Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PRAKTIKUM ANORGANIK

PERCOBAAN 10
PENJERAPAN ZAT CAIR PADA MATERIAL BERPORI

Disusun oleh:

Kelompok :2
NamaNIM : Devis Saputra /24030122120029
Hari/Tanggal : Selasa, 28 November 2023
Asisten/NIM : Komang Diamantiarani Karyasa / 24030120120003

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2023
ABSTRAK

Laporan praktikum ini menginvestigasi fenomena penjerapan zat cair pada


berbagai material berpori, dengan fokus pada zeolit dan karbon aktif sebagai
adsorben. Penelitian ini dilakukan melalui empat pengujian yang berbeda, termasuk
pengujian dengan larutan asam, basa, logam, dan pengamatan perubahan warna
serta perubahan pH. Hasil menunjukkan bahwa zeolit memiliki keunggulan dalam
mengadsorpsi zat cair, terutama dalam pengujian dengan HCl, menunjukkan
perubahan pH yang signifikan. Selain itu, laporan ini juga membahas konsep
adsorpsi, jenis adsorpsi fisik dan kimia, faktor-faktor yang memengaruhi adsorpsi,
serta karakteristik adsorpsi. Zeolit dan karbon aktif, sebagai dua adsorben yang
digunakan dalam penelitian ini, memiliki kemampuan adsorpsi yang tinggi berkat
struktur berpori mereka. Oleh karena itu, penelitian ini memberikan wawasan
tentang pentingnya pemilihan adsorben yang tepat dalam proses penjerapan zat cair.

Keyword: adsorbansi, penjerapan, zeolit, karbon aktif.


LEMBAR PENGESAHAN

JURNAL RESMI PRAKTIKUM KIMIA ANORGANIK

PERCOBAAN 10
“PENJERAPAN ZAT CAIR PADA MATERIAL BERPORI”

Semarang, 28 November 2023

Mengetahui,

Asisten Laboratorium Praktikan

Komang Diamantiarani Karyasa Devis Saputra


NIM.24030120120003
NIM.24030122120029
PERCOBAAN 10
PENJERAPAN ZAT CAIR PADA MATERIAL
BERPORI

I. TUJUAN PERCOBAAN
I.1. Mempelajari fenomena penjerapan/adsorbsi larutan baik asam,
basa, netral dan larutan yang mengandung ion logam pada
berbagai material berpori.

II. TINJAUAN PUSTAKA


II. 1. Adsorpsi

Adsorpsi adalah proses penggumpalan substansi terlarut dalam


larutan oleh permukaan zat penyerap yang membuat masuknya bahan dan
mengumpul dalam suatu zat penyerap. Keduanya sering muncul bersamaan
dengan suatu proses maka ada yang menyebutnya sorpsi. Pada Adsorpsi ada
yang disebut Adsorben dan Adsorbat. Adsorben adalah zat penyerap,
sedangkan adsorbat adalah zat yang diserap (Mirandha, 2016)

II. 2. Jenis Adsorpsi

Adsorpsi fisika, atau fisisorpsi, adalah suatu fenomena di mana


molekul-molekul atau ion-ion di larutan terkondensasi atau menempel pada
permukaan suatu padatan tanpa membentuk ikatan kimia yang kuat. Dalam
konteks adsorpsi fisika, gaya-gaya fisika, seperti gaya Van Der Waals,
menjadi penyebab utama interaksi antara molekul-molekul adsorbat dan
permukaan padatan adsorben. Energi adsorpsi fisika umumnya relatif
rendah, kira-kira sekitar 10 kJ/mol.

Sementara Adsorpsi kimia adalah suatu proses di mana molekul-


molekul atau ion-ion dari suatu fase, seperti gas atau cairan, diikat secara
kimiawi pada permukaan suatu padatan. Proses ini terjadi sebagai hasil dari
interaksi kimia antara molekul-molekul adsorbat dan atom-atom atau gugus
senyawa pada permukaan padatan adsorben. Dalam adsorpsi kimia, hanya
satu lapisan gaya yang terjadi, dan energi adsorpsi yang terlibat biasanya
cukup tinggi, kira-kira sekitar 100 kJ/mol. (Rasyid & Yani, 2018)

II. 3. Karakteristik Adsorpsi


Adsorben yang digunakan dalam suatu proses adsorpsi harus
memiliki luas permukaan spesifik dan volume pori yang cukup besar. Pada
umumnya, kemampuan adsorpsi suatu adsorben akan meningkat dengan
meningkatnya luas permukaan spesifik dan volume pori. Pada fase cair,
terjadi persaingan antara zat terlarut dan pelarut, pelarut ini perlu memiliki
karakteristik polar agar kemampuan adsorpsi zat terlarut bisa berlangsung
secara selektif (Ismadji et al., 2021)

II. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi adsorpsi

Adsorpsi senyawa kimia pada adsorben dipengaruhi oleh berbagai


faktor, termasuk karakteristik adsorben, sifat adsorbat, sifat pelarut, suhu,
dan pH larutan. Karakteristik adsorben, seperti komposisi kimia, struktur
pori, gugus fungsional permukaan, muatan permukaan, dan perlakuan awal,
memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan adsorben untuk
menangkap senyawa kimia tertentu. Suhu juga memengaruhi proses
adsorpsi, dengan suhu cenderung memiliki pengaruh negatif pada adsorpsi
fisika, sementara pada adsorpsi kimia, suhu dapat memberikan pengaruh
positif terhadap senyawa yang terserap. pH larutan adalah faktor kritis
dalam adsorpsi fase cair. Bergantung pada struktur adsorben dan pH larutan,
muatan permukaan adsorben dapat menjadi positif atau negatif. Jika pH
larutan lebih rendah dari pH pada saat adsorben bermuatan nol (pH point
zero charge, pHpzc), adsorben akan bermuatan positif; tetapi jika pH larutan
lebih tinggi dari pHpzc, adsorben akan bermuatan negatif. Pengaturan pH
larutan dapat meningkatkan efisiensi proses adsorpsi. Dengan demikian,
pemahaman dan pengelolaan faktor-faktor ini menjadi kunci dalam
merancang proses adsorpsi yang efektif. (Ismadji et al., 2021)

