Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan peristiwa terakumulasinya partikel pada suatu
permukaan. Adsorpsi terjadi karena adanya gaya tarik menarik antar molekul
adsorbat dengan situs aktif di permukaan adsorben. Zat yang mengadsorpsi
disebut adsorbat, sedangkan material tempat terakumulasinya adsorbat disebut
adsorben (Atkins, 1996:427).
Adsorpsi dipengaruhi oleh sifat fisika dan kimia adsorben seperti
ukuran molekul adsorbat, karakteristik adsorbat, waktu pengadukan,
konsentrasi adsorbat, suhu, pH dan luas permukaan adsorben. Semakin luas
permukaan adsorben maka semakin banyak adsorbat yang teradsorpsi yang
secara umum adsorpsi adalah proses penggumpalan substansi terlarut (soluble)
yang ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana
terjadi suatu ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapannya.
Adsorpsi menggunakan istilah adsorben dan adsorbat, dimana adsorben adalah
merupakan suatu penyerapan yang dalam hal ini berupa senyawa karbon,
sedangkan adsorbat adalah merupakan suatu media yang diserap (Soedarsono
dan Syahputra, 2005).
Adsorpsi adalah proses dimana molekul-molekul fluida menyentuh
dan melakat pada permukaan padatan. Adsorpsi adalah fenomena fisik yang
terjadi saat molekul-molekul gas atau cair dikontakkan dengan sesuatu
permukaan padatan dan sebagian dari molekul-molekul tadi mengembun pada
permukaan padatan dan sebagian dari molekul-molekul tadi mengembun pada
permukaan padatan tersebut. Adsorpsi adalah serangkaian proses yang terdiri
atas reaksireaksi permukaan zat padat (adsorben) dengan zat pencemar
(adsorbat), baik pada fase zair maupun gas. Sebab adsorpsi adalah fenomena
permukaan, maka kapasitas adsorpsi dari suatu adsorben merupakan fungsi luas
permukaan spesifik.
Adsorpsi akan terkonsentrasi pada tapak permukaan yang memiliki
energi lebih tinggi. Aktivasi adsorben akan menaikkan energi pada
permukaannya sehingga dapat meningkatkan tarikan terhadap molekul
adsorbat.
Adsorben yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah adsorben yang
dihasilkan dari pemanfaatan media bambu yang tidak di pakai lagi sebagai
bahan baku untuk membuat adsorben.
Pada dasarnya proses adsorpsi dibagi menjadi 2 proses yaitu:
1. Adsorpsi Fisik
Adsorpsi fisik (physical adsorption), yaitu berhubungan dengan gaya van
der Waals dan merupakan suatu proses bolak-balik apabila daya tarik menarik
antara zat terlarut dan adsorben lebih besar daya tarik menarik antara zat terlarut
dengan pelarutnya maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada permukaan
adsorben. Adsorpsi Fisik ini terjadi pada zat-zat yang bersuhu rendah dengan
adsorpsi relatif rendah.
Adsorpsi fisik mempunyai derajat yang sama dengan panas kondensasi
dari gas menjadi cair, sehinga gaya yang menahan adsorpsi molekul-molekul
fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat reversibel karena kebutuhan energi
yang sangat kecil.

2. Adsorpsi Kimia
Adsorpsi kimia (chemisorption), yaitu reaksi yang terjadi antara zat padat
dan zat terlarut yang teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat spesifik dan terjadi
berdasarkan ikatan kimia antara adsorbent dengan zat yang teradsorpsi
(adsorbat), sehingga dibandingkan dengan adsorpsi fisik, kerja yang terjadi jauh
lebih besar begitu juga dengan panas adsorpsi dibanding dengan adsorpsi fisik,
selain itu adsorpsi kimia terjadi pada suhu yang tinggi. Sebab terjadinya ikatan
kimia, maka pada permukaan adsorbent dapat berbentuk suatu lapisan dan
apabila hal ini berlanjut maka adsorbent tidak akan mampu lagi menyerap zat
lainnya. Dan proses adsorpsi secara kimia ini bersifat irreversible.

