Balqis Wahidatin R, Cicilia Wahyu Widayanti, Novia Ayu Palupi, Salsabila Eka
Cipta, Satrio Nugroho, Surahman Latif Sahendra
Jurusan Teknik Kimia _ Politeknik Negeri Malang
1. PENDAHULUAN
Masalah yang cukup serius yang dijumpai pada sebagian besar proses
industri, yaitu terjadinya pengendapan garam pada dinding-dinding peralatan
proses aliran fluida, terutama pada permukaan transfer panas dan permukaan
alat-alat evaporasi. Pengendapan ini tidak diharapkan karena penumpukannya
menyebabkan timbulnya kerak yang dapat mengganggu transfer panas sehingga
mengurangi efisiensi dan menghambat pengaliran pada proses aliran fluida. Di
samping itu, kerak yang menumpuk pada pipa-pipa saluran, lubang-lubang dan
beberapa bagian aliran pada proses aliran fluida dapat menyebabkan gangguan
yang serius pada pengoperasian, karena penumpukan kerak ini dapat
mengakibatkan terjadinya korosi dan kerusakan pada peralatan proses produksi.
Akibatnya biaya dan kerugian yang ditimbulkan sangat besar karena sebagian
besar biaya perawatan alat ditujukan untuk mengganti atau memperbaiki
komponen yang rusak akibat penumpukan kerak.
Kalsium karbonat merupakan salah satu endapan penyusun kerak yang
menjadi masalah serius pada sebagian besar proses industri yang melibatkan air
garam. Untuk mengatasi masalah ini sejumlah metode kontrol endapan kerak
telah diusulkan dan dilakukan, yaitu dengan menurunkan pH larutan melalui
penambahan asam (kondisi asam menjaga kalsium karbonat tetap larut) atau
water treatment. Namun penurunan pH larutan bukanlah solusi yang praktis
karena asam dapat meningkatkan laju korosi sedangkan water treatment
membutuhkan biaya yang cukup besar. Solusi yang lebih efektif dan murah yaitu
dengan teknik adsorpsi.
Salah satu metode yang digunakan untuk menghilangkan zat pencemar
dari air limbah adalah adsorpsi (Rios et al. 1999 dan saiful et al. 2005). Adsorpsi
merupakan terjerapnya suatu zat (molekul atau ion) pada permukaan adsorben.
Mekanisme penjerapan tersebut dapat dibedakan menjadi dua yaitu, jerapan
secara fisika (fisiosorpsi) dan jerapan secara kimia (kemisorpsi). Pada proses
fisiosorpsi gaya yang mengikat adsorbat oleh adsorben adalah gaya-gaya van der
waals. Molekul terikat sangat lemah dan energi yang dilepaskan pada adsorpsi
fisika relatif rendah sekitar 20 kj/mol (Castellan 1982). Sedangkan pada proses
adsorpsi kimia, interaksi adsorbat dengan adsorben melalui pembentuk-an ikatan
kimia. Kemisorpsi terjadi diawali dengan adsorpsi fisik, yaitu partikel-partikel
adsorbat mendekat ke permukaan adsorben melalui gaya van der waals atau
melalui ikatan hidrogen. Kemudian diikuti oleh adsorpsi kimia yang terjadi
setelah adsorpsi fisika. Dalam adsorpsi kimia partikel melekat pada permukaan
dengan membentuk ikatan kimia (biasanya ikatan kovalen) dan cenderung
mencari tempat yang memaksimumkan bilangan koordinasi dengan substrat
(Atkins, 1999). Mekanisme proses adsorpsi dapat digambarkan sebagai proses
dimana molekul meninggalkan larutan dan menempel pada permukaan zat
adsorben secara kimia dan fisika.
Adsorpsi adalah suatu proses yang terjadi ketika suatu fluida (cairan
maupun gas) terikat kepada suatu padatan dan akhirnya membentuk suatu film
(lapisan tipis) pada permukaan padatan tersebut. Berbeda dengan absorpsi,
dimana fluida terserap oleh fuida lainnya dengan membentuk suatu larutan.
