Anda di halaman 1dari 37

MODUL OPERASI PERPINDAHAN MASSA II

TEMA : ADSORPSI

DOSEN PENGASUH :
LIA CUNDARI, ST, MT

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PRAKATA

Alhamdulillah berkat rahmat ALLAH SWT, akhirnya penulis dapat


menyelesaikan Modul operasi Perpindahan Massa II yang bertema Adsorpsi.
Adapun tujuan dari pembuatan modul ini adalah dijadikan sebagai bahan
ajar untuk mata kuliah Operasi Perpindahan Massa II di Jurusan Teknik Kimia
UNSRI Semester VI. Adapun metode pembelajaran yang digunakan adalah
metode praktikum yang dapat mewakili peristiwa adsorpsi. Adsorbent berupa
karbon aktif yang dibuat dari biji pinang hias. Karbon aktif ini kemudian
diaplikasikan pada limbah cair kain jumputan.
Demikianlah, semoga modul ini dapat bermanfaat bagi penulis,
mahasiswa, dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Inderalaya, November 2017

Penulis
ADSORPSI

Adsorpsi adalah proses penyerapan gas atau liquid di atas permukaan padatan.
Beberapa istilah yang digunakan dalam adsorpsi yaitu :
 Adsorbent : padatan penyerap
 Adsorbat : zat (gas/liquid) yang akan diserap
 Adsorber : peralatan yang digunakan untuk proses adsorpsi
 Isostreses : keadaan dimana konsentrasi adsorbat konstan
Adsorpi banyak digunakan dalam pemisahan gas atau pemisahan liquid. Beberapa
contoh pemisahan gas yaitu :
 Dehumidify air or other gases
 Menghilangkan bau-bau dan zat pengotor dalam gas-gas hasil industri,
misalnya CO2
 Recover valuable solvent vapors from dilute mixtures with air or other
gases
 Fraksinasi gas-gas hidrokarbon yang mengandung methana, ethana,
propana, ethylene, dan propylene
Dalam pemisahan liquid, adsorpsi digunakan pada :
 Removal moisture dissolved in gasoline
 Decolorization produk-produk petroleum dan larutan gula
 Removal rasa dan bau dalam air
 Fraksinasi campuran hidrokarbon aromatik dan parafinik

Adsorpsi sendiri terdiri dari adsorpsi fisik dan adsorpsi kimia. Adsorpsi fisik
merupakan fenomena reversibel, hasil dari gaya-gaya intermolekular antara
molekul solid dan zat yang akan diserap. Jika gaya intermolekular antara solid gas
lebih besar dari gas-gas itu sendiri, maka gas-gas akan terkondensasi di atas
permukaan solid. Sedangkan adsorpsi kimia, hasil interaksi kimia antara padatan
dan zat yang diserap, large heat liberated, frequently irreversible process, dan
digunakan untuk proses katalisis Untuk substans yang sama, temperatur rendah
disebut adsorpsi fisik, sedangkan temperatur tinggi disebut adsorpsi kimia.
Macam-macam adsorbent yaitu :
 Fuller’s earth (natural clays)
 Activated clays (bentonite)
 Bauxite (hydrated alumina)
 Alumina (hydrated aluminium oxide)
 Bone char
 Decolorizing carbon
 Gas-adsorbent carbon
 Molecular-screening activated carbon
 Synthetic polimeric adsorbent
 Silica gel
 Molecular sieve

Fuller’s earth (natural clays)


 Magnesium aluminium silicate dalam bentuk mineral attapulgite dan
montmorillonite.
 Penggunaan: clay dipanaskan dan dikeringkan untuk meningkatkan
sturktur pori-pori, ground, dan screened.
 Reused many times.
 Manfaat: decolorizing, neutralizing, & drying petroleum products,
vegetable and animal oil.
Activated clays (bentonite)
 Harus diaktivassi terlebih dahulu menggunakan larutan H2S atau HCl.
 Treatment : washed  dried  ground to fine powder
 Discarded after single aplication
 Use : decolorizing petroleum product
Bauxite (hydrated alumina)
 Diaktivasi dengan dipanaskan pada temperatur bervariasi 230 – 815 oC.
 Reactivated.
 Use : decolorizing petroleum product, and for drying gas.
Alumina (hydrated aluminium oxide)
 Diaktivasi dengan dipanaskan untuk mengurangi/menghilangkan
kelembabannya.
 reuse
Bone char
 Bone dikeringkan pada suhu 600 – 900 oC
 Reuse after washing and burning
 Use : refining sugar
Decolorizing carbon
 Bahan bakunya lignit dan bituminus coal
 Use : decolorizing sugar solution, industrial chemicals, drugs, dry cleaning
liquid, water purification, refining vegetable & animal oil, recovery gold &
silver from cyanide-ore-leach solution.
 Cara membuat Decolorizing Carbon
 Mixing vegetable matter with inorganic substans, ex: CaCl2 
carbonizing  leaching away inorganic matter.
 Mixing organic matter (ex: sawdust) with porous substans (ex: pumice
stone)  heating  carbonizing untuk mendeposit karbon diatas pori-
pori partikel.
 Carbonizing woods, sawdust, dan sejenisnya  diaktivasi dengan
udara panas atau steam.
Gas-adsorbent carbon
 Dibuat dengan karbonisasi coconut shell, fruit pits, coal, lignite, and wood.
 Diaktivasi dengan proses oksidasi parsial menggunakan udara panas atau
steam.
 Bentuk : granular atau pellet.
 Use : recovery solvent vapor from gas mixtures, gas masks, collection of
gasoline from natural gas, fraksinasi hidrokarbon gas.
 Reuse : evaporasi gas yang terserap.
Molecular-Screening activated carbon
 Parameter kontrol: range bukaan pori 5 – 5,5 Amstrong (sebagian besar
range bukaan karbon adalah 14 – 60 Amstrong)
 Admit parafin HC
 Reject isoparafin of large molecular diameter
 Use: fractionating acetylene compounds, alcohols, organic acids, ketones,
aldehydes, etc.
Synthetic Polimeric Adsorbent
 Porous sperical beads, diameter 0,5 mm
 Material sintetik terbuat dari: Styrene dan divinylbenzene, use: adsorbing
nonpolar organiq from aquous solution. Acrylic ester, use: for more polar
solutes
 Regenerasi: leaching with low molecular weight alcohol/keton
Silica Gel
 Sifat: hard, granular, very porous
 Dibuat dari gel yang dipresipitasi melalui acid treatment of sodium silicate
solution
 Moisture content before use 4 – 7 %
 Use: dehydration of air/other gases, in gas masks, and for fractionating HC
 Reuse: evaporated adsorbed matter
Molecular Sieve
 Berpori, kristal zeolit sintetik, logam aluminosilicate
 The “cages” of crystal cells can entrap adsorbed matter
 Diameternya tergantung dari ukuran molekul yang akan terperangkap
 Terdapat 9 tipe industrial product, dgn diameter 3 – 10 Amstrong, bentuk:
pellets, beads, powder
 Use: dehydration gases&liquids, separation gas&liquids, HC mixtures
 Reuse: heating or elution
PRAKTIKUM ADSORPSI ZAT WARNA DALAM LIMBAH CAIR KAIN
JUMPUTAN MENGGUNAKAN ADSORBEN BIJI PINANG HIAS

Tanaman Pinang
Pinang merupakan tanaman famili Arecaceae yang dapat mencapai tinggi
15-20 m dengan batang tegak lurus bergaris tengah 15 cm. Tanaman pinang
biasanya tumbuh di daerah Afrika bagian Timur, Asia, dan daerah Pasifik. Pinang
memiliki nama ilmiah Areca catechu, biasanya buah ini dikenal dengan nama
Betel Palm atau Betel Nut Tree. Buah dari tanaman Pinang ini memiliki sebuah
cangkang yang menyerupai serabut kelapa. Klasifikasi ilmiah Tumbuhan Pinang
adalah sebagai berikut:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Arecales
Family : Areca
Genus : A. vestiaria
Sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Pinang