3
2.1.1 Faktor yang Mempengaruhi Adsorpsi
Banyak faktor yang mempengaruhi laju proses adsorpsi dan banyaknya
adsorbat yang dapat dijerap, di antaranya:
a. Karakteristik Adsorben
Karakteristik adsorben yang mempengaruhi laju adsorpsi adalah ukuran dan
luas permukaan partikel. Semakin kecil adsorben maka laju adsorpsi akan
semakin cepat, sementara semakin luas permukaan adsorben maka jumlah
partikel adsorbat yang diserap akan semakin banyak.
b. Agitasi
Agitasi yang dimaksud adalah keadaan bergolak atau bisa disebut turbulen.
Laju proses adsorpsi dikendalikan oleh difusi lapisan dan difusi pori, dan
keadaan tergantung pada keadaan larutan, tenang atau bergolak/turbulen.
c. Ukuran Pori Adsorben
Ukuran pori merupakan salah satu faktor penting dalam proses adsorpsi,
karena partikel adsorben harus masuk ke dalam pori adsorben. Proses adsorpsi
akan lancar apabila ukuran pori dari adsorben cukup besar untuk dapat
memasukan adsorbat ke dalam pori adsorben. Kebanyakan air limbah
mengandung berbagai ukuran partikel adsorbat. Keadaan ini dapat merugikan,
karena partikel yang lebih besar akan menghalangi partikel kecil untuk dapat
masuk ke dalam pori adsorben.
d. pH
pH memiliki pengaruh yang besar terhadap tingkat proses adsorpsi. Ini
disebabkan karena ion hidrogen dapat menjerap dengan kuat, selain itu pH juga
dapat mempegaruhi ionisasi. Senyawa organik asam lebih diabsorpsi dalam
suasana pH rendah, sedangkan senyawa organik basa lebih bisa diadsorpsi pada
suasana pH tinggi. Nilai optimum pH bisa ditentukan dengan melakukan
pengujian di laboratorium.
e. Kelarutan Adsorbat
Proses adsorpsi terjadi saat adsorbat terpisah dari larutan dan menempel di
permukaan adsorben. Partikel adsorbat yang terlarut memiliki afinitas yang
kuat. Tetapi ada pengecualian, beberapa senyawa yang sedikit larut sulit untuk

4
menyerap, sedangkan ada beberapa senyawa yang sangat larut namun dapat
diserap dengan mudah.
f. Waktu Kontak
Waktu kontak mempengaruhi banyaknya adsorbat yang terserap, ini
dikarenakan perbedaan kemampuan mengikat logam Pb , Kondisi eqibrilium
akan dicapai pada waktu yang tidak lebih dari 150 menit, setelah waktu itu
jumlah adsorbat yang terserap tidak signifikan berubah terhadap waktu.
g. Temperatur
Temperatur dapat mempengaruhi laju adsorpsi dan tingkat terjadinya
adsorpsi. Laju adsorpsi akan meningkat dengan meningkatnya temperatur,
begitu pula sebaliknya. Bagaimanapun karena proses adsorpsi merupakan
proses eksotermik, maka derajat adsorpsi akan meningkat saat temperatur
rendah dan turun pada temperatur tinggi.

2.2 Karbon Aktif


Karbon aktif merupakan senyawa amorf yang dihasilkan dari bahan-
bahan yang mengandung karbon atau arang yang diperlakukan secara khusus
untuk mendapatkan daya adsorpsi yang tinggi. Karbon aktif dapat
mengadsorpsi gas dan senyawa-senyawa kimia tertentu atau sifat adsorpsinya
selektif, tergantung pada besar atau volume pori-pori dan luas permukaan.
Daya serap karbon aktif sangat besar, yaitu 25-100% terhadap berat karbon
aktif (Darmawan, 2008). Karbon aktif dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu:
1. Karbon Aktif Sebagai Pemucat
Biasanya berbentuk powder yang halus dengan diameter pori 1000 Aø,
digunakan dalam fase cair dan berfungsi untuk memindahkan zat-zat
pengganggu.
2. Karbon Aktif Sebagai Penyerap Uap
Biasanya berbentuk granular atau pelet yang sangat keras, diameter porinya
10-200 Aø, umumnya digunakan pada fase gas yang berfungsi untuk
pengembalian pelarut, katalis, dan pemurnian gas (Ruthven, 1984).

5
2.2.1 Bentuk Karbon Aktif
1. Karbon Aktif Bentuk Serbuk
Karbon aktif berbentuk serbuk dengan ukuran lebih kecil dari 0,18 mm.
Terutama digunakan dalam aplikasi fasa cair dan gas.