II. 5. Gaya Van der Waals

Gaya Van der Waals dalam bidang kimia mengacu pada interaksi tarik-
menarik antara molekul. Saat ini, istilah ini lebih spesifik mengacu pada
gaya-gaya yang timbul karena polarisasi molekul menjadi dipol seketika.
Meskipun merupakan jenis ikatan antar molekul yang paling lemah, gaya
Van der Waals sering terjadi dalam berbagai zat kimia, terutama dalam fase
gas. Pada suatu waktu tertentu, molekul dapat mengalami perubahan
menjadi dipol sementara, di mana muatan negatifnya terkonsentrasi di satu
sisi molekul. Dalam kondisi ini, molekul dapat saling menarik atau tolak
elektron lain, menyebabkan atom lain menjadi dipol. Fenomena tarik-
menarik sesaat ini dikenal sebagai gaya Van der Waals. (Widiastuti, 2019)

II. 6. Adsorpsi zat berpori

Adsorben, yang umumnya berupa bahan berpori, memainkan peran


krusial dalam proses adsorpsi. Efektivitas zat berpori ini tergantung pada
kemampuannya untuk mengalami difusi dalam pori dan mencapai
kesetimbangan adsorpsi secara optimal. Meskipun suatu adsorben dapat
memiliki kemampuan penyerapan yang tinggi, jika proses difusinya lambat,
maka akan menghambat efisiensi proses dan memperpanjang waktu tinggal
di dalam kolom penyerap. Durasi waktu tinggal yang lebih lama akan
meningkatkan jumlah adsorben yang diperlukan. Oleh karena itu, adsorben
yang diinginkan adalah yang memiliki kapasitas dan kinetika adsorpsi
tinggi. Kombinasi yang ideal antara mikropori dan mesopori menjadi syarat
utama bagi keberhasilan adsorben(Ismadji et al., 2021).

II. 7. Zeolit
Zeolit adalah kristal aluminosilikat terhidrasi yang memiliki
struktur mikroporus dengan saluran atau rongga berukuran molekuler
kecil, berkisar antara 0,3 hingga 1,5 nm dalam diameter. Kerangka zeolit
terdiri dari tetrahedra alumina (AlO4) dan silika (SiO4) yang terhubung
satu sama lain. Struktur tiga dimensi zeolit dibentuk oleh unsur
aluminium, oksigen, dan silikon, bersama dengan ion-ion logam alkali
atau alkali-tanah (seperti natrium, kalium, dan magnesium), serta molekul
air yang terperangkap di celah antara komponen-komponen tersebut.
Zeolit memiliki beragam struktur kristal yang bervariasi, dengan pori-pori
besar yang tersusun secara teratur dan hampir seukuran dengan molekul

kecil. Rumus senyawa zeolit dapat dinyatakan sebagai berikut, dengan M


sebagai kation dengan valensi m, z adalah jumlah molekul air di setiap sel
satuan, dan x dan y adalah bilangan bulat, memenuhi syarat y/x lebih besar
dari atau sama dengan 1.

(Ismadji et al., 2021)

II. 8. Karbon Aktif

Karbon aktif adalah bahan dengan struktur pori yang kompleks dan
memiliki variasi yang signifikan. Keanekaragaman struktur karbon aktif ini
dihasilkan oleh adanya berbagai jenis pori, termasuk mikro, meso, dan
makro, dengan berbagai ukuran. Produksi karbon aktif dalam skala
komersial melibatkan bahan baku yang beragam, dan sifat permukaannya,
seperti komposisi kimia, luas permukaan, dan ukuran pori, bervariasi
tergantung pada bahan baku dan proses pembuatan, termasuk metode
aktivasi, suhu, dan parameter lainnya. Karbon aktif memiliki kapasitas
adsorpsi yang tinggi karena luas permukaannya yang besar, struktur
mikroporinya, dan reaktivitas permukaannya yang tinggi. Oleh karena itu,
bahan ini sering digunakan secara luas untuk keperluan pemurnian melalui
proses adsorpsi(Ismadji et al., 2021)
II. 9. Analisa Bahan

II.9.1. Zeolit

 Sifat fisik:
o Tampilan padat
o Tidak berlaku titik nyala
 Sifat kimia
o Stabil dalam penyimpanan yang disarankan
o Higroskopis
o Digunakan dalam pemurnian air dan pemisahan molekul
(MSDS, 2021b)

II.9.2. Karbon Aktif

 Sifat Fisik
o Bentuk Padatan berpori
o Massa jenis 0,3-0,6 g/cm3
o Hitam
 Sifat Kimia
o Berisiko meledak dengan Minyak, nitrat dan peroksida
o Sturktur stabil pada suhu ruang
(MSDS, 2021a)

II.9.3. HCl

 Sifat Fisik
o Berat Molekul : 36,46 g/mol
o Bentuk cair
o Tidak bewarna
o Tidak berbau
 Sifat Kimia
o pH 1,2
o Stabil pada suhu ruang
o Menghasilkan uap berbahaya jika mengalami kontak
dengan logam
(MSDS, 2017a)

II.9.4. NaOH

 Sifat Fisika
o Berat Molekul 40 g/mol
o Bentuk padat
o Bewarna Putih
o Tak Berbau
 Sifat Kimia
o pH >14
o Korosif
o Higroskopis

(MSDS, 2019c)