Biji pinang hias ini akan diproses menjadi karbon aktif. Proses
pengkonversiannya akan melibatkan karbonisasi dan aktivasi. Karbonisasi adalah
proses pemanasan pada suhu tertentu dari bahan-bahan organik dalam jumlah
oksigen sangat terbatas, biasanya di dalam furnace. Proses ini menyebabkan
terjadinya proses penguraian senyawa organik yang menyusun struktur bahan
membentuk methanol, uap-uap asam asetat, tar-tar dan hidrokarbon. Material
padat yang tinggal setelah karbonisasi adalah karbon dalam bentuk arang dengan
area permukaan spesifik yang sempit (Cheresminoff, 1993). Adapun yang
mempengaruhi karbonisasi adalah bahan baku, kekerasan bahan baku, udara
sekeliling dapur pembakaran (furnace), dan waktu pemanasan.
Proses aktivasi merupakan tindakan pengaktifan karbon aktif. Dibedakan
menjadi dua bagian, yaitu: aktivasi termal dan kimia. Proses ativasi termal
umumnya melibatkan gas pengoksidasi seperti oksida oleh udara pada pengatur
rendah, uap CO2 atau aliran gas pada temperatur tinggi (Pohan, 1993). Semakin
tinggi suhu aktivasi maka semakin besar luas permukaan karbon aktif sehingga
meningkatkan daya adsorpsinya. Proses aktivasi kimia merupakan aktivasi yang
menggunakan bahan-bahan kimia yang telah ada dalam karbon ataupun sengaja
ditambahkan untuk menguraikan material selulosa secara kimia. Menurut Bahan
kimia yang dapt digunakan sebagai pengaktif diantaranya CaCl2, NaCl, MgCl2,
HNO3, HCl, Ca3(PO4)2, H3PO4, ZnCl2, dan sebagainya. Semua bahan aktif ini
umumnya bersifat sebagai pengikat air.

Limbah Cair Industri Kain Jumputan


Proses pencelupan kain jumputan dengan zat warna tekstil akan selalu
menghasilkan air limbah yang tidak sedikit dan tentu saja masih mengandung zat
warna dan zat-zat pembantu pencelupan lainnya. Hal ini disebabkan karena tidak
semua zat warna yang digunakan akan diserap oleh bahan jumputan dan ketika
pencucian hampir sebagia besar zat warna tersebut tertinggal dalam air sisa
pencucian. Air sisa proses ini biasanya dibuang atau dikembalikan ke Sungai
Musi, sehingga bisa menyebabkan kerusakan ekosistem.
Tabel 1. Karakteristik Ambang Batas Limbah Cair Kain Jumputan
Parameter Kadar Maksimum Pencelupan Maksimum
(mg/L) (kg/ton)
BOD 60 1,2
COD 150 3
TSS 50 1
Fenol 0,5 0,01
Krom 1,0 0,02
Ammonia 8,0 0,16
Sulfida 0,3 0,006
Mnyak/Lemak 3,0 0,06
Sumber: Keputusan Gubernur SUMSEL No 16 Tahun 2005 Tentang Bahan Baku
Mutu Limbah Industri Tesktil
Parameter yang biasanya digunakan untuk menunjukan karakter air
buangan industri tekstil meliputi parameter fisika seperti zat padat, suhu, warna,
dan bau. Parameter kimia yang digunakan seperti lemak, minyak, zat wana, fenol,
sulfur, pH, krom, tembaga, senyawa racun dan sebagainya.
Tabel 2. Penggolongan Zat Warna Menurut Sifat dan Cara Pencelupannya
Golongan Zat
No Sifat
Warna
1 Zat warna direct Mempunyai daya ikat dengan serat selulosa, pencelupan
dilakukan secara langsung dalam larutan dengan zat-zat
tambahan yang sesuai.
2 Zat warna Mempunyai daya ikat yang lemah dengan serat. Pada proses
mordant pencelupan biasanya dilakukandengan penambahan krom
pada zat warna sehingga membentuk kompleks logam.
3 Zat warna reactive Mempunyai gugus reaktif yang dapat membentuk
ikatan kovalen kuat dengan serat selulosa, protein,
poliamida dan polyester, dilakukan pada suhu rendah dan
tinggi.
4 Zat warna penguat Mempunyai daya ikat yang kuat dengan serat. Selulosa,
warna terbentuk dalam serat setelah ditambahkan garam
penguatnya.
5 Zat warna asam Memiliki daya ikat yang kuat dengan serat protein dan
poliamida. Pencelupan dilakukan pada kondisi asam dan
secara langsung ditambahkan pada serat
6 Zat warna basa Memiliki daya ikat yang kuat dengan serat protein.
Pencelupan dilakukan pada kondisi basa dan secara
langsung ditambahkan pada serat.
7 Zat warna Memiliki daya ikat yang kuat dengan serat selulosa. Pada
belerang gugus sampingnya mengandung belerang yang mampu
berikatan kuat dengan serat.
(Sumber: Zille, 2005)

Air limbah industri kain jumputan dapat dengan mudah dikenal karena
warnanya. Pencemaran zat warna ini bervariasi baik jenis maupun jumlahnya. Zat
warna yang paling banyak digunakan adalah zat warna napthol AS (Anilid
Saure), dan zat indigosol.
Zat warna Naphtol termasuk apa yang disebut Develop Azo Dyes karena
jika digabung dengan garam diaso baru timbul warnanya. Zat warna ini larut
dalam air, senyawa yang mengandung inti siklis dan asam aniline. Naphtol AS
ditemukan pada tahun 1911. Zat ini diproduksi oleh pabrik-pabrik zat warna di
Eropa, Jepang dan RRC. Zat ini dipakai dalam pembatikan pada tekstil tradisional
Palembang seperti Songket, Jumputan, Blongsong, karena warna-warna baik
dalam ketahanan maupun cara pengerjaan.
Zat warna Indigosol disebut juga zat warna bejana-larut yaitu Leuco Ester
Natrium dari zat warna bejana. Apabila warna itu dioksidasikan akan berubah
menjadi bentuk yang tidak larut dan akan memberikan warna yang sesunggunya.
Proses supaya menimbulkan warna yang sesungguhnya dipakai natrium nitrit dan
asam. Limbah zat warna pada industri tekstil maupun jumputan terkadang
merupakan zat warna yang dihasilkan dari proses pencelupan.

Adsorpsi
Adsorpsi merupkan suatu proses kimia atau fisika yang terjadi ketika suatu
fluida, cairan maupun gas, terikat pada suatu padatan dan akhirnya membentuk
suatu lapisan film pada permukaanya. Berdasarkan kekuatan dalam berinteraksi,
adsorpsi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu adsorpsi fisika dan adsorpsi kimia.
Adsorpsi fisika terjadi apabila gaya intermolekular lebih besar daripada gaya tarik
antarmolekul atau gaya tarik menarik yang relatif lemah antara adsorbat dengan
permukaan adsorben. Gaya ini disebut gaya Van Der Waals sehingga adsorbat
dapat bergerak dari satu bagian permukaan ke bagian permukaan lain adsorben.
Adsorpsi kimia terjadi karena adanya pertukaran atau pemakaian bersama
elektron antara molekul adsorbat dengan permukaan adsorben sehingga terjadi
reaksi kimia. Ikatan yang terbentuk antara adsorbat dengan adsorben adalah ikatan
kimia dan ikatan itu lebih kuat daripada adsorpsi fisika (Mu’jizah, 2010). Dalam
adsorpsi digunakan istilah adsorbat dan adsorben, dimana adsorbat adalah
substansi yang terserap atau substansi yang akan dipisahkan dari pelarutnya,
sedangkan adsorben adalah suatu media penyerap (Mirwan, 2005). Secara umum,
faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpi adalah luas permukaan, jenis
adsorbat, struktur molekul adsorbat, konsentrasi adsorbat, temperature, pH,
kecepatan pengadukan, dan waktu kontak.

