TEMA : ADSORPSI
DOSEN PENGASUH :
LIA CUNDARI, ST, MT
Penulis
ADSORPSI
Adsorpsi adalah proses penyerapan gas atau liquid di atas permukaan padatan.
Beberapa istilah yang digunakan dalam adsorpsi yaitu :
Adsorbent : padatan penyerap
Adsorbat : zat (gas/liquid) yang akan diserap
Adsorber : peralatan yang digunakan untuk proses adsorpsi
Isostreses : keadaan dimana konsentrasi adsorbat konstan
Adsorpi banyak digunakan dalam pemisahan gas atau pemisahan liquid. Beberapa
contoh pemisahan gas yaitu :
Dehumidify air or other gases
Menghilangkan bau-bau dan zat pengotor dalam gas-gas hasil industri,
misalnya CO2
Recover valuable solvent vapors from dilute mixtures with air or other
gases
Fraksinasi gas-gas hidrokarbon yang mengandung methana, ethana,
propana, ethylene, dan propylene
Dalam pemisahan liquid, adsorpsi digunakan pada :
Removal moisture dissolved in gasoline
Decolorization produk-produk petroleum dan larutan gula
Removal rasa dan bau dalam air
Fraksinasi campuran hidrokarbon aromatik dan parafinik
Adsorpsi sendiri terdiri dari adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia. Adsorpsi fisik
merupakan fenomena reversibel, hasil dari gaya-gaya intermolekular antara
molekul solid dan zat yang akan diserap. Jika gaya intermolekular antara solid gas
lebih besar dari gas-gas itu sendiri, maka gas-gas akan terkondensasi di atas
permukaan solid. Sedangkan adsorpsi kimia, hasil interaksi kimia antara padatan
dan zat yang diserap, large heat liberated, frequently irreversible process, dan
digunakan untuk proses katalisis Untuk substans yang sama, temperatur rendah
disebut adsorpsi fisik, sedangkan temperatur tinggi disebut adsorpsi kimia.
Macam-macam adsorbent yaitu :
Fuller’s earth (natural clays)
Activated clays (bentonite)
Bauxite (hydrated alumina)
Alumina (hydrated aluminium oxide)
Bone char
Decolorizing carbon
Gas-adsorbent carbon
Molecular-screening activated carbon
Synthetic polimeric adsorbent
Silica gel
Molecular sieve
Tanaman Pinang
Pinang merupakan tanaman famili Arecaceae yang dapat mencapai tinggi
15-20 m dengan batang tegak lurus bergaris tengah 15 cm. Tanaman pinang
biasanya tumbuh di daerah Afrika bagian Timur, Asia, dan daerah Pasifik. Pinang
memiliki nama ilmiah Areca catechu, biasanya buah ini dikenal dengan nama
Betel Palm atau Betel Nut Tree. Buah dari tanaman Pinang ini memiliki sebuah
cangkang yang menyerupai serabut kelapa. Klasifikasi ilmiah Tumbuhan Pinang
adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Family : Areca
Genus : A. vestiaria
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pinang
Biji pinang hias ini akan diproses menjadi karbon aktif. Proses
pengkonversiannya akan melibatkan karbonisasi dan aktivasi. Karbonisasi adalah
proses pemanasan pada suhu tertentu dari bahan-bahan organik dalam jumlah
oksigen sangat terbatas, biasanya di dalam furnace. Proses ini menyebabkan
terjadinya proses penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan
membentuk methanol, uap-uap asam asetat, tar-tar dan hidrokarbon. Material
padat yang tinggal setelah karbonisasi adalah karbon dalam bentuk arang dengan
area permukaan spesifik yang sempit (Cheresminoff, 1993). Adapun yang
mempengaruhi karbonisasi adalah bahan baku, kekerasan bahan baku, udara
sekeliling dapur pembakaran (furnace), dan waktu pemanasan.