II.9.5. FeCl3

 Sifat Fisik
o Berat molekul 162,21 g/mol
o Bentuk padat serbuk
o Bewarna hijau-hitam
o Bau menyengat
 Sifat Kimia
o pH 1
o Korosif terhadap logam
o Tidak mudah terbakar

(MSDS, 2019a)

II.9.6. Indikator Methyl Orange

 Sifat Fisik
o Berat Molekul 327,34 g/mol
o Berbentuk padat
o Bewarna jingga
o Berbau khas
 Sifat Kimia
o pH 6,5
o Stabil pada suhu ruang
o Tidak mudah meledak

(MSDS, 2019b)

II.9.7. Indikator phenolphthalein

 Sifat Fisik
o Berat Molekul 318,33 g/mol
o Bentuk padat
o Bewarna putih
o Tak berbua
 Sifat kimia
o Stabil pada suhu ruang
o Produk ini tidak mudah menyala

(MSDS, 2017b)
III. Metode Percobaan
III.1. Alat dan Bahan
 Alat
o 6 buah botol plastic bewarna bening
o Erlenmeyer 100ml sebanyak 6 buah
o Indikator universal
o Volt meter
o Neraca analitik
o Gelas Beker 100 ml sebanyak 6 buah
 Bahan
o Zeolit
o Karbon aktif
o HCl 0,1 N
o NaOH 0,1 N
o FeCl3 0,1 N
o Aquadest
o Kapas
III.2. Skema Kerja
III.2.1. Penyiapan Kolom Penjerap

Botol Plastik
 Pembuangan bagian alas pada
botol
 Peletakan botol bagian atas
dengan posisi terbalik
 Penyumbatan botol dengan
kapas
 Pemasukan zeolit sebanyak 20
gram ke dalam botol
Hasil
III.2.2. Penyerapan Aquadest Pada Zeolita

50 Ml Aquadest
Gelas Beker

 Amati Kelarutan Larutan


 Pengamatan pH dengan
Indikator Universal
 Penuangan larutan
kedalam kolom penjerap

20 gr Zeolit
Botol Plastik
 Penungguan cairan
hingga tidak menetes lagi

Filtrat Residu

Gelas Beker

 Pengamatan perubahan
warna
 Pengamatan pH
Hasil
III.2.3. Penjerapan HCl Pada Zeolit

50 ml Hcl 0,1 N
Gelas Beker

 Penambahan 2-3 tetes Indikator MO


 Amati Kelarutan larutan
 Pengamatan pH dengan Indikator Universal
 Penuangan larutan kedalam kolom penjerap

20 gr Zeolit
Botol Plastik
 Penungguan cairan
hingga tidak menetes lagi

Filtrat Residu
Gelas Beker
 Pengamatan perubahan
warna
 Pengamatan pH

Hasil
III.2.4. Penjerapan NaOH pada Zeolit

50 ml NaOH 0,1 N
Gelas Beker

 Penambahan 2-3 tetes Indikator PP


 Amati Kelarutan larutan
 Pengamatan pH dengan Indikator Universal
 Penuangan larutan kedalam kolom penjerap

20 gr Zeolit
Botol Plastik
 Penungguan cairan
hingga tidak menetes lagi

Filtrat Residu
Gelas Beker
 Pengamatan perubahan
warna
 Pengamatan pH

Hasil
III.2.5. Penjerapan HCl Pada Zeolit

50 ml FeCl3 0,1 N
Gelas Beker

 Amati Kelarutan larutan


 Pengamatan pH dengan Indikator Universal
 Penuangan larutan kedalam kolom penjerap

20 gr Zeolit
Botol Plastik
 Penungguan cairan
hingga tidak menetes lagi

Filtrat Residu
Gelas Beker
 Pengamatan perubahan
warna
 Pengamatan pH

Hasil
IV. DATA PENGAMATAN
a. Penjerapan dengan zeolit
No. Perlakuan Hasil
1. HCl
 Sebelum Penjerapan
 Sebelum Penjerapan 1. Berwarna oranye pudar
1. Pengamatan warna 2. pH sebesar 1
2. Pengukuran pH
 Setelah Penjerapan
1. Pengamatan warna  Setelah Penjerapan
2. Pengukuran pH 1. Terbentuk larutan bening
2. Terbentuk pH sebesar 7

2. NaOH
 Sebelum Penjerapan  Sebelum Penjerapan
1. Pengamatan warna 1. Berwarna keunguan
2. Pengukuran pH 2. pH sebesar 13
 Setelah Penjerapan
1. Pengamatan warna  Setelah Penjerapan
2. Pengukuran pH 1. Terbentuk merah muda agak bening
2. Terbentuk pH sebesar 12
3. FeCl3
 Sebelum Penjerapan  Sebelum Penjerapan
1. Pengamatan warna 1. Berwarna oranye
2. Pengukuran pH 2. pH sebesar 2
 Setelah Penjerapan
1. Pengamatan warna  Setelah Penjerapan
2. Pengukuran pH 1. Terbentuk berwarna oranye jernih
2. Terbentuk pH sebesar 3

b. Penjerapan dengan karbon aktif


No. Perlakuan Hasil
1. HCl
 Sebelum Penjerapan
 Sebelum Penjerapan 1. Berwarna merah
1. Pengamatan warna 2. pH sebesar 1
2. Pengukuran pH
 Setelah Penjerapan  Setelah Penjerapan
1. Pengamatan warna 1. Terbentuk larutan berwarna merah
2. Pengukuran pH 2. Terbentuk pH sebesar 2

2. NaOH
 Sebelum Penjerapan  Sebelum Penjerapan
1. Pengamatan warna 1. Berwarna ungu pekat keruh
2. Pengukuran pH 2. pH sebesar 13

