatan
Untuk mencari spesific surface (Aw) masing-masing ayakan :
Aw n = actual surface x fraksi massa diferensial
Aw total dapat dicari dengan menjumlah setiap spesific surface pada
masing-masing ayakan.
b. Averagge parikel size
Ada beberapa cara untuk menentukan equivalent diameter suatu
campuran partikel, tergantung untuk tujuan apa ukuran partikel akan
ditentukan.
1. Mass mean diameter (Dw)

=
2. Volume surface mean diameter (Dvs/Ds)
6Vp

Ds =

s Sp

dengan A =

6m

=
6

s S p p

xi
Dpi

6
s

Sp
m

; maka
Ds =

(7)

s A p

1
x
i

Dpi

3. Mean surface diameter (Ds)


B1 . D12 . N1 + B2 . D22 . N2 + = B Ds2 Ni = Bi Di 2 Ni
2

Ds =

Bi Di 2 Ni
B Ni

m xi
C .D 3
i i
x
m
B i3
C .D
i i

Bi Di 2

I-7

B x
i i

Ci .Di
x
i3
Ci .Di

x
i

Di

x
i3
Di

(8)

B = konstanta yang tergantung bentuk partikel sehingga bila dikalikan


akan menghasilkan luasan partikel total. Contoh: B untuk bola adalah
; B untuk kubus adalah 6
4. Mean volume diameter (Dv)
C1 . N1 . D13 + C2 . N2 . D23 + = C Dv3 Ni
3

Dv =

Ci Di 3 Ni

C Ni

m xi
C .D 3
i i
x
m
C i3
C .D
i i

Ci Di 3

Di

Di

= 3 xii = 3 xi
3
3

(9)

5. Aritmatic mean diameter (Dn)


N1 . D1 + N2 . D2 +
Ni . Di
=
N1 + N2
Ni
definisi dari Ni (Jumlah partikel jenis i):
Ni =

mtotal
total

1 m

= (v1 +
1

m2
v2

+) =

(C

x1 +x2 +
3
3
1 .D1 +C2 .D2 +

)=

xi

(10)

Ci .Di 3

m = massa total partikel


C = suatu konstanta, bergantung pada bentuk partikel dimana D3
dikalikan untuk mendapatkan volume partikel

Contoh: untuk bola C = 6 ; untuk kubus C = 1

Dn =

Ni .Di
Ni

x
m
i .D
C .D 3 i
i i
x
m
i3
C .D
i i

x
i2
Di
x
i3
Di

(11)

Tabel I.3-1. Tabel Rumus Analisa Diferensial dan Kumulatif


Kumulatif
Mass mean diameter

Differensial

Volume surface

mean diameter
Mean surface
diameter

I-8

Mean volume
diameter

Aritmathic mean
diameter

1
3
=

2
=

1

3

2
=

Fungsi mean diameter :


1. Volume-surface mean diameter
Digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan luas permukaan per
unit volume dari suatu fase padat. Contohnya adsorpsi, yaitu
diperlukan luas permukaan dalam unggun dengan volume tetap,
dalam studi katalis solid, menentukan laju reaksi larutan kristal
dalam pelarut, dan kalkulasi dalam distilasi dalam packed-coloumn
dimana dibutuhkan luas permukaan efektif antara fase liquid dan
fase gas bergantung pada luas packing per unit volume kolom.
2. Mean surface diameter
Digunakan dalam studi aliran fluida melalui media berpori dimana
harga diameter digunakan sebagai diameter partikel (Dp) yang jika
dikalikan dengan jumlah partikel dan konstanta tertentu yang
tergantung pada bentuk partikel akan memberikan total luassan
partikel. Aplikasi yang dapat dilakukan adalah adsorpsi, crushing,
light diffusion.
3. Mean volume diameter
Aplikasi yang dapat diterapkan untuk mengetahui distribusi massa
dalam suatu spray.