Proses aktivasi merupakan tindakan pengaktifan karbon aktif. Dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu: aktivasi termal dan kimia. Proses ativasi termal
umumnya melibatkan gas pengoksidasi seperti oksida oleh udara pada pengatur
rendah, uap CO2 atau aliran gas pada temperatur tinggi (Pohan, 1993). Semakin
tinggi suhu aktivasi maka semakin besar luas permukaan karbon aktif sehingga
meningkatkan daya adsorpsinya. Proses aktivasi kimia merupakan aktivasi yang
menggunakan bahan-bahan kimia yang telah ada dalam karbon ataupun sengaja
ditambahkan untuk menguraikan material selulosa secara kimia. Menurut Bahan
kimia yang dapt digunakan sebagai pengaktif diantaranya CaCl2, NaCl, MgCl2,
HNO3, HCl, Ca3(PO4)2, H3PO4, ZnCl2, dan sebagainya. Semua bahan aktif ini
umumnya bersifat sebagai pengikat air.
Air limbah industri kain jumputan dapat dengan mudah dikenal karena
warnanya. Pencemaran zat warna ini bervariasi baik jenis maupun jumlahnya. Zat
warna yang paling banyak digunakan adalah zat warna napthol AS (Anilid
Saure), dan zat indigosol.
Zat warna Naphtol termasuk apa yang disebut Develop Azo Dyes karena
jika digabung dengan garam diaso baru timbul warnanya. Zat warna ini larut
dalam air, senyawa yang mengandung inti siklis dan asam aniline. Naphtol AS
ditemukan pada tahun 1911. Zat ini diproduksi oleh pabrik-pabrik zat warna di
Eropa, Jepang dan RRC. Zat ini dipakai dalam pembatikan pada tekstil tradisional
Palembang seperti Songket, Jumputan, Blongsong, karena warna-warna baik
dalam ketahanan maupun cara pengerjaan.
Zat warna Indigosol disebut juga zat warna bejana-larut yaitu Leuco Ester
Natrium dari zat warna bejana. Apabila warna itu dioksidasikan akan berubah
menjadi bentuk yang tidak larut dan akan memberikan warna yang sesunggunya.
Proses supaya menimbulkan warna yang sesungguhnya dipakai natrium nitrit dan
asam. Limbah zat warna pada industri tekstil maupun jumputan terkadang
merupakan zat warna yang dihasilkan dari proses pencelupan.
Adsorpsi
Adsorpsi merupkan suatu proses kimia atau fisika yang terjadi ketika suatu
fluida, cairan maupun gas, terikat pada suatu padatan dan akhirnya membentuk
suatu lapisan film pada permukaanya. Berdasarkan kekuatan dalam berinteraksi,
adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia.
Adsorpsi fisika terjadi apabila gaya intermolekular lebih besar daripada gaya tarik
antarmolekul atau gaya tarik menarik yang relatif lemah antara adsorbat dengan
permukaan adsorben. Gaya ini disebut gaya Van Der Waals sehingga adsorbat
dapat bergerak dari satu bagian permukaan ke bagian permukaan lain adsorben.
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya pertukaran atau pemakaian bersama
elektron antara molekul adsorbat dengan permukaan adsorben sehingga terjadi
reaksi kimia. Ikatan yang terbentuk antara adsorbat dengan adsorben adalah ikatan
kimia dan ikatan itu lebih kuat daripada adsorpsi fisika (Mu’jizah, 2010). Dalam
adsorpsi digunakan istilah adsorbat dan adsorben, dimana adsorbat adalah
substansi yang terserap atau substansi yang akan dipisahkan dari pelarutnya,
sedangkan adsorben adalah suatu media penyerap (Mirwan, 2005). Secara umum,
faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpi adalah luas permukaan, jenis
adsorbat, struktur molekul adsorbat, konsentrasi adsorbat, temperature, pH,
kecepatan pengadukan, dan waktu kontak.
Bila persamaan (1) di atas diplotkan dalam kordinat xy, maka tampak
seperti gambar di bawah ini.
Bila persamaan (3) di atas diplotkan dalam grafik y versus x, maka tampak
seperti gambar di bawah ini.