Dalam adsorbsi digunakan istilah adsorbat dan adsorben, dimana adsorbat
adalah substansi yang terjerap atau substansi yang akan dipisahkan dari
pelarutnya, sedangkan adsorben merupakan suatu media penyerap yang dalam
hal ini berupa senyawa karbon.
Menurut Webber (1972) adsorpsi dibatasi terutama oleh proses film
diffusion atau pore diffusion, tergantung besarnya pergolakan dalam sistem. Jika
pergolakan yang terjadi relatif kecil maka lapisan film yang mengelilingi
partikel akan tebal sehingga adsorpsi berlangsung lambat. Apabila dilakukan
pengadukan yang cukup maka kecepatan difusi film akan meningkat.
Secara umum, faktor-faktor yang mempengaruhi proses adsorpsi adalah
sebagai berikut:
1. Luas permukaan
Semakin luas permukaan adsorben, maka makin banyak zat yang teradsorpsi.
Luas permukaan adsorben ditentukan oleh ukuran partikel dan jumlah dari
adsorben.
2. Jenis adsorbat
Peningkatan polarisabilitas adsor-bat akan meningkatkan kemampu-an
adsorpsi molekul yang mempunyai polarisabilitas yang tinggi (polar)
memiliki kemampuan tarik menarik terhadap molekul lain dibdaningkan
molekul yang tidak dapat membentuk dipol (non polar); Peningkatan berat
molekul adsorbat dapat meningkatkan kemampuan adsorpsi. Adsorbat dengan
rantai yang bercabang biasanya lebih mudah diadsorbsi dibandingkan rantai
yang lurus.
3. Struktur molekul adsorbat
Hidroksil dan amino mengakibatkan mengurangi kemampuan penyisihan
sedangkan Nitrogen meningkatkan kemampuan penyisihan.
4. Konsentrasi Adsorbat
Semakin besar konsentrasi adsorbat dalam larutan maka semakin banyak
jumlah substansi yang terkumpul pada permukaan adsorben.
5. Temperatur
Pemanasan atau pengaktifan adsorben akan meningkatkan daya serap
adsorben terhadap adsorbat menyebabkan pori-pori adsorben lebih terbuka
pemanasan yang terlalu tinggi menyebabkan rusaknya adsorben sehingga
kemampuan penyerapannya menurun.
6. pH
pH larutan mempengaruhi kelarutan ion logam, aktivitas gugus fungsi pada
biosorben dan kompetisi ion logam dalam proses adsorpsi.
7. Kecepatan pengadukan
Menentukan kecepatan waktu kontak adsorben dan adsorbat. Bila
pengadukan terlalu lambat maka proses adsorpsi berlangsung lambat pula,
tetapi bila pengadukan terlalu cepat kemungkinan struktur adsorben cepat
rusak, sehingga proses adsorpsi kurang optimal.
8. Waktu Kontak
Penentuan waktu kontak yang menghasilkan kapasitas adsorpsi maksimum
terjadi pada waktu kesetimbangan.
9. Waktu kesetimbangan
Dipengaruhi oleh: tipe biomasa (jumlah dan jenis ruang pengikatan),ukuran
dan fisiologi biomasa (aktif atau tidak aktif), ion yang terlibat dalam sistem
biosorpsi,konsentrasi ion logam. Porositas adsorben juga mempengaruhi daya
adsorbsi dari suatu adsorben. Adsorben dengan porositas yang besar
mempunyai kemampuan menyerap yang lebih tinggi dibandingkan dengan
adsorben yang memiliki porositas kecil. Untuk meningkatkan porositas dapat
dilakukan dengan mengaktivasi secara fisika seperti mengalirkan uap air
panas ke dalam poripori adsorben atau mengaktivasi secara kimia.