Kinetika Laju Adsorpsi


Kinetika adsorpsi merupakan laju penyerapan suatu fluida oleh adsorben
dalam suatu jangka waktu tertentu. Kinetika adsorpsi suatu zat dapat diketahui
dengan mengukur perubahan konsentrasi zat teradsorpsi tersebut, dan
menganalisis nilai k (berupa slope/kemiringan) serta memplotkannya pada grafik.
Banyak model kinetika yang telah dapat menggambarkan reaksi orde dari sistem
adsorpsi berdasarkan solusi konsentrasi dan kapasitas dari adsorben. Persamaan
kinetika ini ada 2 jenis yang biasa digunakan yaitu kinetika orde reaksi satu dan
kinetika orde reaksi dua (Bulut, Ozacar, & Sengil, 2008).
 Reaksi Orde Nol
Suatu reaksi dikatakan mempunyai orde nol jika besarnya laju reaksi tidak
dipengaruhi oleh berapapun perubahan konsentrasi pereaksinya. Artinya
seberapapun peningkatan konsentrasi pereaksi tidak akan mempengaruhi
besarnya laju reaksi. Persamaan linear orde reaksi nol dinyatakan dalam rumus
sebagai berikut.
CA = CAo – k t … … … … … … … … … … . (1)

Bila persamaan (1) di atas diplotkan dalam kordinat xy, maka tampak
seperti gambar di bawah ini.

Gambar 1. Hubungan antara Konsentrasi terhadap Waktu pada Orde Nol


 Reaksi Orde Satu
Reaksi orde satu adalah suatu reaksi yang kecepatannya hanya bergantung
pada salah satu zat yang bereaksi atau sebanding dengan salah satu pangkat
reaktannya. Persamaan linear orde reaksi satu dinyatakan dalam rumus sebagai
berikut (Bulut, Ozacar, & Sengil, 2008):
ln CA = - k t + ln CAO ……………….(2)
Bila persamaan (2) di atas diplotkan dalam grafik y versus x, maka tampak
seperti gambar di bawah ini.

Gambar 2. Hubungan antara Konsentrasi terhadap Waktu pada Orde Satu


 Reaksi Orde Dua
Reaksi orde dua adalah suatu reaksi yang kelajuannya berbanding lurus
dengan hasil kali konsentrasi dua reaktannya atau berbanding langsung dengan
kuadrat konsentrasi salah satu reaktannya. Laju kinetika reaksi orde dua dapat
dinyatakan dalam persamaan berikut (Bulut, Ozacar, & Sengil, 2008):
1 1
- =k t ………………………. 3
CA CAO

Bila persamaan (3) di atas diplotkan dalam grafik y versus x, maka tampak
seperti gambar di bawah ini.

Gambar 3. Hubungan antara Konsentrasi terhadap Waktu pada Orde Dua


Dimana:
CA = Konsentrasi A pada saat t = t
CA0 = Konsentrasi A pada saat t = 0
k = Konstanta kinetika (menit -1)
t = Waktu (menit)

Isoterm Adsorpsi
Ada tiga pola isoterm adsorpsi, yaitu isoterm adsorpsi Freundlich,
Langmuir, dan BET (Brunauer, Emmet dan Teller). Akan tetapi, karena adsorpsi
molekul atau ion pada permukaan padatan umumnya terbatas pada lapisan satu
molekul (monolayer) maka adsorpsi tersebut mengikuti persamaan adsorpsi
Freundlich atau Langmuir (Handayani & Sulistyono, 2009). Semakin besar
konsentrasi larutan, semakin banyak jumlah zat terlarut yang dapat diadsorbsi
sehingga tercapai keseimbangan tertentu, dimana laju zat yang diserap sama
dengan zat yang dilepas dari adsorben pada suhu tertentu. Untuk menghitung
persentase adsopsi digunakan persamaan dibawah ini:
%Adsorpsi=((Co-Ce))/Co x 100% ...........................(4)
Kapasitas penyerapan dengan menggunakan persamaan (Langenati, 2015) adalah
sebagai berikut:
Qe = (Co-Ce) x V/m ........................................(5)
 Persamaan Freundlich
Aplikasi penggunaan prinsip ini antara lain penghilangan warna larutan
(decolorizing) dengan menggunakan batu apung (charcoal) dan proses
pemisahan dengan menggunakan teknik kromatografi. Pendekatan isoterm
adsorpsi yang cukup memuaskan dijelaskan oleh H. Freundlich. Menurut
Freundlich, jika y adalah berat zat terlarut per gram adsorben dan C adalah
konsentrasi zat terlarut dalam larutan. Dari konsep tersebut dapat diturunkan
persamaan sebagai berikut:
Xm/m = log k + 1/(n ) log C........................(6)
dimana:
Xm = berat zat yang diadsorbsi
m = berat adsorben
C = konsentrasi zat
Kemudian k dan n adalah konstanta adsorpsi yang nilainya bergantung pada
jenis adsorben dan suhu adsorpsi. Bila dibuat kurva log (Xm/m) terhadap log C
akan diperoleh persamaan linear dengan intersep log k dan kemiringan 1/n,
sehingga nilai k dan n dapat dihitung.
 Persamaan Langmuir
Pada 1918, Langmuir menurunkan teori isoterm adsorpsi menggunakan
model sederhana berupa padatan yang mengadsorpsi gas pada permukaannya.
Model ini mendefinisikan bahwa kapasitas adsorpsi maksimum terjadi akibat
adanya lapisan tunggal (monolayer) adsorbat di permukaan adsorben.
Pendekatan Langmuir meliputi lima asumsi mutlak, yaitu:
1. Gas yang teradsorpsi berkelakuan ideal dalam fasa uap
2. Gas yang teradsorpsi dibatasi sampai lapisan monolayer
3. Permukaan adsorbat homogen, artinya afinitas setiap kedudukan ikatan
untuk molekul gas sama
4. Tidak ada antaraksi lateral antar molekul adsorbat
5. Molekul gas yang teradsorpsi terlokalisasi, artinya mereka tidak bergerak
pada permukaan.
Persamaan Langmuir ditulis sebagai berikut:
Ce/(Xm) = 1/ab + 1/a C …................................(7)
Dimana :
Ce/(Xm) atau Qe = Kapasitas penyerapan(mg/g)
Dengan membuat kurva m.C/Xm terhadap Qe akan diperoleh persamaan
linear dengan intersep 1/a dan kemiringan (b/a), sehingga nilai a dan b dapat
dihitung, dari besar kecilnya nilai a dan b menunjukkan daya adsorpsi.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian eksperimental nyata
secara batch, yaitu dengan melakukan pengujian langsung pada obyek penelitian
untuk mendapatkan data.
A. Alat Penelitian
Alat yang digunakan adalah furnace, oven listrik, neraca analitis, mortar,
beaker glass, gelas ukur, corong, desikator, kertas saring dan pH meter.
B. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah biji pinang, limbah cair kain jumputan, HCl 0,5
M, dan aquadest.
C. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga macam variabel sebagai berikut:
 Variabel terikat, yaitu variabel yang menjadi tujuan utama dari
penelitian. Veriabel terikatnya adalah daya serap karbon aktif terhadap
penurunan kandungan zat warna pada limbah cair kain jumputan.
 Variabel bebas, yaitu variabel yang mempengaruhi varibael terikat, yakni
kondisi yang ditetapkan peneliti. Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel bebasnya adalah variasi waktu pengadukan (0; 5; 10; 15; 20; 25
menit), berat adsorben (5; 10; 15; 20; 25 gr), dan ukuran partikel
adsorben (1 mm (18 mesh) dan 250 µm (60 mesh)).
 Variabel terkontrol, yaitu variabel yang dibuat tetap untuk mengontrol
jalannya penelitian, yakni kecepatan pengadukan 150 rpm.
D. Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan mengikuti prosedur sebagai berikut:
1. Pembuatan karbon aktif dari biji pinang hias sesuai dengan prosedur pada
Cundari, et al. (2015).
2. Analisa Kualitas Karbon Aktif
 Analisa kadar air sesuai dengan prosedur pada Standar Industri
Indonesia (SII No.0258-88)
 Analisa daya serap terhadap I2 sesuai dengan prosedur pada Standar
Industri Indonesia (SII No.0258-88)
 Analisa daya serap terhadap methylene blue sesuai dengan prosedur
pada Standar Industri Indonesia (SII No.0258-88)
 Analisa karbon aktif menggunakan Scanning Electron Magnetic
(SEM)
3. Pengaplikasian terhadap Limbah Cair Kain Jumputan
a. Masukan larutan limbah cair kain jumputan ke dalam beaker glass
sebanyak 200 mL
b. Tambahkan karbon aktif yang berukuran 1 mm (18 mesh) sebanyak 5
gr.
c. Kemudian lakukan pengadukan larutan limbah cair kain jumputan
menggunakan Jar Test dengan kecepatan pengadukan 150 rpm selama
5 menit.
d. Saring larutan limbah cair kain jumputan menggunakan kertas saring.
e. Ulangi prosedur (a) sampai (d) dengan variasi waktu pengadukan 10;
15; 20; dan 25 menit, berat adsorben sebanyak 10; 15; 20; dan 25 gr,
serta ukuran partikel adsorben 250 µm (60 mesh)
f. Untuk mendapatkan data yang akurat, maka pada masing-masing
variasi dilakukan tiga kali pengulangan
g. Analisa semua sampel yang telah diambil menggunakan
Spektrofotometer Portable, dengan prosedur sesuai dengan Modul
Praktikum Kimia Analitik Instrumen, hal 30-32 (Rusdianasari, 2012).
4. Penentuan kinetika laju adsorpsi pada limbah cair kain jumputan
a. Membuat grafik linieritas konsentrasi larutan standar, plot antara
konsentrasi dengan absorbansi pada limbah cair kain jumputan
b. Menghitung konsentrasi pada limbah cair kain jumputan dengan
memasukan nilai absorbansi ke dalam persamaan regresi yang didapat
dari langkah (a)
𝐶𝐴𝑂 1
c. Menghitung nilai CA, ln , dan𝐶 masing-masing variabel sesuai
𝐶𝐴 𝐴