Isoterm Adsorpsi
Ada tiga pola isoterm adsorpsi, yaitu isoterm adsorpsi Freundlich,
Langmuir, dan BET (Brunauer, Emmet dan Teller). Akan tetapi, karena adsorpsi
molekul atau ion pada permukaan padatan umumnya terbatas pada lapisan satu
molekul (monolayer) maka adsorpsi tersebut mengikuti persamaan adsorpsi
Freundlich atau Langmuir (Handayani & Sulistyono, 2009). Semakin besar
konsentrasi larutan, semakin banyak jumlah zat terlarut yang dapat diadsorbsi
sehingga tercapai keseimbangan tertentu, dimana laju zat yang diserap sama
dengan zat yang dilepas dari adsorben pada suhu tertentu. Untuk menghitung
persentase adsopsi digunakan persamaan dibawah ini:
%Adsorpsi=((Co-Ce))/Co x 100% ...........................(4)
Kapasitas penyerapan dengan menggunakan persamaan (Langenati, 2015) adalah
sebagai berikut:
Qe = (Co-Ce) x V/m ........................................(5)
Persamaan Freundlich
Aplikasi penggunaan prinsip ini antara lain penghilangan warna larutan
(decolorizing) dengan menggunakan batu apung (charcoal) dan proses
pemisahan dengan menggunakan teknik kromatografi. Pendekatan isoterm
adsorpsi yang cukup memuaskan dijelaskan oleh H. Freundlich. Menurut
Freundlich, jika y adalah berat zat terlarut per gram adsorben dan C adalah
konsentrasi zat terlarut dalam larutan. Dari konsep tersebut dapat diturunkan
persamaan sebagai berikut:
Xm/m = log k + 1/(n ) log C........................(6)
dimana:
Xm = berat zat yang diadsorbsi
m = berat adsorben
C = konsentrasi zat
Kemudian k dan n adalah konstanta adsorpsi yang nilainya bergantung pada
jenis adsorben dan suhu adsorpsi. Bila dibuat kurva log (Xm/m) terhadap log C
akan diperoleh persamaan linear dengan intersep log k dan kemiringan 1/n,
sehingga nilai k dan n dapat dihitung.
Persamaan Langmuir
Pada 1918, Langmuir menurunkan teori isoterm adsorpsi menggunakan
model sederhana berupa padatan yang mengadsorpsi gas pada permukaannya.
Model ini mendefinisikan bahwa kapasitas adsorpsi maksimum terjadi akibat
adanya lapisan tunggal (monolayer) adsorbat di permukaan adsorben.
Pendekatan Langmuir meliputi lima asumsi mutlak, yaitu:
1. Gas yang teradsorpsi berkelakuan ideal dalam fasa uap
2. Gas yang teradsorpsi dibatasi sampai lapisan monolayer
3. Permukaan adsorbat homogen, artinya afinitas setiap kedudukan ikatan
untuk molekul gas sama
4. Tidak ada antaraksi lateral antar molekul adsorbat
5. Molekul gas yang teradsorpsi terlokalisasi, artinya mereka tidak bergerak
pada permukaan.
Persamaan Langmuir ditulis sebagai berikut:
Ce/(Xm) = 1/ab + 1/a C …................................(7)
Dimana :
Ce/(Xm) atau Qe = Kapasitas penyerapan(mg/g)
Dengan membuat kurva m.C/Xm terhadap Qe akan diperoleh persamaan
linear dengan intersep 1/a dan kemiringan (b/a), sehingga nilai a dan b dapat
dihitung, dari besar kecilnya nilai a dan b menunjukkan daya adsorpsi.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian eksperimental nyata
secara batch, yaitu dengan melakukan pengujian langsung pada obyek penelitian
untuk mendapatkan data.
A. Alat Penelitian
Alat yang digunakan adalah furnace, oven listrik, neraca analitis, mortar,
beaker glass, gelas ukur, corong, desikator, kertas saring dan pH meter.
B. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah biji pinang, limbah cair kain jumputan, HCl 0,5
M, dan aquadest.
C. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga macam variabel sebagai berikut:
Variabel terikat, yaitu variabel yang menjadi tujuan utama dari
penelitian. Veriabel terikatnya adalah daya serap karbon aktif terhadap
penurunan kandungan zat warna pada limbah cair kain jumputan.
