Anda di halaman 1dari 6

Abu terbang (fly ash) merupakan limbah pembakaran bahan bakar basis padat.

Selama ini
penggunaanya masih sangat terbatas, sedangkan jumlahnya kian lama kian bertambah, padahal abu
terbang termasuk kedalam kategori limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Disisi lain industri tekstil
atau pewarnaan kian pesat dan menghasilkan limbah cair berwarna yang membahayakan lingkungan.
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mencari solusi kedua permasalahan diatas, dengan
menjadikan fly ash tersebut sebagai bahan adsorber untuk zat warna pada limbah. Adsorpsi zat warna
tekstil oleh abu terbang menggunakan variasi massa fly ash dan suhu operasi dengan interval waktu
pengadukan 15 menit. Adsorpsi di ukur dengan membandingkan nilai absorbansi larutan zat warna
sebelum dan setelah proses pencampuran fly ash. Data percobaan adsorpsi menunjukkan adanya
penurunan konsentrasi zat warna dari 0,55816 g/ml menjadi 0,232535 g/ml dengan persentasi sebesar
32,5625% dengan nilai optimum untuk massa fly ash terlarut 1,5 g dan suhu optimum 60 0C. Penelitian
ini membuktikan bahwa fly ash dapat dijadikan adsorbent zat warna juga logam. Dengan berkurangnya
intensitas warna telah menunjukkan pengurangan kadar logam dalam larutan sebab logam-logam
tersebutlah yang menghasilkan warna.

1. Zat Warna

Zat warna meliputi semua bahan pewarna yang dapat larut dalam air dan mempunyai
daya tarik terhadap serat pada bahan tekstil. Suatu zat dapat berlaku sebagai zat warna apabila :

a. Zat tersebut mempunyai gugus yang dapat menimbulkan warna (kromofor), misalnya azo
(-N=N-), nitro (-NO2), nitroso (-NO).

b. Zat tersebut mempunyai gugus yang dapat mempunyai afinitas terhadap serat (auksokrom),
misalnya amino (-NH2), hidroksil (-OH-).

Zat warna sintetis yang pertama kali ditemukan adalah mauveine, oleh William Henry
Perkin pada tahun 1856. Saat ini terdapat ribuan jenis zat warna sintetis. Keberadaan zat warna
sintetis menggeser penggunaan zat warna alam. Zat warna sintetis lebih murah dengan warna
yang sangat variatif dan kualitas hasil pencelupan yang sangat baik.

Zat warna azo merupakan zat warna sintetis yang tidak larut dalam air. Proses pencelupan
dapat dilakukan dengan bantuan garam diazonium. Mula-mula zat warna diubah menjadi bentuk
yang larut dalam air. Setelah pencelupan, serat dimasukkan ke dalam larutan garam diazonium.
Teknik ini sangat unik karena warna akhir ditentukan oleh penggunaan garam diazonium.

2. Adsorpsi Karbon Aktif

Adsorpsi karbon aktif merupakan suatu proses untuk menghilangkan kontaminan air
limbah yang berupa cairan maupun gas melalui kontak dengan permukaan padatan (adsorben).
Bahan adsorben yang digunakan pada aplikasi proses tersebut adalah karbon aktif yang telah
diberikan treatment tertentu sehingga luas permukaan meningkat. Proses ini biasa digunakan
pada komponen organik, walaupun bisa juga untuk komponen anorganik. Sebagian besar proses
menggunakan karbon aktif granular dalam reaktor kolom. Penggunaan bahan mentah (seperti
batubara, kayu, tempurung kelapa) dan teknologi proses yang berbeda akan menghasilkan jenis
karbon aktif yang berbeda pula, baik dalam bentuk powder maupun granular. Jenis-jenis tersebut
mempunyai karakteristik adsorpsi yang bermacam-macam, sehingga pemilihannya disesuaikan
dengan kondisi limbah yang akan diolah. Karbon aktif terdiri dari dua macam, yaitu powder
dengan diameter kurang dari 200 mesh dan granular dengan diameter lebih dari 0.1 mm.
Pengolahan air limbah pada umumnya menggunakan karbon aktif berbentuk granular. Bentuk
powder jarang digunakan karena ukuran partikel yang kecil sering menimbulkan masalah pada
proses perancangan dan regenerasi. Karbon aktif yang berbentuk granular umumnya digunakan
untuk menghilangkan komponen organik beracun dari air tanah, limbah cair industri, dan limbah
pada fase uap. Karbon aktif berbentuk powder biasanya digunakan pada proses pengolahan
limbah secara biologi.