 Setelah Penjerapan  Setelah Penjerapan


1. Pengamatan warna 1. Terbentuk ungu bening
2. Pengukuran pH 2. Terbentuk pH sebesar 12
3. FeCl3
 Sebelum Penjerapan  Sebelum Penjerapan
1. Pengamatan warna 1. Berwarna oranye pekat keruh
2. Pengukuran pH 2. pH sebesar 2

 Setelah Penjerapan  Setelah Penjerapan


1. Pengamatan warna 1. Terbentuk berwarna oranye
2. Pengukuran pH 2. Terbentuk pH sebesar 2
V. HIPOTESIS
Percobaan 10 dengan judul penjerapan zat cair pada material berpori ini
memiliki tujuan mempelajari fenomena penjerapan/adsorbsi larutan baik asam,
basa, netral dan larutan yang mengandung ion logam pada berbagai material
berpori. Prinsip yang digunakan dalam percobaan ini adalah gaya van der
Waals. Pada percobaan ini praktikan membandingkan kemampuan adsorbansi
dari zeolit dan karbon aktif dengan mengujinya menggunakan larutan asam,
basa, netral dan larutan yang mengandung ion logam. Adapun hasil yang
diharapkan adalah teramatinya fenomena penjerapan dari adsorban dalam
menjerap adsorbat serta perbedaan kemampuan adsorbansi antara adsorban
yang digunakan.
VI. PEMBAHASAN
Telah dilakukan percobaan 10 di laboratorium kimia anorganik pada
hari kamis, 21 November 2023 dengan judul “Penjerapan Zat Cair Pada
Material Berpori” yang bertujuan untuk Mempelajari fenomena
penjerapan/adsorbsi larutan baik asam, basa, netral dan larutan yang
mengandung ion logam pada berbagai material berpori. Prinsip yang digunakan
pada percobaan ini adalah gaya van der waals dan metode yang digunakan
adalah penjerapan atau adsorpsi larutan asam, basa, netral dan mengandung ion
logam menggunakan zeolit. Pada uji ini zeolit digunakan sebagai adsorben dan
larutan yang akan diuji sebagai adsorbat. Adsorben sendiri adalah zat penjerap
adsorbat, dimana adsorbat adalah substansi yang terjerat atau akan
dipisahkan(Arsa et al., 2019).

VI.1. Penjarapan HCl dengan Zeolit

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui fenomena penjerapan


pada larutan HCl menggunakan zeolit dengan menggunakan metode
penjerapan/adsorpsi dan prinsip gaya van der waals. Percobaan dimulai
dengan mempersiapkan wadah botol yang telah dibagi dua untuk kemudian
dipasangi kapas pada tutup untuk menahan zeolit atau membuat kolom
penjerap.

Pada percobaan ini digunakan zeolit sebanyak 20 gram. Zeolit


kemudian ditambahkan ke kolom penjerap yang sudah dipasangi kapas pada
tutup. Zeolit ini digunakan sebagai adsorben sedangkan HCl digunakan
sebagai absorbsi. Sebelum dilakukan penjerapan, dilakukan penambahan
indikator metil orange serta pengukuran pH pada adsorbat untuk kemudian
dibandingkan dengan hasil penjerapan. Metil orange digunakan karena
cocok sebagai indikator HCl yang memiliki pH asam. Lalu sebanyak 50 mL
HCl yang sudah diuji pH dan ditambahkan indikator ditambahkan ke kolom
penjerap dan ditunggu hingga tersaring semua larutannya.

Pada percobaan ini didapatkan hasil berupa warna larutan HCl yang
sudah diadsorpsi berubah menjadi bening dari orange pudar disertai
perubahan pH dari 1 menjadi 7. Hasil ini berarti zeolit dapat bekerja dengan
sangat baik karena dapat menetralkan HCl. Secara umum berikut adalah
reaksi penjerapan HCl oleh zeolit:

(Micoli et al., 2013)

Pada reaksi tersebut dapat dilihat terjadi pertukaran ion antara HCl
dengan zeolit dimana zeolit akan bermuatan positif pada permukaan karena
membawa ion H+. Hal ini terjadi dikarenakan zeolit mempunyai nilai point
zero charge (pH pzc) sebesar 6,2-6,5. Hal ini berarti adsorben akan
memiliki muatan negatif pada permukaan jika pH>pH pzc dan akan
bermuatan positif ketika pH larutan<pH pzc. Nilai ini juga dapat
menandakan efektivitas adsorben dalam menjerap adsorbat (Kragović et al.,
2019). Pada percobaan diketahui pH awal HCl sebesar 1 dan setelah
penjerapan menjadi 6 disertai perubahan warna menjadi bening yang
menandakan sudah tidak asam lagi. Hasil ini menandakan zeolit yang
digunakan bekerja dengan sangat baik sesuai teori. Selain itu diketahui juga
bahwa perubahan warna terjadi karena perubahan konsentrasi H+ pada hasil
filtrasi akibat penjerapan oleh zeolit yang menarik ion dengan gaya Van der
Waals sehingga ion H+ mengalami pengurangan berlebih dan menyebabkan
interaksi antar ion dengan metil orange melemah sehingga warna dan pH
mengalami perubahan. Reaksi antara HCl dan indikator metil orange adalah
sebagai berikut :

(Kurp, 2003)

VI.2. Penjerapan NaOH dengan Zeolit

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui fenomena penjerapan


pada larutan NaOH menggunakan zeolit dengan menggunakan metode
penjerapan/adsorpsi dan prinsip gaya van der waals. Percobaan dimulai
dengan mempersiapkan wadah botol yang telah dibagi dua untuk kemudian
dipasangi kapas pada tutup untuk menahan zeolit atau membuat kolom
penjerap. Digunakan kapas karena memiliki poros yang cocok untuk proses
adsorbansi.