I-9

Efektivitas Ayakan
Pada proses pengayakan, bia terjadi pemisahan yang ideal, maka
semua partike-pertikel yang berukuran besar dari bukaan ayakan akan lolos
sebagai underflow, sedangkan partikel yang berukuran lebih besar dari
ukuran ayakan akan tertahan sebagai overflow. Ukuran yang sanag
mendekati ukuran lubang bukaan ayakan biasa disebut cut diameter.
Gamabr di bawah ini menunjukkan kurva distribusi kumulatif pengayakan
ideal dan pengayakan yang terjadi sebenarnya.

Gambar I.3-4. Kurva distribusi


kumulatif pengayakan ideal.

Gambar I.3-5. Kurva distribusi


kumulatif pengayakan pada
kenyataan.

Neraca massa

Gambar I.3-6. Gambaran proses screening

I-10

Untuk pengayakan pada suatu ayakan dengan cut diamter Dpc adalah:
F=B+D

(12)

F.XF = B.XB + D.XD

(13)

Dimana
F

= laju masaa awal

= laju massa overflow

= laju massa underflow

XF

= fraksi massa dalam feed

XD

= fraksi massa A dalam overflow

XB

= fraksi massa A dalam underflow

Massa A adalah massa dengan ukuran partikel >Dpc


Dari dua persamaan di atas dapat diturunkan perbandingan rate massa
overflow dan underflow terhadap rate massa feed sebagai berikut

=
=

(14)
(15)

Efektivitas ayakan
Efektivitas ayakan adalah ukuran dari keberhasilan ayakan dalam
pemisahan partikel A dan B. Jika ayakan berfungsi secara sempurna, semua
partikel A akan tertahan di ayakan, sedangkan semua partikel B akan lolos
dari ayakan. Ukuran efektivitas ayakan adalah rasio dari oversize partikel A
yang seharusnya berada di overflow dengan jumlah total
-

Berdasarkan overflow

=
-

.
.

(16)

Berdasarkan underflow

(1 )
(1 )

I-11

(17)

Dari dua persamaan di atas didapat efektivitas pengayakan :


E=EA.EB

(1 )
2 (1 )

( )( )(1 )
( )2 (1 )

(18)

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi efektivitas suatu ayakan


adalah:
1. Umpan
Jika umpan yang dimasukkan terlalu banyak, maka efektivitasnya
menjadi kecil karena partikel yang seharusnya lolos menjadi tertahan
sehingga pada waktu diayak tidak mencapai permukaan ayakan.
2. Vibrasi atau getaran ayakan
Jika frekuensi getaran terlalu rendah, maka partikel yang seharusnya
lolos tidak mencapai permukaan ayakan, sehingga menjadi tertahan.
Jika frekuensi getaran terlalu besar, maka partikel yang seharusnya
lolos tidak bisa lolos karena berpindah ke bagian atas.
3. Waktu pengayakan
Lama waktu pengayakan harus ditentukan untuk mendapatkan
efektivitas maksimum. Jika waktunya terlalu singkat, tidak semua
partikel yang seharusnya lolos dapat lolos sehingga efektivitasnya
rendah. Jika waktunya terlalu lama, partikel yang seharusnya tidak lolos
mungkin dapat lolos.
4. Kandungan air dari partikel
Jika partikel mengandung air, maka partikel akan menggumpal
sehingga sulit lolos dari ayakan.
5. Luas permukaan ayakan
Semakin luas permukaan ayakan, maka efektivitas ayakan semakin
efektif.

I.4. Hipotesa
1. Semakin besar umpan maka semakin kecil efektivitas ayakan.
2. Perhitungan karakteristik partikel secara differensial atau kumulatif tidak
berbeda jauh.
I-12

3. Jika sphericity partikel mendekati 1, maka bentuk partikel menyerupai


bola.
4. Semakin kecil diamter suatu partikel, maka specific surface-nya akan
semakin besar.
5. Dalam 1 set ayakan, semakin besar ukuran mesh suatu ayakan, maka
partikel yang tertahan akan semakun luas.

I-13

Anda mungkin juga menyukai