Arang merupakan suatu padatan berpori yang mengandung 85-95%
karbon, dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon dengan
pemanasan pada suhu tinggi. Ketika pemanasan berlangsung, diusahakan agar
tidak terjadi kebocoran udara di dalam ruangan pemanasan sehingga bahan yang
mengandung karbon tersebut hanya terkarbonisasi dan tidak teroksidasi. Arang
aktif biasanya disebut karbon aktif yang dapat menyerap beberapa jenis zat di
dalam cairan ataupun gas. Berarti arang aktif dapat digunakan sebagai bahan
penjernih ataupun untuk menghilang-kan bau busuk. Pada arang aktif terdapat
banyak pori (zone) berukuran nano hingga mikrometer. Sedemikian banyaknya
pori sehingga dalam satu gram arang aktif bila semua dinding rongga pori
direntangkan, luas permukaannya dapat mencapai ratusan hingga ribuan meter
persegi.
Karbon aktif merupakan bahan adsorpsi dengan permukaan lapisan yang
luas dengan bentuk butiran (granular) atau serbuk (powder). Kontaminan dalam
air terserap karena tarikan dari permukaan karbon aktif lebih kuat dibandingkan
dengan daya kuat yang menahan di dalam larutan. Senyawasenyawa yang yang
mudah terserap karbon aktif umumnya memiliki nilai kelarutan yang lebih kecil
dari karbon aktif. Kontaminan dapat masuk ke dalam pori karbon aktif dan
terakumulasi didalamnya, apabila kontaminan terlarut di dalam air dan ukuran
pori kontaminan lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pori karbon aktif.
Bentonite termasuk jenis lempung dengan materi koloid yang kuat dan
akan berubah menjadi substansi gelatin ketika bereaksi dengan air. Lempung ini
akan mengembang hingga beberapa kali volume asalnya jika ditempatkan dalam
air dan membentuk gel tiksotropik bila sedikit saja ditambahkan pada air warna
bentonite bervariasi sesuai dengan kondisi yaitu kuning keputih-putihan,
kehitaman, hijau kekuningan hingga coklat. Bentuknya pun bervariasi ada yang
berbentuk serbuk, bongkahan atau menjadi gel atau suspen ketika bercampur air.
Secara garis besar bentonite dapat digolongkan menjadi 2 bagian yaitu
Natrium Bentonite dan Kalsium Bentonite.
1. Natrium Bentonite
Bentonite ini mampu menyerap air dalam jumlah yang besar disertai dengan
pengembangan volume yang besar pula dan tetap terdispersi dalam air selama
beberpa waktu. Bentonite ini dapat menyerap air sebanyak 5 kali dari
beratnya, sehingga volumenya dapat bertambah 15 kali dari volume
keringnya. Sifat dari pengembangan bentonite natrium ini bersifat reversible,
artinya dapat dikeringkan kembali beberapa kali tanpa merubah sifatnya.
Dalam keadaan kering bentonite ini berwarna putih atau cream sedangkan
pada keadaan basah dan terkena sinar matahari akan mengkilap.
2. Kalsium Bentonite
Bentonite ini bersifat tidak mengembang dan tetap terdispersi dalam air
secara alami maupun setelah diaktifkan dengan asam. Posisi pertukaran
ionnya diduduki oleh ion Ca+ dan Mg2+ dalam keadaan kering bentonite ini
berwarna abu-abu, biru, kuning, merah, dan coklat.
Perbedaan dari kedua jenis bentonite diatas yaitu bentonite untuk jenis
yang tidak mengembang perlu dilakukan pengaktifan terlebih dahulu agar
diperoleh hasil evaluasi yang sempurna. Apabila didispersikan didalam air,
dengan cepat bentonite natrium akan terurai menjadi partikel-partikel yang
sangat kecil. Bentonite kalsium juga demikian tetapi biasanya partikel-
partikelnya lebih besar ukurannya.