Pada percobaan ini digunakan zeolit sebanyak 20 gram. Zeolit


kemudian ditambahkan ke kolom penjerap yang sudah dipasangi kapas pada
tutup. Zeolit ini digunakan sebagai adsorben sedangkan NaOH digunakan
sebagai absorbat. Sebelum dilakukan penjerapan, dilakukan penambahan
indikator PP serta pengukuran pH pada adsorbat untuk kemudian
dibandingkan dengan hasil penjerapan. Penggunaan indikator PP digunakan
karena indikator ini cocok dengan NaOH yang bersifat basa dan memiliki
trayek pH 8-10 yang mana dapat memberikan efek warna apa bila pH NaOH
semakin mendekati 14 (Nuryanti et al., 2010). Lalu sebanyak 50 mL NaOH
yang sudah diuji pH dan ditambahkan indikator ditambahkan ke kolom
penjerap dan ditunggu hingga tersaring semua larutannya.

Lalu proses penjerapan dilakukan. Pada proses penjerapan tersebut


terjadi pertukaran ion antara NaOH dengan zeolit dimana zeolit akan
bermuatan negatif pada permukaan. Hal ini dikarenakan zeolit mempunyai
nilai point zero charge (pH pzc) sebesar 6,2-6,5. Hal ini berarti adsorben
akan memiliki muatan negatif pada permukaan jika pH>pH pzc dan akan
bermuatan positif ketika pH larutan<pH pzc. Nilai ini juga dapat
menandakan efektivitas adsorben dalam menjerap adsorbat(Kragović et al.,
2019). Pada percobaan diketahui pH awal NaOH sebesar 13 dan setelah
penjerapan menjadi 12 disertai dengan perubahan warna dari ungu pekat ke
merah muda keunguan jernih.Hasil ini menandakan zeolit yang digunakan
bekerja dengan baik karena dapat menetralkan NaOH. Selain itu diketahui
juga bahwa perubahan warna terjadi karena perubahan konsentrasi OH-
pada hasil filtrasi akibat penjerapan oleh zeolit yang menarik ion-ion dengan
gaya Van der Waals sehingga ion OH- mengalami pengurangan berlebih. .
OH- memiliki muatan negatif, sedangkan permukaan zeolite memiliki
muatan positif. Muatan-muatan ini saling tarik-menarik secara van der
Waals. Gaya van der Waals adalah gaya tarik-menarik antara molekul-
molekul yang tidak bermuatan listrik. Gaya ini disebabkan oleh interaksi
antara kutub-kutub permanen dan kutub-kutub sementara yang terbentuk
dalam molekul-molekul.

Dalam kasus zeolite, muatan positif pada permukaan zeolite berasal


dari atom-atom silika yang memiliki kekurangan elektron. Atom-atom
silika ini menarik elektron dari molekul-molekul OH- yang memiliki
kelebihan elektron. Gaya tarik-menarik ini menyebabkan molekul-molekul
OH- teradsorbsi pada permukaan zeolite dan menyebabkan interaksi antar
ion dengan PP melemah sehingga warna dan pH mengalami perubahan.
(Arief,2019).

Reaksi antara NaOH dan indikator PP adalah sebagai berikut:

(Mulyono & Bendiyasa, 2018)

VI.3. Penjerapan FeCl3 dengan Zeolit

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui fenomena penjerapan


pada larutan FeCl3 menggunakan zeolit dengan menggunakan metode
penjerapan/adsorpsi dan prinsip gaya van der waals. Percobaan dimulai
dengan mempersiapkan wadah botol yang telah dibagi dua
untuk kemudian dipasangi kapas pada tutup untuk menahan zeolit atau
membuat kolom penjerap.
Pada percobaan ini digunakan zeolit sebanyak 20 gram. Zeolit
kemudian ditambahkan ke kolom penjerap yang sudah dipasangi kapas
pada tutup. Zeolit ini digunakan sebagai adsorben sedangkan FeCl3
digunakan sebagai absorbat. Tidak digunakan indikator pada larutan ini
karena larutan sudah berwarna sehingga hanya dilakukan pengukuran pH
pada adsorbat untuk kemudian dibandingkan dengan hasil penjerapan.
Lalu sebanyak 50 mL FeCl3 yang sudah diuji pH ditambahkan ke kolom
penjerap dan ditunggu hingga tersaring semua larutannya. Berikut adalah
reaksi penjerapan FeCl3 oleh zeolit:

(Faisal et al., 2015)

Pada reaksi tersebut dapat dilihat terjadi pertukaran ion antara FeCl3
dengan zeolit dimana zeolit akan bermuatan positif pada permukaan yang
disebabkan oleh gaya van der waals. Hal ini dikarenakan zeolit mempunyai
nilai point zero charge (pH pzc) sebesar 6,2-6,5. Hal ini berarti adsorben
akan memiliki muatan negatif pada permukaan jika pH>pH pzc dan akan
bermuatan positif ketika pH larutan<pH pzc. Nilai ini juga dapat
menandakan efektivitas adsorben dalam menjerap adsorbat

Pada percobaan ini didapatkan hasil berupa warna larutan FeCl3


yang sudah diadsorpsi berubah menjadi orange bening dari orange pekat
disertai perubahan pH dari 2 menjadi 3. Hasil ini berarti zeolit tidak dapat
bekerja dengan baik karena tidak dapat menetralkan FeCl3 secara maksimal,
hal ini diduga terdapat Keberadaan zat pengotor mengakibatkan kurang
optimalnya adsorben dalam mengadsorpsi ion logam. Pada suatu literatur
juga dibahas mengenai perbedaan adsorpsi zeolit alam dan zeolite
teraktivasi yang mana zeolit teraktivasi sudah melewati proses aktivasi yang
bertujuan untuk menghilangkan zat pengotor yang dapat mengganggu
proses adsropsi. Penghilangan zat pengotor menyebabkan pori-pori menjadi
kosong dan dapat terisi oleh ion logam yang diadsorpsi sedangkan pada
zeolit alam yang kita gunakan yaitu garam dapur masih terdapat zat
pengotor di dalam kerangka adsorben tersebut sehingga kurang baik untuk
mengadsorpsi suatu ion logam (Pida Renni et al., 2018)

VI.4. Pejerapan HCl pada karbon aktif

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui fenomena penjerapan pada


larutan HCl menggunakan karbon aktif dengan menggunakan metode
penjerapan/adsorpsi dan prinsip gaya van der waals. Percobaan dimulai
dengan mempersiapkan wadah botol yang telah dibagi dua untuk kemudian
dipasangi kapas pada tutup untuk menahan karbon aktif atau membuat
kolom penjerap.