Variabel bebas, yaitu variabel yang mempengaruhi varibael terikat, yakni
kondisi yang ditetapkan peneliti. Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel bebasnya adalah variasi waktu pengadukan (0; 5; 10; 15; 20; 25
menit), berat adsorben (5; 10; 15; 20; 25 gr), dan ukuran partikel
adsorben (1 mm (18 mesh) dan 250 µm (60 mesh)).
Variabel terkontrol, yaitu variabel yang dibuat tetap untuk mengontrol
jalannya penelitian, yakni kecepatan pengadukan 150 rpm.
D. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan mengikuti prosedur sebagai berikut:
1. Pembuatan karbon aktif dari biji pinang hias sesuai dengan prosedur pada
Cundari, et al. (2015).
2. Analisa Kualitas Karbon Aktif
Analisa kadar air sesuai dengan prosedur pada Standar Industri
Indonesia (SII No.0258-88)
Analisa daya serap terhadap I2 sesuai dengan prosedur pada Standar
Industri Indonesia (SII No.0258-88)
Analisa daya serap terhadap methylene blue sesuai dengan prosedur
pada Standar Industri Indonesia (SII No.0258-88)
Analisa karbon aktif menggunakan Scanning Electron Magnetic
(SEM)
3. Pengaplikasian terhadap Limbah Cair Kain Jumputan
a. Masukan larutan limbah cair kain jumputan ke dalam beaker glass
sebanyak 200 mL
b. Tambahkan karbon aktif yang berukuran 1 mm (18 mesh) sebanyak 5
gr.
c. Kemudian lakukan pengadukan larutan limbah cair kain jumputan
menggunakan Jar Test dengan kecepatan pengadukan 150 rpm selama
5 menit.
d. Saring larutan limbah cair kain jumputan menggunakan kertas saring.
e. Ulangi prosedur (a) sampai (d) dengan variasi waktu pengadukan 10;
15; 20; dan 25 menit, berat adsorben sebanyak 10; 15; 20; dan 25 gr,
serta ukuran partikel adsorben 250 µm (60 mesh)
f. Untuk mendapatkan data yang akurat, maka pada masing-masing
variasi dilakukan tiga kali pengulangan
g. Analisa semua sampel yang telah diambil menggunakan
Spektrofotometer Portable, dengan prosedur sesuai dengan Modul
Praktikum Kimia Analitik Instrumen, hal 30-32 (Rusdianasari, 2012).
4. Penentuan kinetika laju adsorpsi pada limbah cair kain jumputan
a. Membuat grafik linieritas konsentrasi larutan standar, plot antara
konsentrasi dengan absorbansi pada limbah cair kain jumputan
b. Menghitung konsentrasi pada limbah cair kain jumputan dengan
memasukan nilai absorbansi ke dalam persamaan regresi yang didapat
dari langkah (a)
𝐶𝐴𝑂 1
c. Menghitung nilai CA, ln , dan𝐶 masing-masing variabel sesuai
𝐶𝐴 𝐴
YA
YA
Pengolahan Data
4
Au
C O Au Au
3
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
keV
Daya Serap Adsorben Terhadap Zat Warna Dalam Limbah Cair Industri
Kain Jumputan
Absorbansi awal dari limbah cair industri kain jumputan sebelum
diadsorpsi menggunakan karbon aktif adalah 1,229. Setelah proses adsorpsi
menggunakan karbon aktif dari biji pinang hias didapatkan data absorbansi seperti
terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Data Absorbansi Sampel setelah di Adsorpsi dengan Karbon Aktif
Ukuran Karbon Berat Adsorben Waktu Pengadukan (menit)
Aktif (gr) 5 10 15 20 25