dengan persamaan (1), (2), dan (3)


d. Membuat grafik kinetika laju reaksi, untuk orde nol plot antara CA vs
𝐶𝐴𝑂
waktu, orde satu plot antara ln vs waktu, dan orde dua plot antara
𝐶𝐴
1
vs waktu
𝐶𝐴

e. Menentukan orde reaksi yang tepat dari langkah (d)


f. Menghitung nilai konstanta dari orde reaksi yang didapat
5. Penentuan isoterm adsorpsi pada limbah cair kain jumputan
a. Untuk isoterm adsorpsi sesuai persamaan Freundlich (persamaan 6),
dengan memplotkan log Ce versus log Qe
b. Untuk isoterm adsorpsi sesuai persamaan Langmuir (persamaan 7)
dengan memlplotkan Qe versus Ce/Qe.
c. Menentukan isoterm yang paling sesuai untuk pengolahan limbah cair
kain jumputan, dengan membandingkan nilai R2 dan konstanta
adsorpsi.
Pembuatan Karbon Aktif dari Biji
Pinang Hias

Analisa Kualitas Karbon


Aktif TIDAK
(Kadar Air, Daya Serap Terhadap
I2 , Daya serap terhadap
methylene blue, dan SEM)

YA

Aplikasi Karbon Aktif Terhadap Limbah


Cair Kain Jumputan Secara Batch
TIDAK
(Variasi: Waktu Pengadukan, Massa
Adsorben, dan Ukuran Partikel
Adsorben)

YA

Analisa Spektrofotometri Portable

Pengolahan Data

Kinetika Laju dan isoterm Adsorpsi Karbon Aktif Biji


Pinang Hias Terhadap Limbah Cair Kain Jumputan

Gambar 4. Logaritma Penelitian


Hasil Penelitian
Karakteristik Biji Piang Hias
Table 3. Analisa Proximate Biji Pinang Hias*
Percentage
Composition
(%)
Carbohydrate 60.86
Water 32.56
Fat 2.17
Protein 3.35
Ash 1.06
*
Laboratorium Analisa Kimia, Fakultas Pertanian, Unsri, 2017
Karakteristik Karbon Aktif dari Biji Pinang Hias
Berdasarkan hasil analisa, didapat kadar air karbon aktif untuk ukuran
karbon aktif 1 mm (18 mesh) sebesar 1,76% dan untuk ukuran karbon aktif 250
μm (60 mesh) sebesar 0,05%. Daya serap karbon aktif terhadap Iodin untuk
ukuran karbon aktif 1 mm (18 mesh) sebesar 476,9458 mg/g dan untuk ukuran
karbon aktif 250 μm (60 mesh) sebesar 593,9433 mg/g.
Biji pinang hias dipilih sebagai adsorben karena memiliki kandungan
karbon yang tinggi, sehingga mampu menyerap zat warna pada limbah cair kain
jumputan. Untuk mengetahui susunan molekul dari karbon aktif biji buah pinang
hias dan komposisinya, dilakukan analisa SEM (Scanning Electron Microscope) –
EDS (Energy Dispersive Spectroscopy).

Gambar 5. Hasil analisa SEM-EDS Karbon Aktif dengan resolusi 10μm


Gambar 5 menunjukkan morfologi karbon aktif dengan resolusi
perbesaran 10μm. Dengan analisa ini juga diperoleh kandungan yang terdapat di
dalam karbon aktif.
cps/eV
8

4
Au
C O Au Au
3

0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
keV

Gambar 6. Komposisi yang terkandung dalam karbon aktif berdasarkan analisa


SEM-EDS
Berikut adalah komposisi yang terkandung dalam karbon aktif yang telah
dituangkan dalam tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Karbon Aktif
Komponen Persentase (%)
C 86,27
O 9,18
Au 4,55

Daya Serap Adsorben Terhadap Zat Warna Dalam Limbah Cair Industri
Kain Jumputan
Absorbansi awal dari limbah cair industri kain jumputan sebelum
diadsorpsi menggunakan karbon aktif adalah 1,229. Setelah proses adsorpsi
menggunakan karbon aktif dari biji pinang hias didapatkan data absorbansi seperti
terlihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Data Absorbansi Sampel setelah di Adsorpsi dengan Karbon Aktif
Ukuran Karbon Berat Adsorben Waktu Pengadukan (menit)
Aktif (gr) 5 10 15 20 25
5 0,729 0,489 0,463 0,285 0,304
10 0,374 0,357 0,286 0,247 0,275
1 mm
15 0,371 0,316 0,286 0,280 0,264
(18 mesh)
20 0,454 0,346 0,281 0,274 0,256
25 0,506 0,351 0,270 0,258 0,241
5 0,553 0,505 0,426 0,282 0,242
10 0,404 0,335 0,301 0,280 0,278
250 μm
15 0,315 0,283 0,270 0,247 0,232
(60 mesh)
20 0,297 0,268 0,241 0,234 0,219
25 0,258 0,240 0,235 0,219 0,214