(Sumber: Cahyo, 2015)


Gambar 2.1. Karbon aktif bentuk serbuk

Biasanya digunakan pada industri pengolahan air minum, industry


farmasi, bahan tambahan makanan, penghalus gula, pemurnian glukosa dan
pengolahan zat pewarna kadar tinggi.

2. Karbon Aktif Bentuk Granular


Karbon aktif bentuk granular/tidak beraturan dengan ukuran 0,2 -5 mm.
Jenis ini umumnya digunakan dalam aplikasi fasa cair dan gas. Beberapa
aplikasi dari jenis ini digunakan untuk: pemurnian emas, pengolahan air, air
limbah dan air tanah, pemurni pelarut dan penghilang bau busuk.

(Sumber: Cahyo, 2015)


Gambar2.2. Karbon aktif bentuk granular

6
3. Karbon Aktif Bentuk Pellet
Karbon aktif berbentuk pellet dengan diameter 0,8-5 mm. Kegunaaan
utamanya adalah untuk aplikasi fasa gas karena mempunyai tekanan rendah,
kekuatan mekanik tinggi dan kadar abu rendah.

(Sumber: Syariahmad, 2012)


Gambar 2.3. Karbon aktif bentuk pellet

Biasanya digunakan untuk pemurnian udara, control emisi, tromol otomotif,


penghilangbau kotoran dan pengontrol emisi pada gas buang.

2. 2.2 Fungsi Karbon Aktif


Pada umumnya karbon/arang aktif digunakan sebagai bahan pembersih,
dan penyerap, juga digunakan sebagai bahan pengemban katalisator. Pada
industri karet ban arang aktif yang mempunyai sifat radikal dan serbuk sangat
halus, digunakan sebagai bahan aditif kopolimer.
1. Karbon aktif berfungsi sebagai filter untuk menjernihkan air
2. Karbon aktif berfungsi sebagai adsorben pemurnian gas
3. Karbon aktif berfungsi sebagai filter industri minuman
4. Karbon aktif berfungsi sebagai penyerap hasil tambang dalam industri
pertambangan.
5. Karbon aktif berfungsi sebagai pemucat atau penghilang warna kuning pada
gula pasir.
6. Karbon aktif berfungsi untuk mengolah limbah B3 (Bahan Beracun
Berbahaya)
7. Dapat berfungsi sebagai penyegar/pembersih udara ruangan dari kandungan
uap air.

7
2. 2.3 Sifat Karbon Aktif
Sifat adsorpsi karbon aktif sangat tergantung pada porositas
permukaannya, namun dibidang industri, karakterisasi karbon aktif lebih
difokuskan pada sifat adsorpsi dari pada struktur porinya. Bentuk pori karbon
aktif bervariasi yaitu berupa: silinder, persegi panjang, dan bentuk lain yang
tidak teratur. Gugus fungsi dapat terbentuk pada karbon aktif ketika dilakukan
aktivasi, yang disebabkan terjadinya interaksi radikal bebas pada permukaan
karbon dengan atom-atom seperti oksigen dan nitrogen, yang berasal dari
proses pengolahan ataupun atmosfer. Gugus fungsi ini menyebabkan
permukaan karbon aktif menjadi reaktif secara kimiawi dan mempengaruhi
sifat adsorpsinya. Oksidasi permukaan dalam produksi karbon aktif, akan
menghasilkan gugus hidroksil, karbonil, dan karboksilat yang memberikan sifat
amfoter pada karbon, sehingga karbon aktif dapar bersifat sebagai asam
maupun basa (Sudirjo, 2006).

2.2.4 Struktur Fisika dan Kimia Karbon Aktif


Karbon aktif mempunyai bentuk yang amorf yang terdiri dari pelat-
pelat datar di mana atom-atom karbonnya tersusun dan terikat secara kovalen
dalam kisi heksagonal. Hal tersebut telah dibuktikan dengan penelitian
menggunakan sinar-X yang menunjukkan adanya bentuk-bentuk kristalin yang
sangat kecil dengan struktur grafit.