5 0,729 0,489 0,463 0,285 0,304
10 0,374 0,357 0,286 0,247 0,275
1 mm
15 0,371 0,316 0,286 0,280 0,264
(18 mesh)
20 0,454 0,346 0,281 0,274 0,256
25 0,506 0,351 0,270 0,258 0,241
5 0,553 0,505 0,426 0,282 0,242
10 0,404 0,335 0,301 0,280 0,278
250 μm
15 0,315 0,283 0,270 0,247 0,232
(60 mesh)
20 0,297 0,268 0,241 0,234 0,219
25 0,258 0,240 0,235 0,219 0,214
Pengolahan Data
Kurva Kalibrasi Larutan Standar
Tabel 6. Hasil Analisa Kurva Kalibrasi Larutan Standar
Absorbansi Konsentrasi (ppm)
1,229 1102,20
0,521 551,10
0,390 440,88
0,246 330,66
0,188 220,44
0,158 110,22
1,000
Absorbansi 0,800
0,600
0,400
Absorbansi
0,200
0,000
0,00 200,00 400,00 600,00 800,00 1000,00 1200,00
Konsentrasi (ppm)
Pembahasan
Karakteristik Pinang Hias
Berdasarkan Tabel 4, dua komposisi terbesar dalam pinang hias adalah
karbohidrat sejumlah 60,86% diikuti oleh air sejumlah 32,56%. Karbohidrat
merupakan sumber utama unsur karbon yang digunakan untuk membuat karbon
aktif. Dengan jumlah karbon yang banyak, maka karbon aktif yang terbentuk
nantinya akan lebih banyak mengandung karbon. Jumlah pinang hias yang
dihasilkan menjadi karbon aktif sebesar 22,6% dari berat awal. Jumlah ini lebih
kecil jika dibandingkan dengan karbon aktif yang dihasilkan dari tempurung
kelapa, yaitu sebesar 30-35% (Budi E., 2011). Hal ini disebabkan karena
banyaknya jumlah kandungan air di dalam pinang. Air ini berasal dari daging
buah pinangnya yang mempunyai tekstur berair seperti buah rambutan. Meskupin
demikian, jika dilihat dari kemampuan karbon aktif dari pinang hias dalam
menyerap COD, BOD, TSS, Krom, dan zat warna (Lia Cundari, dkk: 2015-2017),
pinang hias merupakan suatu material yang menjanjikan untuk dijadikan karbon
aktif.
1400
Konsentrasi Zat Warna
1200
1000
5 gr
(ppm)
800
600 10 gr
400 15 gr
200 20 gr
0 25 gr
0 10 20 30
Waktu Pengadukan (menit)
1200
1000
5 gr
800
(ppm)
600 10 gr
400 15 gr
200 20 gr
0 25 gr
0 10 20 30
Waktu Pengadukan (menit)
Gambar 9. Kinetika Orde Nol Adsorpsi Penyerapan Zat Warna pada Limbah Cair
Kain JumputanUkuran 1 mm (18 mesh)
Gambar 9 merupakan laju kinetika adsorpsi orde nol pada ukuran karbon
aktif 1 mm (18 mesh). Grafik menunjukkan nilai konsentrasi (CA) zat warna pada
limbah cair kain jumputan dan waktu pengadukan didapatkan laju kinetika orde
nol berdasarkan persamaan (1). Pada orde nol yang memiliki nilai R2 yang
mendekati 1 yaitu pada penambahan adsorben 5 gr dengan nilai 0,8134.
1,6 5 gr
1,4
10 gr
1,2
15 gr
Ln CAO/CA
1
0,8 20 gr
0,6 y = 0.050x + 0.172
R² = 0.907 25 gr
0,4
0,2 Linear (5 gr)
0
0 10 20 30
Stirring Time (minutes)
Gambar 10. Kinetika Orde Satu Adsorpsi Penyerapan Zat Warna pada Limbah
Cair Kain JumputanUkuran 1 mm (18 mesh)
Gambar 10 merupakan laju kinetika adsorpsi orde satu pada ukuran
karbon aktif 1 mm (18 mesh). Grafik diatas menunjukkan nilai ln CAO/CA dengan
waktu pengadukan, didapatkan laju kinetika orde satu berdasarkan persamaan (2).
Pada orde satu yang memiliki nilai R2 yang mendekati 1 yaitu pada penambahan
adsorben 5 gr dengan nilai 0,9073.