Pengolahan Data
Kurva Kalibrasi Larutan Standar
Tabel 6. Hasil Analisa Kurva Kalibrasi Larutan Standar
Absorbansi Konsentrasi (ppm)
1,229 1102,20
0,521 551,10
0,390 440,88
0,246 330,66
0,188 220,44
0,158 110,22

Dari Tabel 6 didapatkan persamaan berikut ini: y = 0,0011x - 0,0646,


dengan y merupakan nilai absorbansi dan x merupakan nilai konsentrasi zat
warna. Dengan menggunakan persamaan tersebut, nilai konsentrasi dari zat warna
pada limbah cair kain jumputan dapat diketahui. Data nilai konsentrasi zat warna
pada limbah industri kain jumputan dapat dilihat pada Tabel 7.
1,400 y = 0,001x - 0,064
1,200 R² = 0,976

1,000
Absorbansi 0,800
0,600
0,400
Absorbansi
0,200
0,000
0,00 200,00 400,00 600,00 800,00 1000,00 1200,00
Konsentrasi (ppm)

Gambar 7. Kurva kalibrasi Larutan Standar


Tabel 7. Data Konsentrasi Zat Warna
Waktu Absorbansi Konsentrasi
Berat Karbon
Pengadukan 1 mm 250 μm 1 mm 250 μm
Aktif (gr)
(menit) (18 mesh) (60 mesh) (18 mesh) (60 mesh)
5 0,729 0,553 793 616,5
10 0,489 0,505 552,5 569
5 15 0,463 0,426 526,5 490
20 0,285 0,282 348,5 346
25 0,304 0,242 368 306
5 0,374 0,404 438 467,5
10 0,357 0,335 421 398,5
10 15 0,286 0,301 350 365
20 0,247 0,280 311 344
25 0,275 0,278 339 341,5
5 0,371 0,315 434,5 379
10 0,316 0,283 379,5 346,5
15 15 0,286 0,270 349,5 333,5
20 0,28 0,247 343,5 310,5
25 0,264 0,232 327,5 295,5
5 0,454 0,297 517,5 360,5
10 0,346 0,268 410 331,5
20 15 0,281 0,241 345 305
20 0,274 0,234 337,5 298
25 0,256 0,219 319,5 282,5
5 0,506 0,258 569,5 322
25
10 0,351 0,240 415 303,5
15 0,270 0,235 334 298,5
20 0,258 0,219 321,5 283
25 0,241 0,214 305 277,5

Data untuk Perhitungan Kinetika Adsorpsi


Table 8. Data Kinetika Adsorpsi Karbon Aktif Berukuran 1 mm (18 mesh)
Adsorbent Stirring 1
CAO CA t=t CAO CA
Weight Time 𝑳𝒏
(ppm) (ppm) CA
(gr) (minutes)
5 1293 793 0,489 0,001
10 1293 552,5 0,850 0,002
5
15 1293 526,5 0,898 0,002
20 1293 348,5 1,311 0,003
25 1293 368 1,257 0,003
5 1293 438 1,083 0,002
10 1293 421 1,112 0,002
10 15 1293 350 1,307 0,003
20 1293 311 1,425 0,003
25 1293 339 1,339 0,003
5 1293 434,5 1,091 0,002
10 1293 379,5 1,226 0,003
15 15 1293 349,5 1,308 0,003
20 1293 343,5 1,326 0,003
25 1293 327,5 1,373 0,003
5 1293 517,5 0,916 0,002
10 1293 410 1,149 0,002
20 15 1293 345 1,321 0,003
20 1293 337,5 1,343 0,003
25 1293 319,5 1,398 0,003
5 1293 569,5 0,820 0,002
10 1293 415 1,136 0,002
25 15 1293 334 1,354 0,003
20 1293 321,5 1,392 0,003
25 1293 305 1,444 0,003
Table 9. Data Kinetika Adsorpsi Karbon Aktif Berukuran 250 m (60 mesh)
Adsorbent Stirring 1
CAO CA t=t CAO CA
Weight Time 𝑳𝒏
(ppm) (ppm) CA
(gr) (minutes)
5 1293 616,5 0,741 0,002
10 1293 569 0,821 0,002
5
15 1293 490 0,970 0,002
20 1293 346 1,318 0,003
25 1293 306 1,441 0,003
5 1293 467,5 1,017 0,002
10 1293 398,5 1,177 0,003
10 15 1293 365 1,265 0,003
20 1293 344 1,324 0,003
25 1293 341,5 1,331 0,003
5 1293 379 1,227 0,003
10 1293 346,5 1,317 0,003
15 15 1293 333,5 1,355 0,003
20 1293 310,5 1,427 0,003
25 1293 295,5 1,476 0,003
5 1293 360,5 1,227 0,003
10 1293 331,5 1,361 0,003
20 15 1293 305 1,444 0,003
20 1293 298 1,468 0,003
25 1293 282,5 1,521 0,004
5 1293 322 1,390 0,003
10 1293 303,5 1,449 0,003
25 15 1293 298,5 1,446 0,003
20 1293 283 1,519 0,004
25 1293 277,5 1,539 0,004
Data untuk Perhitungan Isoterm Adsorpsi
Table 10. Isotherm Adsorpsi untuk Karbon Aktif Berukuran 1 mm (18 mesh)
Adsorbent Stirring Time Co
Ce Ct qe C e/ qe Log Ce Log qe
Weight (gr) (minutes) (ppm)
5 1293 793.0 500.0 31.7 39.7 2.90 2.79
10 1293 552.5 740.5 22.1 18.7 2.74 2.76
5 15 1293 526.5 766.5 21.1 17.2 2.72 2.69
20 1293 348.5 944.5 13.9 9.2 2.54 2.54
25 1293 368.0 925.0 14.7 9.9 2.57 2.49
5 1293 438.0 855.0 8.8 25.6 2.64 2.67
10 1293 421.0 872.5 8.4 24.1 2.62 2.60
10 15 1293 350.0 943.0 7.0 18.6 2.54 2.56
20 1293 311.0 982.0 6.2 15.8 2.49 2.54
25 1293 339.0 954.0 6.8 17.8 2.53 2.53
5 1293 434.5 858.5 5.8 38.0 2.64 2.58
10 1293 379.5 913.5 5.1 31.2 2.58 2.54
15 15 1293 349.5 943.5 4.7 27.8 2.54 2.52
20 1293 343.5 949.5 4.6 27.1 2.54 2.49
25 1293 327.5 965.5 4.4 25.4 2.52 2.47
5 1293 517.5 775.5 5.2 66.7 2.71 2.50
10 1293 410.0 883.0 4.1 46.4 2.61 2.52
20 15 1293 345.0 948.0 3.5 36.4 2.54 2.48
20 1293 337.5 955.5 3.4 35.3 2.53 2.47
25 1293 319.5 973.5 3.2 32.8 2.50 2.45
5 1293 569.5 723.5 4.6 98.4 2.76 2.51
10 1293 415.0 878.0 3.3 59.1 2.62 2.48
25 15 1293 334.0 959.0 2.7 43.5 2.52 2.47
20 1293 321.5 971.5 2.6 41.4 2.51 2.45
25 1293 305.0 988.0 2.4 38.6 2.48 2.44
Table 11. Isotherm Adsorpsi untuk Karbon Aktif Berukuran 250 m (60 mesh)
Adsorbent Stirring Time Co
Ce Ct qe C e/ qe Log Ce Log qe
Weight (gr) (minutes) (ppm)
5 1293 616,5 676,5 24,7 22,8 1,30 1,43
10 1293 569,0 724,0 22,8 19,6 1,47 1,46
5 15 1293 490,0 803,0 19,6 15,3 1,49 1,51
20 1293 346,0 947,0 13,8 9,1 1,58 1,58
25 1293 306,0 987,0 12,2 7,8 1,57 1,60
5 1293 467,5 825,5 9,4 28,3 1,23 1,22
10 1293 398,5 894,5 8,0 22,3 1,24 1,25
10 15 1293 365,0 928,0 7,3 19,7 1,28 1,27
20 1293 344,0 949,0 6,9 18,1 1,29 1,28
25 1293 341,5 951,5 6,8 17,9 1,28 1,28
5 1293 379,0 914,0 5,1 31,1 1,06 1,09
10 1293 346,5 946,5 4,6 27,5 1,09 1,10
15 15 1293 333,5 959,5 4,4 26,1 1,10 1,11
20 1293 310,5 982,5 4,1 23,7 1,10 1,12
25 1293 295,5 997,5 3,9 22,2 1,11 1,12
5 1293 360,5 932,5 3,6 38,7 0,89 0,97
10 1293 331,5 961,5 3,3 34,5 0,95 0,98
20 15 1293 305,0 988,0 3,1 30,9 0,98 0,99
20 1293 298,0 995,0 3,0 29,9 0,98 1,00
25 1293 282,5 1010,5 2,8 28,0 0,99 1,00
5 1293 322,0 971,0 2,6 41,5 0,76 0,89
10 1293 303,5 989,5 2,4 38,3 0,85 0,90
25 15 1293 298,5 994,5 2,4 37,5 0,88 0,90
20 1293 283,0 1010,0 2,3 35,0 0,89 0,91
25 1293 277,5 1015,5 2,2 34,2 0,90 0.91