(Sumber: Sontheimer, 1985)


Gambar 2.4. Struktur fisika karbon aktif

8
Daerah kristalin memiliki ketebalan 0,7-1,1 nm, jauh lebih kecil dari
grafit. Hal ini menunjukkan adanya 3 atau 4 lapisan atom karbon dengan kurang
lebih terisi 20-30 heksagon di tiap lapisannya. Rongga antara kristal-kristal
karbon diisi oleh karbon-karbon amorf yang berikatan secara tiga dimensi
dengan atom-atom lainnya terutama oksigen. Susunan karbon yang tidak
teratur ini diselingi oleh retakan-retakan dan celah yang disebut pori dan
kebanyakan berbentuk silindris.
Selain mengandung karbon, karbon aktif juga mengandung sejumlah
kecil hidrogen dan oksigen yang secara kimiawi terikat dalam berbagai gugus
fungsi seperti karbonil, karboksil, fenol, lakton, quinon, dan gugus-gugus eter.
Gugus fungsional dibentuk selama proses aktivasi oleh interaksi radikal bebas
pada permukaan karbon dengan atom-atom seperti oksigen dan nitrogen.
Gugus fungsional ini membuat permukaan karbon aktif reaktif secara kimiawi
dan mempengaruhi sifat adsorbsinya. Ilustrasi struktur kimia karbon aktif
dengan gugus fungsionalnya dapat dilihat pada Gambar 5 berikut:

(Sumber : Sudibandriyo, 2003)


Gambar 2.5. Struktur kimia karbon aktif

2.2.5 Faktor yang Mempengaruhi Daya Serap Karbon Aktif


1. Sifat Serapan
Banyak senyawa yang dapat diadsorpsi oleh arang aktif, tetapi
kemampuannya untuk mengadsorpsi berbeda untuk masing- masing senyawa.
Adsorpsi akan bertambah besar sesuai dengan bertambahnya ukuran molekul
serapan dari sturktur yang sama. Adsorbsi juga dipengaruhi oleh gugus fungsi,
posisi gugus fungsi, ikatan rangkap, struktur rantai dari senyawa serapan.

9
2. Temperatur
Dalam pemakaian arang aktif dianjurkan untuk mengamati temperatur
pada saat berlangsungnya proses. Faktor yang mempengaruhi temperatur
proses adsoprsi adalah viskositas dan stabilitas thermal senyawa serapan. Jika
pemanasan tidak mempengaruhi sifat-sifat senyawa serapan, seperti terjadi
perubahan warna maupun dekomposisi, maka perlakuan dilakukan pada titik
didihnya.
3. pH (Derajat Keasaman)
Untuk asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH
diturunkan, yaitu dengan penambahan asam-asam mineral. Ini disebabkan
karena kemampuan asam mineral untuk mengurangi ionisasi asam organik
tersebut. Sebaliknya bila pH asam organik dinaikkan yaitu dengan
menambahkan alkali, adsorpsi akan berkurang sebagai akibat terbentuknya
garam.
4. Waktu Kontak
Bila arang aktif ditambahkan dalam suatu cairan, dibutuhkan waktu
untuk mencapai kesetimbangan. Waktu yang dibutuhkan berbanding terbalik
dengan jumlah arang yang digunakan. Pengadukan juga mempengaruhi waktu
kontak. Pengadukan dimaksudkan untuk memberi kesempatan pada partikel
arang aktif untuk berkontakan dengan senyawa serapan. Untuk larutan yang
mempunyai viskositas tinggi, dibutuhkan waktu kontak yang lebih lama.

2.3. Pasir Silika


Silika atau dikenal dengan silikon dioksida (SiO2) merupakan senyawa
yang banyak ditemui dalam bahan galian yang disebut pasir kuarsa, terdiri atas
kristal-kristal silika (SiO2) dan mengandung senyawa pengotor yang terbawa
selama proses pengendapan. Pasir kuarsa juga dikenal dengan nama pasir putih
merupakan hasil pelapukan batuan yang mengandung mineral utama seperti
kuarsa dan feldsfar. Pasir kuarsa mempunyai komposisi gabungan dari SiO2,
Al2O3, CaO, Fe2O3, TiO2, CaO, MgO, dan K2O, berwarna putih bening atau
warna lain bergantung pada senyawa pengotornya.