Pada percobaan ini digunakan karbon aktif sebanyak 20 gram.


Karbon aktif kemudian ditambahkan ke kolom penjerap yang sudah
dipasangi kapas pada tutup. Karbon aktif ini digunakan sebagai adsorben
yang mana di gunakan untuk membandingkan tingkat adsorpsi nya dengan
zeolit, sedangkan HCl digunakan sebagai absorbat. Sebelum dilakukan
penjerapan, dilakukan penambahan indikator MO serta pengukuran pH
pada adsorbat untuk kemudian dibandingkan dengan hasil penjerapan. MO
digunakan karena cocok sebagai indikator HCl yang memiliki pH asam hal
ini dilakukan juga karena MO memiliki trayek pH 3,3-4,4 yang mana
semakin mendekati pH asam warna larutan akan semakin pekat dan dapat
memberikan informasi warna yang digunakan untuk membandingkan pada
saat sebelum dan sesudah penyerapan (Febriani & Kurnyawaty, 2022).Lalu
sebanyak 50 mL HCl yang sudah diuji pH dan ditambahkan indikator
ditambahkan ke kolom penjerap dan ditunggu hingga tersaring semua
larutannya.

Pada percobaan ini didapatkan hasil berupa warna larutan HCl yang
sudah diadsorpsi berubah dari merah menjadi merah bening disertai
perubahan pH dari 1 menjadi 2. Hasil ini berarti karbon aktif tidak dapat
bekerja dengan maksimal karena tidak dapat menetralkan HCl secara
efektif. Hal ini dikarenakan karbon aktif yang digunakan pada percobaan ini
berupa bijih padatan sehingga proses adsorpsi tidak terjadi secara efektif,
hal ini disebabkan oleh karbon aktif yang berbentuk bijihan tidak dapat
menyerap larutan HCl dan larutan HCl melewati celah celah bijih karbon
aktif sehingga larutan HCl tidak sampai masuk ke pori pori di karbon aktif
yang digunakan, sehingga hasil perubahan pH yang seharusnya mendekati
netral secara sedikit signifikan tidak terjadi. Hal ini tidak menunjukkan hasil
adsopsi yang baik, yang bisa disebabkan karena cara perlakuan tahapan –
tahapannya yang kurang, seperti memampatan kapas, yang mana fungsi
kapas yaitu menahan agar adsorbat tida langsung turun ke wadah
penampungan, yang menyebabkan tidak adanya waktu kontak antara
adsorbat dan adsorben, sehingga keduanya tidak sempat bereaksi dan tidak
menghasilkan perubahan warna dan pH larutan yang signifikan. Selain itu,
karbon aktif merupakan partikel dengan bentuk butiran besar dan jika
dilakukan pemadatan maka tetap masih ada celah antar butirannya karna
bentuk karbon aktif yang berbeda – beda, dengan begini larutan HCl yang
diadsopsi dengan adsorben karbon aktif lebih cepat turun ke wadah
penampungan, karena tidak ada yang menahan, dan waktu kontaknya lebih
kecil atau tidak bereaksi sama sekali.

VI.5. Penjerapan NaOH pada karbon aktif

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui fenomena penjerapan pada


larutan NaOH menggunakan karbon aktif dengan menggunakan metode
penjerapan/adsorpsi dan prinsip gaya van der waals. Percobaan dimulai
dengan mempersiapkan wadah botol yang telah dibagi dua untuk kemudian
dipasangi kapas pada tutup untuk menahan karbon aktif atau membuat
kolom penjerap. Digunakan kapas karena memiliki pori yang cocok untuk
proses absorbsi. Langkah pertama yaitu penyiapan NaOH 50mL kedalam
gelas beker dan dilakukan pengamatan warna dan pengukuran pH.
Pengamatan dilakukan dengan tujuan mengetahui kondisi awal dari larutan
NaOH,serta pengukuran pH dilakukan dengan tujuan mengetahui pH awal
NaOH sebelum dilakukan adsopsi dengan karbon aktif. Warna larutan awal
NaOH adalah bening dengan pH sebesar 13. Lalu, penambahan indikator
fenolftalein 1 tetes dan larutan berubah warna menjadi pink keunguan.
Penambahan Indikator PP bertujuan supaya mempermudah pengamatan
terhadap perubahan warna dan pH larutan sebelum dan sesudah adsoprsi,
dimana indikator akan berubah warna jika adanya perubahan pH. dimana
rentang pH indikator PP adalah 8,3-10,0 dengan perubahan warna
colorless– merah muda.(Nuryanti et al., 2010). Lalu menyiaplam kolom
penjerap yaitu dengan membalikkan botol yang akan digunakan ( alasnya
sudah dibuang ) lalu menyumbatkan bagian tutup botol dengan kapas dan
dimasukkan 20 gram karbon aktif. Kapas berguna untuk mencegah
adsorben, yakni karbon aktif jatuh karena pengaruh gravitasi ke hasil
adsorpsi adsorbat, yakni filtrat NaOH. Sifat fisik dari kapas sendiri, yaitu
berpori juga akan membantu penyaringan tanpa menghalangi
penjerapannya. Selanjutnya, dilakukan penuangan larutan NaOH kedalam
kolom penjerap, kemudian di diamkan hingga tidak ada cairan yang menetes
lagi ke dalam gelas penampung. Setelah itu, dilakukan pengamatan warna
dan pengukuran pH filtrat yang dihasilkan yang bertujuan untuk mengetahui
kondisi akhir dari larutan NaOH setelah dilakukan adsorpsi dengan
adsorben karbon aktif dan dibandingkan dengan keadaan awal.