Pembahasan
Karakteristik Pinang Hias
Berdasarkan Tabel 4, dua komposisi terbesar dalam pinang hias adalah
karbohidrat sejumlah 60,86% diikuti oleh air sejumlah 32,56%. Karbohidrat
merupakan sumber utama unsur karbon yang digunakan untuk membuat karbon
aktif. Dengan jumlah karbon yang banyak, maka karbon aktif yang terbentuk
nantinya akan lebih banyak mengandung karbon. Jumlah pinang hias yang
dihasilkan menjadi karbon aktif sebesar 22,6% dari berat awal. Jumlah ini lebih
kecil jika dibandingkan dengan karbon aktif yang dihasilkan dari tempurung
kelapa, yaitu sebesar 30-35% (Budi E., 2011). Hal ini disebabkan karena
banyaknya jumlah kandungan air di dalam pinang. Air ini berasal dari daging
buah pinangnya yang mempunyai tekstur berair seperti buah rambutan. Meskupin
demikian, jika dilihat dari kemampuan karbon aktif dari pinang hias dalam
menyerap COD, BOD, TSS, Krom, dan zat warna (Lia Cundari, dkk: 2015-2017),
pinang hias merupakan suatu material yang menjanjikan untuk dijadikan karbon
aktif.

Karakteristik Karbon Aktif


Kadar Air Karbon Aktif
Pengujian kadar air yang terkandung didalam karbon aktif bertujuan
untuk mengetahui jumlah kandungan air yang masih terperangkap didalam pori-
pori karbon aktif selama proses aktivasi. Kandungan air yang masih terdapat
didalam karbon aktif ini akan mempengaruhi dari kemampuan daya serap karbon
aktif itu sendiri, hal ini dikarenakan molekul-molekul air yang masih terkandung
menutup pori-pori dari karbon aktif. Berdasarkan pengujian kadar air pada karbon
aktif didapatkan kadar air karbon aktif untuk ukuran karbon aktif 1 mm (18 mesh)
adalah 1,76% dan untuk ukuran 250 μm (60 mesh) adalah 0,05%. Hasil pengujian
kadar air yang didapat dari penelitian ini telah memenuhi standar kualitas karbon
aktif menurut SII 0258-88 yaitu maksimal 4,4% untuk karbon aktif yang
berbentuk butiran dan maksimal 15% untuk arang aktif yang berbentuk serbuk.
Daya serap terhadap Iodin
Pengujian daya serap terhadap iodin pada karbon aktif mempunyai tujuan
untuk mengetahui kemampuan pada karbon aktif untuk menyerap molekul-
molekul yang terdapat pada larutan berwarna, sehingga dapat diketahui
kemampuan karbon aktif untuk menyerap komponen dengan berat molekul
rendah. Dari hasil pengujian daya serap terhadap iodin didapatkan hasil pengujian
untuk ukuran karbon aktif 1 mm (18 mesh) adalah 476,9458 mg/g dan untuk
ukuran karbon aktif 250 μm (60 mesh) adalah 593,9433 mg/g. Hasil analisa daya
serap terhadap iodin yang dihasilkan dari penelitian ini belum memenuhi standar
kualitas karbon aktif menurut SII 0258-88 yaitu minimal 750 mg/g.
Bentuk Mikroskopis Karbon Aktif
Dari Gambar 5 dapat dilihat bentuk mikroskopis karbon aktif pada
perbesaran 10 m menggunakan SEM-EDS. Pada gambar terlihat bahwa pada
permukaan adsorben berongga-rongga seperti gua, berpori meskipun pori-pori
tidak terdapat merata pada seluruh permukaan, ukuran porinya juga tidak sama,
dan permukaan terlihat kasar. Diameter pori adsorben berukuran 1,564 – 1,787
m.
Dilihat dari Gambar 6 dan Tabel 4, komposisi terbesar dari karbon aktif
dari pinang hias adalah karbon sejumlah 86,27%. Hal ini menunjukkan bahwa
karbon tersebut dapat digunakan sebagai penyerap dari zat warna pada limbah cair
kain jumputan.

Daya Serap terhadap Limbah Cair Kain Jumputan


Pengaruh Berat Adsorben dan Waktu Pengadukan terhadap Konsentrasi
Zat Warna pada Limbah Cair Kain Jumputan
Hubungan antara berat karbon aktif dan waktu pengadukan terhadap nilai
konsentrasi zat warna pada limbah cair industri kain jumputan dapat dilihat pada
Gambar 7. Terlihat pada grafik bahwa adsorpsi zat warna berlangsung cepat pada
15 menit pertama. Pada menit ke 20 dan 25, penurunan zat warnanya tidak terlalu
signifikan dan menunjukkan adsorpsi yang melambat.

1400
Konsentrasi Zat Warna

1200
1000
5 gr
(ppm)

800
600 10 gr
400 15 gr
200 20 gr
0 25 gr
0 10 20 30
Waktu Pengadukan (menit)