10
Silika biasa diperoleh melalui proses penambangan yang dimulai dari
menambang pasir kuarsa sebagai bahan baku. Pasir kuarsa tersebut kemudian
dilakukan proses pencucian untuk membuang pengotor yang kemudian
dipisahkan dan dikeringkan kembali sehingga diperoleh pasir dengan kadar
silika yang lebih besar bergantung dengan keadaan kuarsa dari tempat
penambangan. Pasir inilah yang kemudian dikenal dengan pasir silika atau
silika dengan kadar tertentu.

Gambar 2.6. Pasir Silika (SiO2)

Silika biasanya dimanfaatkan untuk berbagai keperluan dengan


berbagai ukuran tergantung aplikasi yang dibutuhkan seperti dalam industri
ban, karet, gelas, semen, beton, keramik, tekstil, kertas, kosmetik, elektronik,
cat, film, pasta gigi, dan lain-lain. Untuk proses penghalusan atau memperkecil
ukuran dari pasir silika umumnya digunakan metode milling dengan ball mill
untuk menghancurkan ukuran pasir silika yang besar-besar menjadi ukuran
yang lebih kecil dan halus, silika dengan ukuran yang halus inilah yang
biasanya bayak digunakan dalam industri.
Saat ini dengan perkembangan teknologi mulai banyak aplikasi
penggunaan silika pada industri semakin meningkat terutama dalam
penggunaan silika pada ukuran partikel yang kecil sampai skala mikron atau
bahkan nanosilika. Kondisi ukuran partikel bahan baku yang diperkecil
membuat produk memiliki sifat yang berbeda yang dapat meningkatkan
kualitas. Sebagai salah satu contoh silika dengan ukuran mikron banyak
diaplikasikan dalam material building, yaitu sebagai bahan campuran pada
beton. Rongga yang kosong di antara partikel semen akan diisi oleh mikrosilika

11
sehingga berfungsi sebagai bahan penguat beton (mechanical property) dan
meningkatkan daya tahan (durability). Selama ini kebutuhan mikrosilika dalam
negeri dipenuhi oleh produk impor. Ukuran lainnya yang lebih kecil adalah
nanosilika bnyak digunakan pada aplikasi di industri ban, karet, cat, kosmetik,
elektronik, dan keramik. Sebagai salah satu contoh adalah pada produk ban dan
karet secara umum. Manfaat dari penambahan nanosilika pada ban akan
membuat ban memiiki daya lekat yang lebih baik terlebih pada jalan salju,
mereduksi kebisingan yang ditimbulkan dan usia ban lebih pajang daripada
produk ban tanpa penambahan nanosilika.
Untuk memperoleh ukuran silika sampai pada ukuran nano/ mikrosilika
perlu perlakuan khusus pada prosesnya. Untuk mikrosilika biasanya dapat
diperoleh dengan metode special milling, yaitu metode milling biasa yang
sudah dimodifikasi khusus sehingga kemampuan untuk menghancurkannya
jauh lebih efektif, dengan metode ini bahkan dimungkinkan juga memperoleh
silika sampai pada skala nano. Sedangkan untuk nanosilika bisa diperoleh
dengan metode-metode tertentu yang sekarang telah banyak diteliti diantaranya
adalah sol-gel process, gas phase process, chemical precipitation, emulsion
techniques, dan plasma spraying & foging proses (Polimerisasi silika terlarut
menjadi organo silika).

2.4 Asam Asetat


Asam Asetat (Acetic Acid, Ethanoic Acid, Methyl Carboxylic Acid) adalah
senyawa kimia dengan rumus molekul CH3COOH, berupa cairan jernihtidak
berwarna, berbau tajam, dan berasa asam. Bahan kimia ini memiliki titik didih
sekitar 117,9° C pada tekanan 1 atm, dan pada konsentrasi tinggi akan
menimbulkan korosi pada berbagai jenis logam.
Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka adalah senyawa kimia asam
organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam
cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam bentuk
CH3COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H.

12
Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis
tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C.Atom hidrogen (H) pada gugus
karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dilepaskan
sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam
lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya adalah asetat
(CH3COO−). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi
pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4.
Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti air
dan etanol. Asam asetat bercambur dengan mudah dengan pelarut polar atau
nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Asam asetat bersifat korosif
terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas
hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat).
Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industry yang
penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena
tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan
kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman.
Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air.

13

Anda mungkin juga menyukai