Adsorpsi karbon aktif sangat ditentukan oleh kondisi proses seperti suhu dan pH serta
faktor rancangan proses seperti waktu kontak dan jumlah kolom karbon. Jika proses ini
dilakukan dalam kondisi yang tepat, karbon aktif merupakan teknologi pengolahan limbah
industri yang efektif. Kapasitas adsorpsi karbon ditentukan oleh karakteristik komponen yang
teradsorb, komposisi kontaminan, dan karakteristik karbon itu sendiri. Kompetisi dapat terjadi
jika terdapat beberapa komponen dalam air limbah yang sesuai dengan karbon aktif yang
digunakan. Kompetisi antar komponen dapat berakibat pada rendahnya daya adsorpsi, bahkan
tidak terserapnya komponen tertentu.

Pelarut yang telah dikondisikan dipindahkan pada bed karbon aktif yang telah diinstal
pada bejana yang dikenal dengan adsorber. Karbon menyerap pelarut tersebut, yang tersisa
adalah aliran limbah yang bersih. Selanjutnya bed karbon dapat diregenerasi.

Karbon aktif efektif untuk menghilangkan bahan organik dalam air limbah melalui proses
adsorpsi. Istilah karbon aktif mengacu pada bahan karbon, seperti batubara atau kayu, yang telah
mengalami proses dehidrasi, karbonisasi, dan oksidasi untuk memperoleh suatu adsorben dengan
luas area dan jumlah pori-pori yang besar. Air limbah mengalir melalui material karbon,
sehingga molekul yang terlarut dalam air limbah tersebut akan terperangkap di dalam pori-pori
karbon.

Pada umumnya, konstituen organik termasuk bahan aktif pada pestisida dengan struktur
kimia tertentu (seperti gugus fungsional aromatik), berat molekul yang besar, dan solubilitas
yang rendah dapat terserap ke dalam karbon aktif. Bahan tersebut tertinggal di dalam bahan
karbon sehingga konsentrasi pestisida dalam air limbah yang tersisa lebih rendah dibanding
konsentrasi awal. Ketika semua pori-pori dalam karbon terisi penuh karbon tersebut telah jenuh
dan tidak mampu lagi menyerap kontaminan. Karbon yang telah terpakai dapat diregenerasi
untuk digunakan kembali atau dibuang, tergantung pada regulasi dan biaya yang dimiliki.

Regenerasi karbon untuk melepaskan komponen yang terserap dapat dilakukan dengan
uap, panas, maupun metode fisika/kimia. Proses regenerasi karbon pada pengolahan air limbah
yang paling sering digunakan adalah menggunakan uap dan panas.
Sisa karbon aktif dikelompokkan menjadi dua, yaitu sisa karbon yang beracun dan yang
tidak beracun. Faktor pendorong untuk merecycle karbon aktif meliputi faktor finansial dan
minimalisasi resiko pembuangan sisa karbon aktif. Regenerasi karbon yang umumnya dilakukan
secara thermal akan menghancurkan kontaminan yang berupa komponen organik.

Pemanasan akan mendorong pelarut keluar dari karbon aktif. Uap yang dihasilkan
didinginkan sebelum dipisahkan maupun dibuang. Karbon yang telah dipanasi harus dikeringkan
dan didinginkan sebelum digunakan kembali untuk proses adsorpsi. Proses ini biasa digunakan
pada pemulihan hidrokarbon dan campuran pelarut.

Nitrogen panas digunakan untuk menghilangkan pelarut dari karbon, air yang ikut
terserap dihilangkan sebelum pelarut tersebut dikondensasi. Metode tersebut tersedia untuk
recovery pelarut yang larut dalam air dengan meminimimalisasi proses pemisahan tambahan.