0,004 5 gr
0,003 10 gr
0,003
15 gr
0,002
1/CA 20 gr
0,002 y = 8E-05x + 0.0008
0,001 R² = 0.929
25 gr
0,001
Linear (5 gr)
0,000
0 10 20 30
Stirring Time (minutes)
Gambar 11. Kinetika Orde DuaAdsorpsi Penyerapan Zat Warna pada Limbah
Cair Kain Jumputan Ukuran 1 mm (18 mesh)
Gambar 11 merupakan laju kinetika adsorpsi orde dua pada ukuran
karbon aktif 1 mm (18 mesh). Grafik diatas menunjukkan nilai 1/CA dengan
waktu pengadukan, didapatkan laju kinetika orde dua berdasarkan persamaan (3).
Pada orde dua yang memiliki nilai R2 yang mendekati 1 yaitu pada penambahan
adsorben 5 gr dengan nilai 0,9292. Dari ketiga gambar diatas (Gambar 9-11),
didapatkan laju kinetika adsorpsi pada penelitian ini yaitu pada orde dua dengan
nilai R2 yang mendekati 1 yang paling besar, yaitu 0,9292 dengan nilai konstanta
adsorpsi (k) sebesar 0,00008.
Karbon Aktif Ukuran 250 μm (60 mesh)
Berdasarkan Tabel 9, laju kinetika adsorpsi orde nol dapat dilihat pada
gambar 12 dibawah ini:
1400
5 gr
1200 y = -33,28x + 1019,
R² = 0,752 10 gr
1000
15 gr
800
CA
20 gr
600
400 25 gr
200 Linear (5
gr)
0
0 5 10 15 20 25 30
Waktu Pengadukan (menit)
Gambar 12. Kinetika Orde Nol Adsorpsi Penyerapan Zat Warna pada Limbah
Cair Kain Jumputan Ukuran 250 µm (60 mesh)
Gambar 12 merupakan laju kinetika adsorpsi orde nol pada ukuran
karbon aktif 250 μm (60 mesh). Grafik diatas menunjukkan nilai konsentrasi (CA)
zat warna pada limbah cair industri kain jumputan dan waktu pengadukan
didapatkan laju kinetika orde nol berdasarkan persamaan (1). Pada orde nol yang
memiliki nilai R2 yang mendekati 1 yaitu pada penambahan adsorben 5 gr dengan
nilai 0,7523.
1,8
5 gr
1,6
1,4 10 gr
1,2
Ln CAO/CA
15 gr
1
0,8 20 gr
0,6 y = 0,051x + 0,232
R² = 0,899 25 gr
0,4
0,2 Linear (5 gr)
0
0 10 20 30
Waktu Pengadukan (menit)
Gambar 13. Kinetika Orde Satu Adsorpsi Penyerapan Zat Warna pada Limbah
Cair Kain Jumputan Ukuran 250 µm (60 mesh)
Gambar 13 merupakan laju kinetika adsorpsi orde satu pada ukuran
karbon aktif 250 μm (60 mesh). Grafik diatas menunjukkan nilai ln CAO/CA
dengan waktu pengadukan, didapatkan laju kinetika orde satu berdasarkan
persamaan (2). Pada orde satu yang memiliki nilai R2 yang persamaan (2).Pada
orde satu yang memiliki nilai R2 yang mendekati 1 yaitu pada penambahan
adsorben 5 gr dengan nilai 0,899.
0,004
5 gr
0,004
0,003 10 gr
0,003 15 gr
1/CA
0,002
0,002 20 gr
y = 9E-05x + 0,000
0,001 R² = 0,958 25 gr
0,001
Linear (5 gr)
0,000
0 10 20 30
Waktu Pengadukan (menit)
Gambar 14. Kinetika Orde Dua Adsorpsi Penyerapan Zat Warna pada Limbah
Cair Kain Jumputan Ukuran 250 µm (60 mesh)
Gambar 14 merupakan laju kinetika adsorpsi orde dua pada ukuran
karbon aktif 250 μm (60 mesh). Grafik diatas menunjukkan nilai 1/CA dengan
waktu pengadukan, didapatkan laju kinetika orde dua berdasarkan persamaan (3).