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi dan jenis-jenis
adsorben yang digunakan maka adsorben yang lebih efektif adalah arang aktif,
karena ukuran partikel arang aktif lebih kecil daripada bentonite (batu apung)
sehingga luas permukaannya lebih luas, hal ini menyebabkan proses adsorpsi
lebih optimal. Akan tetapi, pada percobaan ini adsorben yang digunakaan adalah
bentonite (batu apung) Alasan digunakannya bentonite yaitu karena alat adsorpsi
yang digunakan khususnya pada kolom adsorpsi tidak memadai atau tidak
mendukung penggunaan arang aktif, disebabkan ukuran partikel arang aktif yang
sangat kecil sehingga dapat menyumbat bagian kolom.
2. TUJUAN PERCOBAAN
1. Mengetahui pengaruh berat adsorbent pada proses pengolahan air limbah
menggunakan metode adsorpsi.
2. Mengetahui pengaruh waktu terhadap nilai analisa kesadahan dan nilai
turbidity.
3. PROSEDUR KERJA
a. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan adsorpsi ini meliputi kolom adsorpsi,
pompa air, beaker glass, erlenmeyer untuk wadah sample, labu takar, gelas
arloji, spatula, botol semprot, neraca analitik, pipet ukur 10 ml, pipet
seukuran 25 ml, dan ball pipet. Pada percobaan adsorpsi ini dilakukan pula
titrasi terhadap masing-masing sample sehingga digunakan pula buret, statif,
klem penjepit, corong, erlenmeyer 250 ml, serta pipet tetes. Begitu pula bahan
yang digunakan yaitu meliputi larutan CaCO3 sebagai air limbah, padatan
Ca2+ untuk larutan standar Ca2+, bentonite atau batu apung sebagai adsorben,
larutan buffer pH 10, larutan standar EDTA untuk titrasi, serta indikator EBT
sebagai indikator pada saat dilakukan titrasi terhadap sample.
b. Prosedur Percobaan
Mencampurkan tetes demi tetes larutan HCl 1:1 sampai larutan menjadi
jernih
Melakukan titrasi larutan standar Ca2+ oleh larutan EDTA sampai terjadi
perubahan warna dari merah anggur menjadi biru
Mengulangi percobaan sekali lagi
Mengambil 25 ml sampel
Menyalakan alat turidity dengan menekan tombol “ON” pada power dan
melakukan pengesetan dengan menekan tombol “RANGE” selanjutnya
“SIGNAL AVERAGE”
Memasukkan botol yang berisikan sample kedalam alat selanjutnya
menekan tombol “READ” untuk pembacaan nilai turbidity-nya
PERHITUNGAN :
𝐴 × 1000,9 × 𝑓
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐶𝑎2+ 𝑠𝑒𝑏𝑎𝑔𝑎𝑖 𝑚𝑔 𝐶𝑎𝐶𝑂3⁄𝑙 =
𝐵
Dengan
A = ml titran EDTA yang digunakan
B = ml sampel sebelum diencerkan (bila dilakukan pengenceran)
F = konsentrasi EDTA sesudah distandarisasi
4. HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
0.0007
0.0006
0.0005
0.0004
0 10 20 30 40 50
waktu (menit)
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Kesadahan CaCO3 terhadap Waktu untuk Adsorben
Berupa 250 gram Bentonite dan Konsentrasi CaCO3 Sebesar 500 ppm
Berdasarkan grafik hubungan antara nilai kesadahan dan waktu pada
percobaan adsorpsi menggunakan air limbah CaCO3 dengan kosentrasi 500 ppm dan
adsorben berupa bentonite seberat 250 gram diperoleh grafik yang menunjukkan
penurunan. Ini berarti semakin lama adsorpsi berlangsung nilai kesadahannya semakin
turun. Hal ini dikarenakan semakin banyak CaCO3 yang terserap oleh adsorben,
sehingga semakin lama air limbah akan semakin jernih. Hasil yang diperoleh ini sudah
sesuai dengan teori yang ada, karena berdasarkan teori fungsi dari adsorben yaitu
sebagai bahan penyerap dari adsorbat (zat yang ingin diserap).