Adsorpsi di manfaatkan untuk hal-hal berikut.

 Penggunaan norit (Serbuk karbon) untuk penyembuhan sakit perut.


 Proses pemutihan gula pasir pada industri gula dengan tanah diatomit dan arang tulang.
 Pewarnaan serat sutra, wol atau kapas dalam larutam AL₂(SO₄)₃ pada industri tekstil.
 Proses penjernihan air keruh dengan tawas.
 Pembersihan kotoran dengan sabun.
 Adsorpsi koloid humus oleh koloid tanah liat.

Adsorpsi dapat di manfaatkan dalam berbagai hal, antara lain sebagai berikut :

a. Proses pemutihan gula pasir pada industri gula dengan tanah diatomi dan arang tulang.
b. Penyembuhan sakit perut dengan serbuk karbon atau norit
c. Pewarnaan serat sutra, wool atau kapas dalam larutan Al2(SO4)3 pada industri tekstil.
d. Penjernihan air keruh dengan menggunakan tawas (Al2(SO4)3).
Air keran (PDAM) yang ada saat ini mengandung partikel-partikel koloid tanah liat, Lumpur,
dan berbagai partikel lainnya yang bermuatan negatif. Oleh karena itu, untuk menjadikannya
layak untuk diminum, harus dilakukan beberapa langkah agar partikel koloid tersebut dapat
dipisahkan. Hal itu dilakukan dengan cara menambahkan tawas (Al2SO4)3.Ion Al3+ yang
terdapat pada tawas tersebut akan terhidroslisis membentuk partikel koloid Al(OH)3 yang
bermuatan positif melalui reaksi:
Al3+ + 3H2O → Al(OH)3 + 3H+
Setelah itu, Al(OH)3 menghilangkan muatan-muatan negatif dari partikel koloid tanah
liat/lumpur dan terjadi koagulasi pada lumpur. Lumpur tersebut kemudian mengendap bersama
tawas yang juga mengendap karena pengaruh gravitasi.
e. Penggunaan arang aktif
- Penggunaan arang halus pada masker, berfungsi untuk menyerap gas yang beracun.
- Filter pada rokok, yang berfungsi untuk mengikat asap nikotin dan tar.
f. Pembersihan kotoran dengan sabun.
g. Adsorpsi koloid humus oleh koloid tanah liat.

1. Pengertian

Absorpsi adalah proses pemisahan bahan dari suatu campuran gas dengan cara pengikatan
bahan tersebut pada permukaan absorben cair yang diikuti dengan pelarutan. Kelarutan gas yang
akan diserap dapat disebabkan hanya oleh gaya-gaya fisik (pada absorpsi fisik) atau selain gaya
tersebut juga oleh ikatan kimia (pada absorpsi kimia). Komponen gas yang dapat mengadakan
ikatan kimia akan dilarutkan lebih dahulu dan juga dengan kecepatan yang lebih tinggi. Karena
itu absorpsi kimia mengungguli absorpsi fisik.

Absorbsi merupakan salah satu proses separasi dalam industri kimia dimana suatu campuran gas
dikontakkan dengan suatu cairan penyerap tertentu sehingga satu atau lebih komponen gas
tersebut larut dalam cairannya.

1. Absorbsi Kimia

Absorbsi kimia merupakan absorbsi dimana gas terlarut dalam larutan penyerap disertai dengan
adanya reaksi kimia. Contoh absorbsi ini adalah absorbsi gas CO2 dengan larutan MEA, NaOH,
K2CO3 dan sebagainya.Aplikasi dari absorbsi kimia dapat dijumpai pada proses penyerapan gas
CO2 pada pabrik Amonia.
Penggunaan absorbsi kimia dalam fase cair sering digunakan untuk mengeluarkan zat pelarut
secara lebih sempurna dalam campuran gasnya.