Gambar 7. Hubungan antara Berat Adsorben dan Waktu Pengadukan terhadap


Konsentrasi Zat Warna Ukuran1 mm (18 mesh)
Dari Gambar 7 dapat dilihat bahwa pada berat karbon aktif 5 gr
konsentrasi zat warna pada limbah cair industri kain jumputan yang tersisa paling
sedikit pada waktu pengadukan 20 menit yaitu 348,5 ppm (73,05%). Pada berat
karbon aktif 10 gr konsentrasi zat warna pada limbah cair industri kain jumputan
yang tersisa paling sedikit pada waktu pengadukan 20 menit yaitu 311 ppm
(75,95%). Pada berat karbon aktif 15 gr konsentrasi zat warna pada limbah cair
industri kain jumputan yang tersisa paling sedikit pada waktu pengadukan 25
menit yaitu 327,5 ppm (74,67%). Pada berat karbon aktif 20 gr konsentrasi zat
warna pada limbah cair industri kain jumputan yang tersisa paling sedikit pada
waktu pengadukan 25 menit yaitu 319,5 ppm (75,29%). Pada berat karbon aktif
25 gr konsentrasi zat warna pada limbah cair industri kain jumputan yang tersisa
paling sedikit pada waktu pengadukan 25 menit yaitu 305 ppm (76,41%).
Berdasarkan data yang dihasilkan pada penelitian ini konsentrasi zat warna pada
limbah cair industri kain jumputan yang tersisa paling sedikit yaitu pada berat
karbon aktif 25 gr dengan waktu pengadukan 25 menit.
Untuk karbon aktif dengan ukuran 250 m, hubungan antara berat
karbon aktif dengan waktu pengadukan terhadap penurunan konsentrasi zat warna
pada limbah cair industri kain jumputan dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8
menunjukkan kecenderungan yang sama seperti halnya Gambar 7. Penurunan zat
warna pada limbah cair kain jumputan signifikan hingga menit ke 15. Untuk
menit ke 20 dan 25 penyerapan zat warna berlangsung lambat.
Dari Gambar 8 dapat dilihat bahwa pada berat karbon aktif 5 gr
konsentrasi zat warna pada limbah cair industri kain jumputan yang tersisa paling
sedikit pada waktu pengadukan 25 menit yaitu 306 ppm (76,33%). Pada berat
karbon aktif 10 gr konsentrasi zat warna pada limbah cair industri kain jumputan
yang tersisa paling sedikit pada waktu pengadukan 25 menit yaitu 341,5 ppm
(73,59%). Pada berat karbon aktif 15 gr konsentrasi zat warna pada limbah cair
industri kain jumputan yang tersisa paling sedikit pada waktu pengadukan 25
menit yaitu 295,5 ppm (77,15%). Pada berat karbon aktif 20 gr konsentrasi zat
warna pada limbah cair industri kain jumputan yang tersisa paling sedikit pada
waktu pengadukan 25 menit yaitu 282,5 ppm (78,15%). Pada berat karbon aktif
25 gr konsentrasi zat warna pada limbah cair industri kain jumputan yang tersisa
paling sedikit pada waktu pengadukan 25 menit yaitu 277,5 ppm (78,54%).
Berdasarkan data yang dihasilkan pada penelitian ini konsentrasi zat warna pada
limbah cair industri kain jumputan yang tersisa paling sedikit yaitu pada berat
karbon aktif 25 gr dengan waktu pengadukan 25 menit.
Dengan membandingkan Gambar 7 dan Gambar 8, didapatkan bahwa
semakin banyak dosis adsorben dan waktu kontak maka akan semakin bnayak
juga zat warna yang terserap. Hal itu ditunjukkan pada 25 gram adsorben dan
waktu kontak 25 menit dihasilkan penyerapan zat warna maksimum, yaitu 76,41%
dan 78,54% untuk karbon aktif merukuran 1 mm dan 250 m secara berurutan.
Terbukti juga bahwa partikel yang memiliki luas permukaan lebih besar yaitu
karbon aktif berukuran 250 m akan menyerap lebih baik dibandingkan yang
berukuran 1 mm.
1400
Konsentrasi Zat Warna

1200
1000
5 gr
800
(ppm)

600 10 gr
400 15 gr
200 20 gr
0 25 gr
0 10 20 30
Waktu Pengadukan (menit)

Gambar 8. Hubungan antara Berat Adsorben dan Waktu Pengadukan terhadap


Konsentrasi Zat Warna Ukuran 250 μm (60 mesh)

Penentuan Model Kinetika Adsorbsi Karbon Aktif


Karbon Aktif Ukuran 1 mm (18 mesh)
Berdasarkan Tabel 8 dengan membuat grafik waktu versis konsentrasi zat
warna pada waktu t, maka laju kinetika adsorpsi orde nol dapat dilihat pada
gambar 9 dibawah ini:
1400 5 gr
y = -34.197x + 1074.4
1200
R² = 0.813 10 gr
1000
800 15 gr
CA 600 20 gr
400
25 gr
200
Linear (5 gr)
0
0 10 20 30
Stirring Time (minutes)

Gambar 9. Kinetika Orde Nol Adsorpsi Penyerapan Zat Warna pada Limbah Cair
Kain JumputanUkuran 1 mm (18 mesh)
Gambar 9 merupakan laju kinetika adsorpsi orde nol pada ukuran karbon
aktif 1 mm (18 mesh). Grafik menunjukkan nilai konsentrasi (CA) zat warna pada
limbah cair kain jumputan dan waktu pengadukan didapatkan laju kinetika orde
nol berdasarkan persamaan (1). Pada orde nol yang memiliki nilai R2 yang
mendekati 1 yaitu pada penambahan adsorben 5 gr dengan nilai 0,8134.

1,6 5 gr
1,4
10 gr
1,2
15 gr
Ln CAO/CA

1
0,8 20 gr
0,6 y = 0.050x + 0.172
R² = 0.907 25 gr
0,4
0,2 Linear (5 gr)
0
0 10 20 30
Stirring Time (minutes)

Gambar 10. Kinetika Orde Satu Adsorpsi Penyerapan Zat Warna pada Limbah
Cair Kain JumputanUkuran 1 mm (18 mesh)
Gambar 10 merupakan laju kinetika adsorpsi orde satu pada ukuran
karbon aktif 1 mm (18 mesh). Grafik diatas menunjukkan nilai ln CAO/CA dengan
waktu pengadukan, didapatkan laju kinetika orde satu berdasarkan persamaan (2).
Pada orde satu yang memiliki nilai R2 yang mendekati 1 yaitu pada penambahan
adsorben 5 gr dengan nilai 0,9073.
0,004 5 gr
0,003 10 gr
0,003
15 gr
0,002
1/CA 20 gr
0,002 y = 8E-05x + 0.0008
0,001 R² = 0.929
25 gr
0,001
Linear (5 gr)
0,000
0 10 20 30
Stirring Time (minutes)

Gambar 11. Kinetika Orde DuaAdsorpsi Penyerapan Zat Warna pada Limbah
Cair Kain Jumputan Ukuran 1 mm (18 mesh)
Gambar 11 merupakan laju kinetika adsorpsi orde dua pada ukuran
karbon aktif 1 mm (18 mesh). Grafik diatas menunjukkan nilai 1/CA dengan
waktu pengadukan, didapatkan laju kinetika orde dua berdasarkan persamaan (3).
Pada orde dua yang memiliki nilai R2 yang mendekati 1 yaitu pada penambahan
adsorben 5 gr dengan nilai 0,9292. Dari ketiga gambar diatas (Gambar 9-11),
didapatkan laju kinetika adsorpsi pada penelitian ini yaitu pada orde dua dengan
nilai R2 yang mendekati 1 yang paling besar, yaitu 0,9292 dengan nilai konstanta
adsorpsi (k) sebesar 0,00008.
Karbon Aktif Ukuran 250 μm (60 mesh)
Berdasarkan Tabel 9, laju kinetika adsorpsi orde nol dapat dilihat pada
gambar 12 dibawah ini:
1400
5 gr
1200 y = -33,28x + 1019,
R² = 0,752 10 gr
1000
15 gr
800
CA

20 gr
600
400 25 gr

200 Linear (5
gr)
0
0 5 10 15 20 25 30
Waktu Pengadukan (menit)

Gambar 12. Kinetika Orde Nol Adsorpsi Penyerapan Zat Warna pada Limbah
Cair Kain Jumputan Ukuran 250 µm (60 mesh)
Gambar 12 merupakan laju kinetika adsorpsi orde nol pada ukuran
karbon aktif 250 μm (60 mesh). Grafik diatas menunjukkan nilai konsentrasi (CA)
zat warna pada limbah cair industri kain jumputan dan waktu pengadukan
didapatkan laju kinetika orde nol berdasarkan persamaan (1). Pada orde nol yang
memiliki nilai R2 yang mendekati 1 yaitu pada penambahan adsorben 5 gr dengan
nilai 0,7523.
1,8
5 gr
1,6
1,4 10 gr
1,2
Ln CAO/CA