0.00055
0.0005
0.00045
0.0004
0.00035
0 10 20 30 40 50 60 70
waktu (menit)
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Kesadahan CaCO3 terhadap Waktu untuk Adsorben
Berupa 100 gram Bentonite dan Konsentrasi CaCO3 Sebesar 500 ppm
Grafik diatas merupakan grafik hubungan antara nilai kesadahan dan waktu
pada percobaan adsorpsi kedua menggunakan air limbah CaCO3 dengan kosentrasi
500 ppm dan adsorben berupa bentonite seberat 100 gram diperoleh grafik yang
menunjukkan penurunan pada nilai kesadahan akhir. Ini berarti semakin lama adsorpsi
berlangsung nilai kesadahannya semakin turun. Hal ini dikarenakan semakin banyak
CaCO3 yang terserap oleh adsorben, sehingga semakin lama air limbah akan semakin
jernih. Hasil yang diperoleh ini sudah sesuai dengan teori yang ada, karena
berdasarkan teori fungsi dari adsorben yaitu sebagai bahan penyerap dari adsorbat (zat
yang ingin diserap).
0.0008
0.0006
0.0004
0.0002
0 10 20 30 40 50 60 70
waktu (menit)
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Kesadahan CaCO3 terhadap Waktu untuk Adsorben
Berupa 100 gram Bentonite dan Konsentrasi CaCO3 Sebesar 1000 ppm
Berdasarkan grafik hubungan antara nilai kesadahan dan waktu pada
percobaan adsorpsi menggunakan air limbah CaCO3 dengan kosentrasi 1000 ppm dan
adsorben berupa bentonite seberat 100 gram diperoleh grafik yang sama seperti
sebelumnya, grafik menunjukkan penurunan. Ini berarti semakin lama adsorpsi
berlangsung nilai kesadahannya semakin turun. Hal ini dikarenakan semakin banyak
CaCO3 yang terserap oleh adsorben, sehingga semakin lama air limbah akan semakin
jernih. Hasil yang diperoleh ini sudah sesuai dengan teori yang ada, karena
berdasarkan teori fungsi dari adsorben yaitu sebagai bahan penyerap dari adsorbat (zat
yang ingin diserap).
0.0005
0.00045
0.0004
0.00035
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (menit)
Gambar 4.4 Grafik Hubungan Kesadahan CaCO3 terhadap Waktu untuk Adsorben
Berupa 100 gram Bentonite dan Konsentrasi CaCO3 Sebesar 1000 ppm
Berdasarkan grafik hubungan antara nilai kesadahan dan waktu pada
percobaan adsorpsi menggunakan air limbah CaCO3 dengan kosentrasi 1000 ppm dan
adsorben berupa bentonite seberat 100 gram diperoleh grafik yang menunjukkan
penurunan. Ini berarti semakin lama adsorpsi berlangsung nilai kesadahannya semakin
turun. Hal ini dikarenakan semakin banyak CaCO3 yang terserap oleh adsorben,
sehingga semakin lama air limbah akan semakin jernih. Hasil yang diperoleh ini sudah
sesuai dengan teori yang ada, karena berdasarkan teori fungsi dari adsorben yaitu
sebagai bahan penyerap dari adsorbat (zat yang ingin diserap).