Suatu keuntungan dalam absorbsi kimia adalah meningkatkan harga koefisien perpindahan
massa(kga). Sebagian dari perubahan ini disebabkan makin besarnya luas efektif antar muka
karena absorbsi kimia dapat juga berlangsung di daerah hamper stagnan di samping perangkapan
dinamik. Untuk memperluas permukaan kontak digunakan kolom berisi packing (packed
coloum) dengan criteria pemilihan packing sebagai berikut :

1. Memiliki luas permukaan terbasahi tiap unit volume yang besar


2. Memiliki ruang kosong yang cukup besar sehingga kehilangan tekanan kecil
3. Karakteristik pembasahan baik
4. Densitas kecil agar berat kolom keseluruhan kecil
5. Tahan korosi dan ekonomis
6. Absorbsi fisik

Absorbsi fisik merupakan absorbsi dimana gas terlarut dalam larutan penyerap tidak disertai
dengan reaksi kimia. Contoh reaksi ini adalah absorbsi gas H2S dengan air, methanol, propilen
karbonase. Penyerapan terjadi karena adanya interaksi fisik.

1. Aplikasi Industri

Absorbsi dalam dunia industri digunakan untuk meningkatkan nilai guna dari suatu zat dengan
cara merubah fasenya.

1. Proses Pembuatan Formalin

Formalin yang berfase cair berasal dari formaldehid yang berfase gas dapat dihasilkanmelalui
proses absorbsi. Teknologi proses pembuatan formalin Formal dehid sebagai gasinput
dimasukkan ke dalam reaktor. Output dari reaktor yang berupa gas yang mempunyai suhu 1820C
di dinginkan pada kondensor hingga suhu 550C,dimasukkan ke dalam absorber. Keluaran dari
absorber pada tingkat I mengandung larutan formalin dengan kadar formaldehid sekitar 37 –
40%. Bagian terbesar dari metanol, air, dan formal dehid di kondensasi di bawah air pendingin
bagian dari menara, dan hampir semua removal dari sisa metanol dan formaldehid dari gas
terjadi dibagian atas absorber dengan countercurrent contact dengan air proses

2. Proses Pembuatan Asam Nitrat

Pembuatan asam nitrat (absorpsi NO dan NO2). Proses pembuatan asam nitrat pada tahap akhir
dari proses pembuatan asam nitrat berlangsung dalam kolom absorpsi. Pada setiap tingkat kolom
terjadi reaksi oksidasi NO menjadi NO2 dan reaksi absorpsi NO2 oleh air menjadi asam nitrat.
Kolom absorpsi mempunyai empat fluks masuk dan dua fluks keluar. Empat fluks masuk yaitu
air umpan absorber, udara pemutih, gas proses, dan asam lemah. Dua fluks keluar yaitu asam
nitrat produk dan gas buang. Kolom absorpsi dirancang untuk menghasilkan asam nitrat dengan
konsentrasi 60 % berat dan kandungan NOx gas buang tidak lebih dari 200 ppm.
Aplikasi absorbsi lainnya seperti proses pembuatan urea,produksi ethanol,
minumanberkarbonasi, fire extinguisher,dry ice,supercritical carbon dioxide dan masih banyak
lagi aplikasi absorbsi dalam industri.

Selain itu absorbsi ini juga digunakan untuk memurnikan gas yang dihasilkan dari fermentasi
kotoran sapi. Gas CO2 langsung bereaksi dengan larutan NaOH sedangkan CH4 tidak. Dengan
berkurangmya konsentrasi CO2sebagai akibat reaksi dengan NaOH, makaperbandingan
konsentrasi CH4 dengan CO2 menjadi lebih besar untuk konsentrasi CH4. Absorbsi CO2 dari
campuran biogas ke dalam larutan

NaOH dapat dilukiskan sebagaiberikut:

CO2(g)+ NaOH(aq)→ NaHCO3(aq)

NaOH(aq)+ NaHCO3→Na2CO3(s)+ HO(l)+ CO2(g)+ 2NaOH(aq)→Na2CO3(s)+ H2O(l)

Dalam kondisi alkali atau basa, pembentukan bikarbonat dapat diabaikan karena bikarbonat
bereaksi dengan OH–membentuk CO32-.

Anda mungkin juga menyukai