Pada percobaan ini digunakan karbon aktif sebanyak 20 gram.


Karbon aktif kemudian ditambahkan ke kolom penjerap yang sudah
dipasangi kapas pada tutup. Karbon aktif ini digunakan sebagai adsorben
yang mana di gunakan untuk membandingkan tingkat adsorpsi nya dengan
zeolit, sedangkan NaOH digunakan sebagai absorbsi. Sebelum dilakukan
penjerapan, dilakukan penambahan indikator PP serta pengukuran pH pada
adsorbat untuk kemudian dibandingkan dengan hasil penjerapan.
Penggunaan indikator PP digunakan karena indikator ini cocok dengan
NaOH yang bersifat basa dan memiliki trayek pH 8-10 yang mana dapat
memberikan efek warna apa bila pH NaOH semakin mendekati 14
(Nuryanti et al., 2010). Lalu sebanyak 50 mL NaOH yang sudah diuji pH
dan ditambahkan indikator ditambahkan ke kolom penjerap dan ditunggu
hingga tersaring semua larutannya.

Pada percobaan ini didapatkan hasil berupa warna larutan HCl yang
sudah diadsorpsi berubah dari ungu menjadi ungu bening namun tidak
disertai perubahan pH yang mana pH proses adsorpsi ini masih bernilai
berubah dari 13 menjadi 12. Hasil ini berarti karbon aktif tidak dapat bekerja
dengan maksimal karena tidak dapat menetralkan NaOH secara efektif.

Pada percobaan ini dihasilkan filtrat NaOH yang kemudian dilakukan


pengamatan dan pengukuran pH diperoleh perubahan warna larutan dari
merah muda keunguan dan pH dari 13 menjadi 12. Hal ini tidak
menunjukkan hasil adsopsi yang baik, yang bisa disebabkan karena cara
perlakuan tahapan – tahapannya yang kurang, seperti memampatan kapas,
yang mana fungsi kapas yaitu menahan agar adsorbat tida langsung turun
ke wadah penampungan, yang menyebabkan tidak adanya waktu kontak
antara adsorbat dan adsorben, sehingga keduanya tidak sempat bereaksi
dan tidak menghasilkan perubahan warna dan pH larutan yang signifikan.
Selain itu, karbon aktif merupakan partikel dengan bentuk butiran besar
dan jika dilakukan pemadatan maka tetap masih ada celah antar butirannya
karna bentuk karbon aktif yang berbeda – beda, dengan begini larutan
NaOH yang diadsopsi dengan adsorben karbon aktif lebih cepat turun ke
wadah penampungan, karena tidak ada yang menahan, dan waktu
kontaknya lebih kecil atau tidak bereaksi sama sekali.

VI.6. Penjerapan FeCl3 pada karbon aktif

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui fenomena penjerapan


pada larutan FeCl3 menggunakan karbon aktif dengan menggunakan
metode penjerapan/adsorpsi dan prinsip gaya van der waals. Percobaan
dimulai dengan mempersiapkan wadah botol yang telah dibagi dua
untuk kemudian dipasangi kapas pada tutup untuk menahan karbon aktif
atau membuat kolom penjerap.

Pada percobaan ini digunakan karbon aktif sebanyak 20 gram.


Karbon aktif kemudian ditambahkan ke kolom penjerap yang sudah
dipasangi kapas pada tutup. Karbon aktif ini digunakan sebagai adsorben
yang mana di gunakan untuk membandingkan tingkat adsorpsi nya dengan
zeolit sedangkan FeCl3 digunakan sebagai absorbat. Tidak digunakan
indikator pada larutan ini karena larutan sudah berwarna sehingga hanya
dilakukan pengukuran pH pada adsorbat untuk kemudian dibandingkan
dengan hasil penjerapan. Lalu sebanyak 50 mL FeCl3 yang sudah diuji pH
ditambahkan ke kolom penjerap dan ditunggu hingga tersaring semua
larutannya.

Pada percobaan ini didapatkan hasil berupa warna larutan FeCl3


yang sudah diadsorpsi berubah dari orange menjadi orange agak pekat
namun tidak disertai perubahan pH yang mana pH proses adsorpsi ini masih
bernilai 2. Hasil ini berarti karbon aktif tidak dapat bekerja dengan
maksimal karena tidak dapat menetralkan FeCl3 secara efektif.