Grafik Kesadahan dengan Adsorben 75 g; CaCO3
500 ppm
0.00051
Kesadahan g CaCO3/ml
0.00049
0.00047
0.00045
0.00043
0.00041
0.00039
0.00037
0.00035
0 20 40 60 80
waktu (menit)
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Kesadahan CaCO3 terhadap Waktu untuk Adsorben
Berupa 75 gram Bentonite dan Konsentrasi CaCO3 Sebesar 500 ppm
Berdasarkan grafik hubungan antara nilai kesadahan dan waktu pada
percobaan adsorpsi menggunakan air limbah CaCO3 dengan kosentrasi 500 ppm dan
adsorben berupa bentonite seberat 75 gram diperoleh grafik yang menunjukkan
kenaikan. Berbeda dengan grafik sebelumnya yang justru mengalami penurunan. Pada
percobaan ini berat adsorben yang digunakan lebih sedikit yaitu sebesar 75 gram.
Sehingga dengan berat adsorben yang lebih sedikit tersebut, menyebabkan adsorbat
yang terserap pada adsorben juga sedikit atau kebanyakan adsorbat justru akan lolos.
Inilah mengapa nilai kesadahannya juga semakin naik seperti yang terlihat pada grafik
diatas.
400
350
300
250
200
0 10 20 30 40 50
waktu (menit)
Gambar 4.6 Grafik Hubungan Kekeruhan CaCO3 terhadap Waktu untuk Adsorben
Berupa 250 gram Bentonite dan Konsentrasi CaCO3 Sebesar 500 ppm
Berdasarkan grafik hubungan antara nilai kekeruhan dan waktu pada
percobaan adsorpsi menggunakan air limbah CaCO3 dengan kosentrasi 500 ppm dan
adsorben berupa bentonite seberat 250 gram diperoleh grafik yang menunjukkan
penurunan. Ini berarti semakin lama adsorpsi berlangsung nilai kekeruhannya semakin
turun. Hal ini dikarenakan semakin banyak CaCO3 yang terserap oleh adsorben,
sehingga semakin lama air limbah akan semakin jernih. Hasil yang diperoleh ini sudah
sesuai dengan teori yang ada, karena berdasarkan teori fungsi dari adsorben yaitu
sebagai bahan penyerap dari adsorbat (zat yang ingin diserap).
250
230
210
190
170
150
0 10 20 30 40 50 60 70
waktu (menit)
Gambar 4.7 Grafik Hubungan Kekeruhan CaCO3 terhadap Waktu untuk Adsorben
Berupa 100 gram Bentonite dan Konsentrasi CaCO3 Sebesar 500 ppm
Berdasarkan grafik hubungan antara nilai kekeruhan dan waktu pada
percobaan adsorpsi menggunakan air limbah CaCO3 dengan kosentrasi 500 ppm dan
adsorben berupa bentonite seberat 100 gram diperoleh grafik yang menunjukkan
penurunan. Ini berarti semakin lama adsorpsi berlangsung nilai kekeruhannya semakin
turun. Hal ini dikarenakan semakin banyak CaCO3 yang terserap oleh adsorben,
sehingga semakin lama air limbah akan semakin jernih. Hasil yang diperoleh ini sudah
sesuai dengan teori yang ada, karena berdasarkan teori fungsi dari adsorben yaitu
sebagai bahan penyerap dari adsorbat (zat yang ingin diserap).
Grafik Kekeruhan dengan Adsorben 100g; CaCO3
1000 pm
700
Kekeruhan (g CaCO3/ml) 600
500
400
300
200
0 10 20 30 40 50 60
waktu (menit)
Gambar 4.8 Grafik Hubungan Kekeruhan CaCO3 terhadap Waktu untuk Adsorben
Berupa 100 gram Bentonite dan Konsentrasi CaCO3 Sebesar 1000 ppm
Berdasarkan grafik hubungan antara nilai kekeruhan dan waktu pada
percobaan adsorpsi menggunakan air limbah CaCO3 dengan kosentrasi 1000 ppm dan
adsorben berupa bentonite seberat 100 gram diperoleh grafik yang menunjukkan
penurunan. Ini berarti semakin lama adsorpsi berlangsung nilai kekeruhannya semakin
turun. Hal ini dikarenakan semakin banyak CaCO3 yang terserap oleh adsorben,
sehingga semakin lama air limbah akan semakin jernih. Hasil yang diperoleh ini sudah
sesuai dengan teori yang ada, karena berdasarkan teori fungsi dari adsorben yaitu
sebagai bahan penyerap dari adsorbat (zat yang ingin diserap).