Pada orde dua yang memiliki nilai R2 yang mendekati 1 yaitu pada penambahan
adsorben 5 gr dengan nilai 0,9585. Dari ketiga gambar diatas (Gambar 12-14),
didapatkan laju kinetika adsorpsi pada penelitian ini yaitu pada orde dua dengan
nilai R2 yang mendekati 1, yaitu 0,9585 dan nilai konstanta adsorpsi (k) yaitu
0,00009.
Hasil Kinetika Laju Adsorpsi
Tabel 12. Perbandingan Kinetika Laju Adsorpsi
Nilai R2 Nilai k
Orde 1 mm (18 250 μm (60 1 mm (18 250 μm (60
mesh) mesh) mesh) mesh)
Nol 0,8134 0,7523 -34,19 -33,28
Satu 0,9073 0,8990 0,050 0,051
Dua 0,9292 0,9585 0,00008 0,00009
Tabel 12 merupakan hasil perbandingan kinetika laju adsorpsi,
didapatkan laju kinetika adsorpsi yang paling baik yaitu pada ukuran partikel 250
μm (60 mesh) pada orde dua dengan nilai R2 yang mendekati 1 yaitu 0,9585.
Persamaan Isoterm Adsorpsi
Karbon Aktif Ukuran 1 mm (18 mesh)
Untuk mengetahui kapasitas maksimum adsorpsi yang dapat diserap oleh
karbon aktif biji pinang hias terhdap zat warna pada limbah cair kain jumputan
maka dilakukan dengan menggunakan uji persamaan isoterm Langmuir dan
Freundlich. Uji persamaan Isoterm Langmuir dilakukan untuk mengetahui
kapasitas adsorpsi yang dikaji menggunakan kurva isoterm adsorpsi yang dibuat
dengan cara memplotkan konsentrasi zat warna dalam kesetimbangan (C e) versus
jumlah zat warna yang teradsopsi (Ce/ qe). Kurva persamaan isoterm Langmuir
ditunjukan pada gambar 15 dibawah ini.
Gambar 15. Grafik Isoterm Langmuir untuk Adsorpsi Limbah Cair Kain
Jumputan menggunakan Karbon Aktif Biji Pinang Hias Ukuran 1mm (18 mesh)
Gambar 15 merupakan model isoterm Langmuir untuk adsorpsi limbah
cair kain jumputan menggunakan karbon aktif biji pinang hias ukuran 1mm (18
mesh). Grafik diatas menunjukan nilai Ce dengan Ce/qe berdasarkan persamaan
(4). Pada isoterm Langmuir memiliki nilai R2 yang mendekati 1 yaitu pada
penambahan adsorben 10 gr dengan nilai 0,999.
Gambar 16. Isoterm Freundlich untuk Adsorpsi Limbah Cair Kain Jumputan
menggunakan Karbon Aktif Biji Pinang Hias Ukuran 1mm (18 mesh)
Gambar 16 merupakan model isoterm Freundlich untuk adsorpsi limbah
cair kain jumputan menggunakan karbon aktif biji pinang hias ukuran 1mm (18
mesh). Grafik diatas menunjukan nilai Log Ce dengan Log qeberdasarkan
persamaan (5). Nilai R2 pada isoterm Freundlich mencapai 0,914. Nilai ini lebih
kecil daripada isoterm Langmuir yang memiliki nilai R2 yang mendekati 1 yaitu
0,999.
Karbon Aktif Ukuran 250µm (60 mesh)
Kurva persamaan isoterm Langmuir ditunjukan pada Gambar 17 dibawah
ini.
Gambar 17. Isoterm Langmuir untuk Adsorpsi Limbah Cair Kain Jumputan
menggunakan Karbon Aktif Biji Pinang Hias Ukuran 250µm (60 mesh)
Tabel 13 menunjukan bahwa karbon aktif biji pinang hias baik pada
ukuran 1mm (18 mesh) maupun 250 µm (60 mesh) untuk parameter daya serap
zat warna mengikuti persamaan Langmuir dengan kapasitas adsorpsi maksimum
sebesar 12 mg/g.