15 gr
1
0,8 20 gr
0,6 y = 0,051x + 0,232
R² = 0,899 25 gr
0,4
0,2 Linear (5 gr)
0
0 10 20 30
Waktu Pengadukan (menit)

Gambar 13. Kinetika Orde Satu Adsorpsi Penyerapan Zat Warna pada Limbah
Cair Kain Jumputan Ukuran 250 µm (60 mesh)
Gambar 13 merupakan laju kinetika adsorpsi orde satu pada ukuran
karbon aktif 250 μm (60 mesh). Grafik diatas menunjukkan nilai ln CAO/CA
dengan waktu pengadukan, didapatkan laju kinetika orde satu berdasarkan
persamaan (2). Pada orde satu yang memiliki nilai R2 yang persamaan (2).Pada
orde satu yang memiliki nilai R2 yang mendekati 1 yaitu pada penambahan
adsorben 5 gr dengan nilai 0,899.
0,004
5 gr
0,004
0,003 10 gr
0,003 15 gr
1/CA

0,002
0,002 20 gr
y = 9E-05x + 0,000
0,001 R² = 0,958 25 gr
0,001
Linear (5 gr)
0,000
0 10 20 30
Waktu Pengadukan (menit)

Gambar 14. Kinetika Orde Dua Adsorpsi Penyerapan Zat Warna pada Limbah
Cair Kain Jumputan Ukuran 250 µm (60 mesh)
Gambar 14 merupakan laju kinetika adsorpsi orde dua pada ukuran
karbon aktif 250 μm (60 mesh). Grafik diatas menunjukkan nilai 1/CA dengan
waktu pengadukan, didapatkan laju kinetika orde dua berdasarkan persamaan (3).
Pada orde dua yang memiliki nilai R2 yang mendekati 1 yaitu pada penambahan
adsorben 5 gr dengan nilai 0,9585. Dari ketiga gambar diatas (Gambar 12-14),
didapatkan laju kinetika adsorpsi pada penelitian ini yaitu pada orde dua dengan
nilai R2 yang mendekati 1, yaitu 0,9585 dan nilai konstanta adsorpsi (k) yaitu
0,00009.
Hasil Kinetika Laju Adsorpsi
Tabel 12. Perbandingan Kinetika Laju Adsorpsi
Nilai R2 Nilai k
Orde 1 mm (18 250 μm (60 1 mm (18 250 μm (60
mesh) mesh) mesh) mesh)
Nol 0,8134 0,7523 -34,19 -33,28
Satu 0,9073 0,8990 0,050 0,051
Dua 0,9292 0,9585 0,00008 0,00009
Tabel 12 merupakan hasil perbandingan kinetika laju adsorpsi,
didapatkan laju kinetika adsorpsi yang paling baik yaitu pada ukuran partikel 250
μm (60 mesh) pada orde dua dengan nilai R2 yang mendekati 1 yaitu 0,9585.
Persamaan Isoterm Adsorpsi
Karbon Aktif Ukuran 1 mm (18 mesh)
Untuk mengetahui kapasitas maksimum adsorpsi yang dapat diserap oleh
karbon aktif biji pinang hias terhdap zat warna pada limbah cair kain jumputan
maka dilakukan dengan menggunakan uji persamaan isoterm Langmuir dan
Freundlich. Uji persamaan Isoterm Langmuir dilakukan untuk mengetahui
kapasitas adsorpsi yang dikaji menggunakan kurva isoterm adsorpsi yang dibuat
dengan cara memplotkan konsentrasi zat warna dalam kesetimbangan (C e) versus
jumlah zat warna yang teradsopsi (Ce/ qe). Kurva persamaan isoterm Langmuir
ditunjukan pada gambar 15 dibawah ini.
Gambar 15. Grafik Isoterm Langmuir untuk Adsorpsi Limbah Cair Kain
Jumputan menggunakan Karbon Aktif Biji Pinang Hias Ukuran 1mm (18 mesh)
Gambar 15 merupakan model isoterm Langmuir untuk adsorpsi limbah
cair kain jumputan menggunakan karbon aktif biji pinang hias ukuran 1mm (18
mesh). Grafik diatas menunjukan nilai Ce dengan Ce/qe berdasarkan persamaan
(4). Pada isoterm Langmuir memiliki nilai R2 yang mendekati 1 yaitu pada
penambahan adsorben 10 gr dengan nilai 0,999.

Gambar 16. Isoterm Freundlich untuk Adsorpsi Limbah Cair Kain Jumputan
menggunakan Karbon Aktif Biji Pinang Hias Ukuran 1mm (18 mesh)
Gambar 16 merupakan model isoterm Freundlich untuk adsorpsi limbah
cair kain jumputan menggunakan karbon aktif biji pinang hias ukuran 1mm (18
mesh). Grafik diatas menunjukan nilai Log Ce dengan Log qeberdasarkan
persamaan (5). Nilai R2 pada isoterm Freundlich mencapai 0,914. Nilai ini lebih
kecil daripada isoterm Langmuir yang memiliki nilai R2 yang mendekati 1 yaitu
0,999.
Karbon Aktif Ukuran 250µm (60 mesh)
Kurva persamaan isoterm Langmuir ditunjukan pada Gambar 17 dibawah
ini.

Gambar 17. Isoterm Langmuir untuk Adsorpsi Limbah Cair Kain Jumputan
menggunakan Karbon Aktif Biji Pinang Hias Ukuran 250µm (60 mesh)

Gambar 17 merupakan model isoterm Langmuir untuk adsorpsi limbah


cair kain jumputan menggunakan karbon aktif biji pinang hias ukuran 250µm (60
mesh). Grafik diatas menunjukan nilai Ce dengan Ce/qe berdasarkan persamaan
(4). Pada isoterm Langmuir memiliki nilai R2 yang mendekati 1 yaitu pada
penambahan adsorben 25 gr dengan nilai 0,999.
Gambar 18. Isoterm Freundlich untuk Adsorpsi Limbah Cair Kain Jumputan
menggunakan Karbon Aktif Biji Pinang Hias Ukuran 250µm (60 mesh)

Gambar 18 merupakan model isoterm Freundlich untuk adsorpsi limbah


cair kain jumputan menggunakan karbon aktif biji pinang hias ukuran 250µm (60
mesh). Grafik diatas menunjukan nilai Log Ce dengan Log qeberdasarkan
persamaan (5). Pada isoterm Freundlich memiliki nilai R2 yang mendekati 1 yaitu
pada penambahan adsorben 10 gr dengan nilai 0,890.
Tabel 13. Nilai Konstanta Persamaan Isoterm Adsorpsi
Karbon Aktif Ukuran 1mm (18 mesh) Karbon Aktif Ukuran 250µm (60 mesh)
Langmuir Freundlich Langmuir Freundlich
R2 0,999 R2 0,914 R2 0,999 R2 0,890
qm 12,99 kf 75,86 qm 12,19 kf 1,36
(mg/g) (mg/g)
b 0,0093 n 4,39 b 0,0079 n 1,12

Tabel 13 menunjukan bahwa karbon aktif biji pinang hias baik pada
ukuran 1mm (18 mesh) maupun 250 µm (60 mesh) untuk parameter daya serap
zat warna mengikuti persamaan Langmuir dengan kapasitas adsorpsi maksimum
sebesar 12 mg/g.

Anda mungkin juga menyukai