350
300
250
200
150
100
0 10 20 30 40 50 60 70
waktu (menit)
Gambar 4.9 Grafik Hubungan Kekeruhan CaCO3 terhadap Waktu untuk Adsorben
Berupa 100 gram Bentonite dan Konsentrasi CaCO3 Sebesar 1000 ppm
Berdasarkan grafik hubungan antara nilai kekeruhan dan waktu pada
percobaan adsorpsi menggunakan air limbah CaCO3 dengan kosentrasi 1000 ppm dan
adsorben berupa bentonite seberat 100 gram diperoleh grafik yang menunjukkan
penurunan. Ini berarti semakin lama adsorpsi berlangsung nilai kekeruhannya semakin
turun. Hal ini dikarenakan semakin banyak CaCO3 yang terserap oleh adsorben,
sehingga semakin lama air limbah akan semakin jernih. Hasil yang diperoleh ini sudah
sesuai dengan teori yang ada, karena berdasarkan teori fungsi dari adsorben yaitu
sebagai bahan penyerap dari adsorbat (zat yang ingin diserap).
250
200
150
100
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (menit)
Gambar 4.10 Grafik Hubungan Kekeruhan CaCO3 terhadap Waktu untuk Adsorben
Berupa 75 gram Bentonite dan Konsentrasi CaCO3 Sebesar 500 ppm
Berdasarkan grafik hubungan antara nilai kekeruhan dan waktu pada
percobaan adsorpsi menggunakan air limbah CaCO3 dengan kosentrasi 500 ppm dan
adsorben berupa bentonite seberat 75 gram diperoleh grafik yang menunjukkan
penurunan. Ini berarti semakin lama adsorpsi berlangsung nilai kekeruhannya semakin
turun. Hal ini dikarenakan semakin banyak CaCO3 yang terserap oleh adsorben,
sehingga semakin lama air limbah akan semakin jernih. Hasil yang diperoleh ini sudah
sesuai dengan teori yang ada, karena berdasarkan teori fungsi dari adsorben yaitu
sebagai bahan penyerap dari adsorbat (zat yang ingin diserap).
Grafik Kesadahan Terhadap Waktu
Menggunakan Absorben 100 gram
0.00035
Kesadahan (g CaCO3/ml)
0.0003
0.00025
0.0002
0.00015
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (menit)
0.00032
0.0003
0.00028
0.00026
0.00024
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (menit)
0.00041
0.00037
0.00033
0.00029
0.00025
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (menit)
Kesadahan (g CaCO3/ml)
0.00032
0.00028
0.00024
0.0002
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu (menit)
50
40
30
20
10
0
0 20 40 60 80
Waktu (menit)
Gambar 4.16 Grafik Hubungan Turbidity CaCO3 terhadap Waktu untuk Adsorben
100 gram
Berdasarkan grafik hubungan antara nilai kekeruhan dan waktu pada
percobaan adsorpsi menggunakan air limbah CaCO3 dengan adsorben berupa arang
aktif seberat 100 gram diperoleh grafik yang menunjukkan penurunan. Ini berarti
semakin lama adsorpsi berlangsung nilai kekeruhannya semakin turun. Hal ini
dikarenakan semakin banyak CaCO3 yang terserap oleh adsorben, sehingga semakin
lama air limbah akan semakin jernih. Hasil yang diperoleh ini sudah sesuai dengan
teori yang ada, karena berdasarkan teori fungsi dari adsorben yaitu sebagai bahan
penyerap dari adsorbat (zat yang ingin diserap).