Hal ini dikarenakan karbon aktif yang digunakan pada percobaan ini
berupa bijih padatan sehingga proses adsorpsi tidak terjadi secara efektif,
hal ini disebabkan oleh karbon aktif yang berbentuk bijihan tidak dapat
menyerap larutan FeCl3 dan larutan FeCl3 melewati celah celah bijih
karbon aktif sehingga larutan FeCl3 tidak sampai masuk ke pori pori di
karbon aktif yang digunakan, sehingga hasil perubahan pH yang seharusnya
mendekati netral secara sedikit signifikan tidak terjadi.
VII. PENUTUP
VII.1. Kesimpulan
VII.1.1 Fenomena penjerapan pada percobaan ini terjadi karena gaya
van der waals dimana terjadi pertukaran ion dengan permukaan
adsorben. Pada percobaan ini yang diuji adalah pH, dan pH
dipengaruhi oleh pH pzc dari adsorben dimana jika nilai pH larutan
> pH pzc maka permukaan adsorben akan bermuatan negatif, dan
ketika pH larutan < pH pzc maka permukaan adsorben akan
bermuatan positif. Didapatkan hasil berupa pH Hcl naik dari 1
menjadi 7 dan pH FeCl3 yang juga naik dari 2 menjadi 3 sedangkan
NaOH memiliki pH yang turun dari 13 menjadi 12 disertai
perubahan warna larutan pada tiap sample menjadi lebih bening,
yang mana sampel yang digunakan sebagai absorben adalah zeolit.
Sedangkan dengan penggunaan sampel karbon aktif yang berbentuk
bijihan tidak menghasilkan perubahan pH dan warna yang signifikan
bahkan dalam beberapa pH sampel tersebut tidak berubah sama
sekali, yang mana karena larutan dapat melewati celah dari bijih
karbon aktif sehingga penyerapan tidak dapat terjadi secara efektif.

VII.2. Saran

VII.2.1. Praktikan dapat mengunakan zeolite alam lain seperti


heulandite dan epistilbite.

VII.2.2. Praktikan dapat menggunakan karbon aktif yang tidak


berbentuk bijihan dan dapat menggunakan karbon aktif yang
berbentuk serbuk agar penyerapan terjadi secara maksimal.
DAFTAR PUSTAKA

Arsa, A. K., Rianto, C., & Hidayat, M. N. A. (2019). Efisiensi penyerapan


phospat limbah laundry menggunakan kangkung air (ipomoea aquatic forsk)
dan jeringau (acorus calamus). Seminar Nasional Teknik Kimia" Kejuangan",
3.

Faisal, M., Suhartana, S., & Pardoyo, P. (2015). Zeolit Alam Termodifikasi
Logam Fe sebagai Adsorben Fosfat (PO43-) pada Air Limbah. Jurnal Kimia
Sains Dan Aplikasi, 18(3), 91–95.

Febriani, A. E., & Kurnyawaty, N. (2022). PEMANFAATAN EKSTRAK KULIT


BUAH NAGA MERAH BERDASARKAN PENGARUH UKURAN
PARTIKEL SEBAGAI INDIKATOR ASAM-BASAPADA PROSES
TITRASI. JURNAL TEKNIK KIMIA VOKASIONAL (JIMSI), 2(2), 44–49.

Ismadji, S., Soetaredjo, F. E., Santoso, S. P., Putro, J. N., Yuliana, M., Irawaty,
W., Hartono, S. B., & Lunardi, V. B. (2021). Adsorpsi pada fase cair:
Kesetimbangan, kinetika, dan termodinamika. Universitas Katolik Widya
Mandala Surabaya.

Kragović, M., Stojmenović, M., Petrović, J., Loredo, J., Pašalić, S., Nedeljković,
A., & Ristović, I. (2019). Influence of alginate encapsulation on point of zero
charge (pHpzc) and thermodynamic properties of the natural and Fe (III)-
modified zeolite. Procedia Manufacturing, 32, 286–293.

Kurp, R. D. (2003). Ready to use spackle/repair product containing dryness


indicator. Google Patents.

Micoli, L., Bagnasco, G., & Turco, M. (2013). HCl removal from biogas for
feeding MCFCs: Adsorption on microporous materials. International Journal
of Hydrogen Energy, 38(1), 447–452.

Mirandha, A. (2016). EFEKTIVITAS LIMBAH MEDIA TUMBUH JAMUR


(BAGLOG) DENGAN ENKAPSULASI ALGINATE GEL DALAM
MENGADSORPSI ION LOGAM KADMIUM.

MSDS. (2017a). HYDROCHLORIC ACID. www.smartlab.co.id


MSDS. (2017b). PHENOLPHTHALEIN INDICATOR. www.smartlab.co.id

MSDS. (2019a). IRON (III) CHLORIDE ANHYDROUS. www.smartlab.co.id

MSDS. (2019b). METHYL ORANGE. www.smartlab.co.id

MSDS. (2019c). SODIUM HYDROXIDE.

MSDS. (2021a). Activated Charcoal.

MSDS. (2021b). ZEOLITE; CLINOPTILILITE.

Mulyono, P., & Bendiyasa, I. M. (2018). Analisis Sistem Teknik Kimia. UGM
PRESS.

Nuryanti, S., Matsjeh, S., Anwar, C., Raharjo, J., Kimia, J., Matematika, F., Ilmu,
D., & Alam, P. (2010). INDIKATOR TITRASI ASAM-BASA DARI
EKSTRAK BUNGA SEPATU (Hibiscus rosa sinensis L) Indicator of Acid-
Base Titration from the Extract of Hibiscus rosa sinensis L Flower. In
AGRITECH (Vol. 30, Issue 3).

Pida Renni, C., Widhi Mahatmanti, F., & Nuni Widiarti, dan. (2018). Indonesian
Journal of Chemical Science Pemanfaatan Zeolit Alam Teraktivasi sebagai
Adsorben Ion Logam Fe(III) dan Cr(VI). In J. Chem. Sci (Vol. 7, Issue 1).
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ijcs

Rasyid, R., & Yani, S. (2018). PENJERAPAN LOGAM BERAT TIMBAL (Pb)
DENGAN MENGGUNAKAN LIGNIN HASIL ISOLASI JERAMI PADI.
Journal Of Chemical Process Engineering, 03(01).

Widiastuti, N. L. G. K. (2019). Pendidikan Sains Terintegrasi Keterkaitan Konsep


Ikatan Kimia Dengan Berbagai Bidang Ilmu. Widya Accarya, 10(2).

Anda mungkin juga menyukai