35
30
25
20
15
10
5
0
0 20 40 60 80
Waktu (menit)
Gambar 4.16 Grafik Hubungan Turbidity CaCO3 terhadap Waktu untuk Adsorben
150 gram
Berdasarkan grafik hubungan antara nilai kekeruhan dan waktu pada
percobaan adsorpsi menggunakan air limbah CaCO3 dengan adsorben berupa arang
aktif seberat 150 gram diperoleh grafik yang menunjukkan penurunan. Ini berarti
semakin lama adsorpsi berlangsung nilai kekeruhannya semakin turun. Hal ini
dikarenakan semakin banyak CaCO3 yang terserap oleh adsorben, sehingga semakin
lama air limbah akan semakin jernih. Hasil yang diperoleh ini sudah sesuai dengan
teori yang ada, karena berdasarkan teori fungsi dari adsorben yaitu sebagai bahan
penyerap dari adsorbat (zat yang ingin diserap).
Grafik Turbidity Terhadap Waktu
250 Menggunakan Adsorbent 200 Gram
200
Turbidity (NTU)
150
100
50
0
0 20 40 60 80
Waktu (menit)
Gambar 4.17 Grafik Hubungan Turbidity CaCO3 terhadap Waktu untuk Adsorben
200 gram
Berdasarkan grafik hubungan antara nilai kekeruhan dan waktu pada
percobaan adsorpsi menggunakan air limbah CaCO3 dengan adsorben berupa arang
aktif seberat 200 gram diperoleh grafik yang menunjukkan penurunan. Ini berarti
semakin lama adsorpsi berlangsung nilai kekeruhannya semakin turun. Hal ini
dikarenakan semakin banyak CaCO3 yang terserap oleh adsorben, sehingga semakin
lama air limbah akan semakin jernih. Hasil yang diperoleh ini sudah sesuai dengan
teori yang ada, karena berdasarkan teori fungsi dari adsorben yaitu sebagai bahan
penyerap dari adsorbat (zat yang ingin diserap).
200
150
100
50
0
0 20 40 60 80
Waktu (menit)
Gambar 4.18 Grafik Hubungan Turbidity CaCO3 terhadap Waktu untuk Adsorben
250 gram
Berdasarkan grafik hubungan antara nilai kekeruhan dan waktu pada
percobaan adsorpsi menggunakan air limbah CaCO3 dengan kosentrasi 1000 ppm dan
adsorben berupa arang aktif seberat 250 gram diperoleh grafik yang menunjukkan
penurunan. Ini berarti semakin lama adsorpsi berlangsung nilai kekeruhannya semakin
turun. Hal ini dikarenakan semakin banyak CaCO3 yang terserap oleh adsorben,
sehingga semakin lama air limbah akan semakin jernih. Hasil yang diperoleh ini sudah
sesuai dengan teori yang ada, karena berdasarkan teori fungsi dari adsorben yaitu
sebagai bahan penjerap dari adsorbat (zat yang ingin diserap).
DAFTAR PUSTAKA
Atkins PW. 1999. Kimia Fisika “ed ke-2 Kartahadiprojo Irma I, penerjemah Indarto
Purnomo Wahyu, editor. Jakarta Erlangga. Terjemahan dari: Physical
Chemistry.
Castellan GW. 1982. Physical Chemistry Third Edition. New York: General Graphic
Services.
Kusuma .,W . A Y. 2012. Bentonite Pacitan sebagai Adsorben untuk Delororisasi
CPO (Crude Palm Oil). Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas
Airlangga.
Suharso . 2009. Peran C-Metil-4. 10, 11,16, 22-Tetrametoksi Kaliks Arena sebagai
Inhibitor Pembentukan Kerak Kalsium Karbonat (CaCO3)
Syaqiah, A. 2011. Analisa Variasi Waktu dan Kecepatan Pengadukan pada Proses
Adsorpsi Limbah Logam Berat dengan Arang Aktif. Vol 2. Info Teknik
Webber, 1972, Adsorption Analysis: Equilibria and Kinetics, Queensland: Imperial
College Press.